18
9 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Bauran Ritel Menurut Kim (2003), awal mula dari retail mix yakni, McNair (1958) proposed the Wheel of Retailing theory to explain a retail evolution pattern, which he had observed in European and U.S. retail operations. He was a pioneer in retail evolution theory, and was one of the first authors who issued and outlined the retail evolution concept with a model. The Wheel of Retailing is the most frequently cited theory of subsequent researchers. Begitu banyak pengmbang teori retail mix selain McNair (1958). Penelitian ini berfokus mengacu pada pengembangan teori retail mix dari Levy dan Weitz, penulis mengidentifikasi gap dari sejumlah penelitian terdahulu yang mengacu pada teori retail mix dari Levy dan Weitz. Dalam Levy dan Weitz (2013), dinyatakan “the retailing mix is the combination of factors retailer use to satisfy customer needs and influences their purchase decision”, Berikut ini adalah elemen di dalam bauran ritel dari Levy dan Weitz (2013): Gambar 2.1. Elemen di Dalam Retail Mix Levy dan Weitz 2013

BAB II LANDASAN TEORI - library.binus.ac.id II-R-2016-0142.pdf · BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Bauran Ritel Menurut Kim (2003), awal mula dari retail mix yakni, McNair (1958) “proposed

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II LANDASAN TEORI - library.binus.ac.id II-R-2016-0142.pdf · BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Bauran Ritel Menurut Kim (2003), awal mula dari retail mix yakni, McNair (1958) “proposed

9

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Bauran Ritel

Menurut Kim (2003), awal mula dari retail mix yakni, McNair (1958) “proposed the

Wheel of Retailing theory to explain a retail evolution pattern, which he had observed in

European and U.S. retail operations. He was a pioneer in retail evolution theory, and was one of

the first authors who issued and outlined the retail evolution concept with a model. The Wheel of

Retailing is the most frequently cited theory of subsequent researchers”. Begitu banyak

pengmbang teori retail mix selain McNair (1958). Penelitian ini berfokus mengacu pada

pengembangan teori retail mix dari Levy dan Weitz, penulis mengidentifikasi gap dari sejumlah

penelitian terdahulu yang mengacu pada teori retail mix dari Levy dan Weitz.

Dalam Levy dan Weitz (2013), dinyatakan “the retailing mix is the combination of

factors retailer use to satisfy customer needs and influences their purchase decision”, Berikut ini

adalah elemen di dalam bauran ritel dari Levy dan Weitz (2013):

Gambar 2.1. Elemen di Dalam Retail Mix Levy dan Weitz 2013

Page 2: BAB II LANDASAN TEORI - library.binus.ac.id II-R-2016-0142.pdf · BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Bauran Ritel Menurut Kim (2003), awal mula dari retail mix yakni, McNair (1958) “proposed

10

Elemen Retail Mix :

2.1.1. Lokasi

Menurut Kotler (2009), “The various the company undertakes to make the

product accessible and available to target costumer.” Adapun menurut Mesinnger

(2008), “Location Indicate where, in general terms, your store concept is intended to be

located”, kemudian Ma’ruf (2006), menyatakan bahwa “kepuasan konsumen ditentukan

atas dasar lokasi yang strategis”, lalu hasil penelitian (Rosiers, Theriaault, and Menetrier

2005), “konsumen akan puas apabila suatu toko ada pada lokasi yang tepat, memiliki

pramuniaga yang terampil, dan punya setting atau ambience yang bagus. Menururt Paul

(2000), “customer satisfaction on retail business rely on good location”. Tjiptono (2004),

“mengemukakan bahwa mood dan respon konsumen dipengaruhi oleh lokasi, desain dan

tata letak fasilitas jasa yang memadai sebab keberhasilan dalam usaha ritel ditentukan

oleh implementasi bauran ritel”. Menurut Berman dan Evans (2007), “konsumen akan

puas dengan suatu outlet ritel bila unsur-unsur lokasi terpenuhi dengan baik, unsur-unsur

lokasi adalah; pedestrian traffic, vehicular traffic, parking, facilities,transportation, store

terms of occupancy”. Kemudian Menurut Tjiptono dan Chandra (2005), konsumen dalam

pemilihan lokasi berdasarkan pertimbangan cermat terhadap faktor-faktor berikut:

1. Akses, yaitu lokasi yang dilalui mudah dijangkau sarana transportasi umum.

2. Visibilitas, yaitu lokasi atau tempat yang dapat dilihat dengan jelas dari jarak pandang

normal.

3. Lalu lintas, menyangkut dua pertimbangan utama, yaitu (a) banyak orang yang berlalu

lalang (b) kepadatan dan kemacetan lalu lintas dapat juga menjadi hambatan.

4. Tempat parkir yang luas, aman dan nyaman.

5. Ekspansi, yaitu tersedia tempat yang cukup luas untuk perluasan usaha dikemudian hari.

Page 3: BAB II LANDASAN TEORI - library.binus.ac.id II-R-2016-0142.pdf · BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Bauran Ritel Menurut Kim (2003), awal mula dari retail mix yakni, McNair (1958) “proposed

11

6. Lingkungan, yaitu daerah sekitar yang mendukung jasa yang ditawarkan.

7. Kompetisi, yaitu lokasi pesaing.

2.1.2. Produk

Menurut Kotler (2009) : “A product is a thing that can be offered to a market to

satisfy a want or need, product is something to offer to the market to get attention,

buying, using or consume to fulfill the desires or needs”. Menurut Pellow (2006),

“customers needs and wants affected by products”. kemudian Tjiptono (1997),

menyatakan “ Produk merupakan segala sesuatu yang dapat ditawarkan produsen untuk

diperhatikan, diminta, dicari, dibeli, digunakan, atau dikonsumsi pasar sebagai

pemenuhan kebutuhan atau keinginan pasar”. Hurriyati (2010), "memberikan definisi

sebagai berikut “Produk adalah sekumpulan atribut yang di dalamnya tercangkup warna,

harga, kemasan, plastik, pengecer dan pelayanan dari pabrik serta pengecer yang

mungkin diterima oleh pembeli sebagai sesuatu yang dapat memuaskan keinginannya“.

Berdasarkan hasil penelitian Hartono Subagio, dan Sugiono, Sugiharto (2013),

kepuasan konsumen juga dipengaruhi oleh keberagaman ukuran produk yang tersedia.

Lalu hsil penelitian Ryu, Lee, dan Kim (2012), menyatakan “kepuasan konsumen

dipengaruhi oleh kualitas dari menu produk yang ditawarkan”, kemudian dalam Sukotjo

dan Radix A (2010), “kepuasan konsumen akan terpenuhi bila menu yang diinginkan

selalu ada”.

2.1.3. Kualitas Pelayanan

Menurut Ma’ruf (2006), “retail service bertujuan memfasilitasi para pembeli saat

berbelanja di gerai. Menurut Levy and Weitz (2009), terdapat 5 persepsi digunakan

Page 4: BAB II LANDASAN TEORI - library.binus.ac.id II-R-2016-0142.pdf · BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Bauran Ritel Menurut Kim (2003), awal mula dari retail mix yakni, McNair (1958) “proposed

12

konsumen untuk mengevaluasi customer service, yaitu dengan menggunakan service

quality, diantaranya:

a. Tangible (berwujud)

Merupakan tampilan fisik dari fasilitas, peralatan, personil, dan bahan komunikasi.

b. Empathy (empati)

Mengacu pada kepedulian dan perhatian yang diberikan kepada konsumen, seperti

pelayanan pribadi, menerima catatan dan e-mail, atau pengenalan dengan nama.

c. Reliability (kehandalan)

Merupakan kemampuan untuk melakukan pelayanan secara terpercaya.

d. Responsiveness (daya tanggap)

Merupakan kemauan untuk membantu konsumen dan memberikan pelayanan cepat.

e. Assurance (kepastian)

Merupakan pengetahuan dan kesopanan dari karyawan dan kemampuan untuk

menyampaikan kepercayaan dan keyakinan, seperti mempunyai tenaga penjual yang

terlatih.

Adapun menururt Fandy (2005), “kepuasan konsumen akan terpenuhi apabila

pelayan bekerja cepat, karena menghemat waktu dan tidak membuat konsumen

menunggu lama”, kemudian dalam penelitian Jessica (2013), Rambat (2013),

“kepuasan konsumen dipengaruhi oleh pelayan yang memeberikan perhatian atau

simpatik terhadap konsumen”, lalu dalam Lupiyoadi (2013), dinyatakan “konsumen

akan puas bila pelayan cekatan dalam melayani konsumen, artinya dalam melayani

konsumen pelayan tahu apa yang harus diperbuat”. Adapun menurut Fabio and Druica

(2014), Sigh and Saluja (2010), “kepuasan konsumen kedai kopi dipengaruhi oleh

Barista atau peracik kopi yang terampil, sebab minuman kopi yang baik lahir dari

racikan sang barista yang baik”.

Page 5: BAB II LANDASAN TEORI - library.binus.ac.id II-R-2016-0142.pdf · BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Bauran Ritel Menurut Kim (2003), awal mula dari retail mix yakni, McNair (1958) “proposed

13

2.1.4. Suasana Tempat

Store design dan display menurut Dunne, Lusch, and Griffith (2002). Store design

dalam sebuah toko adalah element yang paling penting dalam perencanaan lingkungan

toko. (a) store front design/exterior, (b) interior design, (c) lighting design, (d) sounds,(e)

smells. Adapun sejumlah unsur atmosfer yang menjadi indikator menurut Ryu dan Jang

(2008), Heung dan Gu (2012), Ryu dan Han (2010) yaitu; suasana, ruang dan fungsi,

tanda, simbol, dan artefak, dan pekerja. Menurtut Bitner (1992), suasana, meliputi

karakteristik latar belakang lingkungan seperti suhu, pencahayaan kebisingan, musik,

warna dan aroma.

Pengukuran dimensi Ruang dan fungsi menggunakan indikator yang

dikembangkan oleh Bitner (1992), antara lain; tata ruang, tata peralatan, sirkulasi,

perabot, fungsi ruang. Penggunaan tanda, simbol, dan artefak dapat digunakan sebagai

identitas restoran serta untuk menyampaikan pesan peraturan perilaku (misalnya: dilarang

merokok). Menurut hasil penelitian Naik, Gantasala, dan Prabhakar (2010), Rahardjani

(2005) kepuasan konsumen dipengaruhi kuat oleh keamanan outlet yang memuaskan,

adapun dalam penelitian Hartono Subagio, dan Sugiono Sugiharto (2013), kepuasan

konsumen terpenuhi bila interior outlet baik. Menurut Tripathi dan Kumar (2010),

konsumen puas bila tata ruang (ukuran/space) outlet yang ada memadai, karena tempat

tidak membuat konsumen merasa sempit dan kekurangan ruang gerak, adapun kebersihan

outlet berpengaruh pada kepuasan konsumen, karena outlet yang bersih membuat

konsumen nyaman. Menururt penelitian Martineau (1958), James (1976), Peter dan

Olson (1990), Tripathi dan Kumar (2010), “konsumen memerlukan suatu kelengkapan

Page 6: BAB II LANDASAN TEORI - library.binus.ac.id II-R-2016-0142.pdf · BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Bauran Ritel Menurut Kim (2003), awal mula dari retail mix yakni, McNair (1958) “proposed

14

fasilitas outlet atau adanya barang fungsional untuk keperluan konsumen seperti; stop

kontak listrik, meja atau kursi bayi, dan lain sebagainya”.

2.1.5. Peran Bauran Ritel dalam Konteks

Menurut Rambourg (2014), Starbucks is a luxury coffee shop, kemudian menurut

Shukla dan K. Purani (2012), price sensitivity has negatif role on luxury brand. Dalam

penelitian Thomas (2007), lalu Lichtenstein, Ridgway, dan Netemeyer (1993), in luxury

case represent the negatif role of price. In case of luxury, price did not ascosiated with

luxury brand. Berdasarkan sejumlah penelitian tersebut maka konsumen luxury brand

seperti Starbucks tidak dipengaruhi oleh price, oleh karena itu peneliti tidak memasukan

elemen bauran ritel price dalam penelitian ini.

Menurut Chrismayanti, Widyarini, dan Susilaati (2012), promotion tidak

berpengaruh pada intensi membeli, kemudian Pamungkas dan Saino (2013), menyatakan

promosi tidak berpengaruh terhadap keputusan pembelian, lalu hasil penelitian

Yudhiakartika dan Haryanto (2012), promosi penjualan tidak berpengaruh secara

signifikan terhadap intensi konsumen untuk membeli, kemudian Personal selling tidak

berpengaruh signifikan terhadap kesadaran merek, lalu hasil penelitian Fajar (2006),

menyatakan personal selling (promosi, konferensi, tatap muka dengan konsumen) tidak

berpengaruh signifikan terhadap volume penjualan. Variabel personal selling, kemudian

menurut Fauziah (2008), personal selling yang merupakan bagian dari communication

mix tidak mempengaruhi pada keberhasilan penjualan kemudian, lalu dalam penelitian

Aryanti (2014), dinyatakan pemasaran menggunakan personal selling tidak berpengaruh

dalam promosi untuk penjualan. Berdasarkan sejumlah penelitian diatas maka penulis

tidak menggunakan communication mix.

Page 7: BAB II LANDASAN TEORI - library.binus.ac.id II-R-2016-0142.pdf · BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Bauran Ritel Menurut Kim (2003), awal mula dari retail mix yakni, McNair (1958) “proposed

15

2.2. Faktor Emosional

Kepuasan konsumen luxury store kuat kaitannya dengan unsur emosional, dengan

terpenuhi unsur emosional maka akan berdampak bagi meningkatnya reputasi Starbucks

sebagai luxury store, menurut Havlena dan Holbrook (1983), “kepuasan emosional dari

konsumen akan meningkatkan brand image bagi luxury store”, lalu menurut hasil

penelitian Ridgway, dan Netemeyer (1993), “kepuasan konsumen berkaitan dengan

prestige (rasa bangga), konsumen bangga bila outlet yang ia datangi menimbulkan

prestige”. dikemukakan oleh Russel (1979), “unsur emoisonal yang dapat memuasakan

konsumen adalah rasa tenang dan bahagia yang timbul dalam diri bila berada dalam

outlet”,

Adapun menurut Goleman (2002), “emosi merujuk pada suatu perasaan dan

pikiran yang khas, suatu keadaan biologis dan psikologis dan serangkaian kecenderungan

untuk bertindak, emosi pada dasarnya adalah dorongan untuk bertindak, emosi

merupakan reaksi terhadap rangsangan dari luar dan dalam diri individu, sebagai contoh

emosi gembira mendorong perubahan suasana hati seseorang, sehingga secara fisiologi

terlihat tertawa, emosi sedih mendorong seseorang menangis, emosi berkaitan dengan

perubahan fisiologis dan berbagai pikiran. Emosi merupakan salah satu aspek penting

dalam kehidupan manusia, karena emosi dapat merupakan motivator perilaku dalam arti

meningkatkan, tapi juga dapat mengganggu perilaku intensional manusia”. Menurut

Swastha (2002), kepuasan konsumen didasari faktor emosional yakni rasa bangga dan

rasa percaya diri. Menurut Irawan (2009), dimensi dari emosi, yaitu: estetika, self-

expressive dan brand personality.

Page 8: BAB II LANDASAN TEORI - library.binus.ac.id II-R-2016-0142.pdf · BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Bauran Ritel Menurut Kim (2003), awal mula dari retail mix yakni, McNair (1958) “proposed

16

2.2.1 Faktor Emosional dalam Konteks

Berdasarkan hasil penelitian Lichtenstein, Ridgway, dan Netemeyer (1993),

prestige sensitivity represent the positive role on luxury brande. prestige sensitivity social

identity, lalu menurut hasil penelitian Tellis dan Gaeth (1990), Hofstede dan Hofstede,

(2004), Wong dan Ahuvia (1998) prestige-seeking by acquiring higher personality, and

personal achievement indicates emotional prestige. Berdasarkan penelitian Shukla

(2010), people who seek status are prestige sensitive. Menurut hasil penelitian Phandita

(2014), kepuasan konsumen dipengaruhi kuat oleh faktor emosional. Berdasarkan definisi

faktor emosional dan sejumlah penelitian terdahulu, maka penulis menyertakan elemen

retail mix (lokasi, produk, kualitas pelayanan, dan suasana tempat) dan faktor emosional

pada variable independen dalam penelitian ini. Hal ini yang menjadi jembatan gap antara

penelitian terdahulu dan mendatang, sekaligus pembeda dari sejumlah penelitian

terdahulu mengenai customer satisfaction dikonetks retail mix.

2.3. Kepuasan Konsumen

Dalam penelitian ini, konsumen adalah pengunjung dan penikmat menu dari kedai

kopi Starbucks cabang Alam Sutera, menurut Tjiptono (1997), ”konsumen ritel adalah

pembeli dan penikmat dari produk ritel”. Menurut Band (1991), “kepuasan konsumen

merupakan faktor penting dalam kesuksesan usaha ritel, menurut Zeithaml, Bitner dan

Dwayne (2009), adalah, ”Customer’s product or service has met the customer’s needs

and expectations”. Sedangkan difinisi lain menurut Kotler dan Keller (2009),

“Satisfaction is a product and services met person’s expectations”. Menurut Arief

(2007), “kualitas pelayanan yang baik yakni yang dapat memenuhi keinginan konsumen.

Page 9: BAB II LANDASAN TEORI - library.binus.ac.id II-R-2016-0142.pdf · BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Bauran Ritel Menurut Kim (2003), awal mula dari retail mix yakni, McNair (1958) “proposed

17

2.4. Konteks

Berdasarkan sumber dari situs statistika resmi loxcell (2016), Starbucks Coffee

sendiri adalah sebuah perusahaan kopi dan jaringan kedai kopi global asal Amerika

Serikat yang berkantor pusat di Seattle, Washington, jumlah kedai kopi Starbucks di

dunia, adalah 23,768 kedai di lebih dari 65 negara, ada 236 outlet di Indonesia.

Berdasarkan situs resmi Alam Sutera (2016), Alam Sutera merupakan kawasan terpadu

(mixed-use development) yang berdiri di atas lahan seluas lebih dari 800 hektar di

wilayah Serpong – Tangerang, kawasan yang mulai dikembangkan sejak tahun 1994 lalu

ini telah menjelma menjadi sebuah kota mandiri yang mapan, dinamis dan menjadi

primadona, aksesibiltas yang baik tersebut juga mampu menyediakan manfaat baik dari

aspek sosial maupun ekonomi bagi kawasan Alam Sutera dan sekitarnya. Adapun jumlah

kedai kopi Starbucks cabang Alam Sutera ada 3 outlet, penelitian ini akan meneliti di 2

outlet yang ada di Alam Sutera, hal ini cukup mewakili 2 dari 3 total outlet Starbucks

cabang Alam Sutera.

Bidang usaha dalam penelitian ini adalah rumah makan, rumah makan merupakan

salah satu faktor pendukung perekonomian Indonesia seperti yang dapat dilihat dari PDB

(Produk Domestik Bruto). PDB Pada dasarnya merupakan jumlah nilai tambah yang

dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu negara tertentu, atau merupakan jumlah

nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi suatu negara

tertentu. Menurut Anderson, Fornell, dan Lehmann (1994), Anderson, Fornell dan Rust

(1997), Anderson dan Mittal (2000), “there is mounting evidence that the links in the

Page 10: BAB II LANDASAN TEORI - library.binus.ac.id II-R-2016-0142.pdf · BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Bauran Ritel Menurut Kim (2003), awal mula dari retail mix yakni, McNair (1958) “proposed

18

satisfaction-profit are solid firms that do manage to create customer satisfaction enjoy

commensurate profits”.

Berdasarkan teori tersebut jelas bahwa customer satisfaction dapat menunjang

profit, dengan bertambahnya profit maka Starbucks tentu dapat menyumbang pajak, hal

ini diatur dalam UU 28 Tahun 2009 pasal 37 ayat (1) Objek Pajak Restoran adalah

pelayanan yang disediakan oleh Restoran, suatu rumah makan apabila dapat menunjang

pajak maka akan menikan PDB. Kita dapat melihat data tabel PDB Indonesia atas dasar

harga berlaku menurut lapangan usaha sektor rumah makan tahun 2010 sampai tahun

2014 dibawah ini :

Tabel 2.1

Produk Domestik Bruto Indonesia Atas Dasar Harga Berlaku

Menurut Lapangan Usaha

Tahun 2010-2014 (Miliar Rupiah)

Lapangan

Usaha/Industry

2010 2011 2012 2013 2014

Penyediaan Makan

Minum/Food and

Beverage Service

Activities

164.517,5 183.112,9 201.559,9 226.009,3 255.885,7

Sumber: Badan Pusat Statistik tahun 2010 – 2014

Berdasarkan data tabel 2.1 PDB Indonesia atas dasar harga berlaku menurut lapangan

usaha sektor rumah makan tahun 2010 sampai tahun 2014 diatas, dapat dilihat PDB rumah

makan mengalami peningkatan setiap tahunnya dari tahun 2010 sebesar Rp. 164.517,5 miliar,

kemudian ditahun 2011 sebesar Rp. 183.112,9 miliar peningkatan ini sampai dengan tahun 2014

sebesar Rp. 255.885,7 miliar . Sesuai dengan penelitian Douglas SP, Craig SC. (1983),

Anderson, Fornell, dan Lehmann (1994), Anderson, Fornell dan Rust (1997), menyatakan

Page 11: BAB II LANDASAN TEORI - library.binus.ac.id II-R-2016-0142.pdf · BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Bauran Ritel Menurut Kim (2003), awal mula dari retail mix yakni, McNair (1958) “proposed

19

“semakin besar pendapatan peritel, maka semakin besar juga tarif pajak yang dibayarkan ke

pemerintah. Oleh karena itu pemasukan pajak pemerintah juga akan semakin meningkat setiap

tahunnya”, hal ini bearti menunjukan hubungan antara keuntungan peritel dengan kontribusi

kepada PDB.

Tabel 2.2

Total Produk Domestik Bruto Indonesia Atas Dasar Harga Berlaku

Menurut Lapangan Usaha

Tahun 2010-2014 (Miliar Rupiah)

2010 2011 2012 2013 2014

Total produk

domestik bruto

6.864.113,1 7.831.726,0 8.615.704,5 9.524.736,5 10.542.693,5

Sumber: Badan Pusat Statistik tahun 2010 – 2014

Dapat dilihat berdasarkan data tabel 2.2 total PDB Indonesia atas dasar harga

berlaku menurut lapangan usaha pada tahun 2010 sampai tahun 2014, bahwa total PDB

pada 2010 sebesar Rp. 6.864.113,1 triliun, kemudian ditahun 2011 sebesar Rp. 7.831.726

triliun sampai dengan tahun 2014 sebesar Rp. 10.542.693,5 triliun . Setiap tahun total

PDB Indonesia atas dasar harga berlaku menurut lapangan usaha mengalami

peningkatan.

Page 12: BAB II LANDASAN TEORI - library.binus.ac.id II-R-2016-0142.pdf · BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Bauran Ritel Menurut Kim (2003), awal mula dari retail mix yakni, McNair (1958) “proposed

20

Tabel 2.3

Distribusi Persentase Produk Domestik Bruto Indonesia Atas Dasar Harga Berlaku

Menurut Lapangan Usaha Tahun 2010─2014

Lapangan

Usaha/Industry

2010 2011 2012 2013 2014

Penyediaan

Makan Minum

2.4% 2.34% 2.34% 2.37% 2.43%

Jasa Pendidikan 2.94% 2.97% 3.14% 3.25% 3.29%

Jasa Kesehatan

dan Kegiatan

Sosial

0.97% 0.98% 1.00% 1.01% 1.03%

Sumber: Badan Pusat Statistik tahun 2010 – 2014

Berdasarkan tabel 2.3 distribusi persentase PDB Indonesia atas dasar harga

berlaku menurut lapangan usaha sektor rumah makan tahun 2010 sampai dengan tahun

2014 diatas. Dapat dilihat di tahun 2010 menyumbangkan PDB sebesar 2.4%, tetapi

terjadi penurunan di tahun 2011 dan 2012 yang dipengaruhi oleh peningkatan sektor Jasa

Pendidikan, Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial. Kemudian mengalami peningkatan

kembali di tahun 2013 sebesar 2.37% dan tahun 2014 sebesar 2.43%. Kita dapat melihat

sektor rumah makan menyumbangkan PDB rata-rata sekitar 2.3% sampai dengan 2.4%

setiap tahunnya. Dihadirkannya sejumlah tabel PDB diatas dan sejumlah penelitian

terdahulu mengenai satisfaction-profit diatas bermaksud sebagai informasi dan penjelas

bahwa kepuasan konsumen akan menunjang profit, suatu rumah makan bila profitnya

bagus maka berkontribusi menaikan PDB.

Page 13: BAB II LANDASAN TEORI - library.binus.ac.id II-R-2016-0142.pdf · BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Bauran Ritel Menurut Kim (2003), awal mula dari retail mix yakni, McNair (1958) “proposed

21

2.5. Penelitian Terdahulu

No Judul Penelitian Nama Peneliti Variabel Hasil Penlitian

1 Pengaruh Atmosfer

Terhadap Kepuasan

dan Niatan Perilaku

Konsumen

di Toko ”Oen”, Kota

Malang.”

Nova Juwita

Hersanti dan

Kusuma

Ratnawati

(2012)

Atmosfer, niat

perilaku, terhadap

kepuasan

konsumen.

Kepuasan konsumen

dipengaruhi

signikfikan oleh

atmosfer.

2 Pengaruh Store

Atmosphere

Terhadap Keputusan

Pembelian Dan

Kepuasan Konsumen

(Studi Pada

Monopoli Cafe And

Resto Soekarno Hatta

Malang)

Lily Harlina Putri

Srikandi Kumadji

Andriani

Kusumawati

(2014)

Store atmosphere ,

terhadap keputusan

pembelian, dan

kepuasan

konsumen.

Kepuasan konsumen

dan keputusan

Pembelian

dipengaruhi

signikfikan oleh Store

atmosphere.

3 Analisis Pengaruh

Kualitas

Pelayanan dan

Lokasi

Terhadap Kepuasan

Konsumen.

Oldy Ardhana

(2010)

Kualitas pelayanan

lokasi

terhadap

kepuasan

konsumen.

kepuasan konsumen

dipengaruhi kuat oleh

Kualitas pelayanan dan

lokasi.

4 Analisa Faktor-

Faktor yang

Mempengaruhi

Kepuasan dan

Loyalitas Konsumen

Chatime.

Fiona Phandita

dan Arsiansyah

(2014)

Faktor kualitas

produk, service

quality, emotional

factor, dan

kemudahan.

terhadap kepuasan

konsumen

Kepuasan konsumen

deipengaruhi oleh

faktor kualitas produk,

service quality,

emotional factor, dan

kemudahan.

5 Influence of Service

and Product Quality

towards Customer

Satisfaction: A Case

Study at the Staff

Cafeteria in the Hotel

Industry

Dayang Nailul

Munna Abang

Abdullah, dan

Francine Rozario

(2009)

Place Ambience,

Food Quality,

Service Quality To

Satisfaction.

Customer satisfaction

has significant

relationship with place

ambience, food quality,

service, and quality.

6 An integrated model

for the effects of ‘

product, ‘ service

quality, ‘consumer

satisfaction and

loyalty,

Ti Bei-Lien, Yu-

Ching Chiao.

(2001)

‘ product, ‘ service

quality, on

consumer

satisfaction and

loyalty.

Consumer satisfaction

and loyalty has related

on ‘ product, ‘ service

quality.

Page 14: BAB II LANDASAN TEORI - library.binus.ac.id II-R-2016-0142.pdf · BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Bauran Ritel Menurut Kim (2003), awal mula dari retail mix yakni, McNair (1958) “proposed

22

7 Analisa Retail Mix

Terhadap Kepuasan

Konsumen di Toko 39

Semarang

Rony Harsono

Adi Wijaya,

Hartono Subagio,

dan Sugiono

Sugiharto.

(2013)

Customer service

location

,merchandise

assortment, store

design display ,

terhadap customer

satisfaction.

Hasil penelitian

menunjukkan

kepuasan konsumen

dipengaruhi oleh

customer service

location ,merchandise

assortment, store

design display secara

signifikan.

8 Effects of Store

Characteristic and

In-Store Emotional

on Store Attitude.

Changjo Yoo,

Jonghee Park dan

Deborah J.

Maclnnis.

(1998)

store

characteristics on

in-store emotion

effects of in-store

emotions on store

attitudes

effects of store

characteristics on

store attitudes.

stated that when buyers

feel that the company

offers a wide product

range and offer good

products , they feel

positive emotions such

as joy, pleasure,

satisfaction , pride

effect on satisfaction .

9 Analisis Pengaruh

Kualitas Produk,

Kualitas Pelayanan

Dan Lokasi

Terhadap Kepuasan

Konsumen

( Studi Kasus Pada

Konsumen Kopikita

Semarang)

Nur Wulandari

dan Mudiantono

(2013)

Kualitas produk,

kualitas pelayanan

dan lokasi

terhadap kepuasan

konsumen.

Hasil penelitian

menunjukkan kepuasan

konsumen dipengaruhi

oleh kualitas produk,

kualitas pelayanan dan

lokasi baik secara

parsial maupun

simultan.

10 Analisa Pengaruh

Kualitas Layanan,

Brand Image, Dan

Atmosfer Terhadap

Loyalitas Konsumen

Dengan Kepuasan

Konsumen Sebagai

Variabel Intervening

Konsumen Kedai

Deja- Vu Surabaya

David Harianto

dan Dr. Hartono

Subagio, S.E.,

M.M.

(2013)

Pengaruh kualitas

layanan, brand

image, dan

atmosfer terhadap

loyalitas konsumen

dengan kepuasan

konsumen.

Kepuasan konsumen

dan loyalitas

dipengaruhi oleh

kualitas layanan, brand

image, dan atmosfer.

Page 15: BAB II LANDASAN TEORI - library.binus.ac.id II-R-2016-0142.pdf · BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Bauran Ritel Menurut Kim (2003), awal mula dari retail mix yakni, McNair (1958) “proposed

23

11 Customer

Satisfaction:

Applying Concepts to

Industry-wide

Measures

Jonathan Barsky

dan Leonard

Nash

(2003)

Product, staff

support, location.

Earning high

satisfaction ratings

from guests is

an especially important

companies, because

loyal customers are the

principal

driver of profits.

12 Analisis Pengaruh

Kualitas Pelayanan

Terhadap Kepuasan

Konsumen Pada

Kedai Kopi Starbucks

Cabang Alam Sutera.

Wulandari

(2013)

Kehandalan

(reliability), daya

tanggap

(responsiveness),

jaminan

(assurance),

perhatian

(empathy), dan

bukti fisik

(tangibles)

terhadap kepuasan

konsumen.

Kepuasan konsumen

secara signifikan

dipengaruhi oleh

kehandalan

(reliability), daya

tanggap

(responsiveness),

jaminan (assurance),

perhatian (empathy),

dan bukti fisik

(tangibles).

13. Pengaruh Kualitas

Produk, Kualitas

Pelayanan, dan

Emosional Terhadap

Kepuasan konsumen

SOGO Departemen

Store

Lulu Phandita

dan

Sristyo Iriani

(2013)

Pengaruh kualitas

produk, kualitas

pelayanan, dan

emosional.

Kepuasan konsumen

dipengaruhi signifikan

oleh kualitas produk,

kualitas pelayanan, dan

emosional

2.6. Hipotesis Penelitian

Sebelum dirumuskan hipotesis dari penelitian ini, terlebih dahulu dikemukakan

mengenai hipotesis menurut Arikunto (2010), Sugiyono (2011), pengertian hipotesis

adalah jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, Berikut dibawah ini

hipotesis dari penelitian ini :

Page 16: BAB II LANDASAN TEORI - library.binus.ac.id II-R-2016-0142.pdf · BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Bauran Ritel Menurut Kim (2003), awal mula dari retail mix yakni, McNair (1958) “proposed

24

H1: Lokasi outlet pada kedai kopi Starbucks diduga berpengaruh signifikan pada

kepuasan konsumen kedai kopi Starbucks di mall dan stand-alone outlet

cabang Alam Sutera.

Starbucks cabang Alam Sutera berada di kawasan perumahan dan perkantoran

dengan adanya akses jalan bebas hambatan dan dikelilingi dengan sarana umum,

berdasarkan hasil penelitian Wulandari, Nur dan Mudiantono, Mudiantono (2013),

Tjiptono dan Chandra (2005), Harsosno, Subagio, Wijaya, dan Sugiharto (2010), Barsky

dan Nash (2003), “lokasi merupakan salah satu faktor krusial yang berpengaruh terhadap

kesuksesan suatu usaha, karena kepuasan konsumen erat kaitannya dengan lokasi, lokasi

yang strategis meliputi keudahan akses, visibilitas, dekat dengan pusat bisnis, dan

perumahan, lalu kepuasan konsumen dipengaruhi kuat oleh lokasi”. Oleh karena itu

kepuasan konsumen Starbucks cabang Alam Sutera diduga dipengaruhi oleh lokasi kedai

kopi Starbucks di kawasan Alam Sutera.

H2: Produk pada kedai kopi Starbucks diduga berpengaruh signifikan pada

kepuasan konsumen Starbucks di mall dan stand-alone outlet cabang Alam

Sutera.

Starbucks menyediakan produk dengan varian rasa dan ukuran, menurut Rachmat

Hidayat (2009), Irawan (2004), Lien Ti-Bie dan Yu (2001), Prandita dan Iriani (2001),

“keberhasilan dari peritel yakni menyediakan produk yang baik, produk yang baik

meliputi, kualitas, varian, dan ketersediaan ukuran, kemudian kepuasan konsumen

dipengaruhi kuat oleh kualitas produk”.

Kemudian hasil penelitian Suchanek, Richter, Kralova (2014), Ruiz DM, Castro

CB, Armario EM (2007), Gist (1968), “adanya alternatif pilihan menu merupakan faktor

Page 17: BAB II LANDASAN TEORI - library.binus.ac.id II-R-2016-0142.pdf · BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Bauran Ritel Menurut Kim (2003), awal mula dari retail mix yakni, McNair (1958) “proposed

25

penting dalam usaha ritel, sebab kepuasan konsumen dipengaruhi oleh adanya alternatif

produk”. Berdasarkan penelitian-penelitian diatas kepuasan konsumen diduga

dipengaruhi oleh kualitas produk, varian ukuran dan rasa, dan alternatif pilihan menu.

H3: Kualitas pelayanan pada kedai kopi Starbucks diduga berpengaruh

signifikan pada kepuasan konsumen Starbucks di mall dan stand-alone outlet

cabang Alam Sutera.

Menurut Tjiptono (2008), Prandita dan Iriani (2001), Brown (1987), Bennet

(1995), “kualitas pelayanan merupakan faktor penting dalam usaha ritel, lalu terdapat dua

faktor utama dalam kualitas pelayanan; yaitu kualitas jasa yang diharpkan dan kualitas

jasa yang diterima atau dirasakan, definisi kualitas pelayanan adalah pemenuhan

kebutuhan dan keinginan konsumen, serta ketetapan penyampaiannya untuk

mengimbangi harapan konsumen”. Adapun Kepuasan konsumen disampaikan oleh

Ziethmal dan Bitner (2006), “satisfaction is generally viewed as a broader a concept

while service quality assessment focuses specifically on dimensions of services”.

Berdasarkan penelitian-penelitian diatas konsumen Starbucks cabang Alam Sutera diduga

akan puas bila kualitas pelayanan yang ditawarkan baik dan sesuai harapan konsumen.

H4: Suasana tempat pada kedai kopi Starbucks diduga berpengaruh signifikan

pada kepuasan konsumen Starbucks di mall dan stand-alone outlet cabang

Alam Sutera.

Page 18: BAB II LANDASAN TEORI - library.binus.ac.id II-R-2016-0142.pdf · BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Bauran Ritel Menurut Kim (2003), awal mula dari retail mix yakni, McNair (1958) “proposed

26

Menurut Berman dan Evan (1992), Btiner (1992), Levy dan Weitz (2013), Ryu

dan Han (2010), Heung dan Gu (2012), “atmospherics refers to design of an

environment via visual communication, lighting, colours, music, and scent to stimulate

customers perceptual and emotional responses and ultimately to affect their purchase

behavior”, yang berarti suasana Starbucks cabang Alam Sutera harus memiliki visual,

penataan, cahaya, musik dan aroma yang dapat menciptakan lingkungan pembelian yang

nyaman sehingga dapat mempengaruhi persepsi dan emosi konsumen untuk melakukan

pembelian. Berdasarkan penelitian-penelitian diatas bahwa konsumen Starbucks cabang

Alam Sutera diduga akan puas bila suasana tempat baik.

H5: Faktor Emosional pada kedai kopi Starbucks diduga berpengaruh signifikan

pada kepuasan konsumen Starbucks di mall dan stand-alone outlet cabang

Alam Sutera.

Dalam penelitian Rambourgh (2014), “kategori Starbucks merupakan luxury

store”, konsumen jenis ritel luxury store menurut Shukla (2012), Douglas SP, Craig SC

(2013), Douglas M, Isherwood B (2005), Machleit dan Oreglue (2000), “mereka yang

memiliki penghasilan tinggi dengan strata kelas menangah atas dan memiliki unsur

kebangaan diri, adapun berdasarkan penilitian Prandita dan Iriani (2001), Straker dan

Wigley (2015), “unsur emosional konsumen ritel meliputi kebahagiaan, ketenangan, dan

dorongan untuk membeli”. Berdasarkan penelitian-penelitian diatas bahwa konsumen

diguga akan puas bila unsur emosional terpenuhi.