36
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Definisi Solusio plasenta adalah terlepasnya sebagian atau keseluruhan plasenta dari implantasi normalnya (korpus uteri) setelah kehamilan 20 minggu dan sebelum janin lahir . Cunningham dalam bukunya mendefinisikan solusio plasenta sebagai separasi prematur plasenta dengan implantasi normalnya korpus uteri sebelum janin lahir (2) . Jika separasi ini terjadi di bawah kehamilan 20 minggu maka mungkin akan didiagnosis sebagai abortus imminens (5) . Sedangkan Abdul Bari Saifuddin dalam bukunya mendefinisikan solusio plasenta adalah terlepasnya plasenta dari tempat implantasi normalnya sebelum janin lahir, dan definisi ini hanya berlaku apabila terjadi pada kehamilan di atas 22 minggu atau berat janin di atas 500 gram .

Referat Solusio Plasenta Bab 2

Embed Size (px)

DESCRIPTION

semangat belajarnya

Citation preview

Page 1: Referat Solusio Plasenta Bab 2

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi

Solusio plasenta adalah terlepasnya sebagian atau keseluruhan plasenta

dari implantasi normalnya (korpus uteri) setelah kehamilan 20 minggu dan

sebelum janin lahir . Cunningham dalam bukunya mendefinisikan solusio

plasenta sebagai separasi prematur plasenta dengan implantasi normalnya

korpus uteri sebelum janin lahir (2). Jika separasi ini terjadi di bawah kehamilan

20 minggu maka mungkin akan didiagnosis sebagai abortus imminens (5).

Sedangkan Abdul Bari Saifuddin dalam bukunya mendefinisikan solusio plasenta

adalah terlepasnya plasenta dari tempat implantasi normalnya sebelum janin lahir,

dan definisi ini hanya berlaku apabila terjadi pada kehamilan di atas 22 minggu

atau berat janin di atas 500 gram .

Gambar 1.Solusio Plasenta (Placental abrubtion).

4

Page 2: Referat Solusio Plasenta Bab 2

5

2. Klasifikasi

a. Trijatmo Rachimhadhi membagi solusio plasenta menurut derajat

pelepasan plasenta (5):

1. Solusio plasenta totalis, plasenta terlepas seluruhnya.

2. Solusio plasenta partialis, plasenta terlepas sebagian.

3. Ruptura sinus marginalis, sebagian kecil pinggir plasenta yang terlepas.

b. Pritchard JA membagi solusio plasenta menurut bentuk perdarahan (3):

1. Solusio plasenta dengan perdarahan keluar

2. Solusio plasenta dengan perdarahan tersembunyi, yang membentuk hematoma

retroplacenter

3. Solusio plasenta yang perdarahannya masuk ke dalam kantong amnion .

c. Cunningham dan Gasong masing-masing dalam bukunya

mengklasifikasikan solusio plasenta menurut tingkat gejala klinisnya,

yaitu (2):

1. Ringan : perdarahan kurang 100-200 cc, uterus tidak tegang, belum ada tanda

renjatan, janin hidup, pelepasan plasenta kurang 1/6 bagian permukaan, kadar

fibrinogen plasma lebih 150 mg%.

2. Sedang : Perdarahan lebih 200 cc, uterus tegang, terdapat tanda pre renjatan,

gawat janin atau janin telah mati, pelepasan plasenta 1/4-2/3 bagian permukaan,

kadar fibrinogen plasma 120-150 mg%.

3. Berat : Uterus tegang dan berkontraksi tetanik, terdapat tanda renjatan, janin

mati, pelepasan plasenta dapat terjadi lebih 2/3 bagian atau keseluruhan

Page 3: Referat Solusio Plasenta Bab 2

6

3. Epidemiologi

Insiden solusio plasenta bervariasi antara 0,2-2,4 % dari seluruh

kehamilan. Literatur lain menyebutkan insidennya 1 dalam 77-89 persalinan, dan

bentuk solusio plasenta berat 1 dalam 500-750 persalinan . Slava dalam

penelitiannya melaporkan insidensi solusio plasenta di dunia adalah 1% dari

seluruh kehamilan. Di sini terlihat bahwa tidak ada angka pasti untuk insiden

solusio plasenta, karena adanya perbedaan kriteria menegakkan diagnosisnya (8).

Penelitian Cunningham di Parkland Memorial Hospital melaporkan 1 kasus

dalam 500 persalinan. Tetapi sejalan dengan penurunan frekuensi ibu dengan

paritas tinggi, terjadi pula penurunan kasus solusio plasenta menjadi 1 dalam 750

persalinan (2). Menurut hasil penelitian yang dilakukan Deering didapatkan 0,12%

dari semua kejadian solusio plasenta di Amerika Serikat menjadi sebab kematian

bayi . Penelitian retrospektif yang dilakukan oleh Ducloy di Swedia melaporkan

dalam 894.619 kelahiran didapatkan 0,5% terjadi solusio plasenta .

Cunningham di Amerika Serikat melakukan penelitian pada 763 kasus

kematian ibu hamil yang disebabkan oleh perdarahan. Hasilnya dapat dilihat pada

tabel berikut :

Tabel 2. 1 Kematian ibu hamil yang disebabkan perdarahan (2).

No. Penyebab Perdarahan Sampel (%)

1. Solusio Plasenta 141 19

2. Laserasi/ Ruptura uteri 125 16

3. Atonia Uteri 115 15

4. Koagulopathi 108 14

5. Plasenta Previa 50 7

Page 4: Referat Solusio Plasenta Bab 2

7

6. Plasenta Akreta/ Inkreta/ Perkrata 44 6

7. Perdarahan Uterus 44 6

8. Retained Placentae 32 4

Pada tabel 2. 1 diketahui bahwa solusio plasenta menempati tempat pertama

sebagai penyebab kematian ibu hamil yang disebabkan oleh perdarahan dalam

masa kehamilan (2).

Menurut data yang diperoleh dari Rumah Sakit Umum Pusat

Nasional Cipto Mangunkusumo (RSUPNCM) Jakarta didapat angka 2%

atau 1 dalam 50 persalinan. Antara tahun 1968-1971 solusio plasenta terjadi

pada kira-kira 2,1% dari seluruh persalinan, yang terdiri dari 14% solusio

plasenta sedang dan 86% solusio plasenta berat. Solusio plasenta ringan jarang

didiagnosis, mungkin karena penderita terlambat datang ke rumah sakit atau

tanda-tanda dan gejalanya terlalu ringan sehingga tidak menarik perhatian

penderita maupun dokternya (5).

Sedangkan penelitian yang dilakukan Suryani di RSUD. DR. M. Djamil

Padang dalam periode 2002-2004 dilaporkan terjadi 19 kasus solusio plasenta

dalam 4867 persalinan (0,39%) atau 1 dalam 256 persalinan .

4. Etiologi

Penyebab primer solusio plasenta belum diketahui secara pasti, namun ada

beberapa faktor yang menjadi predisposisi :

1. Faktor kardio-reno-vaskuler

Glomerulonefritis kronik, hipertensi essensial, sindroma preeklamsia dan

eklamsia. Pada penelitian di Parkland, ditemukan bahwa terdapat hipertensi pada

Page 5: Referat Solusio Plasenta Bab 2

8

separuh kasus solusio plasenta berat, dan separuh dari wanita yang hipertensi

tersebut mempunyai penyakit hipertensi kronik, sisanya hipertensi yang

disebabkan oleh kehamilan. Dapat terlihat solusio plasenta cenderung berhubungan

dengan adanya hipertensi pada ibu (2,3).

2. Faktor trauma

Trauma yang dapat terjadi antara lain :

- Dekompresi uterus pada hidroamnion dan gemeli.

- Tarikan pada tali pusat yang pendek akibat pergerakan janin yang banyak/bebas,

versi luar atau tindakan pertolongan persalinan.

- Trauma langsung, seperti jatuh, kena tendang, dan lain-lain.

Dari penelitian yang dilakukan Slava di Amerika Serikat diketahui bahwa

trauma yang terjadi pada ibu (kecelakaan, pukulan, jatuh, dan lain-lain) merupakan

penyebab 1,5-9,4% dari seluruh kasus solusio plasenta (9). Di RSUPNCM

dilaporkan 1,2% kasus solusio plasenta disertai trauma (5).

3. Faktor paritas ibu

Lebih banyak dijumpai pada multipara dari pada primipara. Holmer

mencatat bahwa dari 83 kasus solusio plasenta yang diteliti dijumpai 45 kasus

terjadi pada wanita multipara dan 18 pada primipara. Pengalaman di RSUPNCM

menunjukkan peningkatan kejadian solusio plasenta pada ibu-ibu dengan paritas

tinggi. Hal ini dapat diterangkan karena makin tinggi paritas ibu makin kurang baik

keadaan endometrium (2,3,5).

4. Faktor usia ibu

Dalam penelitian Prawirohardjo di RSUPNCM dilaporkan bahwa

terjadinya peningkatan kejadian solusio plasenta sejalan dengan meningkatnya

Page 6: Referat Solusio Plasenta Bab 2

9

umur ibu. Hal ini dapat diterangkan karena makin tua umur ibu, makin tinggi

frekuensi hipertensi menahun (1,2,3,5).

5. Leiomioma uteri (uterine leiomyoma) yang hamil dapat menyebabkan solusio

plasenta apabila plasenta berimplantasi di atas bagian yang mengandung

leiomioma (3).

6. Faktor pengunaan kokain

Penggunaan kokain mengakibatkan peninggian tekanan darah dan

peningkatan pelepasan katekolamin, yang mana bertanggung jawab atas terjadinya

vasospasme pembuluh darah uterus dan dapat berakibat terlepasnya plasenta.

Namun, hipotesis ini belum terbukti secara definitif. Angka kejadian solusio

plasenta pada ibu-ibu penggunan kokain dilaporkan berkisar antara 13-35% .

7. Faktor kebiasaan merokok

Ibu yang perokok juga merupakan penyebab peningkatan kasus solusio

plasenta sampai dengan 25% pada ibu yang merokok ≤ 1 (satu) bungkus per hari.

Ini dapat diterangkan pada ibu yang perokok plasenta menjadi tipis, diameter

lebih luas dan beberapa abnormalitas pada mikrosirkulasinya . Deering dalam

penelitiannya melaporkan bahwa resiko terjadinya solusio plasenta meningkat

40% untuk setiap tahun ibu merokok sampai terjadinya kehamilan (12)

8. Riwayat solusio plasenta sebelumnya

Hal yang sangat penting dan menentukan prognosis ibu dengan riwayat

solusio plasenta adalah bahwa resiko berulangnya kejadian ini pada kehamilan

berikutnya jauh lebih tinggi dibandingkan dengan ibu hamil lainnya yang tidak

memiliki riwayat solusio plasenta sebelumnya (3).

Page 7: Referat Solusio Plasenta Bab 2

10

9. Pengaruh lain, seperti anemia, malnutrisi/defisiensi gizi, tekanan uterus pada

vena cava inferior dikarenakan pembesaran ukuran uterus oleh adanya kehamilan,

dan lain-lain (16).

5. Patogenesis.

Solusio plasenta dimulai dengan terjadinya perdarahan ke dalam desidua

basalis dan terbentuknya hematom subkhorionik yang dapat berasal dari pembuluh

darah miometrium atau plasenta, dengan berkembangnya hematom subkhorionik

terjadi penekanan dan perluasan pelepasan plasenta dari dinding uterus (2,3).

Gambar 2. 2 Plasenta normal dan solusio plasenta dengan hematom

subkhorionik.

Apabila perdarahan sedikit, hematom yang kecil hanya akan sedikit

mendesak jaringan plasenta dan peredaran darah utero-plasenter belum terganggu,

serta gejala dan tandanya pun belum jelas. Kejadian baru diketahui setelah

plasenta lahir, yang pada pemeriksaan plasenta didapatkan cekungan pada

permukaan maternalnya dengan bekuan darah lama yang berwarna kehitaman.

Biasanya perdarahan akan berlangsung terus-menerus/tidak terkontrol karena

Page 8: Referat Solusio Plasenta Bab 2

11

otot uterus yang meregang oleh kehamilan tidak mampu berkontraksi untuk

membantu dalam menghentikan perdarahan yang terjadi. Akibatnya hematom

subkhorionik akan menjadi bertambah besar, kemudian akan medesak plasenta

sehingga sebagian dan akhirnya seluruh plasenta akan terlepas dari

implantasinya di dinding uterus. Sebagian darah akan masuk ke bawah selaput

ketuban, dapat juga keluar melalui vagina, darah juga dapat menembus masuk ke

dalam kantong amnion, atau mengadakan ekstravasasi di antara otot-otot

miometrium. Apabila ekstravasasinya berlangsung hebat akan terjadi suatu

kondisi uterus yang biasanya disebut dengan istilah Uterus Couvelaire, dimana

pada kondisi ini dapat dilihat secara makroskopis seluruh permukaan uterus

terdapat bercak-bercak berwarna biru atau ungu. Uterus pada kondisi seperti ini

(Uterus Couvelaire) akan terasa sangat tegang, nyeri dan juga akan

mengganggu kontraktilitas (kemampuan berkontraksi) uterus yang sangat

diperlukan pada saat setelah bayi dilahirkan sebagai akibatnya akan terjadi

perdarahan post partum yang hebat (3,5).

Akibat kerusakan miometrium dan bekuan retroplasenter adalah pelepasan

tromboplastin yang banyak ke dalam peredaran darah ibu, sehingga berakibat

pembekuan intravaskuler dimana-mana yang akan menghabiskan sebagian besar

persediaan fibrinogen. Akibatnya ibu jatuh pada keadaan hipofibrinogenemia.

Pada keadaan hipofibrinogenemia ini terjadi gangguan pembekuan darah yang

tidak hanya di uterus, tetapi juga pada alat-alat tubuh lainnya (5).

Page 9: Referat Solusio Plasenta Bab 2

12

6. Gambaran Klinis

Gambaran klinis dari kasus-kasus solusio plasenta diterangkan atas

pengelompokannya menurut gejala klinis (2,5):

1. Solusio plasenta ringan

Solusio plasenta ringan ini disebut juga ruptura sinus marginalis, dimana

terdapat pelepasan sebagian kecil plasenta yang tidak berdarah banyak. Apabila

terjadi perdarahan pervaginam, warnanya akan kehitam-hitaman dan sedikit

sakit. Perut terasa agak sakit, atau terasa agak tegang yang sifatnya terus

menerus. Walaupun demikian, bagian-bagian janin masih mudah diraba. Uterus

yang agak tegang ini harus selalu diawasi, karena dapat saja menjadi semakin

tegang karena perdarahan yang berlangsung. Salah satu tanda yang menimbulkan

kecurigaan adanya solusio plasenta ringan ini adalah perdarahan pervaginam

yang berwarna kehitam-hitaman (2,5).

2. Solusio plasenta sedang

Dalam hal ini plasenta telah terlepas lebih dari satu per empat bagian,

tetapi belum dua per tiga luas permukaan. Tanda dan gejala dapat timbul

perlahan-lahan seperti solusio plasenta ringan, tetapi dapat juga secara mendadak

dengan gejala sakit perut terus menerus, yang tidak lama kemudian disusul

dengan perdarahan pervaginam. Walaupun perdarahan pervaginam dapat sedikit,

tetapi perdarahan sebenarnya mungkin telah mencapai 1000 ml. Ibu mungkin

telah jatuh ke dalam syok, demikian pula janinnya yang jika masih hidup

mungkin telah berada dalam keadaan gawat. Dinding uterus teraba tegang terus-

menerus dan nyeri tekan sehingga bagian-bagian janin sukar untuk diraba.

Apabila janin masih hidup, bunyi jantung sukar didengar. Kelainan pembekuan

Page 10: Referat Solusio Plasenta Bab 2

13

darah dan kelainan ginjal mungkin telah terjadi, walaupun hal tersebut lebih

sering terjadi pada solusio plasenta berat (2,5).

3. Solusio plasenta berat

Plasenta telah terlepas lebih dari dua per tiga permukaannnya. Terjadi

sangat tiba-tiba. Biasanya ibu telah jatuh dalam keadaan syok dan janinnya telah

meninggal. Uterusnya sangat tegang seperti papan dan sangat nyeri. Perdarahan

pervaginam tampak tidak sesuai dengan keadaan syok ibu, terkadang perdarahan

pervaginam mungkin saja belum sempat terjadi. Pada keadaan-keadaan di atas

besar kemungkinan telah terjadi kelainan pada pembekuan darah dan

kelainan/gangguan fungsi ginjal (2,5,7).

7. Komplikasi

Komplikasi solusio plasenta pada ibu dan janin tergantung dari luasnya

plasenta yang terlepas, usia kehamilan dan lamanya solusio plasenta berlangsung.

Komplikasi yang dapat terjadi pada Ibu:

1. Syok perdarahan

Pendarahan antepartum dan intrapartum pada solusio plasenta hampir

tidak dapat dicegah, kecuali dengan menyelesaikan persalinan segera. Bila

persalinan telah diselesaikan, penderita belum bebas dari perdarahan

postpartum karena kontraksi uterus yang tidak kuat untuk menghentikan

perdarahan pada kala III persalinan dan adanya kelainan pada pembekuan darah.

Pada solusio plasenta berat keadaan syok sering tidak sesuai dengan jumlah

perdarahan yang terlihat (2,3,12).

Titik akhir dari hipotensi yang persisten adalah asfiksia, karena itu

pengobatan segera ialah pemulihan defisit volume intravaskuler secepat mungkin.

Page 11: Referat Solusio Plasenta Bab 2

14

Angka kesakitan dan kematian ibu tertinggi terjadi pada solusio plasenta berat.

Meskipun kematian dapat terjadi akibat nekrosis hipofifis dan gagal ginjal, tapi

mayoritas kematian disebabkan syok perdarahan dan penimbunan cairan yang

berlebihan. Tekanan darah tidak merupakan petunjuk banyaknya perdarahan,

karena vasospasme akibat perdarahan akan meninggikan tekanan darah.

Pemberian terapi cairan bertujuan mengembalikan stabilitas hemodinamik dan

mengkoreksi keadaan koagulopathi. Untuk tujuan ini pemberian darah segar adalah

pilihan yang ideal, karena pemberian darah segar selain dapat memberikan sel

darah merah juga dilengkapi oleh platelet dan faktor pembekuan .

2. Gagal ginjal

Gagal ginjal merupakan komplikasi yang sering terjadi pada penderita

solusio plasenta, pada dasarnya disebabkan oleh keadaan hipovolemia karena

perdarahan yang terjadi. Biasanya terjadi nekrosis tubuli ginjal yang mendadak,

yang umumnya masih dapat ditolong dengan penanganan yang baik. Perfusi ginjal

akan terganggu karena syok dan pembekuan intravaskuler. Oliguri dan proteinuri

akan terjadi akibat nekrosis tubuli atau nekrosis korteks ginjal mendadak (2,5). Oleh

karena itu oliguria hanya dapat diketahui dengan pengukuran pengeluaran urin

yang harus secara rutin dilakukan pada solusio plasenta berat. Pencegahan

gagal ginjal meliputi penggantian darah yang hilang secukupnya,

pemberantasan infeksi, atasi hipovolemia, secepat mungkin menyelesaikan

persalinan dan mengatasi kelainan pembekuan darah (2).

3. Kelainan pembekuan darah

Kelainan pembekuan darah pada solusio plasenta biasanya disebabkan

oleh hipofibrinogenemia. Dari penelitian yang dilakukan oleh Wirjohadiwardojo

Page 12: Referat Solusio Plasenta Bab 2

15

di RSUPNCM dilaporkan kelainan pembekuan darah terjadi pada 46% dari 134

kasus solusio plasenta yang ditelitinya (5).

Kadar fibrinogen plasma normal pada wanita hamil cukup bulan ialah 450

mg%, berkisar antara 300-700 mg%. Apabila kadar fibrinogen plasma

kurang dari 100 mg% maka akan terjadi gangguan pembekuan darah (2,5).

Mekanisme gangguan pembekuan darah terjadi melalui dua fase :

a. Fase I

Pada pembuluh darah terminal (arteriole, kapiler, venule) terjadi

pembekuan darah, disebut disseminated intravasculer clotting. Akibatnya ialah

peredaran darah kapiler (mikrosirkulasi) terganggu. Jadi pada fase I, turunnya

kadar fibrinogen disebabkan karena pemakaian zat tersebut, maka fase I

disebut juga coagulopathi consumptive. Diduga bahwa hematom subkhorionik

mengeluarkan tromboplastin yang menyebabkan pembekuan intravaskuler

tersebut. Akibat gangguan mikrosirkulasi dapat mengakibatkan syok, kerusakan

jaringan pada alat-alat yang penting karena hipoksia dan kerusakan ginjal yang

dapat menyebabkan oliguria/anuria .

b. Fase II

Fase ini sebetulnya fase regulasi reparatif, yaitu usaha tubuh untuk

membuka kembali peredaran darah kapiler yang tersumbat. Usaha ini dilaksanakan

dengan fibrinolisis. Fibrinolisis yang berlebihan malah berakibat lebih

menurunkan lagi kadar fibrinogen sehingga terjadi perdarahan patologis .

Kecurigaan akan adanya kelainan pembekuan darah harus dibuktikan dengan

pemeriksaan laboratorium, namun di klinik pengamatan pembekuan darah

merupakan cara pemeriksaan yang terbaik karena pemeriksaan laboratorium

Page 13: Referat Solusio Plasenta Bab 2

16

lainnya memerlukan waktu terlalu lama, sehingga hasilnya tidak mencerminkan

keadaan penderita saat itu (2).

4. Apoplexi uteroplacenta (Uterus couvelaire)

Pada solusio plasenta yang berat terjadi perdarahan dalam otot-otot rahim

dan di bawah perimetrium kadang-kadang juga dalam ligamentum latum.

Perdarahan ini menyebabkan gangguan kontraktilitas uterus dan warna uterus

berubah menjadi biru atau ungu yang biasa disebut Uterus couvelaire. Tapi

apakah uterus ini harus diangkat atau tidak, tergantung pada kesanggupannya

dalam membantu menghentikan perdarahan .

Komplikasi yang dapat terjadi pada janin :

1. Fetal distress

2. Gangguan pertumbuhan/perkembangan

3. Hipoksia dan anemia

4. Kematian

8. Diagnosis

Keluhan dan gejala pada solusio plasenta dapat bervariasi cukup luas.

Sebagai contoh, perdarahan eksternal dapat banyak sekali meskipun pelepasan

plasenta belum begitu luas sehingga menimbulkan efek langsung pada janin, atau

dapat juga terjadi perdarahan eksternal tidak ada, tetapi plasenta sudah terlepas

seluruhnya dan janin meninggal sebagai akibat langsung dari keadaan ini.

Solusio plasenta dengan perdarahan tersembunyi mengandung ancaman bahaya

yang jauh lebih besar bagi ibu, hal ini bukan saja terjadi akibat kemungkinan

koagulopati yang lebih tinggi, namun juga akibat intensitas perdarahan yang

Page 14: Referat Solusio Plasenta Bab 2

17

tidak diketahui sehingga pemberian transfusi sering tidak memadai atau

terlambat (2,3).

Menurut penelitian retrospektif yang dilakukan Hurd dan kawan-kawan

pada 59 kasus solusio plasenta dilaporkan gejala dan tanda pada solusio plasenta

(2,3) :

Tabel 2. 2 Tanda dan Gejala Pada Solusio Plasenta

No. Tanda atau Gejala Frekuensi (%)

1. Perdarahan pervaginam 78

2. Nyeri tekan uterus atau nyeri pinggang 66

3. Gawat janin 60

4. Persalinan prematur idiopatik 22

5. Kontraksi berfrekuensi tinggi 17

6. Uterus hipertonik 17

7. Kematian janin 15

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa perdarahan pervaginam merupakan

gejala atau tanda dengan frekuensi tertinggi pada kasus-kasus solusio plasenta.

Berdasarkan kepada gejala dan tanda yang terdapat pada solusio plasenta

klasik umumnya tidak sulit menegakkan diagnosis, tapi tidak demikian halnya

pada bentuk solusio plasenta sedang dan ringan. Solusio plasenta klasik

mempunyai ciri-ciri nyeri yang hebat pada perut yang datangnya cepat disertai

uterus yang tegang terus menerus seperti papan, penderita menjadi anemia dan

syok, denyut jantung janin tidak terdengar dan pada pemeriksaan palpasi perut

ditemui kesulitan dalam meraba bagian-bagian janin.

Page 15: Referat Solusio Plasenta Bab 2

18

Prosedur pemeriksaan untuk dapat menegakkan diagnosis solusio plasenta

antara lain :

1. Anamnesis (5)

Perasaan sakit yang tiba-tiba di perut, kadang-kadang pasien dapat

menunjukkan tempat yang dirasa paling sakit.

Perdarahan pervaginam yang sifatnya dapat hebat dan sekonyong-konyong

(non-recurrent) terdiri dari darah segar dan bekuan-bekuan darah yang

berwarna kehitaman .

Pergerakan anak mulai hebat kemudian terasa pelan dan akhirnya berhenti

(anak tidak bergerak lagi).

Kepala terasa pusing, lemas, muntah, pucat, mata berkunang-kunang. Ibu

terlihat anemis yang tidak sesuai dengan jumlah darah yang keluar

pervaginam.

Kadang ibu dapat menceritakan trauma dan faktor kausal yang lain.

2. Inspeksi (5)

Pasien gelisah, sering mengerang karena kesakitan.

Pucat, sianosis dan berkeringat dingin.

Terlihat darah keluar pervaginam (tidak selalu).

3. Palpasi (5)

Tinggi fundus uteri (TFU) tidak sesuai dengan tuanya kehamilan.

Uterus tegang dan keras seperti papan yang disebut uterus in bois

(wooden uterus) baik waktu his maupun di luar his.

Nyeri tekan di tempat plasenta terlepas.

Bagian-bagian janin sulit dikenali, karena perut (uterus) tegang.

Page 16: Referat Solusio Plasenta Bab 2

19

4. Auskultasi (5)

Sulit dilakukan karena uterus tegang, bila denyut jantung terdengar

biasanya di atas 140, kemudian turun di bawah 100 dan akhirnya hilang bila

plasenta yang terlepas lebih dari satu per tiga bagian.

5. Pemeriksaan dalam

Serviks dapat telah terbuka atau masih tertutup.

Kalau sudah terbuka maka plasenta dapat teraba menonjol dan tegang,

baik sewaktu his maupun di luar his.

Apabila plasenta sudah pecah dan sudah terlepas seluruhnya, plasenta ini

akan turun ke bawah dan teraba pada pemeriksaan, disebut prolapsus

placenta, ini sering meragukan dengan plasenta previa.

6. Pemeriksaan umum (5)

Tekanan darah semula mungkin tinggi karena pasien sebelumnya

menderita penyakit vaskuler, tetapi lambat laun turun dan pasien jatuh

dalam keadaan syok. Nadi cepat, kecil dan filiformis.

7. Pemeriksaan laboratorium

Urin : Albumin (+), pada pemeriksaan sedimen dapat ditemukan silinder

dan leukosit.

Darah : Hb menurun, periksa golongan darah, lakukan cross-match test.

Karena pada solusio plasenta sering terjadi kelainan pembekuan darah

hipofibrinogenemia, maka diperiksakan pula COT (Clot Observation

test) tiap l jam, tes kualitatif fibrinogen (fiberindex), dan tes kuantitatif

fibrinogen (kadar normalnya 15O mg%).

Page 17: Referat Solusio Plasenta Bab 2

20

8. Pemeriksaan plasenta .

Plasenta dapat diperiksa setelah dilahirkan. Biasanya tampak tipis dan

cekung di bagian plasenta yang terlepas (kreater) dan terdapat koagulum atau

darah beku yang biasanya menempel di belakang plasenta, yang disebut

hematoma retroplacenter.

9. Pemeriksaaan Ultrasonografi (USG)

Pada pemeriksaan USG yang dapat ditemukan antara lain :

Terlihat daerah terlepasnya plasenta

Janin dan kandung kemih ibu

Darah

Tepian plasenta

Gambar 2. 3 Ultrasonografi kasus solusio plasenta.

9. Terapi

Penanganan kasus-kasus solusio plasenta didasarkan kepada berat atau

ringannya gejala klinis, yaitu:

Page 18: Referat Solusio Plasenta Bab 2

21

a. Solusio plasenta ringan

Ekspektatif, bila usia kehamilan kurang dari 36 minggu dan bila ada

perbaikan (perdarahan berhenti, perut tidak sakit, uterus tidak tegang, janin

hidup) dengan tirah baring dan observasi ketat, kemudian tunggu persalinan

spontan (2).

Bila ada perburukan (perdarahan berlangsung terus, gejala solusio plasenta

makin jelas, pada pemantauan dengan USG daerah solusio plasenta bertambah

luas), maka kehamilan harus segera diakhiri. Bila janin hidup, lakukan seksio

sesaria, bila janin mati lakukan amniotomi disusul infus oksitosin untuk

mempercepat persalinan (4).

b. Solusio plasenta sedang dan berat

Apabila tanda dan gejala klinis solusio plasenta jelas ditemukan, penanganan

di rumah sakit meliputi transfusi darah, amniotomi, infus oksitosin dan jika perlu

seksio sesaria (5).

Apabila diagnosis solusio plasenta dapat ditegakkan berarti perdarahan telah

terjadi sekurang-kurangnya 1000 ml. Maka transfusi darah harus segera diberikan

(5). Amniotomi akan merangsang persalinan dan mengurangi tekanan intrauterin.

Keluarnya cairan amnion juga dapat mengurangi perdarahan dari tempat implantasi

dan mengurangi masuknya tromboplastin ke dalam sirkulasi ibu yang mungkin

akan mengaktifkan faktor-faktor pembekuan dari hematom subkhorionik dan

terjadinya pembekuan intravaskuler dimana-mana. Persalinan juga dapat dipercepat

dengan memberikan infus oksitosin yang bertujuan untuk memperbaiki kontraksi

uterus yang mungkin saja telah mengalami gangguan (3,4).

Page 19: Referat Solusio Plasenta Bab 2

22

Gagal ginjal sering merupakan komplikasi solusio plasenta. Biasanya yang

terjadi adalah nekrosis tubuli ginjal mendadak yang umumnya masih dapat

tertolong dengan penanganan yang baik. Tetapi bila telah terjadi nekrosis korteks

ginjal, prognosisnya buruk sekali. Pada tahap oliguria, keadaan umum penderita

umumnya masih baik. Oleh karena itu oliguria hanya dapat diketahui dengan

pengukuran pengeluaran urin yang teliti yang harus secara rutin dilakukan pada

penderita solusio plasenta sedang dan berat, apalagi yang disertai hipertensi

menahun dan preeklamsia. Pencegahan gagal ginjal meliputi penggantian darah

yang hilang, pemberantasan infeksi yang mungkin terjadi, mengatasi hipovolemia,

menyelesaikan persalinan secepat mungkin dan mengatasi kelainan pembekuan

darah.

Kemungkinan kelainan pembekuan darah harus selalu diawasi dengan

pengamatan pembekuan darah. Pengobatan dengan fibrinogen tidak bebas dari

bahaya hepatitis, oleh karena itu pengobatan dengan fibrinogen hanya pada

penderita yang sangat memerlukan, dan bukan pengobatan rutin. Dengan

melakukan persalinan secepatnya dan transfusi darah dapat mencegah kelainan

pembekuan darah (19).

Persalinan diharapkan terjadi dalam 6 jam sejak berlangsungnya solusio

plasenta. Tetapi jika itu tidak memungkinkan, walaupun sudah dilakukan

amniotomi dan infus oksitosin, maka satu-satunya cara melakukan persalinan

adalah seksio sesaria (5,17).

Apoplexi uteroplacenta (uterus couvelaire) tidak merupakan indikasi

histerektomi. Akan tetapi, jika perdarahan tidak dapat dikendalikan setelah

dilakukan seksio sesaria maka tindakan histerektomi perlu dilakukan (5).

Page 20: Referat Solusio Plasenta Bab 2

23

10. Prognosis

Prognosis ibu tergantung luasnya plasenta yang terlepas dari dinding uterus,

banyaknya perdarahan, ada atau tidak hipertensi menahun atau preeklamsia,

tersembunyi tidaknya perdarahan, dan selisih waktu terjadinya solusio plasenta

sampai selesainya persalinan. Angka kematian ibu pada kasus solusio plasenta berat

berkisar antara 0,5-5%. Sebagian besar kematian tersebut disebabkan oleh

perdarahan, gagal jantung dan gagal ginjal (5).

Hampir 100% janin pada kasus solusio plasenta berat mengalami kematian.

Tetapi ada literatur yang menyebutkan angka kematian pada kasus berat berkisar

antara 50-80%. Pada kasus solusio plasenta ringan sampai sedang, keadaan janin

tergantung pada luasnya plasenta yang lepas dari dinding uterus, lamanya solusio

plasenta berlangsung dan usia kehamilan. Perdarahan lebih dari 2000 ml biasanya

menyebabkan kematian janin. Pada kasus-kasus tertentu tindakan seksio sesaria

dapat mengurangi angka kematian janin (5).

Page 21: Referat Solusio Plasenta Bab 2

24

BAB III

KESIMPULAN

Solusio plasenta atau disebut abruption placenta / ablasia placenta adalah

separasi prematur plasenta dengan implantasi normalnya di uterus (korpus uteri)

dalam masa kehamilan lebih dari 20 minggu dan sebelum janin lahir. Dalam

plasenta terdapat banyak pembuluh darah yang memungkinkan pengantaran zat

nutrisi dari ibu kejanin, jika plasenta ini terlepas dari implantasi normalnya dalam

masa kehamilan maka akan mengakibatkan perdarahan yang hebat.

Perdarahan pada solusio plasenta sebenarnya lebih berbahaya daripada

plasenta previa oleh karena pada kejadian tertentu perdarahan yang tampak keluar

melalui vagina hampir tidak ada / tidak sebanding dengan perdarahan yang

berlangsung internal yang sangat banyak pemandangan yang menipu inilah yang

sebenarnya yang membuat solusio plasenta lebih berbahaya karena dalam keadaan

demikian seringkali perkiraan jumlah, darah yang telah keluar sukar

diperhitungkan, padahal janin telah mati dan ibu berada dalam keadaan syok.

Penyebab solusio plasenta tidak diketahui dengan pasti, tetapi pada kasus-

kasus berat didapatkan korelasi dengan penyakit hipertensi vaskular menahun,

15,5% disertai pula oleh pre eklampsia. Faktor lain diduga turut berperan sebagai

penyebab terjadinya solusio plasenta adalah tingginya tingkat paritas dan makin

bertambahnya usia ibu.

24

Page 22: Referat Solusio Plasenta Bab 2

25

Gejala dan tanda solusio plasenta sangat beragam, sehingga sulit

menegakkan diagnosisnya dengan cepat. Dari kasus solusio plasenta didiagnosis

dengan persalinan prematur idopatik, sampai kemudian terjadi gawat janin,

perdrhan hebat, kontraksi uterus yang hebat, hipertomi uterus yang menetap.

Gejala-gejala ini dapat ditemukan sebagai gejala tunggal tetapi lebih sering berupa

gejala kombinasi.

Page 23: Referat Solusio Plasenta Bab 2

26

DAFTAR PUSTAKA

1. Prawirohardjo S, Hanifa W. Kebidanan Dalam Masa Lampau, Kini dan Kelak.

Dalam: Ilmu Kebidanan, edisi III. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono

Prawiroharjo, 2002; 3-21.

2. Cunningham FG, Macdonald PC, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap LC.

Obstetrical Haemorrhage. Wiliam Obstetrics 21 th edition. Prentice Hall

International Inc Appleton. Lange USA. 2001; 819-41.

3. Pritchard JA, MacDonald PC, Gant NF. Williams Obstetrics, 20th ed. R Hariadi, R

Prajitno Prabowo, Soedarto, penerjemah. Obstetri Williams. Edisi 20. Surabaya:

Airlangga University Press, 2001; 456-70.

4. WHO. Managing Complications in Pregnancy and Childbirth. Geneva: WHO,

2003. 518-20.

5. Rachimhadhi T. Perdarahan Antepartum. Dalam: Ilmu Kebidanan, edisi III.

Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo, 2002; 362-85.

6. Gasong MS, Hartono E, Moerniaeni N. Penatalaksanaan Perdarahan Antepartum.

Bagian Obstetri danGinekologi FK UNHAS; 1997. 3-8.

26