17
6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Model Pembelajaran Cooperative Learning Tipe Jigsaw 2.1.1. Pengertian Model Pembelajaran Model pembelajaran merupakan suatu rencana atau pola yang mengorganisasi pembelajaran di dalam kelas dan menunjukkan cara penggunaan materi pembelajaran (Koes, 2003: 60). Model pembelajaran dapat dijadikan pola pilihan, artinya para guru boleh memilih model pembelajaran yang sesuai dan efisien serta efektif untuk mencapai tujuan pendidikannya. Sumarno (dalam Chairunnisa 2012: 17), mengemukakan bahwa model pembelajaran merupakan strategi yang digunakan oleh guru untuk meningkatkan motivasi belajar, sikap belajar dikalangan siswa, mampu berpikir kritis, memiliki ketrampilan sosial dan pencapaian hasil pembelajaran yang lebih optimal (Isjoni, 2009: 8). Dari beberapa pendapat di atas, dapat ditarik kesimpulan dengan demikian bahwa yang disebut dengan model pembelajaran adalah rencana atau pola atau strategi yang digunakan oleh guru untuk meningkatkan motivasi belajar, membentuk sikap belajar, sehingga mencapai hasil pembelajaran yang lebih optimal. 2.1.2. Jenis-jenis Model Pembelajaran Kardi dan Nur (dalam Trianto, 2009) mengemukakan bahwa ada lima model pembelajaran yang dapat digunakan dalam mengelola pembelajaran, yaitu: a. Model pembelajaran langsung Menurut Arends (Trianto, 2009: 41) model pembelajaran langsung adalah suatu model pembelajaran yang dirancang khusus untuk menunjang proses belajar siswa yang berkaitan dengan pengetahuan deklaratif dan pengetahuan procedural yang terstruktur dengan baik dan dapat diajarkan dengan pola kegiatan bertahap. b. Model pembelajaran kooperatif Model pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang mengutamakan kerjasama diantara siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran, dimana siswa belajar bersama dalam sebuah kelompok kecil yang terdiri dari sejumlah siswa yang heterogen baik dilihat dari kemampuan belajarnya, rasnya, suku atau jenis kelaminnya.

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Cooperative Learning Tipe Jigsaw

  • Upload
    others

  • View
    5

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Cooperative Learning Tipe Jigsaw

6

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Model Pembelajaran Cooperative Learning Tipe Jigsaw

2.1.1. Pengertian Model Pembelajaran

Model pembelajaran merupakan suatu rencana atau pola yang mengorganisasi

pembelajaran di dalam kelas dan menunjukkan cara penggunaan materi pembelajaran (Koes,

2003: 60). Model pembelajaran dapat dijadikan pola pilihan, artinya para guru boleh memilih

model pembelajaran yang sesuai dan efisien serta efektif untuk mencapai tujuan

pendidikannya.

Sumarno (dalam Chairunnisa 2012: 17), mengemukakan bahwa model pembelajaran

merupakan strategi yang digunakan oleh guru untuk meningkatkan motivasi belajar, sikap

belajar dikalangan siswa, mampu berpikir kritis, memiliki ketrampilan sosial dan pencapaian

hasil pembelajaran yang lebih optimal (Isjoni, 2009: 8).

Dari beberapa pendapat di atas, dapat ditarik kesimpulan dengan demikian bahwa yang

disebut dengan model pembelajaran adalah rencana atau pola atau strategi yang digunakan

oleh guru untuk meningkatkan motivasi belajar, membentuk sikap belajar, sehingga

mencapai hasil pembelajaran yang lebih optimal.

2.1.2. Jenis-jenis Model Pembelajaran

Kardi dan Nur (dalam Trianto, 2009) mengemukakan bahwa ada lima model

pembelajaran yang dapat digunakan dalam mengelola pembelajaran, yaitu:

a. Model pembelajaran langsung

Menurut Arends (Trianto, 2009: 41) model pembelajaran langsung adalah suatu model

pembelajaran yang dirancang khusus untuk menunjang proses belajar siswa yang berkaitan

dengan pengetahuan deklaratif dan pengetahuan procedural yang terstruktur dengan baik dan

dapat diajarkan dengan pola kegiatan bertahap.

b. Model pembelajaran kooperatif

Model pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang mengutamakan

kerjasama diantara siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran, dimana siswa belajar bersama

dalam sebuah kelompok kecil yang terdiri dari sejumlah siswa yang heterogen baik dilihat

dari kemampuan belajarnya, rasnya, suku atau jenis kelaminnya.

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Cooperative Learning Tipe Jigsaw

7

c. Model pembelajaran berdasarkan masalah

Arends (dalam Chairunnisa 2012: 18) menyatakan bahwa model pembelajaran

berdasarkan masalah (problem base learning) adalah model pembelajaran dengan pendekatan

pembelajaran siswa pada masalah autentik, sehingga siswa dapat menyusun pengetahuannya

sendiri, menumbuhkan ketrampilan yang lebih tinggi dan inkuiri, melatih siswa agar mandiri

dan percaya diri. Model ini bercirikan penggunaan masalah kehidupan nyata sebagai sesuatu

dan meningkatkan ketrampilan berpikir kritis dan menyelesaikan masalah, serta mendapatkan

pengetahuan konsep-konsep penting.

d. Model pembelajaran diskusi

Model pembelajaran diskusi merupakan model pembelajaran yang sangat berkaitan

dengan pemecahan masalah. Model pembelajaran in sering disebut diskusi kelompok atau

resitasi (pelafalan bersama).

e. Learning strategy

Strategi belajar yang baik adalah yang dapat menjamin tercapainya tujuan pengajaran

yang efektif, efisien, dan ekonomis serta dapat meningkatkan keterlibatan siswa baik secara

intelektual maupun fisik.

Dari sekian model pembelajaran yang dipaparkan di atas, dalam penelitian ini, penulis

memilih menggunakan model cooperative learning sebagai model pembelajaran yang akan

diterapkan dalam penelitian ini. Pemilihan model cooperative learning dalam penelitian ini

dibangun atas pertimbangan-pertimbangan yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya, yaitu

kondisi riil subyek penelitian yang akan diteliti oleh penulis.

2.1.3. Pengertian Model Pembelajaran Cooperative Learning

Mengenai cooperative learning, Slavin (dalam Isjoni, 2007: 15) mengemukakan: “in

cooperative learning methods, students work together in four member teams to master

material initially presented by teacher”. Dari pernyataan tersebut dapat dikemukakan bahwa

cooperative learning merupakan suatu model pembelajaran yang di dalamnya kegiatan belajar

dilakukan oleh siswa dalam kelompok-kelompok kecil yang berjumlah 4-6 orang secara

bersama, sehingga dapat merangsang siswa lebih termotivasi dalam belajar.

Model pembelajaran ini memungkinkan siswa untuk mengembangkan pengetahuan,

kemampuan, dan keterampilan secara penuh dalam suasana belajar yang terbuka dan

demokratis. Siswa bukan lagi sebagai objek pembelajaran namun bisa juga berperan sebagai

tutor bagi rekan sebayanya. Menurut Sagala (2003: 88) cooperative learning merupakan

salah satu bentuk pembelajaran yang berdasarkan paham konstruktivisme.

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Cooperative Learning Tipe Jigsaw

8

Berdasarkan uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa cooperative learning

merupakan model pembelajaran yang memanfaatkan pengelompokan siswa untuk bekerja

sama selama proses pembelajaran, sehingga mendapatkan hasil yang maksimal. Karena

dengan pengelompokan ini, diharapkan siswa dapat saling membantu dalam tugas

akademiknya.

2.1.4. Tujuan Model Pembelajaran Cooperative Learning

Model cooperative learning adalah model pembelajaran yang memungkinkan guru

dapat mendorong siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran baik berupa tujuan akademik,

penerimaan akan keragaman, maupun sebagai saran untuk mengembangkan ketrampilan

sosial (Suhadi, 2010: 7). Suhadi melanjutkan bahwa dengan cooperative learning, siswa dapat

meningkatkan prestasi (hasil) belajarnya, karena siswa diberikan kesempatan untuk saling

belajar dengan sesamanya – inilah yang disebut dengan pencapaian pembelajaran yaitu pada

tujuan akademik. Sebab, menurut Suhadi, dengan belajar dari sesama siswa lainnya, siswa

sebagai individu justru lebih mudah menyerap pelajaran, karena rekannya berada pada

dimensi kognitif yang sama dengan dirinya. Selain tujuan akademik, dengan cooperative

learning siswa diberikan kesempatan untuk saling belajar menerima keragaman, baik

keragaman suku, agama, ras, intelektual dan latar belakang yang lain (Slavin, 2003: 39).

Akhirnya cooperative learning adalah sarana yang tepat bagi para siswa untuk

mengembangkan ketrampilan sosialnya (Suhadi, 2010: 8). Dengan belajar menerima

perbedaan, pada saat itu juga siswa sedang belajar bagaimana mengembangkan

ketrampilannya sebagai makhluk sosial.

2.1.5. Pengertian Model Pembelajaran Cooperative Learning Tipe Jigsaw

Model cooperative learning tipe Jigsaw merupakan salah tipe dari model cooperative

learning. Jigsaw telah dikembangkan dan diuji coba oleh Elliot Aronson dan teman-teman di

Universitas Texas, dan kemudian diadaptasi oleh Slavin dan teman-teman di Universitas John

Hopkins. Cooperative learning tipe jigsaw merupakan salah satu tipe cooperative learning

yang mendorong siswa aktif dan saling membantu dalam menguasai materi pelajaran untuk

mencapai prestasi yang maksimal (Isjoni, 2007: 54).

Aronson (dalam Isjoni 2007: 54), tokoh yang mendesain model cooperative learning

tipe Jigsaw mengatakan: Esensi dari jigsaw adalah suatu model cooperative learning dimana

tiap siswa dalam kelompok memiliki satu potongan gambaran informasi khusus yang masing-

masing berbeda, kemudian ia bertanggungjawab untuk mengajarkannya kepada teman satu

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Cooperative Learning Tipe Jigsaw

9

kelompoknya. Ketika seluruh gambaran informasi ini bergabung, siswa telah memiliki satu

puzzle utuh (dinamakan jigsaw)

Menurut Isjoni (2007: 55) disebutkan bahwa dalam penerapan jigsaw, siswa dibagi

berkelompok dengan 4-6 anggota kelompok belajar secara beragam, karena kelompok yang

beranggotakan 4-6 orang lebih sepaham dalam menyelesaikan suatu permasalah

dibandingkan dengan kelompok yang beranggotakan 2-4 orang. Kunci jigsaw adalah saling

ketergantungan, yakni setiap siswa bergantung kepada teman satu kelompoknya untuk dapat

memberikan informasi yang diperlukan supaya dapat berkinerja baik saat penilaian.

Dari pendapat di atas, dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa model cooperative

learning tipe jigsaw adalah sebuah model pembelajaran yang beranggotakan 4-6 orang, di

mana setiap anggota kelompok saling bergantung satu dengan lainnya untuk dapat

memberikan informasi yang diperlukan supaya dapat berkinerja baik saat penilaian.

2.1.6. Langkah-langkah Pembelajaran Cooperative Tipe Jigsaw

Langkah-langkah atau tahapan pelaksanaan cooperative learning tipe jigsaw yang

diadopsi dari Aronson (2010) adalah sebagai berikut (lihat tabel 2.1)

Tabel 2.1

Langkah-Langkah (tahapan) Model Cooperative learning Tipe Jigsaw

Tahapan Kegiatan Keterangan

Pertama Membentuk kelompk

jigsaw/kelompok asal yang

heterogen

Guru membagi siswa dalam

kelompok asal yang

berjumlah 4-6 orang

Kedua Membagikan tugas/materi Guru membagi pelajaran yang

akan di bahas ke dalam 4-6

bagian

Siswa membagi tugas/materi

yang berbeda pada ditap

siswa dalam tiap kelompok

Ketiga Membentuk kelompok ahli Siswa dari masing-masing

kelompok jigsaw/asal

bergabung dengan siswa lain

yang memiliki segmen

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Cooperative Learning Tipe Jigsaw

10

pelajaran yang sama

Keempat Diskusi kelompok ahli Siswa berdiskusi dalam

kelompok berdasarkan

kesamaan materi masing-

masing siswa

Kelima Diskusi kelompok jigsaw/asal Siswa kembali ke kelompok

asalnya masing-masing dan

bergiliran mengajarkan materi

kepada anggota kelompok

yang lain

Keenam Evaluasi tingkat penguasaan siswa

terhadap materi

Guru melakukan penilaian

untuk mengukur hasil belajar

siswa secara individu

mengenai seluruh

pembahasan

Adapun langkah-langkah pembelajaran jigsaw di atas diuraikan sebagai berikut:

a. Tahap 1: Bahan Ajar

Guru memilih satu bab dalam buku ajar, kemudian membagi bab tersebut menjadi

bagian-bagian, sesuai dengan jumlah anggota kelompok. Jadi, apabila jumlah anggota

kelompok ada 4 orang siswa, maka bab tersebut dibagi menjadi empat bagian. Setiap anggota

kelompok ditugasi untuk membaca dan mempelajari bagiannya pada bab tersebut. Pada tahap

selanjutnya, masing-masing anggota kelompok bertemu dengan ahli-ahli dari kelompok lain

dalam kelas.

b. Tahap 2: Diskusi Kelompok Ahli

Kelompok ahli harus melakukan pertemuan sekitar satu kali pertemuan untuk

mendiskusikan topik yang ditugaskan. Setiap anggota kelompok ahli harus menerima lembar

kerja “ahli”. Lembar kerja ahli harus memuat pertanyaan-pertanyaan dan kegiatan (jika ada)

untuk mengarahkan diskusi kelompok. Guru mendorong siswa untuk menggunakan cara

belajar yang bervariasi. Tujuan kelompok ini adalah mempelajari subbab tersebut dan

menyiapkan ringkasan presentasi untuk mengajarkan subbab tesebut kepada kelompok kecil

masing-masing.

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Cooperative Learning Tipe Jigsaw

11

c. Tahap 3: Pelaporan dan Pengetesan

Masing-masing anggota kelompok ahli kembali ke kelompok kecil masing-masing.

Masing-masing anggota kelompok mengajarkan topik ke anggota kelompok lainnya dalam

kelompok. Guru mendorong siswa untuk menggunakan metode mengajar yang bervariasi.

Guru mendorong anggota kelompok untuk mengajukan pertanyaan ke penyaji dan

mendiskusikan lembar kerja kelompok.

Setelah diskusi kelompok, guru menyelenggarakan tes yang mencakup materi satu bab

penuh, dalam waktu yang tidak lebih dari 15 menit.

d. Tahap 4: Tahap penghargaan

Tahap ini merupakan tahap yang mampu mendorong siswa untuk lebih kompak. Pada

tahap ini, rata-rata peningkatan kelompok dilaporkan pada warta penghargaan mingguan.

Guru dapat menggunakan kata-kata istimewa untuk memberikan penghargaan pada kinerja

kelompok seperti Bintang Sains, atau Kelompok Einstein, atau dengan sebutan lainnya.

Penghargaan kerja masing-masing kelompok disajikan pada papan pengumuman yang

melaporkan peringkat masing-masing kelompok dalam kelas. Kinerja individu yang luar

biasa juga dilaporkan. Kepekaan guru sangat diperlukan disini. Penting untuk dipahami

bahwa menghargai siswa secara akademik dari kelompok berkemampuan rendah merupakan

bagian integral keefektifan pembelajaran jigsaw.

2.2. Motivasi Belajar

2.2.1. Pengertian Motivasi

Sebelum membahas motivasi belajar, terlebih dahulu akan dibahas mengenai motivasi.

Istilah motivasi berasal dari bahasa Latin, yakni “movere” yang berarti

“menggerakkan” (Winardi, 2007: 27). Menurut James O Whittaker (Wasty Soemanto

2003: 205) motivasi adalah kondisi-kondisi atau keadaan yang mengaktifkan atau memberi

dorongan kepada mahluk untuk bertingkah laku mencapai tujuan yang ditimbulkan oleh

motivasi tersebut.

Menurut Mc Donald (Sardiman, 2011: 73-74) mengatakan bahwa motivasi adalah

perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai dengan munculnya “feeling” dan

didahului dengan tanggapan terhadap adanya tujuan. Sardiman (2011: 75) juga mengatakan

bahwa motivasi dapat dikatakan sebagai serangkaian usaha untuk menyediakan kondisi-

kondisi tertentu, sehingga seseorang mau dan ingin melakukan sesuatu, dan bila ia tidak suka,

maka akan berusaha meniadakan atau mengelakkan perasaan tidak suka itu.

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Cooperative Learning Tipe Jigsaw

12

Beberapa pendapat di atas, dengan bahasanya masing-masing menunjukkan

perasamaan dalam memberikan pengertian tentang motivasi. Masing-masing bersepakat

bahwa motivasi adalah sebuah kondisi yang mendorong. Berdasarkan beberapa pendapat

diatas dapat disimpulkan bahwa motif dan motivasi memiliki pengertian yang sama yaitu

menunjukkan suatu dorongan yang timbul dari dalam diri seseorang yang menyebabkan

orang tersebut mau bertindak melakukan sesuatu guna tujuan yang diinginkan.

2.2.2. Motivasi Belajar

Dalam proses belajar, motivasi sangat diperlukan. Seorang yang tidak mempunyai

motivasi dalam belajar, tidak akan mungkin dapat melakukan aktivitas belajar.

Menurut Sadirman AM (2011), motivasi belajar adalah keseluruhan daya penggerak di

dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin kelangsungan dan

kegiatan belajar siswa dan memberikan arah pada kegiatan belajar, sehingga tujuan yang

dikehendaki oleh subyek belajar tercapai.

Dari pengertian motivasi belajar diatas dapat disimpulkan 3 hal mendasar yang

termuat dalam motivasi belajar sebagai berikut :

a. Mendorong manusia untuk berbuat (motivasi sebagai motor penggerak dari setiap

kegiatan yang akan dilakukan)

b. Menyeleksi sesuatu perbuatan (menentukan perbuatan-perbuatan) yang harus dilakukan

untuk mencapai tujuan.

c. Menentukan arah perbuatan (ke arah tujuan yang hendak dicapai) (M Ngalim

Purwanto, 1997)

Berdasarkan kutipan di atas, maka dapat penulis simpulkan bahwa yang dimaksud

dengan motivasi belajar adalah dorongan yang timbul dalam diri individu untuk melakukan

sesuatu tindakan yang dipilih secara sadar, dengan tujuan-tujuan yaitu berhasil di dalam

belajar.

Terkait dengan penelitian ini, seseorang dikatakan memiliki motivasi belajar jika ia

terdorong untuk menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dalam

pembelajaran IPA, secara sadar memilih menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe

jigsaw dalam pembelajaran IPA dan berhasil tuntas dalam belajarnya, yang ditunjukkan

dengan adanya dorongan dari dalam diri yang tinggi untuk berhasil mencapai Kriteria

Ketuntasan Minimum (KKM). Untuk mengetahui adanya dorongan yang tinggi dari dalam

diri untuk mencapai KKM tersebut, maka digunakan patokan skala motivasi belajar dengan

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Cooperative Learning Tipe Jigsaw

13

menggunakan skala Likert, yang terdiri dari tiga kategori: tinggi, sedang dan rendah; dan

diperoleh melalui angket, dengan patokan sebagai berikut:

Dengan ketentuan sebagai berikut:

≥ 80 ke atas : tinggi

60 – 79 : sedang

≤ 59 : rendah

2.2.3. Macam-Macam Motivasi Belajar

Dalam membicarakan macam-macam motivasi belajar, hanya dibahas dari dua sudut

pandang yaitu motivasi yang berasal dari dalam diri seseorang yang disebut “motivasi

intrinsik” dan motivasi yang berasal dari luar diri seseorang disebut “motivasi ekstrinsik”

Djamarah (dalam Samsudin 2003).

a. Motivasi Intrinsik

Motivasi Intrinsik adalah motiv-motif yang menjadi aktif dan berfungsi tanpa perlu

dirangsang dari luar, karena dalam diri setiap individu sudah ada dorongan untuk melakukan

sesuatu.

Bila seseorang memiliki motif intrinsik dalam dirinya, maka ia sadar akan melakukan

sesuatu kegiatan yang tidak menimbulkan motivasi dari luar dirinya. Dalam aktivitas belajar,

motivasi intrinsik diperlukan terutama belajar sendiri. Seseorang yang memiliki motivasi

intrinsik selalu ingin maju sulit sekali melakukan aktifitas belajar terus menerus. Sedangkan

seseorang yang memiliki motivasi intrinsik selalu ingin maju dalam belajar. Keinginan ini

dilatar belakangi oleh pemikiran yang positif, bahwa semua mata pelajaran yang dipelajari

sangat dibutuhkan dan sangat berguna kini dan mendatang. Motivasi memang berhubungan

dengan kebutuhan seseorang yang memunculkn kesadaran untuk melakukan aktifitas atau

kegiatan.

Siswa yang memiliki motivasi intrinsik cenderung akan menjadi seseorang yang

terdidik, berpengetahuan yang mempunyai keahlian dalam bidang tertentu. Untuk

mendapatkan semuanya itu perlu belajar. Belajar adalah suatu cara untuk mendapatkan suatu

ilmu pengetahuan dan ketrampilan.

Sebenarnya motivasi baik itu intrinsik maupun ekstrinsik adalah sesuatu yang abstrak

dan tidak dapat dilihat bentuknya. Karena itu, pertanyaannya adalah bagaimana mengukur

motivasi tersebut?Uno (2011: 23) menyebutkan bahwa untuk dapat mengetahui motivasi

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Cooperative Learning Tipe Jigsaw

14

intrinsik atau motivasi yang datang dari dalam diri seseorang dapat diukur dengan: (1) adanya

hasrat dan keinginan berhasil; (2) adanya dorongan dan kebutuhan dalam belajar; (3) adanya

harapan dan cita-cita masa depan.

b. Motivasi Ekstrinsik

Motivasi ekstrinsik adalah motif-motif yag aktif dan berfungsi karena adanya

perangsang dari luar. (Djamarah, 2003). Motivasi ekstrinsik diperlukan agar siswa mau

belajar. Guru harus dapat membangkitkan minat siswa dengan motivasi ekstrinsik dalam

berbagai bentuknya. Kesalahan dalam menggunakan motif-motif ekstrinsik bukan menjadi

pendorong, tetapi menjadikan siswa malas belajar. Untuk itu guru harus tepat dan benar

dalam memotovasi siswa dalam rangka proses interaksi belajar mengajar.

Dalam pendidikan dan pengajaran, guru bukan hanya berperan menjadi administator,

demonstrator, pengolola kelas, mediator, fasilitator, supervisor dan evaluator, tetapi juga

sebagai motivator dan pembimbing.

Sebagai motivator guru berperan untuk mendorong siswa agar giat belajar. Usaha ini

dapat diusahakan guru dengan memanfaatkan bentuk – bentuk motivasi sekolah agar dapat

membangkitkan gairah belajar siswa. Menurut Djamarah (Samsudin 2003) ada enam hal

yang dapat diusahakan guru yaitu:

a. Membangkitkan dorongan kepada siswa agar belajar.

b. Menjelaskan secara konkrit kepada siswa apa yang dapat di lakukan pada akhir

pengajaran.

c. Memberikan ganjaran kepada terhadap prestasi yang dicapai siswa sehingga dapat

merangsang untuk mendapat prestasi yang lebih baik di kemudian hari.

d. Membentuk kebiasaan belajar siswa secara individual maupun kelompok.

e. Membantu kesulitan belajar siswa secara individual maupun kelompok.

f. Menggunakan metode yang bervariasi.

Selain Djamarah, Uno menyebutkan bahwa upaya agar siswa dapat termotivasi untuk

belajar, hal-hal di luar diri siswa yang dapat mendorong dirinya untuk belajar antara lain:

a. Adanya penghargaan dalam belajar;

b. Adanya kegiatan yang menarik dalam belajar, dan;

c. Adanya lingkungan belajar yang kondusif.

Dari paparan di atas, dapat kita mengerti bahwa motivasi dapat terjadi karena dua hal.

Pertama bahwa motivasi ada karena ada keinginan dari dalam diri sendiri untuk belajar.

Motivasi jenis ini disebut juga dengan motivasi intrinsik, dan kedua adalah motivasi belajar

yang muncul dari dalam diri siswa untuk tertarik belajar karena adanya dorongan dari pihak-

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Cooperative Learning Tipe Jigsaw

15

pihak di luar dirinya. Dalam penelitian ini, penulis akan menggunakan dua motivasi ini untuk

melihat motivasi belajar siswa. Khusus untuk motivasi intrinsik, indikator yang akan

digunakan untuk mengukur dua jenis motivasi belajar ini, yaitu indikator yang disampikan

oleh Uno (2011). Sedangkan untuk motivasi ekstrinsik, indikator yang akan digunakan pada

motivasi belajar siswa adalah indikator yang disampaikan oleh Djamarah (2003).

2.2.4. Bentuk-Bentuk Motivasi Belajar di Sekolah

Ada beberapa bentuk dan cara untuk menumbuhkan motivasi dalam kegiatan belajar

mengajar sebagaimana dijelaskan Sardiman A.M, (2011: 92-95), dalam bukunya berjudul “

Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar” sebagai berikut:

a. Memberi angka

Angka dalam hal ini sebagai simbol dari nilai kegiatan belajarnya. Banyak siswa

belajar, yang utama justru untuk mencapai angka/nilai yang baik. Sehingga siswa biasanya

yang dikejar adalah nilai ulangan atau nilai-nilai pada raport angkanya baik-baik. Angka

merupakan alat motivasi yang cukup memberikan rangsangan kepada siswa untuk

mempertahankan atau bahkan lebih meningkatkan prestasi belajar. Angka biasanya terdapat

dalam rapor sesuai dengan jumlah mata pelajaran yang diprogramkan dalam kurikulum.

Angka-angka yang baik itu bagi para siswa merupakan motivasi yang sangat kuat.

b. Hadiah

Hadiah adalah memberikan sesuatu kepada orang lain sebagai penghargaan atau

kenang-kenangan. Dalam dunia pendidikan, hadiah juga bisa dijadikan sebagai alat motivasi.

c. Saingan / kompetisi

Saingan / kompetisi digunakan sebagai alat motivasi untuk mendorong siswa agar

bergairah belajar. Persaingan, baik persaingan individual maupun persaingan kelompok dapat

meningkatkan prestasi belajar siswa. memang unsure persainga ini banyak dimanfaatkan di

dalam dunia industri atau perdagangan, tetapi juga sangat baik digunakan untuk

meningkatkan kegiatan belajar siswa.

d. Ego-involvement

Menumbuhkan kesadaran kepada siswa agar merasakan pentingnya tugas dan

menerimanya sebagai tantangan sehingga bekerja keras dengan mempertaruhkan harga diri,

adalah sebagai salah satu bentuk motivasi yang cukup penting. Seseorang akan berusaha

dengan segenap tenaga untuk mencapai prestasi yang baik dengan menjaga harga dirinya.

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Cooperative Learning Tipe Jigsaw

16

e. Memberi Ulangan

Ulangan merupakan strategi yang cukup baik untuk memotivasi siswa agar giat belajar.

Para siswa akan belajar lebih giat kalau tahu jika akan ada ulangan. Oleh karena itu, memberi

ulangan ini juga merupakan sarana motivasi. Tetapi yang harus diingat oleh guru, adalah

jangan terlalu sering ( misalnya setiap hari ) karena bisa membosankan dan bersifat rutinitas.

Dalam hal ini guru juga harus bersifat terbuka, maksudnya kalau akan ada ulangan harus

diberitahukan terlebih dahulu kepada siswanya.

f. Mengetahui Hasil

Mengetahui hasil bisa dijadikan motivasi bagi siswa. Dengan mengetahui hasil siswa

terdorong untuk belajar lebih giat. Untuk mengetahui bahwa grafik hasil belajar meningkat,

maka ada motivasi pada diri siswa untuk terus belajar, dengan satu harapan hasilnya terus

meningkat.

g. Pujian

Pujian adalah bentuk reinforcement yang penting dan sekaligus merupakan motivasi

yang baik. Oleh karena itu, supaya pujian ini merupakan motivasi, pemberiannya harus tepat.

Dengan pujian yang tepat akan memupuk suasana yang sangat menyenangkan dan

mempertinggi gairah belajar serta sekaligus akan membangkitkan harga diri siswa.

h. Hukuman

Meski hukuman sebagai reinforcement yang negatif, tetapi apabila dilakukan dengan

tepat dan bijak akan merupakan alat motivasi yang baik. Oleh karena itu guru harus

memahami prinsip-prinsip pemberian hukuman.

i. Hasrat untuk belajar

Hasrat untuk belajar, berarti ada unsur kesengajaan, ada maksud untuk belajar. Hal ini

akan lebih baik, bila dibandingkan segala sesuatu kegiatan yang tanpa maksud. Hasrat unutk

belajar berarti pada diri anak didik itu memang ada motivasi untuk belajar, sehingga sudah

barang tentu hasilnya akan lebih baik.

j. Minat

Motivasi muncul karena ada kebutuhan, begitu juga minat sehingga tepatlah kalau

minat merupakan alat motivasi yang pokok. Proses belajar itu akan berjalan lancar kalau

disertai dengan minat. Mengenai minat ini antara lain dapat dibangkitkan dengan cara cara-

cara diantaranya : (1) Membangkitkan adanya suatu kebutuhan, (2) Menghubungkan dengan

persoalan pengalaman yang lampau, (3) Memberi kesempatan untuk mendapatkan hasil yang

baik, (4) Menggunakan berbagai macam bentuk mengajar.

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Cooperative Learning Tipe Jigsaw

17

k. Tujuan yang diakui

Rumusan tujuan yang diakui dan diterima baik oleh siswa, karena dirasa sangat

berguna dan menguntungkan, maka akan timbul gairah untuk terus belajar.

Diakui bahwa dalam proses pembelajaran, tidak mudah untuk menumbuhkan motivasi

belajar siswa. Artinya bahwa jika tidak muncul motivasi dari dalam diri siswa, diperlukan

motivasi dari luar diri siswa. Dalam konteks belajar mengajar, guru yang berperan sebagai

motivator dalam membangkitkan motivasi belajar siswa. Karena itu, diperlukan berbagai cara

atau strategi untuk dapat menumbuhkan motivasi belajar siswa itu sendiri. Sardiman (2011)

menawarkan 11 strategi yang dapat digunakan oleh guru untuk meningkatkan motivasi siswa

dalam belajar.

Meskipun demikian, dalam penelitian ini, penulis memilih menggunakan jenis-jenis

motivasi belajar siswa yang digunakan oleh Uno (2011) Djamarah (2003) yaitu motivasi

intrinsik dan motivasi ekstrinsik antara lain: (1) adanya hasrat dan keinginan berhasil; (2)

adanya dorongan dan kebutuhan dalam belajar; (3) adanya harapan dan cita-cita masa depan

(4) membangkitkan dorongan kepada siswa agar belajar; (5) menjelaskan secara konkrit

kepada siswa apa yang dapat di lakukan pada akhir pengajaran; (6) memberikan ganjaran

kepada terhadap prestasi yang dicapai siswa sehingga dapat merangsang untuk mendapat

prestasi yang lebih baik di kemudian hari; (7) membentuk kebiasaan belajar siswa secara

individual maupun kelompok; (8) membantu kesulitan belajar siswa secara individual

maupun kelompok; dan (9) menggunakan model pembelajaran yang bervariasi. Lebih khusus

lagi, dalam penelitian ini penulis memilih menggunakan indikator yang kesembilan yaitu

menggunakan model pembelajaran yang bervariasi. Dalam penelitian ini model pembelajaran

tersebut adalah model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw. Artinya setelah menggunakan

model pembelajaran ini, siswa memiliki motivasi belajar terhadap mata pelajaran IPA yang

diukur dengan adanya motivasi intrinsik atau motivasi dari dalam diri siswa berupa: 1)

adanya hasrat dan keinginan berhasil; (2) adanya dorongan dan kebutuhan dalam belajar; (3)

adanya harapan dan cita-cita masa depan. Dari ketiga motivasi intrinsik ini, hanya dua aspek

yang akan digunakan dalam penelitian yaitu: adanya hasrat dan keinginan untuk berhasil, dan

adanya dorongan dan kebutuhan dalam belajar.

2.3. Prestasi Belajar

Sebelum membicarakan pengertian prestasi belajar terlebih dahulu akan dikemukakan

apa yang dimaksud dengan prestasi dan belajar. Prestasi menurut kamus Bahasa Indonesia

berasal dari kata “prestasi” yang berarti hasil yang telah dicapai dan “belajar” yang berarti

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Cooperative Learning Tipe Jigsaw

18

penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan melalui mata pelajaran.

Lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes atau nilai (angka) yang diberikan oleh guru. Jadi

prestasi belajar adalah hasil yang telah dicapai dalam penguasaan pengetahuan atau

keterampilan yang dikembangkan melalui mata pelajaran, lazimnya ditunjukkan dengan nilai

tes yang diberikan oleh guru (Depdikbud 1997).

Selanjutnya menurut Winkel (1996:53), belajar adalah suatu aktivitas mental atau

psikis yang berlangsung dalam interaksi yang aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan

perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, ketrampilan dan nilai sikap. Prestasi

belajar merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan belajar, karena kegiatan

belajar merupakan proses, sedangkan prestasi merupakan hasil dari proses belajar.

Memahami pengertian prestasi belajar secara garis besar harus bertitik tolak kepada

pengertian belajar itu sendiri; untuk itu para ahli mengemukakan pendapatnya yang berbeda-

beda sesuai dengan pandangan yang mereka anut. Namun dari pendapat pendapat yang

berbeda itu dapat kita temukan satu titik persamaan.

Menurut Djamarah (2002:19), prestasi adalah suatu kegiatan yang telah dikerjakan,

diciptakan baik secara individual maupun kelompok”. Pengertian yang dimaksud dengan

prestasi belajar adalah suatu bukti atau simbol keberhasilan yang dapat dicapai dalam suatu

proses yang berlangsung dalam proses interaksi belajar baik yang diciptakan secara

individual maupun dalam kelompok.

Dalam dunia pendidikan prestasi dapat diartikan sebagai hasil dari proses belajar

mengajar yakni, penguasaan, perubahan emosional, atau perubahan tingkah laku yang dapat

diukur dengan tes tertentu (Abdullah, 2008). Dapat diartikan bahwa prestasi belajar adalah

hasil dari sebuah proses yang dialami siswa dalam sebuah pengajaran yang dapat diukur

melalui tes tertentu.

Hampir serupa dengan pernyataan Abdullah, Ilyas (2008) menjelaskan bahwa prestasi

belajar adalah hasil maksimum yang dicapai oleh seseorang setelah melakukan kegiatan

belajar yang diberikan berdasarkan atas pengukuran tertentu. Seseorang yang telah

melakukan kegiatan belajar yang diberikan berdasarkan atas pengukuran tertentu diharapkan

dapat mencapai hasil yang maksimum. Seorang yang dapat melakukan memperoleh hasil

maksimum dari kegiatan belajarnya maka sebuah prestasi belajar akan didapatkan.

Sementara itu, Syah (2006) mencoba meluaskan pemahaman dengan menyampaikan

bahwa prestasi belajar adalah perubahan tingkah laku yang dianggap penting yang

diharapkan dapat mencerminkan perubahan yang terjadi sebagai hasil belajar siswa, baik

yang berdimensi cipta, dan rasa maupun yang berdimensi karsa. Kata lainnya, prestasi belajar

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Cooperative Learning Tipe Jigsaw

19

adalah sebuah usaha perubahan tingkah laku siswa yang berorientasi menuju perubahan

tingkah laku siswa yang mengandung nilai-nilai positif sebagai hasil dari hasil belajar siswa.

Selanjutnya Winkel (1996:162) mengatakan bahwa “prestasi belajar adalah suatu bukti

keberhasilan belajar atau kemampuan seseorang siswa dalam melakukan kegiatan belajarnya

sesuai dengan bobot yang dicapainya.”

Di atas, tampak bahwa meskipun memberikan batasan-batasan yang berbeda-beda

tentang apa itu prestasi belajar, namun demikian, para ahli tersebut tetap sampai pada satu

titik temu yang sama, bahwa prestasi belajar adalah sebuah capaian yang dalam pemaparan

Syah (2006) disebut sebagai perubahan tingkah laku pada dimensi cipta, rasa dan karsa. Illyas

(2008) menyebutkan sebagai hasil maksimum yang dicapai karena telah melakukan kegiatan

belajar. Abdullah (2008) menyebutkan sebagai hasil dari proses yang dialami dalam

pengajaran, dimana alat ukur untuk mengukur hasil proses tersebut dilakukan melalui tes,

sedangkan Djamarah (2002) menyebutkan sebagai simbol keberhasilan yang dicapai dalam

proses interaksi karena proses belajar mengajar yang berlangsung. Winkel (1996) sendiri

membatasi prestasi belajar dengan menyebutkan bahwa prestasi belajar sebagai bukti

keberhasilan atau kemampuan siswa dalam melakukan kegiatan belajarnya.

Namun demikian, demi kepentingan penelitian ini, penulis memilih untuk membuat

batasan tentang prestasi belajar sebagai hasil atau capaian yang telah diperoleh siswa karena

telah melewati proses belajar mengajar, dimana hasil atau capaian itu diukur dengan

memberikan tes. Nilai yang diperoleh dari hasil tes tersebut kemudian yang diukur untuk

melihat siswa tersebut telah berhasil mencapai belajarnya atau masih belum. Agar lebih

terukur, kriteria nilai sebagai bukti keberhasilan bahwa siswa tersebut telah berhasil

mengikuti proses pembelajaran, diukur berdasarkan Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM).

2.4. IPA

2.4.1. Hakikat IPA

Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), ilmu pengetahuan alam (IPA)

merupakan salah satu mata pelajaran wajib di sekolah. IPA merupakan mata pelajaran yang

berhubungan dengan fenomena yang terjadi di alam. Dengan mempelajari seluk beluk alam

dan fenomenanya siswa diharapkan mampu memahami manfaat alam dalam kehidupan

sehari-hari dan dapat bermanfaat bagi siswa dalam menjalani kehidupannya. Namun

demikian, menurut Iskandar (2001:2-3) hakikat pembelajaran IPA terdiri dari:

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Cooperative Learning Tipe Jigsaw

20

a. IPA sebagai produk

IPA sebagai produk adalah fakta-fakta, konsep-konsep, prinsip-prinsip dan teori-teori

IPA. Fakta dalam IPA adalah pertanyaan benda-benda yang benar-benar ada, atau peristiwa

yang betul-betul terjadi dan sudah dikonfirmasi secara objektif. Konsep IPA adalah suatu ide

yang mempersatukan fakta-fakta IPA. Prinsip IPA adalah generalisasi tentang hubungan

antara konsep-konsep IPA. Teori ilmiah merupakan kerangka yang lebih luas dari fakta-fakta,

konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang saling berhubungan.

b. IPA sebagai proses

Keterampilan proses IPA adalah keterampilan yang dilakukan oleh para ilmuan

diantaranya adalah : (1) Mengamati, (2) Mengukur, (3) Menarik kesimpulan, (4)

Mengendalikan Variabel, (5) Membuat Grafik dan Tabel Data, (6) Membuat Definisi

Operasional, (7) Melakukan Eksperimen, (8) IPA sebagai sikap.

IPA sebagai sikap ilmiah yaitu dalam memecahkan masalah seorang ilmuan sering

berusaha mengambil sikap tertentu yang memungkinkan usaha mencapai hasil yang

diharapkan. Beberapa ciri sikap ilmiah yaitu: (1) Obyektif terhadap fakta, (2) Tidak tergesa-

gesa mengambil kesimpulan, (3) Berhati terbuka, (4) Tidak mencampuradukan fakta dengan

pendapat, (5) Bersifat hati-hati, (6) Ingin menyelidiki.

2.4.2. Tujuan Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar

Depdiknas (2006: 61), dinyatakan bahwa salah satu tujuan pengajaran IPA adalah

agar siswa memahami konsep-konsep IPA dan keterkaitannya dengan kehidupan sehari-

hari.

Sulistyorini (2007: 40), mengemukakan tujuan pembelajaran IPA, sebagai berikut:

1. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan YME berdasarkan keberadaan,

keindahan, dan keteraturan ciptaan-Nya.

2. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat

dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

3. Mengembangkan rasa ingin tahu sikap positif dan kesadaran tentang adanya

hubungan saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan masyarakat.

4. Mengembangkan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan

membuat keputusan.

5. Meningkatkan kesadaran dalam berperan serta dalam memelihara, menjaga,

melestarikan lingkungan alam.

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Cooperative Learning Tipe Jigsaw

21

6. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dengan segala keteraturan sebagai

salah satu ciptaaan Tuhan.

7. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan ketrampilan IPA sebagai dasar untuk

melanjutkan pendidikan ke SMP.

2.5. Kajian Penelitian yang Relevan

Laela Mardhiyah, 2010 “Meningkatkan hasil belajar siswa kelas V pada mata pelajaran

matematika melalui metode pembelajaran koopratif tipe jigsaw di SD Porworjo Kec. Suruh

kab. Semarang semester 1 tahun ajaran 2009/2010”. Hasil penelitian yang di peroleh ini adalah

terjadi peningkatan ketuntasan hasil belajar evaluasi dari tiap siklus pada pembelajaran materi

luas bangun datar di kelas V SD Negeri purworjo semester I hasil yang di peroleh dalam

penelitian ini adalah terjadi peningkatan ketuntasan belajar siswa tersebut terjadi secara

bertahap, dimana kondisi awal hanya terdapat 20 siswa yang telah tuntas dalam belajarnya,

pada siklus 1 ketuntassan belajar siswa dapat mencapai 100% tanpa kegiatan tindak lanjut.

Cicik Asti Tahapsari, 2011 “ Peningkatan hasil belajar siswa pada mata pelajaran

Pendidikan Kewarganegaraan tentang materi pengaruh globalisasi melalui cooperative

learning tipe jigsaw bagi siswa kelas IV SD Negri wulung 4 Randu blatung Kabupaten blora

tahun 2010-2011.” Dengan hasil penelitian yang diperoleh terjadi peningkatan ketuntasan

prestasi belajar siswa tersebut terjadi secara bertahap dimana pada kondisi awal siswa yang

tuntas sebanyak 8 (40%) pada siklus 1 ketuntasan belajar siswa meningkat menjadi 15 siswa

(75%) dan pada siklus II ketuntasan belajar siswa meningkat menjadi 20 siswa (100%)

1dengan demikian dapat di simpulkan bahwa penggunaan model kooperatif tipe jigsaw dapat

meningkatkan prestasi belajar siswa kelas IV SD Negeri Randublatung kabupaten Blora

semester 1 Tahun ajaran 2009 – 2010.

Kisnanto (2010), Upaya Meningkatkan Prestasi Belajar IPS dengan Model Cooperative

Learning pada Siswa Kelas VI SD Negeri 02 Wonogiri Tahun 2010. Bentuk penelitian ini

adalah Penelitian Tindakan Kelas yang terdiri dari 4 tahapan yaitu perencanaan, pelaksanaan

tindakan, observasi, dan refleksi. Sebagai subyek adalah siswa kelas VI SD Negeri 02

Wonogiri kecamatan Ampelgading Kabupaten Pemalang yang berjumlah 17 siswa.

Berdasarkan penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut : penggunaan model Cooperative

Learning dapat meningkatkan prestasi belajar IPS. Hal ini dapat dilihat dari nilai yang

diperoleh siswa sebalum dilakukan PTK hanya ada 9 siswa atau 47,1 % yang nilai prestasi

belajarnya sudah mencapai KKM, sedangkan pada siklus I ada 12 anak atau 70, 6 % yang

Page 17: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Cooperative Learning Tipe Jigsaw

22

sudah mencapai KKM dan pada siklus II ada 15 siswa atau 88,2 % yang sudah mencapai KKM

yaitu memperoleh nilai 60,0.

2.6. Kerangka Berpikir

Penelitian ini dilakukan dalam rangka untuk memperbaiki situasi pembelajaran yang

terjadi pada siswa kelas 2 SDN 08 Salatiga. Fakta yang ditemui mengenai suasana

pembelajaran pada siswa di sekolah ini adalah bahwa guru masih mendominasi

pembelajaran. Akibatnya siswa menjadi kurang termotivasi dalam belajar IPA, dan prestasi

belajarnya pun menjadi rendah. Penelitian ini memilih pendekatan penelitian tindakan kelas

dengan menggunakan dua siklus, dengan pemikiran bahwa evaluasi pada siklus pertama akan

menjadi catatan untuk dijadikan masukan pada siklus II. Namun demikian, uji coba

pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw tetap dilanjutkan hingga

tercapai kriteria KKM yaitu ≥ 75.

Pemilihan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dipilih berdasarkan situasi

subyek penelitian yaitu bahwa siswa masih berada pada kelas 2. Pada usia ini, siswa memiliki

rasa ingin tahu yang tinggi, namun disaat yang bersamaan siswa pada usia ini juga memiliki

rasa ego yang tinggi. Karena itu, dengan model kooperatif tipe Jigsaw diharapkan bahwa

pembelajaran akhirnya mendorong agar terjadi kerjasama diantara siswa.

2.7. Hipotesis Tindakan

Dengan berbagai pemaparan di atas, maka yang menjadi hipotesis tindakan penelitian

adalah penerapan model cooperatif learning tipe jigsaw dapat meningkatkan motivasi dan

prestasi belajar siswa kelas 2 SDN 08 Salatiga.