Author
gamar-bj
View
45
Download
5
Embed Size (px)
CASE
CHRONIC KIDNEY DISEASE & CONGESTIVE HEART FAILURE
OLEH:
AHMAD FAUZI
030.08.011
PEMBIMBING:
DR TJATUR BAGUS G, SP.JP
ILMU PENYAKIT DALAM – RSAL MINTOHARDJO
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TRISAKTI
JAKARTA
JULI 2012
LEMBAR PENGESAHAN
NAMA : AHMAD FAUZI
NIM : 03008011
UNIVERSITAS : TRISAKTI JAKARTA
JUDUL CASE : CHRONIC KIDNEY DISEASE & CONGESTIVE HEART FAILURE
BAGIAN : ILMU PENYAKIT DALAM
RS : RSAL MINTOHARDJO JAKARTA
JULI 2012
PEMBIMBING
DR TJATUR BAGUS G, SP.JP
2
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan petunjuknya
penyusun dapat menyelesaikan laporan kasus “chronic kidney disease & congestive heart
failure” ini tepat pada waktunya.
Laporan kasus ini ini dibuat dalam rangka memenuhi tugas kepaniteraan klinik di bagian
ilmu penyakit dalam RSAL Dr.Mintoharjo. Pada kesempatan ini penyusun mengucapkan
terimaksih kepada Dr. Tjatur Bagus G Sp.JP selaku dokter pembimbing dalam kepaniteraan
klinik ini dan rekan-rekan koass yang ikut memberikan bantuan dan semangat secara moril.
Penyusun menyadari bahwa laporan kasus ini masih terdapat kekurangan dan kesalahan,
oleh karena itu penyusun sangat mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak. Semoga
laporan kasus ini dapat bermanfaat dan menambah pengetahuan dalam bidang ilmu penyakit
dalam khususnya dan bidang kedokteran pada umumnya.
Jakarta, 17 Juli 2012
Penyusun
Ahmad Fauzi
3
BAB I
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama lengkap : NY S Jenis kelamin : Perempuan
Umur :49 tahun Suku bangsa : Betawi
Status perkawinan :Menikah Agama : Islam
Pekerjaan :Ibu rumah tangga Pendidikan : SMA
Alamat :Jl kedoya no 4 Kebun Jeruk Tanggal masuk RS : 7 juli 2012
A. ANAMNESIS
Diambil dari autoanamnesis, Tanggal 10 juli 2012 , Jam 13.00 WIB
Keluhan Utama: Nyeri perut sejak 1 hari yang lalu
Keluhan tambahan: Mual, Batuk berdahak disertai bercak merah, sesak, tidak bisa tidur
Riwayat penyakit sekarang: OS datang dengan keluhan nyeri pada ulu hati sejak 1 hari SMRS, keluhan dirasakan
terus-menurus dan nyeri tidak berkurang atau bertambah bila OS makan. Os mengeluh batuk berdahak yang
terutama terjadi pada sore dan malam hari, batuk berdahak disertai bercak berwarna kemerahan. Os juga mengeluh
sesak, sesak timbul terus menerus terutama saat posisi berbaring dan berkurang saat posisi duduk. Os merasakan
mual dan kedua kaki bengkak.
Dua hari yang lalu os mengeluh tidak bisa tidur dan merasa pusing, keluhan ini dirasakan setelah OS melakukan
hemodialisa.
Empat bulan yang lalu OS dirawat selama 11 hari, os datang dengan keluhan pusing berputar disertai mual yang
keluhannya hilang setelah 3 hari perawatan. Selama perawatan di rumah sakit OS didiagnosa menderita CKD dan
diharuskan melakukan hemodialisa 1 minggu 2 kali yaitu hari selasa dan jum’at.
Lima bulan yang lalu OS sudah merasakan sesak namun sesak hanya timbul saat melakukan aktivitas seperti belanja
kepasar atau membersihkan rumah.
Tujuh bulan yang lalu OS berobat ke poliklinik dengan keluhan sakit kepala disertai pusing dan didiagnosa
menderita Hipertensi dan mulai mengkonsumsi obat anti hipertensi yaitu captopril, namun ketika obat habis OS
tidak meminumnya lagi dan hanya meminum obat warung untuk menghilangkan pusing.
4
Riwayat penyakit dahulu: Riwayat penyakit gula, asma, alergi, batu ginjal, dan operasi disangkal oleh pasien.
Riwayat Kebiasaan: OS mengaku bila memasak menggunakan banyak garam, sehari-hari OS bekerja mengerjakan
pekerjaan rumah dan berjualan diwarung, OS sangat sering telat makan dan suka meminum jajanan di warung.
Riwayat Keluarga
Hubungan Umur (tahun) Jenis Kelamin Keadaan
Kesehatan
Penyebab Meninggal
Kakek Tidak diketahui Laki-laki Meninggal Tidak diketahui
Nenek Tidak diketahui Perempuan Meninggal Tidak diketahui
Ayah Tidak diketahui Laki-laki Meninggal Hipertensi
Ibu Tidak diketahui Perempuan Sakit
Anak-anak 2 anak Perempuan
Perempuan
Sehat
Sehat
Riwayat penyakit dalam keluarga
Penyakit Ya Tidak Hubungan
Alergi Tidak ada
Asma Tidak ada
Tuberkulosis Tidak ada
Arthritis Tidak ada
Rematisme Tidak ada
Hipertensi Ada Ayah, Suami OS
Jantung Ada Ibu
Ginjal Tidak ada
Lambung Tidak ada
5
RIWAYAT HIDUP
Riwayat Kelahiran
Tempat lahir : ( ) Di rumah ( +) Rumah Bersalin () RS ( ) Puskesmas
Ditolong oleh : (+) Dokter ( ) Bidan ( ) Dukun ( ) Lain-lain
Riwayat Imunisasi
( + ) Hepatitis ( + ) BCG ( + ) Campak ( + ) DPT
( + ) Polio ( ) Tetanus
Riwayat Makanan
Frekuensi / Hari : 2-3 kali sehari
Jumlah / Hari : tidak tentu
Variasi / Hari : Cukup
Nafsu makan : Berkurang sejak 4 bulan terakhir
Pendidikan
( ) SD ( ) SMEA ( ) SLTP ( + ) SLTA ( ) Sekolah Kejuruan ( ) Akademi
( ) Universitas ( ) Kursus ( ) Tidak sekolah
B. PEMERIKSAAN JASMANI
Pemeriksaan Umum
Tinggi Badan : 155 cm
Berat Badan : 49 kg
Tekanan Darah : 200/100 mmHg
Nadi : 100 x/menit
Suhu : 37,1 ˚C
Pernafasaan : 30 x/menit
Keadaan gizi : Baik
6
IMT : 20,04 kg/m2
Kesadaran : Compos mentis
Sianosis : tidak ditemukan
Udema umum : tidak ditemukan
Habitus : atletikus
Cara berjalan : tidak dapat dinilai
Mobilitas ( aktif / pasif ) : aktif
Umur menurut taksiran pemeriksa : Sesuai
Aspek Kejiwaan
Tingkah Laku : wajar
Alam Perasaan : wajar
Proses Pikir : wajar
Kulit
Warna : sawo matang
Effloresensi : tidak ada
Jaringan Parut : tidak ada
Pertumbuhan rambut : merata
Suhu Raba : hangat
Keringat : umum
Lapisan Lemak : distribusi merata
Pigmentasi : Tidak ada
Lembab/Kering : lembab
Pembuluh darah : tidak ada varises
Turgor : baik
7
Oedem : + pada kedua tungkai
Ikterus : tidak ada
Lain-lain : tidak ada
Kelenjar Getah Bening
Submandibula : tidak teraba membesar
Supraklavikula : tidak teraba membesar
Lipat paha : tidak teraba membesar
Leher : tidak teraba membesar
Ketiak : tidak teraba membesar
Kepala
Ekspresi wajah : baik
Simetri muka : simetris
Rambut : hitam
Pembuluh darah temporal : teraba pulsasi
Mata
Exophthalamus : tidak ada Enopthalamus : tidak ada
Kelopak : tidak oedem Lensa : jernih/jernih
Konjungtiva : Anemis Visus : baik
Sklera : tidak ikterik Gerakan Mata : tidak ada hambatan
Lapangan penglihatan : normal Tekanan bola mata : tidak meningkat
Nistagmus : tidak ada
Telinga
Tuli : tidak ada Selaput pendengaran: Sulit dinilai Lubang : Tidak lapang
8
Penyumbatan : tidak ada Serumen: ada cairan/perdarahan: tidak ada
Hidung
Dorsum nasi : Perubahan bentuk (-), perubahan warna (-), udema (-), krepitasi (-)
Vestibulum nasi : Sekret (-), furunkel (-), krusta (-)
Kavum nasi : Lapang, polip (-)
Konkha inferior : Eutrophi, udema (-)
Mulut
Bibir : tidak kering Tonsil : T1 –T1 tenang
Langit-langit : normal Bau pernapasan : tidak ada
Gigi geligi : lengkap Trismus : tidak ada
Faring : tidak hiperemis Selaput lendir : normal
Lidah : tidak kotor
Leher
Tekanan Vena Jugularis (JVP) : 5 + 3 cm H2O.
Kelenjar Tiroid : tidak teraba membesar.
Kelenjar Limfe : tidak teraba membesar.
Dada
Bentuk : datar, tidak cekung.
Pembuluh darah : tidak melebar.
Buah dada : simetris, tidak ada retraksi puting susu.
9
Paru – paru
Depan Belakang
Inspeksi Kiri Simetris saat statis dan dinamis Simetris saat statis dan dinamis
Kanan Simetris saat statis dan dinamis Simetris saat statis dan dinamis
Palpasi Kiri - Tidak ada benjolan
- Fremitus taktil simetris
- Tidak ada benjolan
- Fremitus taktil simetris
Kanan - Tidak ada benjolan
- Fremitus taktil simetris
- Tidak ada benjolan
- Fremitus taktil simetris
Perkusi Kiri Sonor di seluruh lapang paru Sonor di seluruh lapang paru
Kanan Sonor di seluruh lapang paru Sonor di seluruh lapang paru
Auskultasi Kiri - Suara vesikuler
- Wheezing (-), Ronki (+)
- Suara vesikuler
- Wheezing (-), Ronki (-)
Kanan - Suara vesikuler
- Wheezing (-), Ronki (+)
- Suara vesikuler
- Wheezing (-),Ronki ( - )
Jantung
Inspeksi : Tampak pulsasi iktus cordis 1 jari lateral midklavikula kiri.
Palpasi : Teraba pulsasi iktus cordis 1 jari lateral midklavikula kiri.
Perkusi :
Batas kanan : sela iga III-V linea parasternalis kanan.
Batas kiri : sela iga VI, 1cm sebelah lateral linea midklavikula kiri.
Batas atas : sela iga III linea parasternal kiri.
10
Auskultasi : Bunyi jantung I - II murni reguler, Gallop tidak ada, Murmur tidak ada.
Pembuluh Darah
Arteri Temporalis : teraba pulsasi
Arteri Karotis : teraba pulsasi
Arteri Brakhialis : teraba pulsasi
Arteri Radialis : teraba pulsasi
Arteri Femoralis : teraba pulsasi
Arteri Poplitea : teraba pulsasi
Arteri Tibialis Posterior : teraba pulsasi
Arteri Dorsalis Pedis : teraba pulsasi
Perut
Inspeksi : Tidak ada lesi, tidak ada bekas operasi, datar, simetris, smiling umbilicus tidak
ada, dilatasi vena tidak ada
Auskultasi : Bising usus 3x/menit
Palpasi
Dinding perut : Supel, datar, nyeri tekan epigastrium +.
Hati : Teraba 4cm dari arkus costae kanan, sudut tumpul, permukaan rata, konsistensi
kenyal, Murphy sign negatif.
Limpa : Tidak teraba
Ginjal : Balotement -/-
Perkusi : Timpani, Shifting dullness negatif
Ginjal : Nyeri ketuk CVA -/-
11
Anggota gerak
LENGAN Kanan Kiri
Otot
Tonus Normotonus Normotonus
Massa Normal Normal
Sendi Normal Normal
Gerakan Aktif Aktif
Kekuatan +5 +5
Oedem Tidak ada Tidak ada
Petechie Tidak ada Tidak ada
Lain-lain Tidak ada Terpasang Shiminoshunt
Tungkai dan Kaki
TUNGKAI dan KAKI Kanan Kiri
Luka Tidak ada Tidak ada
Varises Tidak ada Tidak ada
Otot
Tonus Normotonus Normotonus
Massa Normal Normal
Sendi Normal Normal
Gerakan Aktif Aktif
Kekuatan +5 +5
Oedem Ada Ada
Petechie Tidak ada Tidak ada
12
Lain-lain Tidak ada Tidak ada
Refleks
Kanan Kiri
Refleks Tendon Positif Positif
Bisep Positif Positif
Trisep Positif Positif
Patela Positif Positif
Achiles Positif Positif
Refleks Patologis Negatif Negatif
Refleks meningeal Negative Negative
LABORATORIUM
7 juli 2012
PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI RUJUKAN
Glukosa Darah (pukul 08.00) 96 mg/dL 70-110
Kimia darah
PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI RUJUKAN
SGOT 22 u/L 3-45
SGPT 12 u/L 0-35
Ureum 38 mg/dL 13-43
Creatinine 7.9 mg/dL 0,5-1,5
13
Amilase 88 u/dL 60-160
Lipase 105 U/L 14-280
Darah lengkap
PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI RUJUKAN
Leukosit 7400 /ul 5000-10000
Eritrosit 3,03 Juta/uL 4 -5,5
HB 7.8 g/dL 12 – 15,5
Ht 25 % 35-47
Trombosit 150.000 /uL 150000-440000
Perhitungan laju filtrasi glomerulus dengan menggunakan rumus dari Cockroft-Gault
Klirens Kreatinin*= (140-umur) x berat badan
72x kreatinin serum
= (140-49) x 49
72x 7.2 = 8.6 x 0.85 = 7,3 ml/min
*Glomerulus Filtration rate/ laju filtrasi glomerulus(GF) dalam ml/menit/ 1.73m2
8 juli 2012
Kimia Darah
PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI RUJUKAN
Trigliserida 118 mg/dl < 150 mg/dl
Cholesterol 181 mg/dl < 200 mg/dl
HDL Cholesterol 61 mg/dl 30-90 mg/dl
LDL Cholesterol 96 mg/dl <150 mg/dl
Protein Total 6.8 g/dl 6.6-8.8 g/dl
14
Albumin 3.5 g/dl 3.5-5.2 g/dl
Globulin 3.3 g/dl 2.6-3.4 g/dl
Bilirubin Total 0.71 mg/dl 0.1-1.2 mg/dl
Bilirubin Direct 0.42 mg/dl < 0.2 mg/dl
Bilirubin Indirect 0.29 mg/dl < 0.9 mg/dl
9 juli 2012
Analisa Gas Darah
PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI RUJUKAN
PH 7.523 7.35-7.45
PCO2 25.4 Mmhg 32-48
PO2 41.8 Mmhg 83-108
SBC 22.7 mmol/L 21.8-26.9
SBE -2.4 Mmol -3 sd +3
ABE -1.9 mmol/L -2 sd +3
HCO3 20.5 mmol/L 21 – 29
tCO2 21.3
sO2 84.3 % 95 – 96
tO2 9.3 ml/dl 15.8 – 22.3
Na 139 mmol/L 135-146
K - mmol/L 3.4-4.5
Cl 102 mmol/L 9.6-108
Foto Thorak (Interpretasi belum)
15
EKG:
16
Foto: Thoraks PA
Deskripsi:
Cor: CTR > 50%, batas jantung kiri melebihi 2/3 hemithoraks sinistra dengan apex tertanam, batas jantung kanan sulit dinilai.
Pulmo: Corakan bronkovaskuler meningkat, hilus suram, tampak tanda kongesti pada vena pulmonalis dan arteri pulmonalis, tampak bercak kesuraman pada kedua basal paru.
Aorta: Baik, Tidak melebar
Sinus, diagfragma, pleura dan tulang baik.
Kesan:
Decompensatio Cordis
Irama: Sinus
QRS rate: 107x/mnt
Regularitas: regular
Aksis: 35°
Interval PR: 0,12 detik
Morfologi: gelombang P normal, gelombang QRS normal, tidak ada ST elevasi atau ST depresi, gelombang T Normal.
Interpretasi: Dalam batas normal
USG
17
RINGKASAN
Ny.S, wanita usia 49 tahun datang dengan keluhan nyeri epigastrium 1 hari SMRS disertai mual dan tidak bisa tidur,
tepatnya keluhan dirasakan setelah HD. OS juga mengeluh batuk dengan frotty sputum dengan dispnoe, PND,
Orthopnoe, dan edema tungkai bilateral. 4 bulan SMRS OS didiagnosa CKD dan memulai HD. 5 bulan SMRS OS
mengalami Dispnoe on effort. Dan 7 bulan SMRS OS didiagnosis hipertensi dan memulai pengobatan namun
berhenti meminum obat ketika sudah habis. Riwayat DM, batu, dan penyakit ginjal lain disangkal.
Pada pemeriksaan fisik di dapatkan tekanan darah: 200/100 mmHg, nadi: 100x/menit, Suhu: 37.1OC, RR: 30x/menit,
conjungtiva anemis +/+, JVP= 5+3, Ronkhi +/+, edema tungkai bawah bilateral.
Pada pemeriksaan penunjang di dapatkan Hb: 7.8 g/dl. Ht: 25%, eritrosit: 3.03 juta/mm3, Ur/Cr: 38/7.9 mg/dl. HDL:
61mg/dl. AGD: PH: 7.523, PCO2: 25.4, PO2: 41.9, HCO3: 20.5 Foto thoraks PA: cardiomegali+Decompensatio
Cordis, USG: Hepatomegali contracted kidney dekstra dan Ischaemia renal sinistra. EKG: Normal
Daftar Masalah
1. Dyspnoe Sesak nafas mulai dirasakan sejak 5 bulan SMRS yang dirasakan ketika beraktivitas seperti memberishkan rumah atau belanja kepasar. Saat ini sesak dirasakan terus, terutama bertambah saat berbaring dan berkurang berkurang dengan posisi duduk. Kadang sesak di rasakan lebih berat pada malam hari sehingga pasien tidak bisa tidur. Merasa lebih nyaman dengan tidur menggunakan bantal yang tinggi.
2. Edema tungkaiBengkak pada kedua kaki.
3. DispepsiaNyeri pada ulu hati, disertai dengan rasa mual namun tidak muntah.
4. Anemia Pada pasien di dapatkan Hb 7.8 g/dl (07/07/12)
5. Hipertensi grade IITD: 200/100, dengan riwayat hipertensi yang diketahui sejak 7 bulan yang lalu dan tidak terkontrol.
6. CKDCr: 7.9, CCT: 6.67 (Stage V) On HD. USG: contracted kidney dekstra dan Ischaemia renal sinistra
7. Alkalosis Respiratorik belum terkompensasi
18
Hati: permukaan rata, sudut tumpul
Kandung empedu: Besar dan bentuk normal, dinding tipis, batu (-). Saluran Empedu: tidak melebar
Ginjal Kanan: Contracted kidney. Ginjal Kiri: Cortex normal, pelvis renis batas kabur
Limpa, Pankreas: normal
Kesan: Hepatomegali dengan contracted renal dextra dengan ischaemic renal sinistra
PH: 7.523, PCO2: 25.4, PO2: 41.9, HCO3: 20.5 (kompensasi penurunan reabsorbsi bikarbonat di ginjal)8. Decompensatio Cordis
Gambaran Thoraks foto dengan Cardiomegali disertai tanda kongesti dan edema pada paru-paru. Batuk dnegan Frotty sputum.
DIAGNOSIS KERJA
1. CHF et Causa HHD NYHA Class IV2. CKD on HD3. Hipertensi Grade II
RENCANA PENGELOLAAN
1. HD 2 kali per minggu2. Diit Rendah Garam I, Rendah Protein 35g3. Oksigen 7-8 liter/menit dengan mask4. Balance Cairan tiap 24 jam5. Venflon6. Ranitidine 2 x 1 amp7. Amlodipin 1 x 10 mg8. Syr Rhinatioe 3 x 1 C9. Lansoprazole 2 x 30mg10. Valsartan 1 x 160 mg11. Noperten 1 x 10 mg12. Fasorbid 3 x 10 mg
PROGNOSIS
AD VITAM: dubiaAD SANATIONAM: dubia ad malamAD FUNGSIONAM: dubia ada malam
FOLLOW UP SOAP
Tanggal 11/7/2012, pukul 05.45
S: Merasa lemas terutama ketika berjalan ke kamar mandi, sesak masih dirasakan saat posisi berbaring pada malam hari sehingga sulit tidur, sakit perut sudah hilang, batuk terutama pada sore dan malam hari, batuk berdahak dan terdapat bercak kemerahan.
O: keadaan umum : Tampak sakit sedang, kesadaran compos mentis.
TD : 210/110, N: 104x/mnt, S: 36,4°C, RR: 22x/mnt
Mata: konjungtiva anemis +/+, sclera ikterik -/-
Leher: JVP = 5 + 3cmH2O, KGB tidak teraba membesar
Jantung : bunyi jantung I dan II reguler, gallop tidak ada, murmur tidak ada
19
Paru: suara nafas versikuler +/+, ronchi +/-, wheezing -/-.
Abdomen: supel, datar , nyeri tekan epigastrium +, bising usus + normal, perkusi timpani, Lien tidak teraba, hepar teraba 4cm di bawah arcus costae.
Extermitas: edema pada kedua tungkai bawah , akral hangat, sianosis tidak ada. Terpasang shiminoshunt pada tangan kiri, bruit pada auskultasi dan palpasi +
A: CKD on HD
Hipertensi Grade II
CHF et causa HHD
P: HD 2 kali per minggu
Diit Rendah Garam, Rendah Protein 35g
Balance cairan tiap 24 jam
Ranitidine 2 x 1 amp
Amlodipin 1 x 10 mg
Syr Rhinatioe 3 x 1 C
Lansoprazole 2 x 30mg
Valsartan 1 x 160 mg
Noperten 1 x 10 mg
Fasorbid 3 x 10 mg
FOLLOW UP SOAP
Tanggal 12/7/2012, pukul 06.00
S: Sesak tidak dirasakan, os mengaku nyaman tidur dengan bantal lebih dari 2. batuk terutama pada malam hari dan sudah berkurang.
O: keadaan umum : Tampak sakit ringan, kesadaran compos mentis.
TD : 180/90, N: 100x/mnt, S: 36,2°C, RR: 20x/mnt
Mata: konjungtiva anemis +/+, sclera ikterik -/-
Leher: JVP = 5 + 2cmH2O, KGB tidak teraba membesar
Jantung : bunyi jantung I dan II reguler, gallop tidak ada, murmur tidak ada
20
Paru: suara nafas versikuler +/+, ronchi +/-, wheezing -/-.
Abdomen: supel, datar , nyeri tekan epigastrium +, bising usus + normal, perkusi timpani, Lien tidak teraba, hepar teraba 4cm di bawah arcus costae.
Extermitas: edema pada kedua tungkai bawah sudah berkurang , akral hangat, sianosis tidak ada. Terpasang shiminoshunt pada tangan kiri, bruit pada auskultasi dan palpasi +
A: CKD on HD
Hipertensi Grade II
CHF et causa HHD
P: HD 2 kali per minggu
Diit Rendah Garam, Rendah Protein 35g
Balance cairan tiap 24 jam
Ranitidine 2 x 1 amp
Amlodipin 1 x 10 mg
Syr Rhinatioe 3 x 1 C
Lansoprazole 2 x 30mg
Valsartan 1 x 160 mg
Noperten 1 x 10 mg
Fasorbid 3 x 10 mg
BAB II
ANALISA KASUS
MASALAH Dasar Penetapan Masalah Hipotesa
Dispepsia- Nyeri pada Epigastrium disertai
mual dan tidak nafsu makan- Nyeri tekan epigastrium +
- Peningkatan ureum dalam darah dapat menimbulkan
gejalan seperti lemah, letargi, anoreksia, mual,
muntah.- Gastritis
Chronic Kidney Disease -Cr: 7.9, CCT: 6.67 (Stage V) On HD sejak 4 bulan
-USG: contracted kidney dekstra dan Ischaemia renal sinistra
- Hipertensi tidak terkontrol menyebabkan peningkatan tekanan glomerular yang mengakibatkan reduksi
jumlah nefron sebagai awal
21
terjadinya CKD- Infeksi atau Pyelonefritis
Congestive Heart Failure
-Dyspnoe on effort 5 bulan lalu-PND, Batuk malam hari dengan
frotty sputum, Hepatomegali, Edema ekstremitas, Ronkhi paru, Gambaran Thoraks foto dengan
Cardiomegali disertai tanda kongesti dan edema paru.
- Hipertensi Heart Disease
Hipertensi stage 2 JNC VII- tekanan darah 210/110 mmHg
- Riwayat hipertensi sejak 7 bulan lalu tidak terkontrol
- Essensial- Volume overload sekunder
dari CKD
Anemia- Conjungtiva anemis +/+
- Hb 7.8 g/dl
- Defisiensi Eritropoietin et causa CKD
- Intake kurangDispnoe
PNDOrthopnoe
- Keluhan Os- Hiperpnoe, RR >20x/menit
- Kongesti Cairan dan transudasi cairan yang
menyebabkan udem paru
Edema Tungkai - Bengkak pada kedua kaki- Volume overload
- peningkatan tekanan hidrostatik kapiler
Alkalosis Respiratorik belum terkompensasi
- PH: 7.523, PCO2: 25.4, PO2: 41.9, HCO3: 20.5
- Hiperventilasi karena sesak, kadar saturasi O2 darah rendah, dan rasa nyeri.
Batuk berdahak dengan frotty sputum
- Keluhan Os- Ronkhi +
- Pecahnya pembuluh kapiler pada paru karena
meningkatnya tekanan hidrostatik dan telah terjadi
edema paru
PATOFISIOLOGI
22
Hipertensi
Primer “Essensial”
Nefrosklerosis Benigna
Nefrosklerosis maligna Penurunan jumlah nefron
Sklerosis arteriol aferen
Hipertrofi nefron tersisa untuk mengganti kerja nefron yang rusak. Peningkatan kecepatan filtrasi, beban solute dan reabsorbsi tubulus dalam tiap nefron, meskipun GFR untuk seluruh massa nefron menurun di bawah normal.
Kerusakan nefron >70%CKD
Pressure Overload
Hipertrofi miokard
Kontraktilitas ↓
CO ↓Redistribusi CO subnormal
Perfusi renal ↓ BP ↑Tekanan hidrostatik ↑
Kapiler rupture batuk frotty sputum Uremia
DispepsiaEdema TungkaiHepatomegaliMual
MASALAH Planning: Non Medikamentosa Medikamentosa
DispepsiaRanitidine 2 x 1 amp
Lansoprazole 2 x 30mg
Chronic Kidney DiseaseEdema Tungkai
DispnoeDiit Rendah Garam 1HD 2 kali per mingguDiit Rendah Protein 35g
Balance cairan tiap 24 jam
Fasorbid 3 x 10 mgValsartan 1 x 160 mgNoperten 1 x 10 mg
Amlodipin 1 x 10 mgCongestive Heart FailureHipertensi stage 2 JNC VII
Anemia Kontrol Darah rutin setiap hari
Alkalosis Respiratorik belum terkompensasi
Oksigen 7-8 liter/menit dengan mask
Cek AGD Ulang
Batuk berdahak dengan frotty sputum
Syr Rhinatioe 3 x 1 C
PENGELOLAAN
Ranitidine: Golongan AH2. Melindungi mukosa lambung dengan menghambat perangsangan sekresi asam lambung. Dosis: 2x1 /hari. Lansoprazole: Golongan PPI. Bekerja dengan mengurangi produksi dari asam lambung.
Diit Rendah garam 1: Diberikan untuk pasien dengan hipertensi berat, odema, asites. Dalam pengolahan makanan tidak ditambahkan garam.
Pembatasan jumlah protein 0,6-0,8/kg/hari: 49 x 0,7 = 34,3 dibulatkan menjadi 35g/hari
Balance Cairan melakukan perhitungan Selisih antara Output dan Input cairan.
Input – (Output+IWL) IWL: = 726ml, output pasien dengan urin tampung 24 jam
tidak dapat dinila karna urine tidak ditampung. Maka dari hasil perhitungan diharapkan input cairan untuk pasien tidak lebih dari 726ml per hari.
Oksigen 7-8 liter/menit dengan mask: agar dapat meningkatkan saturasi oksigen sehingga diharapkan hiperventilasi berkurang dan tekanan Co2 meningkat dan alkalosis respiratorik dapat terkompensasi
Fasorbid: Isosorbid Dinitrat (ISDN), venous compliance berkurang pada gagal jantung. Venous bed merupakan tempat yang besar, maka venodilator mempunyai efek venous pooling dengan efek acute reduction in elevated feeling pressure akibat venous return yang menurun. Dengan diberikannya venodilator dan diuretika, filling pressure dapat diturunkan dengan akibat symptom berkurang seperti sesak napas, ortopnoe, tanpa menyebabkan turunnya CO.
Noperten 1 x 10mg : lisinopril (ace inhibitor): Fungsinya adalah
1. dilatasi arteriol dengan akibat penurunan Sistemik vascular resistance, tekanan darah after load.
23
2. mengurangi aktivitas simpatis dan produksi noradrenaline. Penurunan aktivitas simpatis menyebabkan bertambahnya vasodilatasi, dengan demikian berarti penurunan after load. Akibat efek anti simpatetik dan efek vagal dapat menerangkan mengapa ace inhibitor tidak menaikan HR meskipun terjadi vasodilatasi, inilah beda dengan vasodilator lain.
3. penurunan sindosteron berakibat sekresi Na dan retensi K+.4. Converting Enzyme menyebabkan degradasi bradikinin. Akumulasi bradikinin merangsang vasodilator
prostaglandin yang dapat menurunkan resistensi perifer, oleh karena itu indomtasin dan prostaglandin inhibitor menurunkan efek ACE i.
5. Acei mempunyai sifat anti arteriolar hyperplasia penyebab hipertensi.6. ACE I mempunyai sifat antihipertrofi dan antiremodelling pada miokard.
Valsartan 1 x 160mg (Angiostensin II Reseptor Blocker) : biasanya digunakan sebagai antihipertensi pada pasien yang tidak toleran terhadap ACE I. efek sebagai antihipertensi sama dengan ACE Inhibitor.
Amlodipin 1 x 10mg (Calcium Cannal Blocker): bekerja dengan merelaksasi otot polos pada dinding arteriol sehingga menurunkan resistensi perifer total untuk menurunkan tekanan darah.
24
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
CKD
Definisi
Chronic Kidney Disease adalah kerusakan ginjal yang terjadi selama lebih dari 3 bulan, berdasarkan kelainan
patologis atau petanda kerusakan ginjal seperti proteinuria. Jika tidak ada tanda kerusakan ginjal, diagnosis penyakit
ginjal kronik ditegakkan jika nilai laju filtrasi glomerulus kurang dari 60 ml/menit/1,73m², seperti pada tabel 1
berikut:
Tabel 1. Kriteria Penyakit Ginjal Kronik
1. Kerusakan ginjal yang terjadi lebih dari 3 bulan, berupa kelainan stuktural atau fungsional, dengan
atau tanpa penurunan laju fitrasi glomerolus (LFG), dengan manifestasi:
- Kelainan patologis
- Terdapat tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam komposisi darah atau urin, atau kelaian
dalam tes pencitraan
2. LFG kurang dari 60 ml/menit/1,73m², selama 3 bulan, dengan atau tanpa kerusakan ginjal.
Klasifikasi
Klasifikasi penyakit ginjal kronik didasarkan atas dua hal yaitu atas dasar derajat (stage) penyakit dan dasar
diagnosis etiologi. Klasifikasi atas dasar derajat penyakit dibuat atas dasar LFG yang dihitung dengan
mempergunakan rumus Kockcorft-Gault sebagai berikut:(4)
LFG (ml/menit/1,73m²) = (140-umur)x berat badan / 72x kreatinin plasma (mg/dl)*)
*) pada perempuan dikalikan 0,85
Klasifikasi tersebut tampak pada tabel 2
Tabel 2. Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik atas Dasar Derajat Penyakit
Derajat Penjelasan LFG(ml/mnt/1,73m²)
1
2
Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau ↑
Kerusakan ginjal dengan LFG↓ ringan
> 90
60-89
25
3
4
5
Kerusakan ginjal dengan LFG↓ sedang
Kerusakan ginjal dengan LFG↓ berat
Gagalginjal
30-59
15- 29
< 15 atau dialisis
Klasifikasi atas dasar diagnosis tampak pada tabel 3
Tabel 3. Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik atas dasar Diagnosis Etiologi
Penyakit Tipe mayor (contoh)
Penyakit ginjal diabetes Diabetes tipe 1 dan 2
Penyakit ginjal non diabetes Penyakit glomerular(penyakit otoimun, infeksi sistemik,
obat, neoplasia)
Penyakit vascular (penyakit pembuluh darah besar,
hipertensi, mikroangiopati)
Penyakit tubulointerstitial (pielonefritis kronik, batu,
obstruksi, keracunan obat)
Penyakit kistik (ginjal polikistik)
Penyakit pada transplantasi Rejeksi kronik
Keracunanobat (siklosporin/takrolimus)
Penyakit recurrent (glomerular)
Transplant glomerulopathy
Patofisiologi
Patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada penyakit yang mendasarinya, tapi dalam
perkembangan selanjutnya proses yang terjadi kurang lebih sama. Pengurangan massa ginjal menyebabkan
hipertrofi sisa nefron secara struktural dan fungsional sebagai upaya kompensasi. Hipertrofi “kompensatori” ini
akibat hiperfiltrasi adaptif yang diperantarai oleh penambahan tekanan kapiler dan aliran glomerulus. Proses
adaptasi ini berlangsung singkat akhirnya diikuti oleh proses maladaptasi berupa sklerosis nefron yang masih tersisa.
Proses ini akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi nefron yang progresif walaupun penyakit dasarnya sudah tidak
aktif lagi. Adanya peningkatan aktivitas aksis renin-angiotensinaldosteron intrarenal ikut memberikan konstribusi
26
terhadap terjadinya hiperfiltrasi, sklerosis dan progesifitas tersebut. Aktivitas jangka panjang aksis renin-
angiotensinaldosteron, sebagian diperantarai oleh growth factor seperti transforming growth
factor ß. Beberapa hal yang juga dianggap berperan terhadap terjadinya progresifitas penyakit ginjal kronik
adalah albuminuria, hipertensi, hiperglikemia, dislipidemia. Pada stadium yang paling dini penyakit ginjal kronik
terjadi kehilangan daya cadang ginjal (renal reserve), pada keadaan dimana basal LFG masih normal atau malah
meningkat. Kemudian secara perlahan tapi pasti akan terjadi penurunan fungsi nefron yang progresif, yang ditandai
dengan peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 60%, pasien masih belum merasakan
keluhan (asimtomatik), tapi sudah terjadi peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar
30%, mulai terjadi keluhan pada pasien seperti nokturia, badan lemah, mual, nafsu makan kurang dan penurunan
berat badan. Sampai pada LFG di bawah 30%, pasien memperlihatkan gejala dan tanda uremia yang nyata seperti
anemia, peningkatan tekanan darah, gangguan metabolisme fosfor dan kalsium, pruritus, mual, muntah dan lain
sebagainya. Pasien juga mudah terkena infeksi seperti infeksi saluran kemih, infeksi saluran napas, maupun infeksi
saluran cerna. Juga akan terjadi gangguan keseimbangan air seperti hipo atau hipervolemia, gangguan keseimbangan
elektrolit antara lain natrium dan kalium. Pada LFG dibawah 15% akan terjadi gejala dan komplikasi yang lebih
serius, dan pasien sudah memerlukan terapi pengganti ginjal (renal replacement therapy) antara lain dialisis atau
transplantasi ginjal. Pada keadaan ini pasien dikatakan sampai pada stadium gagal ginjal.(1,4)
V. Pendekatan Diagnostik
Gambaran Klinis
Gambaran klinis pasien penyakit ginjal kronik meliputi:
a. Sesuai dengan penyakit yang mendasari seperti diabetes malitus, infeksi traktus urinarius, batu traktus
urinarius, hipertensi, hiperurikemi, LupusEritomatosus Sistemik (LES),dll.
b. Sindrom uremia yang terdiri dari lemah, letargi, anoreksia, mual, muntah,nokturia, kelebihan volume cairan
(volume overload), neuropati perifer, pruritus, uremic frost, perikarditis, kejang-kejang sampai koma.
c. Gejala komplikasinya antara lain hipertensi, anemia, osteodistrofi renal, payah jantung, asidosis metabolik,
gangguan keseimbangan elektrolit (sodium,kalium, khlorida).
Gambaran Laboratorium
Gambaran laboratorium penyakit ginjal kronik meliputi:
a. Sesuai dengan penyakit yang mendasarinya
b. Penurunan fungsi ginjal berupa peningkatan kadar ureum dan kreatinin serum, dan penurunan LFG yang
dihitung mempergunakan rumus Kockcroft-Gault. Kadar kreatinin serum saja tidak bisa dipergunakan untuk
memperkirakan fungsi ginjal.
c. Kelainan biokimiawi darah meliputi penurunan kadar hemoglobin, peningkatan kadar asam urat, hiper atau
hipokalemia, hiponatremia, hiper atau hipokloremia, hiperfosfatemia, hipokalemia, asidosis metabolik
d. Kelainan urinalisis meliputi proteinuria, hematuri, leukosuria
Gambaran Radiologis
Pemeriksaan radiologis penyakit GGK meliputi:
27
a. Foto polos abdomen, bisa tampak batu radio-opak
b. Pielografi intravena jarang dikerjakan karena kontras sering tidak bisa melewati filter glomerulus, di samping
kekhawatiran terjadinya pengaruh toksik oleh kontras terhadap ginjal yang sudah mengalami kerusakan
c. Pielografi antegrad atau retrograd dilakukan sesuai indikasi
d. Ultrasonografi ginjal bisa memperlihatkan ukuran ginjal yang mengecil, korteks yang menipis, adanya
hidronefrosis atau batu ginjal, kista, massa, kalsifikasi
e. Pemeriksaan pemindaian ginjal atau renografi dikerjakan bila ada indikasi.(2,3,4,5)
VI. Penatalaksanaan
Perencanaan tatalaksana (action plan) penyakit GGK sesuai dengan derajatnya, dapat dilihat pada tabel 4.
Tabel 4. Rencana Tatalaksanaan Penyakit GGK sesuai dengan derajatnya
Derajat LFG(ml/mnt/1,73m²) Rencana tatalaksana
1 > 90 terapi penyakit dasar, kondisi komorbid,
evaluasi pemburukan (progession)
fungsi ginjal, memperkecil resiko
kardiovaskuler
2 60-89 menghambat pemburukan (progession)
fungsi ginjal
3 30-59 evaluasi dan terapi komplikasi
4 15-29 persiapan untuk terapi pengganti ginjal
5 <15 terapi pengganti ginjal
Terapi Nonfarmakologis:
a. Pengaturan asupan protein:
b. Pengaturan asupan kalori: 35 kal/kgBB ideal/hari
c. Pengaturan asupan lemak: 30-40% dari kalori total dan mengandung jumlah
yang sama antara asam lemak bebas jenuh dan tidak jenuh
d. Pengaturan asupan karbohidrat: 50-60% dari kalori total
e. Garam (NaCl): 2-3 gram/hari
28
Tabel 4. Pembatasan Asupan Protein pada Penyakit GGKLFG ml/menit Asupan protein g/kg/hari>60 tidak dianjurkan25-60 0,6-0,8/kg/hari5-25 0,6-0,8/kg/hari atau tambahan 0,3 g asam
amino esensial atau asam keton<60 0,8/kg/hari(=1 gr protein /g proteinuria atau
0,3g/kg tambahan asam amino esensial atau asam keton.
f. Kalium: 40-70 mEq/kgBB/hari
g. Fosfor:5-10 mg/kgBB/hari. Pasien HD :17 mg/hari
h. Kalsium: 1400-1600 mg/hari
i. Besi: 10-18mg/hari
j. Magnesium: 200-300 mg/hari
k. Asam folat pasien HD: 5mg
l. Air: jumlah urin 24 jam + 500ml (insensible water loss).(4,5)
Terapi Farmakologis:
a. Kontrol tekanan darah
- ACE I atau antagonis reseptor Angiotensin II → evaluasi kreatinin dan kalium serum, bila terdapat
peningkatan kreatinin > 35% atau timbul hiperkalemia harus dihentikan.
- Penghambat kalsium
- Diuretik
b. Pada pasien DM, kontrol gula darah → hindari pemakaian metformin dan
c. obat-obat sulfonilurea dengan masa kerja panjang. Target HbA1C untuk DM
tipe 1 0,2 diatas nilai normal tertinggi, untuk DM tipe 2 adalah 6%
d. Koreksi anemia dengan target Hb 10-12 g/dl
e. Kontrol hiperfosfatemia: polimer kationik (Renagel), Kalsitrol
f. Koreksi asidosis metabolik dengan target HCO3 20-22 mEq/l
g. Koreksi hiperkalemia
h. Kontrol dislipidemia dengan target LDL,100 mg/dl dianjurkan golongan statin
i. Terapi ginjal pengganti.(1,2,3,4)
CHF
Definisi
Gagal jantung adalah keadaan (kelainan) patofisiologi berupa sindroma klinik. Diakibatkan oleh
ketidakmampuan jantung untuk memenuhi cardiac output/ CO yang cukup untuk melayani kebutuhan jaringan
tubuh akan 02 dan nutrisi lain meskipun tekanan pengisian (filling pressure atau volume diastolik) telah meningkat
Dalam keadaan normal jantung dapat memenuhi CO yang cukup stiap waktu, pada gagal jantung ringan
keluhan baru timbul pada beban fisik yang meningkat, pada gagal jantung berat keluhan sudah timbul pada keadaan
istirahat.
Jantung mengalami kegagalan (dekompensatio) apabila berbagai mekanisme sudah berlebihan (yaitu
retensi garam dan air, meningkatnya resistensi perifer, hipertrofi miokard, dilatasi ventrikel, meningkatnya tekanan
atria, meningkatnya kekuatan kontraksi) tetapi jantung tidak mempertahankan fungsinya dengan cukup.
29
Gagal jantung merupakan akhir dari suatu continuum, proses yang berkesinambungan, dimulai dari
terdapatnya penyakit jantung tanpa kelainan hemodinamik, kemudian berlanjut dengan fase preklinik dimana sudah
didapati keluhan dan tanda-tanda gagal jantung (symptom and sign).(8,9)
Etiologi
Penyebab reversible dari gagal jantung antara lain: aritmia (misalnya: atrial fibrillation), emboli paru-paru
(pulmonary embolism), hipertensi maligna atau accelerated, penyakit tiroid (hipotiroidisme atau hipertiroidisme),
valvular heart disease, unstable angina, high output failure, gagal ginjal, permasalahan yang ditimbulkan oleh
pengobatan (medication-induced problems), intake (asupan) garam yang tinggi, dan anemia berat.
Faktor Predisposisi dan Faktor Pencetus
♣ Faktor Predisposisi
Yang merupakan faktor predisposisi gagal jantung antara lain: hipertensi, penyakit arteri koroner, kardiomiopati,
penyakit pembuluh darah, penyakit jantung kongenital, stenosis mitral, dan penyakit perikardial.
♣ Faktor Pencetus
Yang merupakan faktor pencetus gagal jantung antara lain: meningkatnya asupan (intake) garam, ketidakpatuhan
menjalani pengobatan anti gagal jantung, infak miokard akut, hipertensi, aritmia akut, infeksi, demam, emboli paru,
anemia, tirotoksikosis, kehamilan, dan endokarditis infektif.
Patofisiologi
Ada beberapa mekanisme gagal jantung:
I. Aktivasi sistem RAA (Renin Angiotensinogen Angiotensin)
Akibat cardiac output yang menurun pada gagal jantung terjadi peningkatan seksresi renin yang
merangsang pembentukan angiotensin II. Aktivasi sistem RAA dimaksudkan mempertahankan cairan,
keseimbangan/ balance elektrolit dan tekanan darah cukup. Renin adalah enzim yang dikeluarkan oleh
aparatus juxta glomerular yang mengubah angiotensinogen menjadi angiotensin-I kemudian menjadi
angiotensin-II oleh angiotensin converting enzyme. ACE juga mengubah bradikinine suatu vasodilator
menjadi peptide yang tidak aktif.
Pengaruh angiotensin II :
- Vasokonstriktor kuat
- Merangsang neuron simpatis dengan akibat pengeluaran adrenalin bertambah
- Merangsang terjadinya hipertropi vaskular yang berakibat menambah resistensi perifer meningkat yang
berati afterload meningkat
- Merangsang terjadinya hipertrofi miokard
- Merangsang pengeluaran aldosteron dari korteks adrenal dengan akibat reasorpsi garam dan air pada
tubulus proksimal ginjal meningkat.
30
II. Aktivasi sistem saraf simpatis
Meningkatnya pengeluaran katekolamin oleh adrenergic cardiac nerve dan medula adrenalis
memperkuat kontraktilitas miokard, bersama sistem RAA dan neurohormonal lain dimaksudkan untuk
mempertahankan tekanan arteri dan perfusi pada organ vital. Sistem saraf otonomik adalah sangat penting
dalam pengaturan heart rate (HR), kontraksi miokard, capacitance dan resistance vascular bed pada setiap
saat, dengan demikian mengontrol CO, distribusi aliran darah dan tekanan arterial. Pengaturan neural ini
memungkinkan perubahan-perubahan fungsi kardiovaskuler yang diperlukan secara cepat, dalam beberapa
detik, sebelum mekanisme yang lebih lambat yaitu stimulus metabolik, katekolamin dalam sirkulasi dan
sistem RAA bekerja.
Pada permulaan gagal jantung, aktivitas sistem adrenergik dapat mempertahankan CO dengan cara
kontraktilitas yang meningkat dan kenaikan heart rate, pada gagal jantung yang lebih berat terjadi
vasokonstriksi akibat sistem simpatis dan pengaruh angiotensin II dengan maksud mempertahankan dan
redistribusi CO, pada gagal jantung yang lebih berat (NYHA klas IV) terjadi peningkatan afterload yang
berlebihan akibat vasokontriksi dengan akibat penurunan stroke volume dan cardiac output.
III. Mekanisme Frank Starling
Pada semua otot bergaris termasuk miokard, kekuatan kontraksi tergantung pada panjangnya
serabut otot miofibril, makin panjang kontraksi makin kuat.
Pada panjang sarkomer 2,2 um, miofibril peka terhadap Ca++ sehingga mengahasilkan aktivasi
sistem kontraksi yang maksimal, apabila sarkomer bertambah panjang mencapai 3,65 um kepekaan
terhadap Ca++ berkurang, kontraksi juga berkurang. Pengertian tersebut merupakan dasar dari Starling law
of the heartI yang menyatakan bahwa dalam batas panjang miofibril tertentu, kekuatan kontraksi ditentukan
oleh volume pada akhir diastole yaitu preload
IV. Kontraksi miokard
Hipertropi miokard disertai atau tidak disertai dilatasi ruang-ruang jantung merupakan upaya untuk
menambah kontraksi ventrikel pada afterload dan preload yang meningkat
V. Redistribusi CO yang subnormal
Redistribusi dengan maksud mempertahankan oksigenasi kepada organ-organ vital yaitu jantung dan otak,
darah yang mrngalir ke organ yang kurang vital seperti kulit, otot skletal, ginjal berkurang. Redistribusi
cairan (darah) terjadi pada penderita gagal jantung yang mengalami aktivitas fisik, pada gagal jantung yang
lanjut redistribusi terjadi meskipun pada istirahat. Mekanismenya melalui deregulasi saraf simpatis bersam
parasimpatis dengan akibat vasodilataso ke organ vital dan vasokontriksi pada organ yang kurang vital
untuk mempetahankan kelangsungan hidup.
VI. Metabolisme anaerobik
Perfusi ke jaringan yang menurun pada gagal jantung, terjadi metabolisme anaerobik. Banyak jaringan
terutam otot skeletal mengalami metabolisme anaerobik sebagai cadagan untuk menghasilkan energi. Pada
31
individu normal dalam latihan sedang terjadi metabolisme anaerobik menghasilkan 5% energi yang
diperlukan. Penderita dengan gagal jantung menghasilkan 30%.
VII. Arginin Vasopresin (AVP)
AVP merupakan vasokonstriktor kuat. Pada penderita gagal jantung level AVP meningkat 2 kali
dibandingkan orang normal.
VIII. Atrial Natriuretic Peptide (ANP)
Suatu tekanan atrial yang meningkat menghasilkan ANP. Hormon memilik efek vasokonstriktor, retensi Na
dan air, hormon adrenergik. Oleh karena itu ANP melindungi sirkulasi dan volume dan pressure overload,
ANP juga menyebabkan . (10)
Sebenarnya jantung yang mulai lemah akan memberikan 3 mekanisme kompensasi untuk meningkatkan curah
jantung, yaitu :
1) Meningkatkan aktivitas simpatik
Baroreseptor merasakan penurunan tekanan darah dan memacu aktfitas reseptor ϐ-adrenergic dalam
jantung. Hal ini menimbulkan kecepatan jantung dan peningkatan kontraksi dari otot-otot jantung yang lebih
besar. Selain itu, vasokonstriksi diperantarai α-1 memacu venous return dan meningkatkan preload jantung.
Respons kompensasi ini meningkatkan kerja jantung dan karena itu dapat menyebabkan penurunan selanjutnya
dalam fungsi jantung.
2) Retensi cairan.
Penurunan curah jantung akan memperlambat aliran darah ke ginjal, menyebabkan lepasnya renin, dengan
hasil peningkatan sintesis angiotensin II dan aldosteron. Hal ini meningkatkan resistensi perifer dan retensi
natrium dan air. Volume darah meningkat dan semakin banyak darah kembali ke jantung. Jika jantung tidak
dapat memompa volume ekstra ini, tekanan vena meningkat dan edema perifer dan edema paru-paru terjadi.
Respons kompensasi ini meningkatkan kerja jantung dan karena itu, selanjutnya menyebabkan penurunan fungsi
jantung
3) Hipertrofi miokard
Jantung membesar dan ruangannya melebar. Pertama peregangan otot-otot jantung menyebabkan kontraksi
jantung lebih kuat, tetapi perpanjangan yang berlebihan dari serat tersebut akan menyebabkan kontraksi semakin
lemah. Jenis kegagalan ini disebut gagal sistolik dan diakibatkan oleh ventrikel yang tidak dapat memompa
secara efektif. Jarang pasien gagal jantung kongestif dapat mempunyai disfungsi diastolik, yaitu suatu istilah
yang diberikan jika kemampuan ventrikel relaksasi dan menerima darah terganggu karena perubahan struktural,
seperti hipertrofi. Penebalan dinding ventrikel dan penurunan volume ventrikel dapat menurunkan kemampuan
otot jantung untuk relaksasi. Hal ini mengakibatkan ventrikel tidak terisi cukup, dan curah jantung yang tidak
cukup disebut sebagai gagal jantung
32
Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis gagal jantung kanan (decompensatio dextra) antara lain: JVP meningkat, batas jantung kanan
melebar (terdapat RVH dan pulsasi epigastrium), pembesaran hati (hepatomegali), pembesaran limpa
(splenomegali), cairan di rongga perut (ascites), bengkak (oedem) pada tungkai.
Sedangkan manifestasi klinis gagal jantung kiri (decompensatio sinistra) antara lain: sesak nafas (dispneu,
orthopneu, paroxismal nocturnal dispneu), batas jantung kiri melebar (terdapat LVH), nafas cheyne stokes, kebiruan
(cyanosis), Right Bundle Branch (RBB), dan suara S3 (gallop).
Penegakan Diagnosis
Penegakan diagnosis gagal jantung dibuat berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, EKG, foto thorax,
ekokardigrafi-doppler dan kateterisasi. Berdasar keluhan (symptom) terdapat klasifikasi fungsional dari New York
Heart Association ( NYHA) :
NYHA klas I :
Penderita dengan kelainan jantung tanpa pembatasan aktivitas fisik. Aktivitas fisik sehari-hari tidak menyebabkan
kelelahan, palpitasi, dispnoe atau angina.
NYHA klas II :
Penderita dengan kelainan jantung yang berakibat pembatasan ringan aktivitas fisik. Merasa enak pada istirahat.
Aktivitas fisik sehari-hari (ordinary physical activity) menyebabkan kelelahan, palpitasi, dispnoe atau angina.
NYHA kelas III :
Penderita dengan kelainan jantung yang berakibat pembatasan berat aktivitas fisik. Merasa enak pada istirahat.
Aktivitas yang kurang dari aktivitas sehari-hari menimbulkan kelelahan, palpitasi, dispnoe atau angina.
NYHA KELAS IV :
Penderita dengan kelainan jantung dengan akibat tidak mampu melakukan aktivitas fisik apapun. Keluhan timbul
maupun dalam keadaan istirahat.
Dibawah ini adalah kriterian diagnosis CHF kiri dan kanan dari Framingham
Kriteria mayor:
1. Paroxismal Nocturnal Dispneu
2. distensi vena leher
3. ronkhi paru
4. kardiomegali
5. edema paru akut
6. gallop S3
7. peninggian tekanan vena jugularis
8. refluks hepatojugular
Kriteria minor:
33
1. edema ekstremitas
2. batuk malam hari
3. dispneu de effort
4. hepatomegali
5. efusi pleura
6. takikardi
7. penurunan kapasitas vital sepertiga dari normal
Kriteria mayor atau minor
Penurunan berat badan > 4,5 kg dalam 5 hari setelah terapi
Diagnosis ditegakkan dari 2 kriteria mayor atau 1 kriteria mayor dan 1 kriteria minor harus ada pada saat yang
bersamaan.
Penyakit jantung koroner merupakan etiologi gagal jantung akut pada 60-70% pasien, terutama pada usia lanjut.
Contoh klasik gagal jantung akut adalah robekan daun katup secara tiba-tiba akibat endokarditis, trauma atau infark
miocard luas. Curah jantung yang menurun tiba-tiba menyebabkan penurunan tekanan darah disertai edema perifer.
Penatalaksanaan
Tujuan terapi untuk gagal jantung kongestif adalah meningkatkan curah jantung. Golongan obat gagal
jantung yang digunakan adalah:
1) Vasodilator
Gangguan fungsi kontraksi jantung pada gagal jantung kongestif, diperberat oleh peningkatan kompensasi
pada preload (volume darah yang mengisi ventrikel selama diastole) dan afterload (tekanan yang harus diatasi
jantung ketika memompa darah ke sistem arteriol). Vasodilatasi berguna untuk mengurangi preload dan afterload
yang berlebihan, dilatasi pembuluh darah vena menyebabkan berkurangnya preload jantung dengan meningkatkan
kapasitas vena, dilator arterial menurunkan resistensi arteriol sistemik dan menurunkan afterload. Obat-obat yang
berfungsi sebagai vasodilator antara lain captopril, isosorbid dinitrat, hidralazin
a) Inhibitor enzim pengkonversi angiotensin (Inhibitor ACE)
Obat-obat ini menghambat enzim yang berasal dari angiotensin I membentuk vasokonstriktor kuat
angiotensin II. Inhibitor ACE mengurangi kadar angiotensin II dalam sirkulasi dan juga mengurangi sekresi
aldosteron, sehingga menyebabkan penurunan sekresi natrium dan air. Inhibitor ACE dapat menyebabkan
penurunan retensi vaskuler vena dan tekanan darah, menyebabkan peningkatan curah jantung.
Pengobatan ini sangat menurunkan morbiditas dan mortalitas. Penggunaan inhibitor ACE awal
diutamakan untuk mengobati pasien gagal ventrikel kiri untuk semua tingkatan, dengan atau tanpa gejala
dan terapi harus dimulai segera setelah infark miokard. Terapi dengan obat golongan ini memerlukan
monitoring yang teliti karena berpotensi hipotensi simptomatik. Inhibitor ACE ini tidak boleh digunakan
pada wanita hamil. Obat-obat yang termasuk dalam golongan inhibitor enzim pengkonversi angiotensin ini
adalah kaptopril, enalapril, lisinopril, dan quinapril
b) Angiotensi II receptor Antagonists
34
Pasien yang mengalami batuk pada penggunaan ACE Inhibitor, dapat digunakan angiotensin II
receptor Antagonists seperti losartan dosis 25-50 mg/hari sebagai alternatif. Losartan efektif menurunkan
mortalitas dan menghilangkan gejala pada pasien dengan gagal jantung
c) Relaksan otot polos langsung
Dilatasi pembuluh vena langsung meyebabakan penurunan preload jantung dengan meningkatkan
kapasitas vena, dilator arterial mengurangi resistensi sistem arteriol dan menurunkan afterload. Obat-obat
yang termasuk golongan ini adalah hidralazin, isosorbid, minoksidil, dan natrium nitropusid
d) Antagonis Reseptoris ϐ- Adrenergik
Antagonis reseptor ϐ-adrenergik yang paling umum adalah metoprolol, suatu antagonis reseptor
yang selektif terhadap ϐ1- adrenergik mampu memperbaiki gejala, toleransi kerja fisik serta beberapa
fungsi ventrikel selama beberapa bulan pada pasien gagal jantung karena pembesaran kardiomiopati
idiopati
2) Diuretik
Diuretik akan mengurangi kongesti pulmonal dan edema perifer. Obat-obat ini berguna mengurangi gejala
volume berlebihan, termasuk ortopnea dan dispnea noktural paroksimal. Diuretik menurunkan volume plasma dan
selanjutnya menurunkan preload jantung. Ini mengurangi beban kerja jantung dan kebutuhan oksigen. Diuretik juga
menurunkan afterload dengan mengurangi volume plasma sehingga menurunkan tekanan darah. Obat-obat yang
termasuk golongan ini adalah diuretik tiazid dan loop
3) Antagonis Aldosteron
Penggunaan spironolakton sebagai antagonis aldosteron menunjukkan penurunan mortalitas pada pasien
dengan gagal jantung sedang sampai berat. Aldosteron berhubungan dengan retensi air dan natrium, aktivasi
simpatetik, dan penghambatan parasimpatetik. Hal tersebut merupakan efek yang merugikan pada pasien dengan
gagal jatung. Spironolakton meniadakan efek tersebut dengan penghambatan langsung aktifitas aldosteron
4) Obat-obat inotropik
Obat-obat inotropik positif meningkatkan kontraksi otot jantung dan meningkatkan curah jantung.
Meskipun obat-obat ini bekerja melalui mekanisme yang berbeda dalam tiap kasus kerja inotropik adalah akibat
peningkatan konsentrasi kalsium sitoplasma yang memacu kontraksi otot jantung
a) Digitalis
Obat-obat golongan digitalis ini memiliki berbagai mekanisme kerja diantaranya pengaturan
konsentrasi kalsium sitosol. Hal ini menyebabkan terjadinya hambatan pada aktivasi pompa proton yang
dapat menimbulkan peningkatan konsentrasi natrium intrasel, sehingga menyebabkan terjadinya transport
kalsium kedalam sel melalui mekanisme pertukaran kalsium-natrium. Kadar kalsium intrasel yang
meningkat itu menyebabkan peningkatan kekuatan kontraksi sistolik. Mekanisme lainnya yaitu peningkatan
kontraktilitas otot jantung, Pemberian glikosida digitalis menngkatkan kekuatan kontraksi otot jantung
menyebabkan penurunan volume distribusi aksi, jadi meningkatkan efisiensi kontraksi.
35
Terapi digoxin merupakan indikasi pada pasien dengan disfungsi sistolik ventrikel kiri yang hebat
setelah terapi diuretik dan vasodilator. Obat yang termasuk dalam golongan glikosida jantung adalah
digoxin dan digitoxin. Glikosida jantung mempengaruhi semua jaringan yang dapat dirangsang, termasuk
otot polos dan susunan saraf pusat. Mekanisme efek ini belum diselidiki secara menyeluruh tetapi mungkin
melibatkan hambatan Na+K+ - ATPase didalam jaringan ini.
Hipokalemia dapat menyebabkan aritmia hebat. Penurunan kadar kalium dalam serum sering
ditemukan pada pasien-pasien yang mendapatkan thiazid atau loop diuretik dan biasanya dapat dicegah
dengan diuretik hemat kalium atau suplemen kalium karbonat. Hiperkalsemia dan hipomagnesemia juga
menjadi predisposisi terhadap toksisitas digitalis. Tanda dan gejala toksisitas glikosida jantung yaitu
anoreksia, mual, muntah, sakit abdomen, penglihatan kabur, mengigau, kelelahan, bingung, pusing,
meningkatnya respons ventilasi terhadap hipoksia, aritmia ektopik atrium dan ventrikel, dan gangguan
konduksi nodus sinoatrial dan atrioventrikel
b) Agonis ϐ-adrenergic
Stimulan ϐ- adrenergic memperbaiki kemampuan jantung dengan efek inotropik spesifik dalam
fase dilatasi. Hal ini menyebabkan masuknya ion kalsium kedalam sel miokard meningkat,sehingga dapat
meningkatkan kontraksi. Dobutamin adalah obat inotropik yang paling banyak digunakan selain digitalis
c) Inhibitor fosfodiesterase
Inhibitor fosfodiesterase memacu koonsentrasi intrasel siklik-AMP. Ini menyebabkan peningkatan
kalsium intrasel dan kontraktilitas jantung. Obat yang termasuk dalam golongan inhibitor fosfodiesterase
adalah amrinon dan milrinon.(8,9,10)
36
BAB IV
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, pmeriksaan penunjang dan dengan
menganalisa kasus berdasarkan tinjauan pustaka yang telah tercantum maka masalah pada Ny. S
adalah Congestive heart failure dengan Chronic Renal disease, yang telah diberikan terapi dan
perawatan. Penyebab dari CKD yang diderita Ny. S adalah merupakan suatu hipertensi essensial,
meskipun prevalensi dari suatu hipertensi tanpa disertai penyakit ginjal lain sebagai masalah
yang mendasari terjadinya CKD hanyalah 10%. Pernyataan ini didukung dari hasil anamnesis
secara autoanamnesis ataupun allo anamnesis dimana tidak didapatkan riwayat pasien pernah
mengalami suatu penyakit ginjal, pre renal, renal, ataupun post renal. Untuk congestive heart
failure ditegakan atas temuan pemeriksaan yang memenuhi criteria firrmingham yaitu didapatkan
empat kriteria mayor dan empat criteria minor.
37
DAFTAR PUSTAKA
1. Brenner BM, Lazarus JM. Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Volume 3 Edisi
13. Jakarta: EGC, 2000.1435-1443.
2. Mansjoer A, et al.Gagal ginjal Kronik. Kapita Selekta Kedokteran Jilid II Edisi 3.
Jakarta: Media Aesculapius FKUI, 2002.
3. Suhardjono, Lydia A, Kapojos EJ, Sidabutar RP. Gagal Ginjal Kronik. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi 3. Jakarta: FKUI, 2001.427-434.
4. Suwitra K. Penyakit Ginjal Kronik. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi
IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, 2006.
p.581-584.
5. Tierney LM, et al. Gagal Ginjal Kronik. Diagnosis dan Terapi Kedokteran
Penyakit Dalam Buku 1. Jakarta: Salemba Medika.2003.
6. Adamson JW (ed). Iron Deficiency and Another Hipoproliferative Anemias in
Harrison’s Principles of Internal Medicine 16 th edition vol 1. McGraw-Hill
Companies : 2005;586-92
7. Collaghan C. At a Glance Sistem Ginjal, 2nd ed. Jakarta: Erlangga:2007;p.29-44
8. Gray H, Dawkins K, Morgan J, Simpson I. Lecture notes Kardiologi ED/4. Jakarta:
Penerbit Erlangga;2003. Hal 88-94.
9. Braunwald, Fauci, Kasper. Harrison’s Principal Of Internal Medicine Vol 1. Mc Grow
Hill. Ed 15th . 2001. Hal 1414-1429.
10. Palupi S.E.E. “Gagal Jantung (Congestive Heart Failure)” dalam Rita Khairani (ed)
Diktat Kumpulan Kuliah Kardiologi. 2007. Jakarta: Bagian Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti.
38
11. Sutedjo AY.2008. Mengenal Penyakit Melalui Hasil Pemeriksaan Laboratorium.
Yogyakarta: Penerbit Amara Books; p. 20-106
12. Price SA, Wilson, LM. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit ED/6. Jakarta:
EGC, 2003. p.912-46
13. Silbernagl S, Lang F. Atlas Berwarna Patofisiologi. Jakarta: EGC, 2007. p.224-7
39