21
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori Keagenan ( Agency Theory ) Teori keagenan menurut Jensen dan Meckling ( 1976 ) adalah “suatu kontrak di bawah satu atau lebih yang melibatkan agent untuk melaksanakan beberapa layanan bagi mereka dengan melakukan pendelegasian wewenang pegambilan keputusan kepada agent. Baik maupun agent diasumsikan orang ekonomi rasional dan semata mata termotivasi oleh kepentingan pribadi. mendelegasikan pembuatan keputusan mengenai perusahaan kepada manajer atau agent. Bagaimanapun juga, manajer tidak selalu bertindak sesuai dengan keinginan pemegang saham. Tujuan utama dari teori keagenan ( agency theory ) adalah untuk menjelaskan bagaimana pihak pihak yang melakukan hubungan kontrak dapat mendesain kontrak yag tujuannya untuk meminimalisasi biaya sebagai dampak adanya informasi yang tidak simetris dan kondisi ketidakpastian. Teori keagenan berusaha untuk menjawab masalah keagenan yang terjadi karena pihak pihak yang saling bekerja sama mempunyai tujuan yang berbeda. Teori keagenan ( agency theory ) ditekankan untuk mengatasi dua permasalahan yang dapat terjadi dalam hubungan keagenan ( Eisenhardt, 1989 dalam Ernati 2009). Pertama adalah masalah keagenan yang muncul pada saat keinginan keinginan atau tujuan tujuan principal dan agent saling berlawanan dan merupakan hal yang sulit bagi principal untuk melakukan verifikasi apakah agent Universitas Sumatera Utara

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori

Embed Size (px)

Citation preview

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Teori Keagenan ( Agency Theory )

Teori keagenan menurut Jensen dan Meckling ( 1976 ) adalah “suatu

kontrak di bawah satu atau lebih yang melibatkan agent untuk melaksanakan

beberapa layanan bagi mereka dengan melakukan pendelegasian wewenang

pegambilan keputusan kepada agent”. Baik maupun agent diasumsikan orang

ekonomi rasional dan semata – mata termotivasi oleh kepentingan pribadi.

mendelegasikan pembuatan keputusan mengenai perusahaan kepada manajer atau

agent. Bagaimanapun juga, manajer tidak selalu bertindak sesuai dengan

keinginan pemegang saham. Tujuan utama dari teori keagenan ( agency theory )

adalah untuk menjelaskan bagaimana pihak – pihak yang melakukan hubungan

kontrak dapat mendesain kontrak yag tujuannya untuk meminimalisasi biaya

sebagai dampak adanya informasi yang tidak simetris dan kondisi ketidakpastian.

Teori keagenan berusaha untuk menjawab masalah keagenan yang terjadi

karena pihak – pihak yang saling bekerja sama mempunyai tujuan yang berbeda.

Teori keagenan ( agency theory ) ditekankan untuk mengatasi dua permasalahan

yang dapat terjadi dalam hubungan keagenan ( Eisenhardt, 1989 dalam Ernati

2009). Pertama adalah masalah keagenan yang muncul pada saat keinginan –

keinginan atau tujuan – tujuan principal dan agent saling berlawanan dan

merupakan hal yang sulit bagi principal untuk melakukan verifikasi apakah agent

Universitas Sumatera Utara

telah melakukan sesuatu dengan tepat. Kedua, masalah pambagian dalam

menanggung risiko yang timbul dimana principal dan agent memiliki sikap yang

berbeda terhadap risik. Inti dari hubungan keagenan adalah di dalam hubungan

keagenan tersebut terdapat adanya pemisahan antara kepemilikan ( pihak

principal ) yaitu pemegang saham dengan pihak pengendalian ( pihak agent )

yaitu manajer yang mengelola perusahaan.

Ross ( 1973 ) menyatakan bahwa bisa dikatakan hubungan keagenan

muncul di antara dua ( atau lebih ) bagian dimana salah satu ditunjuk sebagai agen

yang bertindak atas nama atau sebagai perwakilan untuk pihak lain ( principal )

yang merupakan pemegang saham dalam perusahaan. Perusahaan yang

melakukan pemisahan fungsi pengelolaan dan fungsi kepemilikan akan

mengakibatkan munculnya perbedaan kepentingan antara manajer dan pemegang

saham. Perbedaan ini dapat terjadi karena manajer tidak perlu ikut menanggung

risiko sebagai akibat adanya pengambilan keputusan yang salah, begitu pula jika

mereka tidak dapat meningkatkan nilai perusahaan. Risiko tersebut sepenuhnya

ditanggung oleh para pemilik yaitu pemegang saham, karena pihak manajemen

tidak ikut menanggung risiko maka mereka cenderung untuk membuat keputusan

yang tidak optimal. Begitupun halnya dengan keuntungan yang diperoleh

perusahaan yang tidak dapat sepenuhnya dinikmati oleh manajer, sehingga

manajer tidak hanya berkonsentrasi pada maksimalisasi nilai dalam pengambilan

keputusan pendanaan untuk peningkatan kemakmuran pemegang saham,

melainkan bertindak untuk mengejar kepentingannya sendiri. Para manajer

Universitas Sumatera Utara

memupunyai kecederungan untuk memperoleh keuntungan sebesar – besarnya

dengan biaya pihak lain.

Menurut Eisenhardt ( 1989 ) teori keagenan ( agency theory ) dilandasi

oleh beberapa asumsi. Asumsi – asumsi tersebut dibedakan menjadi tiga jenis

yaitu, asumsi tentang sifat manusia, asumsi keorganisasian, dan asumsi informasi.

Asumsi sifat manusia menekankan bahwa manusia memiliki sifat mementingkan

sendiri ( self interest ), memiliki keterbatasan rasionalitas ( bounded rationality )

dan tidak menyukai risiko ( risk averse ). Asumsi keorganisasian menekankan

bahwa adanya konflik antar anggota organisasi dan adanya asimetri informasi

antara principal dan agent, sedangkan asumsi informasi menekankan bahwa

informasi sebagai barang komoditi yang bisa diperjualbelikan.

Menurut Praptitorini dan Januarti ( 2007 ) mengemukakan bahwa pihak

ketiga yang independen sebagai mediator pada hubungan antara dan agent. Pihak

ketiga ini berfungsi untuk memonitor perilaku manajer ( agent ) apakah sudah

bertindak dengan tepat sesuai denga keinginan principal ( pemilik atau pemegang

saham ). Auditor adalah salah satu pihak yang mampu menjembatani kepentingan

pihak pemegang saham ( principal ) dengan kepentingan pihak manajemen (

agent ) dalam mengelola keuangan perusahaan. Auditor melakukan fungsi

monitoring pekerjaan manajer melalui sebuah sarana yaitu laporan tahunan. Data

– data perusahaan akan lebih mudah dipercaya oleh investor dan pengguna

laporan keuangan yang mencerminkan kinerja perusahaan dan kondisi keuangan

perusahaan terlah mendapat pernyataan wajar dari auditor ( Komalasari, 2007 ).

Universitas Sumatera Utara

Untuk mengurangi masalah keagenan dalam perusahaan, maka diperlukan

biaya yang disebut dengan biaya keagenan. Menurut Jensen dan Meckling ( 1976

) terdapat tiga macam biaya keagenan ( agency cost ), diantaranya adalah biaya

pengawasan oleh principal, biaya bonding, dan kerugian residual.

2.1.2 Auditing

Menurut Arens dan Loebbecke ( 2003 ), auditing adalah “pengumpulan

dan evaluasi bukti tentang informasi untuk menentukan dan melaporkan derajat

kesesuaian antara informasi itu dan kriteria yang ditetapkan”. Auditing harus

dilakukan oleh pihak yang kompeten dan independen. Dari definisi ini mencakup

beberapa kata atau frase kunci yaitu informasi dan kriteria yang telah ditetapkan,

mengumpulkan dan mengevaluasi bukti, dan orang yang kompeten dan

independen.

Maurtz dan Sharaf ( 1961 ) mengemukakan bahwa “auditing is analytical,

not constructive; it is critica, investigative, concerned with the basis for

accounting measurement and assertion”. Terjemahaanya adalah auditing bersifat

analitikal, tidak bersifat menyusun atau membangun, bersifat kritikal (

mempertanyakan ), investigatif ( menyelidik ), berurusan dengan dasar – dasar

pengukuran dan aseri akuntansi. Auditing berhubungan dengan verification (

memeriksa keakuratan atau ketelitian ), pemeriksaan data keuangan untuk menilai

kejujurannya dalam mencerminkan peristiwa dan kondisi. Data keuangan pada

dasarnya asersi mengenai fakta yang intangible ( assertion of intangible ).

Universitas Sumatera Utara

Verification harus menerapkan teknik dan metode pembuktian. Pembuktian adalah

bagian dari field of logic ( bidang logika ) yang oleh sebagian orang diistilahkan

sebagai science of proof atau ilmu pembuktian.

Pengertian menurut Mulyadi ( 2002 ) ialah “suatu proses sistematik untuk

memperoleh dan mengevaluasi secara objektif mengenai pernyataan – pernyataan

tentang kegiatan dan kejadian ekonomi”. Tujuaanya adalah untuk menetapkan

tingkat kesesuaian antara pernyataan – pernyataan tersebut dengan kriteria yang

telah ditetapkan, serta penyampaian hasil – hasilnya kepada pemakai yang

berkepentingan. Menurut (Mulyadi, 2002), berdasarkan beberapa pengertian

auditing di atas maka audit mengandung unsur-unsur:

Suatu proses sistematis, artinya audit merupakan suatu langkah atau

prosedur yang logis, berkerangka dan terorganisasi. Auditing dilakukan

dengan suatu urutan langkah yang direncanakan, terorganisasi dan

bertujuan.

Untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif, artinya proses

sistematik ditujukan untuk memperoleh bukti yang mendasari pernyataan

yang dibuat oleh individu atau badan usaha serta untuk mengevaluasi

tanpa memihak atau berprasangka terhadap bukti-bukti tersebut.

Pernyataan mengenai kegiatan dan kejadian ekonomi, artinya pernyataan

mengenai kegiatan dan kejadian ekonomi merupakan hasil proses

akuntansi.

Universitas Sumatera Utara

Menetapkan tingkat kesesuaian, artinya pengumpulan bukti mengenai

pernyataan dan evaluasi terhadap hasil pengumpulan bukti tersebut

dimaksudkan untuk menetapkan kesesuaian pernyataan tersebut dengan

kriteria yang telah ditetapkan. Tingkat kesesuaian antara pernyataan

dengan kriteria tersebut kemungkinan dapat dikuantifikasikan,

kemungkinan pula bersifat kualitatif.

Kriteria yang telah ditetapkan, artinya kriteria atau standar yang dipakai

sebagai dasar untuk menilai pernyataan (berupa hasil akuntansi) dapat

berupa peraturan yang ditetapkan oleh suatu badan legislatif, anggaran

atau ukuran prestasi yang ditetapkan oleh manajemen, prinsip akuntansi

berterima umum (PABU) di Indonesia.

Penyampaian hasil (atestasi), dimana penyampaian hasil dilakukan secara

tertulis dalam bentuk laporan audit (audit report)

Pemakai yang berkepentingan, pemakai yang berkepentingan terhadap

laporan audit adalah para pemakai informasi keuangan, misalnya

pemegang saham, manajemen, kreditur, calon investor, organisasi buruh

dan kantor pelayanan pajak

Pengertian auditing menurut ASOBAC ( A Statement of Basic Auditing

Concepts ) ialah “suatu proses sistematis untuk menghimpun dan mengevaluasi

bukti – bukti secara objektif mengenai asersi – asersi tentang berbagai tindakan

dan kejadian ekonomi untuk menentukan tingkat kesesuaian antara asersi – asersi

Universitas Sumatera Utara

tersebut dengan kriteria yang telah ditentukan dan menyampaikan hasilnya kepada

para pemakai yang berkepentingan”.

Menurut Sukrisno Agoes ( 2004 ), auditing adalah “suatu pemeriksaan

yang dilakukan secara kritis dan sistematis oleh pihak yang independen, terhadap

laporan keuangan yang telah disusun oleh manajemen beserta catatan-catatan

pembukuan dan bukti-bukti pendukungnya, dengan tujuan untuk dapat

memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan tersebut”.

2.2 Lowballing cost

Menurut DeAngelo ( 1981 ), pengertian dari lowballing cost adalah

“penetapan fee yang lebih rendah ( discount ) dari penetapan fee yang seharusnya

diberikan oleh Kantor Akuntan Publik ( KAP ) dengan kliennya dengan tujuan

memperoleh klien yang lebih banyak dan lebih cepat”. Lowballing cost pasti

terjadi pada saat biaya transaksi, yaitu pada saat perusahaan membiayai penugasan

pertama kali auditor ( auditor start-up costs ) dan juga biaya pada pergantian

auditor dari auditor sebelumnya ( client switching costs ).

Menurut AICPA ( 1978 ), lowballing adalah “suatu praktek dimana

auditor mengenakan fee awal penugasan audit di bawah harga semestinya dengan

tujuan untuk memperoleh bisnis”.

Universitas Sumatera Utara

Menurut ACCA ( Association of Chatered Certified Accountants, 2006 )

mengemukakan

“Lowballing is the ‘loss-leading’ practice in which auditors compete for

clients by reducing their fees for statutory audits. Lower audit fees are

then compensated by the auditor carrying out more lucrative non-audit

work (e.g. consultancy and tax advice). Audits may even be offered for

free. Such ‘predatory pricing’ may undercut an incumbent auditor to

secure an appointment into which higher price consultancy services may

be sold.”

Terjemahannya adalah Lowballing adalah suatu praktek yang merugikan di mana

auditor bersaing untuk klien dengan mengurangi biaya mereka untuk audit hukum.

Biaya audit yang lebih rendah kemudian dikompensasi oleh auditor melakukan

lebih menguntungkan non-audit kerja (misalnya konsultasi dan saran pajak).

Audit bahkan mungkin akan ditawarkan secara gratis. Seperti predatory pricing

dapat melemahkan kewajiban auditor untuk mengamankan janji di mana harga

yang lebih tinggi layanan konsultasi dapat dijual. Ada risiko ketidakmampuan jika

pekerjaan non-audit yang tidak terwujud dan perusahaan lowballing datang di

bawah tekanan untuk memotong sudut atau resor untuk praktik tidak teratur

(misalnya pemalsuan audit kertas kerja) untuk tetap dalam anggaran. Namun,

kurangnya kualitas audit hanya dapat ditemukan jika situasi muncul bahwa

perusahaan runtuh dan auditor

dibebankan dengan kelalaian.

Universitas Sumatera Utara

2.3 Fee Audit

Lowballing cost sangat berkaitan erat dengan fee audit karena dari

besarnya suatu fee yang diterima auditor pada awal penugasan audit dapat

diketahui apakah terjadi praktik lowballing cost atau tidak.

Menurut DeAngelo ( 1981 ) dan Dye ( 1991 ), pengertian fee audit adalah

“pendapatan ( fee ) yang besarnya bervariasi karena tergantung dari beberapa

faktor dalam penugasan audit seperti ukuran perusahaan klien ( client size ),

kompleksitas audit yang dihadapi auditor ( audit complexity ), risiko audit yang

dihadapi auditor ( audit risk ), dan reputasi kantor akuntan publik yang melakukan

jasa audit ( The Big 4 Auditors )”.

Menurut Sankaraguruswamy dan Whisenant ( 2003 ), fee audit adalah

“pendapatan ( fee ) yang besarnya bervariasi karena tergantung dari beberapa

faktor dalam penugasan audit, seperti keuangan klien ( financial of client ), ukuran

perusahaan klien ( client size ), ukuran auditor atau KAP ( The Big 4 Auditors ),

keahlian yang dimiliki auditor mengenai industri ( industry expertise ), efisiensi

teknologi yang dimiliki auditor ( technological efficiency of auditors )”.

Menurut Mulyadi ( 2002 ), besarnya fee anggota tergantung pada risiko

penugasan, kompleksitas jasa yang diberikan, tingkat keahlian yang diperlukan

untuk melaksanakan jasa tersebut, struktur biaya KAP yang bersangkutan dan

pertimbangan prosesional lainnya.”

Universitas Sumatera Utara

2.4 Ukuran Kompleksitas Perusahaan

Ukuran perusahaan klien ( client size ) adalah besar kecilnya perusahaan

klien yang sedang diaudit oleh auditor atau KAP. Variabel indikator untuk

mewakili faktor ukuran perusahaan adalah total aktiva yang dimiliki oleh

perusahaan klien tersebut ( Craswell et al. 1995 ).

Kompleksitas jasa audit yang diberikan ( Audit Complexity ) adalah ukuran

rumit tidaknya transaksi yang dimiliki oleh klien Kantor Akuntan Publik ( KAP )

untuk diaudit ( Mulyadi, 2002 ). Variabel indikator untuk mewakili faktor audit

complexity adalah jumlah anak perusahaan yang dimiliki oleh suatu perusahaan (

klien ) karena jika perusahaan memiliki anak perusahaan maka transaksi yang

dimiliki klien semakin rumit karena perlu membuat laporan konsolidasi ( Beams,

2000 ).

2.5 Risiko audit

Menurut Mulyadi ( 2002 ), risiko penugasan audit ( Audit risk ) adalah

“risiko yang terjadi dalam hal auditor, tanpa disadari, tidak memodifikasi

pendapatnya sebagaimana mestinya, atau suatu laporan keuangan yang

mengandung salah saji material”. Menurut Mulyadi ( 2002 ), Material adalah

“besarnya nilai yang dihilangkan atau salah saji informasi akuntansi, yang dilihat

dari keadaan yang melingkupinya, dapat mengakibatkan perubahan atas pengaruh

terhadap pertimbangan orang yang meletakkan kepercayaan terhadap informasi

tersebut, karena adanya penghilangan atau salah saji itu”. Variabel indikator untuk

Universitas Sumatera Utara

mewakili risiko audit adalah berupa rasio keuangan yaitu rasio cepat ( quick ratio

), dan perputaran piutang usaha ( account receivable turnover ).

Rasio cepat ( Quick ratio )

Perusahaan dengan nilai rasio cepat rendah akan lebih berisiko karena

perusahaan tidak liquid dan akan menyebabkan biaya fee audit menjadi

tinggi ( Craswell dan Francis, 1996 ). Quick ratio adalah rasio yang

mengukur likuiditas aktiva lancar perusahana atas pelunasan hutang lancar

perusahaan. Rumus:

𝑅𝑎𝑠𝑖𝑜 𝑐𝑒𝑝𝑎𝑡 = 𝐾𝑎𝑠 + 𝑃𝑖𝑢𝑡𝑎𝑛𝑔 𝑢𝑠𝑎ℎ𝑎 𝑘𝑙𝑖𝑒𝑛

𝐻𝑢𝑡𝑎𝑛𝑔 𝑙𝑎𝑛𝑐𝑎𝑟

Pengertian:

Kas : aktiva lancar yang meliputi uang

kertas/logam dan benda-benda lain yang

dapat digunakan sebagai media tukar/alat

pembayaran yang sah dan dapat diambil

setiap saat.

Piutang usaha klien : tuntutan terhadap pihak lain yang berupa

uang, barang-barang atau jasa-jasa yang

dijual secara kredit.

Hutang lancar : kewajiban-kewajiban yang akan diselesaikan

pembayarannya dalam jangka waktu kurang

dari satu tahun.

Universitas Sumatera Utara

Perputaran piutang usaha ( Account receivable turnover )

Menurut Warren Reeve (2005:407), perputaran piutang adalah “Usaha

(account receivable turn over) untuk mengukur seberapa sering

piutang usaha berubah menjadi kas dalam setahun”. Jika tingkat

perputaran piutang usaha tinggi, maka kemungkinan besar adanya

kesalahan atau kecurangan yang terjadi dan dapat menyebabkan

kesulitan dalam melaksanakan audit.

Rumus:

𝐴𝑐𝑐𝑜𝑢𝑛𝑡 𝑟𝑒𝑐𝑒𝑖𝑣𝑎𝑏𝑙𝑒 𝑡𝑢𝑟𝑛𝑜𝑣𝑒𝑟 = 𝑃𝑒𝑛𝑗𝑢𝑎𝑙𝑎𝑛

𝑅𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑝𝑖𝑢𝑡𝑎𝑛𝑔

Pengertian:

Penjualan : suatu transfer hak atas benda-benda

Rata – rata piutang : menjumlahkan piutang awal periode dengan

piutang akhir periode dibagi dua.

2.6 Reputasi Kantor Akuntan Publik ( KAP )

Menurut Craswell et al ( 1995 ), di dalam KAP yang memiliki reputasi

atau nama besar ( The Big 8 Auditors ), auditor akan menghasilkan tingkat

kualitas audit yang melebihi baik persyarata minimal keprofesionalan dan kualitas

dari KAP yang tidak memiliki nama besar ( non The Big 8 Auditors ). Menurut

Diacon ( 2002 ), auditor yang berkualitas tinggi membuat sedikit kesalahan audit

daripada auditor yang berkualitas rendah sehingga memiliki biaya audit yang

Universitas Sumatera Utara

lebih tinggi daripada auditor berkualitas rendah. Pada tahun 1999 masih terdapat 8

KAP yang mempunyai reputasi atau nama besar yang disebut The Big 8, namun

pada tahun 2003 jumlahnya menjadi 4 KAP yang memiliki nama besar yang

disebut dengan The Big 4. Variabel indikator untuk mewakili faktor nama besar

KAP adalah nama KAP yang mengaudit klien termasuk dalam The Big 4. Pada

tahun 2012, empat KAP yang termasuk The Big 4 Auditors adalah:

KAP Purwantono, Sarwoko, Sandjaja berafiliasi dengan Ernest & Young.

KAP Osman Bing Satrio dan Rekan berafiliasi dengan Deloitte Touche

Tohmatsu.

KAP Siddharta dan Widjaja berafiliasi dengan KPMG

KAP Tanudireja Wibinasa & Rekan berafiliasi dengan

PricewaterhouseCoopers.

2.7 Pendapat auditor

Menurut Mulyadi ( 2002 ), pendapat auditor terdiri dari:

Pendapat Wajar tanpa Pengecualian

Dengan pendapat wajar tanpa pengecualian, auditor menyatakan bahwa

laporan keuangan menyajikan secara wajar, dalam semua hal material,

posisi keuangan, hasil usaha, dan arus kas entitas tertentu sesuai dengan

prinsip akuntansi berterima umum di Indonesia. Ini adalah pendapat yang

dinyatakan dalam laporan audit baku. Laporan audit dengan pendapat

Universitas Sumatera Utara

wajar tanpa pengecualian diterbitkan oleh auditor jika kondisi berikut ini

dipenuhi:

1. Semua laporan – neraca, laporan laba rugi, laporan ekuitas

pemilik, laporan arus kas – terdapat dalam laporan

keuangan.

2. Dalam pelaksanaan perikatan, seluruh standar umum dapat

dipenuhi auditor.

3. Bukti cukup dapat dikumpulkan auditor, dan auditor telah

melaksanakan perikatan sedemikian rupa sehingga

memungkinkannya untuk melaksanakan tiga standar

pekerjaan lapangan

Pendapat Wajar dengan Pengecualian

Pendapat wajar dengan pengecualian dinyatakan dalam keadaan:

1. Tidak adanya bukti kompoten yang cukup atau adanya

pembatasan ruang lingkup audit yang mengakibatkan

auditor berkesimpulan tidak menyatakan tidak memberikan

pendapat.

2. Auditor, yakin, atas dasar auditnya, bahwa laporan

keuangan berisi penyimpangan dari prinsip akuntansi

berterima umum di Indonesia, yang berdampak material,

dan ia berkesimpulan untuk tidak menyatakan pendapat

tidak wajar.

Universitas Sumatera Utara

Pendapat tidak wajar

Dengan pendapat tidak wajar, auditor menyatakan bahwa laporan

keuangan tidak menyajikan secara wajar dalam posisi laporan keuangan,

hasil usaha, dan arus kas entitas tertentu sesuai dengan prinsip akuntansi

berterima umum.

Tidak memberikan pendapat

Dengan pernyataan tidak memberi pendapat, auditor menyatakan bahwa ia

tidak menyatakan pendapat atas laporan keuangan klien. Pernyataan tidak

memberikan pendapat diberikan oleh auditor jika auditor tidak

melaksanakan audit yang berlingkup memadai untuk memungkinkan

auditor memberikan pendapat atas laporan keuangan. Pernyataan tidak

memberikan pendapat juga dapat diberikan auditor jika auditor dalam

kondisi tidak independen dalam hubungannya dengan klien.

Universitas Sumatera Utara

2.7.1 Pendapat Wajar tanpa pengecualian dengan paragraf penjelasan

karena keraguan tentang kelangsungan hidup entitas.

Menurut SA Seksi 341 Pertimbangan Auditor atas Kemampuan Entitas dalam

Mempertahankan Kelangsungan Hidupnya membahas tanggung jawab auditor

untuk menilai dan mengungkapkan kemampuan entitas yang diaudit dalam

mempertahankan kelangsungan hidup. Adanya satu atau lebih peristiwa atau

keadaan berikut ini dapat menyebabkan keraguan besar terhadap kemampuan

entitas dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya:

1. Kerugian signifikan yang terjadi secara terus menerus dari usaha entitas

atau kekurangan modal kerja.

2. Ketidakmampuan perusahaan dalam membayar kewajibannya pada saat

jatuh tempo

3. Kehilangan customer utama, terjadinya bencana yang tidak dicakup

dalam asuransi, atau kesulitan besar dalam hubungan dengan buruh.

4. Tuntutan pengadilan, pemberlakuan aturan perundangan, atau hal – hal

semacam yang memungkinkan membahayakan kelangsungan hidup

entitas.

Universitas Sumatera Utara

2.8 Penelitian terdahulu

Hasil penelitian terdahulu yang berkaitan dengan praktik lowballing (

audit fee yang rendah ) antara lain:

Tabel 2.1

Peneliti Terdahulu

Nama Judul Hasil Penelitian

DeAngelo ( 1981 ) Auditor Independence, “

Lowballing “, and Disclosure

Regulation

KAP yang besar akan berusaha

untuk menyajikan kualitas audit

yang lebih baik dibandingkan

dengan KAP yang kecil

Chandra dan Arijit

( 1994 )

Audit Pricing, Lowballing, and

Auditor Turnover: A Dynamic

Analysis

Klien hanya dapat melakukan

penawaran harga untuk satu

periode sekali

Craswell dan

Francis ( 1999 )

Pricing Initial Audit

Engagement: A Test of

Competing Theories “

Fee audit yang dipublikasikan

akan menghalangi praktik

lowballing yang terjadi pada awal

penugasan audit

Universitas Sumatera Utara

Derek K. Chan

( 1999 )

“ Lowballing” and Efficiency

in a Two Period Specialization

Model of Auditing Competition

Lowballing terjadi hanya pada

segemen pasar tertentu dimana

kantor akuntan publik bersaing

secara ketat dan implikasi

ekonomi untuk melarang praktik

lowballing

Johnstone dan

Bedard ( 2001 )

Engagement planning, bid

pricing, and client response in

the market for initial attest

engagements

Risiko klien yang tinggi

berhubungan dengan pemakaian

bekerja spesialis, keterlibatan

tenaga ahli, dan fee audit yang

tinggi, tetapi tidak berhubungan

dengan tambahan jam audit

Beaulieu ( 2001 ) The effects of judgements of

new clients’ integrity upon risk

judgements,audit evidence and

fees

Penliaian risiko yang rendah

berhubungan dengan pengurangan

upaya audit dan fee yang lebih

rendah

Stephen et al.

( 2002 )

Highballing and Lowballing in

Audit Pricing: The Impact of

Error

Klien yang memiliki informasi

lebih tentang keuangan

perusahaannya daripada auditor

akan dapat menyebabkan praktik

lowballing agar auditor mendapat

informasi tersebut.

Universitas Sumatera Utara

Kevan dan Jeff

( 2003 )

Audit Pricing and Audit

Quality : The Influence of The

Introduction of Price

Competition

Persaingan harga audit akan

menyebabkan audit fee yang

rendah, lowballing pada awal

penugasan audit, eliminasi dari

premi fee, dan merendahkan

tingkatan industri

Presha et al ( 2003 ) Gender Differences in

Auditor’s Attidutes Toward

Lowballing : Implications for

Future Practice

Kaum perempuan akan lebih

menolak praktik lowballing

daripada kaum pria.

Sankaraguruswamy

( 2003 )

Pricing Initial Audit

Engagement: Empirical

Evidence Following Public

Disclosure of Audit Fees“

Harga penugasan awal audit pada

kantor akuntan publik di Amerika

Serikat jika dipublikasikan akan

lebih konsisten dengan teori

DeAngelo ( 1981 )

Darius ( 2012 ) An Experimental Investigation

of the Influence of Audit Fee

Structure and Auditor

Selection Rights on Auditor

Independence and Client

Investment Decisions

Lowballing adalah sebuah

ancaman pada independensi

auditor dan kinerja manajer dalam

laporan regulasi

Universitas Sumatera Utara

2.9 Kerangka konseptual

Penelitian ini akan menguji hubungan ukuran kompleksitas perusahaan,

pendapat auditor, reputasi kantor akuntan publik, dan risiko audit dengan praktik

lowballing yang dilakukan oleh auditor.

Hubungan antara ukuran kompleksitas perusahaan, pendapat auditor,

reputasi kantor akuntan publik, dan risiko audit dengan praktik lowballing yang

dilakukan oleh auditor dapat dilihat sebagai berikut:

Gambar 2.1

Kerangka Konseptual

Penjelasan gambar:

Dari kerangka konseptual diatas, peneliti menggunakan ukuran perusahaan,

jumlah cabang perusahaan, pendapat auditor, reputasi kantor akuntan publik,rasio

cepat dan rasio perputaran piutang usaha sebagai variabel independen, sedangkan

praktik lowballing ( audit fee yang rendah ) sebagai variabel dependen.

H7

H4

H3

H1

H2

Praktik

Lowballing Reputasi kantor akuntan publik

Ukuran perusahaan

Jumlah cabang perusahaan

Pendapat Auditor

H5 Rasio cepat

Rasio perputaran piutang usaha H6

Universitas Sumatera Utara

2.10 Hipotesis Penelitian

Menurut Erlina ( 2008 ), hipotesis adalah “ungkapan atau pernyataan yang

dapat dipercaya, disangkal, atau diuji kebenarannya mengenai konsep atau

konstruk yang menjelaskan atau memprediksi fenomema – fenomena yang

dirumuskan dengan maksud untuk diuji secara empiris”. Hipotesis merupakan

penjelasan sementara tentang perilaku, fenomena atau keadaan tertentu yang telah

terjadi atau akan terjadi. Berdasarkan perumusan masalah dalam kerangka

konseptual sebelumnya, maka hipotesis dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

H1: Ukuran kompleksitas perusahaan mempengaruhi praktik lowballing

H2: Jumlah cabang perusahaan mempengaruhi praktik lowballing

H3: Pendapat auditor periode sebelumnya dapat mempengaruhi praktik

lowballing

H4: Reputasi kantor akuntan publik dapat mempengaruhi praktik

lowballing

H5: Rasio cepat mempengaruhi praktek lowballing

H6: Rasio perputaran piutang usaha mempengaruhi praktik lowballing

H7: Ukuran perusahaan, jumlah cabang perusahaan, pendapat auditor,

reputasi Kantor Akuntan Publik (KAP) , rasio cepat, dan rasio

perputaran piutang usaha berpengaruh secara bersama – sama

maupun secara partial terhadap praktik lowballing

Universitas Sumatera Utara