Upload
naddy-bahri
View
221
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
nnn
Citation preview
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Tentang Nyamuk Anopheles sp
Nyamuk Anopheles sp adalah nyamuk vektor penyakit malaria. Jumlah
spesies Anopheles di permukaan bumi telah ditemukan tidak kurang dari 422
spesies dan sekitar 60 spesies berperan sebagai vektor malaria yang alami, di
Indonesia menurut pengamatan terakhir terdapat sekitar 80 spesies Anopheles,
sedangkan yang dinyatakan sebagai vektor malaria adalah sebanyak 22 spesies.
18 spesies dikonfirmasi sebagai vektor malaria dan 6 spesies berperan besar
dalam penularan malaria di Indonesia. Nyamuk tersebut hidup di daerah tertentu
dengan kondisi habitat lingkungan yang spesifik seperti daerah pantai, rawa-
rawa, persawahan, hutan dan pegunungan (Asniar, 2013).
Nyamuk Anopheles memiliki tubuh yang langsing dan 6 kaki panjang dan
memiliki sayap yang bersisik. Nyamuk Anopheles mempunyai siklus hidup yang
termasuk dalam metamorfosa sempurna. Yang berarti dalam siklus hidupnya
terdapat stage/fase pupa. Lama siklus hidup dipengaruhi kondisi lingkungan,
misal : suhu, adanya zat kimia/biologis di tempat hidup dan memiliki klasifikasi,
Kingdom : Animalia, Phylum : Arthropoda , Class : Insecta , Order : Diptera ,
Family : Anophelinae , Genus : Anopheles. Siklus hidup nyamuk Anopheles
secara umum adalah (Muliyanto, 2010)
1. Telur
8
9
Setiap bertelur setiap nyamuk dewasa mampu menghasilkan 50-200
buah telur. Telur langsung diletakkan di air dan bergabung menjadi satu. Telur
ini menetas dalam 2-3 hari (pada daerah beriklim dingin bisa menetas dalam
2-3 minggu)
2. Larva
Larva terbagi dalam 4 instar , dan salah satu ciri khas yang membedakan
dengan larva nyamuk yang lain adalah posisi larva saat istirahat adalah sejajar
di dengan permukaan perairan, karena mereka tidak mempunyai siphon (alat
bantu pernafasan). Lama hidup kurang lebih 7 hari, dan hidup dengan
memakan algae, bakteri dan mikroorganisme lainnya yang terdapat
dipermukaan air.
3. Pupa (jentik)
Bentuk fase pupa adalah seperti koma, dan setelah beberapa hari pada bagian
dorsal terbelah sebagai tempat keluar nyamuk dewasa.
4. Dewasa
Nyamuk dewasa mempunyai proboscis yang berfungsi untuk menghisap
darah atau makanan lainnya (misal, nektar atau cairan lainnya sebagai sumber
gula). Nyamuk jantan bisa hidup sampai dengan seminggu, sedangkan
nyamuk betina bisa mencapai sebulan. Perkawinan terjadi setelah beberapa
hari setelah menetas dan kebanyakan perkawinan terjadi disekitar rawa
(breeding site). Untuk membantu pematangan telur, nyamuk menghisap
10
darah, dan beristirahat sebelum bertelur. Salah satu ciri khas dari nyamuk
anopheles adalah pada saat posisi istirahat menungging.
5. Habitat
Anopheles sp mempunyai habitat pada tempat-tempat air yang tidak mengalir,
air yang tenang atau sedikit mengalir seperti sawah, di air payau, di tempat
yang terlindung matahari dan ada juga yang mendapat sinar matahri langsung.
6. Bionomik Nyamuk Anopheles sp
a. Tempat Perkembangbiakan
Keberadaan nyamuk malaria di suatu daerah sangat tergantung pada
lingkungan, keadaan wilayah seperti perkebunan, keberadaan pantai, curah
hujan, kecepatan angin, suhu, sinar matahari, ketinggian tempat dan bentuk
perairan yang ada. Nyamuk Anopheles aconitus dijumpai di daerah-daerah
persawahan, tempat perkembangbiakan nyamuk ini terutama di sawah yang
bertingkat-tingkat dan di saluran irigasi. Kepadatan populasi nyamuk ini
sangat dipengaruhi oleh musim tanam padi. Jentik-jentik nyamuk ini mulai
ditemukan di sawah kira-kira pada padi berumur 2-3 minggu setelah tanam
dan paling banyak ditemukan pada saat tanaman padi mulai berbunga
sampai menjelang panen. Di daerah yang musim tanamnya tidak serentak
dan sepanjang tahun ditemukan tanaman padi pada berbagai umur, maka
11
nyamuk ini ditemukan sepanjang tahun dengan dua puncak kepadatan yang
terjadi sekitar bulan Pebruari-April dan sekitar bulan Juli-Agustus
Anopheles balabacencis dan An. maculatus adalah dua spesies
nyamuk yang banyak ditemukan di daerah-daerah pegunungan non
persawahan dekat hutan. Kedua spesies ini banyak dijumpai pada peralihan
musim hujan ke musim kemarau dan sepanjang musim kemarau. Tempat
perkembangbiakannya di genangan-genangan air yang terkena sinar
matahari langsung seperti genganan air di sepanjang sungai, pada kobakan-
kobakan air di tanah, di mata air mata air dan alirannya, dan pada air di
lubang batu-batu. Kepadatan jentik nyamuk An. balabacencis bisa
ditemukan baik pada musim penghujan maupun pada musim kemarau.
Jentik-jentik An. balabacencis ditemukan di genangan air yang berasal dari
mata air, seperti penampungan air yang dibuat untuk mengairi kolam,
untuk merendam bambu/kayu, mata air, bekas telapak kaki kerbau dan
kebun salak. Dari gambaran di atas tempat perindukan An. balabacencis
tidak spesifik seperti An. maculatus dan An. aconitus, karena jentik An.
balabacencis dapat hidup di beberapa jenis genganan air, baik genangan air
hujan maupun mata air, pada umumnya kehidupan jentik An. balabacencis
dapat hidup secara optimal pada genangan air yang terlindung dari sinar
matahari langsung, diantara tanaman/vegetasi yang homogen seperti kebun
salak, kebun kapulaga dan lain-lain (Asniar, 2013).
12
Anopheles maculatus yang umum ditemukan di daerah pegunungan,
ditemukan pula di daerah persawahan dan daerah pantai yang ada sungai
kecil-kecil dan berbatu-batu. Puncak kepadatan An. maculatus dipengaruhi
oleh musim, pada musim kemarau kepadatan meningkat, hal ini disebabkan
banyak terbentuk tempat perindukan berupa genangan air di pinggir sungai
dengan aliran lambat atau tergenang. Perkembangbiakan nyamuk An.
maculatus cenderung menurun bila aliran sungai menjadi deras (flushing)
yang tidak memungkinkan adanya genangan di pinggir sungai sebagai
tempat perindukan.
Anopheles sundaicus dijumpai di daerah pantai, tempat
perindukannnya adalah di air payau dengan salinitas antara 0-25 per mil,
seperti rawa-rawa berair payau, tambak-tambak ikan tidak terurus yang
banyak ditumbuhi lumut, lagun, muara-muara sungai yang banyak
ditumbuhi tanaman air dan genangan air di bawah hutan bakau yang kena
sinar matahari dan berlumut. An. sundaicus ditemukan sepanjang tahun dan
paling banyak ditemukan pada pertengahan sampai akhir musim kemarau
(September-Desember).
b. Tempat Istirahat
Tempat istirahat alam nyamuk Anopheles berbeda berdasarkan
spesiesnya. Tempat istirahatnya An. aconitus pada pagi hari umumnya di
lubang seresah yang lembab dan teduh, terletak ditengah kebun salak.
Menurut Barodji tempat istirahat An. aconitus pada umumnya ditempat
13
yang mempunyai kelembaban tinggi dan intensitas cahaya rendah, serta di
lubang tanah bersemak. An. aconitus hinggap di tempat-tempat dekat tanah.
Nyamuk ini biasanya hinggap di daerah-daerah yang lembab, seperti di
pinggir-pinggir parit, tebing sungai, dekat air yang selalu basah dan lembab
Tempat istirahat An. balabacencis pada pagi hari umumnya di lubang
seresah yang lembab dan teduh, terletak ditengah kebun salak. An.
balabacencis juga ditemukan di tempat yang mempunyai kelembaban
tinggi dan intensitas cahaya yang rendah serta di lubang tanah bersemak
(Putri, 2011).
Di luar rumah tempat istirahat An. maculatus adalah di pinggiran
sungai-sungai kecil dan di tanah yang lembab. Menurut Damar tempat
istirahat An. maculatus adalah di lubang sampah daun salak, semak-semak
dan bebatuan.
Anopheles sundaicus, perilaku istirahat nyamuk ini biasanya hinggap
di dinding-dinding rumah penduduk. Sedangkan menurut Sundararaman
tempat istirahat nyamuk di dalam rumah yaitu: pakaian tergantung,
kelambu, di bawah-bawah almari, langit-langit rumah dan kantong padi.
c. Aktivitas Menghisap Darah
Pola aktivitas nyamuk Anopheles mencari darah berbeda menurut
sepesies nya. An. aconitus sebagian besar menghisap darah sebelum jam
22.00, setelah itu kepadatan nyamuk yang menghisap darah menurun
(20,38). Vektor An. aconitus biasanya aktif menghisap darah antara jam
14
18.00-22.00 dengan puncak aktivitasnya terjadi pukul 20.00, sedangkan
menurut Damar. Aktifitas menghisap darah An. aconitus sekitar pukul
19.00-21.00 di dalam dan luar rumah.
Aktifitas menghisap darah An. balabacencis cenderung sepanjang
malam, tetapi puncaknya sekitar pukul 01.00-03.00, baik di dalam rumah,
di luar rumah maupun di kandang hewan. Puncak aktivitas menghisap
darah An. balabacencis yaitu setelah tengah malam pukul 01.00.
Aktivitas menghisap darah An. maculatus cenderung meningkat pada
malam hari sekitar pukul 22.00-24.00. Sedangkan Barodji An. maculatus
sebagian besar mencari pakan darah pada tengah malam sekitar pukul
23.00-02.00.
Pada vektor An. sundaicus lebih sering menghisap darah manusia
dari pada darah binatang. Biasanya Nyamuk hinggap di dinding baik
sebelum maupun sesudah menghisap darah, aktif menghisap darah
sepanjang malam, tetapi puncaknya antara pukul 22.00-01.00 dini hari
(Husin, 2007).
7. Gejala Klinis
Gejala klinis malaria yang meliputi keluhan dan tanda klinis
merupakan petunjuk yang penting dalam diagnosa malaria. Gejala klinis ini
dipengaruhi oleh jenis/strain plasmodium, imunitas tubuh dan jumlah
parasite yang menginfeksi. Waktu mulai terjadinya infeksi sampai timbulnya
gejala klinis dikenal sebagai waktu inkubasi, sedangkan waktu antara
15
terjadinya infeksi sampai ditemukannya parasit dalam darah disebut periode
prepatent. Baik waktu inkubasi dan periode prepatent dipengaruhi oleh jenis
plasmodium. Infeksi yang terjadi melalui transfusi darah biasanya lebih
pendek, akan tetapi tetap dipengaruhi oleh jumlah parasit dan imunitas
tubuh. Pada beberapa daerah mempunyai gejala spesifik, seperti di Irian
banyak terjadi diare sebagai
gejala malaria. Pada anak-anak lebih banyak dijumpai batuk
dibandingkan pada orang dewasa. Gejala dari P. falciparum umumnya lebih
berat dan lebih akut dibandingkan jenis iainnya, sedangkan gejala P.
malariae, P. ovale merupakan yang paling ringan (Husin, 2007).
B. Tinjauan Umum Tentang Karakteristik Lingkungan Breeding Site Nyamuk
Anopheles
Secara Epidemiologi, penyakit timbul akibat adanya tiga faktor penting,
yaitu faktor Host (penjamu), faktor Agent (penyebab), dan faktor Environment
(lingkungan). Ketiga faktor tersebut berinteraksi secara dinamis dan saling
mempengaruhi satu sama lainnya. Sedangkan menurut teori Hendrik L. Blum
(1974), ada empat faktor yang mempengaruhi derajat kesehatan manusia, yaitu
faktor lingkungan, faktor perilaku, faktor pelayanan kesehatan, dan faktor
genetik atau keturunan (Hermendo, 2008).
1. Faktor lingkungan
a. Lingkungan fisik
16
Lingkungan fisik yang berhubungan dengan perkembangbiakan
nyamuk, yaitu:
1) Suhu udara. Suhu udara sangat dipengaruhi panjang pendeknya siklus
sporogoni atau masa inkubasi ekstrinsik. Suhu yang hangat membuat
nyamuk mudah untuk berkembang biak dan agresif mengisap darah.
Suhu mempengaruhi perkembangan parasit dalam nyamuk. Suhu yang
optimum berkisar anatara 20-300 0C. Makin tinggi suhu (sampai batas
tertentu) makin pendek pendek masa inkubasi ekstrinsik (sporogoni) dan
sebaliknya makin rendah suhu makin panjang masa inkubasi ekstrinsik.
Pengaruh suhu ini berbeda bagi setiap spesies, pada suhu 26,70C masa
inkubasi ekstrinsik adalah 10-12 hari untuk P.falcifarum dan 8-11 hari
untuk P. vivax, 14-15 hari untuk P. malariae dan P. ovale.
2) Kelembaban udara (relative humidity). Kelembaban udara yang rendah
akan memperpendek usia nyamuk, meskipun tidak berpengaruh pada
parasit. Tingkat kelembaban 60% merupakan batas paling rendah untuk
memungkinkan hidupnya nyamuk. Pada kelembaban yang lebih tinggi
nyamuk menjadi lebih aktif atau lebih sering menggigit, juga
mempengaruhi perilaku nyamuk, misalnya kecepatan berkembang biak,
kebiasaan menggigit, istirahat, dan lain-lain dari nyamuk, sehingga
meningkatkan penularan malaria.
3) Hujan, berhubungan dengan perkembangan larva nyamuk menjadi
bentuk dewasa. Besar kecilnya pengaruh tergantung pada jenis hujan,
17
deras hujan, jumlah hari hujan, jenis vector dan jenis tempat perindukan
(breeding site).
4) Ketinggian Secara umum malaria berkurang pada ketinggian yang
semakin bertambah, hal ini berkaitan dengan menurunnya suhu ratarata.
Pada ketinggian diatas 2000 m jarang ada transmisi malaria. Hal ini bisa
berubah bila terjadi pemanasan bumi dan pengaruh dari El-nino. Di
pegunungan Irian Jaya yang dulu jarang ditemukan malaria kini lebih
sering ditemukan malaria. Ketinggian paling tinggi masih
memungkinkan transmisi malaria ialah 2500 m di atas permukaan laut.
5) Angin, kecepatan angin pada saat matahari terbit dan terbenam
merupakan saat terbang nyamuk ke dalam atau keluar rumah dan salah
satu faktor yang ikut menentukan jumlah kontak antara manusia dan
nyamuk adalah jarak terbang nyamuk (flight range) tidak lebih dari 0,5-
3 km dari tempat perindukannya, jika ada tiupan angin yang kencang,
bisa terbawa sejauh 20-30 km.
6) Sinar matahari, pengaruh sinar matahari terhadap pertumbuhan larva
nyamuk berbeda-beda. Anopheles sundaicus lebih suka tempat yang
terkena sinar matahari langsung, Anopheles hyrcanus spp dan Anopheles
pinctutatus spp lebih menyukai tempat terbuka, sedangkan Anopheles
barbirostris dapat hidup baik di tempat teduh maupun kena sinar
matahari.
18
7) Arus air, Anopheles barbirostris menyukai perindukan yang airnya
statis/mengalir lambat, sedangkan Anopheles minimus menyukai aliran
air yang deras dan Anopheles latifer menyukai air tergenang.
b. Lingkungan fisik yang berhubungan dengan tempat tinggal manusia
Tempat tinggal manusia yang tidak memenuhi syarat, dapat menyebabkan
seseorang kontak dengan nyamuk, diantaranya:
1) Konstruksi dinding rumah. Dinding rumah yang terbuat dari kayu atau
papan, anyaman bambu sangat memungkinkan lebih banyak lubang
untuk masuknya nyamuk kedalam rumah, dinding dari kayu tersebut
juga tempat yang paling disenangi oleh nyamuk Anopheles. Dinding
rumah berkaitan juga dengan kegiatan penyemprotan (Indoor Residual
Spryng) atau obat anti nyamuk cair, dimana insektisida yang
disemprotkan ke dinding rumah akan menyerap sehingga saat nyamuk
hinggap akan mati akibat kontak dengan insektisida tersebut dan di
dinding yang tidak permanent atau ada celah untuk nyamuk masuk akan
menyebabkan nyamuk tersebut kontak dengan manusia. Suwadera
(2003) menyebutkan bahwa ada hubungan antara kontruksi di dinding
rumah dengan kejadian malaria.
2) Ventilasi rumah. Keadaan ventilasi rumah yang tidak ditutupi kawat
kasa akan menyebabkan nyamuk masuk ke dalam rumah.
3) Kondisi/ bahan atap rumah, tempat tinggal manusia atau kandang ternak
terlebih yang beratap dan yang terbuat dari kayu merupakan tempat
19
yang paling disenangi oleh nyamuk. Dalam penelitiannya menyatakan,
kondisi fisik rumah yang kurang baik yang diukur berdasarkan nilai skor
dari keadaan dinding, ventilasi, jendela, atap rumah, dan lain-lain,
mempunyai risiko sebesar 4,44 kali dibanding kondisi fisik rumah yang
dianggap baik. Namun Masra (2002) dalam penelitiannya mengatakan,
tipe rumah yang tidak baik mempunyai risiko hanya 1,57 kali dibanding
tipe rumah yang dianggap baik.
c. Lingkungan fisik yang berhubungan dengan tempat perindukan nyamuk.
Tempat perindukan nyamuk penular penyakit malaria (Anopheles)
adalah di genangan-genangan air, baik air tawar atau air payau tergantung
dari jenis nyamuk, seperti Anopheles sundaicus dan Anopheles subpictus
hidup di air payau, Anopheles aconitus hidup di air sawah, Anopheles
maculatus hidup di air bersih pegunungan. Pada daerah pantai kebanyakan
tempat perindukan nyamuk terjadi pada tambak yang tidak dikelola dengan
baik, adanya penebangan hutan bakau secara liar merupakan habitat yang
potensial bagi perkembangbiakan nyamuk An. sundaicus dan banyak aliran
sungai yang tertutup pasir (laguna) yang merupakan tempat perindukan
nyamuk An.sundaicus.
2. Lingkungan kimia
Lingkungan kimia, seperti kadar garam pada suatu tempat perindukan
nyamuk, seperti diketahui nyamuk An. sundaicus tumbuh optimal pada air
payau yang kadar garamnya berkisar antara 12-18‰ dan tidak dapat
20
berkembangbiak pada kadar garam 40‰ ke atas, meskipun di beberapa
tempat di Sumatera Utara An.sundaicus sudah ditemukan pula dalam air
tawar. An. latifer dapat hidup ditempat yang asam/ pH rendah. Ketika
kemarau datang luas laguna menjadi mengecil dan sebagian menjadi rawa-
rawa yang ditumbuhi ilalang, lumut-lumut seperti kapas berwarna hijau
bermunculan. Pada saat seperti inilah kadar garam air payau meninggi dan
menjadi habitat yang subur bagi jentik-jentik nyamuk
3. Lingkungan biologi
Tumbuhan bakau, lumut, ganggang dan berbagai jenis tumbuhan lain
dapat mempengaruhi kehidupan larva karena dapat menghalangi sinar
matahari yang masuk atau melindungi serangan dari makhluk hidup lain.
Adanya berbagai jenis ikan pemakan larva seperti ikan kepala timah,
gambusia, nila, mujair dan lain-lain akan mempengaruhi populasi nyamuk di
suatu wilayah. Selain itu juga adanya ternak besar seperti sapi dan kerbau
dapat mengurangi
jumlah gigitan nyamuk pada manusia, apabila kandang hewan tersebut
diletakkan di luar rumah. Beberapa jenis spesies ikan lokal, seperti wader pari,
dan berbagai spesies ikan nila, cukup prospektif untuk digunakan dalam
program penegendalian vector malaria. Bisa juga dengan menempatkan
hewan-hewan ternak, seperti sapi dan kerbau dalam kandang di luar rumah
dekat dengan tempat perindukan nyamuk dan pada mempengaruhi garis arah
terbang nyamuk ke pemukiman penduduk (Arsin, 2012).
21
4. Lingkungan sosial budaya
Sosial budaya (culture) juga berpengaruh terhadap kejadian malaria
seperti: kebiasaan keluar rumah sampai larut malam, dimana vektornya
bersifat eksofilik dan eksofagik akan mempermudah kontak dengan nyamuk.
Tingkat kesadaran masyarakat tentang bahaya malaria akan mempengaruhi
kesediaan masyarakat untuk memberantas malaria, seperti penyehatan
lingkungan, menggunakan kelambu, memasang kawat kasa pada ventilasi
rumah dan menggunakan obat nyamuk.
5. Faktor host (manusia dan nyamuk)
a. Manusia (host intermediate)
Pada dasarnya setiap orang dapat terinfeksi penyakit malaria. Bagi pejamu
ada beberapa faktor intrinsik yang dapat mempengaruhi kerentanannya
terhadap agent penyakit malaria (Plasmodium) yaitu (Arsin, 2012):
1) Umur
Secara umum penyakit malaria tidak mengenal tingkatan umur. Hanya
saja anak-anak lebih rentan terhadap infeksi malaria. Menurut Gunawan
(2000), perbedaan prevalensi malaria menurut umur dan jenis kelamin
berkaitan dengan derajat kekebalan karena variasi keterpaparan kepada
gigitan nyamuk. Orang dewasa dengan berbagai aktivitasnya di luar
rumah terutama di tempat-tempat perindukan nyamuk pada waktu gelap
atau malam hari, akan sangat memungkinkan untuk kontak dengan
nyamuk.
22
2) Jenis kelamin
Infeksi malaria tidak membedakan jenis kelamin akan tetapi apabila
menginfeksi ibu yang sedang hamil akan menyebabkan anemia yang
lebih berat.
3) Ras
Beberapa ras manusia atau kelompok penduduk mempunyai kekebalan
alamiah terhadap malaria, kelompok penduduk yang mempunyai
Haemoglobin S (Hb S) ternyata lebih tahan terhadap akibat infeksi
Plasmodium falsiparum. Hb S terdapat pada penderita dengan kelainan
darah yang merupakan penyakit keturunan/ herediter yang disebut sickle
cell anemia,yaitu suatu kelainan dimana sel darah merah penderita
berubah bentuknya mirib sabit apabila terjadi penurunan tekanan
oksigen udara.
4) Riwayat malaria sebelumnya
Orang yang pernah terinfeksi malaria sebelumnya biasanya akan
terbentuk immunitas sehingga akan lebih tahan terhadap infeksi malaria.
Contohnya penduduk asli daerah endemik akan lebih tahan terhadap
malaria dibandingkan dengan pendatang dari daerah non endemis.
5) Pola hidup
Pola hidup seseorang atau sekelompok masyarakat berpengaruh
terhadap terjadinya penularan malaria seperti kebiasaan tidur tidak pakai
23
kelambu, dan sering berada di luar rumah pada malam hari tanpa
menutup badan dapat menjadi faktor risiko terjadinya penularan malaria.
6) Status gizi
Status gizi erat kaitannya dengan sistim kekebalan tubuh. Apabila status
gizi seseorang baik akan mempunyai peranan dalam upaya melawan
semua agent yang masuk ke dalam tubuh. Defisiensi zat besi dan
riboflavin mempunyai efek protektif terhadap malaria berat (Hermendo,
2008).
C. Tinjauan Umum Tentang Distribusi Spesies Nyamuk Anopheles Sp
Penularan malaria secara ilmiah berlangsung melalui gigitan nyamuk
Anopheles sp betina. Hanya spesies nyamuk Anopheles tertentu yang mampu
menularkan penyakit malaria dan spesies tersebut disebut sebagai vektor. Lebih
dari 400 spesies Anopheles didunia, hanya sekitar 67 yang terbukti mengandung
sporozoit dan dapat menularkan malaria. Di Indonesia telah ditemukan 24 spesies
Anopheles sp yang menjadi vektor malaria. Penyebaran geografik vektor malaria
di Indonesia adalah sebagai berikut:
1. An. Aitkenii : ditemukan di pulau Jawa, Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi.
2. An. Umbrosus : terdapat di pulau Jawa, Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi.
3. An. Beazai : pulau Jawa, Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi.
4. An. Letifer : terdapat di pulau Sumatera dan Kalimantan.
5. An.roperi : Sumatera dan Kalimantan.
24
6. An. Barbirostris : terdapat di Irian Jaya, Jawa, Sumatera, Kalimantan dan
Sulawesi.
7. An.vanus : di temukan di pulau Kalimantan dan Sulawesi.
8. An.bancrofti : terdapat di pulau Irian Jaya.
9. An.sinensis : di pulau Sumatera.
10. An.nigerrimus : di temukan di pulau Jawa, Sumatera, Kalimantan dan
Sulawesi.
11. An.kochi : Pulau Jawa, Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi.
12. An.tesselatus : Jawa, Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi.
13. An.leucosphyrus : terdapat di pulau Sumatera dan Kalimantan.
14. An.balabacensis : terdapat di Jawa, dan Kalimantan.
15. An.punctulatus : saat ini hanya terdapat di Irian Jaya.
16. An.farauti : di temukan di Irian Jaya.
17. An.koliensis : Irian Jaya.
18. An.aconitus : terdapat di pulau Jawa, Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi.
19. An.minimus : di temukan Jawa, Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi.
20. An.flavirostris : Jawa, Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi.
21. An.sundaicus : Jawa, Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi.
22. An.subpictus : Irian Jaya, Jawa, Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi.
23. An.annularis : Jawa, Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi.
24. An.maculatus : Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi. (Arsin, 2012).
25
D. Tinjauan Umum Tentang Penyakit Malaria
Penyakit malaria berkaitan erat dengan keadaan wilayah, di kawasan
tropika seperti Indonesia penularan penyakit ini sangat rentan, karena keadaan
cuaca yang mempunyai kelembaban tinggi akan memberikan habitat yang sesuai
untuk pembiakan nyamuk yang menjadi vektor penularan kepada penyakit ini.
Selain itu, peningkatan suhu dunia juga menjadi salah satu faktor penyebab
meningkatnya penyakit malaria. Tingginya penularan malaria tergantung dari
densitas vektor, frekuensi gigitan, lamanya hidup vektor, lamanya siklus
sporogoni, angka sporozoit (parasit yang terdapat pada kelenjar liur nyamuk) dan
adanya reservoir parasit (manusia yang mempunyai parasit dalam darah) (Husin,
2007).
Nyamuk Anopheles sp adalah adalah nyamuk vektor penyakit malaria.
Penularan malaria secara ilmiah berlangsung melalui gigitan nyamuk Anopheles
betina. Hanya spesies nyamuk Anopheles tertentu yang mampu menularkan
penyakit malaria dan spesies tersebut disebut sebagai vektor. Lebih dari 400
spesies Anopheles didunia, hanya sekitar 67 yang terbukti mengandung sporozoit
dan dapat menularkan malaria. Di Indonesia telah ditemukan 24 spesies
Anopheles yang menjadi vektor malaria (Muliyanto, 2010).
Malaria disebabkan oleh parasit (protozoa) dari genus Plasmodium, yang
ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles. pada manusia terdapat 4 spesies
26
Plasmodium, yaitu P. falcifarum, P. vivax, P. malariae, P. ovale dan P.
falcifarum menyebabkan infeksi paling berat dan angka kematian tertinggi.
Parasit malaria merupakan Genus Plasmodium dari anggota Phyllum
Protozoa Apicomplexa, kelas: Sporozoa, subkelas: Coccidiida, ordo:
Eucoccidides, sub-ordo: Haemosporina. Lebih dari 100 spesies genus
Plasmodium ditemukan pada darah reptil, burung, dan manusia. Pada hampir
semu kasus, malaria ditransmisi melalui gigitan nyamuk Anopheles betina yang
terinfeksi. Tetapi parasit dapat juga ditransmisi secara kongenital, melalui
transfusi darah atau melalui jarum terkontaminasi (Islamuddin, 2010).
Daur hidup semua spesies parasit malaria pada manusia adalah sama, yaitu
mengalami stadium-stadium yang berpindah dari vektor nyamuk ke manusia dan
kembali ke nyamuk lagi. Terdiri dari siklus seksual (sporogoni) yang
berlangsung pada nyamuk Anopheles, dan siklus aseksual yang berlangsung pada
manusia yang terdiri dari fase eritrosit (erythrosytic schizogony) dan fase yang
berlangsung di dalam parenkim sel hepar (exo - erythrosytic schizogony).
Plasmodium falciparum, parasit ini merupakan spesies yang paling berbahaya
karena penyakit yang ditimbulkannya dapat menjadi berat.
Perkembangan aseksual dalam hati hanya menyangkut fase praeritrosit
saja, tidak ada fase eksoeritrosit yang dapat menimbulkan relaps jangka panjang
(rekurens). Jumlah merozoit pada skizon matang kira-kira 40.000 buah. Bentuk
awal yang terlihat dalam hati adalah skizon yang berukuran kira-kira 30 mikron
27
pada hari keempat setelah infeksi. Dalam darah, bentuk cincin stadium trofozoit
muda P. falciparum sangat kecil dan halus dengan ukuran kira-kira 1/6 diameter
eritrosit. Pada bentuk cincin dapat dilihat dua butir kromatin (bentuk pinggir dan
bentuk accole). Beberapa bentuk cincin dapat ditemukan dalam satu eritrosit
(infeksi multipel), walaupun bentuk marginal, accole, cincin dengan kromatin
ganda dan infeksi multipel dapat juga ditemukan dalam eritrosit yang diinfeksi
oleh spesies Plasmodium lain pada manusia. Bentuk cincin P. falciparum
kemudian menjadi lebih besar, berukuran ¼ dan kadangkadang hampir ½
diameter eritrosit. Sitoplasma dapat mengandung satau atau dua butir pigmen.
Stadium perkembangan daur aseksual berikutnya pada umumnya tidak
berlangsung dalam darah tepi, kecuali pada kasus berat (pernisiosa). Adanya
skizon muda dan skizon matang P. falciparum dalam sedian darah tepi berarti
keadaan infeksi yang berat, bentuk skizon muda P. falciparum dapat dikenal
dengan mudah oleh adanya satu atau dua butir pigmen yang menggumpal (Arif,
2008).
Bentuk cincin dan trofozoit tua menghilang dari darah tepi setelah 24 jam
dan tertahan di kapiler alat-alat dalam, sperti otak, jantung, plasenta, usus atau
sumsum tulang, di tempat-tempat ini parasite berkembang lebih lanjut. Dalam
waktu 24 jam parasit di dalam kapiler berkembang biak secara skizogoni, bila
skizon sudah matang akan mengisi kira-kira du per tiga eritrosit dan membentuk
8 sampai 24 buah merozoit, dengan jumlah rata-rata 16 buah merozoit. Derajat
28
infeksi pada jenis malaria ini lebih tinggi dari spesies lainnya, kadang-kadang
melebihi 500.000/mm3 darah. Sebagian besar kasus berat dan fatal disebabkan
oleh karena eritrosit yang dihinggapi parasit ini menggumpal dan menyumbat
kapiler.
Pembentukan gametosis berlangsung di kapiler alat-alat dalam, tetapi
kadang-kadang stadium muda dapat ditemukan di daerah tepi. Gametosis muda
mempunyai bentuk agak lonjong, kemudian menjadi lebih panjang atau
berbentuk elips, akhirnya mencapai bentuk khas seperti sabit atau pisang sebagai
gametosis matang. Gametosis untuk pertama kali tampak di darah tepi setelah
beberapa generasi mengalami skizogoni, biasanya kira-kira 10 hari setelah
parasit pertama kali tampak dalam darah. Gametosis betina atau makrogametosit
biasanya lebih langsing dan lebih panjang dari gametosis jantan atau
mikrogametosit dan sitoplasmanya lebih biru dengan pulasan
Romanowsky/Giems. Intinya lebih kecil dan padat, berwarna merah tua dan butir-
butir pigmen tersebar di sekitar inti. Mikrogametosit berbentuk lebih lebar dan
seperti sosis. Sitoplasmanya biru pucat atau agak kemerah-merahan dan intinya
berwarna merah muda, besar dan tidak padat; butir-butir pigmen tersebar di
Endemis malaria adalah terjadinya penyebaran secara alami di daerah tersebut
selama bertahun-tahun dan diperkirakan angka kejadian penyakit malaria tetap.
sitoplasma sekitar inti (Husin, 2007)
29
E. Tinjaun Umum Tentang Langkah-Langkah Identifikasi Spesies Nyamuk
Anopheles sp
1. Pencirian Identifikasi Nyamuk Anopheles sp
a. Ciri-Ciri Umum Nyamuk Anophelesn sp Dewasa
1.) Proboscis dan palpi sama panjang
2.) Scutellum berbentuk satu lengkungan (1/2 lingkaran)
3.) Urat sayap bernoda pucat dan gelap
4.) Jumbai biasanya terdapat noda pucat
5.) Pada palpi bergelang pucat atau sama sekali tidak bergelang
6.) Kaki panjang dan langsing
b. Cara Menggunakan Peralatan Identifikasi Nyamuk Dewasa
1.) Peralatan untuk identifikasi nyamuk dewasa terdiri dari:
a) Stereo Mikroskoa
b) Loupe ukuran 10x dan 20x
2.) Cara menggunakan alat stereo mikroskop:
a) Sediakan stereoskop (stereo mikroskop) di atas meja yang datar
dihadapan anda
b) Arahkan stereoskop dari arah sinar yang dating
30
c) Letakan materi (sediaan) nymuk dewasa yang telah disiapkan di
atas lempengan bundar mikroskop dibawah lensa obyektif
d) Arahkan jarak lensa obyektif dengan materi nyamuk sambil dilihat
pada lensa okuler sehingga materi jelas terlihat
e) Pindahkan ukuran pembesaran lensa obyektif sesuai kebutuhan dan
atur fokus hingga materi jelas terlihat
3.) Loupe
a) Pada bagian dada nyamuk ditusuk dengan jarum pin
b) Pengang loupe ditangan kanan dengan pembesaran 10x
c) Arahkan loupe sesuai sinar yang datang dari belakang dengan sudut
450
d) Jarum pin dengan materi nyamuk dipengang di tangan kiri
e) Buatlah jarak antara loupe dan mata kira-kira 1 jengkal dan jarak
materi dengan loupe kurang dari 1 cm
f) Cari sasaran materi di bawah loupe hingga jelas
g) Untuk mencari bagian-bagian yang lebih kecil dari materi,
pindahkan ukuran loupe menjadi 20x cari sampai materi terlihat
jelas
31
4.) Cara menggunakan atau membaca kunci anopheles sp
a) Gunakan gambar atau kunci bergambar dari nyamuk anopheles sp
b) Cocokkan materi nyamuk anda denga kunci yang ada pada gambar
c) Bandingkan ciri-ciri yang anda temukan pada nyamuk dengan ciri-
ciri yang terdapat pada kunci
d) Cari ciri-ciri berdasarkan langkah-langkah nomor yang tercantum
dalam gambar atau kunci
5.) Praktek pencirian (identifikasi) nyamuk anopheles sp
Identifikasi tanpa menggunakan kunci atau gambar
a) Gunakan stereoskopllope perbesaran 10x dan 20x
b) Catat ciri-ciri yang ditemukan dari nyamuk tersebut
c) Praktek ini dilakukan berulang-ulang dengan nyamuk yang lain
sehingga peserta terampil mengidentifikasi nyamuk
6.) Identifikasi dengan menggunakan kunci atau gambar
a) Gunakan stereoskop atau loupe perbesaran 10x dan 20x
b) Peserta diberikan nyamuk dan kunci bergambar
c) Peserta diminta mencocokkan ciri-ciri yang ada pada nyamuk
dengan ciri-ciri yang ada pada kunci atau gambar (Depkes RI,
2006).
32
F. Tinjaun Umum Daerah Endemis dan Non Endemis Malaria Di Indonesia
Ada beberapa macam ukuran yang dapat digunakan untuk menggambarkan
besarnya masalah malaria (endemisitas) pada di suatu daerah, yang sering
digunakan di Indonesia adalah: Annual Malaria Incidence (AMI) dan Annual
Parasite Incidence (API). Sebelum tahun 2007, AMI sebagai ukuran tingkat
kesakitan malaria masih banyak dipakai di luar pulau Jawa dan Bali pada daerah-
daerah yang tidak memiliki fasilitas pemeriksaan laboratorium di tingkat
Puskesmas, sehingga masih mengandalkan gejala klinis dalam mendiagnosis
penyakit malaria. Pada masa kini, yang dipakai adalah ukuran API karena pada
umumnya Puskesmas sudah memiliki fasilitas pemeriksaan laboratorium malaria
(Wijaya, 2012).
Daerah endemis malaria di Indonesia:
a. Daerah endemis tinggi (API >5 per 1000 penduduk) Provinsi: Sumatera
Utara (khusus Kabupaten Nias dan Nias Selatan), Maluku, Maluku Utara,
Papua Barat, Papua dan NTT.
b. Daerah endemis sedang (API = 1 - 5 per 1000 penduduk)
Provinsi: Aceh (kabupaten Simeuleu, Bangka Belitung, Kepulauan Riau
(kabupaten Lingga), Jambi (Kabupaten Batang Hari, Merangin
dan Sorolangun), Kalimantan Tengah (Kabupaten Sukamara, Kota Waringin
Barat, Mura), Sulawesi Tengah (Kabupaten Toli-toli, Banggai, Banggai
Kepulauan, Poso), Sulawesi Tenggara (Kabupaten Muna), NTB (Kabupaten
33
Sumbawa Barat, Dompu, Bima dan Sumbawa), Jawa Tengah (Kab/Kota
Wonosobo, Banjarnegara, Banyumas, Pekalongan dan Sragen), Jawa Barat
(Sukabumi, Garut dan Ciamis), Provinsi Sulsel ( Tanah Toraja, Luwu Timur,
Kota Makassar).
c. Daerah endemis rendah (API >0 s/d 1 per 1000 penduduk) Sebagian
Pulau Jawa, Kalimantan dan Sulawesi.
d. Daerah non endemis malaria (API = 0) Provinsi DKI Jakarta, Bali, Kepri
(Barelang Binkar).
Tabel 2.1.Sintesis Tempat Perkembangan Larva Nyamuk Anopheles
Peneliti(Tahun)
Masalah UtamaKarakteristik
TemuanSubjek Instrumen Metode
A. Asniar, dkk.2013
Konfirmasi Entomologi kasus Malaria pada sepuluhWilayah puskesmas di Kabupaten Bulukumba
Nyamuk Anopheles Dewasa
Cheklist Deskriptif
Ditemukan 6 Spesies nyamuk Anopheles spp yaitu An.barbirostris,An.vagus, An.subpictus, An.indefinitus, An.hyrcanus, An.kochi
Hernawan, H.D. 2011
Bionomik Nyamuk Anopheles spp di Desa Sumare dan Desa TapandulluKecamatan Simboro Kabupaten Mamuju
Nyamuk Anopheles Dewasa
Cheklist Deskriptif
Di Desa Tapandullu DitemukanAnopheles subpictus. Di desa Sumare ditemukanspesies nyamuk Anopheles vagus
34
Provinsi Sulawesi Barat
sebanyak 4 ekor danAnopheles barbirostris sebanyak 1 ekor
Wijaya, 2012.
Data (Angka) Malaria di Indonesia.
Daerah Endemis Dan Non Endemis Malaria di Indonesia.
Cheklist Deskriptif
Daerah endemis tinggi (API >5 per 1000 penduduk) Provinsi: Sumatera Utara (khusus Kabupaten Nias dan Nias Selatan), Maluku, Maluku Utara, Papua Barat, Papua dan NTT, dan Daerah non endemis malaria (API = 0) Provinsi DKI Jakarta, Bali, Kepri (Barelang Binkar).
G. Kerangka teori :
Spesies Nyamuk Anopheles sp
Daerah Endemis Daerah Non Endemis
35
Gambar 2.1. Skema kerangka teoritis (Modifikasi : Asnia, 2013)
Manusia
Endemisitas Malaria
Karakteristik Lingkungan
1. Fisik
a. Suhu udara
b. Kelembaban udara
2. Keberadaan vegetasi
a. Padat
b. Tidak
Karakteristik Lingkungan
1. Fisik
a. Suhu udara
b. Kelembaban udara
2. Keberadaan vegetasi
a. Padat
b. Tidak
Breeding Site Breeding Site