20
TUGAS HUKUM HUMANITER Oleh : FRISKA ANNISA TARTUSI NPM 1112011148 KELAS A2

Friska Annisa (1112011148)

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Tugas Hukum Humaniter Fakultas Hukum Universitas Lampung Angkatan 2011

Citation preview

Page 1: Friska Annisa (1112011148)

TUGAS HUKUM HUMANITER

Oleh :

FRISKA ANNISA TARTUSINPM 1112011148

KELAS A2

FAKULTAS HUKUMUNIVERSITAS LAMPUNG

2013

Page 2: Friska Annisa (1112011148)

BAB IKASUS POSISI

A. FAKTA

Berawal dari permasalahan yang terjadi antara Suku Hutu dan Suku Tutsis

yang muncul akibat pengaruh kolonialisme Prancis dan Belgia. Suku Hutu

merasa memiliki posisi yang lemah secara politik kekuasaan, karena pada saat

itu hubungan kolonialisme lebih terjalin dan diturunkan kekuasaannya pada

Suku Tutsi. Pada akhirnya setelah memasuki fase kemerdekaan, Suku Tutsi

memiliki peran yang cukup besar dalam menjalankan roda pemerintahan

Rwanda, dan Suku Hutu melihat hal ini sebagai sebuah hal yang cenderung

melemahkan posisi mereka.

Pada konteks ini terlihat mulai muncul bentuk primordialisme yang

ditonjolkan oleh Suku Hutu karena merasa tertindas dan berusaha bangkit dari

pengaruh dan kekuasaan Suku Tutsi. Maka untuk merebut kekuasaan di

Rwanda yang dibawah kendali Rwandan Patriotic Front, kelompok militer garis

keras Suku Hutu berusaha mengkudeta dan mengambil alih pemerintahan di

bawah rezim Hutu.

Langkah pertama yang dilakukan tak tanggung-tanggung , kelompok

militer Hutu disokong dukungan senjata tentara bayaran dari Prancis mampu

membunuh presiden yang berkuasa saat itu, dengan meledakkan pesawat

kepresidenan yang berisi presiden Rwanda serta beberapa stafnya. Maka

kondisi inilah yang kemudian menjadi batu loncatan rezim Hutu untuk berkuasa

penuh di Rwanda dan melakukan genosida terhadap Suku Tutsi.

Pada tanggal 6 April 1994 , dimana komandan militer Rwanda melakukan

pemberontakan terhadap presiden Rwanda dengan menembaki pesawat yang

Page 3: Friska Annisa (1112011148)

ditumpangi presiden ketika hendak mendarat.sehinggah presiden Rwanda pun

tewas.

Setelah kejadian terbunuhnya Presiden Rwanda Juvenal Habyarimana,

dalam kurun waktu 100 hari dari 6 April 1994, diperkirakan 800.000 hingga 1

juta suku Tutsi dan Hutu moderat meninggal. Lebih dari 6 pria, wanita dan

anak-anak dibunuh setiap menit setiap jam dalam setiap hari. Antara 250.000

dan 500.000 wanita mengalami kekerasan seksual. Sebanyak 20.000 anak-anak

lahir dari tindakan itu. Lebih dari 67% wanita yang diperkosa terinfeksi

HIV/AIDS. 75.000 yang selamat menjadi yatim piatu dan 40.000 lainnya tidak

memiliki tempat tinggal. Rwanda tidak bisa melindungi masyarakatnya bahkan

menjadi ancaman bagi warganegaranya sendiri.

B . PIHAK – PIHAK YANG BERSENGKETA

1. Suku Huku

2. Suku Tutsi

Page 4: Friska Annisa (1112011148)

BAB I IMASALAH HUKUM DAN TINJAUAN TEORITIK

A. MASALAH HUKUM

Bagaimana upaya penyelesaian dalam konflik Rwanda melalui UNAMIR

sebagai intervensi kemanusiaan PBB ?

B .TINJAUAN TEORITIK

Konflik yang terjadi di Rwanda dapat dikategorikan kedalam konflik

etnis. Hal tersebut dapat kita lihat dari perbedaan definisi antara ras dan etnis,

sebagai berikut :

a. Ras adalah kelompok manusia yang dicirikan oleh kondisi biologis

tertentu seperti kemiripan fisik, warna kulit, dan struktur genetis.

b. Sedangkan etnis adalah kelomok orang yang dibedakan oleh

kebudayaannya. Etnis merujuk pada ciri kultural, seperti cara pikir,

sistem nilai, ritual, dan bahasa.1

Terdapat beberapa pendapat dari para ahli mengenai faktor yang dapat

menyebabkan konflik.

Menurut Donald L. Horowitz adalah :

“Ethnic conflict is the result of an extraordinary presence of traditional

antipathies so strong that they can survive even the powerful solvent of

modernization”.2

Menurut Edward Azar terdapat beberapa faktor yang menyebabkan munculnya

konflik internal :

1 Starke. J.G., . 2007. Pengantar Hukum Internasional . Sinar Grafika : Jakarta2 Vierri Pietro. 1992. Dictionary of the International Law of Armed Conflict . ICRC: Geneva.

Page 5: Friska Annisa (1112011148)

a. Konflik dipicu karena hubungan yang tidak harmonis antara kelompok

identitas seperti suku, agama, dan budaya tertentu dengan negara

maupun dengan kelompok yang berbeda itu sendiri.

b. Konflik dikaitkan dengan kenyataan bahwa pemerintah telah gagal

dalam memenuhi kebutuhan dasar kemanusiaan sehingga terjadi proses

pemiskinan secara sistematis.

c. Karakter pemerintahan yang otoriter dan mengabaikan aspirasi akar

rumput.

d. International linkages yaitu suatu sistem ketergantungan yang terjadi

antara suatu negara dengan sistem ekonomi global, dimana pemerintah

mengeluarkan kebijakan yang memihak kekuatan modal asing daripada

kepada penduduk lokal.3

Teori yang tepat untuk digunakan dalam konflik yang terjadi di Rwanda

adalah teori kebutuhan manusia dan teori transformasi konflik.4

1. Teori kebutuhan manusia berasumsi bahwa konflik yang berakar dalam dan

disebabkan oleh kebutuhan dasar manusia baik secara fisik, mental, ekonomi

dan sosial yang tidak terpenuhi atau dihalangi. Keamanan identitas, pengakuan,

partisipasi, dan otonomi seringkali menjadi inti pembicaraan. Sasaran yang

ingin dicapai dari teori ini adalah :

a. Membantu pihak-pihak yang mengalami konflik untuk

mengidentifikasi dan mengupayakan bersama kebutuhan mereka

yang tidak terpenuhi, dan menghasilkan pilihan-pilihan untuk

memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut.

3 Sugeng ,Istanto. 1994. Hukum Internasiona. Universitas Atmajaya: Yogyakarta.4 Wahyu Wagiman. 2007. Hukum Humaniter Dan Hak Asasi Manusia. ELSAM

Page 6: Friska Annisa (1112011148)

b. Agar pihak-pihak yang mengalami konflik mencapai kesepakatan

secara adil untuk memenuhi kebutuhan dasar semua pihak, sehingga

tidak ada pihak yang merasa dirugikan.

2. Teori transformasi konflik berasumsi bahwa konflik disebabkan oleh

masalah-masalah ketidaksetaraan dan ketidakadilan yang muncul sebagai

masalah-masalah sosial budaya, politik dan ekonomi. Sasaran yang ingin

dicapai dari teori ini adalah :

a. Mengubah berbagai struktur dan kerangka kerja yang menyebabkan

ketidaksetaraan dan ketidakadilan , termasuk kesenjangan ekonomi.

b. Meningkatkan jalinan hubungan dan sikap jangka panjang diantara

pihak-pihak yang mengalami konflik.

c. Mengembangkan berbagai proses dan sistem untuk pemberdayaan,

keadilan, perdamaian, pengampunan, rekonsiliasi dan pengakuan.

BAB IIITUNTUTAN PELANGGARAN

Page 7: Friska Annisa (1112011148)

Pasal 3 Konvensi Jenewa 1949 menyebutkan bahwa dalam hal sengketa

bersenjata yang tidak bersifat internasional yang berlangsung di dalam wilayah

salah satu Pihak Agung penandatangan, tiap Pihak dalam sengketa itu akan

diwajibkan untuk melaksanakan ketentuan-ketentuan sebagai berikut :

Orang-orang yang tidak mengambil bagian aktif dalam sengketa itu, termasuk

anggota-anggota angkatan perang yang telah meletakkan senjata-senjata mereka

serta mereka yang tidak lagi turut serta (hors de combat) karena sakit, luka-

luka, penawanan atau sebab lain apapun dalam keadaan bagaimanapun harus

diperlakukan dengan perikemanusiaan, tanpa perbedaan merugikan apapun juga

yang didasarkan atas ras, warna kulit, agama atau kepercayaan, kelamin,

keturunan atau kekayaan, atau setiap kriteria lainnya serupa itu.

Untuk maksud ini, maka tindakan-tindakan berikut dilarang dan akan tetap

dilarang untuk dilakukan terhadap orang orang tersebut di atas pada waktu dan

di tempat apapun juga :

a. Tindakan kekerasan atas jiwa dan raga, terutama setiap macam

pembunuhan, penyekapan, perlakuan kejam dan penganiayaan;

b. Penyanderaan;

c. Perkosaan atas kehormatan pribadi, terutama perlakuan yang menghina

dan merendahkan martabat;

d. Menghukum dan menjalankan hukuman mati tanpa didahului keputusan

yang dijatuhkan oleh suatu pengadilan yang dibentuk secara teratur,

yang memberikan segenap jaminan peradilan yang diakui sebagai

keharusan oleh bangsa-bangsa beradab.

Pasal 27 Konvensi Jenewa IV 1949, menyebutkan bahwa kejahatan perang

karena terjadi pada situasi perang dan yang diserang dan dibunuh adalah

penduduk sipil termasuk didalamnya wanita dan anak-anak dan penyerangan

dilakukan secara membabi buta tanpa membedakan sasaran militer dan bukan

Page 8: Friska Annisa (1112011148)

serta dilakukan dalam skala besar, pembunuhan dilakukan dengan sengaja,

melakukan tindakan penganiayaan, perlakuan tidak berperikemanusiaan dan

penahanan sewenang-wenang, yang seharusnya merupakan kelompok orang

yang wajib dilindungi menurut konvensi

Pasal 49 Konvensi Jenewa IV 1949, menyebutkan bahwa setiap kasus yang

termasuk kejahatan internasional (pelanggaran berat) maka pelaku harus

mempertanggunjawabkannya secara individu. Orang yang pertama kali diminta

pertanggungjawabannya ketika terjadi pelanggaran adalah orang yang secara

langsung melakukan pelanggaran tersebut.

Pasal 50 Konvensi Jenewa IV 1949, menyebutkan bahwa pelanggaran

hukum humaniter yang digolongkan sebagai pelanggaran berat, apabila

pelanggaran tersebut dilakukan terhadap orang-orang atau objek yang

dilindungi oleh Konvensi, meliputi perbuatan :

a. pembunuhan disengaja;

b. penganiayaan dan atau perlakuan yang tidak berperikemanusiaan;

c. percobaan-percobaan biologi yang menyebabkan penderiataan besar

atau luka atas badan atau kesehatan yang berat;

d. penghancuran yang luas; dan

e. tindakan perampasan harta benda yang tidak dibenarkan oleh

kepentingan militer dan dilaksanakan dengan melawan hukum serta

semena-mena.

BAB IVANALISIS PELANGGARAN

Page 9: Friska Annisa (1112011148)

Dibutuhkannya intervensi kemanusiaan melalui organisasi internasional

seperti PBB jelas-jelas diperlukan dimana negara-negara besar seperti AS, 5Inggris, perancis, dan Belgia tidak memberi dukungan dan partisipasi dalam

penciptaan kemanan dan perlindungan HAM di Rwanda. Ketidakmauan

penyelesaian konflik atau pembunuhan massal yang terjadi atas dorongan dari

pemerintah Rwanda dan keinginan masyarakatnya yang sebagian besar

merupakan etnis Hutu memenuhi ketentuan diijinkannya intervensi

kemanusiaan seperti yang diungkapkan oleh Grotius.

Pemerintah Rwanda seakan tutup mata atas legitimasi keberadaan peran

pasukan perdamaian UNAMIR PBB di Rwanda atas jalinan kerjasama

pemerintah Rwanda dengan Perancis dan Belgia. Perancis memberi pelatihan

militer terhadap militer Rwanda dan memasok senjata-senjata pada militer,

seperti halnya yang dilakukan oleh Belgia. Sebaliknya, RPF mendapat bantuan

dari Uganda atas bantuan RPF menggulingkan pemerintahan Uganda

sebelumnya.

United Nations Assistance Missions for Rwanda (UNAMIR) dibentuk

atas resolusi nomor 872 melalui sidang pada 5 Oktober 1993 sebagai pasukan

khusus yang membawa misi perdamaian PBB untuk menjaga perdamaian di

Rwanda selama enam bulan. Kelemahan dan kekurangan dari keberadaan

UNAMIR adalah tidak adanya izin dari para misonaris PBB untuk

menggunakan senjata ketika terjadi kerusuhan atau keadaan perang oleh kaum

militan Hutu maupun pemberontak Tutsi. Resolusi Dewan Keamanan (DK)

PBB hanya menetapkan kontribusi UNAMIR terhadap keamanan kota Kigali

dalam area terbatas dengan penetapan weapons secure area yang telah

disepakati oleh kedua belah pihak yang bertikai di dalam dan di sekitar kota

Kigali.

5 Arlina Permanasari, Fadillah Agus. 1999 . Pengantar Hukum Humaniter. ICRC: Jakarta.

Page 10: Friska Annisa (1112011148)

Pembatasan kinerja pasukan dalam melakukan pengamanan Mandat

PBB yang diberikan pada UNAMIR antara lain :

a. Memonitor pengawasan gencatan senjata

b. Memonitor situasi keamanan selama periode akhir mandat pemerintahan

transisi sampai diadakannya pemilu

c. Membantu pembersihan ranjau

d. Melakukan investigasi

e. Mencari kejadian-kejadian sejenis dan melaporkan ke Sekretaris

Jenderal PBB.

f. Memonitor proses pemulangan kembali pengungi Rwanda.

g. Membantu koordinasi bantuan kemanusiaan.

Otoritas pasukan UNAMIR terbatasi oleh rules of engagement yang

diberlakukan termasuk diantaranya larangan penggunaan senjata dan UNAMIR

harus bekerjasama dengan militer Rwanda dalam operasi-operasi militernya

sehingga membuat Jenderal Dallaire mengirimkan sebuah rancangan yang

diantaranya secara khusus meminta persetujuan kantor pusat PBB pada 23

November 1993 untuk mengizinkan misi tersebut agar dapat mengambil

tindakan sebagai respon atas kejahatan-kejahatan kemanusiaan yang terjadi. 6

Namun, permintaan tersebut tidak mendapat respon dari markas besar

PBB. Keterbatasan otoritas tersebut ditarik tanpa daya dari Rwanda dan

membuat DK PBB mengesahkan terbentuknya UNAMIR II pada 17 Mei 1994

dengan mandat diperluas atas beberapa pertimbangan dengan tambahan

pasukan untuk menghentikan genosida dan menjamin keamanan organisasi-

organisasi kemanusiaan yang sedang melakukan perannya di Rwanda.

Dan yang terpenting adalah menciptakan rasa aman bagi penduduk sipil

Rwanda. Upaya DK PBB tidak emndapat dukungan dari negara-negara besar

6 Mohd. Burhan Tsani. 1990,.Hukum dan Hubungan Internasional. Liberty: Yogyakarta.

Page 11: Friska Annisa (1112011148)

dimana hanya negara-negara Afrika yang menyatakan pemberian pasukan

dalam misi UNAMIR II. Ketersediaan negara-negara Afrika itupun dengan

syarat bahwa seluruh biaya akan ditanggung oleh PBB.

Persyaratan tersebut membuat badan dunia tersebut memikirkan

kembali dikarenakan kondisi keuangan PBB juga sedang defisit akibat operasi

perdamaian sebelumnya dimana UNAMIR mengalami ketidaksediaan suplai

makanan pasukan dikarenakan kekurangan dana. UNAMIR II mengalami

kevakuman gerak dikarenakan kurangnya dukungan dan partisipasi yang disaat

bersamaan genosida tetap berjalan di Rwanda.

PBB kemudian memberikan otorisasi pada pasukan Perancis untuk

melakukan operasi Torquise melalui resolusi PBB nomor 929 pada 22 Juni

1994. Hal tersebut sebagai respon atas penawaran Perancis agar dapat

menerjunkan pasukan untuk menghadapi krisis kemanusiaan di Rwanda sampai

UNAMIR II siap mengambil alih tugasnya kembali. Resolusi tersebut memberi

Perancis legitimasi untuk melakukan intervensi bersenjata atas dasar alasan

kemanusiaan.

Intervensi kemanusiaan PBB seakan tidak memiliki taring dikala tidak

ada negara-negara besar seperti AS, Inggris, dll yang mendukung dan

berpartisipasi dalam UNAMIR, keengganan dari pemerintah dan masyarakat

Rwanda yang berasal dari suku Hutu yang melakukan pengusiran dan memberi

perlawanan pada pasukan DK PBB membuat PBB tidak bisa melakukan apa-

apa jika Rwanda menolak mandat yang diberikan.

Konflik Rwanda mulai menemukan titik terang atas ditandatanganinya

persetujuan damai dari seluruh kelompok politik di Burundi yang secara jelas

menginginkan adanya perdamaian pada tahun 2000. Tahun 2003, terjadi

gencatan senjata yang disetujui oleh pemerintah Buyoya dan kelompok

pemberontak Hutu terbesar, yakni CNDD-FDD. PBB juga membetuk

International Criminal Tribunal for Rwanda (ICTR) yang bertujuan mengadili

Page 12: Friska Annisa (1112011148)

orang-orang yang bertanggungjawab atas kasus genosida dan kejahatan

kemanusiaan lain yang terjadi di Rwanda pada 1994

BAB V

KESIMPULAN

Dengan melihat konflik antar etnis yang terjadi di Rwanda pada tahun

1994 tersebut dapat saya ambil kesimpulan bahwa bentuk kolonialisasi yang

tidak terarah seperti yang dilakukan Belgia hanya akan meninggalkan bekas

luka di dalam hati dan kehidupan suku Hutu sehingga memicu timbulnya

perpecahan.

Sebagai sesama manusia kita memiliki banyak kekurangan dan juga

kelebihan yang telah diberikan oleh Tuhan. Tidak ada manusia yang sempurna

untuk itu klasifikasi, diversivikasi, dan stratifikasi terhadap suatu kelompok

etnis, ataupun ras, adalah hal-hal yang tidak sepantasnya dilakukan di dalam

kehidupan bersosial umat manusia.

Dalam konflik etnis di Rwanda, seharusnya dari awal Hutu dan Tutsi

saling bekerjasama dalam mencapai kemerdekaan . Walaupun Belgia datang

untuk menjajah dan membuat kecemburuan sosial, dengan iming-iming

membantu memajukan Rwanda, namun seharusnya mereka tetap saling

bersama. Belgia sengaja mengadudomba keduanya agar terjadi perpecahan di

Rwanda, sehingga Belgia dapat menguasai wilayahnya.

Namun di saat genosida berlangsung, seharusnya kedua etnis ini

berpikir, bahwa kejadian masa lampau tidak baik untuk diingat di masa

mendatang, karena faktanya warga-warga tak berdosa pun ikut menjadi korban

atas tindakan genosida tersebut. Seharusnya mereka malu terhadap dunia

internasional, dan sebaiknya mereka saling bergotong-royong untuk

membangun perdamaian di antaranya agar keduanya saling sejahtera dan saling

menguntungkan.

Page 13: Friska Annisa (1112011148)

PBB yang merupakan organisasi internasional yang berperan penting

dalam menjaga keamanan dan perdamaian dunia, seharusnya lebih bertanggung

jawab dan mampu menyelesaikan konflik ini. Namun PBB terlihat tidak

sungguh-sungguh dan kurang tegas dalam membuat keputusan, terutama dalam

pengiriman pasukan perdamaian PBB ke Rwanda.

Seharusnya negara yang tergabung dalam PBB, khususnya anggota tetap

Dewan Keamanan PBB, mampu bekerjasama dan mengesampingkan unsur

kepentingan masing-masing dalam penyelesaian konflik di Rwanda ini. Namun

faktanya, pembantaian massal ini tidak mendapatkan perhatian dari Belgia,

Perancis, Inggris, dan Amerika Serikat. Padahal masalah ini merupakan

pelanggaran HAM, seperti yang sering dikemukakan di forum internasional. Ini

menunjukkan bahwa PBB hanya seperti wadah kepentingan negara-negara

maju.

DAFTAR PUSTAKA

Page 14: Friska Annisa (1112011148)

Vierri Pietro. 1992. Dictionary of the International Law of Armed Conflict . ICRC: Geneva.

Starke. J.G., . 2007. Pengantar Hukum Internasional . Sinar Grafika : Jakarta

Wahyu Wagiman. 2007. Hukum Humaniter Dan Hak Asasi Manusia. ELSAM

Arlina Permanasari, Fadillah Agus. 1999 . Pengantar Hukum Humaniter. ICRC: Jakarta.

Mohd. Burhan Tsani. 1990,.Hukum dan Hubungan Internasional. Liberty: Yogyakarta.

Sugeng ,Istanto. 1994. Hukum Internasiona. Universitas Atmajaya: Yogyakarta.