28
TUTORIAL KLINIK Otitis Media Supuratif Akut Perforata Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Ilmu Kesehatan THT RSUD Tidar Magelang Pembimbing dr. Asti Widuri, Sp. THT, M.Kes Disusun oleh Indrawan Wicaksono (20080310196) Ragil Catur Nugroho (20080310213) FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

Otitis Media Akut Tk

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Radang Telinga Tengah

Citation preview

Page 1: Otitis Media Akut Tk

TUTORIAL KLINIK

Otitis Media Supuratif Akut Perforata

Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti

Ujian Kepaniteraan Ilmu Kesehatan THT

RSUD Tidar Magelang

Pembimbing

dr. Asti Widuri, Sp. THT, M.Kes

Disusun oleh

Indrawan Wicaksono (20080310196)

Ragil Catur Nugroho (20080310213)

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

2013

I.IDENTITAS PASIEN

Page 2: Otitis Media Akut Tk

Nama : Sdr. A

Jenis kelamin : Laki-laki

Usia : 23 th

Pekerjaan : Swasta

Alamat : Magelang Utara

Agama : Islam

Suku Bangsa : Jawa

II. ANAMNESIS

Keluhan utama : Keluar cairan telinga kiri.

Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang RSUD Tidar dengan keluhan keluar

cairan dari telinga kiri sejak 2 minggu yang lalu. Cairan yang keluar kental, berwarna

kuning dan berbau. Pasien mengeluhkan nyeri telinga terutama di malam hari sehingga

mengganggu tidur pasien. Pasien mengeluhkan pendengaran telinga kiri menjadi

terganggu setelah mengeluarkan cairan. 1 minggu yang lalu pasien berobat ke poli THT

dan keluhan dirasakan berkurang. Pasien tidak mengeluhkan deman, batuk, pilek dan

tenggorokan sakit.

Riwayat Penyakit Dahulu :

Tidak ada keluhan serupa sebelumnya. Tidak kelainan konginetal.

Riwayat penyakit Keluarga :

Tidak ada anggota keluarga yang mengeluhkan hal serupa dengan pasien.

ANAMNESIS SISTEM

Neurologi : nyeri pinggang (-), panas (-), pusing (-), kesadaran menurun (-),

kelemahan anggota gerak (-), kejang (-).

Respirasi : Batuk (-), pilek (-), sesak nafas (-).

Kardiovaskular : berdebar-debar , pucat (-).

Gastrointestinal : muntah (-), mual (-), nyri perut (-), BAB (N), perut kembung (-).

Urogenital : BAK lancar, nyeri BAK (-).

Muskuloskeletal : lemah anggota gerak (-).

III. PEMERIKSAAN FISIK

Page 3: Otitis Media Akut Tk

Vital Sign

Tensi : 120/70 mmHg.

Nadi : 80 x/menit.

Respirasi : 20x/ menit.

Suhu : febris

Pemeriksaan Fisik

Kepala : conjungtivitis anemis (-/-), pupil isokor, sklera ikterik (-/-).

Leher : Tekanan vena jugularis tidak meningkat, Inn tidak teraba.

Jantung : suara S1 dan S2 reguler, bising (-)

Paru- paru : wheezing (-/-).

Abdomen : normal, supel, timpani (+), peristaltik (+).

Ekstremitas : hemiparesis (-), edema (-).

STATUS LOKALISATA

Page 4: Otitis Media Akut Tk

TELINGA

Auricula Dextra Auricula Sinistra

Inspeksi :

Deskuamasi - -

Otore - -

Serumen - -

Tumor - -

Edema - -

Hiperemis - -

Kelainan konginetal - -

Benjolan pada telinga luar - -

Palpasi :

Tragus pain - -

Nyeri Tarik Auricula - +

Pembesaran Kelenjar limfe retroaurikuler dan preaurikuler

- +

Otoskopi :

Retraksi - -

Bulging - -

Perforasi - -

Hiperemis - +

Discharge - +

Reflek Cahaya (cone of light) + +

HIDUNG

Page 5: Otitis Media Akut Tk

Nasi Detra Nasi Sinistra

Inspeksi :

Deformitas - -

Deviasi septum - -

Edema - -

Kelainan konginetal - -

Jaringan parut - -

Hiperemis - -

Tumor - -

Discharge - -

Palpasi :

Nyeri tekan dorsum nasi (-)

Nyeri tekan frontalis (-)

Krepitasi (-)

Edema (-)

Rhinoskopi Anterior :

Mukosa hiperemis - -

Mukosa edema - -

Konka hiperemis - -

Konka edema - -

Deviasi septum - -

Discharge - -

Massa - -

Benda asing - -

Rinoskopi posterior tidak dilakukan

TENGGOROKAN

Inspeksi :

Page 6: Otitis Media Akut Tk

Pada labia tidak terdapar kelainan

Lidah kotor (-), hiperemis (-).

Mukosa lidah dalam batas normal

Tonsil tidak terdapat pembesaran, kripte licin, hiperemis (-).

Uvula simetris, hiperemis (-).

Palpasi :

Kelenjar submandibula oedem (-), nyeri tekan (-).

IV. DIAGNOSIS

- Otitis media supuratif akut perforata

V. MANAJEMEN

Amoksisilin 500 mg

S 3 dd 1

Sebagai antibiotic golongan penisilin untuk menghambat bakteri penyebab terjadinya

peradangan di telinga tengah

Parasetamol 500 mg

S 3dd 1

Sebagai analgetik untuk mengurangi rasa nyeri yang disebabkan peradangan pada

telinga tengah.

Page 7: Otitis Media Akut Tk

OTITIS MEDIA AKUT

I. Definisi

Otitis Media adalah peradangan pada sebagian atau seluruh mukosa telinga

tengah, tuba Eustachius, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid. Otitis media akut (OMA)

adalah peradangan telinga tengah dengan gejala dan tanda-tanda yang bersifat cepat dan

singkat. Gejala dan tanda klinik lokal atau sistemik dapat terjadi secara lengkap atau

sebagian, baik berupa otalgia, demam, gelisah, mual, muntah, diare, serta otore, apabila

telah terjadi perforasi membran timpani. Pada pemeriksaan otoskopik juga dijumpai

efusi telinga tengah. Terjadinya efusi telinga tengah atau inflamasi telinga tengah

ditandai dengan membengkak pada membran timpani atau bulging, mobilitas yang

terhad pada membran timpani, terdapat cairan di belakang membran timpani, dan otore.

II. Klasifikasi

Otitis Media

Otitis Media Supuratif

Otitis Media Non Supuratif(Otitis Media

Serosa)

Otitis Media Spesifik

Otitis Media Adhesiva

Otitis Media Serosa Kronis

Otitis Media Serosa Akut

Otitis Media Supuratif Kronis(OMSK)

Otitis Media supuratif akut/Otitis media akut

Page 8: Otitis Media Akut Tk

III. Etiologi

a. Bakteri

Bakteri piogenik merupakan penyebab OMA yang tersering. Menurut

penelitian, 65-75% kasus OMA dapat ditentukan jenis bakteri piogeniknya melalui

isolasi bakteri terhadap kultur cairan atau efusi telinga tengah. Kasus lain tergolong

sebagai nonpatogenik karena tidak ditemukan mikroorganisme penyebabnya. Tiga jenis

bakteri penyebab otitis media tersering adalah Streptococcus pneumoniae (40%),

diikuti oleh Haemophilus influenzae (25-30%) dan Moraxella catarhalis (10-15%).

Kira-kira 5% kasus dijumpai patogen-patogen yang lain seperti Streptococcus pyogenes

(group A betahemolytic), Staphylococcus aureus, dan organisme gram negatif.

Staphylococcus aureusdan organisme gram negatif banyak ditemukan pada anak dan

neonatus yang menjalani rawat inap di rumah sakit. Haemophilus influenzae sering

dijumpai pada anak balita.Jenis mikroorganisme yang dijumpai pada orang dewasa juga

sama dengan yang dijumpai pada anak-anak.

b. Virus

Virus juga merupakan penyebab OMA. Virus dapat dijumpai tersendiri atau

bersamaan dengan bakteri patogenik yang lain. Virus yang paling sering dijumpai pada

anak-anak, yaitu respiratory syncytial virus (RSV), influenza virus, atau adenovirus

(sebanyak 30-40%). Kira-kira 10-15% dijumpai parainfluenza virus, rhinovirus atau

enterovirus. Virus akan membawa dampak buruk terhadap fungsi tuba Eustachius,

menganggu fungsi imun lokal, meningkatkan adhesi bakteri, menurunkan efisiensi obat

antimikroba dengan menganggu mekanisme farmakokinetiknya. Dengan menggunakan

teknik polymerase chain reaction (PCR) dan virus specific enzyme-linked

immunoabsorbent assay (ELISA), virus-virus dapat diisolasi dari cairan telinga tengah

pada anak yang menderita OMA pada 75% kasus.

IV.Faktor Risiko

Faktor risiko terjadinya otitis media adalah umur, jenis kelamin, ras, faktor

genetik, status sosioekonomi serta lingkungan, asupan air susu ibu (ASI) atau susu

formula, lingkungan merokok, kontak dengan anak lain, abnormalitas kraniofasialis

kongenital, status imunologi, infeksi bakteri atau virus di saluran pernapasan atas,

disfungsi tuba Eustachius, inmatur tuba Eustachius dan lain-lain .Faktor umur juga

Page 9: Otitis Media Akut Tk

berperan dalam terjadinya OMA. Peningkatan insidens OMA pada bayi dan anak-anak

kemungkinan disebabkan oleh struktur dan fungsi tidak matang atau imatur tuba

Eustachius. Selain itu, sistem pertahanan tubuh atau status imunologi anak juga masih

rendah. Insidens terjadinya otitis media pada anak laki-laki lebih tinggi dibanding

dengan anak perempuan. Faktor genetik juga berpengaruh. Status sosioekonomi juga

berpengaruh, seperti kemiskinan, kepadatan penduduk, fasilitas higiene yang terbatas,

status nutrisi rendah, dan pelayanan pengobatan terbatas, sehingga mendorong

terjadinya OMA pada anak-anak. ASI dapat membantu dalam pertahanan tubuh. Oleh

karena itu, anak-anak yang kurangnya asupan ASI banyak menderita OMA.

Lingkungan merokok menyebabkan anak-anak mengalami OMA yang lebih signifikan

dibanding dengan anak-anak lain. Anak dengan adanya abnormalitas kraniofasialis

kongenital mudah terkena OMA karena fungsi tuba Eustachius turut terganggu, anak

mudah menderita penyakit telinga tengah. Otitis media merupakan komplikasi yang

sering terjadi akibat infeksi saluran napas atas, baik bakteri atau virus.

V. Gejala Klinis

Gejala klinis OMA bergantung pada stadium penyakit serta umur pasien. Pada

anak yang sudah dapat berbicara keluhan utama adalah rasa nyeri di dalam telinga, di

samping suhu tubuh yang tinggi. Biasanya terdapat riwayat batuk pilek sebelumnya.

Pada anak yang lebih besar atau pada orang dewasa, selain rasa nyeri, terdapat

gangguan pendengaran berupa rasa penuh di telinga atau rasa kurang mendengar. Pada

bayi dan anak kecil, gejala khas OMA adalah suhu tubuh tinggi dapat mencapai 39,5°C

(pada stadium supurasi), anak gelisah dan sukar tidur, tiba-tiba anak menjerit waktu

tidur,diare, kejang-kejang dan kadang-kadang anak memegang telinga yang sakit. Bila

terjadi ruptur membran timpani, maka sekret mengalir ke liang telinga, suhu tubuh turun

dan anak tidur tenang.

Penilaian klinik OMA digunakan untuk menentukan berat atau ringannya suatu

penyakit. Penilaian berdasarkan pada pengukuran temperatur, keluhan orang tua pasien

tentang anak yang gelisah dan menarik telinga atau tugging, serta membran timpani

yang kemerahan dan membengkak atau bulging.

Page 10: Otitis Media Akut Tk

VI. Fisiologi, Patologi dan Patogenesis

1. Tuba Eustachius

Fungsi abnormal tuba Eustachius merupakan faktor yang penting pada otitis

media. Tuba Eustachius adalah saluran yang menghubungkan rongga telinga tengah

dengan nasofaring, yang terdiri atas tulang rawan pada dua pertiga ke arah nasofaring

dan sepertiganya terdiri atas tulang.Tuba Eustachius biasanya dalam keadaan steril

serta tertutup dan baru terbuka apabila udara diperlukan masuk ke telinga tengah atau

pada saat mengunyah, menelan dan menguap. Pembukaan tuba dibantu oleh kontraksi

muskulus tensor veli palatini apabila terjadi perbedaan tekanan telinga tengah dan

tekanan udara luar antara 20 sampai dengan 40 mmHg. Tuba Eustachius mempunyai

tiga fungsi penting, yaitu ventilasi, proteksi, dan drainase sekret. Ventilasi berguna

untuk menjaga agar tekanan udara dalam telinga tengah selalu sama dengan tekanan

udara luar. Proteksi, yaitu melindung telinga tengah dari tekanan suara, dan

menghalangi masuknya sekret atau cairan dari nasofaring ke telinga tengah. Drainase

bertujuan untuk mengalirkan hasil sekret cairan telinga tengah ke nasofaring.

2. Patogenesis OMA

Pathogenesis OMA pada sebagian besar anak-anak dimulai oleh infeksi saluran

pernapasan atas (ISPA) atau alergi, sehingga terjadi kongesti dan edema pada mukosa

saluran napas atas, termasuk nasofaring dan tuba Eustachius. Tuba Eustachius menjadi

sempit, sehingga terjadi sumbatan tekanan negatif pada telinga tengah. Bila keadaan

demikian berlangsung lama akan menyebabkan refluks dan aspirasi virus atau bakteri

dari nasofaring ke dalam telinga tengah melalui tuba Eustachius. Mukosa telinga tengah

bergantung pada tuba Eustachius untuk mengatur proses ventilasi yang berkelanjutan

dari nasofaring. Jika terjadi gangguan akibat obstruksi tuba, akan mengaktivasi proses

inflamasi kompleks dan terjadi efusi cairan ke dalam telinga tengah. Ini merupakan

faktor pencetus terjadinya OMA dan otitis media dengan efusi. Bila tuba Eustachius

tersumbat, drainase telinga tengah terganggu, mengalami infeksi serta terjadi akumulasi

sekret di telinga tengah, kemudian terjadi proliferasi mikroba patogen pada sekret.

Akibat dari infeksi virus saluran pernapasan atas, sitokin dan mediator-mediator

inflamasi yang dilepaskan akan menyebabkan disfungsi tuba Eustachius. Virus

respiratori juga dapat meningkatkan kolonisasi dan adhesi bakteri, sehingga menganggu

pertahanan imum pasien terhadap infeksi bakteri. Jika sekret dan pus bertambah banyak

Page 11: Otitis Media Akut Tk

dari proses inflamasi lokal, perndengaran dapat terganggu karena membran timpani dan

tulangtulang pendengaran tidak dapat bergerak bebas terhadap getaran. Akumulasi

cairan yang terlalu banyak akhirnya dapat merobek membran timpani akibat tekanannya

yang meninggi Obstruksi tuba Eustachius dapat terjadi secara intraluminal dan

ekstraluminal. Faktor intraluminal seperti akibat ISPA, dimana proses inflamasi terjadi,

lalu timbul edema pada mukosa tuba serta akumulasi sekret di telinga tengah. Selain itu,

sebagian besar pasien dengan otitis media dihubungkan dengan riwayat fungsi abnormal

dari tuba Eustachius, sehingga mekanisme pembukaan tuba terganggu. Faktor

ekstraluminal seperti tumor, dan hipertrofi adenoid.

3. Penyebab-penyebab Anak Mudah Terserang OMA

Dipercayai bahwa anak lebih mudah terserang OMA dibanding dengan orang

dewasa. Ini karena pada anak dan bayi, tuba lebih pendek, lebih lebar dan

kedudukannya lebih horizontal dari tuba orang dewasa, sehingga infeksi saluran

pernapasan atas lebih mudah menyebar ke telinga tengah. Panjang tuba orang dewasa

37,5 mm dan pada anak di bawah umur 9 bulan adalah 17,5 mm. Ini meningkatkan

peluang terjadinya refluks dari nasofaring menganggu drainase melalui tuba Eustachius.

Insidens terjadinya otitis media pada anak yang berumur lebih tua berkurang, karena

tuba telah berkembang sempurna dan diameter tuba Eustschius meningkat, sehingga

jarang terjadi obstruksi dan disfungsi tuba. Selain itu, sistem pertahanan tubuh anak

masih rendah sehingga mudah terkena ISPA lalu terinfeksi di telinga tengah. Adenoid

merupakan salah satu organ di tenggorokan bagian atas yang berperan dalam kekebalan

tubuh. Pada anak, adenoid relatif lebih besar dibanding orang dewasa. Posisi adenoid

yang berdekatan dengan muara tuba Eustachius sehingga adenoid yang besar dapat

mengganggu tterbukanya tuba Eustachius. Selain itu, adenoid dapat terinfeksi akibat

ISPA kemudian menyebar ke telinga tengah melalui tuba Eustachius.

VII. Stadium OMA

OMA dalam perjalanan penyakitnya dibagi menjadi lima stadium, bergantung

pada perubahan pada mukosa telinga tengah, yaitu stadium oklusi tuba Eustachius,

stadium hiperemis atau stadium pre-supurasi, stadium supurasi, stadium perforasi dan

stadium resolusi.

Page 12: Otitis Media Akut Tk

1. Stadium Oklusi Tuba Eustachius

Pada stadium ini, terdapat sumbatan tuba Eustachius yang ditandai oleh retraksi

membran timpani akibat terjadinya tekanan intratimpani negatif di dalam telinga tengah,

dengan adanya absorpsi udara. Retraksi membran timpani terjadi dan posisi malleus

menjadi lebih horizontal, refleks cahaya juga berkurang. Edema yang terjadi pada tuba

Eustachius juga menyebabkannya tersumbat. Selain retraksi, membran timpani

kadangkadang tetap normal dan tidak ada kelainan, atau hanya berwarna keruh pucat.

Efusi mungkin telah terjadi tetapi tidak dapat dideteksi. Stadium ini sulit dibedakan

dengan tanda dari otitis media serosa yang disebabkan oleh virus dan alergi. Tidak

terjadi demam pada stadium ini.

2. Stadium Hiperemis atau Stadium Pre-supurasi

Pada stadium ini, terjadi pelebaran pembuluh darah di membran timpani, yang

ditandai oleh membran timpani mengalami hiperemis, edema mukosa dan adanya sekret

eksudat serosa yang sulit terlihat. Hiperemis disebabkan oleh oklusi tuba yang

berpanjangan sehingga terjadinya invasi oleh mikroorganisme piogenik. Proses

inflamasi berlaku di telinga tengah dan membran timpani menjadi kongesti. Stadium ini

merupakan tanda infeksi bakteri yang menyebabkan pasien mengeluhkan otalgia,

telinga rasa penuh dan demam. Pendengaran mungkin masih normal atau terjadi

gangguan ringan, tergantung dari cepatnya proses hiperemis. Hal ini terjadi karena

terdapat tekanan udara yang meningkat di kavum timpani. Gejala-gejala berkisar antara

dua belas jam sampai dengan satu hari.

3. Stadium Supurasi

Stadium supurasi ditandai oleh terbentuknya sekret eksudat purulen atau

bernanah di telinga tengah dan juga di sel-sel mastoid. Selain itu edema pada mukosa

telinga tengah menjadi makin hebat dan sel epitel superfisial terhancur. Terbentuknya

eksudat yang purulen di kavum timpani menyebabkan membran timpani menonjol atau

bulgingke arah liang telinga luar. Pada keadaan ini, pasien akan tampak sangat sakit,

nadi dan suhu meningkat serta rasa nyeri di telinga bertambah hebat. Pasien selalu

gelisah dan tidak dapat tidur nyenyak. Dapat disertai dengan gangguan pendengaran

konduktif. Pada bayi demam tinggi dapat disertai muntah dan kejang. Stadium supurasi

yang berlanjut dan tidak ditangani dengan baik akan menimbulkan iskemia membran

timpani, akibat timbulnya nekrosis mukosa dan submukosa membran timpani. Terjadi

Page 13: Otitis Media Akut Tk

penumpukan nanah yang terus berlangsung di kavum timpani dan akibat tromboflebitis

vena-vena kecil, sehingga tekanan kapiler membran timpani meningkat, lalu

menimbulkan nekrosis. Daerah nekrosis terasa lebih lembek dan berwarna kekuningan

atau yellow spot. Keadaan stadium supurasi dapat ditangani dengan melakukan

miringotomi. Bedah kecil ini kita lakukan dengan menjalankan insisi pada membran

timpani sehingga nanah akan keluar dari telinga tengah menuju liang telinga luar. Luka

insisi pada membran timpani akan menutup kembali, sedangkan apabila terjadi ruptur,

lubang tempat perforasi lebih sulit menutup kembali.

4. Stadium Perforasi

Stadium perforasi ditandai oleh ruptur membran timpani sehingga sekret berupa

nanah yang jumlahnya banyak akan mengalir dari telinga tengah ke liang telinga luar.

Kadang-kadang pengeluaran sekret bersifat pulsasi (berdenyut). Stadium ini sering

disebabkan oleh terlambatnya pemberian antibiotik dan tingginya virulensi kuman.

Setelah nanah keluar, anak berubah menjadi lebih tenang, suhu tubuh menurun dan

dapat tertidur nyenyak.Jika mebran timpani tetap perforasi dan pengeluaran sekret atau

nanah tetap berlangsung melebihi tiga minggu, maka keadaan ini disebut otitis media

supuratif subakut. Jika kedua keadaan tersebut tetap berlangsung selama lebih satu

setengah sampai dengan dua bulan, maka keadaan itu disebut otitis media supuratif

kronik.

V. Stadium Resolusi

Keadaan ini merupakan stadium akhir OMA yang diawali dengan berkurangnya

dan berhentinya otore. Stadium resolusi ditandai oleh membran timpani berangsur

normal hingga perforasi membran timpani menutup kembali dan sekret purulen akan

berkurang dan akhirnya kering. Pendengaran kembali normal. Stadium ini berlangsung

walaupun tanpa pengobatan, jika membran timpani masih utuh, daya tahan tubuh baik,

dan virulensi kuman rendah. Apabila stadium resolusi gagal terjadi, maka akan berlanjut

menjadi otitis media supuratif kronik. Kegagalan stadium ini berupa perforasi membran

timpani menetap, dengan sekret yang keluar secara terus-menerus atau hilang

timbul.Otitis media supuratif akut dapat menimbulkan gejala sisa berupa otitis media

serosa. Otitis media serosa terjadi jika sekret menetap di kavum timpani tanpa

mengalami perforasi membran timpani.

Page 14: Otitis Media Akut Tk

VIII. Diagnosis

a. Kriteria Diagnosis OMA

Menurut Kerschner (2007), kriteria diagnosis OMA harus memenuhi tiga hal

berikut, yaitu:

1. Penyakitnya muncul secara mendadak dan bersifat akut.

2. Ditemukan adanya tanda efusi. Efusi merupakan pengumpulan cairan di telinga

tengah. Efusi dibuktikan dengan adanya salah satu di antara tanda berikut, seperti

menggembungnya membran timpani atau bulging, terbatas atau tidak ada gerakan

pada membran timpani, terdapat bayangan cairan di belakang membran timpani, dan

terdapat cairan yang keluar dari telinga.

3. Terdapat tanda atau gejala peradangan telinga tengah, yang dibuktikan dengan

adanya salah satu di antara tanda berikut, seperti kemerahan atau erythema pada

membran timpani, nyeri telinga atau otalgia yang mengganggu tidur dan aktivitas

normal.

Menurut Rubin et al. (2008), keparahan OMA dibagi kepada dua kategori, yaitu

ringan-sedang, dan berat. Kriteria diagnosis ringan-sedang adalah terdapat cairan di

telinga tengah, mobilitas membran timpani yang menurun, terdapat bayangan cairan di

belakang membran timpani, membengkak pada membran timpani, dan otore yang

purulen. Selain itu, juga terdapat tanda dan gejala inflamasi pada telinga tengah, seperti

demam, otalgia, gangguan pendengaran, tinitus, vertigo dan kemerahan pada membran

timpani. Tahap berat meliputi semua kriteria tersebut, dengan tambahan ditandai dengan

demam melebihi 39,0°C, dan disertai dengan otalgia yang bersifat sedang sampai berat.

b. Perbedaan OMA dan Otitis Media dengan Efusi

OMA dapat dibedakan dari otitis media dengan efusi yang dapat menyerupai OMA.

Efusi telinga tengah (middle ear effusion) merupakan tanda yang ada pada OMA dan

otitis media dengan efusi. Efusi telinga tengah dapat menimbulkan gangguan

pendengaran dengan 0-50 decibels hearing loss.

VIII. Penatalaksaan

1. Pengobatan

Penatalaksanaan OMA tergantung pada stadium penyakitnya. Pengobatan pada

Page 15: Otitis Media Akut Tk

stadium awal ditujukan untuk mengobati infeksi saluran napas, dengan pemberian

antibiotik, dekongestan lokal atau sistemik, dan antipiretik. Tujuan pengobatan pada

otitis media adalah untuk menghindari komplikasi intrakrania dan ekstrakrania yang

mungkin terjadi, mengobati gejala, memperbaiki fungsi tuba Eustachius, menghindari

perforasi membran timpani, dan memperbaiki sistem imum lokal dan.

- Pada stadium oklusi tuba, pengobatan bertujuan untuk membuka kembali tuba

Eustachius sehingga tekanan negatif di telinga tengah hilang. Diberikan obat tetes

hidung HCl efedrin 0,5 % dalam larutan fisiologik untuk anak kurang dari 12 tahun

atau HCl Utaraefedrin 1 % dalam larutan fisiologis untuk anak yang berumur atas 12

tahun pada orang dewasa. Sumber infeksi harus diobati dengan pemberian antibiotik.

- Pada stadium hiperemis dapat diberikan antibiotik, obat tetes hidung dan analgesik.

Dianjurkan pemberian antibiotik golongan penisilin atau eritromisin. Jika terjadi

resistensi, dapat diberikan kombinasi dengan asam klavulanat atau sefalosporin.

Untuk terapi awal diberikan penisilin intramuskular agar konsentrasinya adekuat di

dalam darah sehingga tidak terjadi mastoiditis terselubung, gangguan pendengaran

sebagai gejala sisa dan kekambuhan. Antibiotik diberikan minimal selama 7 hari.

Bila pasien alergi tehadap penisilin, diberikan eritromisin. Pada anak, diberikan

ampisilin 50-100 mg/kgBB/hari yang terbagi dalam empat dosis, amoksisilin atau

eritromisin masing-masing 50 mg/kgBB/hari yang terbagi dalam 3 dosis.

- Pada stadium supurasi, selain diberikan antibiotik, pasien harus dirujuk untuk

melakukan miringotomi bila membran timpani masih utuh sehingga gejala cepat

hilang dan tidak terjadi ruptur.

- Pada stadium perforasi, sering terlihat sekret banyak keluar, kadang secara

berdenyut atau pulsasi. Diberikan obat cuci telinga (ear toilet) H2O2 3% selama 3

sampai dengan 5 hari serta antibiotik yang adekuat sampai 3 minggu. Biasanya

sekret akan hilang dan perforasi akan menutup kembali dalam 7 sampai dengan 10

hari.

- Pada stadium resolusi, membran timpani berangsur normal kembali, sekret tidak

ada lagi, dan perforasi menutup. Bila tidak terjadi resolusi biasanya sekret mengalir

di liang telinga luar melalui perforasi di membran timpani. Antibiotik dapat

dilanjutkan sampai 3 minggu. Bila keadaan ini berterusan, mungkin telah terjadi

mastoiditis.

Page 16: Otitis Media Akut Tk

Diagnosis pasti OMA harus memiliki tiga kriteria, yaitu bersifat akut, terdapat

efusi telinga tengah, dan terdapat tanda serta gejala inflamasi telinga tengah. Gejala

ringan adalah nyeri telinga ringan dan demam kurang dari 39°C dalam 24 jam terakhir.

Sedangkan gejala berat adalah nyeri telinga sedang-berat atau demam 39°C. Pilihan

observasi selama 48-72 jam hanya dapat dilakukan pada anak usia enam bulan sampai

dengan dua tahun, dengan gejala ringan saat pemeriksaan, atau diagnosis meragukan

pada anak di atas dua tahun. Follow-up dilaksanakan dan pemberian analgesia seperti

asetaminofen dan ibuprofen tetap diberikan pada masa observasi.

American Academic of Pediatric (2004), amoksisilin merupakan first-line

terapi dengan pemberian 80mg/kgBB/hari sebagai terapi antibiotik awal selama lima

hari. Amoksisilin efektif terhadap Streptococcus penumoniae. Jika pasien alergi ringan

terhadap amoksisilin, dapat diberikan sefalosporin seperti cefdinir. Second-line terapi

seperti amoksisilin-klavulanat efektif terhadap Haemophilus influenzae dan Moraxella

catarrhalis, termasuk Streptococcus penumoniae .Pneumococcal 7- valent conjugate

vaccine dapat dianjurkan untuk menurunkan prevalensi otitis media.

1. Amoksisilin dengan dosis 80 - 90 mg/kgBB/hari dalam dosis terbagi 2x sehari.

2. Amoxycillin + Asam Klavulanat  dengan dosis (Amoksisilin 90 mg/kgBB/hari dan

Asam klavulanat 6,4 mg/kgBB/hari atau rasio 14:1) dalam dosis terbagi 2x sehari.

Sedangkan antibiotik alternatif bagi yang alergi penisilin yaitu diantaranya meliputi:

1.Cefdinir,14 mg/kgBB/hari dalam dosis terbagi 1-2x

2. Cefuroxime, 30 mg/kgBB/hari dalam dosis terbagi 2x

3. Cefpodoxime, 10 mg/kgBB/hari dalam dosis terbagi 2x

4. Ceftriaxone 50 mg/ hari  IM atau IV selama 1 atau 3 hari

2. Pembedahan

Terdapat beberapa tindakan pembedahan yang dapat menangani OMA rekuren, seperti

miringotomi dengan insersi tuba timpanosintesis, dan adenoidektomi.

1. Miringo tomi

Miringotomi ialah tindakan insisi pada pars tensa membran timpani, supa ya terjadi

drainase sekret dari telinga tengah ke liang telinga luar. Syaratnya adalah harus

dilakukan secara dapat dilihat langsung, anak harus tenang sehingga membran timpani

dapat dilihat dengan baik. Lokasi miringotomi ialah di kuadran posterior-inferior. Bila

Page 17: Otitis Media Akut Tk

terapi yang diberikan sudah adekuat, miringotomi tidak perlu dilakukan, kecuali jika

terdapat pus di telinga tengah Indikasi miringostomi pada anak dengan OMA adalah

nyeri berat, demam, komplikasi OMA seperti paresis nervus fasialis, mastoiditis,

labirinitis, dan infeksi sistem saraf pusat. Miringotomi merupakan terapi third-line pada

pasien yang mengalami kegagalan terhadap dua kali terapi antibiotik pada satu episode

OMA. Salah satu tindakan miringotomi atau timpanosintesis dijalankan terhadap anak

OMA yang respon kurang memuaskan terhadap terapi second-line, untuk

menidentifikasi mikroorganisme melalui kultur.

2. Timpanosintesis

Timpanosintesis merupakan pungsi pada membran timpani, dengan analgesia

lokal supaya mendapatkan sekret untuk tujuan pemeriksaan. Indikasi timpanosintesis

adalah terapi antibiotik tidak memuaskan, terdapat komplikasi supuratif, pada bayi baru

lahiratau pasien yang sistem imun tubuh rendah.Pipa timpanostomi dapat menurun

morbiditas OMA seperti otalgia, efusi telinga tengah, gangguan pendengaran secara

signifikan dibanding dengan plasebo dalam tiga penelitian prospertif, randomized trial

yang telah dijalankan.

3. Adenoidektomi

Adenoidektomi efektif dalam menurunkan risiko terjadi otitis media dengan

efusi dan OMA rekuren, pada anak yang pernah menjalankan miringotomi dan insersi

tuba timpanosintesis, tetapi hasil masih tidak memuaskan. Pada anak kecil dengan

OMA rekuren yang tidak pernah didahului dengan insersi tuba, tidak dianjurkan

adenoidektomi, kecuali jika terjadi obstruksi jalan napas dan rinosinusitis rekuren.

IX. Komplikasi

Komplikasi OMA terbagi kepada komplikasi intratemporal (perforasi membran

timpani, mastoiditis akut, paresisnervus fasialis, labirinitis, petrositis), ekstratemporal

(abses subperiosteal), dan intracranial (abses otak, tromboflebitis).

X. Pencegahan

Terdapat beberapa hal yang dapat mencegah terjadinya OMA. Mencegah ISPA

pada bayi dan anak-anak, menangani ISPA dengan pengobatan adekuat, menganjurkan

Page 18: Otitis Media Akut Tk

pemberian ASI minimal enam bulan, menghindarkan pajanan terhadap lingkungan

merokok, dan lain-lain.

DAFTAR PUSTAKA

- Adams, George L. buku ajar THT Boeis.EGC:Jakarta.1997.

- Iskandar, Nurabaiti,.et all, penatalaksanaan penyakit dan kelainan THT, fakultas

Kedokteran Universits Indonesia, Jakarta.2007

Page 19: Otitis Media Akut Tk

- Mansjoer et all.otitis media akut dalam kapita selekta kedokteran, edisi ketiga,

Fakultas kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.1999.

- Zainul A. Djafar, 2001, kelainan telinga tengah, dalam Iskandar, editor, buku

ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala dan leher, balai penerbit

FK UI, Jakarta, hal 50-54