Upload
jlhiezel21
View
252
Download
8
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Legg Parthese Calve Disease
Citation preview
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
Legg-Calvè-Perthes disease adalah kelainan pinggul idiopatik yang terjadi
karena gangguan suplai darah yang menuju kepala femur dan mengakibatkan
nekrosis avaskular pada epifisis femur yang sedang tumbuh sehingga
mengakibatkan deformitas yang progresif dan pergeseran keluar kepala femur.
Kelainan ini merupakan bentuk osteonekrosis pinggul yang hanya ditemukan pada
anak-anak dan dikenal dengan berbagai nama lain yaitu; coxa plana, nekrosis
iskemik pinggul, dan nekrosis avaskular kepala femur. Dari berbagai nama
tersebut, nama yang paling umum digunakan adalah Legg-Calvè-Perthes disease
atau LCPD.4,5
2.2 ETIOLOGI
Penyebab LCPD hingga saat ini masih belum diketahui dengan baik,
namun telah disimpulkan bahwa terdapat beberapa faktor yang berperan pada
berkembangnya LCPD. Beberapa faktor tersebut yaitu :6,7,8,9,10,11
1. Faktor vaskular. Obstruksi arterial, khususnya pada arteri circumflexi
posterior, hipertensi vena-vena intraoseus, dan kelainan koagulasi
2. Faktor traumatik. Khususnya mikrotrauma yang berulang. Ditunjukkan
degan peningkatan frekuensi anak yang aktif dalam aktivitas olahraga,
dan menjelaskan mengapa kelainan ini lebih dominan pada anak laki-
laki.
3. Faktor konstitusional. Menyebabkan kelemahan epifisis kongenital dan
anak mengalami perlambatan maturasi tulang. Terdapat bukti bahwa
kelainan antropometri pada anak dengan LCPD mengenai seluruh
aspek yang lebih kecil dibandingkan dengan anak normal.
4. Faktor endokrin. Anak dengan LCPD menunjukkan kelainan hormon
pertumbuhan (IGF, STH)
5. Faktor genetik. Terjadi pewarisan resiko sebesar 10%.
6. Faktor ras dan sosioekonomi. Terdapat peningkatan frekuensi LCPD
pada orang Jepang, Asia lain, Eskimo, dan Eropa tengah, dan terdapat
penurunan frekuensi pada penduduk asli Australia, Amerika Indian,
Polinesia, dan kulit hitam. Faktor malnutrisi juga dilaporkan pada
berhubungan dengan LCP pada pasien yang hidup dalam keluarga
miskin.
2.3 EPIDEMIOLOGI
LCPD terjadi lebih sering pada anak laki-laki dibandingkan anak
perempuan dengan perbandingan 5 banding 1. Dalam 100.000 anak terdapat 5,1 -
15,6 angka kejadian LCPD. Rentang usia anak yang paling sering mengalami
LCPD adalah usia 5 hingga 6 tahun.2,3
LCPD lebih sering terjadi pada penduduk kulit putih dibandingkan etnik
lainnya. LCPD biasanya terjadi unilateral, namun 10-15% kasus dapat terjadi
bilateral.2,3
4
2.4 PATOFISIOLOGI
Telah banyak teori etiologi yang mendasari LCPD yang diajukan. Teori-
teori tersebut antara lain trauma, proses inflamasi, oklusi vaskular, trombofilia,
kelainan jalur faktor pertumbuhan-serupa-insulin-1, orang tua yang merokok, dan
yang paling baru adalah mutasi kolagen tipe II. Terdapat pula kemungkinan
bahwa LCPD disebabkan oleh beberapa etiologi yang memiliki kesamaan
patologi dan manifestasi klinis umum.1
Berdasarkan banyaknya teori penyebab LCPD, gangguan suplai darah
pada kepala femur yang kemudian mengakibatkan nekrosis iskemik merupakan
kunci patofisiologis yang mendasari. Ketika terjadi penurunan suplai darah,
kepala femur mengalami kematian jaringan. Hal ini diikuti dengan inflamasi dan
iritasi pinggul, dengan perlunakan tulang. Kepala femur yang mengalami nekrosis
dan perlunakan tersebut kemudian menjadi lemah dan mudah patah. Hal ini
menyebabkan perubahan bentuk tulang sehingga tidak lagi sesuai dengan bentuk
mangkok asetabulum. Setelah beberapa bulan, suplai darah kembali
(revaskularisasi). Jika proses revaskularisasi tidak diiringi dengan terapi, perataan
kepala femur akan menyebabkan nyeri pinggul dan kepincangan, serta artritis di
kemudian hari.1
Pada awal episode iskemik, terjadi nekrosis avaskular/ iskemik pada
nukleus osifik epifiseal. Akibatnya terjadi penghentian osifikasi enkondral
kartilago yang sedang tumbuh sementara kartilago artikular tetap tumbuh karena
diberi nutrisi oleh cairan sinovial. Pada stadium ini, pinggul yang terkena secara
5
radiologis terlihat pelebaran ruang artikular dan pengecilan nukleus osifik. Dari
area perifer ke pusat iskemik yang tetap menjaga struktur normalnya kelak akan
mengalami revaskularisasi, kemudian ambilan osteosit dan osteoklas akan
menyebabkan pembentukan formasi tulang baru di trabekula yang nekrosis dan
menyebabkan penebalan. Hal ini dapat dilihat melalui pemeriksaan radiologis
sebagai peningkatan radiodensitas pada stadium awal.3
Kekurangan dalam sampel klinis yang tersedia menjadi alasan sulitnya
menetapkan patogenesis yang tepat pada LCPD. Untuk mengatasi hal tersebut
maka dilakukan pendekatan alternatif menggunakan penelitian dengan metode
eksperimental untuk meneliti patogenesis deformitas kepala femur. Secara khusus,
model anak babi memberikan model penelitian yang lebih sistematis dan dalam.
Pada penelitian dengan model anak babi yang dibuat mengalami iskemik pada
kepala femur, kepala femur menjadi nekrosis dan tetap avaskular hingga dua
minggu pertama (stadium avaskular). Revaskularisasi dan resorpsi kepala yang
nekrosis kemudian dimulai pada minggu ketiga hingga minggu keempat setelah
dilakukan modifikasi iskemik (stadium revaskularisasi), dan deformitas kepala
femur yang sedang hingga berat terpantau pada minggu kedelapan setelah
modifikasi iskemik.1
Penelitian tersebut telah menunjukkan bahwa patogenesis deformitas
kepala femur yang terjadi setelah nekrosis iskemik merupakan hal yang kompleks
dan banyak faktor yang terlibat di dalamnya. Pengujian mekanis pada kepala
femur yang normal dan yang mengalami infark pada model anak babi
menunjukkan terjadi penurunan kemampuan mekanik pada kepala femur yang
6
infark ketika stadium avaskular awal hingga stadium revaskularisasi. Penelitian
lebih lanjut menunjukkan bahwa kemampuan mekanik pada kartilago artikular
dan tulang dari kepala femur yang infark juga mengalami penurunan. Penjelasan
yang diajukan untuk kesepakatan awal mengenai kemampuan mekanik adalah
terdapat nekrosis pada lapisan dalam kartilago artikular yang disebabkan oleh
cedera iskemik, ketidakmampuan tulang yang nekrosis untuk sembuh dari
kerusakan mikro yang terjadi selama pengangkatan pinggul normal, dan
perubahan sifat materi kartilago yang terkaslifikasi serta tulang subkondral yang
berhubungan dengan kerusakan iskemik.1
Suatu penelitian terbaru menunjukkan kandungan mineral pada tulang
trabekular yang nekrotik menunjukkan peningkatan yang signifikan adanya
kandungan kalsium dalam kartilago dan tulang subkondral yang terkalsifikasi.
Peningkatan kandungan kalsium tersebut membuat tulang lebih homogen dalam
kalsium dan menjadi lebih rapuh. Oleh karena rapuhnya tulang dan tidak adanya
osteoblas dan osteoklas di daerah yang nekrotik, kerusakan mikro terakumulasi
dan menyebabkan fraktur subkondral atau fraktur kompakta.1
Pada stadium revaskularisasi model anak babi, proses perbaikan patologis
ditandai dengan resorpsi utama osteoklas dan perlambatan pembentukan tulang
yang berperan dalam patogenesis deformitas. Resorpsi tulang dan pembentukan
yang tidak teratasi, dan pergantian tulang nekrosis oleh jaringan granulasi
fibrovaskular, kelak akan melemahkan kepala femur. Stadium resorpsi atau
stadium fragmentasi pada kelainan menunjukkan peningkatan resorpsi tulang,
tampak sebagai area radiolusen pada radiografi serial utamanya pada kepala femur
7
yang memasuki stadium reosifikasi bebrapa bulan kemudian atau setelah
penampakan gambaran area radiolusen. Proses perbaikan yang patologis
(ketidakseimbangan resorpsi dan pembentukan) telah dipahami oleh para peneliti
sebagai target terapi yang potensial untuk meningkatkan remodeling tulang yang
nekrosis dan mencegah perkembangan deformitas pada kepala femur yang belum
matur. Sebagai tambahan, nekrosis iskemik kepala femur yang belum matur
membuat penghambatan pertumbuhan lempeng pertumbuhan spheris yang dapat
memeperburuk deformitas kepala femur.1
Gambar 1. Gambaran kepala femur normal dan infark
2.5 DIAGNOSIS
Pada pemeriksaan anamnesis umum, terdapat keluhan nyeri dan biasanya
berhubungan dengan aktivitas. Rasa nyeri yang dirasakan pasien umumnya
terletak di daerah sekitar selangkangan, mengikuti daerah persarafan nervus
obturatorius. Gaya berjalan tampak pincang, uji Trendlenburg dapat positif
8
dikarenakan insufisiensi otot abductor. Dapat terlihat atropi otot dan pemendekan
1-2 cm bagian kaki yang pincang. Gerakan pinggul terbatas, khususnya gerakan
abduksi dan rotasi medial.3
Banyak kelaianan lain yang memiliki tanda dan gejala yang mirip dengan
LCPD. Pemeriksaan x-ray merupakan pemeriksaan yang biasa digunakan untuk
diagnosis. Pada stadium awal, pemeriksaan x-ray tidak terlalu berguna karena
tanda kelainan belum muncul. CT scan dan MRI tulang dapat digunakan untuk
mendeteksi jumlah suplai darah yang berada dalam kepala femur.3
Pemeriksaan x-ray berperan penting dalam menentukan diagnosis, evolusi,
dan prognosis kelainan ini. Terdapat 3 fase yang dapat tampak dalam pemeriksaan
x-ray. Pertama adalah fase inisial, ditunjukkan dengan tanda patognomonik
“cakaran kuku” berupa garis radiolusen pararel menuju permukaan subkondral
kepala femur. Pada stadium ini, tanda pertama kondisi ini adalah kegagalan
nukleus osifik femur untuk meningkatkan ukuran karena kekurangan suplai darah.
Penampakan kepala femur yang mengalami LCPD nampak lebih kecil
diabandingkan sisi yang normal. Lempeng kartilago pertumbuhan menjadi tipis
dan tidak teratur. Pelebaran ruang sendi medial juga merupakan penemuan
radiologis awal, yang diukur dengan jarak antara kontur kepala femur dengan
radiological U.3
Fase yang kedua ditunjukkan dengan opasitas, fragmentasi, dan perataan
nukleus osifik. Peningkatan opasitas pada stadium ini menunjukkan terjadinya
kolaps dan penumpukkan fragmen trabekular. Opasitas juga dapat digambarkan
dengan pembentukan jaringan tulang yang baru pada trabekula yang tidak
9
teresorpsi. Fase ketiga atau fase penyembuhan ditunjukkan dengan adanya
jaringan tulang yang baru terbentuk. Kontur luar nukleus epifiseal menjadi tidak
beraturan. Kepala femur menjadi lebih pendek dan melebar, bisa juga menjadi
lebar dan rata. Perataan asetabulum juga dapat tampak pada fase ini.3
Pemeriksaan x-ray walaupun merupakan tehnik penggambaran yang
paling utama digunakan untuk evaluasi pasien dengan suspek atau telah
terdiagnosis LCPD, MRI juga memiliki peran penting sebagai pemeriksaan
tambahan. Penggunaan gambaran dengan kontras dan tanpa kontras dapat
membantu penemuan diagnosis dini LCPD. Selain untuk deteksi dini, MRI juga
dapat digunakan sebagai penentu stadium yang akurat dalam proses
perkembangan kelainan ini. MRI juga dapat digunakan untuk pemantauan
sejumlah komplikasi yang terkait, dan dapat membedakan LCPD dari lesi
epifiseal lain seperti epifiseal multipel, spondiloepifiseal, dan dysplasia Mayer.
Penyebab-penyebab nyeri pinggul lain yang tidak terduga sebelumnya seperti
artritis juvenile kronis, fraktur, dan cedera apofiseal juga dapat ditunjukkan dalam
gambaran MRI.2
2.6 TERAPI
Anak-anak yang terdiagnosis LCPD tergantung pada luasnya epifiseal
yang terkait harus mendapatkan terapi. Terapi harus dimulai segera pada stadium
nekrosis atau stadium fragmentasi dan dipertahankan selama masa evolusi. Prinsip
utama terapi adalah membebaskan beban pada femur dan mencegah ekstrusi.
Prinsip dasarnya adalah penahanan. Penahanan dapat mencegah deformitas dan
10
kelainan epifisis. Untuk menyamakan tekanan pada kepala dan meletakkannya
tepat di dalam asetabulum, kepala femur harus dimasukkan ke dalam asetabulum.
Berdasarkan prinsip untuk memasukkan kembali kepala femur ke dalam
asetabulum, dapat dilakukan tehnik ortopedi atau tehnik bedah.3
Tehnik ortopedi memastikan pembebasan beban pada pinggul dengan
imobilisasi dan pemasukan kepala femur ke asetabulum yang baik akan mencegah
kolaps. Cara yang digunakan adalah dengan plaster petri broomstick abduksi kaki
panjang. Kekurangan cara ini adalah kontak kepala dengan asetabulum bertemu di
daerah yang sama dengan kartilago artikular yang mengalami gangguan nutrisi.
Hal ini juga membatasi pergerakan lutut dan engkel.3
Gambar 2. Perangkat plaster petri broomstick
Traksi skeletal yang berkelanjutan dengan kaki abduksi dan setengah
rotasi internal merupakan salah satu terapi yang paling efektif. Kekurangan cara
ini adalah imobilisasi yang lama sekitar 10 – 12 bulan. Enam bulan selanjutnya
pasien dapat diperbolehkan berjalan dengan perangkat yang telah dilepaskan.3
Selain metode osrtopedi, metode pembedahan juga dapat dilakukan untuk
terapi LCPD. Metode pembedahan banyak dianjurkan peneliti sebagai metode
11
pilihan dalam membuat dan menjaga kepala femur berada di dalam asetabulum.
Metode pembedahan memberikan keuntungan dengan mobilisasi yang lebih dini
dan mencegah penggunaan perangkat dan terapi yang lebih lama. Sebagai
tambahan, tidak ada titik di mana penghentian terapi dilakukan, dan pemasukkan
kepala femur ke dalam asetabulum bersifat permanen. Tehnik yang dilakukan
untuk memasukkan kepala femur ke dalam asetabulum dapat dimulai dengan
pendekatan sisi femur, sisi asetabular, atau kedua sisi dari sendi pinggul.3
Radiografi harus dilakukan setiap 3-4 bulan untuk memantau stadium
radiografis dan derajat perjalanan penyakit. Jika kelainan telah berkembang
menjadi stadium reosifikasi, mungkin keuntungan terapi sudah cukup terlambat.3
2.7 PROGNOSIS
Prognosis LCPD bervariasi tergantung faktor resiko seperti umur, jumlah
kepala femur yang terkait, dan penutup kepala femur. Berdasarkan suatu
penelitian disebutkan anak yang telah mengalami LCPD seringkali akan
mengalami nyeri, gangguan pergerakan, kelemahan abduktor, dan perjalanan
osteoartritis di awal usia dewasa.1
Untuk membedakaan keparahan LCPD, kelainan ini dibagi menjadi 4
kelompok yang dinamakan dengan angka romawi di depan kata Catteral. Pada
kelompok Catteral I-II, kurang dari separuh kepala femur yang mengalami
kelainan. Pada kelompok ini terdapat kemungkinan memperoleh pemulihan
anatomi dan fungsional dan kepala femur dapat memperoleh bentuknya yang
spheris. Pada kelompok III-IV, lebih dari separuh kepala femur mengalami
12
kerusakan. Kelompok ini merupakan bentuk LCPD yang berat dan akan
menyebabkan deformitas berat berupa perataan kepala femur dan subluksasi
eksternal dengan prognosis buruk yang akan menjadi osteoartritis dini dan
pergeseran pinggul sewaktu-waktu.1
Usia terjadinya LCPD juga memiliki peran penting dalam prognosis.
Semakin muda pasien, maka prognosisnya akan semakin baik.1
13