55
LAPORAN PENDAHULUAN KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN FRAKTUR FEMUR NAMA : NI PUTU EMI MAHARANI NIM : 15.901.1281 KELOMPOK : 5 PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIRA MEDIKA PPNI BALI DENPASAR

LP Fraktur Femur Emi

Embed Size (px)

DESCRIPTION

ini adalah laporan pendahuluan yang ku buat pd Ners pertamaku RSUP Sanglah Denpasar.. semoga membantu..

Citation preview

Page 1: LP Fraktur Femur Emi

LAPORAN PENDAHULUAN

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN DENGAN FRAKTUR FEMUR

NAMA : NI PUTU EMI MAHARANI

NIM : 15.901.1281

KELOMPOK : 5

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIRA MEDIKA PPNI BALI

DENPASAR

2015

Page 2: LP Fraktur Femur Emi

A. KONSEP DASAR PENYAKIT PADA PASIEN FRAKTUR FEMUR

1. Pengertian

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya (LeMone, 2008). Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik (Price, 2005).

Rusaknya kontinuitas tulang pangkal paha yang dapat disebabkan oleh trauma langsung, kelelahan otot, kondisi-kondisi tertentu seperti degenerasi tulang/osteoporosis. Fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang dapat diabsorbsinya (Suzanne, 2002)

2. Epidemiologi

Klasifikasi alfanumerik pada fraktur, yang dapat digunakan dalam

pengolahan komputer, telah dikembangkan oleh (Muller dkk., 1990). Angka

pertama menunjukkan tulang yaitu :

a. Humerus

b. Radius/Ulna

c. Femur

d. Femur/Fibula

Sedangkan angka kedua menunjukkan segmen, yaitu :

a. Proksimal

b. Diafiseal

c. Distal

d. Maleolar

Untuk fraktur femur yang terbagi dalam beberapa klasifikasi misalnya saja

pada fraktur collum, fraktur subtrochanter femur ini banyak terjadi pada wanita

tua dengan usia lebih dari 60 tahun dimana tulang sudah mengalami osteoporotik,

trauma yang dialami oleh wanita tua ini biasanya ringan (jatuh terpeleset di kamar

mandi) sedangkan pada penderita muda ditemukan riwayat mengalami

kecelakaan. Sedangkan fraktur batang femur, fraktur supracondyler, fraktur

intercondyler, fraktur condyler femur banyak terjadi pada penderita laki – laki

Page 3: LP Fraktur Femur Emi

dewasa karena kecelakaan ataupun jatuh dari ketinggian. Sedangkan fraktur

batang femur pada anak terjadi karena jatuh waktu bermain dirumah atau

disekolah.

3. Etiologi

Pada dasarnya tulang bersifat relatif rapuh, namun cukup mempunyai

kekuatan dan daya pegas untuk menahan tekanan. Fraktur dapat terjadi akibat :

a. Peristiwa trauma tunggal

Sebagian besar fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba – tiba dan

berlebihan, yang dapat berupa benturan, pemukulan, penghancuran,

penekukan atau terjatuh dengan posisi miring, pemuntiran, atau penarikan.

Bila terkena kekuatan langsung tulang dapat patah pada tempat yang

terkena; jaringan lunak juga pasti rusak. Pemukulan (pukulan sementara)

biasanya menyebabkan fraktur melintang dan kerusakan pada kulit diatasnya;

penghancuran kemungkinan akan menyebabkan fraktur komunitif disertai

kerusakan jaringan lunak yang luas.

Bila terkena kekuatan tak langsung tulang dapat mengalami fraktur

pada tempat yang jauh dari tempat yang terkena kekuatan itu; kerusakan

jaringan lunak di tempat fraktur mungkin tidak ada.

Kekuatan dapat berupa :

1) Pemuntiran (rotasi), yang menyebabkan fraktur spiral

2) Penekukan (trauma angulasi atau langsung) yang menyebabkan fraktur

melintang

3) Penekukan dan Penekanan, yang mengakibatkan fraktur sebagian

melintang tetapi disertai fragmen kupu – kupu berbentuk segitiga yang

terpisah

4) Kombinasi dari pemuntiran, penekukan dan penekanan yang

menyebabkan fraktur obliq pendek

5) Penatikan dimana tendon atau ligamen benar – benar menarik tulang

sampai terpisah

Page 4: LP Fraktur Femur Emi

b. Tekanan yang berulang – ulang

Retak dapat terjadi pada tulang, seperti halnya pada logam dan benda lain,

akibat tekanan berulang – ulang.

c. Kelemahan abnormal pada tulang (fraktur patologik)

Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal kalau tulang itu lemah (misalnya oleh tumor) atau kalau tulang itu sangat rapuh (misalnya pada penyakit paget ).

4. Patofisiologi

Fraktur dibagi menjadi fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Tertutup bila

tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar. Sedangkan

fraktur terbuka bila terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar

oleh karena perlukaan di kulit (Smeltzer Suzanne, 2002). Sewaktu tulang patah

perdarahan biasanya terjadi di sekitar tempat patah an ke dalam jaringan lunak

sekitar tulang tersebut, jaringan lunak juga biasanya mengalami kerusakan. Reaksi

perdarahan biasanya timbul hebat setelah fraktur. Sel- sel darah putih dan sel anast

berakumulasi menyebabkan peningkatan aliran darah ketempat tersebut aktivitas

osteoblast terangsang dan terbentuk tulang baru umatur yang disebut callus.

Bekuan fibrin direabsorbsidan sel- sel tulang baru mengalami remodeling untuk

membentuk tulang sejati. Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut

syaraf yang berkaitan dengan pembengkakan yang tidak di tangani dapat

menurunkan asupan darah ke ekstrimitas dan mengakibatkan kerusakan syaraf

perifer. Bila tidak terkontrol pembengkakan akan mengakibatkan peningkatan

tekanan jaringan, oklusi darah total dan berakibat anoreksia mengakibatkan

rusaknya serabut syaraf maupun jaringan otot. Komplikasi ini di namakan

sindrom compartment (Smeltzer Suzanne, 2002).

Trauma pada tulang dapat menyebabkan keterbatasan gerak dan ketidak

seimbangan, fraktur terjadi dapat berupa fraktur terbuka dan fraktur tertutup.

Fraktur tertutup tidak disertai kerusakan jaringan lunak seperti tendon, otot,

ligament dan pembuluh darah ( Smeltzer dan Bare, 2002). Pasien yang harus

imobilisasi setelah patah tulang akan menderita komplikasi antara lain : nyeri,

Page 5: LP Fraktur Femur Emi

iritasi kulit karena penekanan, hilangnya kekuatan otot. Kurang perawatan diri

dapat terjadi bila sebagian tubuh di imobilisasi, mengakibatkan berkurangnyan

kemampuan prawatan diri (Carpenito, 1999).

Reduksi terbuka dan fiksasi interna (ORIF) fragmen- fragmen tulang di

pertahankan dengan pen, sekrup, plat, paku. Namun pembedahan meningkatkan

kemungkinan terjadinya infeksi. Pembedahan itu sendiri merupakan trauma pada

jaringan lunak dan struktur yang seluruhnya tidak mengalami cedera mungkin

akan terpotong atau mengalami kerusakan selama tindakan operasi (Price, 2005).

Page 6: LP Fraktur Femur Emi

5. Pathway a) Pre – op

Kurangnya paparan informasi ttg penyakit

Kurang pengetahuan

Penurunan suplay O2 ke jaringan

Emboli menyumbat pembuluh darah

Nyeri akut

Bergabung dengan trombosit

Gangguan fungsi gerak

deformitas

Reaksi stress muncul

Melepaskan katekolaminHambatan mobilitas fisik

Tekanan sumsum tulang lebih tinggi kapiler

Pergeseran fragmen tulang

Trauma tidak langsung

Penekanan pembuluh darah

edema

Pelepasan histamin

Peningkatan tek kapiler

Spasme otot Diskontinuitas tulang

Mobilisasi asam lemak

Gangguan perfusi jaringan perifer

Fraktur femur

Trauma langsung Kondisi patologis

Penurunan suplay O2 ke jaringan

Page 7: LP Fraktur Femur Emi

b) Post - Op

Robeknya jaringan kulit dan tulang untuk tindakan invasif

Menimbulkan rasa nyeri berat

Terlukanya free nerve ending

Nyeri akut

Resiko infeksi

Port de entry bakteri

Terdapat luka post op

Pemasangan pen orif

Dilakukan tindakan operasi (orif)

Fraktur femur

Trauma tidak langsungTrauma langsung Kondisi patologis

Page 8: LP Fraktur Femur Emi

6. Klasifikasi

Klasifikasi fraktur femur dapat dibagi dalam :

a. Fraktur Collum Femur

Fraktur collum femur dapat disebabkan oleh trauma langsung yaitu

misalnya penderita jatuh dengan posisi miring dimana daerah trochanter

mayor langsung terbentur dengan benda keras (jalanan) ataupun disebabkan

oleh trauma tidak langsung yaitu karena gerakan exorotasi yang mendadak

dari tungkai bawah, dibagi dalam :

1) Fraktur intrakapsuler (Fraktur collum femur)

2) Fraktur extrakapsuler (Fraktur intertrochanter femur)

b. Fraktur Subtrochanter Femur

Ialah fraktur dimana garis patahnya berada 5 cm distal dari trochanter

minor, dibagi dalam beberapa klasifikasi tetapi yang lebih sederhana dan

mudah dipahami adalah klasifikasi Fielding & Magliato, yaitu :

tipe 1 : garis fraktur satu level dengan trochanter minor

tipe 2 : garis patah berada 1 -2 inch di bawah dari batas atas trochanter

minor

tipe 3 : garis patah berada 2 -3 inch di distal dari batas atas trochanterminor

c. Fraktur Batang Femur (Dewasa)

Fraktur batang femur biasanya terjadi karena trauma langsung akibat

kecelakaan lalu lintas dikota kota besar atau jatuh dari ketinggian, patah

pada daerah ini dapat menimbulkan perdarahan yang cukup banyak,

mengakibatkan penderita jatuh dalam shock, salah satu klasifikasi fraktur

batang femur dibagi berdasarkan adanya luka yang berhubungan dengan

daerah yang patah. Dibagi menjadi :

1) tertutup

2) terbuka, ketentuan fraktur femur terbuka bila terdapat hubungan

antara tulang patah dengan dunia luar dibagi dalam tiga derajat, yaitu ;

Page 9: LP Fraktur Femur Emi

a) Derajat I : Bila terdapat hubungan dengan dunia luar timbul luka

kecil, biasanya diakibatkan tusukan fragmen tulang dari dalam

menembus keluar.

b) Derajat II : Lukanya lebih besar (>1cm) luka ini disebabkan

karena benturan dari luar.

c) Derajat III : Lukanya lebih luas dari derajat II, lebih kotor,

jaringan lunak banyak yang ikut rusak (otot, saraf, pembuluh

darah)

d. Fraktur Batang Femur (Anak – Anak)

e. Fraktur Supracondyler Femur

Fraktur supracondyler fragment bagian distal selalu terjadi dislokasi ke

posterior, hal ini biasanya disebabkan karena adanya tarikan dari otot –

otot gastrocnemius, biasanya fraktur supracondyler ini disebabkan oleh

trauma langsung karena kecepatan tinggi sehingga terjadi gaya axial dan

stress valgus atau varus dan disertai gaya rotasi.

f. Fraktur Intercondylair

Biasanya fraktur intercondular diikuti oleh fraktur supracondular, sehingga

umumnya terjadi bentuk T fraktur atau Y fraktur.

g. Fraktur Condyler Femur

Mekanisme traumanya biasa kombinasi dari gaya hiperabduksi dan

adduksi disertai dengan tekanan pada sumbu femur keatas.

7. Manifestasi Klinis

Biasanya terdapat riwayat cedera, diikuti dengan ketidakmampuan

menggunakan tungkai yang mengalami cedera, fraktur tidak selalu dari

tempat yang cedera suatu pukulan dapat menyebebkan fraktur pada kondilus

femur, batang femur, pattela, ataupun acetabulum. Umur pasien dan

mekanisme cedera itu penting, kalau fraktur terjadi akibat cedera yang ringan

curigailah lesi patologik nyeri, memar dan pembengkakan adalah gejala yang

sering ditemukan, tetapi gejala itu tidak membedakan fraktur dari cedera

jaringan lunak, deformitas jauh lebih mendukung.

Page 10: LP Fraktur Femur Emi

(Lewis & Heitkemper, 2007) menyampaikan gejala klinis dari fraktur

adalah sebagai berikut:

a. Nyeri

Nyeri dirasakan langsung setelah terjadi trauma. Hal ini dikarenakan

adanya spasme otot, tekanan dari patahan tulang atau kerusakan jaringan

sekitarnya. Nyeri dirasakan terus menerus dan bertambah beratnya sampai

fragmen tulang diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur

merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang untuk meminimalkan

gerakan antar fragmen tulang.

b. Bengkak/edama

Edema muncul lebih cepat dikarenakan cairan serosa yang terlokalisir

pada daerah fraktur dan extravasi daerah di jaringan sekitarnya.

c. Memar/ekimosis

Merupakan perubahan warna kulit sebagai akibat dari extravasi daerah di

jaringan sekitarnya.

d. Spame otot

Merupakan kontraksi otot involunter yang terjadi disekitar fraktur.

e. Penurunan sensasi

Terjadi karena kerusakan syaraf, terkenanya syaraf karena edema.

f. Gangguan fungsi

Terjadi karena ketidakstabilan tulang yang frkatur, nyeri atau spasme otot,

paralysis dapat terjadi karena kerusakan syaraf.

g. Mobilitas abnormal

Mobilitas abnormal adalah pergerakan yang terjadi pada bagian-bagian

yang pada kondisi normalnya tidak terjadi pergerakan. Ini terjadi pada

fraktur tulang panjang.

h. Krepitasi

Krepitasi merupakan rasa gemeretak yang terjadi jika bagian-bagaian

tulang digerakkan. Krepitasi yang teraba akibat gesekan antara fragmen

satu dengan lainnya. Uji krepitus dapat mengakibatkan kerusakan jaringan

lunak yang lebih berat.

Page 11: LP Fraktur Femur Emi

i. Deformitas

Abnormalnya posisi dari tulang sebagai hasil dari kecelakaan atau trauma

dan pergerakan otot yang mendorong fragmen tulang ke posisi abnormal,

akan menyebabkan tulang kehilangan bentuk normalnya.

j. Syok hipovolemik

Syok terjadi sebagai kompensasi jika terjadi perdarahan hebat. Ditandai

dengan nadi cepat, kerja jantung meningkat, vasokontriksi.

k. Pemendekan tulang

Pada fraktur panjang terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena

kontraksi otot yang melekat di atas dan bawah tempat fraktur. Fragmen

sering saling melingkupi satu sama lain sampai 2,5 sampai 5 cm (1 sampai

2 inci)

8. Komplikasi

a. Early :

1) Lokal :

a) Vaskuler : Compartement syndrome, Trauma vaskuler

b) Neurologis : lesi medulla spinalis atau saraf perifer

2) Sistemik : emboli lemak

a) Crush syndrome

a) Emboli paru dan emboli lemak

b. Late :

1) Malunion : Bila tulang sembuh dengan fungsi anatomis abnormal

(angulasi, perpendekan, atau rotasi) dalam waktu yang normal

2) Delayed union : Fraktur sembuh dalam jangka waktu yang lebih dari

normal

3) Nonunion : Fraktur yang tidak menyambung dalam 20 minggu

4) Kekakuan sendi/kontraktur

9. Penatalaksanaan

a. Reduksi

Page 12: LP Fraktur Femur Emi

Reduksi fraktur (setting tulang) berarti mengembalikan fragmen

tulang pada kesejajarannya dan rotasi anatomis. Reduksi fraktur dilakukan

sesegera mungkin untuk mencegah jaringan lunak kehilangan

elastisitasnya akibat infiltrasi karena edema dan perdarahan. Pada

kebanyakan kasus, reduksi fraktur menjadi semakin sulit dilakukan bila

cedera sudah mulai mengalami penyembuhan. Sebelum reduksi dan

imobilisasi fraktur, pasien harus dipersiapkan untuk menjalani prosedur,

dan analgetika diberikan sesuai ketentuan, mungkin perlu dilakukan

anastesia. Ekstremitas yang akan dilakukan manipulasi harus ditangani

dengan lembut untuk mencegah kerusakan lebih lanjut.

Reduksi tertutup dilakukan dengan mengembalikan fragmen tulang

ke posisinya dengan manipulasi dan traksi manual. Ekstremitas

dipertahankan dalam posisi yang diinginkan sementara gips, bidai atau alat

lain dipasang. Alat imobilisasi akan menjaga reduksi dan menstabilkan

ekstremitas untuk penyembuhan tulang.

Reduksi terbuka digunakan pada fraktur tertentu dengan memakai

alat fiksasi interna dalam bentuk pin, kawat, sekrup, plat, paku, atau

batangan logam dapat digunakan untuk mempertahankan fragmen tulang

dalam posisinya sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi. Traksi

dapat digunakan untuk mendapatkan efek reduksi dan imobilisasi.

Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi.

b. Traksi

Traksi adalah cara penyembuhan fraktur yang bertujuan untuk

mengembalikan fungsi tulang yang patah dalam jangka waktu sesingkat

mungkin

Metode Pemasangan traksi:

1) Traksi Manual

Page 13: LP Fraktur Femur Emi

Tujuan : Perbaikan dislokasi, mengurangi fraktur, pada keadaan

emergency.

Dilakukan dengan menarik bagian tubuh.

2) Traksi Mekanik

Ada dua macam, yaitu :

- Traksi Kulit

Dipasang pada dasar sistem skeletal untuk struktur yang lain,

misalnya: otot. Traksi kulit terbatas untuk 4 minggu dan beban < 5

kg.

- Traksi Skeletal

Merupakan traksi definitif pada orang dewasa yang merupakan

balanced traction. Dilakukan untuk menyempurnakan luka operasi

dengan kawat metal atau penjepit melalui tulang/jaringan metal.

Kegunaan Pemasangan Traksi

Traksi yang dipasang pada leher, di tungkai, lengan atau panggul

kegunaannya :

1) Mengurangi nyeri akibat spasme otot

2) Memperbaiki dan mencegah deformitas

3) Immobilisasi

4) Difraksi penyakit (dengan penekanan untuk  nyeri tulang sendi).

5) Mengencangkan pada perlekatannya.

Macam - Macam Traksi

1) Traksi Panggul

Disempurnakan dengan pemasangan sebuah ikat pinggang di atas

untuk mengikat puncak iliaka.

2) Traksi Ekstension (Buck’s Extention)

Page 14: LP Fraktur Femur Emi

Lebih sederhana dari traksi kulit dengan menekan lurus satu kaki ke

dua kaki. Digunakan untuk immobilisasi tungkai lengan untuk waktu

yang singkat atau untuk mengurangi spasme otot.

3) Traksi Cervikal

Digunakan untuk menahan kepala extensi pada keseleo, kejang dan

spasme. Traksi ini biasa dipasang dengan halter kepala.

4) Traksi Russell’s

Traksi ini digunakan untuk frakstur batang femur. Kadang-kadang

juga digunakan untuk terapi nyeri punggung bagian bawah. Traksi

kulit untuk skeletal yang biasa digunakan.Traksi ini dibuat sebuah

bagian depan dan atas untuk menekan kaki dengan pemasangan

vertikal pada lutut secara horisontal pada tibia atau fibula.

(a) (b)

Gambar 4. Metode Pemasangan Traksi (a. Skletal traksi. b. Skin

traksi)

c. Imobilisasi fraktur.

Setelah fraktur direduksi fragmen tulang harus diimobilisasi atau

dipertahankan dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai terjadi

penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi interna atau

eksterna. Metode fiksasi eksterna meliputi pembalutan, gips, bidai, traksi

kontinu. Metode fiksasi interna dalam bentuk pin, kawat, sekrup, plat,

paku, atau batangan logam.

Page 15: LP Fraktur Femur Emi

Gambar 5. Area-area yang tertekan menggunakan Gips

Gambar 6. Fiksasi internal

Gambar 6. Teknik Fiksasi Internal

Ket: Teknik fiksasi interna. (A) Plat dan sekrup untuk fraktur transversal

atau oblik pendek; (B) Sekrup untuk fraktur oblik dan spiral

panjang; (C) sekrup untuk fragmen butterfly panjang; (D) Plat dan

enam sekrup untuk fragmen butterfly pendek; (E) Nail moduler

untuk fraktur segmental

Page 16: LP Fraktur Femur Emi

d. Pembedahan

Pada saat ini metode penatalaksanaan yang paling banyak

keunggulannya mungkin adalah pembedahan. Metode perawatan ini

disebut fiksasi interna dan reduksi terbuka. Pada umumnya insisi

dilakukan pada tempat yang mengalami cedera dan diteruskan sepanjang

bidang anatomik menuju tempat yang mengalami fraktur. Hematoma

fraktur dan fragmen-fragmen tulang yang telah mati diirigasi dari luka.

Fraktur kemudian direposisi dengan tangan agar menghasilkan posisi yang

normal kembali. Sesudah direduksi, fragmen-fragmen tulang ini

dipertahankan dengan alat-alat ortopedik berupa pen, sekrup, pelat, dan

paku.

Indikasi ORIF :

1) Fraktur yang tidak bisa sembuh atau bahaya avasculair necrosis tinggi

2) Fraktur yang tidak bisa direposisi tertutup

3) Fraktur yang dapat direposisi tetapi sulit dipertahankan

4) Fraktur yang berdasarkan pengalaman memberi hasil yang lebih baik

dengan operasi

5) Excisional Arthroplasty

6) Membuang fragmen yang patah yang membentuk sendi

7) Excisi fragmen dan pemasangan endoprosthesis

8) Dilakukan excisi caput femur dan pemasangan endoprosthesis Moore

Keuntungan perawatan fraktur dengan pembedahan antara lain :

1) Ketelitian reposisi fragmen tulang yang patah

2) Kesempatan untuk memeriksa pembuluh darah dan saraf yang berada

didekatnya

3) Dapat mencapai stabilitas fiksasi yang cukup memadai

4) Tidak perlu memasang gips dan alat-alat stabilisasi yang lain

5) Perawatan di RS dapat ditekan seminimal mungkin, terutama pada

kasus-kasus yang tanpa komplikasi dan dengan kemampuan

Page 17: LP Fraktur Femur Emi

mempertahankan fungsi sendi dan fungsi otot hampir normal selama

penatalaksanaan dijalankan

10. Penyembuhan Fraktur

a. Fase Peradangan :

Pada saat fraktur ada fase penjendalan dan nekrotik di ujung atau sekitar

fragmen fraktur, proses peradangan akut faktor eksudasi dan cairan yang

kaya protein ini merangsang lekosit PMN dan Makrofag yang fungsinya

fagositosis jendalan darah dan jaringan nekrotik

b. Fase Proliferasi :

Akibat jendalan darah 1 – 2 hari terbentuk fibrin yang menempel pada

ujung – ujung fragmen fraktur, dimana fibrin ini berfungsi sebagai

anyaman untuk perlekatan sel – sel yang baru tumbuh sehingga terjadi

neovaskularisasi dan terbentuk jaringan granulasi atau procallus yang

semakin lama semakin memadat sehingga terjadi fibrocartilago callus yabg

bertambah banyak dan terbentuklah permanen callus yang tergantung

banyak atau sedikitnya celah pada fraktur.

c. Fase Remodelling

Permanen callus diserap dan diganti dengan jaringan tulang sedangkan

sisanya direabsorbsi sesuai dengan bentuk dan anatomis semula.

11. Pemeriksaan Diagnostik

a. Pemeriksaan Radiologi

Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah “pencitraan”

menggunakan sinar rontgen (x-ray). Untuk mendapatkan gambaran 3

dimensi keadaan dan kedudukan tulang yang sulit, maka diperlukan 2

proyeksi yaitu AP atau PA dan lateral. Dalam keadaan tertentu diperlukan

proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi untuk memperlihatkan pathologi

yang dicari karena adanya superposisi. Perlu disadari bahwa permintaan x-

ray harus atas dasar indikasi  kegunaan pemeriksaan penunjang dan

Page 18: LP Fraktur Femur Emi

hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan. Hal yang harus dibaca pada x-

ray:

1) Bayangan jaringan lunak.

2) Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau

biomekanik atau juga rotasi.

3) Trobukulasi ada tidaknya rare fraction.

4) Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi.

Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu tehnik khususnya

seperti:

1) Tomografi: menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur

yang lain tertutup yang sulit divisualisasi. Pada kasus ini ditemukan

kerusakan struktur yang kompleks dimana tidak pada satu struktur

saja tapi pada struktur lain juga mengalaminya.

2) Myelografi: menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan

pembuluh darah di ruang tulang vertebrae yang mengalami

kerusakan akibat trauma.

3) Arthrografi: menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak

karena ruda paksa.

4) Computed Tomografi-Scanning: menggambarkan potongan secara

transversal dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang

rusak.

b. Pemeriksaan Laboratorium

1) Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap

penyembuhan tulang.

2) Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan

kegiatan osteoblastik dalam membentuk tulang.

3) Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase  (LDH-

5), Aspartat Amino Transferase (AST), Aldolase yang meningkat

pada tahap penyembuhan tulang.

c. Pemeriksaan lain-lain

Page 19: LP Fraktur Femur Emi

1) Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas: didapatkan

mikroorganisme penyebab infeksi.

2) Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama dengan

pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi.

3) Elektromyografi: terdapat kerusakan konduksi saraf yang

diakibatkan fraktur.

4) Arthroscopy: didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena

trauma yang berlebihan.

5) Indium Imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi

pada tulang.

6) MRI: menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur.

Page 20: LP Fraktur Femur Emi

B. KONSEP DASAR PENYAKIT PADA PASIEN FRAKTUR FEMUR

1. Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses

keperawatan, untuk itu diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-

masalah klien sehingga dapat memberikan arah terhadap tindakan

keperawatan. Keberhasilan proses keperawatan sangat bergantuang pada

tahap ini. Tahap ini terbagi atas: (Muttaqin, 2008)

a. Pengumpulan Data

1) Anamnesa

a) Identitas Klien

Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang

dipakai, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi,

golongan darah, no. register, tanggal masuk rumah sakit, diagnosa

medis.

b) Keluhan Utama

Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri.

Nyeri tersebut bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya

serangan. Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa

nyeri klien digunakan:

a) Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi faktor

memperberat dan faktor yang memperingan/ mengurangi nyeri

b) Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau

digambarkan klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau

menusuk.

c) Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah

rasa sakit menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit

terjadi.

d) Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang

dirasakan klien, bisa berdasarkan skala nyeri atau klien

Page 21: LP Fraktur Femur Emi

menerangkan seberapa jauh rasa sakit mempengaruhi

kemampuan fungsinya.

e) Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah

bertambah buruk pada malam hari atau siang hari.

c) Riwayat Penyakit Sekarang

Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari

fraktur, yang nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan

terhadap klien. Ini bisa berupa kronologi terjadinya penyakit

tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan yang terjadi

dan bagian tubuh mana yang terkena. Selain itu, dengan

mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka

kecelakaan yang lain

d) Riwayat Penyakit Dahulu

Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan

memberi petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung.

Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker tulang yang

menyebabkan fraktur patologis yang sering sulit untuk

menyambung. Selain itu, penyakit diabetes dengan luka di kaki

sangat beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik dan

juga diabetes menghambat proses penyembuhan tulang

e) Riwayat Penyakit Keluarga

Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang

merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti

diabetes, osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa keturunan,

dan kanker tulang yang cenderung diturunkan secara genetik.

f) Riwayat Psikososial

Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya

dan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau

pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga

ataupun dalam masyarakat

Page 22: LP Fraktur Femur Emi

2) Pola-Pola Fungsi Kesehatan

1) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat

Pada kasus fraktur akan timbul ketidakadekuatan akan terjadinya

kecacatan pada dirinya dan harus menjalani penatalaksanaan

kesehatan untuk membantu penyembuhan tulangnya. Selain itu,

pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup klien seperti penggunaan

obat steroid yang dapat mengganggu metabolisme kalsium,

pengkonsumsian alkohol yang bisa mengganggu keseimbangannya

dan apakah klien melakukan olahraga atau tidak

2) Pola Nutrisi dan Metabolisme

Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan

sehari-harinya seperti kalsium, zat besi, protein, vit. C dan lainnya

untuk membantu proses penyembuhan tulang. Evaluasi terhadap

pola nutrisi klien bisa membantu menentukan penyebab masalah

muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari nutrisi yang

tidak adekuat terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar

matahari yang kurang merupakan faktor predisposisi masalah

muskuloskeletal terutama pada lansia. Selain itu juga obesitas juga

menghambat degenerasi dan mobilitas klien.

3) Pola Eliminasi

Untuk kasus multiple fraktur, misalnya fraktur humerus dan fraktur

femur tidak ada gangguan pada pola eliminasi, tapi walaupun

begitu perlu juga dikaji frekuensi, konsistensi, warna serta bau

feces pada pola eliminasi alvi. Sedangkan pada pola eliminasi uri

dikaji frekuensi, kepekatannya, warna, bau, dan jumlah. Pada

kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak.

4) Pola Tidur dan Istirahat

Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak, sehingga

hal ini dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien. Selain itu

juga, pengkajian dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana

Page 23: LP Fraktur Femur Emi

lingkungan, kebiasaan tidur, dan kesulitan tidur serta penggunaan

obat tidur.

5) Pola Aktivitas

Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua bentuk

kegiatan klien, seperti memenuhi kebutuhan sehari hari menjadi

berkurang. Misalnya makan, mandi, berjalan sehingga kebutuhan

klien perlu banyak dibantu oleh orang lain.

6) Pola Hubungan dan Peran

Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam

masyarakat. Karena klien harus menjalani rawat inap, klien

biasanya merasa rendah diri terhadap perubahan dalam penampilan,

klien mengalami emosi yang tidak stabil.

7) Pola Persepsi dan Konsep Diri

Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan

akan kecacatan akibat frakturnya, rasa cemas, rasa

ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal, dan

gangguan citra diri.

8) Pola Sensori dan Kognitif

Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian

distal fraktur, sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan.

begitu juga pada kognitifnya tidak mengalami gangguan. Selain itu

juga, timbul rasa nyeri akibat fraktur.

9) Pola Reproduksi Seksual

Dampak pada klien fraktur yaitu, klien tidak bisa melakukan

hubungan seksual karena harus menjalani rawat inap dan

keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang dialami klien.

10) Pola Penanggulangan Stress

Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya, yaitu

ketidakutan timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya.

Mekanisme koping yang ditempuh klien bisa tidak efektif

Page 24: LP Fraktur Femur Emi

11) Pola Tata Nilai dan Keyakinan

Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah

dengan baik terutama frekuensi dan konsentrasi. Hal ini bisa

disebabkan karena nyeri dan keterbatasan gerak klien.

b. Pemeriksaan Fisik

Dibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan umum (status generalisata) untuk

mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis). Hal ini

perlu untuk dapat melaksanakan total care karena ada kecenderungan

dimana spesialisasi hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi

lebih mendalam.

a. Gambaran Umum

Perlu menyebutkan:

1) Keadaan umum: baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-

tanda, seperti:

2) Kesadaran penderita:

Composmentis: berorientasi segera dengan orientasi sempurna

Apatis : terlihat mengantuk tetapi mudah dibangunkan dan

pemeriksaan penglihatan , pendengaran dan perabaan normal

Sopor: dapat dibangunkan bila dirangsang dengan kasar dan terus

menerus

Koma: tidak ada respon terhadap rangsangan

Somnolen: dapat dibangunkan bila dirangsang dapat disuruh dan

menjawab pertanyaan, bila rangsangan berhenti penderita tidur

lagi.

b. Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan, sedang, berat dan

pada kasus fraktur biasanya akut, spasme otot, dan hilang rasa.

c. Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi

maupun bentuk.

d. Neurosensori, seperti kesemutan, kelemahan, dan deformitas.

Page 25: LP Fraktur Femur Emi

e. Sirkulasi, seperti hipertensi (kadang terlihat sebagai respon

nyeri/ansietas), hipotensi ( respon terhadap kehilangan darah),

penurunan nadi pada bagian distal yang cidera, capilary refil

melambat, pucat pada bagian yang terkena, dan masa hematoma pada

sisi cedera.

f. Keadaan Lokal

Pemeriksaan pada sistem muskuloskeletal adalah sebagai berikut :

1) Look (inspeksi)

Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain sebagai berikut :

a) Sikatriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan

seperti bekas operasi).

b) Fistula warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau

hyperpigmentasi.

c) Benjolan, pembengkakan, atau cekungan dengan hal-hal yang

tidak biasa (abnormal)

d) Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)

e) Posisi jalan (gait, waktu masuk ke kamar periksa)

2) Feel (palpasi)

Pada waktu akan palpasi, terlebih dahulu posisi penderita

diperbaiki mulai dari posisi netral (posisi anatomi). Pada dasarnya

ini merupakan pemeriksaan yang memberikan informasi dua arah,

baik pemeriksa maupun klien.

Yang perlu dicatat adalah:

a) Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban

kulit. Capillary refill time Normal (3 – 5) detik

b) Apabila ada pembengkakan, apakah terdapat fluktuasi atau

oedema terutama disekitar persendian

c) Nyeri tekan (tenderness), krepitasi, catat letak kelainan (1/3

proksimal, tengah, atau distal)

d) Otot: tonus pada waktu relaksasi atau kontraksi, benjolan yang

terdapat di permukaan atau melekat pada tulang. Selain itu

Page 26: LP Fraktur Femur Emi

juga diperiksa status neurovaskuler. Apabila ada benjolan,

maka sifat benjolan perlu dideskripsikan permukaannya,

konsistensinya, pergerakan terhadap dasar atau permukaannya,

nyeri atau tidak, dan ukurannya.

Kekuatan otot : otot tidak dapat berkontraksi (1), kontraksi

sedikit dan ada tekanan waktu jatuh (2), mampu menahan

gravitasi tapi dengan sentuhan jatuh(3), kekuatan otot kurang

(4), kekuatan otot utuh (5). ( Carpenito, 1999)

3) Move (pergerakan terutama lingkup gerak)

Setelah melakukan pemeriksaan feel, kemudian diteruskan dengan

menggerakan ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri

pada pergerakan. Pencatatan lingkup gerak ini perlu, agar dapat

mengevaluasi keadaan sebelum dan sesudahnya. Gerakan sendi

dicatat dengan ukuran derajat, dari tiap arah pergerakan mulai dari

titik 0 (posisi netral) atau dalam ukuran metrik. Pemeriksaan ini

menentukan apakah ada gangguan gerak (mobilitas) atau tidak.

Pergerakan yang dilihat adalah gerakan aktif dan pasif. (Muttaqin,

2008 )

2. Diagnosa Keperawatan

Pre-op

a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik : fraktur femur ditandai

dengan peningkatan TTV (TD: 140/90mmHg, N:110 x/menit, RR: 24

X/menit, S: 36,5oC), wajah tampak meringis, mengungkapkan nyeri di

bagian kaki dengan skala 8 ( skala 1-10), diaphoresis, dilatasi pupil.

b. Gangguan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan gangguan

vaskularisasi ditandai dengan oedema ekstremitas, sianosis, perubahan

temperatur kulit.

c. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan musculoskeletal

dan neuromuscular ditandai dengan klien tidak mampu menggerakkan

kedua kakinya, tonus otot klien pada ekstremitas bawah adalah 0.

Page 27: LP Fraktur Femur Emi

d. Kurang pengetahuan klien dan keluarga berhubungan dengan kurangnya

informasi mengenai fraktur femur ditandai dengan klien tidak dapat

menyebutkan penyebab penyakitnya, klien tidak dapat menyebutkan

peengobatan penyakitnya, dan klien dapat menyebutkan prognosis

penyakitnya (Nanda Nic-Noc, 2013) .

Post-op

a. Risiko Infeksi pertahanan tubuh primer yang tidak adekuat (luka post

ORIF sepanjang 15 cm)

3. Intervensi Keperawatan

Pre-op

a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik : fraktur femur

ditandai dengan peningkatan TTV (TD: 140/90mmHg, N:110 x/menit,

RR: 24 X/menit, S: 36,5oC), wajah tampak meringis, mengungkapkan

nyeri di bagian kaki dengan skala 8 ( skala 1-10), diaphoresis, dilatasi

pupil.

Tujuan :

Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam, diharapkan nyeri

klien dapat terkontrol dengan kriteria hasil :

1) Pain Control

- Menjelaskan faktor penyebab nyeri, skala 5 (Consistently demonstrated).

- Menggunakan teknik non analgetik untuk mengontrol nyeri, skala 5

(Consistently demonstrated).

- Menggunakan analgetik sesuai rekomendasi, skala 5 (Consistently

demonstrated).

2) Pain Level

- Pelaporan nyeri, skala 5 (none)

Intervensi :

Kontrol nyeri

1) Kolaborasi dalam pemberian analgetik sesuai indikasi.

Page 28: LP Fraktur Femur Emi

Rasional : Mengurangi rasa nyeri pada area yang sakit secara

nonfarmakologi.

2) Ajarkan prinsip-prinsip manajemen nyeri secara non farmakologi pada

klien seperti distraksi, relaksasi, guided imagery, terutama jika nyeri

sudah mulai berkurang untuk mengontrol nyeri

Rasional : mengalihkan nyeri yang dialami klien secara nonfarmakologi.

3) Berikan lingkungan yang nyaman, misalnya tingkat kebisingan,

pencahayaan, suhu ruangan.

Rasional : Menurunkan reaksi terhadap stimulasi dari luar atau sensivitas

pada cahaya dan meningkatkan istirahat/relaksasi.

4) Kurangi atau hilangkan faktor pencetus atau yang meningkatkan nyeri

pada klien.

Rasional : untuk mengurangi perasaan nyeri yang dialami klien.

Pain Level

1) Kaji skala nyeri serta faktor yang memperberat nyeri klien.

Rasional : Nyeri sebagai pengalaman subjektif dan harus digambarkan

oleh klien. Bantu klien untuk menilai nyeri dengan membandingkannya

dengan pengalaman lain.

2) Kaji tanda – tanda vital klien, seperti : nadi, RR, dan tekanan darah.

Rasional : Peningkatan nilai nadi, RR, dan tekanan darah

mengindikasikan nyeri.

b. Gangguan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan gangguan

vaskularisasi ditandai dengan oedema ekstremitas, sianosis,

perubahan temperatur kulit.

Tujuan:

Setelah diberikan askep selama 3x24 jam diharapkan tidak ada gangguan

perfusi jaringan dengan out come :

a. Warna kulit tidak pucat

b. Tidak ada perubahan sensasi

Page 29: LP Fraktur Femur Emi

c. Tidak ada masalah dengan capillary refill

d. Tidak ada sianosis

Intrervensi:

Perawatan sirkulasi:

1) Kaji secara komprehensif sirkulasi perifer

Rasional: Vasokontriksi sistemik diakibatkan oleh penurunan perfusi

kulit dan penurunan nadi.

2) Elevasi anggota badan 20 derajat atau lebih tinggi dari jantung

Rasional: Untuk meningkatkan venous return

3) Pantau data laboratorium, contoh: GDA dan elektrolit.

Rasional: Indikator perfusi atau fungsi organ

c. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan

musculoskeletal dan neuromuscular ditandai dengan klien tidak

mampu menggerakkan kedua kakinya, tonus otot klien pada

ekstremitas bawah adalah 0.

Tujuan :

Setelah diberikan askep selama 3 x 24 jam diharapkan klien dapat

menlakukan mobilisasi dengan kriteria hasil :

Mobilitas :

- Keseimbangan tubuh klien baik (5 Not compromised)

- Koordinasi antara anggota gerak baik (5 Not compromised)

- Pergerakan otot baik (5 Not compromised)

Status neurologi

- spinal sensory/motorik berfungsi dengan baik (5 Not compromised)

- Reflex tendon (5 Not compromised)

- Kekuatan otot 555 555 (5 Not compromised)

555 555

Page 30: LP Fraktur Femur Emi

- Klien tidak mengalami mati rasa pada daerah ekstremitas (5 Not

compromised)

Intervensi :

Bed Rest care

1) Jelaskan pada pasien tentang kemungkinan untuk bed rest selama

beberapa waktu

Rasional: memberitahukan kemungkinan yang terjadi bila klien tidak

mampu bergerak dalam waktu lama sehingga tidak menimbulkan

kecemasan bagi klien dank lien dapat turut berperan dalam proses

penyembuhannya.

2) Jaga agar linen tetap bersih dan kering.

Rasional : untuk mencegah terjadinya infeksi dan dekubitus pada

pasien.

3) Bantu pasien dalam melakukan ADL

Rasional : pasien yang mengalami imobilisasi/bed rest tidak dapat

melakukan ADL, maka perawat harus membantu klien.

4) Bersama pasien batasi gerak bagian tubuh tubuh yang mengalami

fraktur.

Rasional: memeprcepat proses penyembuhan tulang belakang dan

mencegah kerusakan yang berkepanjangan dari medulla spinalis

Exercise promotion

1) Kaji kekuatan otot pasien

Rasional: mengetahui perkembangan kekuatan otot klien sehingga

memudahkan untuk melakukan intervensi selanjutnya.

2) Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang pentingnya latihan

rentang gerak pasif atau aktif pada bagian tubuh yang mengalami

paraplegi dan yang tidak fraktur jika memungkinkan

Rasional: mengehindari terjadinya atropi otot pada otot yang lama

tidak digunakan

Page 31: LP Fraktur Femur Emi

3) Bersama pasien lakukan latihan rentang gerak pasif dan aktif pada

bagian tubuh yang paraplegi dan tidak fraktur

Rasional : untuk mencegah terjadinya atropi pada otot dan untuk

melancarkan aliran darah klien

4) Kolaborasi dengan ahli phisical terapi dalam memberikan latihan

yang tepat pada pasien untuk perkembangan dan kemajuan kondisi

pasien

Rasional: membentu memulihkan kondisi klien jika kondisi farktur

yang dialami telah membaik

d. Kurang pengetahuan klien dan keluarga berhubungan dengan

kurangnya informasi mengenai fraktur femur ditandai dengan klien

tidak dapat menyebutkan penyebab penyakitnya, klien tidak dapat

menyebutkan peengobatan penyakitnya, dan klien dapat

menyebutkan prognosis penyakitnya.

Tujuan:

Setelah diberikan asuhan keperawatan selama …x24 jam diharapkan

terjadi peningkatan pengetahuan klien dengan criteria hasil:

Kepedulian terhadap penyakit :

- Spesifik proses penyakit ( 5 = extensive knowledge ).

- Prosedur pengobatan ( 5 = extensive knowledge ).

- Regimen pengobatan ( 5 = extensive knowledge ).

Intervensi:

Pengajaran : proses penyakit

1) Kaji tingkat pengetahuan klien yang berhubungan dengan

perkembangan penyakit.

Rasional:

Mengetahui tingkat pengetahuan klien akan membantu dalam proses

pemberian informasi dan jenis paparan yang harus diberikan.

2) Jelaskan patofisiologi perjalanan penyakit, dan kondisi penyakit

klien saat ini.

Page 32: LP Fraktur Femur Emi

Rasional:

Memberikan paparan pengetahuan kepada klien sehingga klien

memahami kondisi penyakitnya dan membantu klien dalam

menentukan pengobatan yang dilakukan.

3) Diskusikan terapi pengobatan yang perlu dilakukan klien

Rasional:

Membantu klien dalam memilih treatment yang sesuai dengan

tingkat perkembangan penyakit dan tingkat ekonomi klien.

4) Informasikan pasien tentang efek samping pengobatan dan upaya

yang dilakukan dalam mengurangi/meminimalisir efek samping dari

pengobatan tersebut.

Rasional:

Membantu klien mempersiapkan diri terhadap efek samping dari

pengobatan

Post-op

1. Risiko Infeksi pertahanan tubuh primer yang tidak adekuat (luka

post ORIF sepanjang 15 cm)

a. Infection Severity (Keparahan infeksi)

- Tidak ada kemerahan (Skala 5 = None)

- Tidak terjadi hipertermia (Skala 5 = None)

- Tidak ada nyeri (Skala 5 = None)

- Tidak ada pembengkakan (Skala 5 = None)

b. Risk Control (Kontrol resiko)

- Klien mampu menyebutkan factor-faktor resiko penyebab infeksi

( Skala 5 = Consistenly demonstrated)

- Klien mampu memonitor lingkungan penyebab infeksi (Skala 5 =

Consistenly demonstrated)

- Klien mampu memonitor tingkah laku penyebab infeksi (Skala 5 =

Consistenly demonstrated)

Page 33: LP Fraktur Femur Emi

- Tidak terjadi paparan saat tindakan keperawatan (Skala 5 =

Consistenly demonstrated)

c. Penyembuhan Luka : primer

- Pendekatan kulit, skala 5 (extensive)

- Pendekatan tepi luka, skala 5 (extensive)

- Pembentukan Scar, skala 5 (extensive)

- drainase purulen, skala 5 (none)

Intervensi:

Infection control (kontrol infeksi)

1) Bersihkan lingkungan setelah digunakan oleh klien.

Rasional: Agar bakteri dan penyakit tidak menyebar dari lingkungan

dan orang lain.

2) Jaga agar barier kulit yang terbuka tidak terpapar lingkungan dengan

cara menutup dengan kasa steril.

Rasional: Mengurangi paparan dari lingkungan.

3) Ajarkan klien dan keluarga teknik mencuci tangan yang benar.

Rasional: Mencegah terjadinya infeksi dari mikroorganisme yang ada di

tangan.

4) Pergunakan sabun anti microbial untuk mencuci tangan.

Rasional: Mencuci tangan menggunakan sabun lebih efektif untuk

membunuh bakteri.

5) Anjurkan klien untuk tetap menjaga personal hygiene

Rasional: Meminimalkan penularan agen infeksius

6) Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan keperawatan.

Rasional: Mencegah infeksi nosokomial.

7) Terapkan Universal precaution.

Rasional: Mencegah infeksi nosokomial.

8) Pertahankan lingkungan aseptik selama perawatan.

Rasional: untuk meminimalkan terkontaminasi mikroba atau bakteri.

9) Anjurkan klien untuk memenuhi asupan nutrisi dan cairan adekuat.

Page 34: LP Fraktur Femur Emi

Rasional: Menjaga ketahanan sistem imun.

10) Ajarkan klien dan keluarga untuk menghindari infeksi.

Rasional: infeksi lebih lanjut dapat memperburuk resiko infeksi pada

klien.

11) Kolaborasi pemberian antibiotik bila perlu.

Rasional: untuk mempercepat perbaikan kondisi klien

Infection protection (proteksi terhadap infeksi)

1) Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal

Rasional: agar memudahkan pengambilan intervensi

2) Monitor hitung granulosit, WBC

Rasional: sebagai monitor adanya reaksi infeksi.

3) Monitor kerentanan terhadap infeksi

Rasional: untuk mengetahui tinggi/rendahnya tingkat infeksi pada klien,

sehingga memudahkan pengambilan intervensi

4) Berikan perawatan kulit.

Rasional: kulit merupakan pertahanan pertama dari bakteri.

5) Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan, panas dan

drainase

Rasional: merupakan tanda-tanda terjadinya infeksi.

6) Pantau kondisi luka operasi

Rasional: untuk memantau perkembangan luka dan mempermudah

pengambilan intervensi selanjutnya

Wound care

1) Luka dibersihkan dan diganti dressingnya minimal 1 x sehari.

Rasional : Lingkungan luka yang bersih menurunkan risiko invasi

bakteri.

2) Monitor karakteristik luka meliputi (ada tidaknya cairan, ukuran, warna,

bau).

Rasional: Perubahan karakteristik luka menandakan ada tidaknya

infeksi misalnya, luka terdapat pus, berbau, ukuran meluas, warna

Page 35: LP Fraktur Femur Emi

sekitar luka menjadi kemerahan tanda-tanda tersebut menyatakan

adanya infeksi.

3) Pertahankan teknik steril dalam membersihkan luka.

Rasional: Teknik steril dalam perawatan luka mencegah transmisi

kuman dari tangan perawat ke area luka.

4) Catat kondisi luka secara teratur setiap melakukan rawat luka.

Rasional : Mengevaluasi kondisi luka untuk mengetahui tanda-tanda

infeksi sehingga dapat memberikan intervensi yang tepat.

5) Ajarkan kepada klien tanda dan gejala infeksi.

Rasional : Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda infeksi sehingga

dapat melaporkan dengan segera kepada perawat.

4. Implementasi

Implementasi adalah tindakan keperawatan yang diberikan atau dialukan yang

mengacu pada intervensi yang telah dibuat.

5. Evaluasi

Pre-op

1. Nyeri akut

a. Pain Control

- Menjelaskan faktor penyebab nyeri, skala 5.

- Menggunakan teknik non analgetik untuk mengontrol nyeri, skala 5.

- Menggunakan analgetik sesuai rekomendasi, skala 5.

b. Pain Level

- Pelaporan nyeri, skala 5.

2. Gangguan perfusi jaringan perifer

a. Warna kulit tidak pucat

b. Tidak ada perubahan sensasi

c. Tidak ada masalah dengan capillary refill

d. Tidak ada sianosis

Page 36: LP Fraktur Femur Emi

3. Hambatan mobilitas fisik

Mobilitas :

- Keseimbangan tubuh klien baik (5 Not compromised)

- Koordinasi antara anggota gerak baik (5 Not compromised)

- Pergerakan otot baik (5 Not compromised)

Status neurologi

- spinal sensory/motorik berfungsi dengan baik (5 Not compromised)

- Reflex tendon (5 Not compromised)

- Kekuatan otot 555 555 (5 Not compromised)

555 555

- Klien tidak mengalami mati rasa pada daerah ekstremitas (5 Not

compromised)

4. Kurang pengetahuan

Kepedulian terhadap penyakit :

- Spesifik proses penyakit ( 5 = extensive knowledge ).

- Prosedur pengobatan ( 5 = extensive knowledge ).

- Regimen pengobatan ( 5 = extensive knowledge ).

Post -op

1. Risiko Infeksi

Tidak terjadi infeksi, dengan kriteria hasil:

Infection Severity (Keparahan infeksi)

- Tidak ada kemerahan (Skala 5 = None)

- Tidak terjadi hipertermia (Skala 5 = None)

- Tidak ada nyeri (Skala 5 = None)

- Tidak ada pembengkakan (Skala 5 = None)

Risk Control (Kontrol resiko)

Page 37: LP Fraktur Femur Emi

- Klien mampu menyebutkan factor-faktor resiko penyebab infeksi

( Skala 5 = Consistenly demonstrated)

- Klien mampu memonitor lingkungan penyebab infeksi (Skala 5 =

Consistenly demonstrated)

- Klien mampu memonitor tingkah laku penyebab infeksi (Skala 5 =

Consistenly demonstrated)

- Tidak terjadi paparan saat tindakan keperawatan (Skala 5 =

Consistenly demonstrated)

Penyembuhan Luka : primer

- Pendekatan kulit, skala 5 (extensive)

- Pendekatan tepi luka, skala 5 (extensive)

- Pembentukan Scar, skala 5 (extensive)

- drainase purulen, skala 5 (none)

Page 38: LP Fraktur Femur Emi

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, L. J. (1999). Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan.

Jakarta: EGC.

LeMone, P. &. (2008). Medical-Surgical nursing: critical thingking in

client care (4th ed). . New Jersey: Pearson Prentice Hall.

Lewis, S. M., & Heitkemper, M. M. (2007). Medical Surgical Nursing :

Assesment and Management of Clinical Problem. Pennsylvania:

W.B. Saunders.

Muttaqin, A. (2008). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan

Gangguan Persyarafan. Jakarta: Selemba Medika.

Nanda Nic-Noc. (2013). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan

Diagnosa Medis & NANDA. Yogyakarta: Med Action Publising.

Price, A. W. (2005). Patofisiologi Konsep Proses-Proses Penyakit, Edisi

IV. Jakarta: EGC.

Smeltzer Suzanne, C. (2002). Buku Ajar Medikal Bedah. Jakarta: EGC.

Suzanne, S. (2002). Buku Ajar : Keperawatan Medika Bedah Vol 2.

Jakarta: EGC.