47
Selasa, 11 Juni 2013 askep fraktur femur sinista post pemasangan plate Asuhan Keperawatan Pada Klien Tn. B dengan Fraktur Femur Sinistra Post Pemasangan Plate BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Trauma adalah suatu keadaan ketika seseorang mengalami cedera karena salah satu sebab. Penyebab trauma antara lain kecelakaan lalu lintas, industri, olahraga, maupun kecelakaan rumah tangga. Dampak dari kecelakaan tersebut dapat mengakibatkan fraktur atau patah tulang, cedera tulang belakang, cedera kepala, dan sebagainya. Ditambah dengan semakin meningkatnya ilmu pengetahuan dan teknologi yang mengakibatkan semakin banyaknya tingkat kecelakaan trauma di bidang transportasi. Berdasarkan data yang diperoleh dari medikal record Rumah Sakit Pusat Kepolisisan Raden Said Sukanto Jakarta, pada bulan Januari 2009 sampai dengan desember 2009 jumlah klien yang menderita fraktur sbanyak 382 orang, sedangkan klien yang menderita fraktur femur sebanyak 82 orang (22%). Penanganan fraktur harus dilakukan dengan cepat dan tindakan tepat agar imobilisasi dilakukan sesegera mungkin karena pergerakan pada fragmen tulang dapat menyebabkan nyeri. Kerusakan jaringan lunak dan perdarahan yang berlebihan dapat menyebabkan terjadinya syok dan komplikasi neurovaskuler. Keperawatan merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang memegang peranan penting dalam memenuhi kebutuhan klien dan keluarga secara biopsikososiospiritual dan kultural. Perawat berperan dalam pemberian asuhan keperawatan pada fraktur femur sinistra diantaranya dengan usaha promotif yaitu memberikan pendidikan kesehatan tentang pentingnya menjaga keamanan dan keselamatan diri. Usaha preventif, perawat menjelaskan cara pencegahan infeksi lanjut yang ditimbulkan oleh tindakan pembedahan. Sedangkan upaya kuratif adalah perawat dapat berkolaborasi

FEMUR LP

Embed Size (px)

DESCRIPTION

iuhi

Citation preview

Selasa, 11 Juni 2013askep fraktur femur sinista post pemasangan plateAsuhan Keperawatan Pada Klien Tn. B dengan Fraktur Femur Sinistra Post Pemasangan PlateBAB IPENDAHULUAN

A. Latar BelakangTrauma adalah suatu keadaan ketika seseorang mengalami cedera karena salah satu sebab. Penyebab trauma antara lain kecelakaan lalu lintas, industri, olahraga, maupun kecelakaan rumah tangga. Dampak dari kecelakaan tersebut dapat mengakibatkan fraktur atau patah tulang, cedera tulang belakang, cedera kepala, dan sebagainya. Ditambah dengan semakin meningkatnya ilmu pengetahuan dan teknologi yang mengakibatkan semakin banyaknya tingkat kecelakaan trauma di bidang transportasi.

Berdasarkan data yang diperoleh dari medikal record Rumah Sakit Pusat Kepolisisan Raden Said Sukanto Jakarta, pada bulan Januari 2009 sampai dengan desember 2009 jumlah klien yang menderita fraktur sbanyak 382 orang, sedangkan klien yang menderita fraktur femur sebanyak 82 orang (22%).

Penanganan fraktur harus dilakukan dengan cepat dan tindakan tepat agar imobilisasi dilakukan sesegera mungkin karena pergerakan pada fragmen tulang dapat menyebabkan nyeri. Kerusakan jaringan lunak dan perdarahan yang berlebihan dapat menyebabkan terjadinya syok dan komplikasi neurovaskuler.

Keperawatan merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang memegang peranan penting dalam memenuhi kebutuhan klien dan keluarga secara biopsikososiospiritual dan kultural. Perawat berperan dalam pemberian asuhan keperawatan pada fraktur femur sinistra diantaranya dengan usaha promotif yaitu memberikan pendidikan kesehatan tentang pentingnya menjaga keamanan dan keselamatan diri. Usaha preventif, perawat menjelaskan cara pencegahan infeksi lanjut yang ditimbulkan oleh tindakan pembedahan. Sedangkan upaya kuratif adalah perawat dapat berkolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi obat dan pembedahan. Upaya rehabilitatif, perawat menganjurkan kepada pasien untuk sesegera mungin melakukan mobilisasi secara bertahap.

menganjurkan kepada pasien untuk sesegera mungin melakukan mobilisasi secara bertahap, setelah penatalaksanaan medis.

Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk mengangkat masalah bagaimana cara memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan fraktur femur sinistra post pemasangan plate dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan?

B. Tujuan Penulisan1. Tujuan UmumUntuk mendapatkan pengalaman secara nyata dalam memberikan asuhan keperawatan klien Fraktur Femur Sinistra Post Pemasangan Plate.

2. Tujuan Khususa. Mampu melakukan pengkajian pada klien fraktur femur sinistra post pemasangan plate.b. Mampu menentukan masalah keperawatan pada klien fraktur femur sinistra post pemasangan plate.c. Mampu merencanakan asuhan keperawatan pada klien fraktur femur sinistra post pemasangan plate.d. Mampu melaksanakan tindakan keperawatan pada klien fraktur femur sinistra post pemasangan plate.e. Mampu melaksanakan evaluasi keperawatan pada klien fraktur femur sinistra post pemasangan plate.f. Mampu mengidentifikasi kesenjangan antara teori dan praktek fraktur femur sinistra post pemasangan plate.g. Mampu mengidentifikasi faktor-faktor pendukung, penghambat serta mencari solusi/ alternatif pemecahan masalahh. Mampu mendokumentasikan semua kegiatan keperawatan dalam bentuk narasi

C. Metode PenulisanDalam penulisan makalah ini, penulis menggunakan metode :1. Deskriptifa. Studi kasus, yang meliputi observasi, partsipasi dengan cara melakukan pengamatan secara langsung dan tidak langsung kepada klien dengan cara wawancara dengan keluarga, melihat catatan medis, melihat catatan keperawatan dan informasi dari rekan satu profesi maupun dari tim lain.b. Studi dokumentasi yaitu menggunakan format pengkajian untuk melakukan pemeriksaan.2. Studi literature yaitu dengan membaca dan mempelajari buku kepustakaan yang berkaitan dengan fraktur femur sinistra untuk mendapatkan dasar-dasar ilmiah yang berhubungan dengan isi makalah ini.

D. Ruang LingkupDalam penulisan makalah ini, penulis membatasi pada Asuhan Keperawatan pada klien Tn. S dengan fraktur femur sinistra post pemasangan plate di Ruang Mahoni II Rumah Sakit Pusat Kepolisian Raden Said Sukanto Jakarta, yang dilakukan selama 3 hari yaitu pada tanggal 14 Juli 2010 sampai 16 Juli 2010.

E. Sistematika PenulisanSistematika penulisan makalah ini disusun menjadi lima bab yang terdiri dari: Bab I Pendahuluan, terdiri dari latar belakang , tujuan penulisan, ruang lingkup penulisan, metode penulisan, dan sistematika penulisan. Bab II Tinjauan Teori, terdiri dari pengertian, etiologi, patofisiologi, proses penyakit, manifestasi klinik, komplikasi, penatalaksaan medis, klasifikasi fraktur, proses penyembuhan tulang, pengkajian keperawatan, diagnosa keperawatan, perencanaan keperawatan, pelaksanaan keperawatan, evaluasi keperawatan. Bab III Tinjauan Kasus, terdiri dari pengkajian keperawatan, diagnosa keperawatan, perencanaan keperawatan, implementasi keperawatan, dan evaluasi keperawatan. Bab IV Pembahasan, terdiri dari pengkajian keperawatan, diagnosa keperawatan, perencanaan keperawatan, implementasi keperawatan, dan evaluasi keperawatan. Bab V Penutup, terdiri dari kesimpulan dan saran.

BAB IITINJAUAN TEORI

A. PengertianFraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya. (Smeltzer dan Bare, 2002).

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, tulang rawan epifisis atau tulang rawan sendi. (Soebroto Sapardan, Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah)

Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer, 2000 : 347).

Fraktur adalah pemisahan atau patahnya tulang. (Marylin E. Doengoes. 2000)

Fraktur terbuka adalah fragmen tulang meluas melewati otot dan kulit, dimana potensial untuk terjadi infeksi (Sjamsuhidajat, 2000 : 1138).

Fraktur femur adalah terputusnya kontinuitas batang femur yang bisa terjadi akibat trauma langsung (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian), dan biasanya lebih banyak dialami oleh laki-laki dewasa. Patah pada daerah ini dapat menimbulkan perdarahan yang cukup banyak, mengakibatkan pendertia jatuh dalam syok (FKUI, 2005:543)

B. Etiologi1. Kekerasan langsungKekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya kekerasan. Fraktur demikian demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patah melintang atau miring.2. Kekerasan tidak langsungKekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang paling lemah dalam jalur hantaran vektor kekerasan.

tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang paling lemah dalam jalur hantaran vektor kekerasan.3. Kekerasan akibat tarikan ototPatah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi.Kekuatan dapat berupa pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi dari ketiganya, dan penarikan.4. Fraktur patologik yaitu fraktur yang terjadi pada tulang disebabkan oleh melelehnya struktur tulang akibat proses patologik. Proses patologik dapat disebabkan oleh kurangnya zat-zat nutrisi seperti vitamin D, kaslsium, fosfor, ferum. Factor lain yang menyebabkan proses patologik adalah akibat dari proses penyembuhan yang lambat pada penyembuhan fraktur atau dapat terjadi akibat keganasan.

C. Patofisiologi1. Proses PenyakitApabila terjadi terputusnya kontinuitas tulang, maka hal tersebut akan mempengaruhi berbagai struktur yang ada disekitarnya, seperti otot dan pembuluh darah. Akibat yang terjadi sangat tergantung pada berat ringannya fraktur yang dapat dilihat dari tipe, luas, dan lokasi fraktur itu sendiri. Pada umumnya terjadi edema pada jaringan lunak, perdarahan otot dan persendian, dislokasi atau pergeseran tulang, rupture tendon, putus persarafan, kerusakan pembuluh darah, dan perubahan bentuk tulang, serta terjadinya deformitas.

Bila terjadi patah tulang maka sel-sel tulang akan mati. Perdarahan biasanya terjadi disekitar tempat patah dan kedalaman jaringan lunak disekitar tulang tersebut. Jaringan lunak biasanya juga mengalami kerusakan. Reaksi peradangan hebat timbul setelah fraktur. (Smeltzer dan Bare, 2002)

2. Manifestasi KlinisDaerah paha yang patah tulangnya sangat membengkak, ditemukan tanda-tanda fungsiolesa (tungkai bawah tidak dapat diangkat). Nyeri tekan, nyeri gerak. Tampak adanya deformitas angulasi lateral atau angulasi anterior, rotasi (ekso/endo).

Pada tungkai bawah, ditemukan adanya perpendekan tungkai. Pada fraktur 1/3 tengah femur, pada pemeriksaan harus diperhatikan adanya dislokasi sendi panggul, dan robekan di daerah ligamen sendi panggul, kecuali itu juga diperiksa keadaan saraf sciatica dan arteri dorsalis pedis.

3. KomplikasiMenurut Sylvia and Price 2001, komplikasi yang biasanya ditemukan antara lain :a. Komplikasi Awal1) Kerusakan ArteriPecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi, CRT menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin pada ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan.2) Kompartement SyndromKompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi karena terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan parut. Ini disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan otot, saraf, dan pembuluh darah. Selain itu karena tekanan dari luar seperti gips dan embebatan yang terlalu kuat.3) Fat Embolism SyndromFat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang sering terjadi pada kasus fraktur tulang panjang. FES terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan bone marrow kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan tingkat oksigen dalam darah rendah yang ditandai dengan gangguan pernafasan, tachykardi, hypertensi, tachypnea, demam.4) InfeksiSystem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.5) Avaskuler NekrosisAvaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya Volkmans Ischemia.6) ShockShock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini biasanya terjadi pada fraktur.b. Komplikasi Dalam Waktu Lama1) Delayed UnionDelayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini disebabkan karena penurunan supai darah ke tulang.2) NonunionNonunion merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi dan memproduksi sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9 bulan. Nonunion ditandai dengan adanya pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang membentuk sendi palsu atau pseudoarthrosis. Ini juga disebabkan karena aliran darah yang kurang.3) MalunionMalunion merupakan penyembuhan tulang ditandai dengan meningkatnya tingkat kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas). Malunion dilakukan dengan pembedahan dan reimobilisasi yang baik.

D. Klasifikasi FrakturPenampikan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi untuk alasan yang praktis, dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu:1. Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan).a. Faktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa komplikasi.b. Fraktur Terbuka (Open/Compound), bila terdapat hubungan antara hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit.2. Berdasarkan komplit atau ketidakklomplitan fraktur.a. Fraktur Komplit, bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau melalui kedua korteks tulang seperti terlihat pada foto.b. Fraktur Inkomplit, bila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang seperti:1) Hair Line Fraktur (patah retidak rambut)2) Buckle atau Torus Fraktur, bila terjadi lipatan dari satu korteks dengan kompresi tulang spongiosa di bawahnya.3) Green Stick Fraktur, mengenai satu korteks dengan angulasi korteks lainnya yang terjadi pada tulang panjang.3. Berdasarkan bentuk garis patah dan hubungannya dengan mekanisme trauma.a. Fraktur Transversal: fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan merupakan akibat trauma angulasi atau langsung.b. Fraktur Oblik: fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap sumbu tulang dan meruakan akibat trauma angulasi juga.c. Fraktur Spiral: fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang disebabkan trauma rotasi.d. Fraktur Kompresi: fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang mendorong tulang ke arah permukaan lain.e. Fraktur Avulsi: fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi otot pada insersinya pada tulang.4. Berdasarkan jumlah garis patah.a. Fraktur Komunitif: fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan.b. Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak berhubungan.c. Fraktur Multiple: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada tulang yang sama.5. Berdasarkan pergeseran fragmen tulang.a. Fraktur Undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap tetapi kedua fragmen tidak bergeser dan periosteum masih utuh.b. Fraktur Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga disebut lokasi fragmen, terbagi atas:1) Dislokasi ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah sumbu dan overlapping).2) Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut).3) Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling menjauh).6. Berdasarkan posisi frakurSebatang tulang terbagi menjadi tiga bagian :a. 1/3 proksimalb. 1/3 medialc. 1/3 distal7. Fraktur Kelelahan: fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang.Fraktur Patologis: fraktur yang diakibatkan karena proses patologis tulang. Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan lunak sekitar trauma, yaitu:a. Tingkat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa ceddera jaringan lunak sekitarnya.b. Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan subkutan.c. Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian dalam dan pembengkakan.d. Tingkat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata dan ancaman sindroma kompartement.

E. Proses Penyembuhan TulangTulang bisa beregenerasi sama seperti jaringan tubuh yang lain. Fraktur merangsang tubuh untuk menyembuhkan tulang yang patah dengan jalan membentuk tulang baru diantara ujung patahan tulang. Tulang baru dibentuk oleh aktivitas sel-sel tulang. Ada lima stadium penyembuhan tulang, yaitu:1. Stadium Satu-Pembentukan HematomaPembuluh darah robek dan terbentuk hematoma disekitar daerah fraktur. Sel-sel darah membentuk fibrin guna melindungi tulang yang rusak dan sebagai tempat tumbuhnya kapiler baru dan fibroblast. Stadium ini berlangsung 24 48 jam dan perdarahan berhenti sama sekali.2. Stadium Dua-Proliferasi SelulerPada stadium ini terjadi proliferasi dan differensiasi sel menjadi fibro kartilago yang berasal dari periosteum,`endosteum, dan bone marrow yang telah mengalami trauma. Sel-sel yang mengalami proliferasi ini terus masuk ke dalam lapisan yang lebih dalam dan disanalah osteoblast beregenerasi dan terjadi proses osteogenesis. Dalam beberapa hari terbentuklah tulang baru yang menggabungkan kedua fragmen tulang yang patah. Fase ini berlangsung selama 8 jam setelah fraktur sampai selesai, tergantung frakturnya.3. Stadium Tiga-Pembentukan KallusSelsel yang berkembang memiliki potensi yang kondrogenik dan osteogenik, bila diberikan keadaan yang tepat, sel itu akan mulai membentuk tulang dan juga kartilago. Populasi sel ini dipengaruhi oleh kegiatan osteoblast dan osteoklast mulai berfungsi dengan mengabsorbsi sel-sel tulang yang mati. Massa sel yang tebal dengan tulang yang imatur dan kartilago, membentuk kallus atau bebat pada permukaan endosteal dan periosteal. Sementara tulang yang imatur (anyaman tulang ) menjadi lebih padat sehingga gerakan pada tempat fraktur berkurang pada 4 minggu setelah fraktur menyatu.4. Stadium Empat-KonsolidasiBila aktivitas osteoclast dan osteoblast berlanjut, anyaman tulang berubah menjadi lamellar. Sistem ini sekarang cukup kaku dan memungkinkan osteoclast menerobos melalui reruntuhan pada garis fraktur, dan tepat dibelakangnya osteoclast mengisi celah-celah yang tersisa diantara fragmen dengan tulang yang baru. Ini adalah proses yang lambat dan mungkin perlu beberapa bulan sebelum tulang kuat untuk membawa beban yang normal.5. Stadium Lima-RemodellingFraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat. Selama beberapa bulan atau tahun, pengelasan kasar ini dibentuk ulang oleh proses resorbsi dan pembentukan tulang yang terus-menerus. Lamellae yang lebih tebal diletidakkan pada tempat yang tekanannya lebih tinggi, dinding yang tidak dikehendaki dibuang, rongga sumsum dibentuk, dan akhirnya dibentuk struktur yang mirip dengan normalnya.

F. Penatalaksanaan Medis1. Fraktur TerbukaMerupakan kasus emergensi karena dapat terjadi kontaminasi oleh bakteri dan disertai perdarahan yang hebat dalam waktu 6-8 jam (golden period). Kuman belum terlalu jauh meresap dilakukan:a. Pembersihan lukab. Exicic. Hecting situasid. Antibiotik2. Seluruh Fraktura. Rekognisis/PengenalanRiwayat kejadian harus jelas untuk mentukan diagnosa dan tindakan selanjutnya.b. Reduksi/Manipulasi/ReposisiUpaya untuk memanipulasi fragmen tulang sehingga kembali seperti semula secara optimun. Dapat juga diartikan Reduksi fraktur (setting tulang) adalah mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan rotasfanatomis (brunner, 2001).

Reduksi tertutup, traksi, atau reduksi terbuka dapat dilakukan untuk mereduksi fraktur. Metode tertentu yang dipilih bergantung sifat fraktur, namun prinsip yang mendasarinya tetap, sama. Biasanya dokter melakukan reduksi fraktur sesegera mungkin untuk mencegah jaringan lunak kehilaugan elastisitasnya akibat infiltrasi karena edema dan perdarahan. Pada kebanyakan kasus, roduksi fraktur menjadi semakin sulit bila cedera sudah mulai mengalami penyembuhan.

Sebelum reduksi dan imobilisasi fraktur, pasien harus dipersiapkan untuk menjalani prosedur; harus diperoleh izin untuk melakukan prosedur, dan analgetika diberikan sesuai ketentuan. Mungkin perlu dilakukan anastesia. Ekstremitas yang akan dimanipulasi harus ditangani dengan lembut untuk mencegah kerusakan lebih lanjut

Reduksi tertutup. Pada kebanyakan kasus, reduksi tertutup dilakukan dengan mengembalikan fragmen tulang keposisinya (ujung-ujungnya saling berhubungan) dengan manipulasi dan traksi manual.

Ekstremitas dipertahankan dalam posisi yang diinginkan, sementara gips, biadi dan alat lain dipasang oleh dokter. Alat immobilisasi akan menjaga reduksi dan menstabilkan ekstremitas untuk penyembuhan tulang. Sinar x harus dilakukan untuk mengetahui apakah fragmen tulang telah dalam kesejajaran yang benar.

Traksi. Traksi dapat digunakan untuk mendapatkan efek reduksi dan imoblisasi. Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi. Sinar x digunakan untuk memantau reduksi fraktur dan aproksimasi fragmen tulang. Ketika tulang sembuh, akan terlihat pembentukan kalus pada sinar x. Ketika kalus telah kuat dapat dipasang gips atau bidai untuk melanjutkan imobilisasi.

Reduksi Terbuka. Pada fraktur tertentu memerlukan reduksi terbuka. Dengan pendekatan bedah, fragmen tulang direduksi. Alat fiksasi interna dalam bentuk pin, kawat, sekrup, plat paku, atau batangan logam digunakan untuk mempertahankan fragmen tulang dalam posisnya sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi. Alat ini dapat diletakkan di sisi tulang atau langsung ke rongga sumsum tulang, alat tersebut menjaga aproksimasi dan fiksasi yang kuat bagi fragmen tulang.

c. Retensi/ImmobilisasiUpaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga kembali seperti semula secara optimun.

Imobilisasi fraktur. Setelah fraktur direduksi, fragmen tulang harus diimobilisasi, atau dipertahankan dalam posisi kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna. Metode fiksasi eksterna meliputi pembalutan, gips, bidai, traksi kontinu, pin dan teknik gips, atau fiksator eksterna. Implan logam dapat digunakan untuk fiksasi interna yang berperan sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur.

d. RehabilitasiMenghindari atropi dan kontraktur dengan fisioterapi. Segala upaya diarahkan pada penyembuhan tulang dan jaringan lunak. Reduksi dan imobilisasi harus dipertahankan sesuai kebutuhan. Status neurovaskuler (mis. pengkajian peredaran darah, nyeri, perabaan, gerakan) dipantau, dan ahli bedah ortopedi diberitahu segera bila ada tanda gangguan neurovaskuler. Kegelisahan, ansietas dan ketidaknyamanan dikontrol dengan berbagai pendekatan (mis. meyakinkan, perubahan posisi, strategi peredaan nyeri, termasuk analgetika).

Latihan isometrik dan setting otot diusahakan untuk meminimalkan atrofi disuse dan meningkatkan peredaran darah. Partisipasi dalam aktivitas hidup sehari hari diusahakan untuk memperbaiki kemandirian fungsi dan harga diri. Pengembalian bertahap pada aktivitas semula diusahakan sesuai batasan terapeutika. Biasanya, fiksasi interna memungkinkan mobilisasi lebih awal. Ahli bedah yang memperkirakan stabilitas fiksasi fraktur, menentukan luasnya gerakan dan stres pada ekstrermitas yang diperbolehkan, dan menentukan tingkat aktivitas dan beban berat badan.

G. Pengkajian KeperawatanPengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan, untuk itu diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-masalah klien sehingga dapat memberikan arah terhadap tindakan keperawatan. Keberhasilan proses keperawatan sangat bergantuang pada tahap ini.

Tahap ini terbagi atas:1. Pengumpulan Dataa. Anamnesa1) Identitas KlienMeliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang dipakai, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, no. register, tanggal MRS, diagnosa medis.2) Keluhan UtamaPada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri. Nyeri tersebut bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan. Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan:a) Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi faktor presipitasi nyeri.b) Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau menusuk.c) Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.d) Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien, bisa berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit mempengaruhi kemampuan fungsinya.e) Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk pada malam hari atau siang hari.3) Riwayat Penyakit SekarangPengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur, yang nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien. Ini bisa berupa kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena. Selain itu, dengan mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang lain.4) Riwayat Penyakit DahuluPada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan memberi petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung. Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker tulang dan penyakit pagets yang menyebabkan fraktur patologis yang sering sulit untuk menyambung. Selain itu, penyakit diabetes dengan luka di kaki sangat beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik dan juga diabetes menghambat proses penyembuhan tulang.5) Riwayat Penyakit KeluargaPenyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti diabetes, osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa keturunan, dan kanker tulang yang cenderung diturunkan secara genetic.6) Riwayat PsikososialMerupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat.

2. Pola-Pola Fungsi Kesehatana. Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup SehatPada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan terjadinya kecacatan pada dirinya dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk membantu penyembuhan tulangnya. Selain itu, pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup klien seperti penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu metabolisme kalsium, pengkonsumsian alkohol yang bisa mengganggu keseimbangannya dan apakah klien melakukan olahraga atau tidak.b. Pola Nutrisi dan MetabolismePada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan sehari-harinya seperti kalsium, zat besi, protein, vit. C dan lainnya untuk membantu proses penyembuhan tulang. Evaluasi terhadap pola nutrisi klien bisa membantu menentukan penyebab masalah muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari nutrisi yang tidak adekuat terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar matahari yang kurang merupakan faktor predisposisi masalah muskuloskeletal terutama pada lansia. Selain itu juga obesitas juga menghambat degenerasi dan mobilitas klien.c. Pola EliminasiUntuk kasus fraktur tidak ada gangguan pada pola eliminasi, tapi walaupun begitu perlu juga dikaji frekuensi, konsistensi, warna serta bau feces pada pola eliminasi alvi. Sedangkan pada pola eliminasi urin dikaji frekuensi, kepekatannya, warna, bau, dan jumlah. Pada kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak.d. Pola Tidur dan Istirahat. Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak, sehingga hal ini dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien. Selain itu juga, pengkajian dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana lingkungan, kebiasaan tidur, dan kesulitan tidur serta penggunaan obat tidur (Doengos. Marilynn E, 2002).e. Pola AktivitasKarena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua bentuk kegiatan klien menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh orang lain. Hal lain yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien terutama pekerjaan klien. Karena ada beberapa bentuk pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur dibanding pekerjaan yang lain.f. Pola Hubungan dan PeranKlien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat. Karena klien harus menjalani rawat inap.g. Pola Persepsi dan Konsep DiriDampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan akan kecacatan akibat frakturnya, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan body image).h. Pola Sensori dan KognitifPada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal fraktur, sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan. begitu juga pada kognitifnya tidak mengalami gangguan. Selain itu juga, timbul rasa nyeri akibat fraktur.i. Pola Reproduksi SeksualDampak pada klien fraktur yaitu, klien tidak bisa melakukan hubungan seksual karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang dialami klien. Selain itu juga, perlu dikaji status perkawinannya termasuk jumlah anak, lama perkawinannya.j. Pola Penanggulangan StressPada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya, yaitu ketidakutan timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya. Mekanisme koping yang ditempuh klien bisa tidak efektif.k. Pola Tata Nilai dan KeyakinanUntuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah dengan baik terutama frekuensi dan konsentrasi. Hal ini bisa disebabkan karena nyeri dan keterbatasan gerak klien.

3. Pemeriksaan FisikDibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan umum (status generalisata) untuk mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis). Hal ini perlu untuk dapat melaksanakan total care karena ada kecenderungan dimana spesialisasi hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi lebih mendalam.a. Gambaran UmumPerlu menyebutkan:1) umum: baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda, seperti:2) Kesadaran penderita: apatis, sopor, koma, gelisah, komposmentis tergantung pada keadaan klien.3) Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan, sedang, berat dan pada kasus fraktur biasanya akut.4) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi maupun bentuk.b. Secara sistemik dari kepala sampai kelamin1) Sistem IntegumenTerdapat erytema, suhu sekitar daerah trauma meningkat, bengkak, oedema, nyeri tekan.2) KepalaTidak ada gangguan yaitu, normo cephalik, simetris, tidak ada penonjolan, tidak ada nyeri kepala.3) LeherTidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan, reflek menelan ada.4) MukaWajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada perubahan fungsi maupun bentuk. Tak ada lesi, simetris, tak oedema.5) MataTidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis (karena tidak terjadi perdarahan)6) TelingaTes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada lesi atau nyeri tekan.7) HidungTidak ada deformitas, tak ada pernafasan cuping hidung.8) Mulut dan FaringTak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan, mukosa mulut tidak pucat.9) ThoraksTak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada simetris.10) Parua) InspeksiPernafasan meningkat, reguler atau tidaknya tergantung pada riwayat penyakit klien yang berhubungan dengan paru.b) PalpasiPergerakan sama atau simetris, fermitus raba sama.c) PerkusiSuara ketok sonor, tak ada redup atau suara tambahan lainnya.d) AuskultasiSuara nafas normal, tak ada wheezing, atau suara tambahan lainnya seperti stridor dan ronchi.11) Jantunga) InspeksiTidak tampak iktus jantung.b) PalpasiNadi meningkat, iktus tidak teraba.c) AuskultasiSuara S1 dan S2 tunggal, tak ada mur-mur.12) Abdomena) InspeksiBentuk datar, simetris, tidak ada hernia.b) PalpasiTugor baik, tidak ada defands muskuler, hepar tidak teraba.c) PerkusiSuara thympani, ada pantulan gelombang cairan.d) Auskultasi20 kali/menit.e) Peristaltik usus normal13) Inguinal-Genetalia-AnusTak ada hernia, tak ada pembesaran lymphe, tak ada kesulitan BAB.a) Keadaan Lokal5 P yaitu Pain, Palor, Parestesia, Pulse, Pergerakan). Pemeriksaan pada sistem muskuloskeletal adalah:Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal terutama mengenai status neurovaskuler (untuk status neurovaskuler(1) Look (inspeksi)Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain:(a) Cicatriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti bekas operasi).(b) Cape au lait spot (birth mark).(c) Fistulae.(d) Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau hyperpigmentasi.(e) Benjolan, pembengkakan, atau cekungan dengan hal-hal yang tidak biasa (abnormal).(f) Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)(g) Posisi jalan (gait, waktu masuk ke kamar periksa)(2) Feel (palpasi)Pada waktu akan palpasi, terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki mulai dari posisi netral (posisi anatomi). Pada dasarnya ini merupakan pemeriksaan yang memberikan informasi dua arah, baik pemeriksa maupun klien.Yang perlu dicatat adalah:Normal 3 5 (a) Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit. Capillary refill time(b) Apabila ada pembengkakan, apakah terdapat fluktuasi atau oedema terutama disekitar persendian.(c) Nyeri tekan (tenderness), krepitasi, catat letak kelainan (1/3 proksimal, tengah, atau distal).Otot: tonus pada waktu relaksasi atau kontraksi, benjolan yang terdapat di permukaan atau melekat pada tulang. Selain itu juga diperiksa status neurovaskuler. Apabila ada benjolan, maka sifat benjolan perlu dideskripsikan permukaannya, konsistensinya, pergerakan terhadap dasar atau permukaannya, nyeri atau tidak, dan ukurannya.(3) Move (pergerakan terutama lingkup gerak)Setelah melakukan pemeriksaan feel, kemudian diteruskan dengan menggerakan ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri pada pergerakan. Pencatatan lingkup gerak ini perlu, agar dapat mengevaluasi keadaan sebelum dan sesudahnya. Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat, dari tiap arah pergerakan mulai dari titik 0 (posisi netral) atau dalam ukuran metrik. Pemeriksaan ini menentukan apakah ada gangguan gerak (mobilitas) atau tidak. Pergerakan yang dilihat adalah gerakan aktif dan pasif.4. Pemeriksaan Diagnostika. Pemeriksaan RadiologiSebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah pencitraan menggunakan sinar rontgen (x-ray). Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan kedudukan tulang yang sulit, maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan lateral. Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi untuk memperlihatkan pathologi yang dicari karena adanya superposisi. Perlu disadari bahwa permintaan x-ray harus atas dasar indikasi kegunaan pemeriksaan penunjang dan hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan.1) Tomografi: menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain tertutup yang sulit divisualisasi. Pada kasus ini ditemukan kerusakan struktur yang kompleks dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada struktur lain juga mengalaminya.2) Myelografi: menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh darah di ruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma.3) Arthrografi: menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda paksa.4) Computed Tomografi-Scanning: menggambarkan potongan secara transversal dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang rusak.b. Pemeriksaan Laboratorium1) Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan tulang.2) Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan osteoblastik dalam membentuk tulang.3) Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase (LDH-5), Aspartat Amino Transferase (AST), Aldolase yang meningkat pada tahap penyembuhan tulang.c. Pemeriksaan lain-lain1) Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas: didapatkan mikroorganisme penyebab infeksi.2) Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama dengan pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi.3) Elektromyografi: terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan fraktur.4) Arthroscopy: didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma yang berlebihan.5) Indium Imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada tulang.6) MRI: menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur.

H. Diagnosa KeperawatanDiagnosa keperawatan adalah pernyataan yang menguraikan respon actual atau potensial klien terhadap masalah kesehatan yang perawat mempunyai izin dan berkompeten untuk mengatasinya. Respon actual dan potensial klien didapatkan dari data dasar pengkajian, tinjauan literature yang berkaitan, catatan medis klien masa lalu, dan konsultasi dengan professional lain.

Adapun diagnosa keperawatan yang mungkin timbul pada pasien fraktur menurut Marilyn E. Doengoes adalah sebagai berikut:1. Nyeri akut b/d spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera jaringan lunak, pemasangan traksi, stress/ansietas.2. Risiko disfungsi neurovaskuler perifer b/d penurunan aliran darah (cedera vaskuler, edema, pembentukan trombus)3. Gangguan pertukaran gas b/d perubahan aliran darah, emboli, perubahan membran alveolar/kapiler (interstisial, edema paru, kongesti)4. Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan rangka neuromuskuler, nyeri, terapi restriktif (imobilisasi)5. Gangguan integritas kulit b/d fraktur terbuka, pemasangan traksi (pen, kawat, sekrup)6. Risiko infeksi b/d ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit, taruma jaringan lunak, prosedur invasif/traksi tulang)7. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan b/d kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi, keterbatasan kognitif, kurang akurat/lengkapnya informasi yang ada

I. Perencanaan KeperawatanDiagnosa 1Nyeri akut b/d spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera jaringan lunak, pemasangan traksi, stress/ansietas.Tujuan : Klien mengatakan nyeri berkurang atau hilang dengan menunjukkan tindakan santai, mampu berpartisipasi dalam beraktivitas, tidur, istirahat dengan tepat, menunjukkan penggunaan keterampilan relaksasi dan aktivitas trapeutik sesuai indikasi untuk situasi individualRencana Tindakan1. Pertahankan imobilisasi bagian yang sakit dengan tirah baring, gips, bebat dan atau traksi.Rasional : Mengurangi nyeri dan mencegah malformasi.2. Tinggikan posisi ekstremitas yang terkena.Rasional : Meningkatkan aliran balik vena, mengurangi edema/nyeri.3. Lakukan dan awasi latihan gerak pasif/aktif.Rasional : Mempertahankan kekuatan otot dan meningkatkan sirkulasi vaskuler4. Lakukan tindakan untuk meningkatkan kenyamanan (masase, perubahan posisi)Rasional : Meningkatkan sirkulasi umum, menurunakan area tekanan lokal dan kelelahan otot.5. Ajarkan penggunaan teknik manajemen nyeri (latihan napas dalam, imajinasi visual, aktivitas dipersional)Rasional : Mengalihkan perhatian terhadap nyeri, meningkatkan kontrol terhadap nyeri yang mungkin berlangsung lama.6. Lakukan kompres dingin selama fase akut (24-48 jam pertama) sesuai keperluan.Rasional : Menurunkan edema dan mengurangi rasa nyeri.7. Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi.Rasional : Menurunkan nyeri melalui mekanisme penghambatan rangsang nyeri baik secara sentral maupun perifer.8. Evaluasi keluhan nyeri (skala, petunjuk verbal dan non verval, perubahan tanda-tanda vital)Rasional : Menilai perkembangan masalah klien.

Diagnosa 2Risiko disfungsi neurovaskuler perifer b/d penurunan aliran darah (cedera vaskuler, edema, pembentukan trombus)Tujuan : Klien akan menunjukkan fungsi neurovaskuler baik dengan kriteria akral hangat, tidak pucat dan syanosis, bisa bergerak secara aktifRencana Tindakan1. Dorong klien untuk secara rutin melakukan latihan menggerakkan jari/sendi distal cedera.Rasional : Meningkatkan sirkulasi darah dan mencegah kekakuan sendi.2. Hindarkan restriksi sirkulasi akibat tekanan bebat/spalk yang terlalu ketat.Rasional : Mencegah stasis vena dan sebagai petunjuk perlunya penyesuaian keketatan bebat/spalk.3. Pertahankan letak tinggi ekstremitas yang cedera kecuali ada kontraindikasi adanya sindroma kompartemen.Rasional : Meningkatkan drainase vena dan menurunkan edema kecuali pada adanya keadaan hambatan aliran arteri yang menyebabkan penurunan perfusi.4. Berikan obat antikoagulan (warfarin) bila diperlukan.Rasional : Mungkin diberikan sebagai upaya profilaktik untuk menurunkan trombus vena.5. Pantau kualitas nadi perifer, aliran kapiler, warna kulit dan kehangatan kulit distal cedera, bandingkan dengan sisi yang normal.Rasional : Mengevaluasi perkembangan masalah klien dan perlunya intervensi sesuai keadaan klien.

Diagnosa 3Gangguan pertukaran gas b/d perubahan aliran darah, emboli, perubahan membran alveolar/kapiler (interstisial, edema paru, kongesti)Tujuan : Klien akan menunjukkan kebutuhan oksigenasi terpenuhi dengan kriteria klien tidak sesak nafas, tidak cyanosis analisa gas darah dalam batas normal.

Rencana Tindakan1. Instruksikan/bantu latihan napas dalam dan latihan batuk efektif.Rasional : Meningkatkan ventilasi alveolar dan perfusi.2. Lakukan dan ajarkan perubahan posisi yang aman sesuai keadaan klien.Rasional : Reposisi meningkatkan drainase sekret dan menurunkan kongesti paru.3. Kolaborasi pemberian obat antikoagulan (warvarin, heparin) dan kortikosteroid sesuai indikasi.Rasional : Mencegah terjadinya pembekuan darah pada keadaan tromboemboli. Kortikosteroid telah menunjukkan keberhasilan untuk mencegah/mengatasi emboli lemak.4. Analisa pemeriksaan gas darah, Hb, kalsium, LED, lemak dan trombosit.Rasional : Penurunan PaO2 dan peningkatan PCO2 menunjukkan gangguan pertukaran gas; anemia, hipokalsemia, peningkatan LED dan kadar lipase, lemak darah dan penurunan trombosit sering berhubungan dengan emboli lemak.5. Evaluasi frekuensi pernapasan dan upaya bernapas, perhatikan adanya stridor, penggunaan otot aksesori pernapasan, retraksi sela iga dan sianosis sentral.Rasional : Adanya takipnea, dispnea dan perubahan mental merupakan tanda dini insufisiensi pernapasan, mungkin menunjukkan terjadinya emboli paru tahap awal.

Diagnosa 4Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan rangka neuromuskuler, nyeri, terapi restriktif (imobilisasi)Tujuan : Klien dapat meningkatkan/mempertahankan mobilitas pada tingkat paling tinggi yang mungkin dapat mempertahankan posisi fungsional meningkatkan kekuatan/fungsi yang sakit dan mengkompensasi bagian tubuh menunjukkan tekhnik yang memampukan melakukan aktivitas.Rencana Tindakan1. Pertahankan pelaksanaan aktivitas rekreasi terapeutik (radio, koran, kunjungan teman/keluarga) sesuai keadaan klien.Rasional : Memfokuskan perhatian, meningkatakan rasa kontrol diri/harga diri, membantu menurunkan isolasi sosial.2. Bantu latihan rentang gerak pasif aktif pada ekstremitas yang sakit maupun yang sehat sesuai keadaan klien.Rasional : Meningkatkan sirkulasi darah muskuloskeletal, mempertahankan tonus otot, mempertahakan gerak sendi, mencegah kontraktur/atrofi dan mencegah reabsorbsi kalsium karena imobilisasi.3. Berikan papan penyangga kaki, gulungan trokanter/tangan sesuai indikasi.Rasional : Mempertahankan posis fungsional ekstremitas.4. Bantu dan dorong perawatan diri (kebersihan/eliminasi) sesuai keadaan klien.Rasional : Meningkatkan kemandirian klien dalam perawatan diri sesuai kondisi keterbatasan klien.5. Ubah posisi secara periodik sesuai keadaan klien.Rasional : Menurunkan insiden komplikasi kulit dan pernapasan (dekubitus, atelektasis, penumonia)6. Dorong/pertahankan asupan cairan 2000-3000 ml/hari.Rasional : Mempertahankan hidrasi adekuat, men-cegah komplikasi urinarius dan konstipasi.7. Berikan diet tinggi kalori tinggi protein..Rasional : Kalori dan protein yang cukup diperlukan untuk proses penyembuhan dan mem-pertahankan fungsi fisiologis tubuh.8. Kolaborasi pelaksanaan fisioterapi sesuai indikasi.Rasional : Kerjasama dengan fisioterapis perlu untuk menyusun program aktivitas fisik secara individual.9. Evaluasi kemampuan mobilisasi klien dan program imobilisasi.Rasional : Menilai perkembangan masalah klien.

Diagnosa 5Gangguan integritas kulit b/d fraktur terbuka, pemasangan traksi (pen, kawat, sekrup)Tujuan : Klien menyatakan ketidaknyamanan hilang, menunjukkan perilaku tekhnik untuk mencegah kerusakan kulit/memudahkan penyembuhan sesuai indikasi, mencapai penyembuhan luka sesuai waktu/penyembuhan lesi terjadiRencana Tindakan1. Pertahankan tempat tidur yang nyaman dan aman (kering, bersih, alat tenun kencang, bantalan bawah siku, tumit).Rasional : Menurunkan risiko kerusakan/abrasi kulit yang lebih luas.2. Masase kulit terutama daerah penonjolan tulang dan area distal bebat/gips.Rasional : Meningkatkan sirkulasi perifer dan meningkatkan kelemasan kulit dan otot terhadap tekanan yang relatif konstan pada imobilisasi.3. Lindungi kulit dan gips pada daerah perianal.Rasional : Mencegah gangguan integritas kulit dan jaringan akibat kontaminasi fekal.4. Observasi keadaan kulit, penekanan gips/bebat terhadap kulit, insersi pen/traksi.Rasional : Menilai perkembangan masalah klien.

Diagnosa 6Risiko infeksi b/d ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit, taruma jaringan lunak, prosedur invasif/traksi tulangTujuan : Klien mencapai penyembuhan luka sesuai waktu, bebas drainase purulen atau eritema dan demam.Rencana Tindakan1. Lakukan perawatan pen steril dan perawatan luka sesuai protocol.Rasional : Mencegah infeksi sekunderdan mempercepat penyembuhan luka.2. Kolaborasi pemberian antibiotika dan toksoid tetanus sesuai indikasi.Rasional : Antibiotika spektrum luas atau spesifik dapat digunakan secara profilaksis, mencegah atau mengatasi infeksi. Toksoid tetanus untuk mencegah infeksi tetanus.3. Analisa hasil pemeriksaan laboratorium (Hitung darah lengkap, LED, Kultur dan sensitivitas luka/serum/tulang)Rasional : Leukositosis biasanya terjadi pada proses infeksi, anemia dan peningkatan LED dapat terjadi pada osteomielitis. Kultur untuk mengidentifikasi organisme penyebab infeksi.4. Observasi tanda-tanda vital dan tanda-tanda peradangan lokal pada luka.Rasional : Mengevaluasi perkembangan masalah klien.

Diagnosa 7Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan b/d kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi, keterbatasan kognitif, kurang akurat/lengkapnya informasi yang ada.Tujuan : klien akan menunjukkan pengetahuan meningkat dengan kriteria klien mengerti dan memahami tentang penyakitnya.Rencana Tindakan1. Kaji kesiapan klien mengikuti program pembelajaran.Rasional : Efektivitas proses pemeblajaran dipengaruhi oleh kesiapan fisik dan mental klien untuk mengikuti program pembelajaran.2. Diskusikan metode mobilitas dan ambulasi sesuai program terapi fisik.Rasional : Meningkatkan partisipasi dan kemandirian klien dalam perencanaan dan pelaksanaan program terapi fisik.3. Ajarkan tanda/gejala klinis yang memerlukan evaluasi medik (nyeri berat, demam, perubahan sensasi kulit distal cedera)Rasional : Meningkatkan kewaspadaan klien untuk mengenali tanda/gejala dini yang memerulukan intervensi lebih lanjut.4. Persiapkan klien untuk mengikuti terapi pembedahan bila diperlukan.Rasional : Upaya pembedahan mungkin diperlukan untuk mengatasi masalah sesuai kondisi klien.

J. Pelaksanaan KeperawatanPelaksanaan keperawatan merupakan tahap ke empat dari proses keperawatan, dimana rencana perawatan dilaksanakan pada tahap ini perawat siap untuk menjelaskan dan melaksanakan intervensi dan aktifitas yang telah dicatat dalam rencana keperawatan klien, agar implementasi perencanaan ini tepat waktu dan efektif terhadap biaya, perlu mengidentifikasi prioritas perawatan klien. Kemudian bila telah dilaksanakan, memantau dan mencatat respon pasien terhadap setiap intervensi dan mendokumentasikannya informasi ini kepada penyediaan perawatan kesehatan keluarga. ( Doengoes, 2002; hal. 105 )

Pelaksanaan keperawatan merupakan tindakan keperawatan yang dilaksanakan untuk mencapai tujuan pada rencana tindakan keperawatan yang telah disusun. Prinsip dalam memberikan tindakan kepeerawatan menggunakan komunikasi terapeutik serta penjelasan setiap tindakan yang diberikan pada pasien. Pendekatan yang digunakan adalah independent, dependen dan interdependen.1. Secara mandiri (independen)Adalah tindakan yang diprakarsai sendiri oleh perawat untuk membantu pasien dalam mengatasi masalahnya atau menanggapi rekasi karena adanya stressor (penyakit), misalnya :a. Membantu klien dalam melakukan kegiatan sehari-hari.b. Melakukan perawatan kulit untuk mencegah dekubitus.c. Memberikan dorongan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya secara wajar.d. Menciptakan lingkungan terapeutik.2. Saling ketergantungan /kolaborasi (interdependen)Adalah tindakan keperawatan atas dasar kerjasama sesama tim perawatan atau kesehatan lainnya seperti dokter, fisioterapi, analisis kesehatan, dll.3. Rujukan / ketergantunganAdalah tindakan keperawatan atas dasar rujukan dari profesi lain diantaranya dokter, psikologis, psikiater, ahli gizi, fisioterapi, dsb. Pada penatalaksanaannya tindakan keperawatan dilakukan secara :a. Langsung : ditangani sendiri oleh perawatb. Delegasi : diserahkan kepada orang lain/perawat lain yang dapat dipercaya.Apabila tujuan, hasil dan intervensi telah diidentifikasi, perawat siap untuk melakukan aktivitas pencatatan pada rencana perawatan klien. Dalam mengaplikasikan rencana kedalam tindakan dan penggunaan biaya secara efektif serta pemberian perawatan tersebut. Dalam menentukan prioritas saat ini, perawat meninjau ulang sumber sumber sambil berkonsultasi dan mempertimbangkan keinginan klien. ( Doengoes E. Marillyn, Rencana Askep, hal. 21 )K. Evaluasi KeperawatanMeskipun proses keperawatan mempunyai tahap-tahap, namun evaluasi berlangsung terus menerus sepanjang pelaksanaan proses keperawatan. Tahap evaluasi merupakan perbandingan yang sistematik dan terencana tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan berkesinambungan dengan melibatkan klien dan tenaga kesehatan lainnya. Evaluasi dalam keperawatan merupakan kegiatan dalam menilai tindakan keperawatan yang telah ditentukan, untuk mengetahui pemenuhan kebutuhan klien secara optimal dan mengukur hasil dari proses keperawatan.

Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan. Langkah dari evaluasi proses keperawatan adalah mengukur respon klien terhadap tindakan keperawatan dan kemajuan klien kearah pencapaian tujuan. Perawat mengevaluasi apakah perilaku atau respon klien mencerminkan suatu kemunduran atau kemajuan dalam diagnosa keperawatan atau pemeliharaan status yang sehat. Selama evaluasi, perawat memutuskan apakah langkah proses keperawatan sebelumnya telah efektif dengan menelaah respon klien dan membandingkannya dengan perilaku yang disebutkan dalam hasil yang diharapkan.

Perawat menggunakan berbagai kemampuan dalam memutuskan efektif atau tidaknya pelayanan keperawatan yang diberikan. Untuk memutuskan hal tersebut dalam melakukan evaluasi seorang perawat harus mempunyai pengetahuan tentang standar pelayanan, respon klien yang normal, dan konsep model teori keperawatan.Dalam melakukan proses evaluasi, ada beberapa kegiatan yang harus diikuti oleh perawat, antara lain: mengkaji ulang tujuan klien dan kriteria hasil yang telah ditetapkan, mengumpulkan data yang berhubungan dengan hasil yang diharapkan, mengukur pencapaian tujuan, mencatat keputusan atau hasil pengukuran pencapaian tujuan, dan melakukan revisi atau modifikasi terhadap rencana keperawatan bila perlu. Evaluasi terbagi menjadi tiga jenis, yaitu:1. Evaluasi proses. Evaluasi proses berfokus pada penampilan kerja perawat dan apakah perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan merasa cocok, tanpa tekanan, dan sesuai wewenang. Area yang menjadi perhatian pada evaluasi proses mencakup jenis informasi yang didapat pada saat wawancara dan pemeriksaan fisik, validasi dari perumusan diagnosa keperawatan, dan kemampuan tehnikal perawat.2. Evaluasi hasil. Evaluasi hasil berfokus pada respons dan fungsi klien. Respons prilaku klien merupakan pengaruh dari intervensi keperawatan dan akan terlihat pada pencapaian tujuan dan kriteria hasil.Untuk penentuan masalah teratasi, teratasi sebahagian, atau tidak teratasi adalah dengan cara membandingkan antara SOAP dengan tujuan dan kriteria hasil yang telah ditetapkan. Subjective adalah informasi berupa ungkapan yang didapat dari klien setelah tindakan diberikan. Objective adalah informasi yang didapat berupa hasil pengamatan, penilaian, pengukuran yang dilakukan oleh perawat setelah tindakan dilakukan. Analisis adalah membandingkan antara informasi subjective dan objective dengan tujuan dan kriteria hasil, kemudian diambil kesimpulan bahwa masalah teratasi, teratasi sebahagian, atau tidak teratasi. Planning adalah rencana keperawatan lanjutan yang akan dilakukan berdasarkan hasil analisa.Evaluasi adalah stadium pada proses keperawatan dimana taraf keberhasilan dalam pencapaian tujuan keperawatan dinilai dan kebutuhan untuk memodifikasi tujuan atau intervensi keperawatan ditetapkan (Brooker, 2001). Evaluasi yang diharapkan pada pasien dengan post operasi fraktur adalah :1. Nyeri dapat berkurang atau hilang setelah dilakukan tindakan keperawatan.2. Fungsi neurovaskuler baik3. Kebutuhan oksigenasi terpenuhi.4. Klien dapat meningkatkan/mempertahankan mobilitas pada tingkat paling tinggi.5. Kerusakan kulit tidak terjadi dan ketidaknyamanan menghilang6. Penyembuhan luka sesuai waktu7. Klien menunjukkan pengetahuan bertambah.

BAB IIITINJAUAN KASUS

Dalam bab ini penulis akan menguraikan tentang Asuhan Keperawatan pada klien Tn. S dengan diagnosa Fraktur Femur Sinistra Post Pemasangan Plate di Ruang Mahoni II Rumah Sakit Pusat Kepolisian Raden Said Sukanto. Study kasus ini diambil 3 hari mulai dari tanggal 14 Juli 2010 sampai dengan tanggal 16 Juli 2010.

Berikut adalah Asuhan Keperawatan yang penulis lakukan sesuai dengan tahap-tahap proses keperawatan yang meliputi tahap pengkajian, diagnosa keperawatan, perencaaan keperawatan, implementasi, dan evaluasi keperawatan.

A. Pengkajian KeperawatanPengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan yang bertujuan untuk mengumpulkan data klien. Dalam pengkajian penulis mendapatkan data dari klien, perawat ruangan, catatan medis, dan tim medis lainnya dengan melakukan wawancara dan observasi kesehatan. Adapun hal dari pengkajian adalah sebagai berikut :1. Identitas KlienKlien adalah seorang laki-laki berinisial Tn. S berusia 42 tahun, status perkawinan adalah menikah, berasal dari suku Jawa dengan alamat Jalan Hanapi 18 Rt 01 Rw 03 Cipinang Jakarta Timur. Klien beragama islam. Klien bekerja sebagai seorang wiraswasta. Klien di rawat di Rumah Sakit Pusat Kepolisian Raden Said Sukanto Jakarta di Ruang Mahoni II pada tanggal 01 Juli 2010 dengan nomor register 52 95 63 dan diagnose medis Fraktur Femur Sinistra.

2. ResumeKlien tiba di ruang Mahoni II Rumah Sakit Pusat Kepolisian Raden Said Sukanto Jakarta pada tanggal 01 Juli 2010 pukul 10.00 WIB. Klien merupakan seorang pria berinisial Tn. S berusia 42 tahun dengan diagnose medis fraktur femur sinistra.Keadaan umum sakit sedang, kesadaran composmentis. Observasi tanda-tanda vital tekanan darah 120/90 mmHg nadi 84 x/menit pernafasan 20 x/menit suhu 36C.

2. ResumeKlien tiba di ruang Mahoni II Rumah Sakit Pusat Kepolisian Raden Said Sukanto Jakarta pada tanggal 01 Juli 2010 pukul 10.00 WIB. Klien merupakan seorang pria berinisial Tn. S berusia 42 tahun dengan diagnose medis fraktur femur sinistra yang disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas.

Keadaan umum sakit sedang, kesadaran composmentis. Observasi tanda-tanda vital tekanan darah 120/90 mmHg nadi 84 x/menit pernafasan 20 x/menit suhu 36C.

Pada tanggal 06 Juli 2010 pasien dilakukan operasi pukul 09.00 WIB pemasangan plate pada fraktur femur sinistra, jenis anestesi spinal. Nama operasi reposisi dan pemasangan plate dan srew. Persiapan operasi puasa mulai pukul 00.00 WIB, mengisi inform concent, cukur bulu pubis, observasi keadaan umum, dan observasi tanda-tanda vital. Td : 120/80 mmHg, nadi : 80 x/menit, pernapasan : 20 x/menit, suhu : 36C. klien diberikan penjelasan oleh dokter dan perawat mengenai penyakit dan operasi klien.

Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 07 juli 2010 Hemoglobin : 13,4 g/dl, Hematokrit 41%, leukosit 6.100/ul, dan Trombosit 300.000/ul. Klien mendapatkan therapy injeksi Ketorolac 3 x 1amp/IV, Cefadroxil 3 x 500mg, diit : makan biasa.

Masalah keperawatan yang timbul adalah gangguan rasa nyeri, intoleransi aktivitas, dan resiko infeksi. Tindakan keperawatan yang telah dilakukan secara mandiri yaitu melakukan observasi tanda-tanda vital, membantu klien dalam beraktivitas, mengkaji tanda-tanda infeksi. Tindakan keperawatan kolaboratif yaitu memberikan terapi analgetik dan antibiotic.

Evaluasi keperawatan untuk gangguan rasa nyaman nyeri belum teratasi. Untuk resiko infeksi, tidak ditemukan tanda-tanda infeksi, dan intoleransi aktivitas belum teratasi.

3. Riwayat Keperawatana. Riwayat kesehatan sekarangKeluhan utama : Klien mengeluh nyeri pada luka post op, kualitas nyeri seperti berdenyut, intensitas hilang timbul, karakteristik nyeri setempat, nyeri timbul pada saat klien melakukan pergerakan atau perubahan posisi dan akan berkurang jika klien beristirahat.b. Riwayat kesehatan masa laluKlien mengatakan sebelumnya tidak pernah di rawat di rumah sakit, klien mengatakan tidak mempunyai riwayat alergi obat, makanan, binatang,maupun lingkungan. Klien juga tidak mengkonsumsi obat-obatan.c. Riwayat kesehatan keluarga

Keterangan := meninggal= perempuan= laki-laki----------- = tinggal dalam satu rumah= klien= hubungan pernikahan= hubungan persaudaraanDari genogram dan riwayat kesehatan keluarga dapat disimpulkan bahwa klien tidak mempunyai riwayat penyakit yang dapat menjadi factor resiko terjadinya fraktur femur sinistra.d. Riwayat psikososial dan spiritualKlien mengatakan orang paling dekat dengan dirinya selama di rumah sakit adalah anak-anaknya, interaksi dalam keluarga baik, pola komunikasi klien dalam keluarga baik, pembuat keputusan adalah dirinya sendiri, kegiatan kemasyarakatan yang diikuti adalah mengaji.

Dampak penyakit klien terhadap keluarga adalah keluarga menjadi khawatir terhadap kondisi klien, masalah yang mempengaruhi klien saat ini adalah aktivitas klien terbatas. Hal yang sangat dipikirkan saat ini adalah klien ingin cepat sembuh dari sakitnya. Harapan setelah menjalani perawatan adalah klien dapat melakukan aktivitas seperti semula. Perubahan yang dirasakan setelah jatuh sakit adalah klien mengalami keterbatasan dalam beraktivitas. Klien tidak mempunyai nilai-nilai yang bertentangan dengan kesehatan, saat ini aktivitas keagamaan yang dilakukan adalah berdoa. Kondisi lingkungan rumah baik dan tidak mempengaruhi kesehatan saat ini.

e. Pola kebiasaan sehari-hari sebelum sakit1) Pola nutrisiKlien tidak ada masalah dengan pola makan. Frekuensi makan 3x/hari, nafsu makan baik, jumlah yang dihabiskan adalah 1 porsi, tidak ada makanan yang membuat alergi atau makanan yang tidak di sukai serta tidak ada makanan pantangan, diit makan di rumah yaitu makan biasa. Tidak ada penggunaan obat-obatan sebelum makan, dan tidak ada penggunaan alat bantu NGT.2) Pola eliminasiKlien buang air kecil (BAK) sebanyak 6-7 x/hari, warna kuning jernih, tidak ada keluhan saat BAK, tidak ada penggunaan alat bantu kateter. Klien buang air besar (BAB) 1 x/hari dengan waktu yg tidak tentu, berwarna kuning kecokelatan, bau khas feces, konsistensi padat, dan klien tidak pernah menggunaan obat-obatan laksatif.3) Pola personal hygieneKlien mandi 2 x/hari dengan menggunakan sabun mandi pada waktu pagi dan sore hari, oral hygiene (sikat gigi) 2x/hari dengan menggunakan pasta gigi pada waktu pagi dan sore hari, mencuci rambut 3x/minggu dengan menggunakan shampoo.4) Pola istirahat dan tidurKlien tidur siang + 2 jam / hari, tidur malam + 7 jam / hari, klien biasa berdoa sebelum tidur.5) Pola aktivitas dan latihanKlien bekerja dari pagi sampai sore, klien tidak pernah berolahraga dan tidak ada keluhan dalam beraktivitas.6) Kebiasaan yang mempengaruhi kesehatanKlien mengatakan tidak mempunyai kebiasaan merokok dan minum - minuman keras / NAPZA.

f. Pola kebiasaan di rumah sakit1) Pola nutrisiKlien tidak ada masalah dengan pola makan. Frekunsi makan 3x/hari, nafsu makan baik, jumlah yang dihabiskan adalah 1 porsi, tidak ada makanan yang membuat alergi atau makanan yang tidak di sukai serta tidak ada makanan pantangan, diit makan di rumah yaitu makan biasa. Tidak ada penggunaan obat-obatan sebelum makan, dan tidak ada penggunaan alat bantu NGT.2) Pola eliminasiKlien buang air kecil (BAK) sebanyak 6-7 x/hari, warna kuning jernih, tidak ada keluhan saat BAK, tidak ada penggunaan alat bantu kateter. Klien buang air besar (BAB) 1 x/hari dengan waktu yg tidak tentu, berwarna kuning kecokelatan, bau khas feces, konsistensi padat, klien tidak pernah menggunaan obat-obatan laksatif.3) Pola personal hygieneKlien mandi 1x/hari pada pagi hari, oral hygine dilakukan pada pagi hari.4) Pola istirahat dan tidurKlien tidur + 10 jam /hari, tidur siang 3 jam /hari, tidur malam 7 jam /hari, klien mempunyai kebiasaan berdoa sebelum tidur.5) Pola aktivitas dan latihanKlien tidak dapat beraktivitas secara mandiri, aktivitas klien di bantu oleh perawat. Klien mengatakan nyeri pada luka post op jika melakukan pergerakan.

4. Pengkajian Fisika. Pemeriksaan fisik umumBerat badan sebelum sakit 54 kg, berat badan setelah sakit 54 kg, tinggi badan 165 cm, tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 80x /menit, frekuensi nafas 20x /menit, suhu tubuh 360Cb. Sistem penglihatanSisi mata tampak simetris baik kiri maupun kanan, kelopak mata normal, pergerakan bola mata normal, konjungtiva merah muda, kornea normal tidak keruh/berkabut dan tidak terdapat perdarahan, sklera anikterik, pupil isokor, otot-otot mata tidak ada kelainan, fungsi penglihatan baik, tidak terdapat tanda-tanda radang, klien menggunakan kacamata, tidak memakai lensa kontak, reaksi terhadap cahaya baik.c. Sistem pendengaranDaun telinga normal, kondisi telinga tengah normal, tidak terlihat adanya cairan yang keluar dari telinga dan tidak ada perasaan penuh pada telinga, klien tidak mengalami tinnitus, fungsi pendengaran baik, klien tidak menggunakan alat bantu pendengaran.d. Sistem WicaraKlien tidak mengalami gangguan wicara, klien dapat mengucapkan kata-kata dengan jelas.e. Sistem PernapasanPada jalan napas bersih, tidak ada sesak dan klien tidak menggunakan alat bantu pernapasan, frekuensi nafas 20x /menit, irama nafas teratur, jenis pernafasan spontan, klien tidak batuk dan tidak terdapat sputum, suara nafas normal/vesikuler, dan tidak ada nyeri saat bernafas.

f. Sistem KardiovaskulerNadi 80x /menit, irama teratur dengan denyut kuat, tekanan darah 130/90 mmHg, tidak terjadi distensi vena jugularis baik kanan maupun kiri, temperatur kulit hangat, warna kulit kemerahan, pengisian kapiler 2 detik, tidak terdapat edema, kecepatan denyut apical 84 x/menit, irama teratur, tidak terdengar adanya kelainan pada bunyi jantung dan tidak sakit dada.g. Sistem HematologiKlien tidak terlihat pucat dan tidak ada perdarahan.h. Sistem Saraf PusatKlien mengatakan tidak pusing, tingkat kesadaran composmentis, GCS E4 M6 V5, tidak terjadi tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial (seperti muntah proyektil, nyeri kepala hebat, papil edema), klien tidak mengalami gangguan sistem persarafan.i. Sistem PencernaanKlien tidak menggunakan gigi palsu, tidak terdapat carries, tidak tampak stomatitis, lidah tidak kotor, salifa normal, klien mengatakan tidak nyeri perut, bising usus belum ada karena masih dalam pengaruh anastesi, klien tidak megalami diare dan konstipasi, tidak teraba pembesaran hepar, dan abdomen tidak kembung.j. Sistem EndokrinTidak terdapat pembesaran kelenjar tiroid, nafas tidak berbau keton, tidak terdapat luka ganggren.k. Sistem UrogenitalIntake 2600 cc/24 jam, output 2400 cc/24 jam dan balance cairan 200 cc, tidak ada perubahan pola kemih, BAK warna kuning jernih, tidak terdapat distensi kandung kemih, dan tidak ada keluhan sakit pinggang.l. Sistem IntegumentTurgor kulit baik, temperatur kulit hangat, warna kulit kemerahan, keadaan kulit baik, terdapat insisi operasi lokasi di paha sebelah kiri,dengan panjang luka 15cm, kondisi luka tertutup elastic verband. Tidak ada perdarahan pada luka dan tidak ada pembengkakan. Tidak ada kelainan kulit, keadaan rambut : tekstur rambut baik dan bersih.

m. Sistem MusculoskeletalKlien mengalami kesulitan dalam pergerakan karena jika melakukan pergerakan akan terasa nyeri pada luka post op pemasangan plate, terdapat fraktur dengan lokasi femur.5 5 5 5 5 5 5 55 5 5 5 4 4 4 4

5. Data tambahan (pemahaman tentang penyakit)Klien mengerti tentang penyakitnya yaitu klien dapat menyebutkan penyebab, tanda dan gejala yang timbul, persiapan yang harus dilakukan sebelum operasi, dan alasan mengapa harus dilakukan tindakan pembedahan.

6. Data penunjangData penunjang yang terdapat pada klien yaitu hasil pemeriksaan rontgen pada tanggal 01 Juli 2010 :Hasil : tampak fraktur femur sebelah kiriHasil rontgen tanggal 06 Juli 2010 yaitu tampak terpasang plate dan srew di femur sinistra.

7. PenatalaksanaanPenatalaksanaan medis yang terdapat pada klien yaitu : Cefadroxil 3 x 500mg/oral, Ketorolac 3 x 10mg/oral, dan diit makan biasa.

8. Data FokusData fokus terdiri dari data subyektif dan data obyektif. Data fokus yang terdapat pada klien adalah sebagai berikut :a. Data SubyektifKlien mengeluh nyeri pada luka post op, kualitas nyeri seperti berdenyut, intensitas hilang timbul, karakteristik nyeri setempat, nyeri timbul pada saat klien melakukan pergerakan atau perubahan posisi dan akan berkurang jika klien beristirahat. Klien mengatakan sulit untuk beraktivitas.

b. Data ObyektifKeadaan umum sakit sedang, kesadaran composmentis, hasil observasi tanda-tanda vital Td : 120/80 mmHg, Nd : 80 x/menit, Rr : 20 x/menit, Sh : 360C. Terlihat luka post op dengan panjang + 15 cm di paha sebelah kiri, luka bersih tertutup elastic verband, tidak ada perdarahan, tidak ada pembengkakan. Skala nyeri 4. Tampak aktivitas klien dibantu oleh perawat, mobilisasi bertahap, tampak terdapat luka pada jari-jari kaki sebelah kiri. Hasil rontgent tanggal 06 Juli 2010, tampak terpasang plate dan screw, therapy Cefadroxil 3 x 500mg/oral, ketorolac 3 x 10mg/oral.

9. Analisa DataBerdasarkan data yang terkumpul pada tanggal 14 Juli 2010 maka penulis mengelompokkan analisa data sebagai berikut :No Data Masalah Etiologi1. Data Subyektifa. Klien mengeluh nyeri pada luka daerah pemasangan plate dan screw, kualitas nyeri seperti berdenyut, intensitas hilang timbul, karakteristik nyeri setempat, skala nyeri 4, nyeri timbul pada saat klien melakukan pergerakan atau perubahan posisi dan akan berkurang jika klien beristirahat.Data Obyektifa. Observasi tanda-tanda vital Td : 120/80 mmHg, Nd : 80 x/menit, Rr : 20 x/menit, Sh : 360C.b. Tampak klien menahan rasa sakit saat beraktivitas.c. Tampak luka insisi bedah pada femur sinistra, dengan kondisi tertutup elastic verband.d. Tampak luka pada batang femur sinistra dengan kondisi luka basah dan masih mengeluarkan darah.e. Tampak terdapat luka pada jari-jari kaki kiri, dengan kondisi luka tertutup kassa steril. Gangguan rasa nyaman nyeri Terputusnya kontinuitas jaringan2. Data Subyektifa. Klien mengatakan sulit untuk beraktivitasData Obyektifa. Tampak aktivitas klien dibantu oleh perawat.b. Hasil rontgen tanggal 06 Juli 2010, tampak terpasang plate pada femur sinistra Gangguan mobilitas fisik Kerusakan rangka neuromuskuler3. Data Subyektif : -----Data Obyektifa. Tampak luka pada batang femur sinistra kondisi luka basah dan masih berdarah saat dilakukan perawatan luka Gangguan integritas kulit Insisi bedah4. Data Subyektif : -------Data Obyektifa. Tampak luka post op sepanjang 15cm, kondisi luka tertutup elastic verband Resiko terjadinya infeksi Masuknya mikroorganisme pathogen akibat tindakan invasive (pemasangan plate)

B. Diagnosa KeperawatanSetelah data terkumpul dan di analisa, maka dapat dirumuskan beberapa diagnose keperawatan, adapun diagnosa keperawatan tersebut disusun berdasarkan hirarki maslows adalah sebagai berikut :1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan.2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan rangka neuromuskuler.3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan insisi bedah.4. Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan masunya mikroorganisme pathogen akibat tindakan invasive ( pemasangan plate ).

C. Perencanaan, Pelaksanaan, dan Evaluasi KeperawatanDiagnosa 1Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan ditandai denganData Subyektif : Klien mengeluh nyeri pada luka terpasangnya plate dan screw, kualitas nyeri seperti berdenyut, intensitas terus menerus, karakteristik nyeri setempat, skala nyeri 4, nyeri timbul pada saat klien melakukan pergerakan atau perubahan posisi dan akan berkurang jika klien beristirahat.Data Obyektif : Tampak klien menahan rasa sakit saat beraktivitas, observasi tanda-tanda vital Td : 130/90 mmHg, Nd : 80 x/menit, Rr : 20 x/menit, Sh : 360C. Tampak luka insisi bedah pada femur sinistra, dengan kondisi tertutup elastic verband, Tampak luka pada batang femur sinistra dengan kondisi luka basah dan berdarah. Tampak terdapat luka pada jari-jari kaki kiri, dengan kondisi luka tertutup kassa steril.Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan gangguan rasa nyaman nyeri teratasi/berkurangKriteria hasil : Klien melaporkan rasa nyeri yang berkurang, tanda-tanda vital dalam batas normal (Td : 120/80 mmHg, Nd : 80-100 x/menit, Rr : 18-24 x/menit, Sh : 36-370C), tampak ekspresi wajah rileks, skala nyeri 0-1.

Rencana tindakan1. Tinggikan posisi ekstremitas yang terkena.2. Lakukan dan awasi latihan gerak pasif/aktif.3. Ajarkan penggunaan teknik manajemen nyeri (latihan napas dalam, imajinasi visual, aktivitas dipersional)4. Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi.5. Evaluasi keluhan nyeri (skala, petunjuk verbal dan non verbal, perubahan tanda-tanda vital)

Pelaksanaan KeperawatanTanggal 14 Juli 2010Pukul 07.30 WIB melakukan observasi tanda-tanda vital Td : 130/90 mmHg, Nd : 80 x/menit, Rr : 20 x/menit, Sh : 360C. Pukul 08.20 WIB mengkaji keluhan nyeri, hasil : klien mengeluh nyeri pada luka post op, kualitas nyeri seperti berdenyut, intensitas hilang timbul, karakteristik nyeri setempat, nyeri timbul pada saat klien melakukan pergerakan atau perubahan posisi dan akan berkurang jika klien beristirahat. Pukul 10.00 WIB melakukan kolaborasi dengan fisioterapi. Hasil : klien melakukan latihan gerak pasif. Pukul 11.30 WIB menganjurkan teknik relaksasi untuk mengurangi nyeri, hasil : klien mengerti dan akan melakukannya. Pukul 12.00 WIB memberikan terapi oral ketorolac 10mg, hasil : obat masuk sesuai program melalui oral. Pukul 13.00 WIB meninggikan posisi ekstremitas yang terkena. Hasil : posisi ekstremitas yang terkena lebih tinggi. Pukul 20.00 WIB memberikan terapi oral ketorolac 10mg, hasil : obat masuk sesuai program melalui oral.

Evaluasi KeperawatanTanggal 15 Juli 2010Subyektif : Klien mengatakan nyeri pada daerah post operasi, intensitas nyeri hilang timbul, kualitas nyeri sedang, karakteristik nyeri berdenyut, skala nyeri 4, klien mengatakan nyeri baru hilang jika klien beristirahat.Obyektif : Observasi tanda-tanda vital tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 80 x/menit, pernafasan 20 x/menit, suhu 36C, tampak klien menahan sakit saat beraktivitas. Tampak luka insisi bedah pada femur sinistra, dengan kondisi tertutup elastic verband, Tampak luka pada batang femur sinistra dengan kondisi luka basah dan berdarah. Tampak terdapat luka pada jari-jari kaki kiri, dengan kondisi luka tertutup kassa steril.Analisa : Masalah gangguan rasa nyaman nyeri belum teratasi, tujuan keperawatan belum tercapai.Planning : Tindakan keperawatan dilanjutkan.Rencana Tindakan1. Tinggikan posisi ekstremitas yang terkena.2. Lakukan dan awasi latihan gerak pasif/aktif.3. Ajarkan penggunaan teknik manajemen nyeri (latihan napas dalam, imajinasi visual, aktivitas dipersional)4. Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi.5. Evaluasi keluhan nyeri (skala, petunjuk verbal dan non verval, perubahan tanda-tanda vital)

Pelaksanaan KeperawatanTanggal 15 Juli 2010Pukul 04.00 WIB memberikan terapi Ketorolac 10mg/oral, hasil : obat masuk sesuai program melalui oral. Pukul 07.00 WIB melakukan observasi tanda-tanda vital tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 80 x/menit, pernafasan 20 x/menit, suhu 36C. Pukul 08.00 WIB mengkaji keluhan nyeri, hasil : klien mengeluh nyeri pada luka post op, kualitas nyeri seperti berdenyut, intensitas hilang timbul, karakteristik nyeri setempat, nyeri timbul pada saat klien melakukan pergerakan atau perubahan posisi dan akan berkurang jika klien beristirahat. Pukul 10.00 WIB melakukan kolaborasi dengan fisioterapi. Hasil : klien melakukan latihan gerak pasif.Pukul 12.00 WIB memberikan terapi Ketorolac 10mg/oral, hasil : obat masuk sesuai program melalui oral. Pukul 20.00 WIB memberikan terapi Ketorolac 10mg/oral, hasil : obat masuk sesuai program melalui oral.

Evaluasi KeperawatanTanggal 16 Juli 2010Subyektif : Klien mengatakan nyeri pada daerah post operasi, intensitas nyeri hilang timbul, kualitas nyeri sedang, karakteristik nyeri berdenyut, klien mengatakan nyeri baru hilang jika klien beristirahat dan jika diberi obat analgetik.Obyektif : Observasi tanda-tanda vital tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 80 x/menit, pernafasan 20 x/menit, suhu 36C. Tampak luka insisi bedah pada femur sinistra, dengan kondisi tertutup elastic verband, Tampak luka pada batang femur sinistra dengan kondisi luka basah dan berdarah. Tampak terdapat luka pada jari-jari kaki kiri, dengan kondisi luka tertutup kassa steril.Analisa : Masalah gangguan rasa nyaman nyeri belum teratasi, tujuan keperawatan belum tercapai.Planning : Tindakan keperawatan dilanjutkan.Rencana Tindakan1. Tinggikan posisi ekstremitas yang terkena.2. Lakukan dan awasi latihan gerak pasif/aktif.3. Ajarkan penggunaan teknik manajemen nyeri (latihan napas dalam, imajinasi visual, aktivitas dipersional)4. Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi.5. Evaluasi keluhan nyeri (skala, petunjuk verbal dan non verval, perubahan tanda-tanda vital)

Pelaksanaan KeperawatanTanggal 16 Juni 2010Pukul 04.00 WIB memberikan terapi Ketorolac 10mg/oral, hasil : obat masuk sesuai program melalui oral. Pukul 07.00 melakukan observasi tanda-tanda vital, hasil tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 74 x/menit, pernafasan 20 x/menit, suhu 36C. Pukul 10.00 WIB melakukan kolaborasi dengan fisioterapi. Hasil : klien melakukan latihan gerak pasif.Pukul 12.00 WIB memberikan terapi Ketorolac 10mg/oral,hasil : obat masuk sesuai program melalui oral. Pukul 13.00 WIB mengkaji keluhan nyeri, hasil : klien mengatakan nyeri pada luka post op sudah berkurang, skala nyeri 4. Pukul 20.00 WIB memberikan terapi Ketorolac 10mg/oral, hasil : obat masuk sesuai program melalui oral.

Evaluasi KeperawatanTanggal 16 Juli 2010 Pukul 20.15 WIBSubyektif : Klien mengatakan nyeri pada daerah post operasi, intensitas nyeri hilang timbul, kualitas nyeri sedang, karakteristik nyeri berdenyut, skala nyeri 4, klien mengatakan nyeri baru hilang jika klien beristirahat.Obyektif : Observasi tanda-tanda vital, hasil tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 74 x/menit, pernafasan 20 x/menit, suhu 36C. Tampak luka insisi bedah pada femur sinistra, dengan kondisi tertutup elastic verband, Tampak luka pada batang femur sinistra dengan kondisi luka basah dan berdarah. Tampak terdapat luka pada jari-jari kaki kiri, dengan kondisi luka tertutup kassa steril.Analisa : Masalah gangguan rasa nyaman nyeri belum teratasi, tujuan belum tercapai.Planning : Tindakan keperawatan dilanjutkan.Rencana Tindakan1. Tinggikan posisi ekstremitas yang terkena.2. Lakukan dan awasi latihan gerak pasif/aktif.3. Ajarkan penggunaan teknik manajemen nyeri (latihan napas dalam, imajinasi visual, aktivitas dipersional)4. Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi.5. Evaluasi keluhan nyeri (skala, petunjuk verbal dan non verval, perubahan tanda-tanda vital)

Diagnosa 2Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan rangka neuromuskuler ditandai denganData Subyektif : Klien mengatakan sulit untuk beraktivitas.Data Obyektif : Tampak aktivitas dibantu oleh perawat, hasil rontgen tanggal 06 Juli 2010, tampak terpasang plate pada femur sinistra.Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan gangguan mobilitas fisik teratasi.Kriteria hasil : Klien dapat beraktivitas dengan bantuan minimal/mandiri, mobilisasi pasca operasi baik.Rencana tindakan1. Pertahankan pelaksanaan aktivitas rekreasi terapeutik (radio, koran, kunjungan teman/keluarga) sesuai keadaan klien.2. Bantu latihan rentang gerak pasif aktif pada ekstremitas yang sakit maupun yang sehat sesuai keadaan klien.3. Berikan papan penyangga kaki, gulungan trokanter/tangan sesuai indikasi.4. Bantu dan dorong perawatan diri (kebersihan/eliminasi) sesuai keadaan klien.5. Dorong/pertahankan asupan cairan 2000-3000 ml/hari.6. Berikan diit tinggi kalori tinggi protein.7. Kolaborasi pelaksanaan fisioterapi sesuai indikasi.8. Evaluasi kemampuan mobilisasi klien dan program imobilisasi.

Pelaksanaan KeperawatanTanggal 14 Juli 2010Pukul 07.00 WIB memberikan papan penyangga kaki. Hasil : Pukul 09.00 WIB membantu klien BAK. Hasil : klien dapat memenuhi kebutuhan eliminasi urine dengan bantuan. Pukul 10.00 WIB melakukan kolaborasi dengan fisioterapi. Hasil : klien melakukan latihan gerak pasif.Pukul 11.00 WIB menganjurkan klien untuk tetap mempertahankan asupan cairan 1000ml. Hasil : klien mengerti dan mau melakukannya. Pukul 11.30 WIB mempertahankan pelaksanaan aktivitas rekreasi terapeutik. Hasil : klien dikunjungi teman dan keluarganya.Pukul 12.00 WIB menyajikan diit siang. Hasil : klien makan habis 1 porsi. Pukul 14.00 WIB melakukan evaluasi kemampuan mobilisasi klien. Hasil : klien mampu melakukan mobilisasi dini. Pukul 15.00 WIB menganjurkan klien untuk tetap mempertahankan asupan cairan 500ml. Hasil : klien mengerti dan mau melakukannya. Pukul 19.00 WIB menganjurkan klien untuk tetap mempertahankan asupan cairan 500ml. Hasil : klien mengerti dan mau melakukannya

Evaluasi KeperawatanTanggal 15 Juli 2010Subyektif : Klien mengatakan sulit beraktivitas.Obyektif : Tampak klien beraktivitas dengan bantuan perawat.Analisa : Masalah gangguan mobilitas fisik belum teratasi.Planning : Tindakan keperawatan lanjutkan.Rencana tindakan1. Pertahankan pelaksanaan aktivitas rekreasi terapeutik (radio, koran, kunjungan teman/keluarga) sesuai keadaan klien.2. Bantu latihan rentang gerak pasif aktif pada ekstremitas yang sakit maupun yang sehat sesuai keadaan klien.3. Berikan papan penyangga kaki, gulungan trokanter/tangan sesuai indikasi.4. Bantu dan dorong perawatan diri (kebersihan/eliminasi) sesuai keadaan klien.5. Dorong/pertahankan asupan cairan 2000-3000 ml/hari.6. Berikan diit tinggi kalori tinggi protein.7. Kolaborasi pelaksanaan fisioterapi sesuai indikasi.8. Evaluasi kemampuan mobilisasi klien dan program imobilisasi.

Pelaksanaan KeperawatanTanggal 15 Juli 2010Pukul 05.10 WIB menyajikan diit pagi. Hasil : klien makan habis 1 porsi. Pukul 07.00 WIB membantu klien dalam memenuhi kebutuhan personal hygiene. Hasil : klien dapat memenuhi kebutuhan personal hygiene (mandi). Pukul 10.00 WIB melakukan kolaborasi dengan fisioterapi. Hasil : klien melakukan latihan gerak pasif.Pukul 11.00 WIB membantu klien BAK. Hasil : klien dapat memenuhi kebutuhan eliminasi urine dengan bantuan. Pukul 12.00 WIB menganjurkan klien untuk tetap mempertahankan asupan cairan 1000ml/hari. Hasil : klien mengerti dan mau melakukannya. Pukul 12.10 WIB menyajikan diit siang. Hasil : klien makan habis 1 porsi. Pukul 14.00 WIB melakukan evaluasi kemampuan mobilisasi klien. Hasil : klien mampu melakukan mobilisasi dini. Pukul 17.10 WIB menyajikan diit sore. Hasil : klien makan habis 1 porsi. Pukul 15.00 WIB menganjurkan klien untuk tetap mempertahankan asupan cairan 500ml. Hasil : klien mengerti dan mau melakukannya. Pukul 19.00 WIB menganjurkan klien untuk tetap mempertahankan asupan cairan 500ml. Hasil : klien mengerti dan mau melakukannya

Evaluasi KeperawatanTanggal 16 Juli 2010Subyektif : Klien mengatakan sulit beraktivitas.Obyektif : Tampak klien beraktivitas dengan bantuan perawat.Analisa : Masalah gangguan mobilitas fisik belum teratasi.Planning : Tindakan keperawatan lanjutkan.Rencana tindakan1. Pertahankan pelaksanaan aktivitas rekreasi terapeutik (radio, koran, kunjungan teman/keluarga) sesuai keadaan klien.2. Bantu latihan rentang gerak pasif aktif pada ekstremitas yang sakit maupun yang sehat sesuai keadaan klien.3. Berikan papan penyangga kaki, gulungan trokanter/tangan sesuai indikasi.4. Bantu dan dorong perawatan diri (kebersihan/eliminasi) sesuai keadaan klien.5. Dorong/pertahankan asupan cairan 2000-3000 ml/hari.6. Berikan diit tinggi kalori tinggi protein.7. Kolaborasi pelaksanaan fisioterapi sesuai indikasi.8. Evaluasi kemampuan mobilisasi klien dan program imobilisasi.

Pelaksanaan KeperawatanTanggal 16 Juli 2010Pukul 05.10 WIB menyajikan diit pagi. Hasil : klien makan habis 1 porsi. Pukul 07.00 WIB membantu klien dalam memenuhi kebutuhan personal hygiene. Hasil : klien dapat memenuhi kebutuhan personal hygiene (mandi). Pukul 08.00 WIB membantu klien BAK. Hasil : klien dapat memenuhi kebutuhan eliminasi urine dengan bantuan. Pukul 09.00 WIB menganjurkan klien untuk tetap mempertahankan asupan cairan 1000ml/hari. Hasil : klien mengerti dan mau melakukannya. Pukul 10.00 WIB melakukan kolaborasi dengan fisioterapi. Hasil : klien melakukan latihan gerak pasif Pukul 12.10 WIB menyajikan diit siang. Hasil : klien makan habis 1 porsi. Pukul 14.00 WIB melakukan evaluasi kemampuan mobilisasi klien. Hasil : klien mampu melakukan mobilisasi dini. Pukul 17.10 WIB menyajikan diit sore. Hasil : klien makan habis 1 porsi. Pukul 15.00 WIB menganjurkan klien untuk tetap mempertahankan asupan cairan 500ml. Hasil : klien mengerti dan mau melakukannya. Pukul 19.00 WIB menganjurkan klien untuk tetap mempertahankan asupan cairan 500ml. Hasil : klien mengerti dan mau melakukannya

Evaluasi KeperawatanTanggal 16 Juli 2010 Pukul 20.15 WIBSubyektif : Klien mengatakan sulit beraktivitas.Obyektif : Tampak klien beraktivitas dengan bantuan perawat.Analisa : Masalah gangguan mobilitas fisik belum teratasi.Planning : Tindakan keperawatan lanjutkan.Rencana tindakan1. Pertahankan pelaksanaan aktivitas rekreasi terapeutik (radio, koran, kunjungan teman/keluarga) sesuai keadaan klien.2. Bantu latihan rentang gerak pasif aktif pada ekstremitas yang sakit maupun yang sehat sesuai keadaan klien.3. Berikan papan penyangga kaki, gulungan trokanter/tangan sesuai indikasi.4. Bantu dan dorong perawatan diri (kebersihan/eliminasi) sesuai keadaan klien.5. Dorong/pertahankan asupan cairan 2000-3000 ml/hari.6. Berikan diit tinggi kalori tinggi protein.7. Kolaborasi pelaksanaan fisioterapi sesuai indikasi.8. Evaluasi kemampuan mobilisasi klien dan program imobilisasi.

Diagnosa 3Gangguan integritas kulit berhubungan dengan insisi bedah ditandai denganData Subyektif : ------Data Obyektif : Tampak luka pada batang femur sinistra kondisi luka basah dan berdarah.Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan gangguan integritas kulit teratasi.Kriteria Hasil : Klien menyatakan ketidaknyamanan hilang, menunjukkan perilaku tekhnik untuk mencegah kerusakan kulit/memudahkan penyembuhan sesuai indikasi, mencapai penyembuhan luka sesuai waktu/penyembuhan lesi terjadi.Rencana Tindakan1. Pertahankan tempat tidur yang nyaman dan aman (kering, bersih, alat tenun kencang, bantalan bawah siku, tumit).2. Masase kulit terutama daerah penonjolan tulang dan area distal bebat/gips.3. Lindungi kulit dan gips pada daerah perianal.4. Observasi keadaan kulit, penekanan gips/bebat terhadap kulit, insersi pen/traksi.

Pelaksanaan KeperawatanTanggal 14 Juli 2010Pukul 07.00 WIB mengganti alat tenun yang kotor. Hasil : tempat tidur tampak bersih dan kering. Pukul 09.00 WIB melakukan observasi keadaan kulit daerah insisi pembedahan. Hasil : kondisi luka di batang femur tampak basah dan berdarah.

Evaluasi KeperawatanTanggal 15 Juli 2010Subyektif : -------Obyektif : Tampak luka pada batang femur sinistra kondisi luka basah dan berdarah, tempat tidur klien tampak bersih dan kering.Analisa : Masalah gangguan integritas kulit belum teratasi.Planning : Tindakan keperawatan lanjutkan.

Rencana tindakan1. Pertahankan tempat tidur yang nyaman dan aman (kering, bersih, alat tenun kencang, bantalan bawah siku, tumit).2. Masase kulit terutama daerah penonjolan tulang dan area distal bebat/gips.3. Lindungi kulit dan gips pada daerah perianal.4. Observasi keadaan kulit, penekanan gips/bebat terhadap kulit, insersi pen/traksi.

Pelaksanaan KeperawatanTanggal 15 Juli 2010Pukul 07.00 WIB merapihkan tempat tidur. Hasil : tempat tidur tampak bersih dan kering. Pukul 10.00 WIB melakukan observasi keadaan kulit daerah insisi pembedahan. Hasil : kondisi luka di batang femur tampak basah dan berdarah.

Evaluasi KeperawatanTanggal 16 Juli 2010Subyektif : Klien mengatakan sulit beraktivitas.Obyektif : Tampak luka pada batang femur sinistra kondisi luka basah dan berdarah, tempat tidur klien tampak bersih dan kering.Analisa : Masalah gangguan integritas kulit belum teratasi.Planning : Tindakan keperawatan lanjutkan.Rencana tindakan1. Pertahankan tempat tidur yang nyaman dan aman (kering, bersih, alat tenun kencang, bantalan bawah siku, tumit).2. Masase kulit terutama daerah penonjolan tulang dan area distal bebat/gips.3. Lindungi kulit dan gips pada daerah perianal.4. Observasi keadaan kulit, penekanan gips/bebat terhadap kulit, insersi pen/traksi.

Pelaksanaan KeperawatanTanggal 16 Juli 2010Pukul 07.00 WIB mengganti alat tenun yang kotor. Hasil : tempat tidur tampak bersih dan kering. Pukul 09.00 WIB melakukan observasi keadaan kulit daerah insisi pembedahan. Hasil : kondisi luka di batang femur tampak basah dan berdarah.

Evaluasi KeperawatanTanggal 16 Juli 2010 Pukul 20.15 WIBSubyektif : Klien mengatakan sulit beraktivitas.Obyektif : Tampak luka pada batang femur sinistra kondisi luka basah dan berdarah, tempat tidur klien tampak bersih dan kering.Analisa : Masalah gangguan integritas kulit belum teratasi.Planning : Tindakan keperawatan lanjutkan.Rencana tindakan1. Pertahankan tempat tidur yang nyaman dan aman (kering, bersih, alat tenun kencang, bantalan bawah siku, tumit).2. Observasi keadaan kulit, penekanan gips/bebat terhadap kulit, insersi pen/traksi.

Diagnosa 4Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan masuknya mikroorganisme pathogen akibat tindakan invasive ditandai denganData Subyektif : ---Data Obyektif : Tampak luka post op 15 m, kondisi luka tertutup elastic verband.Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 5 x 24 jam diharapkan resiko terjadinya infeksi teratasi.Kriteria hasil : Tidak ada tanda-tanda infeksi (kalor, dolor, tumor, rubor, dan fungsiolesa), tanda-tanda vital dalam batas normal (Td : 120/80 mmHg, Nd : 80-100 x/menit, Rr : 18-24 x/menit, Sh : 36-370C), hasil pemeriksaan laboratorium leukosit dalam batas normal ( 5.000-10.000/ul).Rencana tindakan1. Lakukan perawatan luka sesuai protocol.2. Kolaborasi pemberian antibiotika sesuai indikasi.3. Analisa hasil pemeriksaan laboratorium (Hitung darah lengkap, LED, Kultur dan sensitivitas luka/serum/tulang)4. Observasi tanda-tanda vital dan tanda-tanda peradangan lokal pada luka.

Pelaksanaan KeperawatanTanggal 14 Juli 2010Pukul 07.00 WIB melakukan observasi tanda-tanda vital, hasil tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 74 x/menit, pernafasan 20 x/menit, suhu 36C.Pukul 10.00 WIB melakukan perawatan luka. Hasil : luka tampak bersih, tertutup elastic verband.. Pukul 12.00 WIB memberikan terapi Cefadroxil 3 x 500mg/oral. Hasil : obat masuk sesuai program melalui oral. Pukul 10.10 WIB melakukan perawatan luka. Hasil : kondisi luka bersih, tertutup elastic verband. Pukul 10.40 WIB mengkaji tanda-tanda infeksi (kalor, dolor, tumor, rubor, dan fungsiolesa). Hasil : tidak ada tanda-tanda infeksi (kalor, dolor, tumor, rubor, dan fungsiolesa). Pukul 20.00 WIB memberikan terapi Cefadroxil 3 x 500mg/oral. Hasil : obat masuk sesuai program melalui oral.

Evaluasi KeperawatanTangal 15 Juli 2010Subyektif : -----Obyektif : Luka tampak bersih, tertutup elastic verband, tidak ada tanda-tanda infeksi (kalor, dolor, tumor, rubor, dan fungsiolesa). Observasi tanda-tanda vital, hasil tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 80 x/menit, pernafasan 20 x/menit, suhu 36C.Analisa : Masalah resiko terjadinya infeksi belum teratasi, tujuan belum tercapai.Plannning : Tindakan keperawatan dilanjutkan.Rencana tindakan1. Lakukan perawatan luka sesuai protocol.2. Kolaborasi pemberian antibiotika sesuai indikasi.3. Analisa hasil pemeriksaan laboratorium (Hitung darah lengkap, LED, Kultur dan sensitivitas luka/serum/tulang)4. Observasi tanda-tanda vital dan tanda-tanda peradangan lokal pada luka.

Pelaksanaan KeperawatanTanggal 15 Juli 2010Pukul 04.00 WIB memberikan terapi Cefadroxil 500mg/oral. Hasil : obat masuk sesuai dengan program melalui oral. Pukul 07.00 WIB melakukan observasi tanda-tanda vital, hasil tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 80 x/menit, pernafasan 20 x/menit, suhu 36C.Pukul 12.00 WIB memberikan terapi Cefadroxil 500mg/oral. Hasil : obat masuk sesuaidengan program melalui oral. Pukul 10.00 WIB melakukan perawatan luka mengevaluasi tanda-tanda peradangan.. Hasil : kondisi luka tertutup elastic verband dan tidak ada tanda-tanda radang. Pukul 20.00 WIB memberikan terapi Cefadroxil 500mg/oral. Hasil : obat masuk sesuai dengan program melalui oralEvaluasi KeperawatanTangal 16 Juli 2010Subyektif : -----Obyektif : Kondisi luka bersih, tertutup elastic verband. Tidak ada tanda-tanda infeksi (kalor, dolor, tumor, rubor, dan fungsiolesa). observasi tanda-tanda vital, hasil tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 80 x/menit, pernafasan 20 x/menit, suhu 36CAnalisa : Masalah resiko terjadinya infeksi belum teratasi, tujuan belum tercapai.Plannning : Tindakan keperawatan dilanjutkan.Rencana tindakan1. Lakukan perawatan luka sesuai protocol.2. Kolaborasi pemberian antibiotika sesuai indikasi.3. Analisa hasil pemeriksaan laboratorium (Hitung darah lengkap, LED, Kultur dan sensitivitas luka/serum/tulang)4. Observasi tanda-tanda vital dan tanda-tanda peradangan lokal pada luka.

Pelaksanaan KeperawatanTanggal 16 Juli 2010Pukul 04.00 WIB memberikan terapi Cefadroxil 500mg/oral. Hasil : obat masuk sesuai dengan program melalui oral. Pukul 07.00WIB melakukan observasi tanda-tanda vital, hasil tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 80 x/menit, pernafasan 20 x/menit, suhu 36C Pukul 10.00 WIB melakukan perawatan luka dan mengevaluasi tanda-tanda peradangan. Hasil : kondisi luka tertutup elastic verband, tidak ada tanda-tanda peradangan. Pukul 12.00 WIB memberikan terapi Cefadroxil 500mg/oral. Hasil : obat masuk sesuai dengan program melalui oral. Pukul 20.00 WIB memberikan terapi Cefadroxil 500mg/oral. Hasil : obat masuk sesuai dengan program melalui oral

Evaluasi KeperawatanTanggal 16 Juli 2010 Pukul 20.15 WIBSubyektif : -----Obyektif : Kondisi luka bersih, tertutup elastic verband. Tidak ada tanda-tanda infeksi (kalor, dolor, tumor, rubor, dan fungsiolesa). Observasi tanda-tanda vital. tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 80 x/menit, pernafasan