- 1. Pengelolaan Hutan Tanaman dan Inisiatif Resolusi
Konflik
2. Latar belakang
- Konsepdan implementasi hutan tanaman bukan sesuatu yang baru.
Konsep ini sudah dikenal sejak zaman VOC dan dipraktekkan di
Jawa.
- VOC untuk mendukung industri kapal, pendirian gudang dll,
sementara hutan taman yang sekarang (di luar Jawa) untuk mendukung
industri pulp dan kertas.
- Dilakukan ketika terjadi defisit pada hutan alam dengan pola
monokultur
- Ketidakpastian status kawasan hutan terutama menyangkut hak-hak
atas tanah
- Tekanan terhadap kelembagaan masyarakat
- Pola monokultur yang dikembangkan telah merubah lingkungan dan
meniadakan sumber ekonomi kelompok masyarakat
KONFLIK SUMBER DAYA 3. Manajemen Kolaboratif:
- Merupakan terjemahan dariCollaborative management.Dalam
kaitannya dengan pengelolaan sumber daya hutan, dapat diartikan
sebagai sebuah situasi dimana beberapa atau semua pihak terlibat
dalam aktivitas pengelolaan sebuah kawasan hutan(konservasi).Hal
ini menghasilkan sebuah kesepakatan kerjasama antara pengelola
kawasan konservasi dan para pihak yang terkait; dengan menjamin dan
memperjelas fungsi, hak serta kewajiban masing-masing pihak dalam
sistem pengelolaan tersebut (Borrini-Feyerabend 1995).
- pelaksanaan suatu kegiatan atau penanganan suatu masalah dalam
rangka membantu meningkatkan efektivitas pengelolaan Kawasan Suaka
Alam dan Kawasan Pelestarian Alam secara bersama dan sinergis oleh
para pihak atas dasar kesepahaman dan kesepakatan bersama sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; (Permenhut Nomor:
P.19/Menhut-II/2004
- kemitraan antara lembaga pemerintah, komunitas lokal dan
pengguna sumber daya, lembaga non-pemerintah dan kelompok
kepentingan lainnya dalam bernegosiasi dan menentukan kerangka
kerja yang tepat tentang kewenangan dan tanggungjawab untuk
mengelola daerah spesifik atau sumber daya. (IUCN)
- Kolaborasiadalah bentuk kerjasama, interaksi, kompromi beberapa
elemen yang terkait baik individu, lembaga dan atau pihak-pihak
yang terlibat secara langsung dan tidak langsung yang menerima
akibat dan manfaat. (CIFOR/PILI, 2005).
- Pengelolaan hutan kolaboratif sering disetarakan dengan
pengelolaan hutan bersama(joint management) , pengelolaan
multipihak(multistakeholder),pengelolaan hutan partisipatif.
4. Prinsip-prinsip dan nilai dalam manajemen kolaboratif
- saling menghormati, saling menghargai, saling percaya dan
saling memberikan kemanfaatan
- "win-win solution", duduk sama tinggi - berdiri sama
tinggi.
- Nilai-nilai yang mendasari sebuah kolaborasi adalah tujuan yang
sama, kesamaan persepsi, kemauan untuk berproses, saling memberikan
manfaat, kejujuran, kasih sayang serta berbasis masyarakat.
5. Tujuan Pengelolaan Kolaboratif
- Memperjelas peran dan tanggung jawab para pihak (pemerintah,
masyarakat, sektor swasta, LSM/Ornop) yang peduli akan pemanfaatan
dan pengelolaan hutan
- Memperluas konstituen dalam pengelolaan hutan yang
berkelanjutan
- Menjadikan proses perencanaan dan pengelolaan hutan agar lebih
transparan, bertanggung gugat, komprehensif
- Meningkatkan mata pencaharian para pihak yang sangat bergantung
pada sumber daya alam
6. Beberapa isu yang sering disentuh dalam manajemen
kolaborasi
- Batas dan teritori sebuah kawasan hutan
- Batasan fungsi dan keberlanjutan penggunaan
- Identifikasi para pihak yang terlibat
- Fungsi dan tanggungjawab para pihak sebagaimana yang
diasumsikan oleh masing-masing pihak
- Keuntungan dan hak yang diperoleh oleh masing-masing
pihak(mekanisme bagi hasil)
- Kesepakatan terhadap prioritas dan rencana pengelolaan
kawasan
- Prosedur untuk menghadapi konflik dan melakukan negosiasi yang
menghasilkan keputusan bersama mengenai hal tersebut diatas
- Prosedur untuk mendorong implementasi keputusan tersebut
- Memperjelas aturan untuk monitoring, evaluasi dan peninjauan
kesepakatan kerjasama dan rencana pengelolaan jika dibutuhkan.
- Dalam kontek hutan tanaman ada hal teknis yang perlu
diperhatikan yaitu tentang jenis tanaman dan jarak tanam
7. Sepenggal Cerita dari Wonosobo 8. Pengelolaan Hutan di
Jawa
- Pengelolaan hutan di Pulau Jawa sudah dimulai sejak jaman VOC
yang kemudian dilanjutkan oleh pemerintah kolonial
(Boschwezen).Pengelolaan hutan yang paling tua. Empat prinsip yang
dipergunakan dalam mengelola hutan:
-
- menetapkan bahwa seluruh hutan di Jawa baik jati maupun non
jati merupakan milik negara ( staatdomeins ) dan dikelola untuk
keuntungan negara;
-
- pengelolaan hutan dilaksanakan dengan pembentukan birokrasi
perhutanan;
-
- hutan dibagi ke dalam beberapaperceel dan dilakukan sistem
tebang tanam berdasar rotasi;
-
- pelarangan terhadap penduduk untuk menebang kayu, mereka hanya
diijinkan mengambil kayu yang telah mati dan kayu-kayu selain
jati.
- Pada masa Jepang dibentuk Ringyoo Tyuoo Zimusyoo
- Pada masa-masa awal kemerdekaan hutan dikelola oleh Jawatan
Kehutanan dan Kemudian pada tahun 60-an dibentuk PN Perhutani yang
kemudian mengelola hutan tersebut hingga kini
9. * Ditjen PHPA adalah Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan
dan pelestarian Alam di bawah Departemen Kehutanan dan
Perkebunan.** Tidak termasuk hutan di Propinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta seluas 18.000 hektare .Pembagian Hutan di Jawa dan Luas
Hutan yang Dikelola Perum Perhutani 10. Konflik Kehutanan
- Konflik bersumber pada perbedaan persepsi mengenai tata batas
dan akses pada hutan serta hasil hutan
- Konflik berkaitan dengan pembukaan hutan
- Konflik berkaitan dengan pencurian kayu
11. Pengelolaan kolaboratif di Jawa
- Tumpangsari adalah sebuah model penanaman hutan dengan
menggunakan teknik agroforestry atau wana tani. Tenaga penanam
berasal dari masyarakat di desa sekitar hutan. Mereka tidak
dibayar. Sebagai kompensasinya, mereka hanya diberi kesempatan
memanfaatkan lahan di sela-sela tanaman pokok (jati) selama 2 tahun
untuk kegiatan pertanian. Skema tumpangsari dimaksudkan sebagai
upaya untuk mengatasi kemiskinan di sekitar hutan dan memenuhi
tenaga kerja dalam kegiatan penanaman.Melalui program ini,
kesejahteraan rakyat tidak meningkat, tetapi justru masyarakat
memberi subsidi pada pengelolaan hutan.
- Tenaga kerja didatangkan bukan dari masyarakat sekitar,
biasanya adalah masyarakat yang tidak memiliki tanah untuk tempat
tinggal dan bertani. Pengelola hutan menyediakan tanah dan
pemukiman. Biasanya dalam satu kampung magersari terdiri dari 20 50
KK
- Pengelolaan hutan Jawa mulai dipakai sebagai proyek sosial
sejak tahun 1962. Diawali dengan Program Hutan Serba Guna yang
memfungsikan hutan sebagai sumber mata pencaharian masyarakat di
sekitarnya melalui penanaman kayu bakar.
- Program ini disempurnakan menjadi program Prosperity Approach
yang lebih dikenal dengan nama Mantri-Lurah(MALU) pada tahun 1972.
Fokus utama program MALU untuk meningkatkan koordinasi antara pihak
kehutanan dengan pihak desa untuk mengamankan hutan.
12.
- Tahun 1982, muncul Program Pembangunan Masyarakat Desa Hutan
(PMDH) yang diperkaya dengan program Perhutanan Sosial pada tahun
1986.
- Proyek-proyek sosial (uji coba dan percontohan) model MR
- Pada tahun 2000, mulai diperlakukan Pengelolaan Hutan Bersama
Masyarakat (PHBM). Dalam PHBM ini, mulai pertama kali diberlakukan
prinsip bagi hasil, perencanaan partisipatif, kesesuain pengelolaan
dengan karakteristik wilayah
13. Kabupaten Wonosobo
- Letak = 270 2250 meter dpl
- Lebih dari 30% memiliki kelerengan di atas 40 derajat
- Jumlah penduduk = 733.000 jiwa
- 70% penduduk adalah petani di dataran tinggi dan hutan
14. Tipe Penggunaan Lahan Luas (hektare) % Tegalan/Kebun 46.508
47,2 Hutan Negara 18.896 19,2 Sawah 18.549 18,9 Kolam 204 0,2
Padang rumput 11 0,0 Perkebunan 2.659 2,7 Waduk/Rawa 1.484 1,5
Bangunan dan Pekarangan 7.261 7.4 Lain-lain 2.896 2.9 15. Transisi
Pengelolaan Sumber Daya Hutan di Wonosobo
- Beberapa saat setelah era reformasi hutan di Wonosobo
menghadapi masalah penjarahan hutan besar-besaran.
- Perhutani melaporkan bahwa 72% kerusakan disebabkan gangguan
keamanan yang berkaitan dengan masalah sosial
- Kerusakan hutan dan terpinggirkannya masyarakat setempat dari
lahan hutan adalah biaya yang harus dibayar akibat penerapan sistem
monokultur dan berumur panjang.
- Perubahan kebijakan pengelolaan hutan
- Demokratisasi membuka jalan untuk meningkatkan peran dan
kesadaran kelompok-kelompok masyarakat akar rumput
Negosiasi dengan Pemerintah Pusat
- Negosiasi di tingkat lokal:
16. 17. Setelah Perda PSDHBM Disahkan2002 - 2004
- Perhutani menyampaikan keberatan, meminta kepada Pusat untuk
membatalkan
- Berlangsung beberapa kali dialog multipihak sepanjang tahun
2002 dan 2003
- Masyarakat terus memberi tekanan agar Perda segera
diimplementasikan
- Masyarakat melakukan negosiasi tentang rencana kelola
- Perhutani memobilisasi sumber daya agar program PHBM bisa
diterima oleh masyarakat
- Proses negosiasi terus berlangsung hingga diputuskan satu
konsep tentang Pengelolaan Sumerb Daya Hutan Lestari yang ditanda
tangani oleh Bupati dan Kepala Unit I Perhutani pada bulan Oktober
2006
18. Pembelajaran:
- Pengelolaan kolaboratif adalah spesifik daerah dan harus
didasarkan pada keinginan lembaga-lembaga ataupun aktor-aktor
setempat. Budaya dalam masyarakat sangat berpengaruh terhadap
proses kolaborasi.Begitu juga dengan budaya dalam perusahaan.
- Agar berjalan efektif, pengelolaan kolaboratif membutuhkan
dukungan kebijakan dari pemerintah.
- Sistem pengelolaan kolaboratif diawali dengan
mengidentifikasiserta membina kapasitas aktor.Jangan sampai ada
aktor yang tidak terlibat, apalagi mempunyai kekuatan politik dan
modal. Penting untuk tetap menjaga konsistensi para pihak dalam
mengikuti proses. Ketidak ikut sertaan salah satu pihak bisa
menghambat proses
- Pendataan dan penyepakatan subyek (representasi) dan objek
kolaborasi
19.
- Keberlanjutan sistem pengelolaan bersama membutuhkan adanya
tujuan dan sasaran yang realistis serta dukungan dan rencana
keuangan yang berlanjut.
- Proses dialog bukanlah suatu perjalanan yang mulus dan mudah.
Walaupun kepentingan bersama berhasil dirumuskan, tetapi
masing-masing pihak mempunyai strateginya sendiriyang dianggap
lebih baik untuk menyelesaikan masalah
- Harus dipikirkan bagaimana proses bisa tetap berjalan efektif
ketika masyarakat menghadapi krisis ekonomi
- Harus disusun satu mekanisme monitoring dan evaluasi untuk
melihat kemajuan proses kolaborasi secara substansial bukan hanya
prosedural.
20. Bahan bacaan
-
http://www.kolaboratif.org/Apa-itu-Pengelolaan-Kolaboratif.html
-
http://ecopedia.wordpress.com/2006/01/12/pengelolaan-kolaboratif-collaborative-management/
-
http://kbmwbu.jawatengah.go.id/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=76
- Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.19/Menhut-II/2004 tentang
Kolaborasi Pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian
Alam
- Adi Juni, dkk; Hutan Wonosobo: Keberpihakan yang Tersendat;
Arupa 2005
- Kartodiharjo H; Politik Lingkungan dan Kekuasaan di
Indonesia
- Surat Keputusan Dewan Pengawas Perhutanino 136/tahun 2001
tentang Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat
- Pembelajaran Natural Resources Management Program; USAID
2004