Upload
indah-frysdia-lestari
View
100
Download
6
Embed Size (px)
DESCRIPTION
case report OMA
Citation preview
LAPORAN KASUSOTITIS MEDIA AKUT
DISUSUN OLEH :
DESSY AMARANTHA(1102009074)
PEMBIMBING :
dr. Zirmacatra, Sp. THT
KEPANITERAAN KEDOKTERAN BAGIAN ILMU THT FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITA YARSI
PERIODE 21 APRIL 2014 – 23 MEI 2014RSUD SOREANG
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. A
Umur : 4 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Kp.Batulawang ciwidey RT 02 RW 08
Kec. Ciwidey Kab. Bandung
No RM : 470751
Tgl Pemeriksa : 21 April 2014
II. ANAMNESIS
Anamnesis : Alloanamnesis (Ibu pasien)
Keluhan Utama : Keluar cairan dari telinga kanan.
Riwayat Penyakit Sekarang
Ibu Os mengeluh keluar cairan pada telinga kanan anaknya sejak 2 minggu
sebelum masuk rumah sakit. Cairan tersebut berwarna putih kekuningan dan
berbau. Keluhan ini baru pertama kali dirasakan. Ibu Os juga mengatakan anaknya
sering menangis mengeluh sakit pada telinga. Keluhan berupa telinga berdenging,
berdengung ataupun rasa penuh di telinga tidak ada. Riwayat panas badan disertai
batuk pilek dirasakan sejak 1 minggu sebelum keluar cairan dari telinga. Nyeri
telinga dan panas badan dirasakan berkurang setelah keluar cairan dari telinga.
Tidak ada keluhan pada telinga kiri Os. Keluhan sakit tenggorokan, nyeri
menelan, suara sengau, benjolan di leher tidak ada.
Riwayat Penyakit Dahulu
Os tidak pernah sakit seperti ini sebelumnya. Os sering menderita batuk &
pilek. Riwayat trauma, keluar darah dari hidung, suka mengorek telinga, dan
sering berenang tidak ada.
Riwayat Penyakit Keluarga
Ibu Os mengaku tidak ada di keluarga yang pernah sakit seperti ini
sebelumnya. Riwayat alergi dan asma pada keluarga tidak ada.
Riwayat Alergi
Riwayat alergi seperti bersin-bersin dan gatal-gatal ketika terkena debu,
atau setelah memakan makanan tertentu tidak ada. Riwayat asma juga tidak ada.
III. PEMERIKSAAN FISIK
Status generalis
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
Vital Sign :
Tekanan darah: 90/60 mmHg
Suhu : 36,6 derajat celcius
Nafas : 24 x/ menit
Nadi : 88 x/ menit
Status lokalis
Telinga
Bagian KelainanAuris
Dextra Sinistra
Preaurikula
Kelainan kongenital
Radang dan tumor
Trauma
-
-
-
-
-
-
Aurikula
Kelainan kongenital
Radang dan tumor
Trauma
-
-
-
-
-
-
Retroaurikula
Edema
Hiperemis
Nyeri tekan
Sikatriks
Fistula
Fluktuasi
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Palpasi
Nyeri pergerakan
aurikula
Nyeri tekan tragus
-
-
-
-
Canalis
Acustikus
Externa
Kelainan kongenital
Kulit
Sekret
Serumen
Edema
Jaringan granulasi
Massa
Cholesteatoma
-
Tenang
+ (putih
kekuningan)
-
-
-
-
-
-
Tenang
-
-
-
-
-
-
Membrana
Timpani
Warna
Intak
Retraksi
Refleks cahaya
Perforasi
Hiperemis
(-)
(-)
(-)
(+)
putih keabu-
abuan
(+)
(-)
(+)
(-)
Hidung
Rhinoskopi
anterior
Cavum nasi kanan Cavum nasi kiri
Mukosa hidung Hiperemis (+), sekret
(+), massa (-)
Hiperemis (+), sekret (+), massa
(-)
Septum nasi Deviasi (-), dislokasi (-) Deviasi (-), dislokasi (-)
Konka inferior Edema (+), hiperemis Edema (+), hiperemis (+)
dan media (+)
Meatus inferior
dan media
Polip (-) Polip (-)
Mulut Dan Orofaring
Bagian Kelainan Keterangan
Mulut
Mukosa mulut
Lidah
Palatum molle
Gigi geligi
Uvula
Halitosis
Tenang
Bersih, basah,gerakan normal kesegala
arah
Tenang, simetris
Caries (-)
Simetris
(-)
Tonsil
Mukosa
Besar
Kripta :
Detritus :
Perlengketan
Tenang
T1 – T1
Normal - Normal
(-/-)
(-/-)
Faring
Mukosa
Granula
Post nasal drip
Tenang
(-)
(-)
Maksilofasial
Bentuk : Simetris
Nyeri tekan : -
Leher
Kelenjar getah bening : Tidak teraba pembesaran KGB
Massa : Tidak ada
IV. DIAGNOSIS BANDING
Otitis Media Akut (OMA)
Otitis Media Supuratif Kronik ( OMSK )
V. DIAGNOSIS
Otitis Media Akut Stadium Perforasi Aurikularis Dextra
VI. PENGELOLAAN DAN TERAPI
Pembersihan liang telinga dengan suction
Pemberian obat cuci telinga H2O2
Pemberian obat oral:
- Clindamycin ( Antibiotik )
- Metil prednisolon ( Kotikosteroid )
- Pseudoefedrin HCl
VII. PROGNOSIS
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad functionam : ad bonam
PEMBAHASAN
Kenapa pasien ini didiagnosa otitis media akut stadium perforasi?
Anamnesis
Keluar cairan dari telinga kanannya
sejak 2 minggu sebelum masuk
rumah sakit
Cairan berwarna putih kekuningan
dan berbau
Keluhan baru pertama kali dirasakan
Nyeri telinga bagian dalam dan
adanya penurunan fungsi
pendengaran
Panas badan disertai batuk pilek
dirasakan sejak 1 minggu sebelum
keluar cairan dari telinga
Nyeri telinga dan panas badan
dirasakan berkurang setelah keluar
cairan dari telinga
Pasien sering mengalami batuk
pilek
Pemeriksaan Fisik
Untuk menegakkan diagnosis otitis media, perlu dilakukan
pemeriksaan otoskopi. Ditemukan adanya adanya pengeluaran cairan
berwarna putih pada canalis auditorius eksterna disertai perforasi sentral
pada membran timpani telinga kanan dan reflex cahaya (cone of light)
telinga kanan negatif. Kemungkinan stadium otitis medianya ialah stadium
perforasi.
Apa penyebab OMA dari kasus diatas?
Penyebab yang mungkin sebagai pencetus otitis media pada pasien di atas
ialah rhinitis yang sudah lama dialami. Pasien mengalami batuk pilek sudah lama.
Dari pemeriksaan rinoskopi anterior didapatkan chonka nasalis inferior & media
mengalami edema & hiperemis yang disertai adanya cairan mukus. Kemungkinan
pasien mengalami rhinitis kronis. Sehingga dapat disimpulkan bahwa penyebab
dari otitis medianya ialah komplikasi dari rhinitis kronis.
Bagaimana penatalaksanaan pada kasus diatas?
Pada kasus diatas penatalaksanaan adalah: Pembersihan liang
telinga dengan suction , Pemberian obat cuci telinga H2O2, Pemberian obat
oral: Clindamycin ( Antibiotik ), Metil prednisolon ( Kotikosteroid ),
Pseudoefedrin HCl. Sesuai dengan literatur Pada stadium perforasi,
diberikan obat cuci telinga H2O2 3% selama 3-5 hari serta antibiotik yang
adekuat.
TINJAUAN PUSTAKA
Telinga dibagi menjadi 3 bagian yaitu telinga luar, telinga tengah
dan telinga dalam.
Telinga luar, yang terdiri dari aurikula (daun telinga) dan canalis
auditorius eksternus ( liang telinga ). Telinga dalam terdiri dari koklea
( rumah siput) yang berupa dua setengah lingkaran dan vestibuler yang
terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis.
Anatomi telinga tengah
Telinga tengah terdiri dari 3 bagian yaitu membran timpani, cavum
timpani dan tuba eustachius.
1. Membrana timpani
Membrana timpani memisahkan cavum timpani dari kanalis akustikus
eksternus. Letak membrana timpai pada anak lebih pendek, lebih lebar dan lebih
horizontal dibandingkan orang dewasa. Bentuknya ellips, sumbu panjangnya 9-10
mm dan sumbu pendeknya 8-9 mm, tebalnya kira-kira 0,1 mm.
Membran timpani terdiri dari 2 bagian yaitu pars tensa (merupakan bagian
terbesar) yang terletak di bawah malleolar fold anterior dan posterior dan pars
flacida (membran sharpnell) yang terletak diatas malleolar fold dan melekat
langsung pada os petrosa. Pars tensa memiliki 3 lapisan yaitu lapiasan luar terdiri
dari epitel squamosa bertingkat, lapisan dalam dibentuk oleh mukosa telinga
tengah dan diantaranya terdapat lapisan fibrosa dengan serabut berbentuk radier
dan sirkuler. Pars placida hanya memiliki lapisan luar dan dalam tanpa lapisan
fibrosa.
Vaskularisasi membran timpani sangat kompleks. Membrana timpani
mendapat perdarahan dari kanalis akustikus eksternus dan dari telinga tengah, dan
beranastomosis pada lapisan jaringan ikat lamina propia membrana timpani. Pada
permukaan lateral, arteri aurikularis profunda membentuk cincin vaskuler perifer
dan berjalan secara radier menuju membrana timpani. Di bagian superior dari
cincin vaskuler ini muncul arteri descendent eksterna menuju ke umbo, sejajar
dengan manubrium. Pada permukaan dalam dibentuk cincin vaskuler perifer yang
kedua, yang berasal dari cabang stilomastoid arteri aurikularis posterior dan
cabang timpani anterior arteri maksilaris. Dari cincin vaskuler kedua ini muncul
arteri descendent interna yang letaknya sejajar dengan arteri descendent eksterna.
2. Kavum timpani
Kavum timpani merupakan suatu ruangan yang berbentuk irreguler
diselaputi oleh mukosa. Kavum timpani terdiri dari 3 bagian yaitu epitimpanium
yang terletak di atas kanalis timpani nervus fascialis, hipotimpananum yang
terletak di bawah sulcus timpani, dan mesotimpanum yang terletak diantaranya.
Batas cavum timpani ;
Atas : tegmen timpani
Dasar : dinding vena jugularis dan promenensia styloid
Posterior : mastoid, m.stapedius, prominensia pyramidal
Anterior : dinding arteri karotis, tuba eustachius, m.tensor timpani
Medial : dinding labirin
Lateral : membrana timpani
Kavum timpani berisi 3 tulang pendengaran yaitu maleus, inkus, dan
stapes. Ketiga tulang pendengaran ini saling berhubungan melalui artikulatio dan
dilapisi oleh mukosa telinga tengah. Ketiga tulang tersebut menghubungkan
membran timpani dengan foramen ovale, seingga suara dapat ditransmisikan ke
telinga dalam.
Maleus, merupakan tulang pendengaran yang letaknya paling lateral.
Malleus terdiri 3 bagian yaitu kapitulum mallei yang terletak di epitimpanum,
manubrium mallei yang melekat pada membran timpani dan kollum mallei yang
menghubungkan kapitullum mallei dengan manubrium mallei. Inkus terdiri atas
korpus, krus brevis dan krus longus. Sudut antara krus brevis dan krus longus
sekitar 100 derajat. Pada medial puncak krus longus terdapat processus
lentikularis. Stapes terletak paling medial, terdiri dari kaput, kolum, krus anterior
dan posterior, serta basis stapedius/foot plate. Basis stapedius tepat menutup
foramen ovale dan letaknya hampir pada bidang horizontal.
Dalam cavum timpani terdapat 2 otot, yaitu :
- M.tensor timpani, merupakan otot yang tipis, panjangnya sekitar 2 cm, dan
berasal dari kartilago tuba eustachius. Otot ini menyilang cavum timpani ke lateral
dan menempel pada manubrium mallei dekat kollum. Fungsinya untuk menarik
manubrium mallei ke medial sehingga membran timpani menjadi lebih tegang.
- M. Stapedius, membentang antara stapes dan manubrium mallei dipersarafi oleh
cabang nervus fascialis. Otot ini berfungsi sebagai proteksi terhadap foramen
ovale dari getaran yang terlalu kuat.
3. Tuba eustachius
Kavitas tuba eustachius adalah saluran yang meneghubungkan kavum
timpani dan nasofaring. Panjangnya sekitar 31-38 mm, mengarah ke antero-
inferomedial, membentuk sudut 30-40 dengan bidang horizontal, dan 45 dengan
bidang sagital. 1/3 bagian atas saluran ini adalah bagian tulang yang terletak
anterolateral terhadap kanalis karotikus dan 2/3 bagian bawahnya merupakan
kartilago. Muara tuba di faring terbuka dengan ukuran 1-1,25 cm, terletak setinggi
ujung posterior konka inferior. Pinggir anteroposterior muara tuba membentuk
plika yang disebut torus tubarius, dan di belakang torus tubarius terdapat resesus
faring yang disebut fossa rosenmuller. Pada perbatasan bagian tulang dan
kartilago, lumen tuba menyempit dan disebut isthmus dengan diameter 1-2 mm.
Isthmus ini mudah tertutup oleh pembengkakan mukosa atau oleh infeksi yang
berlangsung lama, sehingga terbentuk jaringan sikatriks. Pada anak-anak, tuba ini
lebih pendek, lebih lebar dan lebih horizontal dibandingkan orang dewasa,
sehinggga infeksi dari nasofaring mudah masuk ke kavum timpani.
OTITIS MEDIA AKUT
Otitis media akut (OMA) adalah peradangan sebagian atau seluruh
mukosa telinga tengah, tuba Eustachius, antrum mastoid dan sel-sel
mastoid.
Telinga tengah biasanya steril, meskipun terdapat mikroba ke
dalam di nasofaring dan faring. Secara fisiologik terdapat mekanisme
pencegahan masuknya mikroba ke dalam telinga tengah oleh silia mukosa
tuba Eustachius, enzim dan antibody. Otitis media akut terjadi karena
faktor pertahanan tubuh ini terganggu. Sumbatan tuba Eustachius
merupakan faktor penyebab utama dari otitis media. Karena fungsi tuba
Eustachius terganggu, pencegahan invasi kuman ke dalam telinga tengah
terganggu, sehingga kuman masuk ke dalam telinga tengah dan terjadi
peradangan.
Dikatakan juga, bahwa pencetus terjadinya OMA ialah infeksi
saluran nafas atas. Pada anak, makin sering anak terserang infeksi saluran
nafas, makin besar kemungkinan terjadinya OMA.
Etiologi
Sumbatan pada tuba eustachius merupakan penyebab utama dari otitis
Etiologi :- Perubahan tekanan udara tiba-tiba- Alergi- Infeksi- Sumbatan : Sekret
Tampon Tumor
Tuba tetap terganggu dan Infeksi (+)
OMEEfusiGangguan tuba
Infeksi (-)
Tekanan negative telinga tengah
Sembuh / Normal
Fungsi tuba tetap terganggu
OMA
Sembuh OME OMSK/OMP
media. Pertahanan tubuh pada silia mukosa tuba eustachius terganggu, sehingga
pencegahan invasi kuman ke dalam telinga tengah terganggu juga. Selain itu,
ISPA juga merupakan salah satu faktor penyebab yang paling sering. Kuman
penyebab OMA adalah bakteri piogenik, seperti Streptococcus hemoliticus,
Staphylococcus aureus, Pneumococcus, Haemophilus influenza, Escherichia coli,
Streptococcus anhemolyticus, Proteus vulgaris, Pseudomonas aeruginosa.¹
Sejauh ini Streptococcus pneumonia merupakan organisme penyebab tersering
pada semua kelompok umur. Sedangkan Haemophilus influenza adalah patogen
tersering yang ditemukan pada anak di bawah usia lima tahun. Meskipun juga
patogen pada orang dewasa.
Pada anak-anak, makin sering terserang ISPA, makin besar kemungkinan
terjadinya otitis media akut (OMA). Pada bayi, OMA dipermudah karena tuba
eustachiusnya pendek, lebar, dan letaknya agak horisontal.
Anak lebih mudah terserang otitis media dibanding orang dewasa
karena beberapa hal, yaitu:
(1)Sistem kekebalan tubuh anak masih dalam perkembangan, (2)Saluran
eustachius pada anak lebih lurus secara horizontal dan lebih pendek sehingga
ISPA lebih mudah menyebar ke telinga tengah. (3)Adenoid (salah satu organ di
tenggorokan bagian atas yang berperan dalam kekebalan tubuh) pada anak relative
lebih besar dibanding orang dewasa. Posisi adenoid berdekatan dengan muara
saluran Eustachius sehingga adenoid yang besar dapat mengganggu terbukanya
saluran Eustachius. Selain itu, adenoid sendiri dapat terinfeksi dimana infeksi
tersebut kemudian menyebar ke telinga tengah lewat saluran Eustachius.
Patogenesis
Otitis media sering diawali dengan infeksi pada saluran napas seperti
radang tenggorokan atau pilek yang menyebar ke telinga tengah lewat saluran
Eustachius. Saat bakteri melalui saluran Eustachius, mereka dapat menyebabkan
infeksi di saluran tersebut sehingga terjadi pembengkakan di sekitar saluran,
tersumbatnya saluran, dan datangnya sel-sel darah putih untuk melawan bakteri.
Sel-sel darah putih akan membunuh bakteri dengan mengorbankan diri mereka
sendiri. Sebagai hasilnya terbentuklah nanah dalam telinga tengah. Selain itu
pembengkakan jaringan sekitar saluran Eustachius menyebabkan lendir yang
dihasilkan sel-sel di telinga tengah terkumpul di belakang gendang telinga.
Jika lendir dan nanah bertambah banyak, pendengaran dapat terganggu
karena gendang telinga dan tulang-tulang kecil penghubung gendang telinga
dengan organ pendengaran di telinga dalam tidak dapat bergerak bebas.
Kehilangan pendengaran yang dialami umumnya sekitar 24 desibel (bisikan
halus). Namun cairan yang lebih banyak dapat menyebabkan gangguan
pendengaran hingga 45 desibel (kisaran pembicaraan normal). Selain itu telinga
juga akan terasa nyeri. Dan yang paling berat, cairan yang terlalu banyak tersebut
akhirnya dapat merobek gendang telinga karena tekanannya.
Stadium OMA
Perubahan mukosa telinga tengah sebagai akibat infeksi dapat
dibagi atas 5 stadium. Keadaan ini berdasarkan pada gambaran membran
timpani yang diamati melalui liang telinga luar.
1. Stadium oklusi tuba Eustachius
Tanda oklusi tuba Eustachius ialah gambaran retraksi membran timpani akibat
terjadinya tekanan negatif di dalam telinga tengah akibat absorpsi udara. Kadang-
kadang membran timpani tampak normal atau berwarna keruh pucat. Efusi
mungkin telah terjadi, tetapi tidak dapat dideteksi. Stadium ini sukar dibedakan
dengan otitis media serosa yang disebabkan oleh virus atau alergi.
2. Stadium hiperemis (stadium pre-supurasi)
Pada stadium hiperemis, tampak pembuluh darah yang melebar di membran
timpani atau seluruh membran timpani tampak hiperemis serta edema. Sekret
yang telah terbentuk mungkin masih bersifat eksudat yang serosa sehingga sukar
terlihat.
3. Stadium supurasi
Edema yang hebat pada mukosa telinga tengah dan hancurnya sel epitel
superfisial, serta terbentuknya eksudat yang purulen di kavum timpani,
menyebabkan membran timpani menonjol (bulging) ke arah liang telinga luar.
Pada keadaan ini pasien tampak sangat sakit, nadi, dan suhu meningkat,
serta rasa nyeri di telinga bertambah hebat. Apabila tekanan pus di kavum
timpani tidak berkurang, maka terjadi iskemia,akibat tekanan pada kapiler,
serta timbul tromboflebitis pada vena-vena kecil dan nekrosis mukosa dan
submukosa. Nekrosis ini pada membran timpani terlihat sebagai daerah
yang lebih lembek dan berwarna kekuningan, di tempat ini akan terjadi
ruptur.
Bila tidak dilakukan insisi membran timpani (miringotomi) pada stadium
ini, maka kemungkinan besar membran timpani akan ruptur dan nanah keluar ke
liang telinga luar. Dengan melakukan miringotomi, luka insisi akan menutup
kembali, sedangkan apabila terjadi ruptur (perforasi) tidak mudah menutup
kembali.
4. Stadium perforasi
Karena beberapa sebab seperti terlambatnya pemberian antibiotika atau
virulensi kuman yang tinggi, maka dapat terjadi ruptur membran timpani dan pus
keluar mengalir dari telinga tengah ke liang telinga luar. Anak yang tadinya
gelisah sekarang menjadi tenang, suhu badan turun dan anak dapat tertidur
nyenyak. Keadaan ini disebut otitis media akut stadium perforasi.
5. Stadium resolusi
Bila membran timpani tetap utuh, maka keadaan membran timpani perlahan-
lahan akan normal kembali. Bila sudah terjadi perforasi, maka sekret akan
berkurang dan akhirnya kering. Bila daya tahan tubuh baik atau virulensi kuman
rendah, maka resolusi dapat terjadi walaupun tanpa pengobatan. OMA berubah
menjadi OMSK bila perforasi menetap dengan sekret yang keluar terus-menerus
atau hilang timbul. OMA dapat menimbulkan gejala sisa (sequele) berupa otitis
media serosa bila sekret menetap di kavum timpani tanpa terjadinya perforasi.
Gejala klinik
Gejala klinik otitis media akut tergantung pada stadium penyakit serta
umur pasien. Pada anak yang sudah dapat berbicara keluhan utama adalah nyeri
telinga, suhu tubuh tinggi dan biasanya ada riwayat batuk pilek sebelumnya.
Pada anak yang lebih besar atau orang dewasa disamping rasa nyeri
terdapat pula gangguan pendengaran berupa rasa penuh di telinga atau rasa kurang
dengar. Pada bayi dan anak kecil gejala khas OMA adalah suhu tubuh tinggi
sampai 39,5 °C (stadium supurasi), anak gelisah dan sulit tidur, tiba-tiba anak
menjerit waktu tidur, diare, kejang-kejang. Bila terjadi ruptur membran timpani
maka sekret mengalir ke liang telinga luar, suhu tubuh turun dan anak tertidur
tenang.
Diagnosis
Diagnosis OMA harus memenuhi tiga hal berikut.
1. Penyakitnya muncul mendadak (akut)
2. Ditemukannya tanda efusi (efusi: pengumpulan cairan di suatu rongga
tubuh) di telinga tengah. Efusi dibuktikan dengan adanya salah satu di
antara tanda berikut: (1)menggembungnya gendang telinga,
(2)terbatas/tidak adanya gerakan gendang telinga, (3)adanya bayangan
cairan di belakang gendang telinga, (4)cairan yang keluar dari telinga.
3. Adanya tanda/gejala peradangan telinga tengah, yang dibuktikan dengan
adanya salah satu di antara tanda berikut: (1)kemerahan pada gendang
telinga, (2)nyeri telinga yang mengganggu tidur dan aktivitas normal.
Penatalaksanaan
Pengobatan OMA tergantung pada stadium penyakitnya. Tujuan
dari pengobatan yaitu menghilangkan tanda dan gejala penyakit, eradikasi
infeksi, dan pencegahan komplikasi.
Pada stadium oklusi, tujuan terapi dikhususkan untuk membuka
kembali tuba eustachius. Diberikan obat tetes hidung HCl efedrin 0,5%
dalam larutan fisiologik untuk anak <12 thn dan HCl efedrin 1% dalam
larutan fisiologik untuk anak yang berumur >12 thn atau dewasa. Selain
itu, sumber infeksi juga harus diobati dengan memberikan antibiotik.
Pada stadium presupurasi, diberikan antibiotik, obat tetes hidung,
dan analgesik. Bila membran timpani sudah hiperemi difus, sebaiknya
dilakukan miringotomi. Antibiotik yang diberikan ialah penisilin atau
eritromisin. Jika terdapat resistensi, dapat diberikan kombinasi dengan
asam klavunalat atau sefalosporin. Untuk terapi awal diberikan penisilin
IM agar konsentrasinya adekuat di dalam darah. Antibiotik diberikan
minimal selama 7 hari. Pada anak diberikan ampisilin 4x50-100
mg/KgBB, amoksisilin 4x40 mg/KgBB/hari, atau eritromisin 4x40
mg/kgBB/hari.
Pengobatan stadium supurasi selain antibiotik, pasien harus
dirujuk untuk dilakukan miringotomi bila membran timpani masih utuh.
Dengan miringotomi gejala- gejala klinis lebih cepat hilang dan rupture
dapat dihindari. Selain itu, analgesik juga perlu diberikan agar nyeri dapat
berkurang.
Miringotomi adalah tindakan insisi pada pars tensa membran timpani agar
terjadi drainese sekret telinga tengah. Miringotomi dilakukan bila ada cairan yang
menetap di telinga setelah 3 bulan penanganan medis dan terdapat gangguan
pendengaran. Miringotomi harus dilakukan secara a-vue (dilihat langsung), anak
harus tenang dan dapat dikuasai agar membran timpani dapat terlihat dengan baik.
Biasanya pada anak kecil dignakan anastesi umum. Lokasi miringotomi adalah di
kuadran posteroinferior.
Pada stadium perforasi, diberikan obat cuci telinga H2O2 3%
selama 3-5 hari serta antibiotik yang adekuat. Biasanya sekret akan hilang
dan perforasi dapat menutup kembali dalam waktu 7-10 hari.
Stadium resolusi, maka membran timpani berangsur normal
kembali, sekret tidak ada lagi dan perforasi membran timpani menutup.
Bila tidak terjadi resolusi biasanya akan tampak sekret mengalir di liang
telinga luar melalui perforasi di membrane timpani. Pada keadaan ini
antibiotik dapat dilanjutkan sampai 3 minggu.
Komplikasi
Sebelum ada antibiotika komplikasi dapat terjadi dari yang ringan
hingga berat tetapi setelah ada antibiotika komplikasi biasanya didapatkan
sebagai komplikasi dari otitis media supuratif kronis.
OMA dengan perforasi membran timpani dapat berkembang
menjadi otitis media supuratif kronis apabila gejala berlangsung lebih dari
2 bulan, hal ini berkaitan dengan beberapa faktor antara lain higiene, terapi
yang terlambat, pengobatan yang tidak adekuat, dan daya tahan tubuh
yang kurang baik.
Komplikasi yang dapat terjadi adalah mastoidis, paralisis nervus
fascialis, komplikasi ke intrakranial seperti abses ekstradural, abses
subdural, meningitis, abses otak, trombosis sinus lateralis, otittis
hidrocephalus, labirintis dan petrosis.
DAFTAR PUSTAKA
Daly KA, Giebink GS.2000. Clinical epidemiology of otitis media.
Djaafar, ZA. 2007. Kelainan Telinga Tengah. Telinga Hidung Tenggorokan, Edisi
ke 6. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Sosialisman & Helmi. Kelainan Telinga Luar dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala & Leher. Ed. ke-5. dr. H. Efiaty Arsyad
Soepardi, Sp.THT & Prof. dr. H. Nurbaiti Iskandar, Sp.THT (editor).
Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2006
American Academy of Pediatrics. Diagnosis and management of acute otitis
media. Pediatrics. 2004;113:1451-65.
Adam G.L., Boies L.R., Highler P.A., BOIES Buku Ajar Penyakit THT
(BOIESFundamentals of Otalaryngology). Edisi 6. 1997. Balai Penerbitan
Buku Kedokteran EGC
Lawlani,A.K., 2008, Current Diagnosis & Treatment : Otolaryngology Head and
Neck Surgery, International Edition, Mc Graw Hill, USA.
David P., Chonmaitree T., Pittman C., Saeed K., Friedman R., Uchida T., Baldwin
D., Nonsevere Acute Otitis Media: A Clinical Trial Comparing Outcomes of
Watchful Waiting Versus Immediate Antibiotic Treatment, Pediatrics
2005;115:1455–1465