17
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 DEFINISI Legg-Calvè-Perthes disease adalah kelainan pinggul idiopatik yang terjadi karena gangguan suplai darah yang menuju kepala femur dan mengakibatkan nekrosis avaskular pada epifisis femur yang sedang tumbuh sehingga mengakibatkan deformitas yang progresif dan pergeseran keluar kepala femur. Kelainan ini merupakan bentuk osteonekrosis pinggul yang hanya ditemukan pada anak-anak dan dikenal dengan berbagai nama lain yaitu; coxa plana, nekrosis iskemik pinggul, dan nekrosis avaskular kepala femur. Dari berbagai nama tersebut, nama yang paling umum digunakan adalah Legg-Calvè-Perthes disease atau LCPD. 4,5 2.2 ETIOLOGI Penyebab LCPD hingga saat ini masih belum diketahui dengan baik, namun telah disimpulkan bahwa

BAB II Tinjauan Pustaka LCPD

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Legg Parthese Calve Disease

Citation preview

Page 1: BAB II Tinjauan Pustaka LCPD

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI

Legg-Calvè-Perthes disease adalah kelainan pinggul idiopatik yang terjadi

karena gangguan suplai darah yang menuju kepala femur dan mengakibatkan

nekrosis avaskular pada epifisis femur yang sedang tumbuh sehingga

mengakibatkan deformitas yang progresif dan pergeseran keluar kepala femur.

Kelainan ini merupakan bentuk osteonekrosis pinggul yang hanya ditemukan pada

anak-anak dan dikenal dengan berbagai nama lain yaitu; coxa plana, nekrosis

iskemik pinggul, dan nekrosis avaskular kepala femur. Dari berbagai nama

tersebut, nama yang paling umum digunakan adalah Legg-Calvè-Perthes disease

atau LCPD.4,5

2.2 ETIOLOGI

Penyebab LCPD hingga saat ini masih belum diketahui dengan baik,

namun telah disimpulkan bahwa terdapat beberapa faktor yang berperan pada

berkembangnya LCPD. Beberapa faktor tersebut yaitu :6,7,8,9,10,11

1. Faktor vaskular. Obstruksi arterial, khususnya pada arteri circumflexi

posterior, hipertensi vena-vena intraoseus, dan kelainan koagulasi

2. Faktor traumatik. Khususnya mikrotrauma yang berulang. Ditunjukkan

degan peningkatan frekuensi anak yang aktif dalam aktivitas olahraga,

dan menjelaskan mengapa kelainan ini lebih dominan pada anak laki-

laki.

Page 2: BAB II Tinjauan Pustaka LCPD

3. Faktor konstitusional. Menyebabkan kelemahan epifisis kongenital dan

anak mengalami perlambatan maturasi tulang. Terdapat bukti bahwa

kelainan antropometri pada anak dengan LCPD mengenai seluruh

aspek yang lebih kecil dibandingkan dengan anak normal.

4. Faktor endokrin. Anak dengan LCPD menunjukkan kelainan hormon

pertumbuhan (IGF, STH)

5. Faktor genetik. Terjadi pewarisan resiko sebesar 10%.

6. Faktor ras dan sosioekonomi. Terdapat peningkatan frekuensi LCPD

pada orang Jepang, Asia lain, Eskimo, dan Eropa tengah, dan terdapat

penurunan frekuensi pada penduduk asli Australia, Amerika Indian,

Polinesia, dan kulit hitam. Faktor malnutrisi juga dilaporkan pada

berhubungan dengan LCP pada pasien yang hidup dalam keluarga

miskin.

2.3 EPIDEMIOLOGI

LCPD terjadi lebih sering pada anak laki-laki dibandingkan anak

perempuan dengan perbandingan 5 banding 1. Dalam 100.000 anak terdapat 5,1 -

15,6 angka kejadian LCPD. Rentang usia anak yang paling sering mengalami

LCPD adalah usia 5 hingga 6 tahun.2,3

LCPD lebih sering terjadi pada penduduk kulit putih dibandingkan etnik

lainnya. LCPD biasanya terjadi unilateral, namun 10-15% kasus dapat terjadi

bilateral.2,3

4

Page 3: BAB II Tinjauan Pustaka LCPD

2.4 PATOFISIOLOGI

Telah banyak teori etiologi yang mendasari LCPD yang diajukan. Teori-

teori tersebut antara lain trauma, proses inflamasi, oklusi vaskular, trombofilia,

kelainan jalur faktor pertumbuhan-serupa-insulin-1, orang tua yang merokok, dan

yang paling baru adalah mutasi kolagen tipe II. Terdapat pula kemungkinan

bahwa LCPD disebabkan oleh beberapa etiologi yang memiliki kesamaan

patologi dan manifestasi klinis umum.1

Berdasarkan banyaknya teori penyebab LCPD, gangguan suplai darah

pada kepala femur yang kemudian mengakibatkan nekrosis iskemik merupakan

kunci patofisiologis yang mendasari. Ketika terjadi penurunan suplai darah,

kepala femur mengalami kematian jaringan. Hal ini diikuti dengan inflamasi dan

iritasi pinggul, dengan perlunakan tulang. Kepala femur yang mengalami nekrosis

dan perlunakan tersebut kemudian menjadi lemah dan mudah patah. Hal ini

menyebabkan perubahan bentuk tulang sehingga tidak lagi sesuai dengan bentuk

mangkok asetabulum. Setelah beberapa bulan, suplai darah kembali

(revaskularisasi). Jika proses revaskularisasi tidak diiringi dengan terapi, perataan

kepala femur akan menyebabkan nyeri pinggul dan kepincangan, serta artritis di

kemudian hari.1

Pada awal episode iskemik, terjadi nekrosis avaskular/ iskemik pada

nukleus osifik epifiseal. Akibatnya terjadi penghentian osifikasi enkondral

kartilago yang sedang tumbuh sementara kartilago artikular tetap tumbuh karena

diberi nutrisi oleh cairan sinovial. Pada stadium ini, pinggul yang terkena secara

5

Page 4: BAB II Tinjauan Pustaka LCPD

radiologis terlihat pelebaran ruang artikular dan pengecilan nukleus osifik. Dari

area perifer ke pusat iskemik yang tetap menjaga struktur normalnya kelak akan

mengalami revaskularisasi, kemudian ambilan osteosit dan osteoklas akan

menyebabkan pembentukan formasi tulang baru di trabekula yang nekrosis dan

menyebabkan penebalan. Hal ini dapat dilihat melalui pemeriksaan radiologis

sebagai peningkatan radiodensitas pada stadium awal.3

Kekurangan dalam sampel klinis yang tersedia menjadi alasan sulitnya

menetapkan patogenesis yang tepat pada LCPD. Untuk mengatasi hal tersebut

maka dilakukan pendekatan alternatif menggunakan penelitian dengan metode

eksperimental untuk meneliti patogenesis deformitas kepala femur. Secara khusus,

model anak babi memberikan model penelitian yang lebih sistematis dan dalam.

Pada penelitian dengan model anak babi yang dibuat mengalami iskemik pada

kepala femur, kepala femur menjadi nekrosis dan tetap avaskular hingga dua

minggu pertama (stadium avaskular). Revaskularisasi dan resorpsi kepala yang

nekrosis kemudian dimulai pada minggu ketiga hingga minggu keempat setelah

dilakukan modifikasi iskemik (stadium revaskularisasi), dan deformitas kepala

femur yang sedang hingga berat terpantau pada minggu kedelapan setelah

modifikasi iskemik.1

Penelitian tersebut telah menunjukkan bahwa patogenesis deformitas

kepala femur yang terjadi setelah nekrosis iskemik merupakan hal yang kompleks

dan banyak faktor yang terlibat di dalamnya. Pengujian mekanis pada kepala

femur yang normal dan yang mengalami infark pada model anak babi

menunjukkan terjadi penurunan kemampuan mekanik pada kepala femur yang

6

Page 5: BAB II Tinjauan Pustaka LCPD

infark ketika stadium avaskular awal hingga stadium revaskularisasi. Penelitian

lebih lanjut menunjukkan bahwa kemampuan mekanik pada kartilago artikular

dan tulang dari kepala femur yang infark juga mengalami penurunan. Penjelasan

yang diajukan untuk kesepakatan awal mengenai kemampuan mekanik adalah

terdapat nekrosis pada lapisan dalam kartilago artikular yang disebabkan oleh

cedera iskemik, ketidakmampuan tulang yang nekrosis untuk sembuh dari

kerusakan mikro yang terjadi selama pengangkatan pinggul normal, dan

perubahan sifat materi kartilago yang terkaslifikasi serta tulang subkondral yang

berhubungan dengan kerusakan iskemik.1

Suatu penelitian terbaru menunjukkan kandungan mineral pada tulang

trabekular yang nekrotik menunjukkan peningkatan yang signifikan adanya

kandungan kalsium dalam kartilago dan tulang subkondral yang terkalsifikasi.

Peningkatan kandungan kalsium tersebut membuat tulang lebih homogen dalam

kalsium dan menjadi lebih rapuh. Oleh karena rapuhnya tulang dan tidak adanya

osteoblas dan osteoklas di daerah yang nekrotik, kerusakan mikro terakumulasi

dan menyebabkan fraktur subkondral atau fraktur kompakta.1

Pada stadium revaskularisasi model anak babi, proses perbaikan patologis

ditandai dengan resorpsi utama osteoklas dan perlambatan pembentukan tulang

yang berperan dalam patogenesis deformitas. Resorpsi tulang dan pembentukan

yang tidak teratasi, dan pergantian tulang nekrosis oleh jaringan granulasi

fibrovaskular, kelak akan melemahkan kepala femur. Stadium resorpsi atau

stadium fragmentasi pada kelainan menunjukkan peningkatan resorpsi tulang,

tampak sebagai area radiolusen pada radiografi serial utamanya pada kepala femur

7

Page 6: BAB II Tinjauan Pustaka LCPD

yang memasuki stadium reosifikasi bebrapa bulan kemudian atau setelah

penampakan gambaran area radiolusen. Proses perbaikan yang patologis

(ketidakseimbangan resorpsi dan pembentukan) telah dipahami oleh para peneliti

sebagai target terapi yang potensial untuk meningkatkan remodeling tulang yang

nekrosis dan mencegah perkembangan deformitas pada kepala femur yang belum

matur. Sebagai tambahan, nekrosis iskemik kepala femur yang belum matur

membuat penghambatan pertumbuhan lempeng pertumbuhan spheris yang dapat

memeperburuk deformitas kepala femur.1

Gambar 1. Gambaran kepala femur normal dan infark

2.5 DIAGNOSIS

Pada pemeriksaan anamnesis umum, terdapat keluhan nyeri dan biasanya

berhubungan dengan aktivitas. Rasa nyeri yang dirasakan pasien umumnya

terletak di daerah sekitar selangkangan, mengikuti daerah persarafan nervus

obturatorius. Gaya berjalan tampak pincang, uji Trendlenburg dapat positif

8

Page 7: BAB II Tinjauan Pustaka LCPD

dikarenakan insufisiensi otot abductor. Dapat terlihat atropi otot dan pemendekan

1-2 cm bagian kaki yang pincang. Gerakan pinggul terbatas, khususnya gerakan

abduksi dan rotasi medial.3

Banyak kelaianan lain yang memiliki tanda dan gejala yang mirip dengan

LCPD. Pemeriksaan x-ray merupakan pemeriksaan yang biasa digunakan untuk

diagnosis. Pada stadium awal, pemeriksaan x-ray tidak terlalu berguna karena

tanda kelainan belum muncul. CT scan dan MRI tulang dapat digunakan untuk

mendeteksi jumlah suplai darah yang berada dalam kepala femur.3

Pemeriksaan x-ray berperan penting dalam menentukan diagnosis, evolusi,

dan prognosis kelainan ini. Terdapat 3 fase yang dapat tampak dalam pemeriksaan

x-ray. Pertama adalah fase inisial, ditunjukkan dengan tanda patognomonik

“cakaran kuku” berupa garis radiolusen pararel menuju permukaan subkondral

kepala femur. Pada stadium ini, tanda pertama kondisi ini adalah kegagalan

nukleus osifik femur untuk meningkatkan ukuran karena kekurangan suplai darah.

Penampakan kepala femur yang mengalami LCPD nampak lebih kecil

diabandingkan sisi yang normal. Lempeng kartilago pertumbuhan menjadi tipis

dan tidak teratur. Pelebaran ruang sendi medial juga merupakan penemuan

radiologis awal, yang diukur dengan jarak antara kontur kepala femur dengan

radiological U.3

Fase yang kedua ditunjukkan dengan opasitas, fragmentasi, dan perataan

nukleus osifik. Peningkatan opasitas pada stadium ini menunjukkan terjadinya

kolaps dan penumpukkan fragmen trabekular. Opasitas juga dapat digambarkan

dengan pembentukan jaringan tulang yang baru pada trabekula yang tidak

9

Page 8: BAB II Tinjauan Pustaka LCPD

teresorpsi. Fase ketiga atau fase penyembuhan ditunjukkan dengan adanya

jaringan tulang yang baru terbentuk. Kontur luar nukleus epifiseal menjadi tidak

beraturan. Kepala femur menjadi lebih pendek dan melebar, bisa juga menjadi

lebar dan rata. Perataan asetabulum juga dapat tampak pada fase ini.3

Pemeriksaan x-ray walaupun merupakan tehnik penggambaran yang

paling utama digunakan untuk evaluasi pasien dengan suspek atau telah

terdiagnosis LCPD, MRI juga memiliki peran penting sebagai pemeriksaan

tambahan. Penggunaan gambaran dengan kontras dan tanpa kontras dapat

membantu penemuan diagnosis dini LCPD. Selain untuk deteksi dini, MRI juga

dapat digunakan sebagai penentu stadium yang akurat dalam proses

perkembangan kelainan ini. MRI juga dapat digunakan untuk pemantauan

sejumlah komplikasi yang terkait, dan dapat membedakan LCPD dari lesi

epifiseal lain seperti epifiseal multipel, spondiloepifiseal, dan dysplasia Mayer.

Penyebab-penyebab nyeri pinggul lain yang tidak terduga sebelumnya seperti

artritis juvenile kronis, fraktur, dan cedera apofiseal juga dapat ditunjukkan dalam

gambaran MRI.2

2.6 TERAPI

Anak-anak yang terdiagnosis LCPD tergantung pada luasnya epifiseal

yang terkait harus mendapatkan terapi. Terapi harus dimulai segera pada stadium

nekrosis atau stadium fragmentasi dan dipertahankan selama masa evolusi. Prinsip

utama terapi adalah membebaskan beban pada femur dan mencegah ekstrusi.

Prinsip dasarnya adalah penahanan. Penahanan dapat mencegah deformitas dan

10

Page 9: BAB II Tinjauan Pustaka LCPD

kelainan epifisis. Untuk menyamakan tekanan pada kepala dan meletakkannya

tepat di dalam asetabulum, kepala femur harus dimasukkan ke dalam asetabulum.

Berdasarkan prinsip untuk memasukkan kembali kepala femur ke dalam

asetabulum, dapat dilakukan tehnik ortopedi atau tehnik bedah.3

Tehnik ortopedi memastikan pembebasan beban pada pinggul dengan

imobilisasi dan pemasukan kepala femur ke asetabulum yang baik akan mencegah

kolaps. Cara yang digunakan adalah dengan plaster petri broomstick abduksi kaki

panjang. Kekurangan cara ini adalah kontak kepala dengan asetabulum bertemu di

daerah yang sama dengan kartilago artikular yang mengalami gangguan nutrisi.

Hal ini juga membatasi pergerakan lutut dan engkel.3

Gambar 2. Perangkat plaster petri broomstick

Traksi skeletal yang berkelanjutan dengan kaki abduksi dan setengah

rotasi internal merupakan salah satu terapi yang paling efektif. Kekurangan cara

ini adalah imobilisasi yang lama sekitar 10 – 12 bulan. Enam bulan selanjutnya

pasien dapat diperbolehkan berjalan dengan perangkat yang telah dilepaskan.3

Selain metode osrtopedi, metode pembedahan juga dapat dilakukan untuk

terapi LCPD. Metode pembedahan banyak dianjurkan peneliti sebagai metode

11

Page 10: BAB II Tinjauan Pustaka LCPD

pilihan dalam membuat dan menjaga kepala femur berada di dalam asetabulum.

Metode pembedahan memberikan keuntungan dengan mobilisasi yang lebih dini

dan mencegah penggunaan perangkat dan terapi yang lebih lama. Sebagai

tambahan, tidak ada titik di mana penghentian terapi dilakukan, dan pemasukkan

kepala femur ke dalam asetabulum bersifat permanen. Tehnik yang dilakukan

untuk memasukkan kepala femur ke dalam asetabulum dapat dimulai dengan

pendekatan sisi femur, sisi asetabular, atau kedua sisi dari sendi pinggul.3

Radiografi harus dilakukan setiap 3-4 bulan untuk memantau stadium

radiografis dan derajat perjalanan penyakit. Jika kelainan telah berkembang

menjadi stadium reosifikasi, mungkin keuntungan terapi sudah cukup terlambat.3

2.7 PROGNOSIS

Prognosis LCPD bervariasi tergantung faktor resiko seperti umur, jumlah

kepala femur yang terkait, dan penutup kepala femur. Berdasarkan suatu

penelitian disebutkan anak yang telah mengalami LCPD seringkali akan

mengalami nyeri, gangguan pergerakan, kelemahan abduktor, dan perjalanan

osteoartritis di awal usia dewasa.1

Untuk membedakaan keparahan LCPD, kelainan ini dibagi menjadi 4

kelompok yang dinamakan dengan angka romawi di depan kata Catteral. Pada

kelompok Catteral I-II, kurang dari separuh kepala femur yang mengalami

kelainan. Pada kelompok ini terdapat kemungkinan memperoleh pemulihan

anatomi dan fungsional dan kepala femur dapat memperoleh bentuknya yang

spheris. Pada kelompok III-IV, lebih dari separuh kepala femur mengalami

12

Page 11: BAB II Tinjauan Pustaka LCPD

kerusakan. Kelompok ini merupakan bentuk LCPD yang berat dan akan

menyebabkan deformitas berat berupa perataan kepala femur dan subluksasi

eksternal dengan prognosis buruk yang akan menjadi osteoartritis dini dan

pergeseran pinggul sewaktu-waktu.1

Usia terjadinya LCPD juga memiliki peran penting dalam prognosis.

Semakin muda pasien, maka prognosisnya akan semakin baik.1

13