22
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Kasus 1. Bayi Baru Lahir a. Definisi Bayi Baru Lahir Bayi baru lahir disebut juga dengan neonatus merupakan individu yang sedang bertumbuh dan baru saja mengalami trauma kelahiran serta harus dapat melakukan penyesuaian diri dari kehidupan intrauterine ke kehidupan ekstrauterine. (Vivian dan Dewi Nanny Lia, 2011:1) Bayi baru lahir adalah bayi yang baru mengalami proses kelahiran dan harus menyesuaikan diri dari kehidupan intrauterine ke kehidupan ekstrauterin. (Paramita Budiarini, 2011:8) b. Ciri Ciri Bayi Baru Lahir Normal 1) Lahir aterm antara 37 42 minggu 2) Berat badan 2.500 4.000 gram 3) Panjang badan 48 52 cm 4) Lingkar dada 30 38 cm 5) Lingkar kepala 33 35 cm 6) Lingkar lengan 11 12 cm 7) Frekuensi denyut jantung 120 160 x/menit 8) Pernapasan 40 60 x/menit 9) Rambut lanugo tidak terlihat dan rambut kepala biasanya telah sempurna 10) Kuku agak panjang dan lemas 11) Nilai APGAR >7 12) Gerak aktif 13) Bayi lahir langsung menangis kuat 14) Refleks rooting (mencari puting susu dengan rangsangan taktil pada pipi dan daerah mulut) sudah terbentuk dangan baik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Kasusrepository.poltekkes-tjk.ac.id/2157/3/BAB II.pdf · 2021. 2. 22. · q) Solusio plasenta r) Plasenta previa s) Perdarahan intrapartum

  • Upload
    others

  • View
    6

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Kasusrepository.poltekkes-tjk.ac.id/2157/3/BAB II.pdf · 2021. 2. 22. · q) Solusio plasenta r) Plasenta previa s) Perdarahan intrapartum

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Kasus

1. Bayi Baru Lahir

a. Definisi Bayi Baru Lahir

Bayi baru lahir disebut juga dengan neonatus merupakan individu yang

sedang bertumbuh dan baru saja mengalami trauma kelahiran serta

harus dapat melakukan penyesuaian diri dari kehidupan intrauterine ke

kehidupan ekstrauterine. (Vivian dan Dewi Nanny Lia, 2011:1)

Bayi baru lahir adalah bayi yang baru mengalami proses kelahiran dan

harus menyesuaikan diri dari kehidupan intrauterine ke kehidupan

ekstrauterin. (Paramita Budiarini, 2011:8)

b. Ciri Ciri Bayi Baru Lahir Normal

1) Lahir aterm antara 37 – 42 minggu

2) Berat badan 2.500 – 4.000 gram

3) Panjang badan 48 – 52 cm

4) Lingkar dada 30 – 38 cm

5) Lingkar kepala 33 – 35 cm

6) Lingkar lengan 11 – 12 cm

7) Frekuensi denyut jantung 120 – 160 x/menit

8) Pernapasan 40 – 60 x/menit

9) Rambut lanugo tidak terlihat dan rambut kepala biasanya telah

sempurna

10) Kuku agak panjang dan lemas

11) Nilai APGAR >7

12) Gerak aktif

13) Bayi lahir langsung menangis kuat

14) Refleks rooting (mencari puting susu dengan rangsangan taktil

pada pipi dan daerah mulut) sudah terbentuk dangan baik

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Kasusrepository.poltekkes-tjk.ac.id/2157/3/BAB II.pdf · 2021. 2. 22. · q) Solusio plasenta r) Plasenta previa s) Perdarahan intrapartum

15) Refleks sucking (isap dan menelan) sudah terbentuk dengan baik

16) Refleks morro (gerakan memeluk bila dikagetkan) sudah terbentuk

dengan baik

17) Refleks grasping (menggenggam) sudah terbentuk dengan baik

18) Genetalia

Pada laki laki kematangan ditandai dengan testis yang berada pada

skrotum daan penis yang berlubang.

Pada perempuan kematangan ditandai dengan vagina dan uretra

yang berlubang, serta adanya labia minora dan mayora.

19) Eliminasi baik yang ditandai dengan keluarnya mekonium dalam

24 jam pertama dan berwarna hitam kecoklatan. (Vivian dan

Nanny Dewi Lia, 2011:2)

c. Tahapan Bayi Baru Lahir

1) Tahap I terjadi segera setelah lahir, selama menit menit pertama

kelahiran. Pada tahap ini digunakan sistem scoring apgar untuk

fisik dan scoring gray untuk interaksi bayi dan ibu.

2) Tahap II disebut tahap transisional reaktivitas. Pada tahap II

dilakukan pengkajian selama 24 jam pertama terhadap adanya

perubahan perilaku.

3) Tahap III disebut tahap periodik, pengkajian dilakukan setelah 24

jam pertama yang meliputi pemeriksaan seluruh tubuh. (Vivian

dan Nanny Dewi Lia, 2011:3)

2. Asfiksia

a. Definisi Asfiksia

Keadaan dimana bayi tidak dapat bernapas secara spontan dan

teratur segera setelah lahir. Keadaan tersebut dapat disertai dengan

adanya hipoksia, hiperkapnea, dan sampai ke asidosis. Keadaan

asfiksia ini dapat terjadi karena kurangnya kemampuan fungsi

organ bayi seperti pengembangan paru paru. Proses terjadinya

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Kasusrepository.poltekkes-tjk.ac.id/2157/3/BAB II.pdf · 2021. 2. 22. · q) Solusio plasenta r) Plasenta previa s) Perdarahan intrapartum

asfiksia neonatorum ini dapat terjadi pada masa kehamilan,

persalinan, atau dapat terjadi setelah lahir. (Maryanti Dwi,

Sujianti, Budiarti Tri, 2011:176)

Asfiksia pada bayi baru lahir adalah kegagalan untuk bernapas

secara spontan dan teratur segera setelah lahir. Selain dapat

menyebabkan kematian, asfiksia juga dapat menyebabkan

kecacatan. (Rohmatin Homsiatur, Agustina W, Umi N, 2014:5)

Asfiksia neonatorum adalah suatu keadaan bayi baru lahir

yang gagal bernapas secara spontan dan teratur segara setelah lahir

seehingga bayi tidak dapat memasukkan oksigen daan tidak dapat

mengeluarkan zat asam arang dari tubuhnya. (Vivian dan Dewi

Nanny Lia, 2011:9)

b. Klasifikasi Asfiksia

Berdasarkan nilai APGAR asfiksia diklasifikasikan menjadi 4 :

1) Asfiksia berat (APGAR skor 0 – 3)

2) Asfiksia sedang (APGAR skor 4 – 6)

3) Asfiksia ringan (APGAR skor 7 – 9)

4) Bayi normal (APGAR 10)

(Rohmatin Homsiatur, Widayati Agustina, Narsih Umi,

2014:5)

Tanda Nilai : 0 Nilai : 1 Nilai : 2

Appearance

(warna kulit)

Pucat/biru

seluruh tubuh

Tubuh merah,

ekstremitas biru

Seluruh

tubuh

kemerahan

Pulse

(denyut

jantung)

Tidak ada <100 >100

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Kasusrepository.poltekkes-tjk.ac.id/2157/3/BAB II.pdf · 2021. 2. 22. · q) Solusio plasenta r) Plasenta previa s) Perdarahan intrapartum

Grimace

(tonus otot)

Tidak ada Ekstremitas

sedikit fleksi

Gerakan

aktif

Activity

(aktifitas)

Tidak ada Sedikit gerak Langsung

menangis

Respiration

(pernapasan)

Tidak ada Lemah/tidak

teratur

Menangis

Interpretasi :

1) Nilai 1 – 3 asfiksia berat

2) Nilai 4 – 6 asfiksia sedang

3) Nilai 7 – 10 asfiksia ringan (normal)

(Vivian dan Dewi Nanny Lia, 2011:2 – 3)

c. Penyebab dan Faktor Risiko Asfiksia

Beberapa kondisi ibu hamil dapat menyebabkan gangguan

sirkulasi darah uteroplasenter sehingga pasokan oksigen ke bayi

menjadi berkurang yang mengakibatkan hipoksia bayi di dalam

rahim dan dapat berlanjut menjadi asfiksia bayi baru lahir.

Beberapa faktor tertentu diketahui dapat berlanjut menjadi asfiksia

pada bayi baru lahir, diantaranya adalah faktor ibu, faktor tali

pusat, dan faktor bayi.

1) Faktor ibu : Preeklamsi, eklamsi, perdahan abnormal (plasenta

previa atau solusio plasenta), kehamilan lewat waktu (sesudah

42 minggu kehamilan), partus lama, rupture uteri yang

memberat, dan kontraksi uterus yang terus menerus

mengganggu sirkulasi darah ke plasenta .

2) Faktor tali pusat : Lilitan tali pusat, tali pusat pendek, simpul

tali pusat, dan prolapsus tali pusat.

3) Faktor bayi : Bayi prematur, persalinan dengan tindakan

(sungsang, bayi kembar, distosia bahu, ekstraksi vakum,

ekstraksi forceps), kelainan bawaan (congenital) dan air

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Kasusrepository.poltekkes-tjk.ac.id/2157/3/BAB II.pdf · 2021. 2. 22. · q) Solusio plasenta r) Plasenta previa s) Perdarahan intrapartum

ketuban bercampur mekonium yang berwarna kehijauan.

(Rohmatin Homsiatur, Widayati Agustina, Narsih Umi, 2014:5)

Sedangkan menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia terdapat 2

faktor risiko : faktor risiko antepartum dan faktor risiko

intepartum

1) Faktor risiko antepartum

a) Diabetes pada ibu

b) Hipertensi dalam kehamilan hipertensi kronik

c) Anemia janin atau isoimunisasi

d) Riwayat kematian janin atau neonatus

e) Perdarahan pada trimester dua dan tiga

f) Infeksi ibu

g) Ibu dengan penyakit jantung, ginjal, paru, tiroid atau

kelainan nerologi

h) Polihidramnion

i) Oligohidramnion

j) Ketuban pecah dini

k) Hidrops fetalis

l) Kehamilan lewat waktu

m) Kehamilan ganda

n) Berat janin tidak sesuai dengan masa kehamilan

o) Terapi obat seperti magnesium karbonat, beta blocker

p) Ibu pengguna obat bius

q) Malformasi atau anomali janin

r) Berkurangnya gerakan janin

s) Tanpa pemeriksaan antenatal

t) Usia <16 atau >35 tahun

2) Faktor risiko intepartum

a) Seksio sesaria darurat

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Kasusrepository.poltekkes-tjk.ac.id/2157/3/BAB II.pdf · 2021. 2. 22. · q) Solusio plasenta r) Plasenta previa s) Perdarahan intrapartum

b) Kelahiran dengan ekstraksi forcep dan vakum

c) Letak sungsang atau persentasi abnormal

d) Kelahiran kurang bulan

e) Partus presipitatus

f) Kariomnionitis

g) Ketuban pecah lama (>18 jam sebelum persalinan)

h) Partus lama (>24 jam)

i) Makrosomia

j) Bradikardia janin persisten

k) Frekuensi jantung janin yang tidak beraturan

l) Penggunaan anastesi umum

m) Hiperstimulus uterus

n) Penggunaan obat narkotika pada ibu dalam 4 jam sebelum

persalinan

o) Air ketuban bercampur mekonium

p) Prolaps tali pusat

q) Solusio plasenta

r) Plasenta previa

s) Perdarahan intrapartum

(Kosim M. Sholeh; dkk, 2014:108 – 109)

Menurut Dwi Maryanti banyak faktor yang menyebabkannya

diantaranya adanya penyakit pada ibu sewaktu ibu hamil seperti

hipertensi, paru, gangguan kontraksi uterus. Dapat juga faktor

plasenta seperti janin dengan solusio plasenta, atau juga faktor

janin itu sendiri seperti kelainan pada tali pusat dengan

menumbung atau melilit pada leher atau juga kompresi tali pusat

antara janin dan jalan lahir. Kemudian faktor persalinan yaitu

partus lama atau partus dengan tindakan tertentu. (Maryanti Dwi,

Sujianti, Budiarti Tri, 2011:176)

d. Tanda dan Gejala Asfiksia

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Kasusrepository.poltekkes-tjk.ac.id/2157/3/BAB II.pdf · 2021. 2. 22. · q) Solusio plasenta r) Plasenta previa s) Perdarahan intrapartum

Beberapa tanda dan gejala yang dapat muncul pada asfiksia

neonatorum adalah

1) Tidak ada pernapasan (apnea) atau pernapasan lambat

(kurang dari 30x/menit).

Apnea terbagi atas dua yaitu

a) Apnea primer : Pernapasan cepat, denyut nadi menurun,

dan tonus neuromuscular menurun.

b) Apnea sekunder : Apabila asfiksia berlanjut, bayi

menunjukkkan pernapasan megap megap yang dalam,

denyut jantung terus menurun, terlihat lemah (pasif), dan

pernapasan makin lama makin lemah.

2) Pernapasan tidak teratur, dengkuran, atau retraksi (perlekukan

dada).

3) Tangisan lemah.

4) Warna kulit pucat atau biru.

5) Tonus otot lemas atau terkulai.

6) Denyut jantung tidak ada atau perlahan (kurang dari

100x/menit).

(Jenny J.S Sondakh, M.Clin.Mid, 2013:176)

Gejala asfiksia yang paling khas antara lain : Pernapasan cepat,

pernapasan cuping hidung, sianosis, nadi cepat, refleks lemah, dan

warna kulit pucat. Penilaian apgar skor menunjukkan adanya

asfiksia ringan, asfiksia sedang, atau asfiksia berat. (Maryanti

Dwi, Sujianti, Budiarti Tri, 2011:177)

e. Dampak Asfiksia Bagi Bayi Baru Lahir

1) Dampak sistem kardiovaskuler

Bayi dengan asfiksia perinatal dapat mengalami iskemia

miokardial transien. Secara klinis dapat juga ditemukan

gejala gagal jantung seperti, takipnu, takikardia, pembesaran

irama hati dan derap. Ekokardiografi menunjukkan struktur

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Kasusrepository.poltekkes-tjk.ac.id/2157/3/BAB II.pdf · 2021. 2. 22. · q) Solusio plasenta r) Plasenta previa s) Perdarahan intrapartum

jantung yang normal tetapi kontraksi ventrikel kiri berkurang

terutama di dinding posterior. Selain itu ditemukan hipertensi

pulmonal persisten, insufisiensi tricuspid, nekrosis

miokardium, dan renjatan.

2) Dampak terhadap ginjal

Hipoksia ginjal dapat menimbulkan gangguan perfusi dan

dilusi ginjal, serta kelainan filtrasi glumerulus. Hal ini timbul

karena proses redistribusi aliran darah akan menimbulkan

beberapa kelainan ginjal antara lain nekrosis tubulus dan

perdarahan medulla. Dalam penelitian terhadap 7 orang

neonatus dengan asfiksia perinatal ditemukan 4 dari 7 orang

neonatus mengalami gagal ginjal. Gejala utama oliguria

disertai dengan peningkatan blood urea nitrogen (BUN) dan

kreatinin. Gagal ginjal diduga terjadi karena ginjal sangat

sensitif terhadap hipoksia. Hipoksia yang terjadi dalam 24

jam pertama kehidupan akan mengakibatkan iskemia ginjal

yang awalnya bersifat sementara namun bila hipoksia

berlanjut akan menyebabkan kerusakan korteks dan medulla

yang bersifat menetap.

3) Dampak terhadap saluran cerna

Bayi asfiksia mempunyai risiko terjadinya iskemia saluran

cerna dan enterokolitis nekrotikan (EKN). Hal ini disebabkan

pada bayi asfiksia terjadi redistribusi aliran darah ke organ

organ vital. Perfusi otak dan jantung dipertahankan dengan

mengorbankan ginjal dan usus..

Gejala klinis EKN ada 2 tipe berdasarkan saat

timbulnya, yaitu EKN dini dan EKN lambat. Tipe pertama

seringkali terjadi 24 – 48 jam sesudah lahir. Tipe ini pada

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Kasusrepository.poltekkes-tjk.ac.id/2157/3/BAB II.pdf · 2021. 2. 22. · q) Solusio plasenta r) Plasenta previa s) Perdarahan intrapartum

umumnya terjadi pada bayi cukup bulan yang sakit berat.

Faktor risiko pada kelompok ini adalah, asfiksia neonatorum,

gagal nafas, polisetemia dan tranfusi tukar. Bayi bayi ini

biasanya belum mendapat makanan enteral. Penyebab EKN

dini adalah hipoksik-eskemik. Tipe yang kedua terjadinya

agak lambat dan terutama pada bayi kurang bulan, yaitu bayi

yang telah mendapat makanan enteral. Penyebab EKN tipe ini

adalah makanan enteral yang berlebihan dan bakteri tumbuh

lampau, sedangkan fungsi intestinal dan daya tahan tubuhnya

masih rendah.

4) Dampak terhadap hati

Hati dapat mengalami kerusakan yang berat (shock liver),

sehingga fungsinya dapat terganggu. Kegagalan fungsi hati

merupakan pertanda prognosis yang buruk.

5) Dampak terhadap sistem darah

Asfiksia berakibat pada rusaknya pembuluh darah, kegagalan

hati membuat faktor pembekuan dan sumsum tulang gagal

memproduksi trombosit.

6) Dampak terhadap paru

Dampak asfiksia terhadap paru adalah hipertensi pulmonal

persisten, mekanisme terjadinya adalah vasokonstriksi paru

akibat hipoksia dan asidosis, pembentukan otot arteriol paru

pada masa prenatal, pelepasan zat aktif seperti leukotrin dan

pembentukan mikrotrombus; perdarahan paru, edem paru

karena gagal jantung, HMD sekunder akibat gangguan

produksi surfaktan karena asfiksia, dan aspirasi mekonium.

Pengobatan berupa oksigenasi dan ventilasi yang adekuat.

(Vera Muna Manoe dan Idham Amir, 2016:75 – 77)

f. Patofisiologi

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Kasusrepository.poltekkes-tjk.ac.id/2157/3/BAB II.pdf · 2021. 2. 22. · q) Solusio plasenta r) Plasenta previa s) Perdarahan intrapartum

Kondisi patofisiologis yang menyebabkan asfiksia meliputi

kurangnya oksigenasi sel, retensi karbondioksida berlebihan, dan

asidosis metabolik. Kombinasi ketiga peristiwa tersebut

menyebabkan kerusakan sel dan lingkungan biokimia yang tidak

cocok dengan kehidupan. Tujuan resusitasi adalah intervensi tepat

waktu yang membalikkan efek efek biokimia asfiksia, sehingga

mencegah kerusakan otak dan organ yang irreversible, yang

akibatnya akan ditanggung sepanjang hidup.

Pada awalnya, frekuensi jantung dan tekanan darah akan

meningkat dan bayi melakukan upaya megap megap (gasping).

Bayi kemudioan masuk ke periode apnea primer. Bayi yang

menerima stimulasi adekuat selama apnea akan mulai melakukan

usaha napas lagi. Stimulasi dapat terdiri atas stimulasi taktil

(mengeringkan bayi) dan stimulasi termal (oleh suhu persalinan

yang lebih dingin).

Bayi bayi mengalami proses asfiksia lebih jauh berada dalam

tahap apnea sekunder. Apnea sekunder dapat dengan cepat

menyebabkan kematian jika bayi tidak benar benar didukung oleh

pernapasan buatan, dan bila diperlukan, dilakukan kompresi

jantung. Warna bayi, berubah dari biru ke putih karena bayi baru

lahir menutup sirkulasi perifer sebagai upaya memaksimalkan

aliran darah ke organ organ seperti jantung, ginjal, dan adrenal.

Selama apnea, penurunan oksigen yang tersedia menyebabkan

pembuluh darah di paru paru mengalami konstriksi. Keadaan

vasokonstriksi ini menyebabkan paru resistant terhadap ekspansi,

sehingga mempersulit kerja resusitasi janin yang persisten.

Foramen ovale terus membuat pirau darah dari atrium kanan ke

atrium kiri dan ductus arteriosus terus membuat pirau darah ke

aorta, melewati paru paru yang konstriksi. Bayi baru lahir dalam

keadaan asfiksia tetap memiliki banyak gambaran sirkulasi janin.

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Kasusrepository.poltekkes-tjk.ac.id/2157/3/BAB II.pdf · 2021. 2. 22. · q) Solusio plasenta r) Plasenta previa s) Perdarahan intrapartum

Selama hipoksia, perubahan biokimia yang serius

menyebabkan penimbunan sampah metanbolik akibat

metabolisme anaerob. Akibat ketidakadekuatan ventilasi, bayi

baru lahir cepat menimbun karbondioksida. Hiperkarbia ini

mengakibatkan asidosis respiratorik yang lebih jauh lagi akan

menekan upaya napas.

Dalam periode waktu singkat, kurangnya oksigen

menyebabkan metabolisme pada bayi baru lahir berubah menjadi

metabolisme anaerob, terutama karena kurangnya glukosa yang

dibutuhkan untuk sumber energi pada saat kedaruratan. Hal ini

mengakibatkan akumulasi asam laktat dan asidosis metabolic.

Asidosis metabolic hanya akan hilang setelah periode waktu yang

signifikan dan merupakan masalah sisa bahkan setelah frekuensi

pernapasan dan frekuensi jantung adekuat.

Efek hipoksia terhadap utak sangat terlihat. Pada hipoksia

awal, aliran darah ke otak meningkat, sebagai bagian mekanisme

kompensasi. Kondisi tersebut hanya dapat memberikan

penyesuaian sebagian. Jika hipoksia berlanjut, maka tidak akan

terjadi penyesuaian akibat hipoksia pada sel sel otak. Beberapa

efek hipoksia yang paling berat muncul akibat tidak adanya zat

penyedia energi, seperti ATP; berhentinya kerja pompa ion ion

transeluler; akumulasi air, natrium, dan kalsium; dan kerusakan

akibat radikal bebas oksigen. Seiring dengan penurunan aliran

darah yang teroksigenisasi, maka asam amino yang meningkat

akibat pembengkakan jaringan otak akan dilepas. Proses ini dapat

mengakibatkan kerusakan neurologis yang mencolok atau samar

samar. Kejang dapat muncul selama 24 jam pertama setelah bayi

lahir. Awitan kejang selama periode ini merupakan tanda yang

mengkhawatirkan dan merupakan tanda peningkatan

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Kasusrepository.poltekkes-tjk.ac.id/2157/3/BAB II.pdf · 2021. 2. 22. · q) Solusio plasenta r) Plasenta previa s) Perdarahan intrapartum

kemungkinan terjadinya kerusakan otak yang permanen. (Jenny

J.S Sondakh, M.Clin.Mid, 2013:177 – 178)

3. Penanganan Awal Asfiksia

a. Penilaian Awal

Penilaian awal dilakukan pada setiap bayi baru lahir untuk

menentukan apakah tindakan resusitasi harus dimulai. Segera

setelah lahir, dilakukan penilaian pada semua bayi dengan cara

petugas bertanya pada dirinya sendiri dan harus menjawab segera

dalam waktu singkat.

1) Apakah bayi lahir cukup bulan?

2) Apakah air ketuban jernih atau tidak (bercampur mekonium)?

3) Apakah bayi bernapas adekuat atau menangis?

4) Apakah tonus otot baik?

Bila semua jawaban diatas “ya”, berarti bayi baik dan tidak

memerlukan tindakan resusitasi. Pada bayi ini segera dilakukan

Asuhan Bayi Normal. Bila salah satu atau lebih jawaban “tidak”,

bayi memerlukan tindakan resusitasi segera dimulai dengan

langkah awal resusitasi.

b. Bayi yang Memerlukan Resusitasi

1) Bila salah satu atu lebih dari 4 penilaian awal dijawab “tidak”,

bayi memerlukan tindakan resusitasi.

2) Bayi yang lahir kurang bulan mempunyai kecenderungan

untuk lebih memerlukan resusitasi karena beberapa hal

berikut. Bayi kurang bulan mudah mengalami hipotermia

karena rasio luas permukaan dan masa tubuhnya relative

besar, lemak subkutan sedikit, dan imaturitas pusat pengatur

suhu.

3) Bayi yang lahir dengan air ketuban bercampur mekonium dan

tidak bugar (ditandai dengan depresi pernapasan, frekuensi

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Kasusrepository.poltekkes-tjk.ac.id/2157/3/BAB II.pdf · 2021. 2. 22. · q) Solusio plasenta r) Plasenta previa s) Perdarahan intrapartum

jantung kurang dari 100 x/menit, dan tonus ototnya buruk),

mungkin memerlukan pengisapan trakea setelah seluruh tubuh

lahir. Pengisapan intrapartum saat kepala lahir sebelum bahu

dilahirkan, tidak direkomendasikan sebagai tindakan rutin.

Setelah penilaian awal dan tindakan yang perlu sudah dilakukan,

penilaian dilakukan secara berkala selama proses resusitasi.

Penilaian berkala selama resusitasi didasarkan pada pernapasan,

frekuensi denyut jantung, tonus otot, warna. Evaluasi dan

intervensi merupakan proses simultan terutama bila lebih dari

seorang resusitator hadir. Walaupun demikian, untuk lebih jelas,

proses ini dijabarkan sebagai sekues langkah pada diagram alur,

yang diambil dari panduan dalam program resusitasi BBL dari

American Academy of Pediatrics dan American Heart Association

2006.

Untuk menentukan apakah bayi baru lahir memerlukan resusitasi

atau tidak perlu memperhatikan 4 aspek :

1) PERNAPASAN

Setelah beberapa usaha pernapasan awal, bayi akan bernapas

secara reguler dan mantap sehingga cukup untuk

mempertahankan frekuensi jantung lebih dari 100x/menit.

Bila frekuensi jantung tidak dapat dipertahankan lebih

100x/menit, ventilasi tekanan positif perlu dilakukan. Retraksi

atau cekungan di daerah iga bawah dan sternum merupakan

tanda penting bahwa bayi menderita kesulitan

mengembangkan paru. Bila ini terjadi, bayi akan lebih baik

bila diberi ventilasi tekanan positif atau continuous positive

airway pressure (CPAP). “Apnu yang menetap, terutama

berhubungan dengan hipotonia, dan frekuensi jantung yang

kurang dari 100x/menitmerupakan tanda serius dan bayi

membutuhkan ventilasi tekanan positif”.

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Kasusrepository.poltekkes-tjk.ac.id/2157/3/BAB II.pdf · 2021. 2. 22. · q) Solusio plasenta r) Plasenta previa s) Perdarahan intrapartum

2) FREKUENSI DENYUT JANTUNG

Frekuensi denyut jantung dapat diperiksa dengan

mendengarkan pulsasi jantung dengan memakai stetoskop,

atau meraba pulsasi pada pangkal tali pusat. Bisa pulsasi tidak

teraba pada pangkal tali pusat, harus diperiksa dengan

menggunakan stetoskop. Oksimetri nadi dapat menunjukkan

gambaran yang akurat dan berkesinambungan dari frekuensi

denyut jantung dalam satu menit setelah lahir. Ini merupakan

bantuan yang berguna pada penilaian dan penanganan pada

BBL sakit.

3) TONUS

Seorang bayi dengan tonus yang baik, yaitu terdaapat gerakan

ekstremitas dengan postur fleksi, jarang mejadi buruk;

sedangkan bayi yang lemas, yaitu tidak ada gerakan dan

postur ekstensi, lebih sering memerlukan resusitasi aktif.

4) WARNA

Bayi yang normal secara bertahap warna kulit akan menjadi

kemerahan setelah menit menit pertama kehidupan. Bayi yang

diresusitasi secara efektif dengan oksigen 100% akan

menunjukkan warna kemerahan lebih cepat. Sianosis dapat

sulit dikenali. Sianosis dapat ditentukan dengan memeriksa

bibir dan gusi. Tangan dan kaki yang biru adalah keadaan

normal ditemukan segera setelah lahir. Oksimeter nadi yang

dipakaikan pada tangan kanan dapat memberikan gambaran

yang akurat dan berkesinambungan tentang saturasi oksigen

pra duktus satu menit setelah lahir. Pucat yang parah mungkin

menunjukkan anemia berat, hipovolemia, dan asidosis. Juga

hal ini terjadi pada bayi yang menderita hipotensi karena syok

dan luaran (output) jantung yang buruk.

c. Langkah Awal Resusitasi

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Kasusrepository.poltekkes-tjk.ac.id/2157/3/BAB II.pdf · 2021. 2. 22. · q) Solusio plasenta r) Plasenta previa s) Perdarahan intrapartum

Bila salah satu atau lebih dari penilaian awal mendapat jawaban

“tidak”, langkah awal resusitasi harus segera dilakukan. Langkah

awal tersebut adalah HAIKAL (Hangatkan, Atur posisi, Isap

lendir, Keringkan, Atur posisi kembali, Lakukan Penilaian)

Langkah awal resusitasi terdiri dari tindakan berurutan sebagai

berikut :

1) Memberikan kehangatan

Memberikan kehangatan untuk menghindari hipotermia

dilakukan dengan cara meletakkan bayi diatas meja resusitasi

di bawah pemancar panas. Tempat ini harus sudah

dihangatkan sebelumnya. Setelah membuka jalan napas dan

menghisap lender, upaya mencegah kehilangan panas

dilanjutkan dengan mengeringkan bayi lalu menyingkirkan

kain yang basah, dan membungkus bayi dengan kain/selimut

yang hangat.

Bayi yang lahir dengan umur gestasi kuraang dari 28

minggu dapat dibantu untuk mempertahankan kehangatannya

setelah lahir degan cara berikut. Segera setelah lahir, tanpaa

dikeringkan lebih dahulu bayi diletakkan atau dibungkus

dengan kantong plastik polietilen yang tembus pandang,

kepala bayi di luar kantong dan ditutupi topi, sedangkan

seluruh tubuh dibungkus plastik. Keadaan ini dipertahankaan

selama petugas melakukan tindakan resusitasi yang

diperlukan, sampai kemudian bayi diletakkan di tempat yang

sesuai. Cara demikian pada saat ini diajukan sebagai asuhan

baku. Namun demikian dalam melaksanakan pencegahan

hipotermia, harus dihindari agar bayi tidak menjadi

hipertermia. Hipertermia sama berbahayanya dengan

hipotermia. Pada prinsipnya bayi harus dalam keadaan

normotermia, yaitu suhu tubuh 36,5 - 37,5 derajat celcius.

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Kasusrepository.poltekkes-tjk.ac.id/2157/3/BAB II.pdf · 2021. 2. 22. · q) Solusio plasenta r) Plasenta previa s) Perdarahan intrapartum

Beberapa penelitian multisenter tentang efek

hipotermia dalam menurunkan kejadian ensefalopatia

hipoksik iskemik padaa BBL menghasilkn hasil berbeda.

Salah satu penelitia menunjukkan bahwa hipotermiaa tidak

berhubungan dengan penurunan jumlah bayi cacat berat pada

umur 18 bulan. Penelitian lain menunjukkan keuntungan pada

kelompok bayi dengan esefalopatia sedang. Data yang ada

saat ini belum cukup untuk megaanjurkan penggunaan rutin

hipotermia sistemik sederhana atau selebral selektif setelah

resusitasi bayi dengan asfiksia. Perlu dilakukan penelitian

lebih lanjut. Sesuai dengan panduan resusitasi BBL oleh AAP

dan AHA, saat ini yang penting diperhatikan adalah menjaga

bayi tetap normotermia.

2) Meletakkan bayi pada posisi yag benar

BBL harus diletakkan terlentang dengan kepala pada posisi

menghidu atau sedikit ekstensi. Bila usaha pernapasan ada

tetapi tidak menghasilkan ventilasi efektif (frekuensi denyut

jantung tidak meningkat lebih dri 100x/menit), jalan napas

mungkin tersumbat dan posisi kepala harus diperbaiki.

3) Membersihkan jalan nafas (Mengisap mulut dan farings)

BBL normal tidak membutuhkan pengisapan dari mulut,

hidung, atau farings setelah lahir secara berlebihan. Bayi akan

dapat memersihkan jalan napasnya dengan sendirinya secara

efektif. Bila terdapat sekresi yang menyumbat jalan napas,

secret dapat dibersihkan dengan kateter penghisap yang

mempunyai lubang besar (no.10 – 12 F). walaupun demikian,

pengisapan farings dapat menyebabkan spasme larings,

trauma pada jaringan lunak, bradikardia, dan tertundanya

pernapasan spontan. Oleh karena itu, setiap pengispan farings

harus dilakukan dengan hati hati. Bila dilakukan pengisapan

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Kasusrepository.poltekkes-tjk.ac.id/2157/3/BAB II.pdf · 2021. 2. 22. · q) Solusio plasenta r) Plasenta previa s) Perdarahan intrapartum

pada BCB, lama pengisapan harus dibatasi dalam 5 detik dan

tidak lebih dari 5 cm dalamnya dari bibir bayi.

Tatalaksana jalan napas bayi dengan air ketuban

bercampur mekonium : Pengisapan mulut dan farings

intrapartum, yaitu setelah kepala lahir sebelum bahu lahir,

tidak membuat perbedaan pada bayi dengan cairan ketuban

bercampur mekonium dank arena itu tidak lagi

direkomendasikan sebagai tatalaksana rutin. Demikian pula

intubasi secara rutin pada bayi dengan cairan amnion

mengandung mekonium tetapi bayi bugar, tidak

direkomendasikan karena hal tersebut tidak mengubah hasil

dan dapat menyebabkan bahaya. Bila cairan amnion

bercampur mekonium dan bayi tidak bernapas atau

mengalami depresi pernapasan dan penurunan tonus otot,

pengisapan mekonium dari mulut dan farings harus dilakukan

segera dengan laringoskop langsung dan bila perlu, diikuti

dengan intubasi dan pengisapan trakea.

4) Mengeringkan, sambil merangsang taktil

Pengeringan dan perangsangan sekaligus merupakan

intervensi penilaian dan resusitasi. Bila bayi gagal

mempertahankan pernapasan spontan dan efektif dengan

meningkatkan frekuensi denyut jantung lebih dari 100x/menit,

ventilasi tekanan positif perlu dilakukan. Rangsang taktil

dapat pula dilakukan dengan menepuk /menjentik telapak

kaki dengan hati hati, menggosok punggung atau perut.

Tindakan ini akan merangsang sebagian besar BBL untuk

bernapas. Melakukan rangsang taktil terus menerus pada bayi

yang apnea adalah berbahaya dan tidak boleh dilakukan. Bila

bayi tetap tidak bernapas, bantuan ventilasi harus segera

dimulai.

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Kasusrepository.poltekkes-tjk.ac.id/2157/3/BAB II.pdf · 2021. 2. 22. · q) Solusio plasenta r) Plasenta previa s) Perdarahan intrapartum

5) Memposisikan kembali

Memposisikan bayi dengan posisi yang benar setelah bayi

dikeringkan dan dilakukan rangsang taktil.

6) Menilai bayi

Setelah langkah awal selesai dilakukan dan bayi sudah

diposisikan kembali, dilakukan penilaian pernapasan,

frekuensi jantung dan warna kulit. Bila bayi apnu atau megap

megap atau frekuensi jantung di bawah 100x/menit, lakukan

ventilasi tekanan positif. Bila pernapasan dan frekuensi

jantung bayi memadai tetapi bayi sianosis (sentral), berikan

oksigen aliran bebas. Oksigen aliran bebas dapat diberikan

dengan cara meletakkan sungkup oksigen melekat pada wajah

bayi dengan pipa oksigen diletakkan di dekat wajah bayi, atau

dengan sungkup balon tidak mengembang sendiri diletakkan

di dekat wajah. (Kosim M. Sholeh; dkk, 2014:109 – 112)

B. Kewenangan Bidan Terhadap Kasus Tersebut

Sesuai dengan UUD No.4 tahun 2019 tentang kebidanan yang

disaahkan oleh Presiden Joko Widodo pada tanggal 13 Maret 2019 disebutkan

pada Pasal 50 Paragraf 2 Pelayanan Kesehatan Anak pada huruf (a)

Memberikan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir, bayi, balita, dan anak

prasekolah. Dan pada huruf (d) Memberikan pertolongan pertama

kegawatdaruratan pada bayi baru lahir dilanjutkan dengan rujukan.

Dan terdapat dalam PERMENKES No.28 tahun 2017 tentang izin dan

penyelenggaraan praktik bidan pada Pasal 20 ayat 2 huruf (b) disebutkan

bahwa bidan berwenang Melakukan penanganan kegawatdaruratan,

dilanjutkan dengan rujukan. Dan pada ayat 4 huruf (a) Penanganan awal

asfiksia bayi baru lahir melalui pembersihan jalan nafas, ventilasi tekanan

positif, dan/atau kompresi jantung.

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Kasusrepository.poltekkes-tjk.ac.id/2157/3/BAB II.pdf · 2021. 2. 22. · q) Solusio plasenta r) Plasenta previa s) Perdarahan intrapartum

C. Hasil Penelitian Terkait

Dalam penyusunan laporan tugas akhir ini, penulis sedikit banyak mereferensi

dan terinspirasi dari penelitian penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan

latar belakang masalah pada laporan tugas akhir ini.

1. Penelitian oleh Munjiah, 2018

“Asuhan Kebidanan pada Bayi Baru Lahir dengan Asfiksia”

Penelitian ini dilakukan di RSUD Ansari Saleh Banjarmasin yang

dilaksanakan pada tanggak 05 November 2018.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebelum dilakukan tindakan

penanganan awal dan lanjutan pada bayi baru lahir dengan asfiksia sedang

didapatkan hasil pemeriksaan : Frekuensi jantung 90x/menit, tonus otot

kurang baik, sianosis, dan reflek masih ada. Setelah dilakukan Langkah

Awal Resusitasi (HAIKAL), pemberian oksigen, infuse D5, dan

pemberian injeksi obat bayi menangis, bernapas normal, warna kulit

kembali normal, dan gerakan aktif. Bayi diperbolehkan pulang setelah 3

hari dirawat di ruangan bayi. Maka didapatkan kesimpulan bahwa asuhan

kebidanan bayi baru lahir dengan asfiksia berhasil diawali dengan langkah

resusitasi awal (HAIKAL) dan tidak ada kesenjangan antara teori dan

praktek.

2. Penelitian oleh Yahya Nur Hasanah, 2014

“Asuhan Kebidanan Bayi Baru Lahir dengan Asfiksia Sedang”

Penelitian ini dilakukan di ruang VK RSUD Karanganyar yang

dilaksanakan pada tahun 2014.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa bayi baru lahir spontan dengan

induksi dengan indikasi KPD 10 jam dengan asfiksia sedang, sebelum

dilakukan tindakan APGAR skor pada 1 menit pertama adalah 6. Setelah

ditegakkan diagnosa dan diberikan penanganan resusitasi awal bayi

semakin baik, APGAR skor meningkat. Dari hasil tersebut dapat

disimpulkan bahwa asuhan yang diberikan dikatakan efektif karena bayi

dapat bernapas dengan normal dan teratur serta APGAR skor meningkat.

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Kasusrepository.poltekkes-tjk.ac.id/2157/3/BAB II.pdf · 2021. 2. 22. · q) Solusio plasenta r) Plasenta previa s) Perdarahan intrapartum

3. Penelitian dilakukan oleh U Latifah, 2014

“Faktor Risiko Kejadian Asfiksia pada Menit kelima”

Penelitian ini dilakukan di RSU Kardinah Kota Tegal dan dilaksanakan

pada bulan Juni – Agustus 2014.

Hasil penelitian menunjukkan bayi yang tidak sesuai pada langkah awal

resusitasi dalam 30 detik pertama yaitu HAIKAL (hangatkan, atur posisi,

isap lender, keringkan sambil rangsang taktil, reposisi kembali, dan

penilaian) maka pada 5 menit selanjutnya akan tetap mengalami asfiksia.

4. Penelitian dilakukan oleh Mustar, 2016

“Asuhan Kebidanan dengan Asfiksia Ringan”

Penelitian ini dilakukan oleh seorang dosen AKBID Bina Sehat Nusantara

Bone pada Mei 2016. Penelitian ini menggunakan desain penelitian quasi

experiment dengan menggunakan rancangan penelitian pre and post test

without control. Sampel penelitian sebanyak 30 responden yang diambil

dengan tehnik consecutive sampling. Responden mendapat perlakuan

sebanyak 1 kali dengan waktu selama 20 menit. Analisis data pada

penelitian ini menggunakan uji statistic marginal homogeneity wilcoxon.

Hasil penelitian ini, diagnosa/masalah actual pada bayi yaitu bayi cukup

bulan, presentase belakang kepala, spontan dengan asfiksia ringan.

Diagnosa potensial yaitu terjadinya asfiksia sedang. Tidak ada data yang

mendukung untuk melakukan tindakan segera dan kolabosari dengan

dokter karena kondisi bayi dalam keadaan stabil yaitu tidak ditemukan

adanya tanda tanda distress pernapasan atau hipotermi . tindakan asuhan

kebidanan pada bayi yaitu menilai keadaan bayi setelah lahir,

membersihkan jalan napas dengan mengisap lendir, mengeringkan dan

membungkus bayi, melakukan ranghsangan taktil. Hal tersebut sesuai

dengan teori langkah awal resusitasi atau disebut HAIKAL.

5. Penelitian dilakukan oleh Haslian, 2016

“Asuhan Kebidanan pada Bayi dengan Asfiksia Ringan”

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Kasusrepository.poltekkes-tjk.ac.id/2157/3/BAB II.pdf · 2021. 2. 22. · q) Solusio plasenta r) Plasenta previa s) Perdarahan intrapartum

Penelitian ini dilakukan oleh seorang dosen KBID Bina Sehat Nusantara

Bone pada mei 2016. Penelitian ini dilakukan di ruang IRD BLUD RS.

Tenriawaru Kelas B Bone. Jenis penelitian ini merupakan penelitian

analitik kuantitatif dengan pendekatan cross sectional. Jumlah populasi

dalam penelitian ini adalah sebanyak 42 tenaga perawat dengan jumlah

sampel sebanyak 42 perawat menggunakan teknik total sampling.

Hasil penelitian menguraikan yang dialami oleh bayi yaitu pernaapasan

cuping hidung, frekuensi napas 38x/menit, apgar skor setelah lahir 7/8,

ada secret menghalangi pernapasan, mulut terdapat lender dan tali pusat

masih basah. Diagnosa yaitu bayi cukup bulan, presentase belakang

kepala, spontan dengan asfiksia ringan. Diagnosa potensial yaitu potensial

terjadinya asfiksia sedang. Tindakan segera yang dilakukan yaitu

membersihkan jalan napas, mengisap lender, mengeringkan tubuh bayi,

melakukan rangsangan taktil dan pemberian oksigen. Hasil evaluasi yang

dilakukan pada bayi yaitu bayi dapat menangis dengan baik, suhu tubuh

36,5 derajat celcius, klien sudah bisa menyusu pada ibunya dan tidak

ditemukan adanya distress pernapasan.

D. Kerangka Teori

Penyebab :

1. Faktor ibu

2. Faktor bayi

3. Faktor talipusat

talitalipusat

Tanda dan Gejala :

1. Pernapasan tidak teratur

2. Tangisan lemah

3. Warna kulit pucat

4. Tonus otot lemas atau terkulai

5. Denyut jantung >100x/menit ASFIKSIA RINGAN

Dampak :

1. Rusaknya sistem kardiovaskuler

2. Gagal ginjal

3. Enterokolitis

4. Syok liver

5. Gagal memproduksi trombosit

6. Perdarahan paru dan edem paru

Penanganan :

HAIKAL

1. Hangatkan

2. Atur posisi

3. Isap lendir

4. Keringkan

5. Atur posisi kembali

6. Lakukan penilaian

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Kasusrepository.poltekkes-tjk.ac.id/2157/3/BAB II.pdf · 2021. 2. 22. · q) Solusio plasenta r) Plasenta previa s) Perdarahan intrapartum

Sumber :

1. Rohmatin Homsiatur, dkk. 2014:5

2. Jenny J.S Sondakh, M.Clin.Mid, 2013:176

3. Vera Muna Manoe dan Idham Amir, 2016:75 – 77

4. Kosim M. Sholeh; dkk, 2014:109 – 112

5. Ikatan Dokter Indonesia, 2014