Upload
donga
View
227
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pernikahan dini merupakan perkawinan di bawah umur (19 tahun) yang
target persiapannya belum dikatakan maksimal baik dari segi persiapan fisik,
persiapan mental juga persiapan materi. Terdapat berbagai fakor yang melatar
belakangi terjadinya pernikahan dini yang dilakukan, dan menjadi permasalahan
yang besar ketika tidak ada pencarian analisa masalah yang tepat yang didasari
oleh data yang akurat dan terpercaya serta solusi yang alternatif untuk
memecahkan masalah ini. Penangganan adanya dampak buruk pernikahan dini,
yaitu dengan pendewasaan usia kawin, keluarga sejahtera dan pemerintah peduli
remaja berupa solusi baru yang lebih objektif yang dapat dijadikan sebagai
langkah awal untuk mengatasi maraknya pernikahan dini (Sasmita, 2008).
Pernikahan dianggap sebagai sebuah solusi atas apa yang acapkali
ditimbulkannya. zina misalkan, sehingga tanpa disadari pernikahan hanya
dijadikan sebagai justifikasi aktivitas seksual mereka. Hal ini berkaitan dengan
kondisi seksualitas pada remaja yaitu rasa ingin tahu mereka terhadap masalah-
masalah seksual lebih tinggi, sebab pada masa ini remaja berada dalam potensi
seksual yang aktif karena pengaruh hormon. Pernikahan dini bagi remaja
berdampak pada fisik dan mental, dimana secara fisik, berupa remaja yang belum
kuat, tulang panggulnya masih terlalu kecil sehingga bisa membahayakan proses
persalinan (Sasmita, 2008).
1
2
Pernikahan dini merupakan perkawinan di bawah umur (19 tahun) yang
target persiapannya belum dikatakan maksimal baik dari segi persiapan fisik,
persiapan mental juga persiapan materi. Terdapat berbagai fakor yang melatar
belakangi terjadinya pernikahan dini yang dilakukan, dan menjadi permasalahan
yang besar ketika tidak ada pencarian analisa masalah yang tepat yang didasari
oleh data yang akurat dan terpercaya serta solusi yang alternatif untuk
memecahkan masalah ini. Penangganan adanya dampak buruk pernikahan dini,
yaitu dengan pendewasaan usia kawin, keluarga sejahtera dan pemerintah peduli
remaja berupa solusi baru yang lebih objektif yang dapat dijadikan sebagai
langkah awal untuk mengatasi maraknya pernikahan dini (Sasmita, 2008)
Hasil penelitian UNICEF di Indonesia (2002), menemukan angka kejadian
pernikahan anak berusia 15 tahun berkisar 11%, sedangkan yang menikah di saat
usia tepat 18 tahun sekitar 35%.8 Praktek pernikahan usia dini paling banyak
terjadi di Afrika dan Asia Tenggara. Di Asia Tenggara didapatkan data bahwa
sekitar 10 juta anak usia di bawah 18 tahun telah menikah, sedangkan di Afrika
diperkirakan 42% dari populasi anak, menikah sebelum mereka berusia 18 tahun.
Di Amerika Latin dan Karibia, 29% wanita muda menikah saat mereka berusia 18
tahun. Prevalensi tinggi kasus pernikahan usia dini tercatat di Nigeria (79%),
Kongo (74%), Afganistan (54%), dan Bangladesh (51%).8 Secara umum,
pernikahan anak lebih sering terjadi pada anak perempuan dibandingkan anak
laki-laki, sekitar 5% anak laki-laki menikah sebelum mereka berusia 19 tahun.
Selain itu didapatkan pula bahwa perempuan tiga kali lebih banyak menikah dini
dibandingkan laki-laki.
3
Menurut survey tahun 2005 terdapat 21,5% wanita di Indonesia yang
perkawinan pertamanya dilakukan ketika berusia 17 tahun. Di daerah pedesaan
dan perkotaan wanita melakukan perkawinan di bawah umur tercatat masing-
masing 24,4% dan 16,1%. Persentase terbesar kawin muda terdapat di Propinsi
Jawa Timur 90,3%, Jawa barat 39,6% dan Kalimantan Selatan 37,5%.
Menurut laporan badan perencanaan pembangunan nasional (Bappenas)
tentang capaian target tujuan pembangunan milenium (MDGS) Indonesia tahun
2008, sebanyak 34,5% dari 2.049.000 pernikahan yang terjadi setiap tahun
merupakan pernikahan usia muda. Di Jawa Timur angkanya bahkan lebih tinggi
dari angka rata-rata nasional, sampai 39%. (Bappenas, 2009).
Angka statistik pernikahan usia muda dengan pengantin dibawah16 tahun,
secara keseluruhan mencapai lebih dari seperempat bahkan sepertiga dari
pernikahan yang terjadi. Tepatnya di Jawa Timur 39,43%, Kalimantan selatan
35,48%, Jambi 30,63%, Jabar 36%, dan Jawa tengah 27,84% (BKKBN, 2005).
Berdasarkan data dari Provinsi Aceh tahun 2009 jumlah perempuan usia
perkawinana pertama diperdesaan dan perkotaan berjumlah 45,59%.
Perilaku hubungan seksual sebelum menikah semakin sering dipraktekkan
oleh para remaja. Perilaku seksual remaja mencakup kegiatan mulai dari
berpegangan tangan, berpelukan, berciuman, sampai berhubungan seksual.
Berbagai survei mengenai perilaku seks bebas pada remaja kita sudah sering
dilakukan. Hasil survei tahun 2005 berdasarkan hasil survei Synovate Research
tentang perilaku seksual remaja (15 - 24 tahun) di kota Jakarta, Bandung,
Surabaya dan Medan, hasilnya 44 % responden mengaku mereka sudah pernah
punya pengalaman seks di usia 16-18 tahun. Sementara 16% lainnya mengaku
4
pengalaman seks itu sudah mereka dapat antara usia 13-15 tahun. Bahkan menurut
survei tahun 2007 sebanyak 22,6 % remaja Indonesia penganut seks bebas
(Hermanto, 2008). Sedangkan jumlah penduduk di Kecamatan Lembah Seulawah
jumlah penduduk 10.398 jiwa terdiri dari 5.386 laki-laki dan 5.012 perempuan.
Sedangkan jumlah kepala keluarga di Wilayah kerja puskesmas Saree yaitu 3.698
kepala keluarga.
Dalam kehidupan sehari-hari pernikahan di usia dini sudah tidak
dipermasalahkan lagi. Pada era globalisasi saat ini remaja sudah banyak yang
melakukan pernikahan di usia dini. Ini yang menjadi kasus saat ini, semestinya
para remaja-remaja itu harus berpikir dua kali sebelum mengambil keputusan
untuk menikah di usia dini. Pada umumnya remaja yang menikah di usia dini,
pasti tidak dapat menikmati bangku pendidikan dan menikmati masa-masa remaja
mereka. Kebanyakan remaja yang melakukan pernikahan dini adalah remaja-
remaja yang masih duduk di bangku sekolah tetapi sudah mencoba hubungan seks
di luar nikah dan akhirnya hamil. Sehingga mereka memutuskan untuk berhenti
sekolah dan melanjutkan ke pernikahan. Kehidupan mereka yang kawin diusia
muda ini tidak jarang terjadi ketegangan antara suami-istri seperti tidak
terkendalinya emosi yang dilatarbelakangi kekurangsiapan mental dari pasangan
usia muda tersebut yang pada akhirnya dapat menimbulkan tekanan sosial
maupun ekonomi dalam rumah tangga. Sebagai generasi muda dan penerus
bangsa, tidaklah harus selalu mengambil langkah yang dianggap mudah untuk
menjalin kasih dengan pasangan melalui pernikahan dalam usia yang dini, semua
itu harus melewati proses yang panjang dan harus ada kesiapan dari masing –
masing pihak, karena jika tidak pernikahan yang akan dilakukan hanya akan
menjadi pernikahan yang sia – sia.
5
Terkadang remaja hanya bisa melanjutkan sampai sekolah menengah saja
atau bahkan tidak bisa mengenyam sedikitpun kenikmatan pendidikan, sehingga
menikah menjadi sebuah solusi dari kesulitan yang mereka hadapi. Terutama
remaja putri di tengah kondisi ekonomi mereka yang sulit, para kepala keluarga
lebih memilih mengantarkan putri mereka untuk menikah, karena paling tidak
sedikit banyak beban mereka akan berkurang, tetapi pada remaja putra sedikit
terjadi karena peran laki-laki dalam kehidupan berumah tangga sangatlah besar,
sehingga bagi kaum adam minimal harus mempunyai ketrampilan terlebih dahulu
sebagai modal awal membangun rumah tangga mereka.
Hasil data dari kantor urusan agama jumlah remaja yang menikah pada
tahun 2012 sebanyak 39 orang, sedangkan hasil wawancara sebanyak 10 orang
kepala keluarga yang dilakukan peneliti di Kecamatan Lembah Seulawah
sebanyak 3 (30%) menyatakan bahwa pernikahan usia muda sebenarnya tidak
baik dilakukan namun biasanya ada faktor lain yang memaksa mereka untuk
menikahkan anaknya pada usia muda, sementara 7 (70%) kepala keluarga lain
mengatakan bahwa pernikahan usia muda itu merupakan hal yang lumrah
dilakukan dan biasanya dilakukan untuk menghindari timbulnya fitnah. Selain itu
masih banyak kepala keluargayang mempunyai persepsi yang baik terhadap
pernikahan usia muda disebabkan karena pengaruh lingkungan dan ingin menjaga
fitnah yang terjadi terhadap anaknya.
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas maka peneliti tertarik untuk
mengetahui lebih lanjut tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kepala
keluarga terhadap persepsi pernikahan usia muda di Wilayah Kerja Puskesmas
Saree Aceh Besar.
6
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan masalah dari latar belakang di atas, maka yang menjadi
permasalahan penelitian adalah faktor-faktor yang berhubungan dengan kepala
keluarga terhadap persepsi pernikahan usia muda di Wilayah Kerja Puskesmas
Saree Aceh Besar.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kepala
keluarga terhadap persepsi pernikahan usia muda di Wilayah Kerja
Puskesmas Saree Aceh Besar.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui hubungan faktor umur kepala keluarga terhadap
persepsi pernikahan usia muda di Wilayah Kerja Puskesmas Saree
Aceh Besar
b. Untuk mengetahui hubungan faktor pendidikan kepala keluarga
terhadap persepsi pernikahan usia muda di Wilayah Kerja Puskesmas
Saree Aceh Besar.
c. Untuk mengetahui hubungan faktor pendapatan kepala keluarga
terhadap persepsi pernikahan usia muda di Wilayah Kerja Puskesmas
Saree Aceh Besar.
d. Untuk mengetahui hubungan faktor budaya terhadap persepsi
pernikahan usia muda di Wilayah Kerja Puskesmas Saree Aceh Besar
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Kepala Keluarga
7
Untuk memberikan informasi tentang resiko pernikahan dini pada
kehamilan dan proses persalinan.
2. Bagi Masyarakat
Manfaat penelitian bagi masyarakat, yaitu untuk memberikan informasi
tentang resiko pernikahan dini terhadap kehamilan dan proses persalinan,
untuk memberikan informasi tentang usia pernikahan yang sesuai dengan
Undang-undang yang telah ditetapkan pemerintah, serta untuk memberi
pengetahuan tentang usia hamil dan melahirkan yang baik/tidak beresiko.
3. Bagi Pihak Institusi Pendidikan
Sebagai bahan penelitian acuan untuk penelitian lebih lanjut mengenai
pernikahan dini yang dapat beresiko terhadap kehamilan dan proses
persalinan.
4. Bagi Peneliti
Sebagai penerapan mata kuliah Metodologi Penelitian dan menambah
pengalaman dalam penulisan KTI, serta sebagai masukan pengetahuan
terhadap pernikahan dini.
5. Bagi Peneliti Lainnya
Dapat menjadi bahan pertimbangan untuk melakukan penelitian-penelitian
di tempat lain.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Perkawinan
1. Pengertian Perkawinan
Menurut Undang-Undang Perkawinan, perkawinan adalah ikatan lahir
batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan
tujuan untuk membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Perkawinan merupakan salah suatu
aktivitas individu. Aktivitas individu umumnya akan terkait pada suatu tujuan
yang ingin dicapai oleh individu yang bersangkutan, demikian pula dalam hal
8
perkawinan. Karena perkawinan merupakan suatu aktivitas dari satu pasangan,
maka sudah selayaknya merekapun juga mempunyai tujuan tertentu. Tetapi
karena perkawinan itu terdiri dari dua individu, maka adanya kemungkinan bahwa
tujuan mereka itu tidak sama. Bila hal tersebut terjadi, maka tujuan itu harus
dibulatkan agar terdapat suatu kesatuan dalam tujuan tersebut (Walgito, 2004).
Menurut Thaha ( Migdad, 2001) mengemukakan bahwa nikah adalah
peijanjian dan ikatan lahir batin antara laki-laki dengan seorang perempuan yang
dimaksudkan, untuk bersama seruinah tangga dan untuk berketurunan, serta harus
dilangsungkan memenuhi rukun dan syarat-syaratnya menurut Islam dan Negara.
Sedangkan menurut Latif (Migdad, 2001) mendefinisikan tentang perkawinan
(nikah) adalah suatu gerbang kehidupan yang biasa dilalui oleh umumnya umat
manusia sejak masa-masa dahulu sampai sekarang dan masa-masa mendatang.
Shiddieqy (Migdad,2001) mendefinisikan tentang perkawinan atau nikah
ialah : melaksanakan 'aqad (perikatan yang dijalin dengan pengakuan kedua belah
pihak) antara seorang lelaki dan seorang perempuan atas dasar keridlaan dan
kesukaan kedua belah pihak oleh wali dari pihak perempuan menurut sifat yang
telah ditetapkan syara' untuk menghalalkan hidup serumah tangga dan untuk
menjadikan yang seorang condong kepada yang seorang lagi dan menjadikan
masing-masing daripadanya sekutu (teman hidup) bagi yang lain.
Pernikahan merupakan suatu bentuk komunitas sosial yang melibatkan
suami isteri sebagai pelaku utamanya, sebagaimana komunitas sosial lainnya.
Dengan demikian dalam pernikahan pun terjadi interaksi sosial pada pelaku yang
terlihat didalamnya. Interaksi sosial sebenarnya sudah terjadi sejak awal
8
9
pertemuan hingga dikukuhkan dalam ikatan pernikahan, interaksi sosial akan
berhasil dengan baik bila masing-masing individu yang terlibat dapat saling
menyesuaikan.
Secara seksual, Sprinthall & Collins (1995) mencatat bahwa pada
pernikahan muda, kehidupan seksual akan lebih teratur dan memperoleh
legitimasi yang kuat. Keteraturan dan legitimasi terhadap kehidupan seksual
mereka menjadikan dorongan seks lebih stabil. Selanjutnya, teijadi rutinisasi
perilaku seksual dan pada sisi lain, individu dapat menikmati kehidupan seksual
yang bervariasi. Individu menjadi lebih bahagia secara seksual. Stabilnya
dorongan seksual dalam pernikahan menurunkan erotisisme. Individu menjadi
lebih bahagia secara seksual dan individu lebih mampu menundukkan pandangan.
Seseorang tidak mudah gelisah tatkala melihat lawan jenis karena individu
tersebut telah memperoleh yang lebih dari pasangannya. Selanjutnya ketika
dorongan seksual seseorang mencapai kondisi yang stabil, perilaku seksualnya
lebih teratur dan erotisismenya menurun maka individu tersebut akan mencapai
ketenangan emosi.
Sprinthall & Collins (Adhim, 2002) berpendapat bahwa pernikahan muda
kehidupan seksual lebih membahagiakan dan bervariasi, tidak sama dengan
pernikahan pertengahan (middle marriage), yakni usia 28 - 45 tahun.
Ketidakpuasan seksual lebih mudah terjadi pada pernikahan pertengahan.
Kehidupan seksual terasa lebih gersang sehingga mudah mencapai kebosanan dan
aktivitas seksual terasa monoton karena kurang bervariasi.
10
Hal ini di dukung oleh penelitian Ross, dkk (Adhim, 2002) bahwa orang-
orang yang menikah ternyata cenderung lebih sehat dibandingkan individu yang
tidak menikah, bercerai, menjanda atau menduda, serta yang tidak menikah.
Dengan menikah terjadi peningkatan pada kesehatannya, antara lain
meningkatnya stamina karena meningkatnya kebahagiaan yang membuat individu
memiliki daya tahan yang lebih baik ; bertambahnya imunitas karena individu
yang mneikah lebih jarang mengalami gangguan penyakit kronis; pemulihan
kesehatan lebih mudah karena proses penyembuhan dan pemulihan kesehatan
orang yang sudah menikah cenderung lebih cepat dibandingkan dengan individu
yang tidak menikah. Senada dengan Ross dkk, Hunt & Goldman (Adhim,2002)
menemukan bahwa orang-orang yang menikah cenderung lebih panjang usianya.
Mereka juga lebih jarang mengaJami kondisi kesehatan yang kronis
dibandingkan orang-orang yang tidak menikah. Berdasarkan uraian yang telah
dikemukakan di atas dapat ditarik kesimpulan arti dari pennkahan tersebut.
Pernikahan adalah suatu ikatan yang sah antara hubungan laki-laki dan perempuan
untuk membina suatu rumah tangga yang bahagia, sejahtera dan harmonis yang
didasarkan kepada keridhaan kepada Tuhan. Pernikahan merupakan suatu yang
sakral (suci) bagi manusia untuk mendapatkan kebahagiaan, kenyamanan dan
mendapatkan keturunan. Sedangkan yang dimaksud dengan pernikahan di usia
muda adalah individu yang melakukan pernikahan pada usia yang muda yaitu
berkisar antara 20 tahun sampai dengan usia 27 tahun seperti yang dikemukan
oleh Sprinthall & Collins (Adhim,2002)
11
B. Perkawinan Bagi Anak di Bawah Umur.
Pasal 7 ayat (1) UU Perkawinan: “Perkawinan hanya diizinkan” jika pihak
pria sudah mencapai umur 19 tahun (sembilan belas) tahun dan pihak wanita
sudah mencapai umur 16 (enam belas) tahun”. Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang
Perlindungan Anak (UUPA): “Yang dimaksud dengan anak adalah seseorang
yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam
kandungan” (UUPA, 2008).
Dari bunyi pasal-pasal tersebut di atas, ada “ketidaksepahaman” antara UU
Perkawinan dan UU Perindungan Anak, tentang yang dinamakan anak. UU
Perkawinan walau tidak secara tegas-tegas mendefinisikan batas usia anak, tetapi
UU Perkawinan menyiratkan bahwa usia anak- anak adalah untuk perempuan
adalah di bawah 16 tahun, sedangkan untuk laki-laki adalah 19 tahun. Sedangkan
UUPA tanpa membedakan jenis kelamin, menyebut dengan tegas-tegas bahwa
anak adalah di bawah usia 18 tahun. Masalah kemudian muncul jika seorang anak
laki-laki berusia 18 tahun hendak menikah.Menurut UUPA anak tersebut
dikatagorikan dewasa, tetapi UU Perkawinan anak laki-laki yang berusia 18 tahun
masih harus mengajukan permohonan dispensasi kawin. (UUPA, 2008). Sampai
saat ini, jika ini terjadi, maka khusus di Bantul, pihak KUA tetap memberlakukan
UU Perkawinan, dimana anak laki-laki tersebut tetap harus mengajukan
permohonan dispensasi kawin. (UUPA, 2008).
C. Konsep Orang Tua
12
Kepala keluargaadalah panutan dan tauladan yang selalu dijumpai anak
pada setiap waktu dan kesempatan dalam keluarga. Dan kepala keluargamerupaka
kunci strategi dalam mengatasi segala masalah yang dihadapi oleh sang anak. Di
dalam keluarga,tugas pokok kepala keluargaadalah mendidik dan mendewasakan
anak-anaknya agar menjadi orang-orang yang berguna dan berakhlak mulai.
Keluarga merupakan pilihan yang tepat untuk membicarakan masalah yang
dihadapi anak sehubungan dengan pertumbuhan dan perkembangannya. Kepala
keluargamempunyai andil dan peran yang sangat penting dalam meningkatkan
kualitas hidup remaja putri dengan cara mengarahkan dan membimbing sikap dan
perilaku, mengenal kepribadian dan watak. Peran kepala keluargadalam hal ini
adalah : sebagai panutan, sebagai perawat dan pelindung, sebagai pendidik dan
sumber informasi fungsi, sebagai pengarah dan pembatas, sebagai teman dan
penghibur, dan sebagai pendorong (Hamzah, 2008).
D. Konsep Persepsi (Perception)
Persepsi dalam Psikologi diartikan sebagai salah satu perangkat psikologis
yang menandai kemampuan seseorang untuk mengenal dan memaknakan sesuatu
objek yang ada di lingkungannya. Menurut Scheerer persepsi adalah representasi
phenomenal tentang objek distal sebagai hasil dari pengorganisasian dari objek
distal itu sendiri, medium dan rangsangan proksinal (Salam, 1994). Dalam
persepsi dibutuhkan adanya objek atau stimulus yang mengenai alat indera dengan
perantaraan syaraf sensorik, kemudian diteruskan ke otak sebagai pusat kesadaran
13
(proses psikologis). Selanjutnya, dalam otak terjadilah sesuatu proses hingga
individu itu dapat mengalami persepsi (proses psikologis).
Psikologi kontemporer menyebutkan persepsi secara umum diperlukan
sebagai satu variabel campur tangan (intervening variabel), bergantung pada
faktor-faktor motivasional. Artinya suatu objek atau satu kejadian objektif
ditentukan baik oleh kondisi perangsang maupun oleh faktor-faktor organisme.
Dengan alasan sedemikian, persepsi mengenai dunia oleh pribadi-pribadi yang
berbeda juga akan berbeda, karena setiap individu menanggapinya berkenaan
dengan aspek-aspek situasi tadi yang mengandung arti khusus sekali bagi dirinya.
Proses pemaknaan yang bersifat psikologis sangat dipengaruhi oleh
pengalaman, pendidikan dan lingkungan sosial secara umum. Sarwono
mengemukakan bahwa persepsi juga dipengaruhi oleh pengalaman-pengalaman
dan cara berpikir serta keadaan perasaan atau minat tiap-tiap orang sehingga
persepsi seringkali dipandang bersifat subjektif. Karena itu tidak mengherankan
jika seringkali terjadi perbedaan paham yang disebabkan oleh perbedaan persepsi
antara 2 orang terhadap 1 objek. Persepsi tidak sekedar pengenalan atau
pemahaman tetapi juga evaluasi bahkan persepsi juga bersifat inferensional
(menarik kesimpulan) (Sarwono,2003).
Persepsi seseorang bisa keliru atau berbeda dari persepsi orang lain.
Kekeliruan atau perbedaan persepsi ini dapat membawa macam-macam akibat
dalam hubungan antar manusia. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa proses
persepsi juga dipengaruhi oleh pengalaman belajar dari masa lalu, harapan dan
preferensi.
14
Persepsi, menurut Rakhmat (2008), adalah pengalaman tentang objek,
peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan
informasi dan menafslrkan pesan. Menurut Ruch, persepsi adalah suatu proses
tentang petunjuk petunjuk inderawi (sensory) dan pengalaman masa lampau yang
relevan diorganisasikan untuk memberikan kepada kita gambaran yang terstruktur
dan bermakna pada suatu situasi tertentu. Senada dengan hal tersebut Atkinson
dan Hilgard (1991) mengemukakan bahwa persepsi adalah proses dimana kita
menafsirkan dan mengorganisasikan pola stimulus dalam lingkungan. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa persepsi adalah proses pemberian arti
terhadap lingkungan oleh seorang individu. Dikarenakan persepsi bertautan
dengan cara mendapatkan pengetahuan khusus tentang kejadian pada saat tertentu,
maka persepsi terjadi kapan saja stimulus menggerakkan indera. Dalam hal ini
persepsi diartikan sebagai proses mengetahui atau mengenali obyek dan kejadian
obyektif dengan bantuan indera (Chaplin, 1989).
Sebagai cara pandang, persepsi timbul karena adanya respon terhadap
stimulus. Stimulus yang diterima seseorang sangat komplek, stimulus masuk ke
dalam otak, kemudian diartikan, ditafsirkan serta diberi makna melalui proses
yang rumit baru kemudian dihasilkan persepsi. Dalam hal ini, persepsi mencakup
penerimaan stimulus (inputs), pengorganisasian stimulus dan penerjemahan atau
penafsiran stimulus yang telah diorganisasi dengan cara yang dapat
mempengaruhi perilaku dan membentuk sikap, sehingga orang dapat cenderung
menafsirkan perilaku orang lain sesuai dengan keadaannya sendiri.
E. Pengertian Persepsi Terhadap Pernikahan di Usia Muda
15
Persepsi merupakan proses yang dimulai dengan adanya rangsangan yang
datang dari sesuatu objek atau peristiwa tertentu, yang diterima oleh alat penerima
rangsangan sebagai penerima informasi, sampai kepada informasi tersebut dikirim
ke pusat susunan syaraf melalui saraf sensoris untuk diinterpretasi sehingga
akhirnya orang dapat menyadari adanya sesuatu (Sartain dalam Muhani, 1983).
Menurut Walgito (1997) persepsi adalah suatu proses yang didahului oleh
penginderaan, yaitu merupakan proses yang berujud diterimanya stimulus oleh
individu melalui alat reseptornya. Stimulus diteruskan ke pusat susunan syaraf
yaitu otak dan terjadilah proses psikologis, sehingga individu menyadari apa yang
ia lihat, apa yang ia dengar dan sebagainya. Seseorang akan mempersepsi suatu
objek apabila syarat-syarat untuk terjadinya persepsi telali tersedia, yaitu objek
yang dipersepsi, alat indera dan perhatian (Walgito, 1997). Menurut Mar'at
(Fauzia, 2001) syarat terjadinya persepsi adalah pengalaman, proses belajar,
cakrawala dan pengetahuan. Dalam penelitian ini objek dari persepsi adalah
pernikahan di usia muda. Pada saat ini pelaksanaan pernikahan di usia muda
sedang gencar-gencarnya. Setiap individu akan berbeda dalam memandang,
memberikan arti dan merespon pernikahan di usia muda.
Menurut Bogue (Hanum,1997) menikah muda adalah individu yang
menikah di pada usia 18 tahun sampai 19 tahun . Bogue (Hanum, 1997) membagi
empat klasifikasi pola umur perkawinan, yaitu : perkawinan anak-anak (child
marriage) bagi perkawinan di bawah 18 tahun, perkawinan umur muda (early
marriage) bagi perkawinan umur 18-19 tahun, perkawinan umur dewasa
16
(,marriage at maturity) bagi perkawinan umur 2 0 - 2 1 tahun dan perkawinan
yang terlambat (late marriage) bagi perkawinan umur 22 tahun dan selebihnya.
Selanjutnya menurut Sprinthall & Collins (1995) mengemukakan bahwa
cakupan usia pada pernikahan dini atau muda adalah 20 - 27 tahun. Berdasarkan
uraian di atas dapat disimpulkan bahwa persepsi terhadap pernikahan di usia muda
adalah pandangan atau tanggapan yang diberikan individu terhadap penikahan
yang dilakukan pada usia muda (usia 20 - 27 tahun).
Kriteria persepsi pernikahan menurut Sprinthall & Collins (1995) yaitu
persepsi pernihakan positif dan persepsi pernikahan yang negatif ditentukan
berdasarkan hasil perolehan mean dari mean yang diperoleh dari total skor subjek
pada keenam domain yang mencerminkan persepsi pernikahan.
F. Persepsi Terhadap Perkawinan
1. Persepsi
a. Pengertian Persepsi
Persepsi dalam psikologi adalah proses pencarian informasi untuk
dipahami. Alat untuk memperoleh informasi adalah penginderaan, yakni
seperti : penglihatan, pendengaran, peraba. Persepsi adalah proses
menyeleksi, menerima, menafsirkan, mengorganisasikan, menginterpretasik
dan kesan sensoris sehingga dapat memberikan makna pada lingkungannya
(Robbins,2004). Menurut Wertheimer (1993) persepsi adalah suatu aktivitas
yang konstruktif, dimana terjadi suatu pengolahan informasi yang
17
menghasilkan kesan terpadu tentang hal-hal yang masuk dalam pengalaman
kita.
b. Komponen-komponen Persepsi
Ada 3 komponen utama dalam proses persepsi (Subur, 1975),
yaitu:
1) Seleksi adalah proses penyaringan oleh indera terhadap rangsangan
dari luar.
2) Interpretasi adalah proses mengorganisasikan informasi sehingga
mempunyai arti.
3) Interpretasi dan persepsi tersebut diterjemahkan dalam bentuk
tingkah laku sebagai reaksi. Jadi proses persepsi adalah seleksi,
interpretasi, dan pembulatan terhadap informasi yang sampai.
c. Sifat-sifat dari Persepsi
Menurut Aronson (1988), persepsi memiliki dua sifat yaitu :
1) Lebih mencakup aspek kognitif, jawaban yang diberikan
merupakan fakta dan tidak berkaitan dengan aspek evaluative dan
emosional.
2) Tidak menetap, persepsi seseorang dapat berubah bila ada
pembuktian lain yang lebih baik.
d. Dimensi-dimensi dari Persepsi
Persepsi memiliki dua dimensi (Lane & Sears, 1985) yaitu :
1) Arah, berkisar dari tidak setuju sampai setuju, sebenarnya dalam
dimensi ini tercakup juga kualitas emosional dari individu.
18
2) Intensitas, dalam suatu persepsi/terdapat derajat keyakinan individu
akan jawabannya.
e. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi
Ada 3 faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang :
1) Karakteristik individu yang mempersepsi Karakter individu sangat
mempengaruhi interpretasinya, diantaranya: kepribadian, sikap,
motif, minat, pengalaman masa lalu, dan harapan dari individu.
2) Karakteristik individu yang dipersepsi Karakteristik dari individu
yang dipersepsi, baik berupa karakteristik personal, sikap dan
tingkah lakunya.
3) Faktor situasional, waktu dipersepsinya suatu objek atau peristiwa
dapat mempengaruhi persepsi, seperti lokasi, cahaya, situasi tempat
terjadinya proses persepsi seperti tata nilai, pandangan masyarakat.
f. Jenis-jenis Persepsi
Menurut Sarlito (1996), persepsi terbagi atas dua macam, yaitu :
1) Persepsi objek, yaitu persepsi terhadap suatu objek atau benda.
2) Persepsi sosial, yaitu persepsi mengenai seseorang untuk
memahami orang lain.
g. Persepsi Terhadap Perkawinan
Persepsi terhadap perkawinan di definisikan sebagai kesan yang
terpadu yang masuk dalam pengalaman individu untuk member makna
terhadap suatu ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita
yang diterima masyarakat,sah secara hukum negara dan agama,
19
mempunyai peran sebagai suami istri, dan kepala keluargabagi anak-
anaknya dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal.
G. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pernikahan Usia Muda
1. Umur
Umur mempengaruhi terhadap daya tangkap dan pola pikir seseorang.
Semakin bertambah usia akan semakin berkembang pula daya tangkap dan
pola pikirnya, sehingga pengetahuan yang diperolehnya semakin membaik.
Pada usia madya, individu akan lebih banyak melakukan persiapan demi
suksesnya upaya menyesuaikan diri menuju usia tua, selain itu orang usia
madya akan lebih banyak menggunakan banyak waktu untuk membaca.
Kemampuan intelektual, pemecahan masalah, dan kemampuan verbal
dilaporkan hampir tidak ada penurunan pada usia ini. Dua sikap tradisional
mengenai jalannya perkembangan selama hidup semakin tua semakin
bijaksana, semakin banyak informasi yang dijumpai dan semakin banyak hal
yang dikerjakan sehingga menambah pengetahuannya (Notoatmodjo, 2003).
Umur adalah lamanya hidup dihitung sejak lahir hingga penelitian ini
dilakukan. Umur merupakan periode penyesuaian terhadap pola-pola
kehidupan baru, pada masa ini merupakan usia produktif, masa bermasalah,
masa ketrampilan, sosial, masa komitmen, masa ketergantungan, masa
perubahan nilai, masa penyesuaian dengan hidup baru, masa kreatif. Pada
dewasa ini ditandai oleh adanya perubahan-perubahan jasmani dan mental,
semakin bertambah umur seseorang semakin bertambah pengetahuan tentang
20
kesehatan. Umur yang lebih cepat menerima pengetahuan adalah 18-40 tahun
(Notoatmodjo, 2010)
Tujuan undang-undang perkawinan salah satunya adalah
memungkinkan pasangan untuk siap secara fisik maupun psikososial dalam
membentuk rumah tangga dan menjadi orang tua usia antara 17 tahun untuk
wanita dan 19 tahun untuk laki-laki mempunyai alasan yang kuat dalam
kaitannya dengan kesiapan menjadi orang tua
Dalam penelitian ini menggunakan teori perkembangan psikososial
Erikson untuk mengklasifikasikan umur dimana dalam teori ini umur dibagi
dalam delapan tahap perkembangan. Dan yang sesuai dengan penelitian ini
ada tiga tahap perkembangan psikososial, yaitu: dewasa muda Adolesence (<
21 tahun), dewasa awal (Early adult-hood 21-35 tahun), dan dewasa
pertengahan Young and the midlle adult-hood (> 35 tahun) (Niven, 2000).
Sprinthall & Collins (Adhim, 2002) berpendapat bahwa pernikahan
muda kehidupan seksual lebih membahagiakan dan bervariasi, tidak sama
dengan pernikahan pertengahan (middle marriage), yakni usia 28 - 45 tahun.
Ketidakpuasan seksual lebih mudah terjadi pada pernikahan pertengahan.
Kehidupan seksual terasa lebih gersang sehingga mudah mencapai kebosanan
dan aktivitas seksual terasa monoton karena kurang bervariasi.
Pernikahan merupakan suatu yang sakral (suci) bagi manusia untuk
mendapatkan kebahagiaan, kenyamanan dan mendapatkan keturunan.
Sedangkan yang dimaksud dengan pernikahan di usia muda adalah individu
yang melakukan pernikahan pada usia yang muda yaitu berkisar antara 20
21
tahun sampai dengan usia 27 tahun seperti yang dikemukan oleh Sprinthall &
Collins (Adhim, 2002).
2. Faktor Pendidikan.
Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian dan
kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup.
Pendidikan mempengaruhi proses belajar, makin tinggi pendidikan seeorang
makin mudah orang tersebut untuk menerima informasi. Dengan pendidikan
tinggi maka seseorang akan cenderung untuk mendapatkan informasi, baik
dari orang lain maupun dari media massa. Semakin banyak informasi yang
masuk semakin banyak pula pengetahuan yang didapat tentang kesehatan.
Pendidikan dalam arti formal sebenarnya adalah suatu proses
penyampaian bahan-bahan/materi pendidikan kepada sasaran pendidikan
(anak didik) guna mencapai perubahan tingkah laku/tujuan. Pendidikan
bertalian dengan transmisi pengetahuan, sikap, kepercayaan, keterampilan dan
aspek-aspek kelakuan lainnya. Setiap individu pada umumnya menginginkan
pendidikan, makin banyak dan makin tinggi pendidikan seseorang maka
makin baik tingkat pengetahuan yang dimilikinya (Notoatmodjo, 2003).
Pendidikan kesehatan adalah penerapan konsep pendidikan didalam
bidang kesehatan. Pendidikan kesehatan penting untuk menunjang program-
program kesehatan. Apabila tingkat pendidikan seseorang tinggi maka bisa
memperbaiki pengetahuan, sikap dan perilaku orang tersebut (Azwar, 2005).
Pendidikan dalam arti formal adalah suatu proses penyampaian bahan
atau materi pendidikan oleh pendidik kepada sasaran pendidikan (anak didik)
22
guna mencapai perubahan tingkah laku. Pendidikan merupakan salah satu
sarana untuk meningkatkan kecerdasan dan keterampilan manusia sehingga
kualitas sumber daya manusia tergantung dari kualitas pendidikan. Pendidikan
berhubungan dengan kemampuan baca tulis dan kesempatan seseorang
menerima serta menyerap informasi sebanyak-banyaknya. Informasi yang
diterima akan meningkatkan pengetahuan.
Pendidikan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi persepsi
seseorang, dengan pendidikan tinggi seseorang akan lebih mudah menerima
atau memilih suatu perubahan yang lebih baik (Suprapto dkk., 2004) Tingkat
pendidikan menggambarkan tingkat kematangan kepribadian seseorang dalam
merespon lingkungan yang dapat mempengaruhi wawasan berpikir atau
merespon pengetahuan yang ada di sekitarnya. Pendidikan yang rendah akan
berakibat terputusnya informasi yang diperoleh pada jenjang pendidikan yang
lebih tinggi. Menurut Grogger dan Bronars (1993), tingkat pendidikan
berkaitan dengan usia kawin yang pertama. Semakin dini seseorang
melakukan perkawinan semakin rendah tingkat pendidikannya.
Hal senada juga dikemukakan Rahman and Kabir (2005) faktor yang
menyebabkan perkawinan usia dini di Bangladesh adalah pendidikan. Menurut
Hanum (1997), yang melakukan penelitian di Bengkulu Utara salah satu faktor
yang berkaitan tinggi rendahnya usia kawin pertama adalah rendahnya akses
kepada pendidikan. Rendahnya tingkat pendidikan disebabkan oleh ekonomi
keluarga yang kurang. Kekurangan biaya menjadi kendala bagi kelanjutan
23
pendidikan. Choe et al. (2004) mengemukakan tingkat pendidikan seseorang
berhubungan dengan pernikahan usia dini.
Tingkat pendidikan yang lebih tinggi berhubungan dengan menurunnya
kemungkinan menikah di usia dini. Laki-laki dan perempuan di Nepal tidak
menikah selama masa pendidikan. Demikian juga penelitian yang dilakukan
Chariroh (2004) di Kabupaten Pasuruan didapatkankan bahwa salah satu
faktor yang menyebabkan perkawinan di usia muda adalah pendidikan.
Kriteria pendidikan yaitu sebagai berikut (Sisdiknas, 2000):
a. Tinggi, jika tamat DII/DIII/ PT/ sederajat
b. Menengah, jika SMA/ sederajat
c. Dasar jika SD/SMP/ sederajat
3. Faktor Pendapatan
Pendapatan merupakan penghasilan seseorang atau keluarga yang
diperoleh dari sebuah kegiatan baik dilakukan di rumah atau di luar rumah
(Setiawan, 2003). Pendapatan keluarga adalah jumlah semua hasil perolehan
yang didapat oleh anggota keluarga dalam bentuk uang sebagai hasil
pekerjaan yang dinyatakan dalam pendapatan per kapita. Pendapatan
menentukan besarnya pengeluaran sebuah keluarga baik untuk pangan
maupun untuk non pangan. Semua aktivitas yang berhubungan dengan
pengeluaran dalam sebuah keluarga akan berimbas pada pendapatan. Semakin
tinggi pendapatan maka diyakini akan semakin baik pula tingkat kesejahteraan
keluarga tersebut demikian sebaliknya (Hardinsyah, 2007).
24
Berdasarkan peraturan Gubernur Aceh Darussalam nomor 132 tahun
2009 tentang penetapan upah minimum provinsi NAD memutuskan bahwa
besarnya upah minimum dalam Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam
ditetapkan Rp. 1.300.000,- (satu juta tiga ratus ribu rupiah).
Tingkat pendapatan keluarga akan mempengaruhi usia nikah muda, hal
tersebut di karenakan pada keluarga yang berpendapatan rendah maka
pernikahan anaknya berarti lepasnya beban dan taggung jawab untuk
membiayai anaknya. (Mulyarto, 1982)
4. Faktor Budaya
Dari pengertian budaya dalam segi demikian berkembanglah arti
Culture sebagai ”Segala daya dan Aktivet manusia untuk mengolah dan
mengubah alam”. Untuk membedakan pengertian istilah budaya dan
kebudayaan, Djoko Widaghdo (1994), memberikan perbedaan pengertian
budaya dan kebudayaan. Budaya diartikan hasil dari cipta, rasa dan karsa,
sedangkan kebudayaan diartikan sebagai hasil dari cipta, rasa dan karsa
tersebut.
Sementara pernikahan dini di desa banyak disebabkan oleh faktor sosial
budaya dan kurangnya kesempatan pendidikan yang dikarenakan faktor
ekonomi relatif rendah, sehingga menganggap dunia yang paling ideal adalah
pernikahan. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa ada anggapan sebagian
masyarakat tertentu di tanah air mempunyai kebiasaan menikahkan putera-
puterinya diusia remaja atau usia dini. Sehingga mendorong para orang tua
yang memiliki anak gadis segera menikahkan anak gadisnya diusia dini.
25
Disamping itu ada yang beranggapan anak setelah dinikahkan akan memiliki
akibat ekonomi yang menguntungkan, biasanya hal ini terjadi pada
masyarakat yang berpendidikan rendah dan keadaan ekonomi yang kurang.
Faktor ekonomi menjadi pendorong dilaksanakannnya pernikahan dini,
dengan melakukan pernikahan diharapkan status ekonominya atau taraf
hidupnya dapat terangkat menjadi lebih baik serta kedudukan yang tinggi
dalam masyarakat (Dahlan, 1991:46).
Hasil studi kasus yang dilakukan oleh mahasisa Universitas Brawijaya
tentang faktor yang mempengaruhi terjadinya pernikahan dini di Desa
Gejuhjati Kecamatan Lekik Kabupaten pasuruan menunjukkan bahwa ada
beberapa faktor yang melatarbelakangi pernikahan dini di Desa Gejugjati
Kecamtan Lekok Kabupaten Pasuruan. Dari berbagai faktor tersebut bersifat
kompleks dan saling berkitan satu dengan yang lain. Aspek-aspek yang ada
paling tidak telah merepresentasikan apa yang ada dalam masyrakat beserta
unsur-unsurnya. Dalam perkembanganya kemudian berbagai macam aspek
atau pengaruh tersebut menjadikan muncul dan maraknya pernikahan dini di
Desa Gejugjati ini.
Faktor yang sangat dominan yang melatarbelakangi fenomena tersebut.
Faktor itu adalah faktor budaya atau tradisi yang ada dalam masyarakat. Dan
faktor ini sangat kental mempengaruhi kehidupan masyarakat di daerah ini.
Dengan latar belakang kebudayaan perpaduan antara Etnis Madura dan
Agama Islam yang menyatu kental menimbulkan budaya seperti yang ada di
Desa Gejugjati seperti itu. Dari faktor budaya atau tradisi tersebut sebenarnya
ada beberapa komponen yang membangun di bawahnya. Dan komponen
26
komponen tersebut pada intinya juga bermuara kepada budaya atau tradisi
yang ada. Dalam tradisi masyarakat Gejugjati bahwa seorang anak yang belum
menikah di umur 18 ataupun 20 tahun akan dianggap sebagai perawan tua.
Dan bila mungkin diumur sekitar 14-16 tahun ia menolak lamaran seorang
pria ada kemungkinan ia akan menjadi perawan tua atau tidak laku kawin,
karena pernah menolak tawaran kawin.
Selain itu dalam prinsip masyarakat Gejugjati bahwa yang penting
kawin dulu, masalah rezki nanti belakangan. Karena sudah ada yang mengatur
(Yang Maha Kuasa). Terkait hal ini ada pedoman yang dipakai dari tokoh
keagamaan (Kyai) bahwa nikah dulu baru rizki. Sehingga pedoman ini benar-
benar dilakukan oleh masyarakat, dimana mereka tidak memikirkan masalah
perekonomian untuk menikah, karena nantinya bisa dicari bersamaan setelah
menikah. Dan faktor ekonomi tidaklah dominan mempengaruhi pernikahan.
Agakya di kalangan para ahli, liku-liku sosial melihat religi atau agama dalam
kaitanya dengan sistem interaksi sosial yang memiliki pengaruh penting
terhadap kegiatan umat manusia.
Ketiga faktor yang mendasari dinamika kehidupan manusia dalam
masyarakat inilah yang membentuk perbedaan sikap antar komunitas dalam
menyikapi persoalan yang dihadapi. Pembentukan sikap juga dipengaruhi oleh
pengalaman pribadi, kebudayaan, orang lain yang dianggap penting, media
massa serta faktor emosi dalam diri individu yang bersangkutan. Pengalaman
dan lingkungan tersebut diketahui, dipersepsikan, diyakini sehingga
menimbulkan motivasi, niat untuk bertindak dan akhirnya terjadilah
perwujudan niat yang berupa perilaku (Notoatmodjo, 2005).
27
G. Kerangka Teoritis
Menurut Adhim (2002)
Umur
Menurut Niven (2000)
Umur
Menurut Suprapto (2004)
Pendidikan
Menurut Fauzia (2001)
Pesepsi pernikahan usia
muda
Menurut Widaghdo (1994)
Budaya
Menurut Azwar (2005)
Pendidikan
Menurut Setiawan (2003)
Pendapatan
Menurut Hardinsyah (2007)
Pendapatan
28
H. Kerangka Konsep
Berdasarkan uraian teori diatas, maka peneliti tertarik membahas faktor-
faktor yang mempengaruhi kepala keluarga terhadap pernikahan usia muda di
Wilayah Kerja Puskesmas Saree Aceh Besar.
Variabel Independen Variabel Dependen
Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian
I. Hipotesa Penelitian
Berdasarkan kerangka konsep diatas maka penulis dapat merumuskan
hipotesis penelitian sebagai berikut :
1. Ada hubungan faktor umur kepala keluarga terhadap pernikahan usia muda
di Wilayah Kerja Puskesmas Saree Aceh Besar
2. Ada hubungan faktor pendidikan tentang pernikahan usia muda di Wilayah
Kerja Puskesmas Saree Aceh Besar.
3. Ada hubungan faktor pendapatan kepala keluarga terhadap pernikahan usia
muda di Wilayah Kerja Puskesmas Saree Aceh Besar.
4. Ada hubungan faktor budaya terhadap pernikahan usia muda di Wilayah
Kerja Puskesmas Saree Aceh Besar.
Pesepsi pernikahan usia
muda
Pendidikan
Pendapatan
Umur
Budaya
29
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif analitik dengan cross sectional dimana
peneliti ingin melihat faktor-faktor yang mempengaruhi kepala keluarga terhadap
persepsi pernikahan usia muda di Wilayah Kerja Puskesmas Saree Aceh Besar.
B. Tempat dan Waktu Penelitian
Pengumpulan data dilaksanakan pada tanggal 24 s/d 29 April 2013 di
Wilayah Kerja Puskesmas Saree Aceh Besar.
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi pada penelitian ini adalah seluruh kepala keluarga yang
mempunyai remaja di Wilayah Kerja Puskesmas Saree Aceh Besar yaitu
sebanyak 3.698 orang.
2. Sampel
Adapun teknik yang dipakai dalam pengambilan sampel dalam penelitian
ini adalah metode purposive sampling dengan kriteria :
a. Kepala keluarga yang mempunyai remaja berumur > 10 tahun
b. Merupakan kepala keluarga
c. Bertempat tinggal di Wilayah Kerja Puskesmas Saree Aceh Besar
29
30
Besarnya sampel ditentukan dengan menggunakan persamaan slovin
yang dikutip dalam Notoatdmodjo (2002) sebagai berikut:
)(1 2dN
Nn
Dimana :
N = Besar populasi
n = Besar sampel
d = Tingkat kepercayaan/ketepatan yang diinginkan (10%)
(Notoatmodjo, 2002)
Maka perhitungannya sebagai berikut :
98
3,97
98,37
3698
98,361
3698
)01,0(36981
3698
)1,0(36981
36982
n
n
n
n
n
n
Jadi jumlah sampel dibulatkan menjadi 98 orang
D. Alat dan Teknik Pengumpulan Data
1. Pengumpulan data
a. Data Primer
Data primer dalam penelitian ini diperoleh hasil dari angket terstruktur
yang berpedoman pada kuesioner penelitian.
31
b. Data Sekunder
Data sekunder diperoleh dari Puskesmas Saree dan Kepala Desa
2. Instrumen Penelitian
Menurut Notoatmodjo (2005), alat pengumpulan data pada
penelitian ini adalah berupa kuesioner yang berisi pertanyaan tentang :
a. Bagian A terdiri dari :
Variabel persepsi kepala keluargaterhadap pernikahan usia muda yang
terdiri dari 10 item pertanyaan dengan penilaian untuk pertanyaan
positif jika jawabannya sangat setuju diberi skor 4, setuju diberi skor
3, tidak setuju diberi skor 2, dan sangat tidak setuju diberi skor 1.
untuk pertanyaan negatif jika jawabannya sangat setuju diberi skor 1,
setuju diberi skor 2, tidak setuju diberi skor 3, sangat tidak setuju
diberi skor 4.
b. Bagian B merupakan sub variabel terdiri dari umur, pendidkan,dan
pendapatan.
c. Sub variabel budaya terdiri dari 10 pertanyaan berbentuk pertanyaan
dengan alternatif jawaban benar diberi skor 1 dan jawaban salah diberi
skor 0.
E. Definisi Operasional
Agar lebih mempermudah dalam memahami dan mengerti proses
penelitian ini, maka penjelasan lebih rinci dibuat dalam bentuk definisi
operasional adalah sebagai berikut:
32
Tabel 3.1
Definisi Operasional Dan Metode Pengukuran Terhadap
Beberapa Variabel Penelitian
Variabel
Penelitian
Definisi
Operasional
Cara
Ukur
Alat
Ukur
Skala
Ukur
Hasil Ukur
Variabel Dependen
Persepsi Cara pandang
/pendapat
orang tua
tentang
penikahan
usia muda
Membagikan
kuesioner dengan
menggunakan
rating scale dengan
Positif (≥ 50%)
Negatif (< 50 %)
Kuesioner Ordinal - Positif
- Negatif
Variabel Independen
Umur
Kepala
Keluarga
Lamanya
kepala
keluarga
hidup yang
dihitung dari
sejak lahir
sampai
dengan saat
pengambilan
data
Membagikan
kuesioner dengan
kategori :
- Umur Dewasa
Awal, bila
responden
berumur 17-19
tahun
- Umur Dewasa
Muda, bila
responden
berumur antara 20
sampai dengan 34
tahun
- Umur Dewasa
Pertengahan, bila
responden
berumur lebih
dari 35
Kuesioner Ordinal - Dewasa Awal
- Dewasa Muda
- Dewasa
Pertengahan
Pendidikan Jenjang
pendidikan
formal yang
pernah diikuti
oleh kepala
keluarga
dengan
memiliki
ijazah
Membagikan
kuesioner dengan
kriteria
Dasar jika
berpendidikan
SD/sederajat
Menengah, jika
berpendidikan
SMA/sederajat,
Tinggi jika
berpendidikan
perguruan
tinggi/sederajat
Kuesioner
Ordinal - Dasar
- Menengah
- Tinggi
33
Pendapatan Penghasilan
yang
diperoleh dari
sebuah
aktivitas per
bulan atau
perhari
Membagikan
kuesioner dengan
kriteria
Diatas UMP, jika
>Rp.1.300.000
Dibawah UMP, jika
< Rp. 1.300.000
Kuesioner Ordinal - Diatas UMP
- Dibawah UMP
Budaya Budaya
setempat yang
dapat
mendukung
pernikahan
usia muda
Membagikan
kuesioner dengan
kriteria
mendukung bila
9,5x
Kurang mendukung
bila 9,5x
Kuesioner Ordinal - Mendukung
- Kurang
mendukung
F. Pengolahan Data
Teknik pengolahan data dilakukan melalui suatu proses dengan tahapan,
adapun tahapan tersebut adalah :
1. Editing data (memeriksa) yaitu dilakukan setelah semua data terkumpul
melalui check list dan daftar isian pengamatan. Tahap ini bertujuan untuk
memeriksa kelengkapan isian check list dan urutan pengecekan.
2. Coding data (memberikan kode) yaitu memberi tanda kode terhadap check
list yang telah diisi dengan tujuan untuk mempermudah proses pengolahan
data selanjutnya.
3. Transfering yaitu tahap untuk memindahkan data ke dalam tabel pengolahan
data.
4. Tabulating data adalah melakukan klarifikasi data yaitu mengelompokkan
data variabel masing-masing berdasarkan kuisioner untuk dimasukkan ke
dalam tabel (Budiarto, 2002)
34
G. Analisa Data
Analisa data yang dilakukan secara bertahap dari analisa univariat dan
bivariat.
1. Analisa Univariat
Analisa univariat dilakukan terhadp tiap variable dari hasil penelitian
pada umumnya dalam analisa ini hanya menghasilkan distribusi frekuensi
dari tiap variable kemudian ditentukan persentase (P) untuk tiap-tiap kategori
dengan menggunakan rumus yang dikemukan oleh Budiarto (2002) sebagai
berikut :
P = %100xn
fi
Keterangan :
P : Persentasi
fi : Frekuensi yang teramati
n : Jumlah sampel
2. Analisa Bivariat
Yaitu untuk mengetahui data dalam bentuk tabel silang dengan melihat
hubungan antara variabel independen dan variabel dependen, menggunakan
uji statistik chi-square (x2). Dengan batas kemaknaan (= 0,05) atau
Confident Interval (CI) = 95% diolah dengan komputer menggunakan
program Statistical Program for Social Science versi 16.0 For window. Data
masing-masing sub variabel di masukkan kedalam tabel contigency kemudian
tabel contigency tersebut dianalisa untuk membandikan antara nilai p value
nilai alpha (0,05), dengan ketentuan:
35
a. Jika p value > 0,05, artinya tidak ada hubungan variabel independen
dengan variabel dependen.
b. Jika p Value < 0,05 artinya ada hubungan antara variabel independen
dengan variabel dependen
36
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Puskesmas Saree terletak di Kecamatan Lembah Seulawah dan berbatasan
dengan 1 kecamatan diantaranya adalah:
1. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Seulimum
2. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Laweung
3. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Laut
4. Sebelah Selatan Berbatasan dengan Kecamatan Jhanto
Berdasarkan Data yang ada di Kecamatan Lembah Seulawah terdapat 12
desa.
B. Hasil Penelitian
1. Pelaksanaan Penelitian
Pengumpulan data dilaksanakan pada tanggal 24 s/d 29 April 2013.
Pengumpulan data ini dilakukan dengan menyebarkan kuesioner, maka
hasil penelitian disajikan dalam bentuk tabel distribusi di bawah ini:
37
2. Analisa Univariat
a. Umur
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Umur Responden di Wilayah Kerja
Puskesmas Saree Aceh Besar
No Umur Frekuensi Persentase (%)
1
2
Dewasa Muda
Dewasa Pertengahan
17
81
17,3
82,7
Total 98 100
Berdasarkan tabel 4.1 menunjukkan bahwa mayoritas umur
responden terhadap persepsi pernikahan usia muda berada pada kelompok
dewasa pertengahan yaitu sebanyak 81 orang (82,7%).
b. Pendidikan
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Pendidikan Responden di Wilayah
Kerja Puskesmas Saree Aceh Besar
No Pendidikan Frekuensi Persentase (%)
1
2
3
Dasar
Menengah
Tinggi
33
54
11
33,7
55,1
11,2
Total 98 100
Berdasarkan tabel 4.2 menunjukkan bahwa mayoritas pendidikan
resnponden terhadap persepsi pernikahan usia muda berada pada kategori
menengah yaitu sebanyak 54 orang (55,1%)
38
c. Pendapatan
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Pendapatan Responden di Wilayah
Kerja Puskesmas Saree Aceh Besar
No Pendapatan Frekuensi Persentase (%)
1
2
Di atas UMP
Di bawah UMP
46
52
46,9
53,1
Total 98 100
Berdasarkan tabel 4.3 menunjukkan bahwa mayoritas pendapatan
responden berada pada katagori di bawah UMP yaitu sebanyak 52 orang
(53,1%)
d. Budaya
Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Budaya Responden di Wilayah Kerja
Puskesmas Saree Aceh Besar
No Budaya Frekuensi Persentase (%)
1
2
Mendukung
Kurang mendukung
48
50
49
51
Total 98 100
Berdasarkan tabel 4.4 menunjukkan bahwa mayoritas kebudayaan
terhadap persepsi pernikahan usia muda berada pada katagori kurang
bendukung yaitu sebanyak 50 orang (51%)
39
e. Persepsi
Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Persepsi Pernikahan Usia Muda di
Wilayah Kerja Puskesmas Saree Aceh Besar
No Persepsi Frekuensi Persentase (%)
1
2
Positif
Negatif
48
50
49,0
51,0
Total 98 100
Berdasarkan tabel 4.5 menunjukkan bahwa mayoritas persepsi
pernikahan usia muda berada pada katagori negatif yaitu sebanyak 50
orang (51,0%)
3. Analisa Bivariat
a. Umur dengan Persepsi
Tabel 4.6 Hubungan Umur dengan Persepsi tentang Penikahan Usia
Muda di Wilayah Kerja Puskesmas Saree Aceh Besar
No Umur
Persepsi Total
p
Positif Negatif
F % f % f %
1
2
Dewasa muda
Dewasa pertengahan
10
38
58,8
46,9
7
42
41,2
53,1
17
81
100
100
0,531
Jumlah 48 50 98 100
Berdasarkan tabel 4.6 menunjukkan bahwa dari 17 orang responden
berumur dewasa muda terdapat 10 orang (58,8%) yang mempunyai persepsi
positif terhadap pernikahan usia muda. Dari 80 orang responden yang berumur
dewasa pertengahan terdapat 42 orang (53,1%) yang mempunyai persepsi
negatif pernikahan usia muda. Hasil uji statistik dengan menggunakan uji chi
square diketahui p value adalah = 0,531. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
40
tidak ada hubungan antara umur dengan persepsi penikahan usia muda di
Wilayah Kerja Puskesmas Saree Aceh Besar.
b. Pendidikan dengan Persepsi
Tabel 4.7 Hubungan Pendidikan dengan Persepsi tentang Penikahan
Usia Muda di Wilayah Kerja Puskesmas Saree Aceh Besar
No Pendidikan
Persepsi Total
p
Positif Negatif
F % f % f %
1
2
3
Dasar
Menegah
Tinggi
13
25
10
39,4
46,3
90,9
20
29
1
60,6
53,7
9,1
33
54
11
100
100
100
0,011
Jumlah 48 50 98 100
Berdasarkan tabel 4.7 menunjukkan bahwa dari 33 orang responden
yang berpendidikan dasar terdapat 20 orang (60,6%) yang mempunyai
persepsi negatif terhadap pernikahan usia muda. Dari 54 orang responden
yang berpendidikan menengah terdapat 29 orang (53,7%) yang mempunyai
persepsi negatif terhadap usia muda, dan dari 11 orang responden yang
berpendidikan tinggi terdapat 10 orang (90,9%) yang mempunyai persepsi
positif terhadap usia muda. Hasil uji statistik dengan menggunakan uji chi
square didapatkan nilai p value =0,011. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
ada hubungan antara pendidikan dengan persepsi penikahan usia muda di
Wilayah Kerja Puskesmas Saree Aceh Besar.
41
c. Pendapatan dengan Persepsi
Tabel 4.8 Hubungan Pendapatan dengan Persepsi Penikahan Usia
Muda di Wilayah Kerja Puskesmas Saree Aceh Besar
No Pendapatan
Persepsi Total
P Positif Negatif
F % f % f %
1
2
Di atas UMP
Di bawah UMP
26
22
56,5
42,3
20
30
43,5
57,7
46
52
100
100
0,229
Jumlah 48 50 98 100
Berdasarkan tabel 4.8 menunjukkan bahwa dari 46 orang responden
yang pendapatan di atas UMP terdapat 26 orang (56,5%) yang mempunyai
persepsi positif terhadap usia muda. Dan dari 52 orang responden yang
pendapatan di bawah UMP terdapat 30 orang (57,7%) yang mempunyai
persepsi negatif terhadap usia muda. Hasil uji statistik dengan menggunakan
uji chi square didapatkan nilai p value =0,229. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa tidak ada hubungan antara pendapatan dengan persepsi penikahan usia
muda di Wilayah Kerja Puskesmas Saree Aceh Besar.
42
d. Budaya dengan Persepsi
Tabel 4.9 Hubungan Budaya dengan Persepsi Penikahan Usia Muda
di Wilayah Kerja Puskesmas Saree Aceh Besar
No Budaya
Persepsi Total
p
Positif Negatif
f % f % f %
1
2
Mendukung
Tidak mendukung
31
17
64,6
34,0
17
33
35,4
66,0
48
50
100
100
0,005
Jumlah 48 50 98 100
Berdasarkan tabel 4.9 menunjukkan bahwa dari 48 orang yang
mendukung pernikahan usia muda terdapat 31 orang (64,6%) yang
mempunyai persepsi positif terhadap pernikahan usia muda. dan dari 49 orang
yang tidak mendukung terdapat 33 orang (66,0%) mempunyai persepsi negatif
terhadap pernikahan usia muda. Hasil statistik menggunkan uji chi square
didapatkan nilai p value = 0,005. Dapat disimpulkan bahwa ada hubungan
antara budaya dengan persepsi pernikahan.
C. Pembahasan
1. Umur dengan Persepsi Pernikahan Usia Muda
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 17 orang responden berumur
dewasa muda terdapat 10 orang (58,8%) yang mempunyai persepsi positif
terhadap pernikahan usia muda. Dari 80 orang responden yang berumur
dewasa pertengahan terdapat 42 orang (53,1%) yang mempunyai persepsi
negatif pernikahan usia muda. Hasil uji statistik dengan menggunakan uji chi
square diketahui p value adalah = 0,531. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
43
tidak ada hubungan antara umur dengan persepsi penikahan usia muda di
Wilayah Kerja Puskesmas Saree Aceh Besar.
Umur mempengaruhi terhadap daya tangkap dan pola pikir seseorang.
Semakin bertambah usia akan semakin berkembang pula daya tangkap dan
pola pikirnya, sehingga pengetahuan yang diperolehnya semakin membaik.
Pada usia madya, individu akan lebih banyak melakukan persiapan demi
suksesnya upaya menyesuaikan diri menuju usia tua, selain itu orang usia
madya akan lebih banyak menggunakan banyak waktu untuk membaca.
Kemampuan intelektual, pemecahan masalah, dan kemampuan verbal
dilaporkan hampir tidak ada penurunan pada usia ini. Dua sikap tradisional
mengenai jalannya perkembangan selama hidup semakin tua semakin
bijaksana, semakin banyak informasi yang dijumpai dan semakin banyak hal
yang dikerjakan sehingga menambah pengetahuannya (Notoatmodjo, 2003).
Penelitian ini sudah pernah dilakukan Oleh Ningsih (2009) tentang
Pengaruh Umur Remaja Terhadap Pernikahan Dini di Kecamatan Tanjong
Morawa Medan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada hubungan
antara umur remaja terhadap pernikahan dini (p=0,071)
Menurut asumsi peneliti mayoritas responden mempunyai yang
mempunyai umur dewasa muda ternyata mempunyai persepsi positif dalam
melakukan pernikahan usia muda. Hal ini dikarenakan orang tua yang
mempunyai umur muda lebih mengarahkan anak untuk melakukan penikahan
usia muda supaya anaknya dengan mempunyai suami tidak lebih lebih dewasa
dalam berpikir dan bertindak, sehingga keluarga mempunyai persepsi positif
44
tentang pernikahan dini. Sedangkan ibu yang mempunyai umur pertengahan
mempunyai persepsi negatif tentang pernikahan dini, hal ini disebabkan
karena pada umur pertengahan orang tua mempunyai persepsi negatif seperti
takut anaknya dianggap perawan tua kalau tidak segera dinikahkan.
2. Pendidikan dengan Persepsi Pernikahan Usia Muda
Hasil penelitian menunjukkan dari 33 orang responden yang
berpendidikan dasar terdapat 20 orang (60,6%) yang mempunyai persepsi
negatif terhadap pernikahan usia muda. Dari 54 orang responden yang
berpendidikan menengah terdapat 29 orang (53,7%) yang mempunyai persepsi
negatif terhadap usia muda, dan dari 11 orang responden yang berpendidikan
tinggi terdapat 10 orang (90,9%) yang mempunyai persepsi positif terhadap
usia muda. Hasil uji statistik dengan menggunakan uji chi square didapatkan
nilai p value =0,011. Sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara
pendidikan dengan persepsi penikahan usia muda di Wilayah Kerja Puskesmas
Saree Aceh Besar.
Pendidikan orangtua juga berkaitan dengan pernikahan usia dini, yakni
pendidikan orangtua yang rendah berisiko Iebih besar menikah pada usia < 20
tahun dibanding responden yang memillki orangtua berpendidikan tinggi.
Pendidikan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi persepsi
seseorang, dengan pendidikan tinggi seseorang akan lebih mudah menerima
atau memilih suatu perubahan yang lebih baik (Suprapto dkk., 2004) Tingkat
pendidikan menggambarkan tingkat kematangan kepribadian seseorang dalam
merespon lingkungan yang dapat mempengaruhi wawasan berpikir atau
45
merespon pengetahuan yang ada di sekitarnya. Pendidikan yang rendah akan
berakibat terputusnya informasi yang diperoleh pada jenjang pendidikan yang
lebih tinggi. Menurut Grogger dan Bronars (1993), tingkat pendidikan
berkaitan dengan usia kawin yang pertama. Semakin dini seseorang
melakukan perkawinan semakin rendah tingkat pendidikannya.
Hal senada juga dikemukakan Rahman and Kabir (2005) faktor yang
menyebabkan perkawinan usia dini di Bangladesh adalah pendidikan. Menurut
Hanum (1997), yang melakukan penelitian di Bengkulu Utara salah satu faktor
yang berkaitan tinggi rendahnya usia kawin pertama adalah rendahnya akses
kepada pendidikan. Rendahnya tingkat pendidikan disebabkan oleh ekonomi
keluarga yang kurang. Kekurangan biaya menjadi kendala bagi kelanjutan
pendidikan. Choe et al. (2004) mengemukakan tingkat pendidikan seseorang
berhubungan dengan pernikahan usia dini.
Menurut asumsi peneliti mayoritas responden yang mempunyai
pendidikan dasar mempunyai persepsi negatif dalam pernikahan dini, hal ini
disebabkan karena orang tua yang mempunyai pendidikan dasar ingin anaknya
segera menikah biar keluarga tidak direpotkan lagi. Sedangkan keluarga yang
mempunyai pendidikan tinggi mempunyai persepsi positif tentang pernikahan
dini, hal ini disebabkan karena orang tua menganggap bahwa menikah itu
adalah sunah rasul, kapan dilakukan tidak masalah selama tidak bertentangan
dengan ajaran agama yang berlaku.
.
46
3. Pendapatan dengan Persepsi Pernikahan Usia Muda
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 46 orang responden yang
pendapatan di atas UMP terdapat 26 orang (56,5%) yang mempunyai persepsi
positif terhadap usia muda. Dan dari 52 orang responden yang pendapatan di
bawah UMP terdapat 30 orang (57,7%) yang mempunyai persepsi negatif
terhadap usia muda. Hasil uji statistik dengan menggunakan uji chi square
didapatkan nilai p value =0,229. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada
hubungan antara pendapatan dengan persepsi penikahan usia muda di Wilayah
Kerja Puskesmas Saree Aceh Besar.
Pendapatan merupakan penghasilan seseorang atau keluarga yang
diperoleh dari sebuah kegiatan baik dilakukan di rumah atau di luar rumah
(Setiawan, 2003). Pendapatan keluarga adalah jumlah semua hasil perolehan
yang didapat oleh anggota keluarga dalam bentuk uang sebagai hasil
pekerjaan yang dinyatakan dalam pendapatan per kapita. Pendapatan
menentukan besarnya pengeluaran sebuah keluarga baik untuk pangan
maupun untuk non pangan. Semua aktivitas yang berhubungan dengan
pengeluaran dalam sebuah keluarga akan berimbas pada pendapatan. Semakin
tinggi pendapatan maka diyakini akan semakin baik pula tingkat
kesejahteraan keluarga tersebut demikian sebaliknya (Hardinsyah, 2007).
Tingkat pendapatan keluarga akan mempengaruhi usia nikah muda,
hal tersebut di karenakan pada keluarga yang berpendapatan rendah maka
pernikahan anaknya berarti lepasnya beban dan taggung jawab untuk
membiayai anaknya. (Mulyarto, 1982)
47
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Firda Lena (2005) di tentang
faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi keluarga terhadap pernikahan usia
muda di Desa Ngemplak Boyolali Jawa Tengah. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa tidak ada hubungan pendapatan terhadap pernikahan
usia muda dengan nilai p value > 0,05. Ada hubungan umur, pendidikan
terhadap pernikahan usia muda dengan nilai p value < 0,05.
Menurut asumsi peneliti mayoritas responden mempunyai pendapatan
di atas UMP mempunyai persepsi positif dalam pernikahan dini, hal ini
disebabkan karena orang tua yang ekonominya muda tidak terburu-buru
untuk menikahkan anaknya, karena pernikahan itu pasti akan terjadi baik
pernikahan usia muda atau tidak. Sedangkan responden yang mempunyai
pendapatan di bawah UMP mempunyai persepsi negatif dalam pernikahan
dini hal ini disebabkan karena orang tua ingin menikahkan anaknya di usia
muda supaya keperluan anak sudah ditanggung suami sehingga orang tua
terlepas dari beban dan tanggung jawab untuk membiayai anaknya.
4. Budaya dengan Persepsi
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 48 orang yang mendukung
pernikahan usia muda terdapat 31 orang (64,6%) yang mempunyai persepsi
positif terhadap pernikahan usia muda. dan dari 49 orang yang tidak
mendukung terdapat 33 orang (66,0%) mempunyai persepsi negatif terhadap
pernikahan usia muda. Hasil statistik menggunkan uji chi square didapatkan
nilai p value = 0,005. Dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara budaya
dengan persepsi pernikahan.
48
Persepsi responden yang baik tentang pernikahan akan mengurangi
risiko menikah usia dini. Perbedaan persepsi seseorang terhadap suatu
rangsangan disebabkan oleh perbedaan sosio kultural dan pengalaman belajar
individu yang bersangkutan. Persepsi merupakan mata rantai perubahan sikap.
Persepsi diartikan sebagai pandangan individu terhadap lingkungannya. Pada
orangtua. persepsi negatif berisiko lebih besar menikahkan anaknya pada usia
< 20 tahun dibanding orangtua yang memiliki persepsi positif, dan secara
statistik bermakna. Risiko pada responden lebih tinggi dibanding risiko pada
orangtua, yang berarti bahwa pemahaman pada remaja sebenarnya lebih
penting daripada-faktor orangtua. Hal ini berkaitan dengan sasaran strategi
pemberian informasi selanjutnya. Orangtua masih lebih terpengaruh pada nilai
budaya lama yang menganggap bahwa menstruasl merupakan tanda telah
dewasanya seorang anak gadis. Hal ini akan membentuk sikap mendukung
orangtua terhadap perkawinan usia dini yaitu segera menikahkan anak
perempuan bila sudah mendapatkan haid.
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Laila Fuqara (2010) di
Kemukiman Jruek Kecamatan Indrapuri Aceh Besar dengan judul faktor-
faktor yang mempengaruhi persepsi orangtua terhadap pernikahan usia muda
di Kemukiman Jruek Kecamatan Indrapuri Aceh Besar tahun 2010, di
dapatkan hasil penelitian Ada pengaruh faktor budaya terhadap persepsi
pernikahan usia muda di Kemukiman Jruek Kecamatan Indrapuri Aceh Besar
(p≤0,05).
49
Menurut asumsi peneliti mayoritas responden yang mempunyai
budaya mendukung mempunyai persepsi positif dalam pernikahan usia muda,
hal ini disebabkan menikahkan anaknya di usia muda untuk menghindari
anaknya dari perbuatan zina. Sedangkan responden yang mempunyai budaya
tidak mendukung mempunyai persepsi negatif dalam pernikahan dini, hal ini
disebabkan karena anak yang menikah di usia muda tidak menjadi bahan
pembicaraan di masyarakat.
50
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Tidak ada hubungan faktor umur kepala keluarga dengan persepsi
pernikahan usia muda di Wilayah Kerja Puskesmas Saree Aceh Besar (P
=0,531)
2. Ada hubungan faktor pendidikan tentang persepsi pernikahan usia muda
di Wilayah Kerja Puskesmas Saree Aceh Besar. (P=0,011)
3. Tidak ada hubungan faktor pendapatan kepala keluarga terhadap persepsi
pernikahan usia muda di Wilayah Kerja Puskesmas Saree Aceh Besar
(P=0,229)
4. Ada hubungan faktor budaya terhadap persepsi pernikahan usia muda di
Wilayah Kerja Puskesmas Saree Aceh Besar (P =0,005)
B. Saran
1. Diharapkan kepada orangtua khususnya yang mempunyai remaja agar
dapat meningkatkan pemahaman tentang dampak dari pernikahan pada
usia muda di kalangan remaja.
2. Diharapkan Kepada Puskesmas Saree agar dapat memberikan sosialisasi
tentang bahaya pernikahan usia muda untuk meningkatkan pengetahuan
masyarakat tentang pernikahan pada usia muda, sehingga kasus
pernikahan pada usia muda dapat ditekan seminimal mungkin.
50
51
LEMBARAN PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN
Kepada Yth,
Calon Responden Pendidikan
Di-
Tempat
Dengan Hormat,
Saya yang bertanda tangan dibawah ini adalah mahasiswa Diploma IV Kebidanan
U’Budiyah Banda Aceh.
Nama : Bustanun Salatin
Nim : 021010210002
Adalah Mahasisiwi Diploma IV Kebidanan U’BUDIYAH Banda Aceh,
yang akan mengadakan penelitian untuk menyelesaikan Skripsi sebagai salah satu
syarat untuk menyelesaikan Pendidikan Program D-IV Kebidanan U’Budiyah
Banda Aceh. Adapun penelitian yang dimaksud berjudul “ Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Kepala keluarga Terhadap Persepsi Pernikahan Usia Muda di
Wilayah Kerja Puskesmas Saree Aceh Besar”.
Untuk maksud tersebut saya memerlukan data dan informasi yang nyata
dan akurat dari ibu. Ibu berhak berpartisipasi atau tidak dalam penelitian ini,
namun demikian penelitian ini sangat berdampak terhadap kemajuan dalam
bidang kebidanan bila semua pihak ikut berpartisipasi. Bila ibu setuju terlibat
dalam penelitian ini, mohon menandatangani menjadi responden pada lebar yang
telah disediakan. Mohon menjawab pertanyaan dengan sejujurnya.
Kesediaan dan partisipasi ibu sangat saya harapkan, atas perhatian dan
bantuannya saya ucapkan terimakasih.
Peneliti,
Bustanun Salatin
NIM :021010210002
52
LEMBARAN PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN
Saya yang bertanda tangan dibawah ini, menyatakan bersedia untuk
berpartisipasi dalam penelitian yang akan dilakukan oleh mahasiswi D-IV
Kebidanan U’Budiyah Banda Aceh, yang bernama Bustanun Salatin, yang
berjudul ” Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepala keluarga Terhadap
Persepsi Pernikahan Usia Muda di Wilayah Kerja Puskesmas Saree Aceh
Besar”.
Saya mengetahui informasi yang saya berikan ini sangat besar manfaatnya
bagi peningkatan dan pengembangan bidang kebidanan di Indonesia.
Demikianlah pernyataan persetujuan menjadi responden dari saya semoga
dapat dipergunakan seperlunya.
Banda Aceh, Mei 2013
Responden
53
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPALA KELUARGA
TERHADAP PERSEPSI PERNIKAHAN USIA MUDA DI WILAYAH
KERJA PUSKESMAS SAREE ACEH BESAR
Tanggal Pengisian :
No responden :
Umur :
Pendidikan :
Pendapatan :
PERSEPSI
Petunjuk :
Jawablah dimensi persepsi berikut ini dengan memberikan tanda (X) pada salah
satu kolom di bawah ini,
Keteranga :
SS : Sangat Sependapat, S : Sependapat, TS : Tidak Sependapat, STS : Sangat
Tidak Sependapat.
No DIMENSI Persepsi
SS S TS STS
1
Pernikahan yang dilakukan oleh remaja putri
dibawah umur 20 tahun merupakan hal yang
wajar dilakukan
2
Pada masyarakat tertentu penyebab terjadinya
pernikahan usia muda karena mencegah terjadi
hamil di luar nikah
3 Menikah usia muda tidak akan menimbulkan
masalah apapun
4 Menikah usia muda biasanya akan memberikan
keturunan yang lebih cerdas
5
Pernikahan yang dilakukan pada usia muda akan
menyebabkan ibu sulit ketika menghadapi
persalinan
6 pernikahan usia muda tidak dibenarkan dalam
UU perkawinan
7 Menikah usia muda lebih banyak mendatangkan
masalah dibandingkan manfaat
54
8
Perilaku seksual yang terlalu bebas akan
merupakan faktor utama penyebab menikah usia
muda dikalangan remaja
9 Pernikahan muda lebih baik untuk mencegah
terjadinya kehamilan diluar nikah
10
Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk
mencegah tejadinya pernikahan usia muda adalah
dengan menanamkan nilai-nilai akhlak pada
remaja sehingga terhindar dari perilaku seks
pranikah
Budaya
1. Di lingkungan tempat tinggal ibu/bapak apakah ada larangan untuk menikah
pada usia dini?
a. Ya
b. Tidak
2. Apakah ibu/bapak malu jika menikahkan anak pada usia > 20 tahun?
a. Ya
b. Tidak
3. Menurut ibu/bapak berapa usia ideal untuk menikahkan anak?
a. 20 tahun
b. > 20 tahun
4.Apakah lingkungan tempat tinggal ibu menganjurkan agar remaja putri menikah
lebih cepat?
a. Ya
b. Tidak
5. Menurut budaya yang berlaku di masyarakat apabila putri bapak/ibu sudah
dipinang orang maka tidak boleh ditolak?
a. Ya
b. Tidak
6. Apakah ada larangan adat setempat tentang pernikahan usia dini?
a. ya
b. tidak
7. Apakah menurut pandangan adat setempat tentang pernikahan usia dini?
a. Adalah hal biasa dan lumrah untuk menghidarkan fitnah
b. Tidak baik melakukan pernikahan di usia muda
55
8. Menurut anda apakah pernikahan pada usia muda dapat menimbulkan
Permasalah baru jika dilihat dari segi budaya?
a. Ya
b. Tidak
9. Bagaimana pendapat anda dalam melihat pernikahan usia dini
a. Kami menudukung karena tidak ada larangan di lingkungan usia dini
b. Tidak boleh
10. Apakah pernikahan pada usia dini dapat menghancurkan masa depan anak
anda?
a. Ya
b. Tidak
56
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN KEPALA KELUARGA
TERHADAP PERSEPSI PERNIKAHAN USIA MUDA
DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SAREE
ACEH BESAR
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Menyelesaikan Program Studi
Diploma IV Kebidanan STIKes U’Budiyah Banda Aceh
Disusun Oleh:
BUSTANUS SALATIN
121010210002
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN U’ BUDIYAH (STIKes)
PROGRAM STUDI D-IV KEBIDANAN
BANDA ACEH
2013
57
DAFTAR PUSTAKA
Adhim, M.F. 2002, Mencapai Pernikahan Barokah, Cetak XIII. Yogyakarta :
Penerbit Mitra Pustaka
Azwar, 2005. Prinsip Administrasi Pelayanan Kesehatan. Binarupa Aksara,
Jakarta
Arosson, 1988. Theory of marriage timing. American Journal of Sociology, 49:
563-591
Badudu, 2003. Tingkatan Pengetahuan Menurut Undang-undang Sistem
Pendidikan Nasional, Jakarta
Budiarto, 2009. Statistik dalam Penelitian. Jakarta: Penerbit PT. Rineka Cipta
Depkes, 2002. Statistik dalam Penelitian. Jakarta: Penerbit PT. Rineka Cipta
Depdikbud, 2000. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Penerbut PT. Rineka
Cipta
Hurlock, B. 2008 Psikologi Remaja, Jakarta : Binarupa Aksara
KUA, 2009. Data Jumlah Remaja Putri yang Menikah, Kantor Urusan Agama.
Mulyarto, 1982. Psikologi Kepribadian. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada
Notoatmodjo, 2003. Pendidikan dan perilaku Kesehatan, Jakarta: Penerbit
Rhineka Cipta
Niven, 2000. Psikologi Kesehatan : Pengantar untuk Perawat dan Profesional.
Kesehatan Lain. Edisi 2, Jakarta : Erlangga
Purwanto, 2006 Studi Kasus Pengaruh Budaya Terhadap Maraknya
Pernikahan Dini di Desa Gejugjati Pasuruan. Jakarta: Dikti
Rakhmat., 2008, Pengembangan Pelayanan Kesehatan, Tarsito, Bandung
Sarlito, 2003. Perilaku Kenakalan Remaja, Jakarta : Penerbit UI Press
Sasmita, 2008 Kepercayaan, dan Sikap terhadap Usia Perkawinan. Jakarta,
Penerbit Rhineka Cipta
Steinberg, 2002. Persepsi Kesehatan, Jakarta : Penerbit Gramedia Pustaka Utama,
58
UUPA, 2008. Undang-undang Perlindungan Anak, Jakarta
Yusuf., 1991. Analisis Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Pembentukan
Persepsi. Tarsito. Bandung
59
PERNYATAAN PERSETUJUAN
Skripsi ini Telah Disetujui Untuk Dipertahankan Dihadapan Tim Penguji
Diploma IV Kebidanan Stikes U’Budiyah Banda Aceh
Banda Aceh, September 2013
Pembimbing
(RAHMAYANI, SKM, M.Kes)
MENGETAHUI :
KETUA PRODI DIPLOMA IV KEBIDANAN
STIKES U’BUDIYAH BANDA ACEH
(CUT ROSMAWAR, SST)
iv
60
PERNYATAAN PERSETUJUAN
JUDUL : FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
KEPALA KELUARGA TERHADAP PERSEPSI
PERNIKAHAN USIA MUDA DI WILAYAH
KERJA PUSKESMAS SAREE ACEH BESAR
NAMA MAHASISWA : BUSTANUS SALATIN
NIM : 021010210002
Menyetujui:
Pembimbing
RAHMAYANI, SKM, M.Kes
PENGUJI I PENGUJI II
FITHRIANY S.SiT, M.Kes SUSANTI, SKM, M.Kes
MEYETUJUI MENGETAHUI
KETUA STIKES KETUA PRODI D-IV KEBIDANAN
MARNIATI, SE, M.Kes CUT ROSMAWAR, SST
Tanggal lulus: 2013
61
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT, serta
selawat dan salam kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW karena
dengan berkat dan karunaia-Nyalah penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang
berjudul “Faktor-Faktor Yang Berhubungan Kepala keluarga Terhadap
Persepsi Pernikahan Usia Muda di Wilayah Kerja Puskesmas Saree Aceh
Besar”
Penulisan Skripsi ini merupakan suatu kewajiban yang harus dilaksanakan
sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Sain Terapan di STIKes
U’Budiyah Banda Aceh
Dalam penyelesaian Skripsi ini peneliti telah banyak menerima bimbingan
dan bantuan serta dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, melalui kata
pengantar ini peneliti mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Ibu Marniati, SE,M.Kes selaku ketua STIKes U’Budiyah Banda Aceh.
2. Bapak Agussalim,SMK,M.Kes, selaku Ketua Program Studi S-1 Kebidanan
3. Ibu Rahmayani, SKM, M.KES sebagai dosen pembimbing yang telah
memberikan petunjuk, arahan, bimbingan dan dukungan mulai dari awal
sampai dengan selesainya penulisan.
4. Bapak dan Ibu dosen serta staf Akademik pada Akademi Kebidanan STIKes
U’Budiyah Banda Aceh.
5. Kepala dan Staf Puskesmas Saree Aceh Besar.
v
i
i
i
v
vi
62
6. Keluarga tercinta serta saudara-saudara peneliti yang telah memberi dorongan
dan doa demi kesuksesan.
7. Teman-teman seangkatan yang telah banyak membantu sehingga terselesainya
penulisan ini.
Peneliti menyadari penulisan Skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan
dikarenakan keterbatasan pengetahuan yang penulis miliki. Untuk itu peneliti
sangat mengharapkan kritikan dan saran yang bersifat membangun demi
kesempurnaan skripsi ini dimasa yang akan datang. Harapan peneliti semoga
Skripsi ini bermanfaat bagi pengembangan pendidikan ke arah yang lebih baik.
Amin ya rabbal a’lamin.............
Banda Aceh, September 2013
Peneliti
vii
63
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL
ABSTRAK ...................................................................................................... ii
ABSTRACT ................................................................................................... iii
PERNYATAAN PERSETUJUAN ................................................................ iv
PENGESAHAN PENGUJI ............................................................................ v
KATA PENGANTAR .................................................................................... vi
DAFTAR ISI .................................................................................................. viii
DAFTAR TABEL .......................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .............................................................. 1
B. Rumusan Masalah ....................................................................... 6
C. Tujuan Penelitian......................................................................... 6
D. Manfaat Penelitian ....................................................................... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Perkawinan ..................................................................... 8
B. Perkawinan Bagi Anak di Bawah Umur....................................... 11
C. Konsep Orang Tua ....................................................................... 12
D. Konsep Persepsi (Percaption) ...................................................... 13
E. Pengertian Persepsi Terhadap Pernikahan di Usia Muda .............. 15
F. Persepsi Terhadap Perkawinan ..................................................... 14
G. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepala keluargaTerhadap
Pernikahan Usia Muda................................................................. 19
H. Kerangka Konsep ........................................................................ 27
I. Hipotesa Penelitian ...................................................................... 28
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian ............................................................................ 29
B. Tempat dan Waktu Penelitian ...................................................... 29
C. Populasi dan Sampel.................................................................... 29
D. Alat dan Teknik Pengumpulan Data ............................................ 30
E. Definisi Operasional .................................................................... 31
F. Pengolahan Data .......................................................................... 33
G. Analisa Data ................................................................................ 34
viii
64
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ............................................ 36
B. Hasil Penelitian .......................................................................... 36
C. Pembahasan ................................................................................. 42
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ................................................................................ 50
B. Saran ........................................................................................... 50
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
ix
65
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Definisi Operasional ...................................................................... 32
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Umur Responden di Wilayah Kerja
Puskesmas Saree Aceh Besar ......................................................... 37
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Pendidikan Responden di Wilayah Kerja
Puskesmas Saree Aceh Besar ......................................................... 37
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Pendapatan Responden di Wilayah Kerja
Puskesmas Saree Aceh Besar ......................................................... 38
Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Budaya Responden di Wilayah Kerja
Puskesmas Saree Aceh Besar ......................................................... 38
Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Persepsi Pernikahan Usia Muda di Wilayah
Kerja Puskesmas Saree Aceh Besar ............................................... 39
Tabel 4.6 Hubungan Umur dengan Persepsi tentang Penikahan Usia Muda
di Wilayah Kerja Puskesmas Saree Aceh Besar ............................. 39
Tabel 4.7 Hubungan Pendidikan dengan Persepsi tentang Penikahan
Usia Muda di Wilayah Kerja Puskesmas Saree Aceh Besar ........... 40
Tabel 4.8 Hubungan Pendapatan dengan Persepsi Penikahan Usia Muda
di Wilayah Kerja Puskesmas Saree Aceh Besar ............................. 41
Tabel 4.9 Hubungan Budaya dengan Persepsi Penikahan Usia Muda
di Wilayah Kerja Puskesmas Saree Aceh Besar ............................. 42
x
66
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1 Kerangka konsep Penelitian .......................................................... 28
xi
67
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Lembaran Permohonan Menjadi Responden
Lampiran 2 : Lembaran Persetujuan Menjadi Responden
Lampiran 3 : Kuesioner Penelitian
Lampiran 4 : Surat Izin Penelitian Dari Akademi
Lampiran 5 : Surat Izin Penelitian Dari Puskesmas
Lampiran 6 : Surat Selesai Penelitian
Lampiran 7 : Master Tabel
Lampiran 8 : SPSS
Lampiran 9 : Biodata
xii
68
ABSTRAK
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN KEPALA KELUARGA
TERHADAP PERSEPSI PERNIKAHAN USIA MUDA
DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SAREE
ACEH BESAR
Bustanus Salatin1, Rahmayani
2
xi + 49 halaman + 10 Tabel + 1 Gambar + 9 Lampiran
Latar Belakang: Pernikahan dini merupakan perkawinan di bawah umur (19 tahun) yang
target persiapannya belum dikatakan maksimal baik dari segi persiapan fisik, persiapan
mental juga persiapan materi. Sedangkan jumlah penduduk di Kecamatan Lembah
Seulawah jumlah penduduk 10.398 jiwa terdiri dari 5.386 laki-laki dan 5.012 perempuan.
Sedangkan jumlah kepala keluarga di Wilayah kerja puskesmas Saree yaitu 3.698 kepala
keluarga.
Tujuan Penelitian: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang
berhubungan kepala keluarga terhadap persepsi pernikahan usia muda di Wilayah Kerja
Puskesmas Saree Aceh Besar.
Metode Penelitian: Penelitian ini bersifat deskriptif analitik dengan cross sectional study
dengan populasi adalah seluruh kepala keluarga yang mempunyai remaja yaitu 3.698
orang. Penelitian telah dilaksanakan pada tanggal 24 sampai dengan 29 April 2013
terhadap 98 responden. Data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner selanjutnya
dianalisa secara univariat dan bivariat.
Hasil Penelitian: Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas umur berada pada
kelompok dewasa pertengahan yaitu sebanyak 81 orang (82,7%), pendidikan
berada pada kategori menengah yaitu sebanyak 54 orang (55,1%), pendapatan
berada pada katagori di bawah UMP yaitu sebanyak 52 orang (53,1%), budaya
berada pada katagori kurang mendukung yaitu sebanyak 50 orang (51%).
mayoritas persepsi pernikahan usia muda berada pada katagori negatif yaitu
sebanyak 50 orang (51,0%). Saran: Diharapkan kepada orangtua khususnya yang mempunyai remaja agar dapat
meningkatkan pemahaman tentang dampak dari pernikahan pada usia muda di kalangan
remaja dan diharapkan kepada Puskesmas Saree agar dapat memberikan sosialisasi
tentang bahaya pernikahan usia muda untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat
tentang pernikahan pada usia muda, sehingga kasus pernikahan pada usia muda dapat
ditekan seminimal mungkin.
Kata Kunci : umur, pendidikan, pendapatan, budaya, persepsi kepala keluarga perkawinan dini
Daftar Bacaan : 27 buah (2000-2009)
1. Mahasiswi Prodi D IV Kebidanan U’budiyah Banda Aceh
2. Dosen Prodi D IV Kebidanan U’budiyah Banda Aceh
ii
69
ABSTRACT
FACTORS RELATING TO THE PERCEPTION OF HEADS FAMILY
WEDDING YOUNG WORK IN REGION CLINIC SAREE
ACEH BESAR
Bustanus Salatin1, Rahmayani
2
xi + 49 pages + 10 + Table 1 + 9 Appendix Figure
Background : Early marriage is a marriage of a minor ( 19 years old ) who have not been
told the maximum target of preparation both in terms of physical preparation , mental preparation is also preparation material . While the number of residents in the District of
Okanagan Seulawah population of 10,398 souls comprised of 5,386 men and 5,012
women. While the number of households in the district health center work Saree is 3,698 households.
Objective: This study aims to determine the factors related to the perception of family
head young age marriage in the Province of Aceh Besar Saree Work Centers.
Methods : This research is a descriptive analytic cross -sectional study with a whole head of population is families with teenagers is 3,698 people . The research was conducted on
24 to 29 April 2013 to 97 respondents . Data was collected using questionnaires were
analyzed using univariate and bivariate . Results: The results showed that the majority were in the age group of mid adults as
many as 81 people (82.7%), education is in the middle category as many as 54 people
(55.1%), are in the category of income under the UMP as many as 52 people (53.1%), culture is in the category of less support as many as 50 people (51%). majority perception
of young marriage is on negative category as many as 50 people (51.0%).
Suggestion : It is expected that parents who have teenagers in particular in order to
improve understanding of the impact of marriage at a young age among adolescents and is expected to Saree Health Center in order to provide socialization a young age about the
dangers of marriage to increase public knowledge about marriage at a young age , so the
marriage case at a young age can be minimized.
Keywords : age, education, income, culture, perceptions of family head early
marriage
Reading List : 27 pieces ( 2000-2009 )
1. D IV student study Midwifery U’Budiyah Banda Aceh 2. D IV Lecture study Midwifery U’Budiyah Banda Aceh
iii