26
3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Biomassa ampas sagu merupakan bahan baku yang menjanjikan karena tersedia dalam jumlah melimpah, murah, dan mempunyai potensi yang luar biasa. Pada umumnya penggunaan biomassa limbah hasil pertanian dapat menurunkan biaya produksi, pengoptimalan pemanfaatan limbah pertanian, dan solusi dalam mengatasi pencemaran lingkungan. Limbah dari sagu dalam bentuk ampas sisa ekstraksi pati yang dikenal dengan nama ampas sagu tersedia dalam jumlah yang melimpah. Pada pengolahan pati sagu, perbandingan pati dengan residu ampas sagu saat ini adalah 1 : 3.5-4. Limbah ampas sagu ini belum dimanfaatkan secara optimal dan berpotensi menimbulkan pencemaran. Ampas sagu sangat potensial dimanfaatkan sebagai bahan baku dalam produksi hidrolisat sebagai substrat untuk menghasilkan energi alternatif berupa bioetanol. Ampas sagu terutama disusun oleh lignoselulosa dan sejumlah pati yang masih tersisa setelah ekstraksi pati sagu. Pati yang tersisa cukup tinggi pada ampas sagu belum dapat dipisahkan seluruhnya dengan metode fisik (mekanis) sewaktu ekstraksi pati sagu. Pati ini dapat dipisahkan/diekstraksi lebih lanjut lewat suatu rekayasa perlakuan fisik- kimia dan biologi (enzimatik). Proses hidrolisis pati pada bahan lignoselulosa belum banyak dikaji oleh peneliti. Umumnya penelitian terdahulu lebih mengkaji hidrolisis bahan yang kandungan utamanya adalah pati ataupun lignoselulosa saja. Adanya pati yang masih tersisa dalam ampas sagu dan terikat secara kuat pada matrik ligselulosa merupakan bahan kajian yang perlu diteliti untuk mendapatkan hidrolisat dengan kandungan gula yang optimal dari pati ampas sagu. Kajian pendekatan pretreat- ment pada bahan baku ampas sagu dilakukan untuk mendapatkan larutan hasil ekstraksi (ekstrak) dengan kandungan pati yang tinggi setelah pretreatment, dengan kondisi komponen selulosa ampas sagu yang masih dapat dimanfaatkan lebih lanjut. Istilah pretreatment untuk bahan yang mengandung lignoselulosa berpati ini adalah suatu proses pemisahan/ekstraksi bahan pati dari ampas sagu yang akan diperoleh pada bagian ekstrak dan pembebasan selulosa dari ikatan lignoselulosa ampas sagu.

BAB III Metodologi Penelitian

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB III Metodologi Penelitian

25

3 METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Kerangka Pemikiran

Biomassa ampas sagu merupakan bahan baku yang menjanjikan karena

tersedia dalam jumlah melimpah, murah, dan mempunyai potensi yang luar biasa.

Pada umumnya penggunaan biomassa limbah hasil pertanian dapat menurunkan

biaya produksi, pengoptimalan pemanfaatan limbah pertanian, dan solusi dalam

mengatasi pencemaran lingkungan. Limbah dari sagu dalam bentuk ampas sisa

ekstraksi pati yang dikenal dengan nama ampas sagu tersedia dalam jumlah yang

melimpah. Pada pengolahan pati sagu, perbandingan pati dengan residu ampas

sagu saat ini adalah 1 : 3.5-4. Limbah ampas sagu ini belum dimanfaatkan secara

optimal dan berpotensi menimbulkan pencemaran. Ampas sagu sangat potensial

dimanfaatkan sebagai bahan baku dalam produksi hidrolisat sebagai substrat

untuk menghasilkan energi alternatif berupa bioetanol. Ampas sagu terutama

disusun oleh lignoselulosa dan sejumlah pati yang masih tersisa setelah ekstraksi

pati sagu. Pati yang tersisa cukup tinggi pada ampas sagu belum dapat dipisahkan

seluruhnya dengan metode fisik (mekanis) sewaktu ekstraksi pati sagu. Pati ini

dapat dipisahkan/diekstraksi lebih lanjut lewat suatu rekayasa perlakuan fisik-

kimia dan biologi (enzimatik).

Proses hidrolisis pati pada bahan lignoselulosa belum banyak dikaji oleh

peneliti. Umumnya penelitian terdahulu lebih mengkaji hidrolisis bahan yang

kandungan utamanya adalah pati ataupun lignoselulosa saja. Adanya pati yang

masih tersisa dalam ampas sagu dan terikat secara kuat pada matrik ligselulosa

merupakan bahan kajian yang perlu diteliti untuk mendapatkan hidrolisat dengan

kandungan gula yang optimal dari pati ampas sagu. Kajian pendekatan pretreat-

ment pada bahan baku ampas sagu dilakukan untuk mendapatkan larutan hasil

ekstraksi (ekstrak) dengan kandungan pati yang tinggi setelah pretreatment,

dengan kondisi komponen selulosa ampas sagu yang masih dapat dimanfaatkan

lebih lanjut. Istilah pretreatment untuk bahan yang mengandung lignoselulosa

berpati ini adalah suatu proses pemisahan/ekstraksi bahan pati dari ampas sagu

yang akan diperoleh pada bagian ekstrak dan pembebasan selulosa dari ikatan

lignoselulosa ampas sagu.

Page 2: BAB III Metodologi Penelitian

26

Pretreatment ampas sagu direkayasa berpedoman pada pretreatment

bahan lignoselulosa dengan menggunakan prinsip steam explosion pada suhu di

atas 100 oC. Peresapan bahan kimia tertentu seperti H2SO4 dan bahan mengan-

dung SO3 (0.3-3%) dapat menurunkan temperatur dan waktu pretreatment

(Ballesteros et al. 2003; Varga et al. 2004; Sassner et al. 2006). Pretreatment

ampas sagu direkayasa menggunakan berbagai bahan kimia seperti asam, basa,

garam basa, dan akuades pada suhu dan tekanan yang rendah, sehingga pati yang

terikat kuat pada lignoselulosa ampas sagu dapat dipisahkan dan dikonversi

menjadi hidrolisat yang mengandung gula. Pretreatment ampas sagu direkayasa

dalam bentuk proses low steam treatment.

Proses hidrolisis pati ampas sagu menjadi gula (glukosa) dapat dilakukan

dengan cara enzimatik. Sebelum proses enzimatik berlangsung, perlu dilakukan

proses penyediaan pati melalui tahap pemisahan pati secara optimal yang

sekaligus merupakan proses gelatinisasi pati dengan metode hidrotermal. Proses

pemisahan (ekstraksi) secara hidrotermal pada ampas sagu direkayasa dengan

melakukan proses gelatinisasi yang tidak biasa pada bahan berpati. Proses

gelatinisasi pada ampas sagu direkayasa dengan perlakuan fisik menggunakan

panas (termal) pada suhu gelatinisasi pati sampai di atas suhu gelatinisasi.

Penggunaan panas yang lebih tinggi dan waktu yang lebih lama dengan

menggunakan akuades dapat memaksimalkan proses pemisahan dan gelatinisasi

pati pada ampas sagu, sebelum dilakukan proses liquifikasi dan sakarifikasi

(enzimatik). Rekayasa proses ekstraksi dengan perlakuan hidrotermal dilakukan

untuk mendapatkan ekstrak dengan kandungan pati (tergelatinisasi) yang tinggi

dari ampas sagu, kemudian dilanjutkan hidrolisis dengan proses liquifikasi dan

sakarifikasi secara enzimatik. Pada pendekatan secara hidrolisis asam, proses

hidrolisis dilakukan untuk penyediaan hidrolisat yang menggandung gula yang

cukup dan dapat tersedia sebagai substrat untuk produksi bioetanol. Ketersediaan

gula yang cukup dan kandungan bahan pengganggu yang rendah (HMF) sangat

penting bagi pertumbuhan S. cerevisiae. Penyediaan hidrolisat dari metode yang

berbeda akan mempengaruhi produk bioetanol yang akan dihasilkan.

Kajian pemanfaatan selulosa dari residu ampas sagu hasil pretreatment

dilakukan untuk mendapatkan hidrolisat yang mengandung glukosa secara lang-

Page 3: BAB III Metodologi Penelitian

27

sung dalam pertimbangan pemanfaatan residu selulosa ampas sagu secara optimal.

Selulosa hasil pretreatment ampas sagu dikonversi menjadi glukosa menggunakan

T. reesei secara kultivasi batch. Penggunaan enzim selulase secara langsung dari

mikroorganisme dapat menurunkan biaya konversi, dan proses konversi menjadi

pendek karena dilakukan dalam satu tahap. Selulase yang dihasilkan T. reesei

dalam substrat residu selulosa ampas sagu direkayasa untuk dapat secara lang-

sung mengkonversi selulosa berlebih dalam substrat menjadi glukosa.

Pilihan teknologi terbaik untuk konversi bahan lignoselulosa berpati

menjadi bioetanol ditentukan oleh nilai ekonomi secara keseluruhan (biaya

murah), ramah lingkungan (polusi rendah), energi rendah (lebih efisien).

Pengembangan/rekayasa proses dibutuhkan agar proses diterima secara ekonomis

dengan hasil tinggi (Chandel et al. 2006).

Proses hidrolisis ampas sagu dengan hasil hidrolisat yang mengandung

gula dengan konversi pati yang tinggi diaplikasikan dalam pembuatan bioetanol.

Kajian analisis nilai tambah dari ampas sagu untuk produksi hidrolisat dan

pemanfaatan selulosa dari residu ampas sagu dilakukan untuk mengetahui pertam-

bahan nilai ampas sagu tersebut menjadi hidrolisat dan residu selulosa setiap kg

berat keringnya. Ketersediaan tanaman sagu, baik berupa hutan sagu yang luas

maupun tanaman sagu semi culivated yang terus dikembangkan akan terus

menyumbang ampas sagu sebagai by-product yang dapat mencemari lingkungan

(limbah padat) jika tidak dimanfaatkan secara optimal. Produksi hidrolisat dari

ampas sagu merupakan salah satu cara mengurangi dampak pencemaran

lingkungan dan meningkatkan nilai tambah ampas sagu.

Diagram alir kerangka pemikiran dari penelitian ini secara keseluruhan

dapat dilihat pada Gambar 10. Diagram alir kerangka penelitian secara umum

dibagi menjadi 3 yaitu: 1) Latar belakang penelitian, 2) Proses pemecahan

masalah, dan 3) Luaran penelitian.

Page 4: BAB III Metodologi Penelitian

28

Latar Belakang Penelitian Proses Pemecahan Masalah Luaran Penelitian

Kondisi Lapangan:

- Ketersediaan energi fosil yang

semakin terbatas

- Kebutuhan energi yang terus

meningkat

- Potensi tanaman sagu dan

ampas sagu yang besar

- Kadungan pati ampas sagu

yang tinggi

- Masalah pencemaran ling-

kungan

Perlunya Penelitian dan Pengembangan:

- Peningkatan nilai guna ampas sagu

- Pengurangan potensi pencemaran ling-

kungan

- Pemanfaatan komponen utama ampas

sagu (pati dan selulosa) untuk produk

industri

- Mendapatkan teknik pemanfaatan pati

dan selulosa ampas sagu secara

optimal

- Pemanfaatan hidrolisat dari ampas

sagu sebagai bahan baku biofuel

(bioetanol)

- Kajian analisis nilai tambah dari ampas

sagu

Penelitian terdahulu:

- Kajian pemanfaatan

ampas sagu

- Kajian pretreatment

yang telah dilakukan

- Teknik hidrolisis yang

ada terbatas pada

bahan berpati atau

selulosa saja

- Konversi selulosa jadi

glukosa dalam satu

tahap

- Produksi bioetanol

1. Kajian tentang komponen

dan potensi ampas sagu:

- Komponen dan kandungan

ampas sagu-- Pretreatment ampas sagu

untuk mendapatkan ekstrak

dengan kandungan pati (gula)

tinggi, dan selulosa yang dapat

dimanfaatkan.

2. Pengembangan proses

hidrolisis ampas sagu (pati)

menjadi hidrolisat mengan-

dung gula:

- Hidrolisis dengan metode hidro-

termal – enzimatik

- Hidrolisis dengan H2SO4 0.25 M.

3. Penyediaan hidrolisat (glu-

kosa) dari selulosa ampas

sagu:- Kajian konversi selulosa dari

residu ampas sagu menjadi hidro

lisat mengandung glukosa dalam

satu tahap

4. Alternatif penyediaan biofuel

(bioetanol) dalam pemenuhan

energi (migas) nasional:- Aplikasi produksi bioetanol dari

hidrolisat ampas sagu

- Komponen utama ampas

sagu

- Ketersediaan kandungan

gula/pati pada ekstrak

hasil ekstraksi pati ampas

sagu (pretreatment)

- Ketersediaan komponen

selulosa dalam residu

ampas sagu

- Teknik hidrolisis ampas

sagu (pati) dalam

penyediaan hidrolisat

mengandung

gula untuk produksi

bioetanol

- Kandungan glukosa hasil

konversi selulosa ampas

sagu dalam satu tahap

- Produk bioetanol dari

hidrolisat dari ampas sagu

- Nlai tambah hidrolisat

dan by-product selulosa

dari ampas sagu

5. Analisis nilai tambah hidrolisat

dan selulosa dari ampas sagu

Gambar 10 Diagram Alir Kerangka Penelitian.

28

Page 5: BAB III Metodologi Penelitian

29

3.2 Tahapan Penelitian

Penelitian dilaksanakan dalam empat tahap penelitian utama yang dila-

kukan secara berurutan. Metodologi penelitian ini adalah sebagai berikut:

Penelitian tahap pertama terdiri dari dua tahapan penelitian yaitu: 1)

Analisis komponen bahan baku ampas sagu. 2) Pretreatment ampas sagu untuk

mendapatkan ekstrak yang mengandung komponen pati yang maksimal, dengan

selulosa yang tetap tersedia pada residu ampas sagu.

Penelitian tahap kedua adalah proses hidrolisis bahan berpati dari ampas

sagu untuk mendapatkan hidrolisat mengandung gula dengan konversi (pati) yang

tinggi. Penelitian ini meliputi kajian: (1) Proses hidrolisis pati ampas sagu secara

hidrotermal-enzimatik. Proses hidrotermal, perlakuan panas direkayasa sampai

tingkat lebih tinggi dari suhu gelatinisasi pati sagu pada umumnya untuk

memisahkan pati secara maksimal. Kemudian dilanjutkan dengan proses

liquifikasi dan sakarifikasi secara enzimatis. Hidrolisat yang dihasilkan diguna-

kan sebagai substrat untuk produksi bioetanol; dan 2). Proses hidrolisis ampas

sagu dengan asam (H2SO4) untuk menghasilkan hidrolisat dengan gula pereduksi

yang tinggi dan dapat tersedia sebagai substrat produksi bioetanol (sebagai

pembanding). Penelitian meliputi juga kajian peningkatan konsentrasi ampas

sagu yang dihidrolisis dengan H2SO4 0.25 M.

Penelitian tahap ketiga adalah kajian konversi selulosa dari residu ampas

sagu hasil pretreatment menjadi hidrolisat (glukosa) secara satu tahap. Penelitian

dilakukan menggunakan mikroba T. reesei dengan kultivasi tipe batch.

Penelitian tahap keempat adalah: 1) Aplikasi produksi bioetanol meng-

gunakan substrat hidrolisat ampas sagu dari perlakuan penelitian tahap kedua. 2)

Kajian analisis nilai tambah dari hidrolisat dan residu selulosa ampas sagu untuk

mendapatkan nilai tambah ampas sagu sebagai bahan baku substrat bioetanol.

Adapun tahapan penelitian dapat dilihat pada Gambar 11 berikut.

Page 6: BAB III Metodologi Penelitian

30

Gambar 11 Diagram alir penelitian secara umum.

Ampas Sagu

Perlakuan Awal

(Pretreatment)

EkstrakResidu Ampas

sagu

Konversi

selulosa

Ampas saguHidrolisis:

Hidrolisat

(gula)

Hidrolisat

(gula)

Fermentasi

Bioetanol

Diagram Alir Penelitian

Analisa proksimat

dan lignoselulosa

1.Hidrotermal-

enzimatik

2.H2SO4 0.25 M

(pembanding)

Analisis Nilai

Tambah

Page 7: BAB III Metodologi Penelitian

31

3.3 Tempat dan Waktu

Penelitian telah dilaksanakan di Laboratorium (Lab.) Teknologi Proses

TIN, Lab. Rekayasa Bioproses Pusat Penelitian Sumber Hayati dan Bioteknologi

Institut Pertanian Bogor; Lab. Mikrobiologi dan Bioteknologi FATETA, Lab.

Bioeknologi dan Pemuliaan Tanaman Agroekotek FAPERTA, Lab. Farmasi

Fisika Fakultas FARMASI Universitas Andalas; serta Lab. Chemical Engineering

Faculty of Engineering, Tokyo University of Agriculture and Technology, Jepang.

Penelitian dilakukan dari bulan Oktober 2009 sampai April 2012.

3.4 Bahan dan Alat

Biakan mikroba yang digunakan adalah isolat kapang T. reesei EC Simon

dari Japan Culture Microbe (JCM 22767) Jepang, dan isolat S. cerevisiae dari

Lab. Mikrobiologi Ilmu dan Tekologi Pangan Fateta IPB. Bahan baku limbah

sagu berupa ampas sagu (Metroxylon sagu Rottb) dari industri pati sagu rakyat di

Tanah Baru, Bogor. Enzim yang digunakan yaitu α-amilase (Termamyl) dan

glukoamilase dari Novo.

Bahan kimia yang digunakan adalah Na2CO3, NaOH, H2SO4, media

(Mandels dan Weber, 1969), pati (soluble starch), KIO3, lugol iodin, buffer sitrat,

buffer asetat pH 4.6, isopropanol, (NH4)2SO4, MgSO4 7H2O, KH2PO4, ZnSO4,

PDA, PDB, glukosa, selulosa, karboksimetil selulosa (carboxymetil cellulosa/

CMC), Bovine Serim Albumin (BSA) dan akuades. Bahan kimia untuk analisis

meliputi: H2SO4, fenol, glukosa standar, reagen DNS, HNO3. NaOCl2,

CH3COOH, C2H5OH, K4Fe (CN)6 3H2O, Zn (CH3COOH)2 2H2O, NaHSO3,

buffer fosfat pH 7, bahan kimia analisis lignoselulosa (selulosa, lignin, dan

hemiselulosa), bahan kimia analisis pati (Luff Schoorl), protein (semimikro

Kjeldalh), lemak (desitilasi), dan total asam. Sedangkan bahan habis yang

digunakan adalah filter cloth 150 mesh, Whatman No. 1, aluminium foil, dan

lainnya.

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian (analisis, pretreatment, hidro-

lisis lanjut, konversi selulosa dan fermentasi bioetanol), yaitu: peralatan gelas,

neraca analitik (Kerenz), pH meter (Hanna instrument pH tipe 213 dan Hanna

hand pH meter), oven (Memmert), inkubator (Memmert), autoclave (Horisawa PC

Page 8: BAB III Metodologi Penelitian

32

series; Eyela Hiclave HVE 50), laminar air flow hood, bunsen, sentrifuse (3-18

Sigma, Sartorius), mikropipet (Dragon med), cutter mill (Thomas Scientific 800-

345-2100), hammer mill, saringan berpori 65 mesh dan 100 mesh, dry oven

(Yamato DV41), water bath shaker (Personal 11 dan Julabo SW 1), fermentor

(Able BMJ 01), vortek (Thermolyne, Maxi mix II), mikroskop binokular

(Olympus CX 21; Olympus VANOX), spektrofometer UV-VIS (Genesys 10 VV

Thermo electron coorporation), BF-5 (Oji Scientific Instrument, Japan), dan

perangkat destilasi.

3.5 Pelaksanaan Penelitian

Pelaksanaan penelitian dari keempat tahapan penelitian utama dilakukan

sebagai berikut:

3.5.1 Penelitian Tahap I. Analisis Komponen dan Pretreatment Ampas Sagu

Penelitian tahap I dilakukan untuk penyediaan bahan baku ampas sagu

yang baik dan mudah untuk proses selanjutnya. Penelitian tahap pertama diawali

dengan pengambilan bahan ampas sagu di lapangan, persiapan bahan ampas sagu,

analisis komponen (proksimat dan lignoselulosa) bahan baku, dan diikuti

penyediaan bahan baku untuk dilakukan pretreatment. Urutan penelitian tahap I

adalah sebagai berikut:

3.5.1.1 Analisis Komponen Ampas Sagu

Ampas sagu diambil dari tempat pengolahan (ekstraksi) pati sagu.

Dikeringkan di bawah sinar matahari (± 3 hari) sambil dibolak-balik, diper-

kirakan kadar air ± 12%. Bahan kering dikecilkan ukuran dengan cutter mill dan

hammer mill dan disaring secara bertingkat dengan penyaring ukuran 60 dan 100

mesh. Bahan selanjutnya dianalisis komponennya.

Analisis komponen pada ampas sagu meliputi: (a) Kadar air (AOAC

1995), (b) Protein (metoda Kjeldahl; AOAC 1995), (c) Lemak (metode Soxhlet),

(d) Pati (metode Luff Schoorl), (e) Lignin (metode Klarson, TAPPI T 222 om-88),

(f) Selulosa (TAPPI T17 m-55) dan Hemiselulosa (dari Holoselulosa; ASTM

1104-56), (g) Mineral-mineral, meliputi K, Na, Ca, Mg, Mn, Fe, Co, dan P

Page 9: BAB III Metodologi Penelitian

33

(sebagai P2O5), serta Zn dengan metoda Atomic Absortion Spectrophotometri

(Franson et al. 1998). Hasil analisis dihitung dalam berat kering (basis kering =

bk).

3.5.1.2 Pretreatment Ampas Sagu

Pretreatment dilakukan berdasarkan modifikasi pada metoda Lawther et al.

(1996) dan Varga et al. (2006 ). Sebanyak 4% (b/v) (10 gr bahan dalam volume

akhir 250 ml) ampas sagu dicampurkan dengan larutan pretreatment sesuai

perlakuan dalam labu Erlenmeyer 500 mL, yang kemudian ditutup dengan rapat.

Selanjutnya dilakukan pretreatment menggunakan autoclave (Hiclave HVE 50)

pada suhu 115 oC selama 15 menit. Hasil pretreatment disaring menggunakan

kain saring dengan pori 150 mesh. Cairan hasil ekstraksi setelah penyaringan

(ekstrak) selanjutnya dianalisis total gulanya (metode Fenol-H2SO4), gula

pereduksi (metode DNS) dan pati (metode Iod, AOAC 1995), serta HMF (SNI 01-

3545-2004). Residu ampas sagu hasil penyaringan, dicuci 2 kali dengan total

volume akuades 200 mL. Residu hasil pencucian dikeringkan dalam cabinet

dryer dengan suhu 60 oC selama 24 jam. Selanjutnya residu ampas sagu kering

dianalisis komponen selulosa (TAPPI T17 m-55), kadar air, dan rendemennya.

Lebih jelasnya prosedur pretreatment dapat dilihat pada Gambar 12.

Perlakuan pada pretreatment ampas sagu 4% (b/v) meliputi penggunaan:

(A) Aquades, (B) Larutan Na2CO3 0.25 M, (C) NaOH 0.25 M, dan (D) H2SO4

0.25 M. Pretreatment dilakukan pada suhu 115 oC selama 15 menit dalam

autoclave.

Perhitungan untuk analisis rendemen (%) dan peningkatan selulosa (%)

sebagai berikut:

Rendemen dihitung menggunakan persamaaan:

B

Rendemen (%) = x 100% …………… (1)

A

Keterangan: B = Berat bahan setelah pretreatment

A = Berat bahan sebelum pretreatment

Peningkatan konsentrasi selulosa dalam residu ampas sagu dihitung

dengan persamaan:

Page 10: BAB III Metodologi Penelitian

34

B - A

Peningkatan konsentrasi selulosa = x 100%

A

Keterangan : B = konsentrasi selulosa setelah pretreatment

A = konsentrasi selulosa bahan awal

Residu ampas

sagu

Ampas sagu 4% (b/v)

( < 100 mesh, KA 12%)

Pretreatment *

Perlakuan :

A) Akuades

B) Larutan Na2CO3 0.25 M

C) Larutan NaOH 0.25 M

D) Larutan H2SO4 0.25 M

(Suhu 115 oC selama 15 menit,

dalam autoclave)

Saring

(Kain saring 150 mesh)

Ekstrak

Cuci 2x 100 mlCairan hasil

pencucian

Residu selulosa

ampas sagu

Pengeringan

(Cabinet dyer, 60 oC

24 jam)

Residu selulosa

ampas sagu kering

Analisis :

Selulosa, KA,

Rendemen

Analisis:

Total Gula (metode

fenol-H2SO4)

Gula Pereduksi

(metode DNS),

Pati (metoda Iod)

HMF ((SNI 01-3545-

2004)

* Modifikasi : Lawther et al.

(1996); Varga et al. (2008).

Gambar 12 Prosedur pretreatment ampas sagu.

Page 11: BAB III Metodologi Penelitian

35

Hasil analisa dihitung secara statistik (Single faktor; menggunakan

program Excel), metode rancangan acak lengkap (RAL) pada tingkat keper-

cayaan 5% dan dilanjutkan dengan uji Lanjutan Duncan New Multiple Range Test

(DNMRT) pada taraf 5%.

3.5.2 Penelitian Tahap II. Hidrolisis Ampas Sagu Metode Hidrotermal

- Enzimatik dan Metode H2SO4 0.25 M

Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan dari pretreatment bahan baku

sesuai dengan perlakuan pada penelitian tahap 3.5.1.2. Penelitian Tahap II

meliputi dua kajian hidrolisis ampas sagu (pati) yaitu: 1) Hidrolisis pati ampas

sagu secara hidrotermal-enzimatik, meliputi: optimalisasi proses pemisahan

(gelatinisasi) pati dari ampas sagu secara hidrotermal dan hidrolisis pati

tergelatinisasi secara enzimatik menggunakan α-amilase dan glukoamilase komer-

sial dari Novo; dan 2) Hidrolisis ampas sagu dengan asam (H2SO4 0.25 M) untuk

mendapatkan hidrolisat yang mengandung gula dan dapat tersedia sebagai substrat

produksi bioetanol (sebagai pembanding).

3.5.2.1 Hidrolisis Ampas Sagu secara Hidrotermal-Enzimatik

3.5.2.1.1 Hidrotermal

Proses hidrotermal adalah suatu metode untuk memaksimalkan pemisahan

(ekstraksi) sekaligus proses gelatinisasi pada pati ampas sagu. Suhu proses hidro-

termal dinaikkan hingga diperkirakan tingkat pemisahan pati secara maksimal

tercapai pada bahan lignoselulosa ampas sagu.

Perlakuan penelitian ini adalah penggunaan air panas dengan beberapa

tingkat suhu yang berbeda, sebagai berikut:

A1 : Pemisahan dengan pencucian pati ampas sagu pada suhu 70 oC

A2 : Pemisahan dengan pencucian pati ampas sagu pada suhu 100 oC

A3 : Pemisahan pati ampas sagu dengan autoclave pada suhu 115 oC, 15 menit

A4 : Pemisahan pati ampas sagu dengan autoclave pada suhu 130 oC, 30 menit

Prosedur penelitian sebagai berikut: Sebanyak 10 g ampas sagu

diekstraksi secara hidrotermal menggunakan akuades pada tingkat suhu yang

Page 12: BAB III Metodologi Penelitian

36

berbeda, dengan konsentrasi akhir ampas sagu dalam larutan adalah 4% (b/v).

Pada perlakuan A1 dan A2, ampas sagu sebanyak 4% (b/v) diproses dengan

metode pencucian sesuai dengan perlakuan menggunakan beaker glass. Pati

ampas sagu diproses secara hidrotermal selama 10 menit. Selanjutnya campuran

hasil ekstraksi secara hidrotermal dinetralkan pH 6.5 (atur pH) dengan Ca(OH)2

0.5 N. Campuran hasil ekstraksi netral disaring dengan kain saring berukuran 150

mesh, didapatkan larutan hasil ekstraksi (ekstrak) dan residu ampas sagu. Residu

ampas sagu kemudian dilanjutkan dengan pencucian menggunakan akuades

(sesuai suhu perlakuan). Pencucian dilakukan sebanyak 2 kali menggunakan 100

mL akuades untuk setiap kali pencucian. Ekstrak hasil pencucian dicampurkan

dengan ekstrak hasil penyaringan awal, dan selanjutnya dipekatkan 1.8 kali

sehingga konsentrasi tetap 4%. Pada perlakuan A3 dan A4, ampas sagu sebanyak

4% (b/v) dicampur dengan akuades dalam labu Erlenmeyer 500 mL dengan

volume kerja 250 mL. Selanjutnya dilakukan proses hidrotermal menggunakan

autoclave. Campuran hasil ekstraksi selanjutnya dinetralkan dengan Ca(OH)2 0.5

N pH 6.5. Kemudian disaring dengan kain saring yang berukuran sama dengan

sebelumnya, didapatkan ekstrak dan residu ampas sagu. Sebagian ekstrak dari

seluruh perlakuan (A1, A2, A3, dan A4) dianalisis dan sisanya disimpan untuk

bahan hidrolisis enzimatis. Residu ampas sagu dikeringkan dalam cabinet dryer

(Memmert) pada suhu 60 oC selama 24 jam. Analisis pada ekstrak meliputi: gula

pereduksi (metode DNS) dan total gula (metode Fenol-H2SO4) dan pati (metode

Iod, AOAC 1995). Residu ampas sagu dianalisis kandungan selulosa (TAPPI T17

m-55), rendemen (metode penimbangan), dan kadar airnya (AOAC, 1995).

Ekstrak yang dihasilkan merupakan substrat untuk hidrolisis enzimatik. Prosedur

hidrotermal-enzimatik dapat dilihat pada Gambar 13.

Page 13: BAB III Metodologi Penelitian

37

Ampas sagu

4 % (b/v)

Hidrotermal

Metode Pencucian:

A1. Suhu 70 oC

A2. Suhu 100 oC

Metode Autoclave (tekanan):

A3. Suhu 115 oC , 15 menit

A4. Suhu 130 oC, 30 menit

Penetralan pH 6.5

(Ca(OH)2 0.5 N)

Penyaringan(Kain saring 150 mesh)

Ekstrak (pati tergelatinisasi)

Residu ampas sagu Residu ampas sagu

Pencucian 2 x 100 ml

(Suhu perlakuan; A1

dan A2

Pencucian 2 x 100 ml

(Suhu kamar; A3 dan A4

Pengeringan (Cabinet dyer 60

oC 24

jam)

Ekstrak *

(pati tergelatinisasi)

Pemekatan 1.8 x(evaporasi; water

bath)

Pengeringan (Cabinet dyer 60

oC

24 jam)

Cairan hasil

pencucianResidu selulosa

ampas sagu **

Ekstrak*

(pati tergelatinisasi)

Residu selulosa

ampas sagu **

Cat : * analisis : Total gula dan gula pereduksi

** analisis : Selulosa, KA dan rendemen

Pencucian Autoclave

Gambar 13 Prosedur hidrolisis secara hidrotermal pada ampas sagu.

3.5.2.1.2 Hidrolisis Enzimatik

Liquifikasi

Masing-masing ekstrak pati tergelatinisasi hasil perlakuan hidrotermal (A1,

A2, A3, dan A4) selanjutnya diliquifikasi dengan enzim α-amilase (Termamyl)

Page 14: BAB III Metodologi Penelitian

38

dengan dosis 1.5 mL/kg sampel ampas sagu (32.5 U/g sampel) (modifikasi

Chaplin dan Buckle 1990). Liquifikasi dilakukan pada pH 6.2 dengan suhu 90 oC

selama 3 jam dalam labu Erlenmeyer menggunakan water bath shaker (Julabo

SW1) dengan kecepatan 120 rpm (modifikasi Akyuni 2004). Setelah proses

liquifikasi dilakukan pengaturan pH menjadi 4.5. Sebagian hidrolisat dianalisis

gula pereduksi (metode DNS) dan total gulanya (metode Fenol-H2SO4).

Hasil analisis dihitung secara statistik (Single faktor; menggunakan

program Excel) metode RAL, dan dilanjutkan dengan uji DNMRT pada taraf 5%.

Dihitung derajat polimerisasi (DP) dan dextrose equivalent (DE) dengan cara

berikut:

Sakarifikasi

Hidrolisat hasil liquifikasi disakarifikasi menggunakan glukoamilase

dengan dosis 1.8 ml/kg sampel ampas sagu (Chaplin dan Buckle 1990).

Sakarifikasi dilakukan pada suhu 60 oC selama 48 jam pH 4.5 dalam labu

Erlenmeyer mengunakan water bath shaker (Julabo SW1) (modifikasi Akyuni

2004). Setelah proses sakarifikasi selesai, disaring larutan sakarifikasi dan

dididihkan untuk menginaktifkan glukoamilase serta dilajutkan dengan analisis.

Analisis yang dilakukan yaitu gula pereduksi (metode DNS) dan total gula

(metode Fenol-H2SO4).

Prosedur liquifikasi dan sakarifikasi hasil hidrolisis hidrotermal ampas

sagu dapat dilihat pada Gambar 14. Liquifikasi dan sakarifikasi hasil hidrotermal

ampas sagu dilaksanakan berdasarkan modifikasi metode yang dilakukan Akyuni

(2004).

Hasil analisis dihitung secara statitisk (Single faktor; program Excel)

dengan metode RAL dan dilanjutkan dengan uji DNMRT pada taraf 5%.

Dihitung DP dan DE.

Page 15: BAB III Metodologi Penelitian

39

Ekstrak pati

(Hidrotermal)

pH 6.2

Liquifikasi *

Suhu 90 oC, 3 jam 120 rpm

Water bath shaker

Alfa amilase

1.5 mL /kg sampel

Hidrolisat

liquifikasi

Sakarifikasi *

(60 oC, 48 jam, pH 4.5)

Water bath shaker

120 rpm

Hidrolisat

sakarifikasi

Glukoamilase

1.8 mL/kg sampel

Saring dan

didihkan

Hidrolisat

(substrat bioetanol)Analisis : Total gula dan

gula pereduksi Analisis : Total Gula dan

Gula pereduksi

* Modifikasi Akyuni (2004)

Gambar 14 Prosedur liquifikasi dan sakarifikasi hidrolisat hasil hidrotermal

dari ampas sagu.

3.5.2.2 Hidrolisis dengan H2SO4 0.25 M

Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan proses hidrolisis ampas sagu

sesuai dengan perlakuan pada penelitian tahap 3.5.1.2 (pretreatment ampas sagu).

Penelitian bertujuan menghasilkan hidrolisat mengandung gula sebagai substrat

untuk pembuatan bioetanol (sebagai pembanding). Pada penelitian hidrolisis ini

dilakukan: 1) Penyediaan hidrolisat mengandung gula dengan metode H2SO4 0.25

M untuk substrat produksi bioetanol (pembanding), dan 2) Kajian peningkatan

ampas sagu yang dihidrolisis dengan H2SO4 0.25M.

3.5.2.2.1 Penyediaan Hidrolisat dengan Metode H2SO4 0.25 M

Prosedur penelitian: Sebanyak 4% (b/v) ampas sagu dalam labu Erlen-

meyer dihidrolisis dengan larutan H2SO4 0.25 M pada suhu 115 oC selama 15

menit menggunakan autoclave. Hasil hidrolisis disaring dengan menggunakan

kain saring dengan ukuran pori 150 mesh. Hidrolisat dianalisis total gulanya

(metode Fenol-H2SO4), gula pereduksi (metode DNS) dan pati (metode Iod,) serta

HMF (SNI 01-3545-2004). Residu ampas sagu hasil penyaringan awal, dicuci 2

Page 16: BAB III Metodologi Penelitian

40

kali dengan total volume akuades 200 mL. Residu hasil pencucian dikeringkan

dalam cabinet dryer dengan suhu 60 oC selama 24 jam. Selanjutnya residu ampas

sagu kering dianalisis selulosa (TAPPI T17 m-55), rendemen, dan kadar airnya.

Hidrolisat yang diperoleh dijadikan sebagai substrat untuk produksi bioetanol.

Pada hidrolisis ampas sagu 4% (b/v) dengan H2SO4 0.25 M, hidrolisat

yang dihasilkan mengandung total gula dan gula pereduksi yang masih kecil.

Pemekatan lanjut perlu dilakukan untuk mendapatkan hidrolisat dengan

konsentrasi gula yang sesuai sebagai substrat untuk produksi bioetanol.

Penyiapan hidrolisat untuk produksi etanol dilakukan dengan menam-

bahkan larutan NH4OH 3 N pada hidrolisat hasil hidrolisis sampai pH netral (pH

6.5-7.0). Selanjutnya hidrolisat disaring dengan kertas saring biasa mengunakan

vakum. Hasil saringan dijernihkan dengan karbon aktif sebanyak 5%. Hidrolisat

jernih dipekatkan sampai 20%, dihitung nilai DE dan DP-nya. Selanjutnya

hidrolisat ampas sagu digunakan untuk produksi bioetanol.

3.5.2.2.2 Kajian peningkatan Konsentrasi Ampas Sagu Dihidrolisis Meng-

gunakan H2SO4 0.25 M

Pada hidrolisis ampas sagu dengan H2O4 0.25 M dilakukan kajian

peningkatan konsentrasi ampas sagu. Perlakuan konsentrasi ampas sagu (b/v)

adalah: A) Ampas sagu 2%, B) Ampas sagu 4%, C) Ampas sagu 6%, D) Ampas

sagu 8% dan E) Ampas sagu 10%. Prosedur penelitian sama dengan proses

hidrolisis ampas sagu H2SO4 0.25 M sebelumnya. Proses dilakukan sampai

mendapatkan hidrolisat hasil penyaringan dengan kain saring 150 mesh.

Hidrolisat yang diperoleh dianalisis total gulanya (metode Fenol-H2SO4), gula

pereduksi (metode DNS), dan HMF. Residu ampas sagu yang diperoleh dianalisis

komponen selulosa (TAPPI T17 m-55), rendemen (metode penimbangan), dan

kadar air (AOAC 1995). Lebih jelasnya prosedur hidrolisis dengan H2SO4 0.25 M

seperti yang disajikan pada Gambar 15.

Untuk mengetahui pengaruh konsentrasi ampas sagu terhadap gula pere-

duksi hasil hidrolisis, dilakukan perhitungan glukosa teoritik pada masing-

masing sampel dengan formula:

Page 17: BAB III Metodologi Penelitian

41

Hasil analisis dihitung secara statistik (uji F) metode RAL (Single faktor;

program Excel) pada tingkat kepercayaan 5%. Selanjutnya diuji dengan uji

lanjutan DNMRT pada taraf 5%.

A. Penyediaan Hidrolisat

(Pembanding) B. Peningkatan konsentrasi ampas

sagu pada hidrolisis H2SO4 0.25 M

Ampas sagu

4% (b/v)H2SO4 0.25 M

Pencampuran dan Hidrolisis

(115 oC selama 15, autocalve)

Penyaringan

(kain saring, 150 mesh)

Hidrolisat Residu ampas sagu

Penetralan

(NH4OH 3 N)

pH 6.5

Penyaringan

(Whatman No 1; vakum)

Penjernihan (bleaching)

Karbon aktif 5%

Hidrolisat jernih

Pemekatan

Hidrolisat (Gula ± 10%)

Hidrolisat

(substrat bioetanol)

Pencucian

2 x 100ml

Residu selulosa

ampas sagu

Pengeringan

(Cabinet dryer,

60 oC 24 jam)

Residu selulosa

ampas sagu

kering

Cairan hasil

pencucian

Perlakuan (b/v) :

A. Ampas Sagu 2%

B. Ampas Sagu 4%

C. Ampas Sagu 6%

D. Ampas Sagu 8%

E. Ampas Sagu 10%

Analisis:

Total gula, dan

Gula pereduksi

Analisis:

Selulosa, KA.

rendemen

Analisis:

Total gula;

Gula pereduksi;

dan HMF

Gambar 15 Prosedur hidrolisis ampas sagu dengan H2SO4 0.25 M dalam

penyediaan substrat untuk produksi bioetanol.

Page 18: BAB III Metodologi Penelitian

42

3.5.3 Penelitian Tahap III. Konversi Selulosa Ampas Sagu Menjadi

Hidrolisat Mengandung Gula (Glukosa)

Penelitian tahap ketiga adalah kajian konversi selulosa dari residu ampas

sagu hasil pretreatment menjadi hidrolisat mengandung glukosa secara langsung

menggunakan mikroba T. reesei secara metode batch. Penelitian ini dilakukan

untuk memanfaatkan selulosa dari residu ampas sagu hasil pretreatment.

3.5.3.1 Pretreatment

Ampas sagu dilakukan pretreatment menggunakan metoda low steam

treatment, yaitu sejumlah 4% (b/v) ampas sagu dilarutkan dalam akuades meng-

gunakan Erlenmeyer 500 mL. Selanjutnya dimasukkan dalam autoclave dan

kemudian diperlakukan dengan menggunakan tekanan rendah pada suhu tertentu.

Perlakuan yang dicobakan adalah: 1) Penggunaan suhu 110 oC (1.42 atm) selama

20 (A), 30 (B), dan 40 menit (C); 2) Penggunaan suhu 120 oC (tekanan 1.96 atm)

selama 20 (D), 30 (E), dan 40 menit (F). Setelah treatment dalam autoclave,

bahan disaring menggunakan kain saring dengan pori 150 mesh dan selanjutnya

dikeringkan dalam dry oven selama 24 jam pada suhu 60 oC. Bahan kering yang

diperoleh dianalisis konsentrasi selulosa (TAPPI T17 m-55), hitung peningkatan

konsentrasi selulosa setelah pretreatment dan rendemen (%). Perhitungan meng-

gunakan persamaan yang sama dengan penelitian Tahap I (3.5.1.2).

3.5.3.2 Proses Konversi

Proses konversi selulosa ampas sagu hasil pretreatment dilakukan dengan

beberapa proses seperti berikut:

3.5.3.2.1 Preculture

Preculture bertujuan untuk menyiapkan inokulum dan mengetahui pola

pertumbuhan T. reesei dalam dua jenis substrat, yaitu resdiu selulosa ampas sagu

dan selulosa mikrokristalin.

T. reesei (EC Simon) diperoleh dari Japan Culture Microbe (JCM). Seed

culture dari kapang dipelihara dalam agar miring Potato Dextrose Agar (PDA)

dan selanjutnya disimpan dalam refrigerator sebelum digunakan. Untuk memper-

Page 19: BAB III Metodologi Penelitian

43

siapkan inokulum, spora pada agar miring (setelah 5-6 hari pertumbuhan)

disuspensikan dengan 5 mL air destilasi dan dipindahkan ke dalam labu Erlen-

meyer 200 mL yang berisi 50 mL media. Media preculture adalah larutan dengan

komposisi (g/L): 0.3 urea, 1.4 (NH4) 2SO4, 2.0 KH2PO4, 0.2 CaCl2 2H2O, 0.3

MgSO4 7 H2O, 0.75 pepton, ekstrak ragi 0.25, dan trace element (mg/L): 5 FeSO4

7 H2O, 1.6 MnSO4 4H2O, 1.4 ZnSO4 7H2O, dan 20.0 CoCl2 6H2O (Mandels dan

Weber, 1969). Substrat yang digunakan residu selulosa ampas sagu (selulosa

mikrokristalin sebagai pembanding) sebanyak 1.5%. pH awal medium tidak diatur

sebelum disterilkan dalam autoclave pada suhu 121 oC selama 20 menit. Sel

kapang di preculture menggunakan labu Erlenmeyer 200 mL dengan volume

kerja 50 mL dalam suatu water bath shaker (Personal 11, pengadukan 100 rpm)

pada 30 oC selama 7 hari. Sampling dilakukan setiap 24 jam.

3.5.3.2.2 Kultivasi (Labu Erlenmeyer dan Bioreaktor)

Kultivasi untuk proses konversi selulosa ampas sagu menjadi glukosa

dilakukan dengan dua wadah yaitu: 1) Labu Erlenmeyer dalam water bath shaker

dengan kecepatan pengadukan 100 rpm (A), dan 2) Bioreaktor dengan perlakuan

aerasi 0.2 L/min dan agitasi 150 rpm (B). Adapun pelaksanaan proses konversi

tersebut adalah sebagai berikut:

Labu Erlenmeyer dalam Water Bath Shaker

Tiga puluh (30) mL larutan dalam kondisi sel eksponensial (0.09 unit/mL

(FPU)) diinokulasi dalam 300 ml larutan medium yang sama dengan medium pre-

culture sebelumnya. Medium dimasukkan dalam labu Erlenmeyer 1 L. Residu

selulosa ampas sagu (pretreatment 120 oC selama 30 menit; kandungan selulosa

55.30%) digunakan sebagai substrat sebanyak 1.5%. Proses inkubasi dilakukan

selama 7 hari, pada suhu 30 oC kecepatan pengadukan 100 rpm menggunakan

water bath shaker. Sampling dilakukan setiap 24 jam, pada jam ke 0, 24, 48, 72,

96, 120, 144 dan 168. Analisis yang dilakukan pada masing-masing waktu

sampling adalah kandungan protein dalam sel (Jun et al. 2009), aktivitas selulase

(Adney dan Baker 2008), dan konsentrasi glukosa (Biosensor BF-5, Oji Scientific

Instrument Jepang) dalam hidrolisat.

Page 20: BAB III Metodologi Penelitian

44

Bioreaktor

Sepuluh persen (10%) cairan kultur dalam kondisi eksponensial (0.09

units/mL (FPU)) dari hasil preculture diinokulasikan dalam 750 mL larutan

medium dalam bioreaktor. Proses kultivasi (Able BMJ 01, volume vesel 1 L),

dilakukan dalam medium yang sama dengan preculture dan water bath shaker.

Perlakuan kultivasi selulosa ampas sagu pada bioreaktor adalah menggunakan

kecepatan pengadukan pada 150 rpm dengan aerasi 0.2 L/min (B) (mengacu pada

Reczey et al. 1996), pada suhu 30 oC dan kondisi aerob. pH diatur pada 5-6

menggunakan larutan 5% NaOH dan 5% HCl. Sampling dilakukan setiap 24 jam

selama 7 hari. Pada masing-masing waktu sampling dilakukan analisis: (i)

pengujian aktivitas selulase menggunakan metode NREL (Adney dan Baker

2008); (ii) konsentrasi glukosa yang dilakukan menggunakan Biosensor (BF-5,

Oji Scientific Instrument Jepang). Analisis biomassa T. reesei dari cairan kultur

fermentasi dilakukan menggunakan metode tidak langsung dengan pengukuran

protein sel (myceliar protein) (metode Jun et al. 2009).

Prosedur konversi selulosa ampas sagu menjadi hidrolisat yang mengan-

dung glukosa dapat dilihat pada Gambar 16.

Gambar 16 Prosedur proses konversi selulosa ampas sagu melalui kultivasi T.

reesei dalam labu Erlenmeyer dan bioreaktor.

Medium Mendel dan Weber and Weber

Mycelium T. reesei terlarut dari preculture (selulase: 0.09 Unit/mL)

Kultivasi *: 7 hari, 30

oC, pH 5-6

(NaOH 5%)

Sampling (jam): 0, 24, 48, 72, 96, 120,

144, 168 dan 192

Analisis: -Aktivitas selulase -Glukosa -Biomasa (protein sel) -pH

Perso- nal 11

Water bath shaker (30

oC; pengadukan

100rpm)(A)

Able BMJ 01 (Volume 1 L)

Bioreaktor Aerasi 0.2 L/min, 150 rpm (B)

(sterilisasi)

* Modifikasi metode Reczey et al. 1996; metode Mandel dan Weber 1996

10%%

Residu selulosa ampas sagu 1.5% (Pretreatment: 120

oC, 30’ min)

Page 21: BAB III Metodologi Penelitian

45

3.5.4 Penelitian Tahap IV. Produksi Bioetanol Menggunakan Hidrolisat

dari Ampas Sagu

3.5.4.1 Penyiapan Sirup Gula (Hidrolisat Ampas Sagu)

Hidrolisat mengandung gula dari ampas sagu dipersiapkan dari hasil

penelitian 3.5.2.1 yaitu hidrolisis dengan hidrotermal-enzimatik dan penelitian

3.5.2.2 yaitu hidrolisis dengan H2SO4 0.25 M pada ampas sagu (sebagai

pembanding). Proses hidrolisis dilakukan pada suhu 115 oC selama 15 menit

dalam autoclave).

Hidrolisat Ampas Sagu Metode Hidrotermal-Enzimatis (A3 20%)

Sebanyak 6% (b/v) campuran ampas sagu dengan akuades dalam labu

Erlenmeyer, diproses secara hidrotermal pada suhu 115 oC selama 15 menit

menggunakan autoclave. Hidrolisat hasil penyaringan dengan kain saring 150

mesh selanjutnya dinetralkan dengan Ca(OH)2 0.5 N pada pH 6.5, dan dipekatkan

hingga konsentrasi gula hidrolisat 5%. Selajutnya hidrolisat diliquifikasi dengan

α- amilase dengan dosis 1.5 mL/kg sampel pada suhu 90 oC selama 3 jam dalam

labu Erlenmeyer menggunakan water bath shaker dengan kecepatan 120 rpm. pH

hidrolisat hasil liquifikasi diturunkan menjadi 4.5. Hidrolisat disakarifikasi

dengan enzim glukoamilase dengan dosis 1.8 mL/ kg sampel pada suhu 60 oC

selama 48 jam pH 4.5 dalam labu Erlenmeyer menggunakan water bath shaker

pada kecepatan 120 rpm. Hidrolisat gula hasil sakarifikasi disaring dengan kertas

saring menggunakan pompa vakum, kemudian dijernihkan dengan karbon aktif

5%. Hidrolisat gula yang telah jernih selanjutnya dipekatkan lagi sampai kadar

gula ± 10% (hidolisat ini setara dengan hidrolisat penggunaan ampas sagu 20%).

Hidrolisat (sirup) gula 10% ini selanjutnya digunakan sebagai bahan untuk

produksi bioetanol.

Hidrolisat Ampas Sagu Metode H2 SO4 0.25 M (D 20%)

Sebanyak 6% (b/v) ampas sagu dicampurkan dengan larutan H2SO4 0.25

M dalam labu Erlemeyer yang ditutup rapat dihidrolisis pada suhu 115 oC selama

15 menit menggunakan autoclave. Hidrolisat hasil penyaringan dengan kain

saring 150 mesh dinetralkan dengan larutan NH4OH 3 N sampai pH netral (pH

Page 22: BAB III Metodologi Penelitian

46

6.5-7.0). Selanjutnya hidrolisat disaring dengan kertas saring biasa menggunakan

pompa vakum. Hasil saringan dijernihkan dengan karbon aktif sebanyak 5%.

Hidrolisat jernih dipekatkan hingga konsentrasi gula mencapai ± 10% (hidrolisat

setara penggunaan ampas sagu 20%). Hidrolisat (sirup) gula ini digunakan untuk

substrat produksi bioetanol.

3.5.4.2 Peremajaan Kultur - Pembuatan Inokulum

Kultur S. cerevisiae dibiakkan dalam agar miring Potato Dextro Agar

(PDA) dengan inkubasi selama 48 Jam pada kondisi aerobik pada suhu kamar

(27-28 oC). Selanjutnya sebanyak 1-2 ose hasil biakan pada PDA inokulasikan

pada biakan medium Potato Dextrose Broth (PDB) dalam labu Erlenmeyer.

Inokulum pada PDB diinkubasikan pada suhu kamar menggunakan water bath

shaker selama 24 jam dengan kecepatan pengadukan 120 rpm.

3.5.4.3 Medium Fermentasi

Sebanyak 250 mL sirup glukosa (hasil penyiapan sirup) dimasukkan

dalam labu Erlenmeyer 500 mL kemudian ditambahkan 0.1 g pupuk NPK dan

0.375 g pupuk ZA. pH medium diatur hingga mencapai pH 4.8. Medium

dipasteurisasi pada suhu 85 oC selama 5 menit kemudian didinginkan hingga

mencapai suhu ruang.

3.5.4.4 Fermentasi

Inokulasikan sebanyak 10% (v/v) inokulum S. cerevisiae ke dalam me-

dium fermentasi. Fermentasi dilakukan secara anaerobik menggunakan pipa

kapiler pada labu Erlenmeryer (pakai H2SO4 pekat 20%) yang ujungnya

dimasukkan dalam gelas ukur yang terendam dalam air (untuk mengukur CO2

terbentuk). Fermentasi dilakukan selama 4 hari (96 jam). Setelah fermentasi,

lakukan pasteurisasi kultur fermentasi pada suhu 65 oC selama 30 menit

(modifikasi metode Rizaldi 1987). Sampling dilakukan setiap 12 jam.

Pengamatan meliputi volume CO2 yang terbentuk, pH, sisa gula pereduksi

(metode DNS), total gula (metode Fenol-H2SO4), biomasa (pengeringan-oven),

kadar etanol (specific gravity, AOAC 1995).

Page 23: BAB III Metodologi Penelitian

47

Lebih jelasnya prosedur produksi bioetanol dari dua substrat hidrolisat

ampas sagu dapat dilihat seperti Gambar 17.

Hidrolisat Ampas sagu:

1. Metode Hidrotermal-

enzimatik (A3 20%)

2. Metode H2SO4 0.25 M

(D 20%)

(250 mL, pH 4.8)

NPK 0.1 g;

ZA 0.75 g

Inokulum S.cerevisiae

(10%)Pasteurisasi

(85 oC 15 menit)

Medium

Fermentasi

Proses fermentasi:

(An aerobik, pH 4.8.

29-30 oC, 110 rpm,

4 hari)

Pasteurisasi 65 oC

selama 30 menit

Produk

bioetanol

Pengukuran CO2

(pipa kapiler;

H2SO4 20%)Sampling per 12 jam

(0 – 96 jam)

Analisis:

Gula pereduksi, Total gula;

Biomassa; Etanol

Gambar 17 Prosedur produksi bioetanol dari dua substrat hidrolisat dari

ampas sagu.

3.5.5 Kajian Analisis Nilai Tambah Hidrolisat Ampas Sagu

Analisis nilai tambah dilakukan untuk mengetahui nilai tambah hidrolisat

ampas sagu sebagai substrat bioetanol dan residu selulosa ampas sagu yang

dihasilkan selama proses dari ampas sagu. Analisis nilai tambah akan meng-

informasikan berapa pertambahan nilai yang didapat dari produk (output) yang

dihasilkan sebagai substrat untuk produksi bioetanol.

3.5.5.1 Sumber data

Data yang terkait dengan kondisi proses produksi diolah berdasarkan hasil

percobaan. Data bahan baku dan bahan tambahan diperoleh berdasarkan

Page 24: BAB III Metodologi Penelitian

48

perhitungan neraca masa proses produksi hidrolisat ampas sagu. Data harga bahan

baku dan biaya input lain diperoleh dari sumber terkait. Data-data yang diperoleh

diolah secara matematis, disajikan dalam tabulasi dan selanjutnya dianalisis dan

dijelaskan secara deskriptif.

3.5.5.2 Perhitungan Nilai Tambah

Analisis nilai tambah dilakukan dengan menggunakan metode Hayami.

Secara matematis, fungsi nilai tambah (NT) menurut metode Hayami (Hayami et

al. 1987) dapat dirumuskan sebagai berikut:

NT = f (K, B, T, H, U, h, L)

Keterangan:

K = kapasitas produksi (kg)

B = jumlah bahan baku yang digunakan (kg)

T = jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan (orang)

H = harga output (Rp/kg)

U = upah kerja (Rp)

h = harga bahan baku (Rp/kg)

L = nilai input lain (Rp)

Perhitungan nilai tambah secara umum adalah sebagai berikut:

NT = NO – NI

Keterangan:

NT = nilai tambah (Rp/kg)

NO = nilai ouput (NO = Y × H )

J

Keterangan:

Y = jumlah produksi (kg)

H = harga ouput (Rp/kg)

J = jumlah bahan baku (kg)

Page 25: BAB III Metodologi Penelitian

49

NI = nilai input (NI = ha + hb)

J

Keterangan:

ha = harga bahan baku (Rp)

hb = harga bahan pendukung lainnya (Rp)

J = jumlah bahan baku (kg)

Batasan-batasan yang digunakan dalam analisis nilai tambah ini adalah:

1. Hidrolisat yang dihasilkan merupakan hidrolisat yang mengandung gula

(10%), dijual dalam bentuk curah untuk substrat produksi bioetanol. By-

product merupakan residu selulosa ampas sagu hasil proses pretreatment

yang telah dikeringkan dengan KA ± 12%.

2. Nilai tambah (NT) adalah peningkatan nilai dari pengolahan bahan baku

ampas sagu menjadi hidrolisat ampas sagu dan residu selulosa, diperoleh

melalui selisih nilai output dan nilai input yang dihitung dalam Rp/kg bahan

baku yang digunakan.

3. Nilai output (NO) adalah hasil kali jumlah hidrolisat ampas sagu dan residu

selulosa ampas sagu dengan harga hidrolisat dan residu selulosa ampas sagu

dibagi dengan jumlah bahan baku yang digunakan (Rp/kg).

4. Nilai input (NI) adalah input utama (jumlah biaya bahan baku) dan input

tambahan (jumlah biaya bahan pembantu lainnya, biaya energi, dan air) dibagi

dengan jumlah bahan baku yang digunakan (Rp/kg).

Page 26: BAB III Metodologi Penelitian

50

Perhitungan analisis nilai tambah secara rinci disajikan pada Tabel 2 berikut:

Tabel 2 Format analisis nilai tambah pengolahan

No Peubah Formula

I. Output, input, dan harga

1 Output (kg) A

2 Input bahan baku (kg) B

3 Input tenaga kerja (jam/hari) C

4 Faktor konversi D = A/B

5 Koefisien tenaga kerja E = C/B

6 Harga produk (Rp/kg) F

7 Upah rerata tenaga kerja (Rp/jam)

G

II. Pendapatan dan Keuntungan

8 Harga input bahan baku (Rp/kg) H

9 Sumbangan input lain (Rp/kg bahan

baku)

I

10 Produk J = D x F

11 a. Nilai tambah (Rp/kg) K = J-H-I

b. Rasio nilai tambah (%) L% = (K/J) x 100%

12 a. Pendapatan tenaga kerja (Rp/kg ) M = E x G

b. Bagian tenaga kerja (%) N% = (M/K) x 100%

13 a. Keuntungan (Rp/kg) O = K-M

b. Tingkat keuntungan (%) P% = (O/J) x 100%