Upload
others
View
3
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
HUBUNGAN DERAJAT PARASITEMIA DENGAN GOLONGAN DARAH
ABO PADA PENDERITA MALARIA DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS HANURA KABUPATEN PESAWARAN PROVINSI
LAMPUNG
SKRIPSI
Oleh:
Nur Sazaro Tudhur
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2020
ABSTRACT
RELATIONSHIP BETWEEN THE DEGREES OF MALARIA
PATIENT AND ABO BLOOD GROUPS IN IN THE WORK AREA OF
PUSKESMAS HANURA KABUPATEN PESAWARAN PROVINSI
LAMPUNG
By
NUR SAZARO TUDHUR
Background: Malaria is an infectious disease caused by the plasmodium sp parasite
through the bite of an infected female Anopheles mosquito and then distributed
throughout the human body. Blood type is a blood classification system based on its
antigens and is divided into four groups, namely blood group A which has antigens A
and anti-B, blood group B which has antigens B and anti-A, blood group O which has
antibodies but does not have antigen, and blood group A which has antigens but does
not have antibodies. According to research on the relationship between ABO blood
groups and malaria with clinical symptoms in rural areas in South India, there is a
relationship between blood groups and malaria.
Methods: This is an observational analytical reasearch with cross sectional methode.
where sampling and data analysis are carried out at one time.
Results: There is relationship Chi square analysis was carried out to assess the
relationship of the degree of parasitemia with ABO blood type obtained p
ABSTRAK
HUBUNGAN DERAJAT PARASITEMIA DENGAN GOLONGAN DARAH
ABO PADA PENDERITA MALARIA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS
HANURA KABUPATEN PESAWARAN PROVINSI LAMPUNG
Oleh
NUR SAZARO TUDHUR
Latar Belakang: Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit
Plasmodium sp melalui gigitan nyamuk Anopheles betina yang telah terinfeksi lalu
menyebar keseluruh tubuh manusia. Golongan darah adalah suatu sistem
pengklasifikasian darah berdasarkan antigen yang dimilikinya dan terbagi menjadi
empat kelompok yaitu golongan darah A yang memiliki antigen A dan anti-B,
golongan darah B yang memiliki antigen B dan anti-A, golongan darah O yang
memiliki antibodi namun tidak memiliki antigen, dan golongan darah A yang
memiliki antigen namun tidak memiliki antibodi. Menurut penelitian mengenai
hubungan antara golongan darah ABO dan malaria dengan gejala klinis di daerah
pinggiran di India Selatan, terdapat hubungan antara golongan darah dan malaria.
Metode: Penelitian yang dilakukan termasuk jenis penelitian Analitik Obervasional
metode penelitian yang digunakan adalah dengan metode Cross sectional, dimana
pengambilan sampel dan analisis data dilakukan dalam satu waktu.
Hasil: Dilakukan analisis Chi square untuk menilai hubungan derajat parasitemia
dengan golongan darah ABO didapatkan p
HUBUNGAN DERAJAT PARASITEMIA DENGAN GOLONGAN DARAH
ABO PADA PENDERITA MALARIA DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS HANURA KABUPATEN PESAWARAN PROVINSI
LAMPUNG
Oleh:
NUR SAZARO TUDHUR
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar
SARJANA KEDOKTERAN
Pada
Program Studi Pendidikan Dokter
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2020
Dengan Izin Allah SWT yang Maha Pengasih
lagi Maha Penyayang ku persembahkan karya ini
spesial untuk Abah, Ibu, Kakak dan Keluarga Besarku
Tercinta serta orang-orang yang tak henti-hentinya
mendukung, mendoakan dan menyayangiku.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Lampung Timur pada tangal 26 Februari 1998, sebagai
anak kedua dari 3 bersaudara dari Bapak Abdul Halim dan Ibu Kholisoh.
Pendidikan Taman Kanak-Kanak (TK) diselesaikan di TK Al-Barokah
Lampung Timur pada tahun 2004. Sekolah Dasar (SD) diselesaikan di SD N 2
Sumberrejo Lampung Timur pada tahun 2011. Penulis kemudian menyelesaikan
Sekolah Menengah Pertama (SMP) di SMP N 2 Kaliwungu pada tahun 2013 dan
Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMA N 3 Bandar Lampung, pada tahun 2016.
Tahun 2016 penulis terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran
Universitas Lampung melalui jalur Ujian Mandiri Masuk Perguruan Tinggi Negeri.
Selama menjadi mahasiswa penulis mengikuti organisasi di Dewan Perwakilan
Mahasiswa Fakultas Kedokteran (DPM-F) sebagai wakil ketua, Ikatan Senat
Mahasiswa Kedokteran (ISMKI) sebagai anggota, dan Organisasi luar kampus
lainnya.
SANWACANA
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karuniaNya
kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
Sholawat dan Salam senantiasa tercurah kepada baginda Rasulullah SAW yang
mengantarkan manusia dari zaman kegelapan ke zaman yang terang benderang ini.
Penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi sebagian syarat-syarat
guna mencapai gelar sarjana kedokteran.
Penulis menyadari bahwa penulisan ini tidak dapat terselesaikan tanpa
dukungan dari berbagai pihak baik moril maupun materil. Oleh karena itu, dengan
segala kerendahan hati, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini terutama kepada:
1. Allah SWT, atas izin-Nya penulis akhirnya dapat menyelesaikan skripsi
untuk gelar sarjana.
2. Prof. Dr. Karomani, M.Si., selaku Rektor Universitas Lampung
3. Dr.Dyah Wulan SRW S.K.M., M.Kes., selaku Dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Lampung.
4. dr. Hanna Mutiara, S.Ked., M.Kes., selaku Pembimbing I yang telah
membimbing saya dengan sebaik-baiknya, bersedia meluangkan waktu
untuk memberikan tambahan ilmu, memberi kritik, saran, dan
membimbing dalam penyelesaian skripsi ini.
5. dr. Rizki Hanriko, S.Ked., Sp.PA. selaku Pembimbing II yang telah
bersedia membimbing dan mengarahkan penulis selama menyusun skripsi,
serta membantu, memberi kritik dan saran dalam penyelesaian skripsi ini.
6. Dr. dr. Betta Kurniawan, S.Ked., M.Kes selaku Pembahas, terimakasih
atas waktu, saran, semangat, nasihat dan evaluasi yang diberikan kepada
penulis selama ini serta membimbing selama berorganiasasi.
7. dr. Syazili Mustofa, M.Biomed, sebagai Pembimbing Akademik sejak
semester 1-7, yang telah memberikan bimbingan, saran serta ilmu yang
telah bermanfaat selama ini.
8. Kedua orang tua ku, abah dan ibu tercinta yang selalu mendoakan serta
membeikan semangat kepada penulis tanpa henti.
9. Kedua saudaraku mbak nunik, mbak jihan, yang telah memberikan
dukungan baik moril maupun materil serta doa yang tiada henti-hentinya
kepada penulis.
10. Keluarga Bani Ma’shum dan Bani Maftuchin yang senantiasa memberikan
doa dan semangat kepada penulis.
11. Dosen Pengajar dan Karyawan Fakultas Kedokteran Universitas
Lampung yang membantu dalam proses pembelajaran semua kuliah dan
penyelesaian skripsi ini.
12. Kepada sahabat-sahabat “Selo”ku Tiara, Via, Yosi, Nabila, Sindi, dan
Meiuta, yang selalu mendukung, menemani, mendoakan, dan
mendengarkan keluhanku. Terimakasih untuk persahabatan yang sangat
berharga selama ini.
13. Kepada “Bonam” Yosi, Via, Nabila, Sindi, Meiuta, Erwin, Abiyyi, Allan,
Janu, Rio, Ihsan terimakasih atas kebersamaan yang diberikan, teman
belajar OSCE setiap semester, segala bantuan, semangat, ilmu, waktu dan
nasihat dalam penyelesaian skripsi ini.
14. Teman-teman satu angkatan FK Unila 2016 yang menjadi teman berjuang
dan melangkah bersama dalam meniti cita-cita ini serta selalu mengisi
hari-hari menjadi sangat menyenangkan.
15. Bidan Lia dan Pak Dodi serta pihak Puskesmas Hanura yang telah banyak
membantu selama proses penelitian, terminasi subjek penelitian, hingga
pengumpulan data penelitian, terima kasih atas kesediaannya membantu
saya dan teman-teman selama penelitian kami;
16. Retno Arienta sahabat saya sejak menjadi mahasiswa baru yang selalu
berbaik hati.
17. Teman “SHS Mate” ica, sandhika, tami, lista, fadel, acil, nanda, cio, adit.
18. Teman teman DPM, IPPNU, PMII, yang telah membantu dan mendoakan
selama perkuliahan.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan di dalam skripsi ini dan masih
jauh dari sempurna. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat serta dapat
bermanfaat serta dapat memberikan informasi ataupun pengetahuan bagi
pembacanya.
Bandar Lampung, Februari 2020
Penulis
Nur Sazaro Tudhur
.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................ 7
1.3 Tujuan Penelitian .............................................................................................. 7
1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................................ 7
1.4.1 Manfaat bagi ilmu pengetahuan ............................................................ 7
1.4.2 Manfaat bagi masyarakat ...................................................................... 8
1.4.3 Manfaat bagi instansi dan lembaga terkait ............................................ 8
1.4.4 Manfaat bagi peneliti............................................................................. 8
1.4.5 Manfaat bagi peneliti selanjutnya ......................................................... 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Malaria ............................................................................................................. 9
2.1.1 Definisi .................................................................................................. 9
2.1.2 Epidemiologi ......................................................................................... 9
2.1.3 Etiologi dan Vektor ............................................................................. 13
2.1.4 Pathogenesis ...................................................................................... 14
2.1.5 Manifestasi Klinis ............................................................................... 17
2.1.7 Pengobatan Malaria ........................................................................... 22
2.1.6 Diagnosis malaria ................................................................................ 19
2.1.8 Siklus Hidup Plasmodium ................................................................... 23
2.2 Morfologi Plasmodium .................................................................................. 24
2.2.1 Malaria Falciparum ............................................................................ 24
2.2.2 Plasmodium vivax ............................................................................... 25
2.2.3 Plasmodium malariae ......................................................................... 26
2.2.4 Plasmodium ovale ............................................................................... 27
2.2.5 Plasmodium knowlesi .......................................................................... 28
2.3 Golongan Darah ............................................................................................. 29
2.4 Golongan Darah ABO .................................................................................... 30
2.5 Hubungan Patogenesis Malaria Dengan Golongan Darah Sistem ABO ....... 31
2.6 Kerangka teori ................................................................................................ 33
2.7 Kerangka Konsep ........................................................................................... 34
2.8 Hipotesis ......................................................................................................... 34
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian ............................................................................................ 35
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ........................................................................ 35
3.2.1 Tempat Penelitian................................................................................ 35
3.2.2 Waktu Penelitian ................................................................................. 35
3.3 Subyek Penelitian ........................................................................................... 35
3.3.1 Populasi Penelitian .............................................................................. 35
3.3.2 Sampel Penelitian ................................................................................ 36
3.3.3 Teknik Pengambilan Sampel............................................................... 37
3.3.4 Kriteria Penelitian ............................................................................... 37
3.4 Identifikasi Variabel Penelitian ...................................................................... 38
3.4.1 Variabel Terikat ............................................................................................ 38
3.4.2 Variabel Bebas .................................................................................... 38
3.5 Definisi Operasional ....................................................................................... 39
3.6 Alat dan Bahan Penelitian .............................................................................. 39
3.7 Prosedur Penelitian ......................................................................................... 40
3.8 Interpretasi Hasil ............................................................................................ 40
3.9 Pengolahan Data ............................................................................................. 40
3.10 Analisis Data .................................................................................................. 41
Alur Penelitian ............................................................................................... 43
3.11 Etika Penelitian .............................................................................................. 44
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian .............................................................................................. 45
4.1.1 Analisis U nivariat ....................................................................................... 45
4.1.2 Analisa Bivariat ........................................................................................... 45
4.2 Pembahasan .................................................................................................... 48
4.3 Keterbatasan Penelitian ................................................................................ 53
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan ......................................................................................................... 54
5.2 Saran ............................................................................................................... 54
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Manifestasi Klinik Infeksi Plasmodium ........................................................... 18
2. Definisi Operasional ........................................................................................ 38
3. Distribusi Golongan Darah, Jenis Malaria dan Derajat Parasitemia ............... 43
4. Hubungan Golongan Darah Dengan Derajat Parasitemia ................................ 46
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Persentasase populasi yang beresiko malaria tahun 2010-2017 ....................... 10
2. API Per Kabupaten Kota Se-Provinsi Lampung Tahun 2016 ........................... 12
3. Jumlah Kasus Malaria Berdasarkan Puskesmas di Kabupaten Pesawaran
tahun 2016 ......................................................................................................... 13
4. Proses perlekatan eritrosit normal dengan eritrosit yang terinfeksi .................. 15
5. Mekanisme knop eritrosit .................................................................................. 16
6. Siklus Hidup Malaria ........................................................................................ 24
7. Morfologi P. falciparum .................................................................................. 25
8. Morfologi P. vivax ............................................................................................ 26
9. Morfologi P. malariae ...................................................................................... 27
Morfologi P. ovale ............................................................................................ 28
10. Morfologi P. knowlesi ....................................................................................... 29
11. Hipotesis model antigen .................................................................................... 31
12. Kerangka teori ................................................................................................... 33
13. Kerangka konsep ............................................................................................... 34
14. Alur Penelitian .................................................................................................. 36
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Malaria adalah penyakit infeksi yang di sebabkan oleh parasit Plasmodium sp
melalui gigitan nyamuk Anopheles betina yang telah terinfeksi lalu menyebar
keseluruh tubuh manusia. Terdapat lima spesies dari Plasmodium sp yaitu
Plasmodium falciparum, Plasmodium vivax, Plasmodium ovale, Plasmodium
malariae dan Plasmodium knowlesi (World Health Organization, 2018). Malaria
yang terjadi di Indonesia banyak di sebabkan oleh Plasmodium falciparum dan
Plasmodium vivax (Kementrian Kesehatan RI, 2017).
Malaria masih menjadi salah satu penyakit dengan kasus kematian yang tinggi
terutama pada kelompok berisiko seperti bayi, balita, dan ibu hamil. Menurut hasil
survey yang telah di lakukan selama 3 tahun di tingkat nasional yaitu pada tahun
2007 hingga 2010, prevalensi malaria mengalami penurunan dari 1,39% menjadi
0,6%. Walaupun sudah mengalami penurunan, akan tetapi di daerah-daerah
endemis malaria angka API (Annual Parasite Incidensi) masih sangat tinggi di
banding angka nasional. (Kementrian Kesehatan RI, 2013).
2
Penyebaran malaria secara global sangatlah luas yaitu di 60° lintang utara hingga
40° lintang selatan negara-negara yang memiliki iklim tropis dan sub tropis
seperti Afrika sub Sahara, Asia Selatan, Asia Tenggara, dan Amerika Tengah.
Sekitar 2,3 miliar atau 41% dari jumlah penduduk dunia yang berisiko terkena
malaria dan sebanyak 300 hingga 500 pasien malaria disetiap tahunnya serta
terdapat 1,5 hingga 2,7 juta kasus kematian akibat malaria. (Hakim, 2011).
Beberapa daerah di Indoensia yang menjadi endemis malaria antara lain Papua,
Maluku, Nusa Tenggara, Sulawesi, Kalimantan, Lampung, Bengkulu, dan Riau.
(Bustam, Ruslam dan Erniwati, 2012).
Provinsi Lampung merupakan salah satu daerah endemis malaria karena masih
banyak terdapat rawa-rawa, genangan air payau di tepi laut serta tambak ikan
yang tidak terurus. Jumlah desa endemis malaria sebanyak 223 desa atau sekitar
10% dari jumlah desa, sedangkan angka kesakitan malaria mencapai 0,4 per 1000
penduduk. (Dinas Kesehatan Provinsi Lampung, 2016).
Parasitemia yang paling berat terjadi pada malaria yang disebabkan oleh infeksi
Plasmodium falciparum dibandingkan dengan Plasmodium yang lainnya hal ini
disebabkan karena pada Plasmodium falciparum akan menginfeksi eritrosit
disemua usia, sedangkan Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale hanya
menginfeksi eritrosit muda sedangkan Plasmodium malariae hanya menyerang
pada eritrosit yang lebih tua. (Natadisastra & Ridad, 2009).
3
Kabupaten Pesawaran sebagai daerah endemis malaria tertinggi di Provinsi
Lampung mengalami ketidak seimbangan nilai API. Pada tahun tahun 2012 hanya
terdapat 1 kasus malaria per 1.000 penduduk, kemudian pada tahun 2013
meningkat menjadi 4,77 per 1000 penduduk, selanjutnya pada tahun 2014 kembali
terjadi peningkatan yaitu 7,26 per 1000 penduduk, selanjutnya mengalami
penururnan pada tahun 2015 menjadi 6,36 per 1000 penduduk, dan terus menurun
pada tahun 2016 menjadi 4,44 per 1000 penduduk. Laporan kasus malaria pada
tahun 2016 sebanyak 1.915 kasus tanpa adanya kematian penderita. Di Kabupaten
Pesawaran, kasus positif malaria banyak ditemukan di Puskesmas Hanura,
Puskesmas Padang Cermin, Puskesmas Pedada dan Puskesmas Gedong Tataan.
Puskesmas Hanura merupakan puskesmas dengan kejadian malaria terbanyak,
yaitu sebanyak 1738 kasus. (Dinas Kesehatan Kabupaten Pesawaran, 2017).
Pada tahun 2016, kasus malaria di Puskesmas Hanura didominasi oleh parasit
Plasmodium falsiparum dengan jumlah 1002 kasus sedangkan Plasmodium vivax
didapatkan 703 kasus. Hal serupa juga terjadi pada tahun 2017, ditemukan parasit
Plasmodium falsiparum 1334 kasus dan Plasmodium vivax 952 kasus. Hal
tersebut terjadi sebaliknya pada tahun 2018, ditemukan parasit Plasmodium vivax
914 kasus dan Plasmodium falsiparum 560 kasus, yang berarti bahwa kasus
Plasmodium vivax lebih banyak dari kasus Plasmodium falsiparum (Data
Puskesmas Hanura, 2019).
Pada patogenesis malaria falciparum terdapat fenomena yaitu sitoadherensi,
sekuestrasi, dan roseting. Pada sekuestrasi terjadi penyebaran eritrosit yang
4
terinfeksi ke pembuluh darah organ manusia, eritrosit yang muda akan terus
mengikuti peredaran darah akan tetapi eritrosit yang matang akan terlokalisir pada
pembuluh darah organ. Pada permukaan eritrosit yang terinfeksi akan membentuk
knob yang berisi antigen dari Plasmodium falciparum. Sitokin (TNF, IL-6, dll)
yang di hasilkan oleh sel makrofag, monosit, dan limfosit dan akan menyebabkan
terekspresinya reseptor endotel kapiler. Pada saat knob berikatan dengan reseptor
sel endotel kapiler maka akan terjadi proses sitoadhrensi. (Husna dan Prasetyo,
2016).
Pada sitoadherensi terjadi perlekatan eritrosit stadium matur pada permukaan
endotel vaskular. Di permukaan ini eritrosit yang matur tadi akan membentuk
knob dan di permukaan knob ini terdapat moekul adhesif yang disebut
Plasmodium falciparum erythrocytemembrane protein-1 (PfEMP-1). PfEMP-1
terdiri atas CD36 Binding domain dan Lectin-line binding domain. Molekul
adhesif ini akan melekat pada eritrosit yang mengandung oligosakarida serta
target glikosilasi yang lain seperti CD35 glikoprotein (CR1), trombospondin,
intercellular-adhesion molecule-1 (ICAM-1), vascular cell adhesion molecule-1
(VCAM-1), endhotel leucocyte adhesion molecule-1 (ELAM 1), asam hialuronat,
dan kondoitin sulfat A. Pada proses sitoadherensi akan terjadi obstruksi pembuluh
kapiler, hal ini disebabkan karena adanya proses rosette yaitu eritrosit yang
terinfeksi tadi akan membentuk gerombolan dengan eritrosit yang tidak terinfeksi
sehingga berbentuk roset. Pada fenomena roset, satu eritrosit yang terinfeksi dapat
diselubungi 10 eritrosit yang sehat sehingga dapat menyebabkan obstruksi.
(Mawuntu, 2018).
5
Golongan darah adalah suatu sistem pengklasifikasian darah berdasarkan antigen
yang dimilikinya. Secara global penggolongan darah terbagi menjadi empat
kelompok yaitu golongan darah A yang memiliki antigen A dan anti-B, golongan
darah B yang memiliki antigen B dan anti-A, golongan darah O yang memiliki
antibodi namun tidak memiliki antigen, dan golongan darah A yang memiliki
antigen namun tidak memiliki antibodi. Fungsi dari penggolongan darah sendiri
salah satunya adalah untuk kegunaan transfusi darah. (Oktari dan Silvia, 2016)
Golongan darah ABO ditentukan berdasarkan jenis antibodi ataupun antigen yang
terkandung didalam darah, golongan darah A memiliki sel darah merah dengan
antigen A dipermukaan eritrositnya dan menghasilkan antibodi terhadap antigen B
dalam serum darahnya. Pada golongan darah B memiliki antigen B di permukaan
eritrositnya dan menghasilkan antibodi terhadap antigen A dalam serum darahnya.
Pada golongan darah AB memiliki sel darah merah dengan antigen A dan B di
permukaan eritrositnya dan tidak menghasilkan antibodi terhdap antigen A
maupun antigen B dalam serum darahnya. Sedangkan, pada golongan darah O
memiliki sel darah merah tanpa antigen, tetapi memiliki antibodi terhadap antigen
A dan pada serumya. (Nadia, Handayani, dan Rismiati, 2010)
Menurut penelitian mengenai hubungan antara golongan darah ABO dan malaria
dengan gejala klinis di daerah pinggiran di india selatan, terdapat hubungan antara
golongan darah dan malaria (Gayathri, Harendra, dan Gomathi, dkk, 2013). Hal
ini berkaitan dengan adanya proses perlekatan eritrosit yang terinfeksi
Plasmodium falciparum dengan eritrosit yang tidak terinfeksi sehingga akan
6
berbentuk seperti gerombolan, proses ini disebut Rosetting yang mana di
pengaruhi golongan darah, terdapat antigen A dan B sebagai reseptor eritrosit
yang tidak terinfeksi ( Fitriany dan Sabiq, 2018).
Penelitian lainnya adalah penelitian yang dilakukan oleh Thakur dan Verma di
India menunjukan hasil yang berbeda dengan penelitian yang di lakukan oleh
Gayathri dkk, dimana tidak terdapat hubungan antara golongan darah ABO dan
derajat parasitemia. Demikian pula pada penelitian yang dilakukan oleh Singh
dkk, menyimpulkan bahwa potensi kejadian parasitemia pada golongan darah AB
lebih kecil. (Deepa, Alwar, dan Rameshkumar, 2011). Penelitian Fowkes dkk di
Papua Newguinea pada subjek anak (1-17 tahun) tidak menemukan hubungan
golongan darah ABO terhadap kepadatan parasit malaria dan pembentukan
antibodi variasi antigenik. (Fowkes, Michon, dan Pilling, 2008)
Wolofsky K melaporkan bahwa terjadi proses fagositosis monosit-makrofag
secara signifikan terutama pada stadium schizont eritrosit yang bergolongan darah
O. Tidak terdapat perbedaan dalam proses invasi dan maturasi Plasmodium
falciparum pada setiap golongan darah ABO. Lebih lanjut secara invitro dan in
vivo Walofsky menemukan peningkatan aviditas fagositosis pada golongan darah
O terinfeksi P. falcifarum terjadi akibat peningkatan deposisi produk pro
degradasi yaitu hemicrom dan hight moleculer weight band. (Walofsky et al,
2012)
7
Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis merasa perlu adanya penelitian
tentang hubungan derajat parasitemia dengan golongan darah dikarenakan belum
ada penelitian serupa di Provinsi Lampung, mengingat setiap wilayah memiliki
karakteristik geografis yang berbeda-beda dan juga ditempati oleh masyarakat
dengan karakteristik yang berbeda pula.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dijabarkan di atas, adapun rumusan
masalah dari penelitian ini adalah: Apakah terdapat hubungan antara derajat
parasitemia dengan golongan darah abo pada penderita malaria di Wilayah Kerja
Puskesmas Hanura Kabupaten Pesawaran Provinsi Lampung
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara
derajat parasitemia dengan golongan darah ABO pada penderita malaria di
Wilayah Kerja Puskesmas Hanura Kabupaten Pesawaran Provinsi Lampung
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat bagi ilmu pengetahuan
Menambah informasi ilmiah terutama bagi cabang ilmu parasitologi mengenai
hubungan antara derajat parasitemia dengan golongan darah ABO pada
penderita malaria di Wilayah Kerja Puskesmas Hanura Kabupaten Pesawaran
Provinsi Lampung
8
.
1.4.2 Manfaat bagi masyarakat
Memberikan gambaran hubungan antara derajat parasitemia dengan golongan
darah ABO pada penderita malaria di Wilayah Kerja Puskesmas Hanura
Kabupaten Pesawaran Provinsi Lampung, sehingga masyarakat lebih sadar
terhadap dampak buruk bila malaria tidak ditangani dengan cepat dan tepat.
1.4.3 Manfaat bagi instansi dan lembaga terkait
Menjadi bahan perencanaan serta data pendukung dalam pencegahan transmisi
malaria di Kabupaten Pesawaran terkhusus wilayah kerja Puskesmas Hanura.
Memberikan tambahan referensi penelitian dalam bidang Parasitologi
Kedokteran di Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.
1.4.4 Manfaat bagi peneliti
Menambah wawasan bagi peneliti tentang kegawatdaruratan yang terjadi pada
malaria terutama ditinjau dari golongan darah.
1.4.5 Manfaat bagi peneliti selanjutnya
Menjadi referensi untuk melakukan penelitian selanjutnya pada topik malaria
dan dapat dijadikan evaluasi untuk penelitian berikutnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Malaria
2.1.1 Definisi
Malaria sudah dikenal sejak 4000 tahun yang lalu, malaria sendiri berasal dari
bahasa italia yang terdiri atas dua suku kata yaitu “mal” yang berarti buruk dan
“aria” yang berarti udara, sehingga malaria diartikan sebagai udara yang buruk.
Kemungkinan zaman dahulu masyarakat italia beranggapan bahwa penyakit ini
diakibatkan musim dan udara yang buruk. (Arsin, 2012).
Malaria adalah penyakit infeksi yang di sebabkan oleh parasit Plasmodium sp
yang akan disebarkan ke tubuh manusia melalui gigitan nyamuk Anopheles sp
betina yang telah terinfeksi. Penularan malaria dapat terjadi karena interaksi
antara agent penyebab yaitu Plasmodium sp, host intermediet yaitu manusia, dan
host definitif yaitu Anopheles sp. Kasus malaria tersering pada daerah-daerah
yang memiliki iklim tropis maupun sub-tropis (WHO, 2019).
2.1.2 Epidemiologi
Berdasarkan laporan dari WHO pada tahun 2017, sebagian besar kasus malaria
dan kematian terjadi di Afrika sub-Sahara namun tidak menutup kemugkinan
wilayah Asia Tenggara, Mediterania Timur, Pasifik Barat, dan Amerika berisiko
10
terkena juga. Kasus malaria di Wilayah Afrika berkisar 92% kasus dan 93% kasus
kematian akibat malaria, diikuti oleh Wilayah Asia Tenggara dengan 5% kasus
dan Wilayah Mediterania Timur dengan 2% kasus seperti terlihat pada gambar 1.
Terdapat 5 negara yang menyumbang kasus malaria di dunia yaitu, Nigeria (25%),
Republik Demokratik Kongo (11%), Mozambik (5%), India (4%) dan Uganda
(4%).(World Health Organization, 2019).
Sumber: (World Health Organization, 2018)
Gambar 1. Persentasase populasi yang beresiko malaria tahun 2010-2017
Di Indonesia malaria masih banyak di temukan di seluruh provinsi di Indonesia,
berdasarkan API wilayah Indonesia Timur adalah daerah dengan stratifikasi
tertinggi, selanjutnya Kalimantan, Sulawesi, dan Sumatera termasuk stratifikasi
sedang, dan pulau Jawa dan Bali adalah stratifikasi yang rendah. Terjadi
penurunan API pada tahun 2008-2009 dari 2,47 per 1000 penduduk menjadi
1,85 per 1000 penduduk. Provinsi dengan API tertinggi dalah Papua Barat, NTT,
dan Papua. (Kemenkes RI, 2011)
11
Berdasarkan laporan Risekesdas tahun 2013, insiden malaria di Indonesia pada
angka 1,9%, angka ini mengalami penurunan dibandingkan dengan tahun 2007
yaitu sebesar 2,9%, akan tetapi di Papua mengalami peningkatan yang tajam
jumlah penderita. Prevalensi malaria hingga tahun 2013 sebesar 6,0 persen.
Terdapat 5 provinsi yang memiliki insiden dan prevalensi malaria tertinggi
antara lain, Papua (9,8% dan 28,6%), Nusa Tenggara Timur (6,8% dan 23,3%),
Papua Barat (6,7% dan 19,4%), Sulawesi Tengah (5,1% dan 12,5%), dan
Maluku (3,8% dan 10,7%). Dapat disimpulkan bahwa dari 33 provinsi yang ada
di Indonesia, Indonesia bagian timur adalah daerah dengan kejadian malaria
tertinggi, dan Pulau Jawa dan Bali adalah daerah dengan kejadian malaria yan
rendah. (Litbang Kemkes, 2013).
Provinsi lampung merupakan salah satu provinsi endemis malaria hal ini
disebabkan karena masih banyaknya daerah rawa-rawa dan juga genangan air
payau di pinggiran pantai, selain itu masih banyak tambak tambak yang tidak
terurus. Terkecuali pada wilayah di Kabupaten Lampung Barat yang merupakan
daerah perkebunan dan persawahan. API (Annual Parasite Incidence ) di
Provinsi Lampung mencapai angka diatas rata-rata nasional, dimana angka
tertinggia di Kabupaten Pesawaran yaitu (6,36), Pesisir Barat (3,47), dan Kota
Bandar Lampung (0,58). Seperti di bawah ini. (Dinas Kesehatan Provinsi
Lampung, 2016).
12
Sumber: (Dinas Kesehatan Provinsi Lampung, 2016)
Gambar 2. API Per Kabupaten Kota Se-Provinsi Lampung Tahun 2016.
Kabupaten Pesawaran sebagai daerah endemis malaria tertinggi di provinsi
Lampung mengalami ketidak seimbangan nilai API artinya tidak selalu naik dan
tidak selalu turun. Pada tahun tahun 2012 hanya terdapat 1 kasus malaria per
1.000 penduduk, kemudian pada tahun 2013 mengalami peningkatan menjadi
4,77 per 1000 penduduk, selanjutnya pada tahun 2014 kembali terjadi
peningkatan yaitu 7,26 per 1000 penduduk, selanjutnya mengalami penururnan
pada tahun 2015 menjadi 6,90 per 1000 penduduk, dan terus menurun pada
tahun 2016 menjadi 4,44 per 1000 penduduk. Laporan kasus malaria pada tahun
2016 sebanyak 1.915 kasus tanpa adanya kematian penderita. Di Kabupaten
Pesawaran, kasus positif malaria hanya ditemukan di Puskesmas Hanura,
Puskesmas Padang Cermin, Puskesmas Pedada dan Puskesmas Gedong Tataan.
Puskesmas Hanura merupakan puskesmas dengan kejadian malaria terbanyak,
yaitu sebanyak 1738 kasus seperti pada gambar 3 (Dinas Kesehatan Kabupaten
Pesawaran, 2017).
13
Sumber: (Dinas Kesehatan Kabupaten Pesawaran, 2017)
Gambar 3. Jumlah Kasus Malaria Berdasarkan Puskesmas di Kabupaten Pesawaran tahun 2016.
2.1.3 Etiologi dan Vektor
Malaria disebabkan oleh parasit Plasmodium sp yang ditularkan melalui gigitan
nyamuk Anopheles sp betina yang bertindak sebagai vektor dari malaria. Terdapat
5 jenis spesies Plasmodium sp yaitu Plasmodium falciparum, Plasmodium vivax,
Plasmodium malariae, Plasmodium ovale dan yang terbaru adalah Plasmodium
knowlesi. (Soedarto, 2011). Pada Plasmodium falciparum menyebabkan Malaria
tropika, Plasmodium vivak menyebabkan malaria tarsiana, dan Plasmodium
malariae menyebabkan malaria kuartana. (Arsin, 2012).
Vektor penularan malaria adalah nyamuk Anopheles betina. Diperkirakan sekitar
20-40 spesies dari 430 spesies dapat menularkan malaria. Di Indonesia ditemukan
20 spesies sedangkan di India ditemukan 45 spesies Anopeles. Dari 20 spesies
nyamuk Anopeles terdapat empat spesies tersering adalah A. Aconitus, A.
Sundanicus, A Maculatus dan A. Barbirostris.
14
2.1.4 Pathogenesis
Pathogenesis malaria dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor parasit dan
faktor penjamu (host). Faktor parasit yang dimaksud yaitu yang meliputi
intensitas transmisi, densitas parasit, dan virulensi parasit. Sedangkan faktor
penjamu yaitu tingkat endemisitas daerah tempat tinggal, genetik, usia, status
nutrisi, dan status imunologi. Plasmodium sp menginvasi dan merusak eritrosit
dan menetap di organ penting dan jaringan tubuh, menghambat sirkulasi mikro,
serta melepaskan toksin yang akan menginduksi pelepasan sitokin (TNF-α, IL6,
IL1β, atau IL-10 ) yang diproduksi oleh sel makrofag, monosit, dan limfosit
akan menyebabkan terekspresinya reseptor endotel kapiler. (Autino et al., 2012).
Plasmodium falciparum adalah parasitemia yang paling berat dibandingkan
dengan Plasmodium yang lain. hal ini di sebabkan karena Plasmodium
falciparum akan menginfeksi eritrosit disemua usia eritrosi. Sedangkan
Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale hanya menginfeksi eritrosit muda
(retikulosit) sedangkan Plasmodium malariae hanya menyerang pada eritrosit
yang lebih tua (Natadisastra & Ridad, 2009).
Eritrosit yang telah terinfeksi Plasmodium falciparum akan mengalami proses
sekuestrasi, yaitu eritrosit yang terinfeksi tersebar ke dalam pembuluh kapiler
organ dalam tubuh. Eritrosit yang mengandung parasit muda bersirkulasi dalam
darah perifer tetapi eritrosit berparasit matang terlokalisasi pada pembuluh darah
organ. Di permukaan eritrosit yang terinfeksi Plasmodium falciparum akan
terbentuk knob yang berisi berbagai antigen Plasmodium falciparum. Pada saat
15
knob tersebut berikatan dengan reseptor sel endotel kapiler terjadilah proses
sitoadherensi atau perlekatan eritrosit yang normal dengan eritrosit yang
terinfeksi Plasmodium falciparum yang akan terlihat membentuk gerombolan
atau rosette (Gambar 4). Sehingga akan terjadi obstruksi eritrosit. (Husna &
Prasetyo, 2016)
Sumber : (Husna & Prasetyo, 2016)
Gambar 4. Proses perlekatan eritrosit normal dengan eritrosit yang terinfeksi
Plasmodium falciparum adalah spesies yang unik diantara spesies malaria yang
lainnya, hal ini karena ketika eritrosit terinfeksi oleh Plasmodium falciparum
akan mengekspresikan suatu molekul adhesif yang disebut Plasmodium
falciparum erythrocytemembrane protein-1 (PfEMP-1). Pada PfEMP-1 ini
berperan penting dalam cytoadherence eritrosit terinfeksi pada permukaan
endotel pembuluh darah dengan berikatan pada molekul adhesi di endotel seperti
Intracellular Adhesion Molecule 1 (ICAM 1), cluster of differentiation (CD36)
dan lainya (Mawuntu, 2018)
16
.
Sumber : Nugraha Agung. Editor PN dkk. Malaria dari molekuler ke klinis. Edisi 2. EGC.2012
Gambar 5. Mekanisme knop eritrosit terinfeksi dengan reseptor PfEMP-1 yang akan mengalami
sitoadhesi pada molekul adhesi di endotel
Sitokin adalah suatu glikoprotein yang di hasilkan dari sel T helper, makrofag
serta sel natural killer yang berperan penting pada respon tubuh dalam melawan
malaria. TNF-α adalah sitokin yang bersifat sebagai pirogen. Pada kadar rendah
TNF-α dapat menghambat pertumbuhan stadium darah parasit dengan
mengaktifkan sistim imunitas seluler, dan juga dapat membunuh parasit secara
langsung. Peran ganda dari sitokin terutama TNF-α yaitu pada kadar yang tepat
akan memberikan perlindungan dan penyembuhan. Akan tetapi kadar berlebihan
yang mungkin merupakan tanggapan terhadap hiperparasitemia dan
pertumbuhan parasit yang berlebihan akan menyebabkan kerusakan jaringan
yang sangat berat. IL-10 ditemukan di dalam plasma penderita malaria akut,
dihasilkan oleh monosit, sel Th-2 dan sel B, menghambat produksi sitokin pada
Th-1 dan sel CD8+. IL-10 berfungsi sebagai down regulator pada makrofagatau
inhibitor makrofag, mengurangi presentasi antigen, mencegah sel Th-1
berproliferasi dan menekan produksi IFN-γ dan TNF-α. Pada malaria serebral,
17
peng-hambatan IFN-γ dan sekresi TNF-α oleh sintesis IL-10 berperan penting
dalam menetralkan patologi dari makrofag. (Irawati, Acang, & Irawati, 2008)
2.1.5 Manifestasi Klinis
Beratnya gejala klinis yang ditimbulkan oleh infeksi malaria dipengaruhi oleh
fakor host dan faktor parasit. Beberapa faktor host yaitu usia, genetic, imunitas,
jenis kelamin sikap dan perilaku penderita malaria serta jarak antara rumah
dengan fasilitas kesehatan. (Putra, Bakri, Kurniawan, 2015. Kurniawan,
Nrmaulina, Fakhruddin, 2018). Sedangkan faktor parasit yaitu kepadatan parasit,
virulensi parasit dan jenis parasit yang menginfeksi (Laishram, Sutton, Namda,
et al. 2012).
Manifestasi klinis malaria memiliki karakteristik yang khas yaitu demam
periodik, anemia dan splenomegali. Sebelum demam, dapat terjadi keluhan
prodormal seperti lesu, malaise, sakit kepala, sakit punggung, menggigil, nyeri
sendi dan tulang, demam ringan, anoreksia, perut tak enak dan tanda-tanda
lainnya. Keluhan prodormal sering kali di temukan di Plasmodium vivax dan
Plasmodium ovale, sedangkan pada Plasmodium falciparum dan Plasmodium
malariae gejala prodormal tidak begitu jelas dan terkadang gejala timbul
mendadak. Pada malaria terdapat trias malaria atau trias gejala khas pada
malaria, yang meliputi periode dingin (15-60 menit): mulai menggigil, penderita
sering membungkus diri dengan selimut atau sarung dan pada saat menggigil
sering seluruh badan bergetar dan gigi- gigi saling terantuk, selanjutnya periode
18
demam yang dimana terjadi peningkatan suhu tubuh; dan periode berkeringat.
Saat periode berkeringat, penderita akan merasa sehat. Manifestasi klinik infeksi
plasmodium ditunjukkan pada tabel 1 (Harijanto, 2014). Masa inkbasi malaria
bervariasi dengan rerata waktu kurang lebih selama 14 hari .
19
Tabel 1. Manifestasi Klinik Infeksi Plasmodium
Plasmodium Masa
Inkubasi
(hari)
Tipe
Panas
(Jam)
Relaps Rekru-
rensi
Manifestasi Klinik
Falciparum 12 (9-14) 24,36,
48
Tidak Ya Gejala gastrointestinal; hemolisis;
anemia; ikterus hemoglobinuria;
syok; algid malaria; gejala
serebral; edema paru; ytglikemi;
gangguan kehamilan; kelainan
retina.
Vivax 13 (12-17) 48 Ya Tidak Anemia kronik; splenomegali
ruptur limpa.
Ovale 17 (16-18) 48 Ya Tidak Sama dengan manifestasi klinik
oleh Plasmodium vivax.
Malariae 28 (18-40) 48 Tidak Ya Rekrudensi sampai 50 tahun;
splenomegali menetap; rumpur
limpa jarang ruptur; sindroma
nefrotik.
Knowlesi 9-12 72 Tidak Demam; nyeri perut;
trombositopenia; gangguan
ginjal; ikterik; hiperparasitemia.
Sumber: (Harijanto, 2014)
Serangan Primer malaria dimulai dari akhir masa inkubasi dan mulai terjadi
serangan paroksismal yang terdiri dari dingin atau menggigil, panas dan
berkeringat. Periode Laten adalah periode tanpa gejala dan tanpa parasitemia
selama terjadi infeksi dan biasanya terjadi diantara dua keadaan paroksismal.
Recrudescence adalah gejala klinik dan parasitemia yang berulang dalam waktu
8 minggu setelah serangan primer selesai. Keadaan ini dapat berupa
berulangnya gejala klinik sesudah periode laten dari serangan primer.
Reccurence adalah berulangnya gejala klinik atau parasitemia setelah 24
minggu berakhirnya serangan primer. (Harijanto, 2014).
2.1.6 Diagnosis malaria
Diagnosis malaria ditegakkan seperti pada penyakit lainya yaitu lewat tanda dan
gejala klinis (anamnesis dan pemeriksaan fisik), uji imunoserologis dan
ditemukannya parasit Plasmodium sp. di dalam sampel darah penderita. Demam
20
sebagai manifestasi klinis malaria sering tidak khas sehingga menyerupai
penyakit infeksi lain seperti demam Dengue dan Tifoid. Demikian, dalam
mendiagnosis penyakit malaria seorang klinisi tidak dapat hanya mengandalkan
gejala klinis penderita saja namun juga diperlukan pemeriksaan penunjang
diagnosis sedini mungkin (Arsin, 2012).
Secara garis besar pemeriksaan laboratorium malaria dikelompokkan menjadi
dua kelompok yaitu pemeriksaan mikroskopis dan uji imunoserologis untuk
mendeteksi adanya antigen spesifik atau antibodi spesifik terhadap Plasmodium
sp. Gold standard dalam pemeriksaan laboratorium malaria yaitu pemeriksaan
metode mikroskopis untuk menemukan parasit (Plasmodium sp) di dalam darah
tepi. Uji imunoserologis dianjurkan sebagai pelengkap pemeriksaan mikroskopis
dalam menunjang diagnosis malaria (Arsin, 2012).
1. Pemeriksaan dengan mikroskop. Pemeriksaan ini dengan memeriksakan
sediaan darah (SD) tebal dan tipis di Puskesmas/lapangan/rumah
sakit/laboratorium klinik untuk menentukan: a) Ada tidaknya parasit malaria
(positif atau negatif). b) Spesies dan stadium plasmodium. c) Kepadatan
parasit. Kepadatan parasit di dalam darah dapat dinilai sebagai berikut:
i) Semi kuantitatif
(-) : Negatif (tidak ditemukan parasit dalam 100 LPB/ lapang pandang
besar).
(+) : Positif 1 (ditemukan 1-10 parasit dalam 100 LPB).
21
(++) : Positif 2 (ditemukan 11-100 parasit dalam 100 LPB).
(+++) : Positif 3 (ditemukan 1-10 parasit dalam 1 LPB).
(++++) : Positif 4 (ditemukan > 10 parasit dalam 1 LPB).
Kemudian di kelompokan menjadi 3:
1) Ringan: (+) dan (++)
2) Sedang: (+++)
3) Berat: (++++)
Adanya korelasi antara kepadatan parasit dengan mortalitas yaitu:
1. Jika kepadatan parasit < 100.000/ ul, maka mortalitas < 1%.
2. Jika kepadatan parasit > 100.000/ ul, maka mortalitas > 1%.
3. Jika kepadatan parasit > 500.000/ ul, maka mortalitas > 50%.
ii) Kuantitatif
Jumlah parasit dihitung per mikro liter darah pada sediaan darah tebal
(leukosit) atau sediaan darah tipis (eritrosit).
22
Contoh:
Jika dijumpai 1500 parasit per 200 leukosit, sedangkan jumlah leukosit 8.000/
ul maka hitung parasit = 8.000/ 200 X 1.500 parasit = 60.000 parasit/ ul. Jika
dijumpai 50 parasit per 1000 eritosit = 5%. Jika jumlah eritrosit 4.500.000/ ul
maka hitung parasit = 4.500.000/ 1000 X 50 = 225.000 parasit/ ul (Ditjen
Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes RI, 2017).
2. Pemeriksaan dengan uji diagnostik cepat (Rapid Diagnostic Test). Mekanisme
kerja tes ini berdasarkan deteksi antigen parasit malaria, dengan menggunakan
metoda imunokromatografi. Sebelum menggunakan RDT perlu dibaca petunjuk
penggunaan dan tanggal kadaluarsanya. Pemeriksaan dengan RDT tidak
digunakan untuk mengevaluasi pengobatan.
2.1.7 Pengobatan Malaria
Pengobatan malaria yang saat ini dianjurkan dengan pemberian Artemisinin-
based Combinatin Therapy (ACT). Selain itu diberikan juga primakuin sebagai
gametosidal dan hipnozoidal. Pemberian kombinasi ini untuk meningkatkan
efektivitas pengobatan dan pencegahan resistensi oat antimalaria. (Kemenkes,
2017). Resistensi obat antimalaria dapat terjadi akibat perubahan genetic
tertentu, penyebara resistensi obat antimalaria bergantung pada tingkat
transmisi parasit (Yusuf, 2014). Pada penderita malaria di Hanura tidak
terbukti adanya resisten dengan pengobatan ACT terutama dehidroartemisin-
piperaquin (Irawati et al, 2017)
23
2.1.8 Siklus Hidup Plasmodium
Siklus hidup pada Plasmodium dimulai ketika nyamuk Anopheles betina yang
mengandung parasit plasmodium menggigit manusia. Saat menggigit manusia,
nyamuk Anopheles akan mengeluarkan sporozoit yang infekstif melalui kelenjar
ludah pada proses ini dimulailah stadium eksoeritrositer. Sebagian sporozoit
akan di fagositosis dan sebagian berhasil memasuki sel hepar. Di dalam sel
hepar, sporozoit akan berubah menjadi skizon. Skizon akan pecah dan akan
mengeluarkan merozoit. Merozoit masuk ke dalam peredaran darah dan
memulai siklus eritrositer. Dalam peredaran darah, merozoit menyerang eritrosit
dan didalam silus ini akan terbentuk trofozoit muda. Trofozoit muda akan
menjadi trofozoit matang yang akan berkembang membentuk gametosit untuk
memulai stadium seksual. Gametosit akan menjadi mikrogamet (jantan) dan
makrogamet (betina). Nyamuk akan menggigit manusia dan menghisap
gametosit. Di dalam rongga perut nyamuk, makrogamet akan berkembang
menjadi makrogametosit dan terjadilah fertilisasi antara mikrogamet dan
makrogamet. Hasil fertilisasi akan membentuk ookinet yang menembus dinding
lambung nyamuk dan tumbuh menjadi ookista. Di dalam ookista akan terbentuk
sporozoit. Sporozoit akan dilepaskan saat ookista pecah. Sporozoit masuk ke
kelenjar ludah nyamuk dan jika nyamuk mengigit manusia, maka siklus akan
terulang kembali. (Widoyono, 2011). Seperti terlihat pada gambar 6.
24
Sumber: (Centers for Disease Control and Prevention, 2017)
Gambar 6. Siklus Hidup Malaria
2.2 Morfologi Plasmodium
2.2.1 Malaria Falciparum
Pada invasi Plasmodium falciparum tidak menyebabkan eritrosit membesar.
Ditemukan titik Maurer yang terlihat kasar dan jelas didalam eritrosit. Trofozoit
muda berbentuk cincin dengan sitoplasma yang halus dan diameternya 1/6 dari
diameter eritrosit dan terdapat satu atau dua titik kromatin. Stadium skizon
jarang ditemukan dalam darah kecuali pada infeksi malaria berat. Skizon matang
mengandung 8 sampai 24 merozoit. Gametosit muda pada Plasmodium
falciparum mempunyai bentuk yang khas seperti bulan sabit dan panjangnya
sekitar 1,5 kali diameter sel darah merah. Ukuran dan bentuk dari
makrogametosit P. falciparum hampir sama dengan mikrogametositnya dengan
kromatin yang lebih padat berwarna merah dan sitoplasma yang lebih gelap.
(Centers for Disease Control and Prevention, 2016). Morfologi Plasmodium
falciparum dapat dilihat pada gambar 7.
25
Sumber : Center for Disease Control and Prevention, 2013
Gambar 7. Morfologi P. falciparum dalam sediaan apus darah, 1:eritrosit normal, 2-18: trofozoit, 9-10:
ring-stage, 19-26: skizon, 27-28: makrogametosit matang, 29-30: mikrogametosit matang (Diagnostic
Findings Malaria, 2009)
2.2.2 Plasmodium vivax
Invasi Plasmodium vivax menyebabkan eritrosit membesar, berwarna pucat, dan
tampak butir-butir halus Schuffer berwarna merah yang besarnya teratur.
Trofozoit muda berbentuk cincin tampak seperti sebuah cakram dengan inti pada
satu sisi. Trofozoit tua bentuknya tidak teratur, sitoplasma ameboit, dan pigmen
berwarna kuning tengguli. Trofozoit tua berkembang menjadi skizon. Skizon
matang mengandung 12-18 buah merozoit yang mengisi seluruh eritrosit dengan
pigmen berkumpul di pinggir atau tengah. Trofozoit tumbuh menjadi
mikrogametosit dan makrogametosit yang berbentuk bulat atau lonjong.
Sitoplasma makrogametosit berwarna biru dengan inti berwarna merah, padat
dan kecil di pinggir dari parasit. Mikrogametosit mempunyai sitoplasma
26
berwarna biru pucat dan inti besar. Pada mikrogametosit atau makrogametosit,
butir-butir pigmen jelas tersebar pada sitoplasma (Irianto, 2009; Safar, 2010).
Sumber : (Center for Disease Control and Prevention, 2013)
Gambar 8. Morfologi Plasmodium vivax pada sediaan apus darah, 1: eritrosit normal, 2-6:
trofozoit muda atau ring-stage, 7-18: trofozoit akhir, 19-27: skizon, 28-29: makrogametosit, 30:
mikrogametosit (Diagnostic Findings Malaria, 2009).
2.2.3 Plasmodium malariae
Pada invasi Plasmodium malariae eritrosit tidak membesar dan terdapat titik
kecil Zieman yang berwarna merah muda. Trofozoit muda (bentuk cincin) pada
Plasmodium malariae hampir sama dengan Plasmodium vivax. Hanya saja
bentuk cincin pada Plasmodium malariae parasitnya lebih kecil, lebih padat,
lebih teratur, dan sitoplasma lebih biru. Pada trofozoit memiliki butir pigmen
berwarna hitam. Skizon berisi 6 sampai 12 merozoit dengan pigmen berwarna
hijau. Parasit tersusun secara teratur dan berbentuk menyerupai bunga serunai
(roset). Stadium mikrogametosit dan makrogametosit hampir sama juga dengan
Plasmodium vivax akan tetapi, pigmen berkurang dan ukurannya lebih kecil.
(Irianto, 2009). Morfologi malariae dapat dilihat pada gambar 9.
27
Sumber : (Center for Disease Control and Prevention, 2013)
Gambar 9 . Morfologi Plasmodium malariae pada sediaan apus darah, 1: eritrosit normal, 2-5:
trofozoit muda, 6-13: trofozoit, 14-22: skizon, 23: gametosit yang berkembang, 24:
makrogametosit, 25: mikrogametosit (Diagnostic Findings Malaria, 2009)
2.2.4 Plasmodium ovale
Pada invasi Plasmodium ovale perubahan bentuk eritrosit mirip dengan
Plasmodium vivax, eritrosit sedikit membesar dan pada stadium dini terdapat
titik James yang tampak jelas. Trofozoit dewasa memiliki bentuk yang khas
yaitu salah satu ujungnya bergerigi. Terdapat pigmen dengan butir-butir
berwarna coklat yang tersebar di seluruh parasit yang sedang tumbuh. Pada
skizon, pigmen berkelompok di tengah berisi 8 merozoit yang tersusun tidak
teratur Makrogametosit mempunyai sitoplasma berwarna biru dengan inti kecil
kompak. Sitoplasma mikrogametosit berwarna pucat kemerahan dan intinya
difus. (Safar, 2010).
28
Sumber : (Center for Disease Control and Prevention, 2013)
Gambar 10. Morfologi Plasmodium ovale, 1: eritrosit normal, 2-5: trofozoit muda (ring-stage),
6-15: trofozoit, 16-23: skizon, 24: makrogametosit, 25: mikrogametosit (Diagnostic Findings
Malaria, 2009).
2.2.5 Plasmodium knowlesi
Pada Plasmodium knowlesi memiliki persamaan dengan ketiga spesies parasit
malaria Plasmodium falciparum, Plasmodium vivax, dan Plasmodium malariae.
Eritrosit yang di invasi Plasmodium knowlesi tidak membesar. Morfologi
trofozoit muda menyerupai Plasmodium falciparum, berbentuk cincin halus
dengan titik kromatin berbentuk accole, inti di pinggir sitoplasma. Trofozoit
dewasa mirip dengan Plasmodium malariae sitoplasma amuboid ( melebar tidak
beraturan) serta berpigmen kekuningan, kecoklatan, hingga kemerahan yang
tersebar tidak merata mirip dengan Plasmodium vivax. Skizon memiliki inti yang
beragam berisi 3 hingga 10 atau lebih merozoit. (Sahat et al., 2015). Morfologi
Plasmodium knowlesi dapat di lihat pada gambar 11
29
Sumber : (Center for Disease Control and Prevention, 2013)
Gambar 11. Morfologi Plasmodium knowlesi pada sediaan apus darah, 1: eritrosit normal, 2-9: trofozoit
muda (ring-form), 10-12: trofozoit berkembang, 13-15: trofozoit matang, 16-23: skizon hampir matang
dan matang, 24: makrogametosit matur, 25: mikrogametosit matur (Diagnostic Findings Malaria, 2009).
2.3 Golongan Darah
Darah adalah cairan tubuh yang berwarna merah yang dapat di temukan di sistem
peredaran darah dan sangat dibutuhkan manusia. Darah berperan sebagai pemasok
oksigen dan bahan makanan untuk organ dan jaringan serta mengambil karbon
dioksida dan metabolik jaringan. Secara umum darah di bagi menjadi empat
golongan yaitu: golongan darah A dimana golongan darah ini memiliki antigen A
dan anti – B, golongan darah B yaitu golongan darah yang memiliki antigen B dan
anti – A, golongan darah AB yaitu golongan darah yang memiliki antigen tapi
tidak memiliki antibodi, dan golongan darah O yaitu golongan darah yang
memiliki antibodi tapi tidak memiliki antigen. Tujuan penentuan golongan darah
ini salah satunya adalah untuk kepentingan transfusi. (Oktari & Silvia, 2016)
30
Sistem golongan darah ABO pertama kali ditemukan pada tahun 1900 oleh
ilmuan yang berasal dari Australia yag bernam Karl Landsteiner, beliau
menemukan 3 jenis golongan darah yaitu golongan darah A, golongan darah B,
dan golongan darah O. Dua tahun kemuadian DesCesterllo dan Sturli menemukan
golongan darah baru yaitu golongan darah AB (Hosoi, 2008)
2.4 Golongan Darah ABO
Golongan darah ABO ditentukan berdasarkan jenis antibodi ataupun antigen
yang terkandung didalam darah, individu dengan golongan darah A memiliki sel
darah merah di permukaan membran selnya dan menghasilkan antibodi terhadap
antigen B didalam serum darahnya. Individu dengan golongan darah B memiliki
antigen B pada permukaan sel darah merahnya dan menghasilkan antigen A
dalam serum darahnya. Individu dengan golongan darah AB memiliki sel darah
merah dengan antigen A dan B serta tidak menghasilkan antibodi terhadap
antigen A maupun B. sehingga, seseorang yang memiliki golongan darah AB
dapat menerima donor dari golongan darah A-B-O akan tetapi tidak dapat
memberikan donor kepada golongan darah lainya kecuali sesame golongan
darah AB. Sedangkan pada individu dengan golongan darah O sel darah
merahnya tidak memiliki antigen akan tetapi, memiliki antibodi terhadap antigen
A dan B. Sehingga, seseorang dengan golongan darah O dapat mendonorkan
darahnya kepada golongan darah A dan B akan tetapi tidak dapat menerima dari
golongan darah lainnya kecuali sesame golongan darah O. (Alrasyid, 2010)
31
2.5 Hubungan Patogenesis Malaria Dengan Golongan Darah Sistem ABO
Hipotesis hubungan patogenesis malaria terhadap golongan darah ABO
berkaitan dengan proses rosseting melalui antigen A dan antigen B pada
permukaan eritrosit. Beberapa review seperti Cserti, dkk. (2007) dan Rowe, dkk.
(2009) menjelaskan bahwa peran antigen A dan B pada eritrosit yang terinfeksi
adalah sebagai reseptor pada proses rosset antara eritrosit terinfeksi dengan
eritrosit yang tidak terinfeksi. Proses rosset, sitoadhesi dan sekuestrasi
menyebabkan autoaglutinasi, obstruksi mikrovaskuler, gangguan metabolik,
iskemik dan kerusakan organ (Gambar 12).
Sumber : (Cserti dan Dzik, 2019)
Gambar 12. Hipotesis model pengaruh antigen A dan B pada proses sitoadhesi dan rosset
(kiri dan tengah). Lewis antigen A dan B dalam serum dapat mengahambat sitoadhesi
(kanan).
Penelitian lain yang dilakukan oleh Wolofsky K, dkk. (2012) menyimpulkan
bahwa proses fagositosis makrofag pada eritrosit yang terinfeksi Plasmodium
falciparum lebih mudah terjadi pada golongan darah O dibandingkan golongan
32
darah non O. Dengan demikian pembersihan terhadap eritrosit yang terinfeksi
Plasmodium falciparum menjadi lebih baik dan akan mengurangi resiko
terjadinya manifestasi klinis malaria berat yang terjadi. (Walofsky, 2009)
33
2.6 Kerangka teori
Berdasarkan tinjuan pustaka yang telah disusun, kerangka teori:
- +
Plasmodium sp
Eritrosit terinfeksi
Patogenesis
Sithoaderensi, Sekuestrasi, dan Rosetting Golongan darah O
Peningkatan aviditas fagositosit
Fagositosis eritrost terinfeksi
meningkat
Golongan darah non O
Meningkatkan adhesi
Pembentukan roset yang lebih
banyak
Derajat parasitemia
34
2.7 Kerangka Konsep
2.8 Hipotesis
Terdapat hubungan deajat parasitemia dengan golongan darah ABO pada
penderita malaria di wilayah kerja Puskesmas Hanura Kabupaten Pesawaran
Provinsi Lampung
Variabel
Independen
Variabel
Dependen
Golongan Darah Derajat Parasitemia
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian
Penelitian yang dilakukan termasuk jenis penelitian Analitik Obervasional metode
penelitian yang digunakan adalah dengan metode Cross sectional, pada penelitian
ini, dilakukan analisis terhadap hubungan antar variable dengan pengumpulan
data dalam satu periode waktu tertentu dan setiap subjek studi hanya dilakukan
satu kali pengamatan selama penelitian. Desain ini digunakan karena mudah di
laksanakan, sederhana, menghemat waktu, dan hasilnya dapat diperoleh dengan
cepat.
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian
3.2.1 Tempat Penelitian
Pengambilan data dan pemeriksaan golongan darah dilakukan di rumah pasien
3.2.2 Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di bulan Januari 2020.
3.3 Subyek Penelitian
3.3.1 Populasi Penelitian
Populasi pada penelitian ini adalah seluruh penderita malaria yang berada di
wilayah kerja Puskesmas Hanura, Kabupaten Pesawaran.
36
3.3.2 Sampel Penelitian
Penentuan besar sampel dalam penelitian ini ditentukan dengan rumus kategorik
komparatif 2 variabel tidak berpasangan. (Notoatmodjo, 2010)
n1=( Z α √2PQ + Zβ √ P1Q1 + P2Q2)2
(P1 - P2 ) 2
Keterangan:
n1 : Besar sampel sebagai kasus
n2 : Besar sampel sebagai kontrol
Z α : 1,96 (Kesalahan tipe 1 ditetapkan sebesar 5%)
Z β : 0,84 (Kesalahan tipe 2 ditetapkan sebesar 20%)
P1 : Proporsi pada kelompok penderita malaria falciparum di
Puskesmas Hanura (0,69)
P2 : Prorporsi pada kelompok golongan darah ABO (0,5)
P : Proporsi total =
Q1 : 1-P1 (0,31)
Q2 : 1-P2 (0,5)
Q : 1- P
P1-P2 : 0.19
n = ( Z α √2PQ + Zβ √ P1Q1 + P2Q2)2
(P1 - P2 ) 2
n = (1,96√(2x0,095x0,905)+0,84√(0,69x0,31)+(0,5x0,5))2
(0,19)2
n = (1,96√(0,17195)+0,84√(0,4639))2
(0,19)2
n1 = (0,8114+ 0,5712)2
(0,0361)
n = 53
37
Dari hasil perhitungan menggunakan rumus, didapatkan besar subjek minimal
pada penelitian ini sebesar 53 sampel. Peneliti menambahkan jumlah sampel
sebanyak 10 % dengan total 58 sampel.
3.3.3 Teknik Pengambilan Sampel
Metode yang digunakan untuk menentukan populasi terjangkau dalam penelitian
ini adalah Consecutive sampling, yaitu memilih sampel yang memenuhi kriteria
sampai kurun waktu tertentu sehingga jumlah sampel terpenuhi.
3.3.4 Kriteria Penelitian
3.3.4.1 Kriteria Inklusi
Sampel yang diteliti merupakan penderita malaria yang memenuhi kriteria
inklusi dan tidak termasuk dalam kelompok eksklusi. Adapun kriteria inklusi
pada penelitian ini ialah:
1. Penderita malaria yang terdiagnosis malaria
2. Penderita malaria yang datang berobat ke wilayah kerja Puskesmas Hanura
3. Pasien yang bersedia mengikuti penelitian.
3.3.4.2 Kriteria Eksklusi
Pada penelitian ini ditetapkan kriteria ekslusi, antara lain:
1. Pasien yang masih bayi atau balita
38
3.4 Identifikasi Variabel Penelitian
3.4.1 Variabel Terikat
Dalam penelitian ini penulis menentukan variabel terikat adalah golongan darah
3.4.2 Variabel Bebas
Dalam penelitian ini, variabel bebas adalah derajat parasitemia
39
3.5 Definisi Operasional
Definisi operasional pada penelitian ini yaitu:
Tabel 2. Definisi Operasional
No. Variabel Definisi
Operasional
Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala
1 Derajat Parasitemia
Jumlah atau
kepadatan
parasit di
dalam darah
Melihat
data rekam
medik
Rekam
medik
Ringan: (+) dan (++)
Sedang: (+++)
Berat: (++++)
Ordina
l
2 Golongan
Darah ABO Pembagian
golongan
darah
berdasarkan
sistem ABO
(A, B, AB
dan O) yang
dibagi
menjadi 2
kelompok
yaitu O dan
Non O (A, B,
dan AB).
Pemeriksaa
n golongan
darah
dengan
menggunak
an metode
slide
Kertas
golongan
darah
dengan
reagen anti
A, B, AB
1. Golongan darah A
Aglutinasi pada anti
A dan AB
2. Golongan darah B
Aglutinasi pada
anti B dan AB
3. Golongan darah
AB
Aglutinasi pada
anti A, B, dan
AB
4. Golongan Darah O
Tidak ada
aglutinasi
Nomin
al
3 Jenis
Malaria Penggolanga
n malaria
berdasarkan
jenis
plasmodium
yang
menginveksi.
Melihat
data rekam
medik
Rekam
medik
1. Malaria
falciparum
2. Malaria
vivax
Nomin
al
3.6 Alat dan Bahan Penelitian
1. Kartu golongan darah Biotest
2. Blood Lancet
3. Reagen Antigen – A
4. Reagen Antigen – B
40
5. Reagen Antigen – AB
6. Reagen Antigen rhesus
7. Batang Pengaduk
8. Alat Tulis
3.7 Prosedur Penelitian
1. Teteskan 1 tetes anti-A pada kolom pertama kartu golongan darah.
2. Teteskan 1 tetes anti-B pada kolom kedua kartu golongan darah.
3. Teteskan 1 tetes anti-AB pada kolom ketiga kartu golongan darah.
4. Teteskan 1 tetes anti rhesus pada kolom keempat kartu golongan darah
5. Tambahkan pada masing-masing tetesan reagen 1 tetes sel darah merah yang
akan diperiksa.
6. Lakukan pencampuran reagen dan sel darah merah menggunakan batang
pengaduk.
7. Baca dan interpretasi hasil serta lakukan pencatatan hasil reaksi
3.8 Interpretasi Hasil
Hasil positif: bila terjadi aglutinasi kuat
Hasil negatif: bila tidak terjadi aglutinasi pada akhir menit kedua
3.9 Pengolahan Data
Data yang diperoleh dimasukkan dalam bentuk tabel dan diolah menggunakan
program software uji statistik. Proses pengolahan data adalah sebagai berikut:
1. Editing Data
41
Prosedur pemeriksaan data, memeriksa apakah data sudah sesuai dengan
kriteria inklusi dan eksklusi.
2. Koding
Prosedur pengkodean pada tiap-tiap data sehingga memudahkan dalam
melakukan analisa data.
3. Entry data
Proses entry dilakukan dengan memasukkan data ke dalam software untuk
memulai proses analisis data.
4. Verifikasi
melakukan pemeriksaan secara visual terhadap data yang telah dimasukan
ke komputer
5. Output
Pada tahap ini ditampilkan hasil yang telah dianalisa program software.
3.10 Analisis Data
1. Analisa univariat
Analisis univariat dilakukan untuk menggambarkan distribusi frekuensi
masing-masing variabel, baik variabel bebas (golongan darah), variabel terikat
(derajat parasitemia) maupun deskripsi karakteristik responden
2. Analisa Bivariat
Analisis ini dilakukan untuk menguji hubungan antara masing-masing variabel
meliputi variabel bebas dengan variabel terikat. Skala data penelitian yaitu
skala ordinal dengan nominal maka uji statistiknya Chi-Square. Syarat Uji Chi
42
Square adalah tidak ada sel yang nilai observed nol dan sel yang expected (E)
kurang dari 5 maksimal 20% dari jumlah sel.
43
Alur Penelitian
Penelitian yang dilakukan melalui tahapan secara berurutan pada Gambar 11
Gambar 11 . Alur Penelitian
Mengurus surat perizinan untuk melakukan penelitian dari lembaga
Kesbangpol Pesawaran, Dinas Kesehatan Kabupaten
Pesawaran, dan Puskesmas Hanura
Melakukan pengumpulan data berupa rekam medik pasien malaria
falciparum di Puskesmas Hanura
Pengumpulan data dari pasien yang memenuhi kriteria inklusi dan
eksklusi untuk pemeriksaan golongan darah
Pasien menyetujui lembar inform concent
Pengelolaan data
Analisis data
Mengurus surat tugas untuk melakukan penelitian yang dikeluarkan
oleh Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
Pemeriksaan gologan darah di tempat
44
3.11 Etika Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan mengambil data primer dari responden berupa
golongan darah pasien penderita malaria dengan terlebih dahulu menyetujui
lembar Informed consent. Penelitian ini telah mendapat persetujuan etik dari
Komisi etik Penelitian Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
dengan No. 4007/UN26.18/PP.05.02.00/2019
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat ditarik kesimpulan bahwa:
1. Diketahui bahwa dari 68 responden malaria terdapat 39 (57,4%) memiliki
golongan darah non O dan sebanyak 29 (42,6%) memiliki golongan darah O.
Terdapat 34 (50,0%) responden penderita malaria falciparum dan 34 (50,0%)
responden penderita malaria vivax.s. Pada derajat parasitemia terdapat 39
(57,4%) responden memiliki derajat parasitemia berat dan 29 (42,6%) memiliki
derajat parasitemia ringan.
2. Terdapat hubungan golongan darah dengan derajat parasitemia pada penderita
malaria di wilayah kerja Puskesmas Hanura Kabupaten Pesawaran
5.2 Saran
Berdasarkan pada kesimpulan yang telah diuraikan oleh penulis diatas, saran yang
mungkin dapat dijadikan pertimbangan dan masukkan adalah sebagai berikut :
1. Bagi petugas kesehatan diharapkan dapat mengisi data pasien dengan lengkap
untuk memudahkan pencarian informasi mengenai pasien
55
2. Sebagai bahan pertimbangan dalam pemberian transfusi pada golongan darah
non O khususnya pada infeksi falciparum dengan derajat parasitemia yang berat
karena dapat mempercepat proses rosset.
3. Pada peneliti selanjutnya diharapkan dapat melakukan penelitian terkait dengan
dengan jumlah sampel yang lebih banyak dan terbaru dan terkhusus pada
penderita malaria falciparum.
4. Bagi masyarakat agar apat menghindari gigitan nyamuk dengan menggunakan
anti nyamuk dan penggunaan kelambu terutama masyarakat dengan golongan
darah non O.
DAFTAR PUSTAKA
Arsin A. (2012) MALARIA. Makassar: MASAGENA PRESS.
Autino B, Corbett Y, Castelli, F, dan Taramelli, D.. (2012) “Pathogenesis of malaria in
tissues and blood,” Mediterranean Journal of Hematology and Infectious
Diseases, 4(1). doi: 10.4084/MJHID.2012.061.
Bustam, Ruslan, dan Erniwati. 2012. Karakteristik tempat perkembangan larva
Anopheles di desa Bulubete Kecamatan Dolo Selatan Kabupaten Sigi Provinsi
Sulawesi Tengah. Makassar: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Hasanudin
Centers for Disease Control and Prevention. 2013. Plasmodium blood stage parasites.
Diunduh dari: http://www.dpd.cdc.gov/dpdx/HTML/PDF_Files
Centers for Disease Control and Prevention. 2016. Laboratory diagnosis of malaria
Plasmodium falciparum. Diunduh dari: https://www.cdc.gov/
dpdx/diagnosticprocedures/blood/index.html
Centers for Disease Control and Prevention. 2017. Malaria. DPDx-Laboratory
Identification of Parasit Diseases of Public Health Concern. Available at:
https://www.cdc.gov/dpdx/malaria/index.html. Diakses pada tanggal 13 Juli 2019.
Data Puskesmas Hanura. 2019. Data kasus malaria di Puskesmas Hanura Kabupaten
Pesawaran.
Deepa, Alwar VA, Rameshkumar K, Ross C. ABO blood groups and malaria related
clinical outcome. J Vector Borne Dis. 2011; 48:7-11
Dinas Kesehatan Kabupaten Pesawaran (2017) Profil Kesehatan Kabupaten Pesawaran
Tahun 2016, Profil Kesehatan jawa timur. Gedong Tataan, Pesawaran. doi:
10.1016/j.ajog.2006.12.019.
Dinas Kesehatan Provinsi Lampung. 2016. Profil kesehatan Provinsi Lampung tahun
2015. Lampung.
http://www.dpd.cdc.gov/dpdx/HTML/PDF_Files
57
Fowkes FJL, et al . Host erythrocyte polymorphisms and exposure to Plasmodium
falciparum in Papua New Guinea. Malar J. 2008;7:1475-2875.
Fitriany J dan Sabiq A. 2018. Malaria. Jurnal Averrous: 4(2) 1-20
Gayathri B.N, Harendra Kumar M.L, Gomathi.N, JeevanShetty, Reethesh R. P. 2013.
Relationship between ABO blood groups and malaria with clinical outcome in
rural area of South India. Gjmedph : 2(1) 1-7
Hakim L. 2011. Malaria : Epidemiologi dan diagnosis. Aspirator: 3(2) 107-116
Harijanto PN. 2014. Malaria. Dalam: Sudoyo AW, Setiati S, Alwi I, Simadibrata M,
Setiyohadi B, Syam AF. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I, Edisi ke VI.
Jakarta: InternaPublishing.
Hosoi E, Rath G, Mitra R, Mishra N, 2014. Blood groups systems. Indian Journal of
Anaesthesia, 55(5), p.524. Available at:
http://www.ijaweb.org/text.asp?2014/58/5/524/144645
Husna M dan Prasetyo BH. 2016. Aspek biomolekuler dan update terapi malaria
serebral. MNJ: 2(2) 79-88
Irawati L, Acang N, Irawati N. 2008. Ekpresi necrosis factor-alfa (TNF-) dan inter
leukin (IL-10) pada infeksi malaria. Jurnalmka: 1(32) 16-18
Irawati N, Kurniawan B, Suwandi JF, Hasmiwati, Tjong DH, Kanedi M. 2017.
Determination of the falciparum malaria resistance to artemisinin-based
combination therapies in Pesawaran, Lampung, Indonesia. Asian Journal of
Epidemiology. 10(1) : 19-25
Irianto K. 2009. Parasitologi: berbagai penyakit yang mempengaruhi kesehatan
manusia. Bandung: Yrama Widya
Kemenkes RI . 2011. Epidemiologi Malaria di Indonesia Buletin Jendela Data dan
Informasi Kesehatan, 1, hal. 1–16. doi: 2088-270X.
Kemenkes RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar; RISKESDAS. Jakarta: Balitbang
http://www.ijaweb.org/text.asp?2014/58/5/524/144645
58
Kemenkes RI
Kemenkes RI. 2017. Pedoman teknis pemeriksaan parasit malaria. Jakarta: Direktorat
Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik Kementrian
Kesehatan RI.
Kurniawan B, Nurmaulina W, Fakhruddin H. 2018. Hubungan Pengetahuan, Sikap Dan
Perilaku Penderita Malaria Falciparum Dengan Derajat Infeksi di wilayah kerja
Puskesmas Hanura Kecamatan Teluk Pandan Kabupaten Pesawaran Provinsi
Lampung. Majority, 7(3): 34-40
Litbang Kemkes. 2013. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2013 Laporan Nasional
2013.
Mawuntu, AHP. 2018. Malaria serebral. Jurnal sinaps: 1(3): 1-21
Nadia, B. & Handayani, D. & Rismiati, R., 2010. Hidup Sehat Berdasarkan Golongan
Darah. Jakarta: Dukom Publisher.
Natadisastra D. dan Agoes R 2009. Parasitolgi Kedokteran ditinjau dari organ tubuh
yang diserang. EGC. Jakarta
Notoadmodjo, S. (2010) Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta.
Oktari A dan Silvia ND. 2016. Pemeriksaan Golongan Darah Sistem ABO Metode
Slide dengan reagen serum golongan darah A, B, O. Teknolabjournal : 5(2): 49-54
Panda AK, Panda SK, Sahu AN, Tripathy R, Ravindran B, Das BK. Association of
ABO blood group with severe falciparum malaria in adults: Case control studyand
meta-analysis. Malar J. 2011; 10:309.
Pekey, Andreas. 2017. Hubungan Golongan Darah ABO Dengan Berat Ringannya
Malaria Pada Pasien Yang Berobat di RSUD DOK II Jayapura Papua. Tesis.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Putra AK, Bakri S, Kurniawan B. 2015. Peranan Ekosistem Hutan Mangrove Pada
Imunitas Terhadap Malaria: Studi di Kecamatan Labuhan Maringgai Kabupaten
Lampung Timur. Jurnal Sylva Lestari, 3(2): 67-78
59
Safar R. 2010. Parasitologi kedokteran: protozologi, entomologi, dan helmintologi.
Bandung: Yrama Widya. hlm. 93
Sahat O, Dewi RM, Yuliawaty R, Sihite BA, Ekowatiningsih R, Siswantoro H, et al.,
2015. Penemuan baru Plasmodium knowlesi pada manusia di Kalimantan Tengah.
Buletin Penelitian Kesehatan. 43(2):63–76
Soedarto. 2011. Malaria. Jakarta: Sagung Seto.
Tadesse H, Tadesse K. Assessing the association of severe malaria infection and ABO
blood groups in northwestern Ethiopia. J Vector Borne Dis. 2013;50:292-6.
Tekeste Z, Petros B. The ABO blood group and Plasmodium falciparummalaria in
Awash, Metehara and Ziway areas, Ethiopia. Malar J. 2010; 9:280.
Walofsky KT, Ayi K, Branch DR, Hult AK, Olsson ML, Liles WC, et al. ABO blood
group influence macrophage-mediated phogocytosis of plasmodium falcifarum-
infected erythrocytes. PLOS pathog. 2012;8 (10):e1002942.
Widjajakusumah. 2003. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 20. Jakarta: EGC.
World Health Organization. 2018. World Malaria Report 2018.
World Health Organization. 2019. Malaria.
Widoyono. 2011. Penyakit tropis. Edisi II. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Zerihun T, Degarege A, Erko B. Association of ABO blood group and plasmodium
falciparum malaria in dore bafeno area, Southern Ethiopia. Asian Pac J Trop
Biomed. 2011;1:289-94.
Zhang X, Yang M, Zhao H, Hu J, Li L. 2017 Relationship between Malria and ABO
Blood Type in East China. Hindawi Biomed Research International. Vol 2017
persetujuan.pdf (p.1)pentgesahan.pdf (p.2)pernyataan.pdf (p.3)