Upload
others
View
1
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
16
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Teori Problem-based Learning
1. Pengertian Model Pembelajaran Problem-based Learning
Menurut Arends, Problem Based Learning (PBL) Pembelajaran
Berbasis Masalah adalah model pembelajaran yang berlandaskan
konstruktivisme dan mengakomodasikan keterlibatan siswa dalam
belajar serta terlibat dalam pemecahan masalah yang kontekstual.20
Menurut Eggen, Pembelajaran berbasis-masalah adalah seperangkat
model mengajar yang menggunakan masalah sebagai fokus untuk
mengembangkan keterampilan pemecahan masalah, materi dan
pengaturan diri.21
Menurut Lawlor & Meehan “Problem-based learning promotes a
better understanding of course concepts and improves the
problemsolving skills of the students as well as their communication,
presentation and teamwork skills. Research has shown that students
find PBL to be a very “motivating and effective means for learning”22
Dalam terjemahnya menurut Lawlor & Meehan “Problem-based
20
Meita Fitrianawati, “Perbandingan Keefektifan PBL Berseting TGT Dan GI Ditinjau Dari
Prestasi Belajar, Kemampuan Berfikir Kreatif Dan Toleransi,” Jurnal Riset Pendidikan
Matematika 3 (2016): 55–65.
21 Meiria Ulfah Mentari, “Studi Perbandingan Hasil Belajar Kimia Siswa Menggunakan Model
Pembelajaran PBL ( Problem Based Learning ) Dan Model Pembelajaran TPS ( Think Pair
Share)” (University Bengkulu, 2014).
22 Reyson University, “Best Practices In Problem-Based Learning,” Best Practice, 2015.
17
Learning dapat membantu siswa dalam memahami konsep dari setiap
pembelajaran dan meningkatkan kemampuan pemecahan masalah,
presentasi, dan kerja tim. Sehingga dapat dikatakan PBL sangatlah
penting untuk memotivasi siswa dalam proses pembelajaran.”
2. Karakteristik Model Pembelajaran Problem Based Learning
Menurut Ibrahim dan Nur, pembelajaran berdasarkan masalah
memiliki beberapa ciri dan karakteristik sebagai berikut:23
a. Pembelajaran berpusat pada siswa. Mereka harus bertanggung
jawab atas pembelajaran mereka sendiri, mengidentifikasi apa yang
mereka perlu ketahui untuk mengelola masalah dan dimana
mencari informasi.
b. Belajar terjadi dalam kelompok kecil siswa. Pada akhir setiap unit
kurikuler, siswa secara acak dikondisikan dalam kelompok baru
c. Guru adalah fasilitator (pemandu). Peran fasilitator adalah tidak
memberikan pembelajaran atau informasi faktual, tetapi hanya
mengarahkan para siswa agar berupaya mencari langsung ke
sumber.
d. Masalah membentuk fokus pengaturan dan stimulus pada
pembelajaran. Suatu masalah dapat disajikan dalam format yang
berbeda dan itu merupakan tantangan bagi para siswa dalam
menghadapi praktik
e. Informasi baru diperoleh melalui belajar mandiri. Para siswa
diharapkan belajar mengumpulkan keahlian berdasarkan
23
Mentari, “Studi Perbandingan Hasil Belajar Kimia Siswa Menggunakan Model Pembelajaran
PBL ( Problem Based Learning ) Dan Model Pembelajaran TPS ( Think Pair Share).”, 11.
18
penyelidikan dan penelitian mereka sendiri. Selama ini
pembelajaran mandiri, siswa bekerja bersama-sama, membahas,
membandingkan, meninjau, dan berdebat apa yang mereka pelajari
3. Tujuan Model Pembelajaran Problem Based Learning
Model pembelajaran berbasis masalah dapat diartikan
sebagai “rangkaian aktivitas pembelajaran yang menekankan
kepada proses penyelesaian masalah yang dihadapi secara ilmiah”.
Tujuan yang ingin dicapai oleh strategi pembelajaran berbasis
masalah adalah kemampuan siswa untuk berfikir kritis, analitis,
sistematis, dan logis untuk menemukan alternatif pemecahan
masalah tujuan pembelajaran berdasarkan masalah atau problem
based learning (PBL) adalah:
a. Membantu siswa mengembangkan keterampilan berfikir dan
keterampilan pemecahan masalah
b. Belajar peranan orang dewasa yang autentik
c. Menjadi pembelajar yang mandiri
4. Langkah-Langkah Model Pembelajaran Problem Based Learning
Langkah-langkah pembelajaran berbasis masalah adalah sebagai
berikut:24
a. Mengklarifikasi istilah dan konsep yang belum jelas
b. Merumuskan masalah
c. Menganalisis masalah
d. Menata gagasan Anda dan secara sistematis menganalisisnya
24
Apriyani, “Efektivitas Model Pembelajaran Problem Based Learning Dan Team Game
Tournament Terhadap Hasil Belajar Ditinjau Dari Motivasi Siswa Kelas X SMAN Sleman.”,7.
19
e. Memformulasikan tujuan pembelajaran
f. Mencari informasi tambahan dari sumber lain
g. Menggabungkan dan menguji informasi baru dan membuat
laporan.
5. Kelebihan Model Pembelajaran Problem Based Learning
a. Siswa akan terbiasa menghadapi masalah dan merasa tertantang
untuk menyelesaikan masalah yang dihadapinya, tidak hanya
terkait dalam kelas, namun juga menghadapi masalah yang ada
dalam kehidupan sehari-hari (real world).
b. Memupuk solidaritas sosial dengan terbiasa berdiskusi dengan
teman-teman sekolah.
c. meningkatkan keakraban antara guru dengan siswa.
d. Pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatan kemampuan
berpikir kritis, menumbuhkan inisiatif siswa dalam bekerja,
memotivasi internal untuk belajar, dan dapat mengembangkan
hubungan interpersonal dalam bekerja kelompok.25
6. Kelemahan Model Pembelajaran Problem Based Learning
a. Belum banyak guru yang mampu mengantarkan siswa kepada
pemecahan masalah.
b. Seringkali memerlukan biaya yang mahal dan waktu yang cukup
lama.
25
Devi Aryani, “Efektivitas Model Pembelajaran Problem Based Learning Dan Problem Solving
Untuk Meningkatkan Berfikir Kritis Dengan Memperhatikan Motivasi Berprestasi Siswa”
(Universitas Lampung, 2016)., 37.
20
Guru kesulitan saat memantau aktifitas siswa diluar lingkungan
sekolah.26
B. Tinjauan Teori Teams Games Tournament
1. Pengertian Model Pembelajaran Teams Games Tournament
Menurut Arends, mengatakan bahwa pembelajaran kooperatif
dapat menguntungkan bagi siswa yang berprestasi rendah maupun
tinggi yang mengajarkan tugas akademik bersama-sama. Mereka yang
berprestasi tinggi mengajari teman-temannya yang berprestasi lebih
rendah, sehingga memberikan bantuan khusus dari sesama temannya.
Melalui pembelajaran kooperatif diharapkan kepada siswa lebih aktif
menyalurkan pengetahuan dan menerima gagasan dari temannya.
Adanya interaksi yang baik dalam kelompok dapat menumbuh
kembangkan toleransi siswa dan prestasi belajar. Adapun salah satu
model kooperatif yang dapat diterapkan untuk SMP/MTs adalah model
kooperatif tipe Teams Game Tournament (TGT) dan Group
Investigation (GI).27
Menurut Slavin, model pembelajaran Teams Game Tournament
(TGT) yakni: salah satu tipe dari model pembelajaran kooperatif yang
mudah diterapkan, melibatkan peran serta siswa sebagai tutor sebaya
tanpa membedakan status sosial, dan mengandung unsur permainan.
TGT menggunakan turnamen akademik, dan kuis-kuis serta sistem
skor, dimana para siswa berlomba sebagai wakil tim mereka dengan
26
Warsono & Haryanto, Pembelajaran Aktif (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2012). 152.
27 Fitrianawati, “Perbandingan Keefektifan PBL Berseting TGT Dan GI Ditinjau Dari Prestasi
Belajar, Kemampuan Berfikir Kreatif Dan Toleransi.”
21
anggota tim lain yang kinerja akademik sebelumnya setara seperti
mereka.28
2. Langkah-Langkah Model Pembelajaran Teams Games Tournament
Langkah-langkah mengimplementasikan model pembelajaran TGT
(Teams Games Tournament) Menurut Slavin:
a. Setiap siswa ditempatkan dalam satu kelompok yang terdiri dari
3-4 siswa yang berkemampuan rendah, sedang, dan tinggi.
Dengan demikian, masing-masing kelompok mempunyai
komposisi anggota yang comparable. Komposisi ini tercatat
dalam tabel khusus (tabel turnamen), yang setiap minggunya
harus dirubah.
b. Dan setiap anggota ditugaskan untuk mempelajari materi terlebih
dahulu bersama dengan anggota-anggota yang lain,
c. Lalu mereka diuji secara individual melalui game akademik.
d. Dan nilai yang mereka peroleh dari game ini akan menentukan
skor kelompok mereka masing-masing29
.
Sedangkan menurut David Devrise dan Keitn Edwards dalam
buku Huda Miftahul, yang berjudul Cooperative Learning terdapat 5
langkah tahapan yaitu :
28
Dwi Anggraeni, Chumdari, “Studi Komparasi Pengaruh Model Kooperatif Tipe Teams Games
Tournament Dengan Problem Based Learning Terhadap Hasil Belajar Matematika.”
29 Miftahul Huda, Cooperative Learning Metode, Teknik, Struktur Dan Model Penerapan
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013).
22
a. Presentasi dikelas
Presentasi merupakan pengajaran langsung seperti yang
dilakukan atau didiskusiksn pelajaran yang dipimpin oleh
guru, tetapi bisa juga memasukkan presentasi auditorial.
b. Tim
Tim terdiri dari empat atau lima siswa yang memiliki seluruh
bagian dari kelas dalam hal kinerja akademik, jenis kelamin,
ras dan etnisitas. Fungsi utama dari tim ini adalah memastikan
bahwa semua anggota tim benar-benar belajar, dan lebih
khususnya lagi, adalah untuk mempersiapkan anggotanya
untuk bisa mengerjakan kuis dengan baik. Setelah guru
menyampaikan materinya, tim berkumpul untuk mempelajari
lembaran kegiatan atau materi lainya yang paling sering
terjadi, pembelajaran itu melibatkan pembahasan
permasalahan bersama, membandingkan jawaban, dan
mengoreksi tiap kesalahan pemahaman apabila anggota tim
ada yang membuat kesalahan. 30
c. Game
Game atau permainannya terdiri dari pertanyaan-pertanyaan
yang relevan dan dirancang untuk menguji pengetahuan siswa
yang diperolehnya dari presentasi di kelas dan pelaksanaan
kerja tim. Game tersebut dimainkan di atas meja dengan 3
orang siswa, yang masing-masing mewakili tim yang berbeda.
30
Khasanah, “Upaya Meningkatkan Hasil Belajar SKI Menggunakan Strategi Cooperative
Learning Tipe Taem Game Tournament Pada Siswa.”, 11.
23
Kebanyakan game hanya berupa nomor-nomor pertanyaan
yang ditulis pada lembar yang sama. Seorang siswa
mengambil sebuah kartu bernomor dan harus menjawab
pertanyaan sesuai nomor yang tertera pada kartu tersebut.
Sebuah aturan tentang penantang memperbolehkan para
pemain saling menantang jawaban masing-masing.31
d. Turnamen
Turnamen adalah sebuah struktur dimana game berlangsung.
Biasanya berlangsung pada akhir minggu, setelah guru
memberikan presentasi di kelas dan tim telah melaksanakan
kerja kelompok terhadap lembar kegiatan. Pada turnamen
pertama, guru menunjukkan siswa untuk berada pada meja
turnamen tiga siswa berprestasi tinggi sebelumnya pada meja
1, tiga berikutnya pada meja 2, dan seterusnya. Kompetisi
yang seimbang ini, memungkinkan para siswa dari semua
tingkat kinerja sebelumnya berkontribusi secara maksimal
terhadap skor tim mereka jika mereka melakukan yang terbaik.
Setelah turnamen pertama, para siswa akan bertukar meja
tergantung pada kinerja pada kinerja mereka pada turnamen
terakhir. Pemenang pada tiap meja “naik tingkat” ke meja
berikutnya yang lebih tinggi (misalnya) dari meja 6 ke meja 5):
skor tertinggi kedua tetep tinggal pada meja yang sama; dan
skor yang paling rendah “diturunkan.” Dengan cara ini, jika
31
Khasanah., 12.
24
pada awalnya siswa sudah salah ditempatkan, untuk seterusnya
mereka akan terus dinaikkan atau diturunkan sampai mereka
mencapai tingkat kinerja mereka yang sesungguhnya.
e. Rekognisi Tim
Tim akan mendapatkan sertifikasi atau bentuk penghargaan
yang lain apabila skor rata-rata mereka mencapai kriteria
tertentu. Skor tim siswa dapat juga digunakan untuk
menentukan dua puluh persen dari peringkat mereka.32
3. Kelebihan Model Pembelajaran Teams Games Tournament
a. Merasa lebih rileks dalam proses belajar mengajar,
b. Menumbuhkan jiwa tanggung jawab dalam diri siswa
c. Kerja sama dengan tim,
d. Persaingan sehat antara team, dan keterlibatan belajar.
e. Hasil belajar lebih baik,
f. Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan dan toleransi.
4. Kelemahan Model Pembelajaran Teams Games Tournamnt
a. Bagi pengajar pemula model ini membutuhkan waktu yang
banyak
b. Dapat menimbulkan suasana gaduh dalam kelas
c. Siswa terbiasa belajar dengan adanya hadiah. 33
32
Khasanah., 13.
33 Apriyani, “Efektivitas Model Pembelajaran Problem Based Learning Dan Team Game
Tournament Terhadap Hasil Belajar Ditinjau Dari Motivasi Siswa Kelas X SMAN Sleman.”,
12.
25
C. Tinjauan Teori Hasil Belajar Siswa
Menurut Gagne & Briggs dalam buku Suprihatiningrum, hasil
belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki peserta didik
sebagai akibat perbuatan belajar dan dapat diamati melalui penampilan
peserta didik. Hasil belajar yang sering disebut juga prestasi belajar, tidak
dapat dipisahkan dari aktivitas belajar, karena belajar merupakan suatu
proses, sedangkan prestasi belajar adalah hasil dari proses pembelajaran
tersebut.
Hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh anak melalui
kegiatan belajar. Dalam kegiatan belajar yang terprogram dan terkontrol
yang disebut kegiatan pembelajaran, tujuan belajar telah ditetapkan
terlebih dahulu oleh guru, anak yang berhasil dalam belajar adalah anak
yang berhasil mencapai tujuan-tujuan pembelajaran. Hasil belajar
merupakan perubahan perilaku baik peningkatan pengetahuan, perbaikan
sikap, maupun peningkatan keterampilan yang dialami siswa setelah
menyelesaikan kegiatan pembelajaran.34
Hasil belajar sangat berkaitan dengan belajar dan proses
pembelajaran. Hasil belajar akan maksimal ketika belajar dan proses
pembelajaran berjalan dengan baik. Peserta didik dapat dikatakan sudah
mencapai hasil belajar ketika peserta didik tersebut telah terjadi perubahan
perilaku melalui proses pembelajaran. Perubahan perilaku diperoleh
34
Pratiwi, “Pengaruh Tingkat Pendidikan, Perhatian Orangtua, Dan Minat Belajar Siswa Terhadap
Prestasi Belajar Bahasa Indonesia Siswa.”, 80.
26
peserta didik ketika sudah menyelesaikan program pembelajarannya
melalui interaksi dengan berbagai sumber belajar dan lingkungan belajar.35
Untuk mencapai prestasi yang baik tidak terlepas dari berbagai
faktor yang mempengaruhinya. Menurut Suryabrata faktor-faktor yang
dapat memengaruhi keberhasilan belajar dan prestasi belajar dapat
digolongkan menjadi dua bagian, yaitu internal dan eksternal.
1. Faktor Internal Faktor yang berasal dari dalam diri siswa :
a. Aspek fisiologis (jasmaniah) baik yang bersifat bawaan maupun
yang diperoleh, kesehatan jasmani sangatlah besar pengaruhnya
terhadap kemampuan belajar.
b. Aspek psikologis baik yang bersifat bawaan maupun yang
diperoleh seperti minta, bakat, intelegensi, motivasi, dan
kemampuan kognitif seperti kemampuan persepsi, ingatan
berpikir, dan kemampuan dasar bahan pengetahuan yang
dimilikinya.
2. Faktor Eksternal Faktor-faktor yang berasal dari luar diri :
a. Faktor Sosial
Kehidupan manusia dengan lainnya saling membutuhkan
dan diantara mereka tidak bisa hidup tanpa ada manusia lain yang
membantu. Keluarga mempunyai pengaruh yang sangat besar
terhadap pendidikan anak. Pengaruh itu dapat berupa cara orang
tua mendidik, hubungan antara anggota keluarga, dan suasana
rumah tangga. Faktor sosial lain yang memengaruhi prestasi
35
Triyadi, “Penerapan Model Pembelajaran Problem Based Learning Untuk Meningkatkan
Keaktifan Dan Hasil Belajar” (Universitas Negeri Yogyakarta, 2018)., 44.
27
belajar adalah seperti guru, staf administrasi, dan teman-teman
sekelas dapat memengaruhi semangat belajar seorang siswa.
b. Faktor Non sosial
Yang termasuk ke dalam faktor non sosial adalah sarana
dan prasarana belajar, seperti keadaan suhu udara, waktu belajar,
alat-alat yang digunakan untuk belajar dapat pula mempengaruhi
prestasi belajar.36
Hasil belajar di lingkungan sekolah bisa dilihat dari kemampuan
peserta didik mengerjakan tugas-tugas sekolah sesuai dengan mata
pelajaran masing-masing. Jika peserta didik mendapat nilai diatas Kriteria
Ketuntasan Minimal (KKM), maka peserta didik tersebut dikatakan sudah
mampu menguasai mata pelajaran tersebut, namun sebaliknya jika peserta
didik mendapat nilai dibawah KKM maka peserta didik belum menguasai
mata pelajaran. Berdasarkan teori Taksonomi Bloom hasil belajar dalam
rangka studi dicapai melalui tiga kategori ranah antara lain: hasil belajar
pengetahuan (kognitif), sikap (afektif), dan keterampilan (psikomotorik).37
Kunci pokok untuk memperoleh ukuran dan data hasil belajar
siswa haruslah mengetahui garis – garis besar indikator (penunjuk adanya
prestasi tertentu) dikaitkan dengan jenis prestasi yang hendak
diungkapkan atau diukur. Jenis prestasi dan indikatornya menurut Syah
yaitu :
36
Pratiwi, “Pengaruh Tingkat Pendidikan, Perhatian Orangtua, Dan Minat Belajar Siswa Terhadap
Prestasi Belajar Bahasa Indonesia Siswa.”, 83.
37 Umi Rosyidah, “Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Peserta Pada Mate Pelajaran Sejarah
Kebudayaan Islam Materi Haji Wada’ Dengan Metode Jigsaw” (Universitas Islam Negeri
Walisongo, 2015).
28
a. Kognitif (ranah cipta) meliputi :
1) Pengamatan, dengan indikator dapat menunjukkan,
membandingkan, dan menghubungkan.
2) Ingatan, dengan indikator dapat menyebutkan dan menunjukkan
kembali.
3) Pemahaman, dengan indikator dapat menjelaskan dan
mendefinisikan dengan lisan sendiri.
4) Penerapan, dengan indikator dapat memberikan contoh dan
menggunakan secara tepat.
5) Analisis (pemeriksaan dan pemilahan secara teliti), dengan
indikator dapat menguraikan dan mengklasifikasikan.
6) Sintesis (membuat paduan baru dan utuh), dengan indikator dapat
menghubungkan materi – materi sehingga menjadi kesatuan baru,
menyimpulkan dan menggeneralisasikan.38
b. Afektif (ranah rasa) meliputi :
1) Penerimaan, dengan indikator dapat menunjukkan sikap
menerima dan menolak.
2) Sambutan, dengan indikator kesediaan berpartisipasi dan
memanfaatkan.
3) Apresiasi (sikap menghargai), dengan indikator menganggap
penting, bermanfaat, indah, harmonis mengagumi.
4) Internalisasi (pendalaman), dengan indikator mengakui,
meyakini, dan mengingkari.
38
Aan Lasmanah, “Peningkatan Hasil Belajar Matematika Siswa Melalui Model Kooperatif Think
Pair Share,” Jurnal Analisa UIN Sunan Gunung Djati Bandung II, no. 3 (2016)., 19.
29
5) Karakterisasi (penghayatan), dengan indikator dapat melem-
bagakan atau meniadakan, menjelmakan dalam pribadi dan
perilaku sehari – hari.
c. Psikomotor (ranah karsa) meliputi :
1) Keterampilan, bergerak dan bertindak dengan indikator
kecakapan mengkoordinasikan gerak seluruh anggota tubuh.
2) Kecakapan ekspresi verbal dan non verbal, dengan indikator
kefasihan melafalkan atau mengucapkan, membuat mimik, dan
gerakan jasmani.39
Hasil belajar dapat dikatakan sebagai perubahan yang terjadi dalam
individu akibat dari usaha yang dilakukan atau interaksi individu dengan
lingkungannya. Hasil individu dapat dilihat dari hasil evaluasi yang
dilakukan secara bertahap selama proses belajar mengajar itu berlangsung.
Evaluasi dapat dilakukan pada awal pelajaran, selama pelajaran
berlangsung atau pada akhir pelajaran.
Evaluasi yang digunakan untuk memperoleh gambaran mengenai
hasil belajar biasanya menggunakan suatu tes. Menurut Ngalim Purwanto
tes hasil belajar adalah “tes yang digunakan untuk menilai hasil-hasil
pelajaran yang telah diberikan guru kepada muridnya atau oleh dosen
kepada mahasiswa dalam jangka waktu tertentu”.40
Dengan demikian,
hasil penilaian dari evaluasi merupakan umpan balik untuk mengukur
39
Lasmanah., 20.
40 Ahmadiyanto, “Meningkatkan Aktivitas Dan Hasil Belajar Siswa Menggunakan Media
Pembelajaran KO-RUF-SI (Kotak Huruf Edukasi) Berbasis Word Square,” Jurnal Pendidikan
Kewarganegaraan 6, no. No. 2 (2016): 980.
30
sampai dimana keberhasilan proses belajar mengajar. Dengan nilai-nilai
yang diperoleh siswa akan mengetahui kelebihan dan kekurangannya.
Selain siswa, guru pun akan mengetahui sejauh mana keberhasilannya
dalam mengajar, hal itu dapat digunakan untuk perbaikan dalam
pengajaran berikutnya.
D. Tinjauan Sejarah Kebudayaan Islam
1. Pengertian Mata Pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam
Sejarah Kebudayaan Islam di Madrasah Tsanawiyah (MTs)
merupakan salah satu mata pelajaran yang menelaah tentang asal-usul,
perkembangan, peranan kebudayaan atau peradaban Islam dan para tokoh
yang berprestasi dalam sejarah Islam di masa lampau, mulai dari
perkembangan masyarakat Islam pada masa Nabi Muhammad SAW dan
Khulafaurrasyidin, Bani Umayyah, Abbasiyah, Ayyubiyah sampai per-
kembangan Islam di Indonesia. Secara substansial, mata pelajaran
Sejarah Kebudayan Islam memiliki kontribusi dalam memberikan
motivasi kepada peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati
sejarah kebudayaan Islam, yang mengandung nilai-nilai kearifan yang
dapat digunakan untuk melatih kecerdasan, membentuk sikap, watak,
dan kepribadian peserta didik.
Mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam di Madrasah
Tsanawiyah bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan-
kemampuan sebagai berikut:
a. Membangun kesadaran peserta didik tentang pentingnya
mempelajari landasan ajaran, nilai-nilai dan norma-norma Islam
31
yang telah dibangun oleh Rasulullah SAW. dalam rangka
mengembangkan kebudayaan dan peradaban Islam.
b. Membangun kesadaran peserta didik tentang pentingnya waktu dan
tempat yang merupakan sebuah proses dari masa lampau, masa kini,
dan masa depan.
c. Melatih daya kritis peserta didik untuk memahami fakta sejarah
secara benar dengan didasarkan pada pendekatan ilmiah.
d. Menumbuhkan apresiasi dan penghargaan peserta didik terhadap
peninggalan sejarah Islam sebagai bukti peradaban umat Islam di
masa lampau.
e. Mengembangkan kemampuan peserta didik dalam mengambil ibrah
dari peristiwa-peristiwa bersejarah (Islam), meneladani tokoh-tokoh
berprestasi, dan mengaitkannya dengan fenomena sosial, budaya,
politik, ekonomi, iptek dan seni, dan lain-lain untuk mengembangkan
kebudayaan dan peradaban Islam.
2. Adapun ruang lingkup Mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam kelas
VIII meliputi materi :
a. Perkembangan masyarakat Islam pada masa Dinasti Bani Umayyah.
b. Perkembangan masyarakat Islam pada masa Dinasti Bani Abbasiyah.
c. Perkembangan masyarakat Islam pada masa Dinasti Ayyubiyah.41
41
Suryadharma Ali, “Kurikulum 2013 Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam Dan Bahasa Arab
Pada Madrasah” (Jakarta: Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia, 2014)., 49.