50
CASE CHRONIC KIDNEY DISEASE & CONGESTIVE HEART FAILURE OLEH: AHMAD FAUZI 030.08.011 PEMBIMBING: DR TJATUR BAGUS G, SP.JP ILMU PENYAKIT DALAM – RSAL MINTOHARDJO FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI JAKARTA

CASE Interna Ahmad Fauzi

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: CASE Interna Ahmad Fauzi

CASE

CHRONIC KIDNEY DISEASE & CONGESTIVE HEART FAILURE

OLEH:

AHMAD FAUZI

030.08.011

PEMBIMBING:

DR TJATUR BAGUS G, SP.JP

ILMU PENYAKIT DALAM – RSAL MINTOHARDJO

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS TRISAKTI

JAKARTA

JULI 2012

Page 2: CASE Interna Ahmad Fauzi

LEMBAR PENGESAHAN

NAMA : AHMAD FAUZI

NIM : 03008011

UNIVERSITAS : TRISAKTI JAKARTA

JUDUL CASE : CHRONIC KIDNEY DISEASE & CONGESTIVE HEART FAILURE

BAGIAN : ILMU PENYAKIT DALAM

RS : RSAL MINTOHARDJO JAKARTA

JULI 2012

PEMBIMBING

DR TJATUR BAGUS G, SP.JP

2

Page 3: CASE Interna Ahmad Fauzi

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan petunjuknya

penyusun dapat menyelesaikan laporan kasus “chronic kidney disease & congestive heart

failure” ini tepat pada waktunya.

Laporan kasus ini ini dibuat dalam rangka memenuhi tugas kepaniteraan klinik di bagian

ilmu penyakit dalam RSAL Dr.Mintoharjo. Pada kesempatan ini penyusun mengucapkan

terimaksih kepada Dr. Tjatur Bagus G Sp.JP selaku dokter pembimbing dalam kepaniteraan

klinik ini dan rekan-rekan koass yang ikut memberikan bantuan dan semangat secara moril.

Penyusun menyadari bahwa laporan kasus ini masih terdapat kekurangan dan kesalahan,

oleh karena itu penyusun sangat mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak. Semoga

laporan kasus ini dapat bermanfaat dan menambah pengetahuan dalam bidang ilmu penyakit

dalam khususnya dan bidang kedokteran pada umumnya.

Jakarta, 17 Juli 2012

Penyusun

Ahmad Fauzi

3

Page 4: CASE Interna Ahmad Fauzi

BAB I

LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN

Nama lengkap : NY S Jenis kelamin : Perempuan

Umur :49 tahun Suku bangsa : Betawi

Status perkawinan :Menikah Agama : Islam

Pekerjaan :Ibu rumah tangga Pendidikan : SMA

Alamat :Jl kedoya no 4 Kebun Jeruk Tanggal masuk RS : 7 juli 2012

A. ANAMNESIS

Diambil dari autoanamnesis, Tanggal 10 juli 2012 , Jam 13.00 WIB

Keluhan Utama: Nyeri perut sejak 1 hari yang lalu

Keluhan tambahan: Mual, Batuk berdahak disertai bercak merah, sesak, tidak bisa tidur

Riwayat penyakit sekarang: OS datang dengan keluhan nyeri pada ulu hati sejak 1 hari SMRS, keluhan dirasakan

terus-menurus dan nyeri tidak berkurang atau bertambah bila OS makan. Os mengeluh batuk berdahak yang

terutama terjadi pada sore dan malam hari, batuk berdahak disertai bercak berwarna kemerahan. Os juga mengeluh

sesak, sesak timbul terus menerus terutama saat posisi berbaring dan berkurang saat posisi duduk. Os merasakan

mual dan kedua kaki bengkak.

Dua hari yang lalu os mengeluh tidak bisa tidur dan merasa pusing, keluhan ini dirasakan setelah OS melakukan

hemodialisa.

Empat bulan yang lalu OS dirawat selama 11 hari, os datang dengan keluhan pusing berputar disertai mual yang

keluhannya hilang setelah 3 hari perawatan. Selama perawatan di rumah sakit OS didiagnosa menderita CKD dan

diharuskan melakukan hemodialisa 1 minggu 2 kali yaitu hari selasa dan jum’at.

Lima bulan yang lalu OS sudah merasakan sesak namun sesak hanya timbul saat melakukan aktivitas seperti belanja

kepasar atau membersihkan rumah.

Tujuh bulan yang lalu OS berobat ke poliklinik dengan keluhan sakit kepala disertai pusing dan didiagnosa

menderita Hipertensi dan mulai mengkonsumsi obat anti hipertensi yaitu captopril, namun ketika obat habis OS

tidak meminumnya lagi dan hanya meminum obat warung untuk menghilangkan pusing.

4

Page 5: CASE Interna Ahmad Fauzi

Riwayat penyakit dahulu: Riwayat penyakit gula, asma, alergi, batu ginjal, dan operasi disangkal oleh pasien.

Riwayat Kebiasaan: OS mengaku bila memasak menggunakan banyak garam, sehari-hari OS bekerja mengerjakan

pekerjaan rumah dan berjualan diwarung, OS sangat sering telat makan dan suka meminum jajanan di warung.

Riwayat Keluarga

Hubungan Umur (tahun) Jenis Kelamin Keadaan

Kesehatan

Penyebab Meninggal

Kakek Tidak diketahui Laki-laki Meninggal Tidak diketahui

Nenek Tidak diketahui Perempuan Meninggal Tidak diketahui

Ayah Tidak diketahui Laki-laki Meninggal Hipertensi

Ibu Tidak diketahui Perempuan Sakit

Anak-anak 2 anak Perempuan

Perempuan

Sehat

Sehat

Riwayat penyakit dalam keluarga

Penyakit Ya Tidak Hubungan

Alergi Tidak ada

Asma Tidak ada

Tuberkulosis Tidak ada

Arthritis Tidak ada

Rematisme Tidak ada

Hipertensi Ada Ayah, Suami OS

Jantung Ada Ibu

Ginjal Tidak ada

Lambung Tidak ada

5

Page 6: CASE Interna Ahmad Fauzi

RIWAYAT HIDUP

Riwayat Kelahiran

Tempat lahir : ( ) Di rumah ( +) Rumah Bersalin () RS ( ) Puskesmas

Ditolong oleh : (+) Dokter ( ) Bidan ( ) Dukun ( ) Lain-lain

Riwayat Imunisasi

( + ) Hepatitis ( + ) BCG ( + ) Campak ( + ) DPT

( + ) Polio ( ) Tetanus

Riwayat Makanan

Frekuensi / Hari : 2-3 kali sehari

Jumlah / Hari : tidak tentu

Variasi / Hari : Cukup

Nafsu makan : Berkurang sejak 4 bulan terakhir

Pendidikan

( ) SD ( ) SMEA ( ) SLTP ( + ) SLTA ( ) Sekolah Kejuruan ( ) Akademi

( ) Universitas ( ) Kursus ( ) Tidak sekolah

B. PEMERIKSAAN JASMANI

Pemeriksaan Umum

Tinggi Badan : 155 cm

Berat Badan : 49 kg

Tekanan Darah : 200/100 mmHg

Nadi : 100 x/menit

Suhu : 37,1 ˚C

Pernafasaan : 30 x/menit

Keadaan gizi : Baik

6

Page 7: CASE Interna Ahmad Fauzi

IMT : 20,04 kg/m2

Kesadaran : Compos mentis

Sianosis : tidak ditemukan

Udema umum : tidak ditemukan

Habitus : atletikus

Cara berjalan : tidak dapat dinilai

Mobilitas ( aktif / pasif ) : aktif

Umur menurut taksiran pemeriksa : Sesuai

Aspek Kejiwaan

Tingkah Laku : wajar

Alam Perasaan : wajar

Proses Pikir : wajar

Kulit

Warna : sawo matang

Effloresensi : tidak ada

Jaringan Parut : tidak ada

Pertumbuhan rambut : merata

Suhu Raba : hangat

Keringat : umum

Lapisan Lemak : distribusi merata

Pigmentasi : Tidak ada

Lembab/Kering : lembab

Pembuluh darah : tidak ada varises

Turgor : baik

7

Page 8: CASE Interna Ahmad Fauzi

Oedem : + pada kedua tungkai

Ikterus : tidak ada

Lain-lain : tidak ada

Kelenjar Getah Bening

Submandibula : tidak teraba membesar

Supraklavikula : tidak teraba membesar

Lipat paha : tidak teraba membesar

Leher : tidak teraba membesar

Ketiak : tidak teraba membesar

Kepala

Ekspresi wajah : baik

Simetri muka : simetris

Rambut : hitam

Pembuluh darah temporal : teraba pulsasi

Mata

Exophthalamus : tidak ada Enopthalamus : tidak ada

Kelopak : tidak oedem Lensa : jernih/jernih

Konjungtiva : Anemis Visus : baik

Sklera : tidak ikterik Gerakan Mata : tidak ada hambatan

Lapangan penglihatan : normal Tekanan bola mata : tidak meningkat

Nistagmus : tidak ada

Telinga

Tuli : tidak ada Selaput pendengaran: Sulit dinilai Lubang : Tidak lapang

8

Page 9: CASE Interna Ahmad Fauzi

Penyumbatan : tidak ada Serumen: ada cairan/perdarahan: tidak ada

Hidung

Dorsum nasi : Perubahan bentuk (-), perubahan warna (-), udema (-), krepitasi (-)

Vestibulum nasi : Sekret (-), furunkel (-), krusta (-)

Kavum nasi : Lapang, polip (-)

Konkha inferior : Eutrophi, udema (-)

Mulut

Bibir : tidak kering Tonsil : T1 –T1 tenang

Langit-langit : normal Bau pernapasan : tidak ada

Gigi geligi : lengkap Trismus : tidak ada

Faring : tidak hiperemis Selaput lendir : normal

Lidah : tidak kotor

Leher

Tekanan Vena Jugularis (JVP) : 5 + 3 cm H2O.

Kelenjar Tiroid : tidak teraba membesar.

Kelenjar Limfe : tidak teraba membesar.

Dada

Bentuk : datar, tidak cekung.

Pembuluh darah : tidak melebar.

Buah dada : simetris, tidak ada retraksi puting susu.

9

Page 10: CASE Interna Ahmad Fauzi

Paru – paru

Depan Belakang

Inspeksi Kiri Simetris saat statis dan dinamis Simetris saat statis dan dinamis

Kanan Simetris saat statis dan dinamis Simetris saat statis dan dinamis

Palpasi Kiri - Tidak ada benjolan

- Fremitus taktil simetris

- Tidak ada benjolan

- Fremitus taktil simetris

Kanan - Tidak ada benjolan

- Fremitus taktil simetris

- Tidak ada benjolan

- Fremitus taktil simetris

Perkusi Kiri Sonor di seluruh lapang paru Sonor di seluruh lapang paru

Kanan Sonor di seluruh lapang paru Sonor di seluruh lapang paru

Auskultasi Kiri - Suara vesikuler

- Wheezing (-), Ronki (+)

- Suara vesikuler

- Wheezing (-), Ronki (-)

Kanan - Suara vesikuler

- Wheezing (-), Ronki (+)

- Suara vesikuler

- Wheezing (-),Ronki ( - )

Jantung

Inspeksi : Tampak pulsasi iktus cordis 1 jari lateral midklavikula kiri.

Palpasi : Teraba pulsasi iktus cordis 1 jari lateral midklavikula kiri.

Perkusi :

Batas kanan : sela iga III-V linea parasternalis kanan.

Batas kiri : sela iga VI, 1cm sebelah lateral linea midklavikula kiri.

Batas atas : sela iga III linea parasternal kiri.

10

Page 11: CASE Interna Ahmad Fauzi

Auskultasi : Bunyi jantung I - II murni reguler, Gallop tidak ada, Murmur tidak ada.

Pembuluh Darah

Arteri Temporalis : teraba pulsasi

Arteri Karotis : teraba pulsasi

Arteri Brakhialis : teraba pulsasi

Arteri Radialis : teraba pulsasi

Arteri Femoralis : teraba pulsasi

Arteri Poplitea : teraba pulsasi

Arteri Tibialis Posterior : teraba pulsasi

Arteri Dorsalis Pedis : teraba pulsasi

Perut

Inspeksi : Tidak ada lesi, tidak ada bekas operasi, datar, simetris, smiling umbilicus tidak

ada, dilatasi vena tidak ada

Auskultasi : Bising usus 3x/menit

Palpasi

Dinding perut : Supel, datar, nyeri tekan epigastrium +.

Hati : Teraba 4cm dari arkus costae kanan, sudut tumpul, permukaan rata, konsistensi

kenyal, Murphy sign negatif.

Limpa : Tidak teraba

Ginjal : Balotement -/-

Perkusi : Timpani, Shifting dullness negatif

Ginjal : Nyeri ketuk CVA -/-

11

Page 12: CASE Interna Ahmad Fauzi

Anggota gerak

LENGAN Kanan Kiri

Otot

Tonus Normotonus Normotonus

Massa Normal Normal

Sendi Normal Normal

Gerakan Aktif Aktif

Kekuatan +5 +5

Oedem Tidak ada Tidak ada

Petechie Tidak ada Tidak ada

Lain-lain Tidak ada Terpasang Shiminoshunt

Tungkai dan Kaki

TUNGKAI dan KAKI Kanan Kiri

Luka Tidak ada Tidak ada

Varises Tidak ada Tidak ada

Otot

Tonus Normotonus Normotonus

Massa Normal Normal

Sendi Normal Normal

Gerakan Aktif Aktif

Kekuatan +5 +5

Oedem Ada Ada

Petechie Tidak ada Tidak ada

12

Page 13: CASE Interna Ahmad Fauzi

Lain-lain Tidak ada Tidak ada

Refleks

Kanan Kiri

Refleks Tendon Positif Positif

Bisep Positif Positif

Trisep Positif Positif

Patela Positif Positif

Achiles Positif Positif

Refleks Patologis Negatif Negatif

Refleks meningeal Negative Negative

LABORATORIUM

7 juli 2012

PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI RUJUKAN

Glukosa Darah (pukul 08.00) 96 mg/dL 70-110

Kimia darah

PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI RUJUKAN

SGOT 22 u/L 3-45

SGPT 12 u/L 0-35

Ureum 38 mg/dL 13-43

Creatinine 7.9 mg/dL 0,5-1,5

13

Page 14: CASE Interna Ahmad Fauzi

Amilase 88 u/dL 60-160

Lipase 105 U/L 14-280

Darah lengkap

PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI RUJUKAN

Leukosit 7400 /ul 5000-10000

Eritrosit 3,03 Juta/uL 4 -5,5

HB 7.8 g/dL 12 – 15,5

Ht 25 % 35-47

Trombosit 150.000 /uL 150000-440000

Perhitungan laju filtrasi glomerulus dengan menggunakan rumus dari Cockroft-Gault

Klirens Kreatinin*= (140-umur) x berat badan

72x kreatinin serum

= (140-49) x 49

72x 7.2 = 8.6 x 0.85 = 7,3 ml/min

*Glomerulus Filtration rate/ laju filtrasi glomerulus(GF) dalam ml/menit/ 1.73m2

8 juli 2012

Kimia Darah

PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI RUJUKAN

Trigliserida 118 mg/dl < 150 mg/dl

Cholesterol 181 mg/dl < 200 mg/dl

HDL Cholesterol 61 mg/dl 30-90 mg/dl

LDL Cholesterol 96 mg/dl <150 mg/dl

Protein Total 6.8 g/dl 6.6-8.8 g/dl

14

Page 15: CASE Interna Ahmad Fauzi

Albumin 3.5 g/dl 3.5-5.2 g/dl

Globulin 3.3 g/dl 2.6-3.4 g/dl

Bilirubin Total 0.71 mg/dl 0.1-1.2 mg/dl

Bilirubin Direct 0.42 mg/dl < 0.2 mg/dl

Bilirubin Indirect 0.29 mg/dl < 0.9 mg/dl

9 juli 2012

Analisa Gas Darah

PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI RUJUKAN

PH 7.523 7.35-7.45

PCO2 25.4 Mmhg 32-48

PO2 41.8 Mmhg 83-108

SBC 22.7 mmol/L 21.8-26.9

SBE -2.4 Mmol -3 sd +3

ABE -1.9 mmol/L -2 sd +3

HCO3 20.5 mmol/L 21 – 29

tCO2 21.3

sO2 84.3 % 95 – 96

tO2 9.3 ml/dl 15.8 – 22.3

Na 139 mmol/L 135-146

K - mmol/L 3.4-4.5

Cl 102 mmol/L 9.6-108

Foto Thorak (Interpretasi belum)

15

Page 16: CASE Interna Ahmad Fauzi

EKG:

16

Foto: Thoraks PA

Deskripsi:

Cor: CTR > 50%, batas jantung kiri melebihi 2/3 hemithoraks sinistra dengan apex tertanam, batas jantung kanan sulit dinilai.

Pulmo: Corakan bronkovaskuler meningkat, hilus suram, tampak tanda kongesti pada vena pulmonalis dan arteri pulmonalis, tampak bercak kesuraman pada kedua basal paru.

Aorta: Baik, Tidak melebar

Sinus, diagfragma, pleura dan tulang baik.

Kesan:

Decompensatio Cordis

Irama: Sinus

QRS rate: 107x/mnt

Regularitas: regular

Aksis: 35°

Interval PR: 0,12 detik

Morfologi: gelombang P normal, gelombang QRS normal, tidak ada ST elevasi atau ST depresi, gelombang T Normal.

Interpretasi: Dalam batas normal

Page 17: CASE Interna Ahmad Fauzi

USG

17

Page 18: CASE Interna Ahmad Fauzi

RINGKASAN

Ny.S, wanita usia 49 tahun datang dengan keluhan nyeri epigastrium 1 hari SMRS disertai mual dan tidak bisa tidur,

tepatnya keluhan dirasakan setelah HD. OS juga mengeluh batuk dengan frotty sputum dengan dispnoe, PND,

Orthopnoe, dan edema tungkai bilateral. 4 bulan SMRS OS didiagnosa CKD dan memulai HD. 5 bulan SMRS OS

mengalami Dispnoe on effort. Dan 7 bulan SMRS OS didiagnosis hipertensi dan memulai pengobatan namun

berhenti meminum obat ketika sudah habis. Riwayat DM, batu, dan penyakit ginjal lain disangkal.

Pada pemeriksaan fisik di dapatkan tekanan darah: 200/100 mmHg, nadi: 100x/menit, Suhu: 37.1OC, RR: 30x/menit,

conjungtiva anemis +/+, JVP= 5+3, Ronkhi +/+, edema tungkai bawah bilateral.

Pada pemeriksaan penunjang di dapatkan Hb: 7.8 g/dl. Ht: 25%, eritrosit: 3.03 juta/mm3, Ur/Cr: 38/7.9 mg/dl. HDL:

61mg/dl. AGD: PH: 7.523, PCO2: 25.4, PO2: 41.9, HCO3: 20.5 Foto thoraks PA: cardiomegali+Decompensatio

Cordis, USG: Hepatomegali contracted kidney dekstra dan Ischaemia renal sinistra. EKG: Normal

Daftar Masalah

1. Dyspnoe Sesak nafas mulai dirasakan sejak 5 bulan SMRS yang dirasakan ketika beraktivitas seperti memberishkan rumah atau belanja kepasar. Saat ini sesak dirasakan terus, terutama bertambah saat berbaring dan berkurang berkurang dengan posisi duduk. Kadang sesak di rasakan lebih berat pada malam hari sehingga pasien tidak bisa tidur. Merasa lebih nyaman dengan tidur menggunakan bantal yang tinggi.

2. Edema tungkaiBengkak pada kedua kaki.

3. DispepsiaNyeri pada ulu hati, disertai dengan rasa mual namun tidak muntah.

4. Anemia Pada pasien di dapatkan Hb 7.8 g/dl (07/07/12)

5. Hipertensi grade IITD: 200/100, dengan riwayat hipertensi yang diketahui sejak 7 bulan yang lalu dan tidak terkontrol.

6. CKDCr: 7.9, CCT: 6.67 (Stage V) On HD. USG: contracted kidney dekstra dan Ischaemia renal sinistra

7. Alkalosis Respiratorik belum terkompensasi

18

Hati: permukaan rata, sudut tumpul

Kandung empedu: Besar dan bentuk normal, dinding tipis, batu (-). Saluran Empedu: tidak melebar

Ginjal Kanan: Contracted kidney. Ginjal Kiri: Cortex normal, pelvis renis batas kabur

Limpa, Pankreas: normal

Kesan: Hepatomegali dengan contracted renal dextra dengan ischaemic renal sinistra

Page 19: CASE Interna Ahmad Fauzi

PH: 7.523, PCO2: 25.4, PO2: 41.9, HCO3: 20.5 (kompensasi penurunan reabsorbsi bikarbonat di ginjal)8. Decompensatio Cordis

Gambaran Thoraks foto dengan Cardiomegali disertai tanda kongesti dan edema pada paru-paru. Batuk dnegan Frotty sputum.

DIAGNOSIS KERJA

1. CHF et Causa HHD NYHA Class IV2. CKD on HD3. Hipertensi Grade II

RENCANA PENGELOLAAN

1. HD 2 kali per minggu2. Diit Rendah Garam I, Rendah Protein 35g3. Oksigen 7-8 liter/menit dengan mask4. Balance Cairan tiap 24 jam5. Venflon6. Ranitidine 2 x 1 amp7. Amlodipin 1 x 10 mg8. Syr Rhinatioe 3 x 1 C9. Lansoprazole 2 x 30mg10. Valsartan 1 x 160 mg11. Noperten 1 x 10 mg12. Fasorbid 3 x 10 mg

PROGNOSIS

AD VITAM: dubiaAD SANATIONAM: dubia ad malamAD FUNGSIONAM: dubia ada malam

FOLLOW UP SOAP

Tanggal 11/7/2012, pukul 05.45

S: Merasa lemas terutama ketika berjalan ke kamar mandi, sesak masih dirasakan saat posisi berbaring pada malam hari sehingga sulit tidur, sakit perut sudah hilang, batuk terutama pada sore dan malam hari, batuk berdahak dan terdapat bercak kemerahan.

O: keadaan umum : Tampak sakit sedang, kesadaran compos mentis.

TD : 210/110, N: 104x/mnt, S: 36,4°C, RR: 22x/mnt

Mata: konjungtiva anemis +/+, sclera ikterik -/-

Leher: JVP = 5 + 3cmH2O, KGB tidak teraba membesar

Jantung : bunyi jantung I dan II reguler, gallop tidak ada, murmur tidak ada

19

Page 20: CASE Interna Ahmad Fauzi

Paru: suara nafas versikuler +/+, ronchi +/-, wheezing -/-.

Abdomen: supel, datar , nyeri tekan epigastrium +, bising usus + normal, perkusi timpani, Lien tidak teraba, hepar teraba 4cm di bawah arcus costae.

Extermitas: edema pada kedua tungkai bawah , akral hangat, sianosis tidak ada. Terpasang shiminoshunt pada tangan kiri, bruit pada auskultasi dan palpasi +

A: CKD on HD

Hipertensi Grade II

CHF et causa HHD

P: HD 2 kali per minggu

Diit Rendah Garam, Rendah Protein 35g

Balance cairan tiap 24 jam

Ranitidine 2 x 1 amp

Amlodipin 1 x 10 mg

Syr Rhinatioe 3 x 1 C

Lansoprazole 2 x 30mg

Valsartan 1 x 160 mg

Noperten 1 x 10 mg

Fasorbid 3 x 10 mg

FOLLOW UP SOAP

Tanggal 12/7/2012, pukul 06.00

S: Sesak tidak dirasakan, os mengaku nyaman tidur dengan bantal lebih dari 2. batuk terutama pada malam hari dan sudah berkurang.

O: keadaan umum : Tampak sakit ringan, kesadaran compos mentis.

TD : 180/90, N: 100x/mnt, S: 36,2°C, RR: 20x/mnt

Mata: konjungtiva anemis +/+, sclera ikterik -/-

Leher: JVP = 5 + 2cmH2O, KGB tidak teraba membesar

Jantung : bunyi jantung I dan II reguler, gallop tidak ada, murmur tidak ada

20

Page 21: CASE Interna Ahmad Fauzi

Paru: suara nafas versikuler +/+, ronchi +/-, wheezing -/-.

Abdomen: supel, datar , nyeri tekan epigastrium +, bising usus + normal, perkusi timpani, Lien tidak teraba, hepar teraba 4cm di bawah arcus costae.

Extermitas: edema pada kedua tungkai bawah sudah berkurang , akral hangat, sianosis tidak ada. Terpasang shiminoshunt pada tangan kiri, bruit pada auskultasi dan palpasi +

A: CKD on HD

Hipertensi Grade II

CHF et causa HHD

P: HD 2 kali per minggu

Diit Rendah Garam, Rendah Protein 35g

Balance cairan tiap 24 jam

Ranitidine 2 x 1 amp

Amlodipin 1 x 10 mg

Syr Rhinatioe 3 x 1 C

Lansoprazole 2 x 30mg

Valsartan 1 x 160 mg

Noperten 1 x 10 mg

Fasorbid 3 x 10 mg

BAB II

ANALISA KASUS

MASALAH Dasar Penetapan Masalah Hipotesa

Dispepsia- Nyeri pada Epigastrium disertai

mual dan tidak nafsu makan- Nyeri tekan epigastrium +

- Peningkatan ureum dalam darah dapat menimbulkan

gejalan seperti lemah, letargi, anoreksia, mual,

muntah.- Gastritis

Chronic Kidney Disease -Cr: 7.9, CCT: 6.67 (Stage V) On HD sejak 4 bulan

-USG: contracted kidney dekstra dan Ischaemia renal sinistra

- Hipertensi tidak terkontrol menyebabkan peningkatan tekanan glomerular yang mengakibatkan reduksi

jumlah nefron sebagai awal

21

Page 22: CASE Interna Ahmad Fauzi

terjadinya CKD- Infeksi atau Pyelonefritis

Congestive Heart Failure

-Dyspnoe on effort 5 bulan lalu-PND, Batuk malam hari dengan

frotty sputum, Hepatomegali, Edema ekstremitas, Ronkhi paru, Gambaran Thoraks foto dengan

Cardiomegali disertai tanda kongesti dan edema paru.

- Hipertensi Heart Disease

Hipertensi stage 2 JNC VII- tekanan darah 210/110 mmHg

- Riwayat hipertensi sejak 7 bulan lalu tidak terkontrol

- Essensial- Volume overload sekunder

dari CKD

Anemia- Conjungtiva anemis +/+

- Hb 7.8 g/dl

- Defisiensi Eritropoietin et causa CKD

- Intake kurangDispnoe

PNDOrthopnoe

- Keluhan Os- Hiperpnoe, RR >20x/menit

- Kongesti Cairan dan transudasi cairan yang

menyebabkan udem paru

Edema Tungkai - Bengkak pada kedua kaki- Volume overload

- peningkatan tekanan hidrostatik kapiler

Alkalosis Respiratorik belum terkompensasi

- PH: 7.523, PCO2: 25.4, PO2: 41.9, HCO3: 20.5

- Hiperventilasi karena sesak, kadar saturasi O2 darah rendah, dan rasa nyeri.

Batuk berdahak dengan frotty sputum

- Keluhan Os- Ronkhi +

- Pecahnya pembuluh kapiler pada paru karena

meningkatnya tekanan hidrostatik dan telah terjadi

edema paru

PATOFISIOLOGI

22

Hipertensi

Primer “Essensial”

Nefrosklerosis Benigna

Nefrosklerosis maligna Penurunan jumlah nefron

Sklerosis arteriol aferen

Hipertrofi nefron tersisa untuk mengganti kerja nefron yang rusak. Peningkatan kecepatan filtrasi, beban solute dan reabsorbsi tubulus dalam tiap nefron, meskipun GFR untuk seluruh massa nefron menurun di bawah normal.

Kerusakan nefron >70%CKD

Pressure Overload

Hipertrofi miokard

Kontraktilitas ↓

CO ↓Redistribusi CO subnormal

Perfusi renal ↓ BP ↑Tekanan hidrostatik ↑

Kapiler rupture batuk frotty sputum Uremia

DispepsiaEdema TungkaiHepatomegaliMual

Page 23: CASE Interna Ahmad Fauzi

MASALAH Planning: Non Medikamentosa Medikamentosa

DispepsiaRanitidine 2 x 1 amp

Lansoprazole 2 x 30mg

Chronic Kidney DiseaseEdema Tungkai

DispnoeDiit Rendah Garam 1HD 2 kali per mingguDiit Rendah Protein 35g

Balance cairan tiap 24 jam

Fasorbid 3 x 10 mgValsartan 1 x 160 mgNoperten 1 x 10 mg

Amlodipin 1 x 10 mgCongestive Heart FailureHipertensi stage 2 JNC VII

Anemia Kontrol Darah rutin setiap hari

Alkalosis Respiratorik belum terkompensasi

Oksigen 7-8 liter/menit dengan mask

Cek AGD Ulang

Batuk berdahak dengan frotty sputum

Syr Rhinatioe 3 x 1 C

PENGELOLAAN

Ranitidine: Golongan AH2. Melindungi mukosa lambung dengan menghambat perangsangan sekresi asam lambung. Dosis: 2x1 /hari. Lansoprazole: Golongan PPI. Bekerja dengan mengurangi produksi dari asam lambung.

Diit Rendah garam 1: Diberikan untuk pasien dengan hipertensi berat, odema, asites. Dalam pengolahan makanan tidak ditambahkan garam.

Pembatasan jumlah protein 0,6-0,8/kg/hari: 49 x 0,7 = 34,3 dibulatkan menjadi 35g/hari

Balance Cairan melakukan perhitungan Selisih antara Output dan Input cairan.

Input – (Output+IWL) IWL: = 726ml, output pasien dengan urin tampung 24 jam

tidak dapat dinila karna urine tidak ditampung. Maka dari hasil perhitungan diharapkan input cairan untuk pasien tidak lebih dari 726ml per hari.

Oksigen 7-8 liter/menit dengan mask: agar dapat meningkatkan saturasi oksigen sehingga diharapkan hiperventilasi berkurang dan tekanan Co2 meningkat dan alkalosis respiratorik dapat terkompensasi

Fasorbid: Isosorbid Dinitrat (ISDN), venous compliance berkurang pada gagal jantung. Venous bed merupakan tempat yang besar, maka venodilator mempunyai efek venous pooling dengan efek acute reduction in elevated feeling pressure akibat venous return yang menurun. Dengan diberikannya venodilator dan diuretika, filling pressure dapat diturunkan dengan akibat symptom berkurang seperti sesak napas, ortopnoe, tanpa menyebabkan turunnya CO.

Noperten 1 x 10mg : lisinopril (ace inhibitor): Fungsinya adalah

1. dilatasi arteriol dengan akibat penurunan Sistemik vascular resistance, tekanan darah after load.

23

Page 24: CASE Interna Ahmad Fauzi

2. mengurangi aktivitas simpatis dan produksi noradrenaline. Penurunan aktivitas simpatis menyebabkan bertambahnya vasodilatasi, dengan demikian berarti penurunan after load. Akibat efek anti simpatetik dan efek vagal dapat menerangkan mengapa ace inhibitor tidak menaikan HR meskipun terjadi vasodilatasi, inilah beda dengan vasodilator lain.

3. penurunan sindosteron berakibat sekresi Na dan retensi K+.4. Converting Enzyme menyebabkan degradasi bradikinin. Akumulasi bradikinin merangsang vasodilator

prostaglandin yang dapat menurunkan resistensi perifer, oleh karena itu indomtasin dan prostaglandin inhibitor menurunkan efek ACE i.

5. Acei mempunyai sifat anti arteriolar hyperplasia penyebab hipertensi.6. ACE I mempunyai sifat antihipertrofi dan antiremodelling pada miokard.

Valsartan 1 x 160mg (Angiostensin II Reseptor Blocker) : biasanya digunakan sebagai antihipertensi pada pasien yang tidak toleran terhadap ACE I. efek sebagai antihipertensi sama dengan ACE Inhibitor.

Amlodipin 1 x 10mg (Calcium Cannal Blocker): bekerja dengan merelaksasi otot polos pada dinding arteriol sehingga menurunkan resistensi perifer total untuk menurunkan tekanan darah.

24

Page 25: CASE Interna Ahmad Fauzi

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

CKD

Definisi

Chronic Kidney Disease adalah kerusakan ginjal yang terjadi selama lebih dari 3 bulan, berdasarkan kelainan

patologis atau petanda kerusakan ginjal seperti proteinuria. Jika tidak ada tanda kerusakan ginjal, diagnosis penyakit

ginjal kronik ditegakkan jika nilai laju filtrasi glomerulus kurang dari 60 ml/menit/1,73m², seperti pada tabel 1

berikut:

Tabel 1. Kriteria Penyakit Ginjal Kronik

1. Kerusakan ginjal yang terjadi lebih dari 3 bulan, berupa kelainan stuktural atau fungsional, dengan

atau tanpa penurunan laju fitrasi glomerolus (LFG), dengan manifestasi:

- Kelainan patologis

- Terdapat tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam komposisi darah atau urin, atau kelaian

dalam tes pencitraan

2. LFG kurang dari 60 ml/menit/1,73m², selama 3 bulan, dengan atau tanpa kerusakan ginjal.

Klasifikasi

Klasifikasi penyakit ginjal kronik didasarkan atas dua hal yaitu atas dasar derajat (stage) penyakit dan dasar

diagnosis etiologi. Klasifikasi atas dasar derajat penyakit dibuat atas dasar LFG yang dihitung dengan

mempergunakan rumus Kockcorft-Gault sebagai berikut:(4)

LFG (ml/menit/1,73m²) = (140-umur)x berat badan / 72x kreatinin plasma (mg/dl)*)

*) pada perempuan dikalikan 0,85

Klasifikasi tersebut tampak pada tabel 2

Tabel 2. Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik atas Dasar Derajat Penyakit

Derajat Penjelasan LFG(ml/mnt/1,73m²)

1

2

Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau ↑

Kerusakan ginjal dengan LFG↓ ringan

> 90

60-89

25

Page 26: CASE Interna Ahmad Fauzi

3

4

5

Kerusakan ginjal dengan LFG↓ sedang

Kerusakan ginjal dengan LFG↓ berat

Gagalginjal

30-59

15- 29

< 15 atau dialisis

Klasifikasi atas dasar diagnosis tampak pada tabel 3

Tabel 3. Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik atas dasar Diagnosis Etiologi

Penyakit Tipe mayor (contoh)

Penyakit ginjal diabetes Diabetes tipe 1 dan 2

Penyakit ginjal non diabetes Penyakit glomerular(penyakit otoimun, infeksi sistemik,

obat, neoplasia)

Penyakit vascular (penyakit pembuluh darah besar,

hipertensi, mikroangiopati)

Penyakit tubulointerstitial (pielonefritis kronik, batu,

obstruksi, keracunan obat)

Penyakit kistik (ginjal polikistik)

Penyakit pada transplantasi Rejeksi kronik

Keracunanobat (siklosporin/takrolimus)

Penyakit recurrent (glomerular)

Transplant glomerulopathy

Patofisiologi

Patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada penyakit yang mendasarinya, tapi dalam

perkembangan selanjutnya proses yang terjadi kurang lebih sama. Pengurangan massa ginjal menyebabkan

hipertrofi sisa nefron secara struktural dan fungsional sebagai upaya kompensasi. Hipertrofi “kompensatori” ini

akibat hiperfiltrasi adaptif yang diperantarai oleh penambahan tekanan kapiler dan aliran glomerulus. Proses

adaptasi ini berlangsung singkat akhirnya diikuti oleh proses maladaptasi berupa sklerosis nefron yang masih tersisa.

Proses ini akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi nefron yang progresif walaupun penyakit dasarnya sudah tidak

aktif lagi. Adanya peningkatan aktivitas aksis renin-angiotensinaldosteron intrarenal ikut memberikan konstribusi

26

Page 27: CASE Interna Ahmad Fauzi

terhadap terjadinya hiperfiltrasi, sklerosis dan progesifitas tersebut. Aktivitas jangka panjang aksis renin-

angiotensinaldosteron, sebagian diperantarai oleh growth factor seperti transforming growth

factor ß. Beberapa hal yang juga dianggap berperan terhadap terjadinya progresifitas penyakit ginjal kronik

adalah albuminuria, hipertensi, hiperglikemia, dislipidemia. Pada stadium yang paling dini penyakit ginjal kronik

terjadi kehilangan daya cadang ginjal (renal reserve), pada keadaan dimana basal LFG masih normal atau malah

meningkat. Kemudian secara perlahan tapi pasti akan terjadi penurunan fungsi nefron yang progresif, yang ditandai

dengan peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 60%, pasien masih belum merasakan

keluhan (asimtomatik), tapi sudah terjadi peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar

30%, mulai terjadi keluhan pada pasien seperti nokturia, badan lemah, mual, nafsu makan kurang dan penurunan

berat badan. Sampai pada LFG di bawah 30%, pasien memperlihatkan gejala dan tanda uremia yang nyata seperti

anemia, peningkatan tekanan darah, gangguan metabolisme fosfor dan kalsium, pruritus, mual, muntah dan lain

sebagainya. Pasien juga mudah terkena infeksi seperti infeksi saluran kemih, infeksi saluran napas, maupun infeksi

saluran cerna. Juga akan terjadi gangguan keseimbangan air seperti hipo atau hipervolemia, gangguan keseimbangan

elektrolit antara lain natrium dan kalium. Pada LFG dibawah 15% akan terjadi gejala dan komplikasi yang lebih

serius, dan pasien sudah memerlukan terapi pengganti ginjal (renal replacement therapy) antara lain dialisis atau

transplantasi ginjal. Pada keadaan ini pasien dikatakan sampai pada stadium gagal ginjal.(1,4)

V. Pendekatan Diagnostik

Gambaran Klinis

Gambaran klinis pasien penyakit ginjal kronik meliputi:

a. Sesuai dengan penyakit yang mendasari seperti diabetes malitus, infeksi traktus urinarius, batu traktus

urinarius, hipertensi, hiperurikemi, LupusEritomatosus Sistemik (LES),dll.

b. Sindrom uremia yang terdiri dari lemah, letargi, anoreksia, mual, muntah,nokturia, kelebihan volume cairan

(volume overload), neuropati perifer, pruritus, uremic frost, perikarditis, kejang-kejang sampai koma.

c. Gejala komplikasinya antara lain hipertensi, anemia, osteodistrofi renal, payah jantung, asidosis metabolik,

gangguan keseimbangan elektrolit (sodium,kalium, khlorida).

Gambaran Laboratorium

Gambaran laboratorium penyakit ginjal kronik meliputi:

a. Sesuai dengan penyakit yang mendasarinya

b. Penurunan fungsi ginjal berupa peningkatan kadar ureum dan kreatinin serum, dan penurunan LFG yang

dihitung mempergunakan rumus Kockcroft-Gault. Kadar kreatinin serum saja tidak bisa dipergunakan untuk

memperkirakan fungsi ginjal.

c. Kelainan biokimiawi darah meliputi penurunan kadar hemoglobin, peningkatan kadar asam urat, hiper atau

hipokalemia, hiponatremia, hiper atau hipokloremia, hiperfosfatemia, hipokalemia, asidosis metabolik

d. Kelainan urinalisis meliputi proteinuria, hematuri, leukosuria

Gambaran Radiologis

Pemeriksaan radiologis penyakit GGK meliputi:

27

Page 28: CASE Interna Ahmad Fauzi

a. Foto polos abdomen, bisa tampak batu radio-opak

b. Pielografi intravena jarang dikerjakan karena kontras sering tidak bisa melewati filter glomerulus, di samping

kekhawatiran terjadinya pengaruh toksik oleh kontras terhadap ginjal yang sudah mengalami kerusakan

c. Pielografi antegrad atau retrograd dilakukan sesuai indikasi

d. Ultrasonografi ginjal bisa memperlihatkan ukuran ginjal yang mengecil, korteks yang menipis, adanya

hidronefrosis atau batu ginjal, kista, massa, kalsifikasi

e. Pemeriksaan pemindaian ginjal atau renografi dikerjakan bila ada indikasi.(2,3,4,5)

VI. Penatalaksanaan

Perencanaan tatalaksana (action plan) penyakit GGK sesuai dengan derajatnya, dapat dilihat pada tabel 4.

Tabel 4. Rencana Tatalaksanaan Penyakit GGK sesuai dengan derajatnya

Derajat LFG(ml/mnt/1,73m²) Rencana tatalaksana

1 > 90 terapi penyakit dasar, kondisi komorbid,

evaluasi pemburukan (progession)

fungsi ginjal, memperkecil resiko

kardiovaskuler

2 60-89 menghambat pemburukan (progession)

fungsi ginjal

3 30-59 evaluasi dan terapi komplikasi

4 15-29 persiapan untuk terapi pengganti ginjal

5 <15 terapi pengganti ginjal

Terapi Nonfarmakologis:

a. Pengaturan asupan protein:

b. Pengaturan asupan kalori: 35 kal/kgBB ideal/hari

c. Pengaturan asupan lemak: 30-40% dari kalori total dan mengandung jumlah

yang sama antara asam lemak bebas jenuh dan tidak jenuh

d. Pengaturan asupan karbohidrat: 50-60% dari kalori total

e. Garam (NaCl): 2-3 gram/hari

28

Tabel 4. Pembatasan Asupan Protein pada Penyakit GGKLFG ml/menit Asupan protein g/kg/hari>60 tidak dianjurkan25-60 0,6-0,8/kg/hari5-25 0,6-0,8/kg/hari atau tambahan 0,3 g asam

amino esensial atau asam keton<60 0,8/kg/hari(=1 gr protein /g proteinuria atau

0,3g/kg tambahan asam amino esensial atau asam keton.

Page 29: CASE Interna Ahmad Fauzi

f. Kalium: 40-70 mEq/kgBB/hari

g. Fosfor:5-10 mg/kgBB/hari. Pasien HD :17 mg/hari

h. Kalsium: 1400-1600 mg/hari

i. Besi: 10-18mg/hari

j. Magnesium: 200-300 mg/hari

k. Asam folat pasien HD: 5mg

l. Air: jumlah urin 24 jam + 500ml (insensible water loss).(4,5)

Terapi Farmakologis:

a. Kontrol tekanan darah

- ACE I atau antagonis reseptor Angiotensin II → evaluasi kreatinin dan kalium serum, bila terdapat

peningkatan kreatinin > 35% atau timbul hiperkalemia harus dihentikan.

- Penghambat kalsium

- Diuretik

b. Pada pasien DM, kontrol gula darah → hindari pemakaian metformin dan

c. obat-obat sulfonilurea dengan masa kerja panjang. Target HbA1C untuk DM

tipe 1 0,2 diatas nilai normal tertinggi, untuk DM tipe 2 adalah 6%

d. Koreksi anemia dengan target Hb 10-12 g/dl

e. Kontrol hiperfosfatemia: polimer kationik (Renagel), Kalsitrol

f. Koreksi asidosis metabolik dengan target HCO3 20-22 mEq/l

g. Koreksi hiperkalemia

h. Kontrol dislipidemia dengan target LDL,100 mg/dl dianjurkan golongan statin

i. Terapi ginjal pengganti.(1,2,3,4)

CHF

Definisi

Gagal jantung adalah keadaan (kelainan) patofisiologi berupa sindroma klinik. Diakibatkan oleh

ketidakmampuan jantung untuk memenuhi cardiac output/ CO yang cukup untuk melayani kebutuhan jaringan

tubuh akan 02 dan nutrisi lain meskipun tekanan pengisian (filling pressure atau volume diastolik) telah meningkat

Dalam keadaan normal jantung dapat memenuhi CO yang cukup stiap waktu, pada gagal jantung ringan

keluhan baru timbul pada beban fisik yang meningkat, pada gagal jantung berat keluhan sudah timbul pada keadaan

istirahat.

Jantung mengalami kegagalan (dekompensatio) apabila berbagai mekanisme sudah berlebihan (yaitu

retensi garam dan air, meningkatnya resistensi perifer, hipertrofi miokard, dilatasi ventrikel, meningkatnya tekanan

atria, meningkatnya kekuatan kontraksi) tetapi jantung tidak mempertahankan fungsinya dengan cukup.

29

Page 30: CASE Interna Ahmad Fauzi

Gagal jantung merupakan akhir dari suatu continuum, proses yang berkesinambungan, dimulai dari

terdapatnya penyakit jantung tanpa kelainan hemodinamik, kemudian berlanjut dengan fase preklinik dimana sudah

didapati keluhan dan tanda-tanda gagal jantung (symptom and sign).(8,9)

Etiologi

Penyebab reversible dari gagal jantung antara lain: aritmia (misalnya: atrial fibrillation), emboli paru-paru

(pulmonary embolism), hipertensi maligna atau accelerated, penyakit tiroid (hipotiroidisme atau hipertiroidisme),

valvular heart disease, unstable angina, high output failure, gagal ginjal, permasalahan yang ditimbulkan oleh

pengobatan (medication-induced problems), intake (asupan) garam yang tinggi, dan anemia berat.

Faktor Predisposisi dan Faktor Pencetus

♣    Faktor Predisposisi

Yang merupakan faktor predisposisi gagal jantung antara lain: hipertensi, penyakit arteri koroner, kardiomiopati,

penyakit pembuluh darah, penyakit jantung kongenital, stenosis mitral, dan penyakit perikardial.

♣    Faktor Pencetus

Yang merupakan faktor pencetus gagal jantung antara lain: meningkatnya asupan (intake) garam, ketidakpatuhan

menjalani pengobatan anti gagal jantung, infak miokard akut, hipertensi, aritmia akut, infeksi, demam, emboli paru,

anemia, tirotoksikosis, kehamilan, dan endokarditis infektif.

Patofisiologi

Ada beberapa mekanisme gagal jantung:

I. Aktivasi sistem RAA (Renin Angiotensinogen Angiotensin)

Akibat cardiac output yang menurun pada gagal jantung terjadi peningkatan seksresi renin yang

merangsang pembentukan angiotensin II. Aktivasi sistem RAA dimaksudkan mempertahankan cairan,

keseimbangan/ balance elektrolit dan tekanan darah cukup. Renin adalah enzim yang dikeluarkan oleh

aparatus juxta glomerular yang mengubah angiotensinogen menjadi angiotensin-I kemudian menjadi

angiotensin-II oleh angiotensin converting enzyme. ACE juga mengubah bradikinine suatu vasodilator

menjadi peptide yang tidak aktif.

Pengaruh angiotensin II :

- Vasokonstriktor kuat

- Merangsang neuron simpatis dengan akibat pengeluaran adrenalin bertambah

- Merangsang terjadinya hipertropi vaskular yang berakibat menambah resistensi perifer meningkat yang

berati afterload meningkat

- Merangsang terjadinya hipertrofi miokard

- Merangsang pengeluaran aldosteron dari korteks adrenal dengan akibat reasorpsi garam dan air pada

tubulus proksimal ginjal meningkat.

30

Page 31: CASE Interna Ahmad Fauzi

II. Aktivasi sistem saraf simpatis

Meningkatnya pengeluaran katekolamin oleh adrenergic cardiac nerve dan medula adrenalis

memperkuat kontraktilitas miokard, bersama sistem RAA dan neurohormonal lain dimaksudkan untuk

mempertahankan tekanan arteri dan perfusi pada organ vital. Sistem saraf otonomik adalah sangat penting

dalam pengaturan heart rate (HR), kontraksi miokard, capacitance dan resistance vascular bed pada setiap

saat, dengan demikian mengontrol CO, distribusi aliran darah dan tekanan arterial. Pengaturan neural ini

memungkinkan perubahan-perubahan fungsi kardiovaskuler yang diperlukan secara cepat, dalam beberapa

detik, sebelum mekanisme yang lebih lambat yaitu stimulus metabolik, katekolamin dalam sirkulasi dan

sistem RAA bekerja.

Pada permulaan gagal jantung, aktivitas sistem adrenergik dapat mempertahankan CO dengan cara

kontraktilitas yang meningkat dan kenaikan heart rate, pada gagal jantung yang lebih berat terjadi

vasokonstriksi akibat sistem simpatis dan pengaruh angiotensin II dengan maksud mempertahankan dan

redistribusi CO, pada gagal jantung yang lebih berat (NYHA klas IV) terjadi peningkatan afterload yang

berlebihan akibat vasokontriksi dengan akibat penurunan stroke volume dan cardiac output.

III. Mekanisme Frank Starling

Pada semua otot bergaris termasuk miokard, kekuatan kontraksi tergantung pada panjangnya

serabut otot miofibril, makin panjang kontraksi makin kuat.

Pada panjang sarkomer 2,2 um, miofibril peka terhadap Ca++ sehingga mengahasilkan aktivasi

sistem kontraksi yang maksimal, apabila sarkomer bertambah panjang mencapai 3,65 um kepekaan

terhadap Ca++ berkurang, kontraksi juga berkurang. Pengertian tersebut merupakan dasar dari Starling law

of the heartI yang menyatakan bahwa dalam batas panjang miofibril tertentu, kekuatan kontraksi ditentukan

oleh volume pada akhir diastole yaitu preload

IV. Kontraksi miokard

Hipertropi miokard disertai atau tidak disertai dilatasi ruang-ruang jantung merupakan upaya untuk

menambah kontraksi ventrikel pada afterload dan preload yang meningkat

V. Redistribusi CO yang subnormal

Redistribusi dengan maksud mempertahankan oksigenasi kepada organ-organ vital yaitu jantung dan otak,

darah yang mrngalir ke organ yang kurang vital seperti kulit, otot skletal, ginjal berkurang. Redistribusi

cairan (darah) terjadi pada penderita gagal jantung yang mengalami aktivitas fisik, pada gagal jantung yang

lanjut redistribusi terjadi meskipun pada istirahat. Mekanismenya melalui deregulasi saraf simpatis bersam

parasimpatis dengan akibat vasodilataso ke organ vital dan vasokontriksi pada organ yang kurang vital

untuk mempetahankan kelangsungan hidup.

VI. Metabolisme anaerobik

Perfusi ke jaringan yang menurun pada gagal jantung, terjadi metabolisme anaerobik. Banyak jaringan

terutam otot skeletal mengalami metabolisme anaerobik sebagai cadagan untuk menghasilkan energi. Pada

31

Page 32: CASE Interna Ahmad Fauzi

individu normal dalam latihan sedang terjadi metabolisme anaerobik menghasilkan 5% energi yang

diperlukan. Penderita dengan gagal jantung menghasilkan 30%.

VII. Arginin Vasopresin (AVP)

AVP merupakan vasokonstriktor kuat. Pada penderita gagal jantung level AVP meningkat 2 kali

dibandingkan orang normal.

VIII. Atrial Natriuretic Peptide (ANP)

Suatu tekanan atrial yang meningkat menghasilkan ANP. Hormon memilik efek vasokonstriktor, retensi Na

dan air, hormon adrenergik. Oleh karena itu ANP melindungi sirkulasi dan volume dan pressure overload,

ANP juga menyebabkan . (10)

Sebenarnya jantung yang mulai lemah akan memberikan 3 mekanisme kompensasi untuk meningkatkan curah

jantung, yaitu :

1) Meningkatkan aktivitas simpatik

Baroreseptor merasakan penurunan tekanan darah dan memacu aktfitas reseptor ϐ-adrenergic dalam

jantung. Hal ini menimbulkan kecepatan jantung dan peningkatan kontraksi dari otot-otot jantung yang lebih

besar. Selain itu, vasokonstriksi diperantarai α-1 memacu venous return dan meningkatkan preload jantung.

Respons kompensasi ini meningkatkan kerja jantung dan karena itu dapat menyebabkan penurunan selanjutnya

dalam fungsi jantung.

2) Retensi cairan.

Penurunan curah jantung akan memperlambat aliran darah ke ginjal, menyebabkan lepasnya renin, dengan

hasil peningkatan sintesis angiotensin II dan aldosteron. Hal ini meningkatkan resistensi perifer dan retensi

natrium dan air. Volume darah meningkat dan semakin banyak darah kembali ke jantung. Jika jantung tidak

dapat memompa volume ekstra ini, tekanan vena meningkat dan edema perifer dan edema paru-paru terjadi.

Respons kompensasi ini meningkatkan kerja jantung dan karena itu, selanjutnya menyebabkan penurunan fungsi

jantung

3) Hipertrofi miokard

Jantung membesar dan ruangannya melebar. Pertama peregangan otot-otot jantung menyebabkan kontraksi

jantung lebih kuat, tetapi perpanjangan yang berlebihan dari serat tersebut akan menyebabkan kontraksi semakin

lemah. Jenis kegagalan ini disebut gagal sistolik dan diakibatkan oleh ventrikel yang tidak dapat memompa

secara efektif. Jarang pasien gagal jantung kongestif dapat mempunyai disfungsi diastolik, yaitu suatu istilah

yang diberikan jika kemampuan ventrikel relaksasi dan menerima darah terganggu karena perubahan struktural,

seperti hipertrofi. Penebalan dinding ventrikel dan penurunan volume ventrikel dapat menurunkan kemampuan

otot jantung untuk relaksasi. Hal ini mengakibatkan ventrikel tidak terisi cukup, dan curah jantung yang tidak

cukup disebut sebagai gagal jantung

32

Page 33: CASE Interna Ahmad Fauzi

Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis gagal jantung kanan (decompensatio dextra) antara lain: JVP meningkat, batas jantung kanan

melebar (terdapat RVH dan pulsasi epigastrium), pembesaran hati (hepatomegali), pembesaran limpa

(splenomegali), cairan di rongga perut (ascites), bengkak (oedem) pada tungkai.

Sedangkan manifestasi klinis gagal jantung kiri (decompensatio sinistra) antara lain: sesak nafas (dispneu,

orthopneu, paroxismal nocturnal dispneu), batas jantung kiri melebar (terdapat LVH), nafas cheyne stokes, kebiruan

(cyanosis), Right Bundle Branch (RBB), dan suara S3 (gallop).

Penegakan Diagnosis

Penegakan diagnosis gagal jantung dibuat berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, EKG, foto thorax,

ekokardigrafi-doppler dan kateterisasi. Berdasar keluhan (symptom) terdapat klasifikasi fungsional dari New York

Heart Association ( NYHA) :

NYHA klas I :

Penderita dengan kelainan jantung tanpa pembatasan aktivitas fisik. Aktivitas fisik sehari-hari tidak menyebabkan

kelelahan, palpitasi, dispnoe atau angina.

NYHA klas II :

Penderita dengan kelainan jantung yang berakibat pembatasan ringan aktivitas fisik. Merasa enak pada istirahat.

Aktivitas fisik sehari-hari (ordinary physical activity) menyebabkan kelelahan, palpitasi, dispnoe atau angina.

NYHA kelas III :

Penderita dengan kelainan jantung yang berakibat pembatasan berat aktivitas fisik. Merasa enak pada istirahat.

Aktivitas yang kurang dari aktivitas sehari-hari menimbulkan kelelahan, palpitasi, dispnoe atau angina.

NYHA KELAS IV :

Penderita dengan kelainan jantung dengan akibat tidak mampu melakukan aktivitas fisik apapun. Keluhan timbul

maupun dalam keadaan istirahat.

Dibawah ini adalah kriterian diagnosis CHF kiri dan kanan dari Framingham

Kriteria mayor:

1.    Paroxismal Nocturnal Dispneu

2.    distensi vena leher

3.    ronkhi paru

4.    kardiomegali

5.    edema paru akut

6.    gallop S3

7.    peninggian tekanan vena jugularis

8.    refluks hepatojugular

Kriteria minor:

33

Page 34: CASE Interna Ahmad Fauzi

1.    edema ekstremitas

2.    batuk malam hari

3.    dispneu de effort

4.    hepatomegali

5.    efusi pleura

6.    takikardi

7.    penurunan kapasitas vital sepertiga dari normal

Kriteria mayor atau minor

Penurunan berat badan > 4,5 kg dalam 5 hari setelah terapi

Diagnosis ditegakkan dari 2 kriteria mayor atau 1 kriteria mayor dan 1 kriteria  minor harus ada pada saat yang

bersamaan.

Penyakit jantung koroner merupakan etiologi gagal jantung akut pada 60-70% pasien, terutama pada usia lanjut.

Contoh klasik gagal jantung akut adalah robekan daun katup secara tiba-tiba akibat endokarditis, trauma atau infark

miocard luas. Curah jantung yang menurun tiba-tiba menyebabkan penurunan tekanan darah disertai edema perifer.

Penatalaksanaan

Tujuan terapi untuk gagal jantung kongestif adalah meningkatkan curah jantung. Golongan obat gagal

jantung yang digunakan adalah:

1) Vasodilator

Gangguan fungsi kontraksi jantung pada gagal jantung kongestif, diperberat oleh peningkatan kompensasi

pada preload (volume darah yang mengisi ventrikel selama diastole) dan afterload (tekanan yang harus diatasi

jantung ketika memompa darah ke sistem arteriol). Vasodilatasi berguna untuk mengurangi preload dan afterload

yang berlebihan, dilatasi pembuluh darah vena menyebabkan berkurangnya preload jantung dengan meningkatkan

kapasitas vena, dilator arterial menurunkan resistensi arteriol sistemik dan menurunkan afterload. Obat-obat yang

berfungsi sebagai vasodilator antara lain captopril, isosorbid dinitrat, hidralazin

a) Inhibitor enzim pengkonversi angiotensin (Inhibitor ACE)

Obat-obat ini menghambat enzim yang berasal dari angiotensin I membentuk vasokonstriktor kuat

angiotensin II. Inhibitor ACE mengurangi kadar angiotensin II dalam sirkulasi dan juga mengurangi sekresi

aldosteron, sehingga menyebabkan penurunan sekresi natrium dan air. Inhibitor ACE dapat menyebabkan

penurunan retensi vaskuler vena dan tekanan darah, menyebabkan peningkatan curah jantung.

Pengobatan ini sangat menurunkan morbiditas dan mortalitas. Penggunaan inhibitor ACE awal

diutamakan untuk mengobati pasien gagal ventrikel kiri untuk semua tingkatan, dengan atau tanpa gejala

dan terapi harus dimulai segera setelah infark miokard. Terapi dengan obat golongan ini memerlukan

monitoring yang teliti karena berpotensi hipotensi simptomatik. Inhibitor ACE ini tidak boleh digunakan

pada wanita hamil. Obat-obat yang termasuk dalam golongan inhibitor enzim pengkonversi angiotensin ini

adalah kaptopril, enalapril, lisinopril, dan quinapril

b) Angiotensi II receptor Antagonists

34

Page 35: CASE Interna Ahmad Fauzi

Pasien yang mengalami batuk pada penggunaan ACE Inhibitor, dapat digunakan angiotensin II

receptor Antagonists seperti losartan dosis 25-50 mg/hari sebagai alternatif. Losartan efektif menurunkan

mortalitas dan menghilangkan gejala pada pasien dengan gagal jantung

c) Relaksan otot polos langsung

Dilatasi pembuluh vena langsung meyebabakan penurunan preload jantung dengan meningkatkan

kapasitas vena, dilator arterial mengurangi resistensi sistem arteriol dan menurunkan afterload. Obat-obat

yang termasuk golongan ini adalah hidralazin, isosorbid, minoksidil, dan natrium nitropusid

d) Antagonis Reseptoris ϐ- Adrenergik

Antagonis reseptor ϐ-adrenergik yang paling umum adalah metoprolol, suatu antagonis reseptor

yang selektif terhadap ϐ1- adrenergik mampu memperbaiki gejala, toleransi kerja fisik serta beberapa

fungsi ventrikel selama beberapa bulan pada pasien gagal jantung karena pembesaran kardiomiopati

idiopati

2) Diuretik

Diuretik akan mengurangi kongesti pulmonal dan edema perifer. Obat-obat ini berguna mengurangi gejala

volume berlebihan, termasuk ortopnea dan dispnea noktural paroksimal. Diuretik menurunkan volume plasma dan

selanjutnya menurunkan preload jantung. Ini mengurangi beban kerja jantung dan kebutuhan oksigen. Diuretik juga

menurunkan afterload dengan mengurangi volume plasma sehingga menurunkan tekanan darah. Obat-obat yang

termasuk golongan ini adalah diuretik tiazid dan loop

3) Antagonis Aldosteron

Penggunaan spironolakton sebagai antagonis aldosteron menunjukkan penurunan mortalitas pada pasien

dengan gagal jantung sedang sampai berat. Aldosteron berhubungan dengan retensi air dan natrium, aktivasi

simpatetik, dan penghambatan parasimpatetik. Hal tersebut merupakan efek yang merugikan pada pasien dengan

gagal jatung. Spironolakton meniadakan efek tersebut dengan penghambatan langsung aktifitas aldosteron

4) Obat-obat inotropik

Obat-obat inotropik positif meningkatkan kontraksi otot jantung dan meningkatkan curah jantung.

Meskipun obat-obat ini bekerja melalui mekanisme yang berbeda dalam tiap kasus kerja inotropik adalah akibat

peningkatan konsentrasi kalsium sitoplasma yang memacu kontraksi otot jantung

a) Digitalis

Obat-obat golongan digitalis ini memiliki berbagai mekanisme kerja diantaranya pengaturan

konsentrasi kalsium sitosol. Hal ini menyebabkan terjadinya hambatan pada aktivasi pompa proton yang

dapat menimbulkan peningkatan konsentrasi natrium intrasel, sehingga menyebabkan terjadinya transport

kalsium kedalam sel melalui mekanisme pertukaran kalsium-natrium. Kadar kalsium intrasel yang

meningkat itu menyebabkan peningkatan kekuatan kontraksi sistolik. Mekanisme lainnya yaitu peningkatan

kontraktilitas otot jantung, Pemberian glikosida digitalis menngkatkan kekuatan kontraksi otot jantung

menyebabkan penurunan volume distribusi aksi, jadi meningkatkan efisiensi kontraksi.

35

Page 36: CASE Interna Ahmad Fauzi

Terapi digoxin merupakan indikasi pada pasien dengan disfungsi sistolik ventrikel kiri yang hebat

setelah terapi diuretik dan vasodilator. Obat yang termasuk dalam golongan glikosida jantung adalah

digoxin dan digitoxin. Glikosida jantung mempengaruhi semua jaringan yang dapat dirangsang, termasuk

otot polos dan susunan saraf pusat. Mekanisme efek ini belum diselidiki secara menyeluruh tetapi mungkin

melibatkan hambatan Na+K+ - ATPase didalam jaringan ini.

Hipokalemia dapat menyebabkan aritmia hebat. Penurunan kadar kalium dalam serum sering

ditemukan pada pasien-pasien yang mendapatkan thiazid atau loop diuretik dan biasanya dapat dicegah

dengan diuretik hemat kalium atau suplemen kalium karbonat. Hiperkalsemia dan hipomagnesemia juga

menjadi predisposisi terhadap toksisitas digitalis. Tanda dan gejala toksisitas glikosida jantung yaitu

anoreksia, mual, muntah, sakit abdomen, penglihatan kabur, mengigau, kelelahan, bingung, pusing,

meningkatnya respons ventilasi terhadap hipoksia, aritmia ektopik atrium dan ventrikel, dan gangguan

konduksi nodus sinoatrial dan atrioventrikel

b) Agonis ϐ-adrenergic

Stimulan ϐ- adrenergic memperbaiki kemampuan jantung dengan efek inotropik spesifik dalam

fase dilatasi. Hal ini menyebabkan masuknya ion kalsium kedalam sel miokard meningkat,sehingga dapat

meningkatkan kontraksi. Dobutamin adalah obat inotropik yang paling banyak digunakan selain digitalis

c) Inhibitor fosfodiesterase

Inhibitor fosfodiesterase memacu koonsentrasi intrasel siklik-AMP. Ini menyebabkan peningkatan

kalsium intrasel dan kontraktilitas jantung. Obat yang termasuk dalam golongan inhibitor fosfodiesterase

adalah amrinon dan milrinon.(8,9,10)

36

Page 37: CASE Interna Ahmad Fauzi

BAB IV

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, pmeriksaan penunjang dan dengan

menganalisa kasus berdasarkan tinjauan pustaka yang telah tercantum maka masalah pada Ny. S

adalah Congestive heart failure dengan Chronic Renal disease, yang telah diberikan terapi dan

perawatan. Penyebab dari CKD yang diderita Ny. S adalah merupakan suatu hipertensi essensial,

meskipun prevalensi dari suatu hipertensi tanpa disertai penyakit ginjal lain sebagai masalah

yang mendasari terjadinya CKD hanyalah 10%. Pernyataan ini didukung dari hasil anamnesis

secara autoanamnesis ataupun allo anamnesis dimana tidak didapatkan riwayat pasien pernah

mengalami suatu penyakit ginjal, pre renal, renal, ataupun post renal. Untuk congestive heart

failure ditegakan atas temuan pemeriksaan yang memenuhi criteria firrmingham yaitu didapatkan

empat kriteria mayor dan empat criteria minor.

37

Page 38: CASE Interna Ahmad Fauzi

DAFTAR PUSTAKA

1. Brenner BM, Lazarus JM. Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Volume 3 Edisi

13. Jakarta: EGC, 2000.1435-1443.

2. Mansjoer A, et al.Gagal ginjal Kronik. Kapita Selekta Kedokteran Jilid II Edisi 3.

Jakarta: Media Aesculapius FKUI, 2002.

3. Suhardjono, Lydia A, Kapojos EJ, Sidabutar RP. Gagal Ginjal Kronik. Buku Ajar

Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi 3. Jakarta: FKUI, 2001.427-434.

4. Suwitra K. Penyakit Ginjal Kronik. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi

IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, 2006.

p.581-584.

5. Tierney LM, et al. Gagal Ginjal Kronik. Diagnosis dan Terapi Kedokteran

Penyakit Dalam Buku 1. Jakarta: Salemba Medika.2003.

6. Adamson JW (ed). Iron Deficiency and Another Hipoproliferative Anemias in

Harrison’s Principles of Internal Medicine 16 th edition vol 1. McGraw-Hill

Companies : 2005;586-92

7. Collaghan C. At a Glance Sistem Ginjal, 2nd ed. Jakarta: Erlangga:2007;p.29-44

8. Gray H, Dawkins K, Morgan J, Simpson I. Lecture notes Kardiologi ED/4. Jakarta:

Penerbit Erlangga;2003. Hal 88-94.

9. Braunwald, Fauci, Kasper. Harrison’s Principal Of Internal Medicine Vol 1. Mc Grow

Hill. Ed 15th . 2001. Hal 1414-1429.

10. Palupi S.E.E. “Gagal Jantung (Congestive Heart Failure)” dalam Rita Khairani (ed)

Diktat Kumpulan Kuliah Kardiologi. 2007. Jakarta: Bagian Ilmu Penyakit Dalam

Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti.

38

Page 39: CASE Interna Ahmad Fauzi

11. Sutedjo AY.2008. Mengenal Penyakit Melalui Hasil Pemeriksaan Laboratorium.

Yogyakarta: Penerbit Amara Books; p. 20-106

12. Price SA, Wilson, LM. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit ED/6. Jakarta:

EGC, 2003. p.912-46

13. Silbernagl S, Lang F. Atlas Berwarna Patofisiologi. Jakarta: EGC, 2007. p.224-7

39