19
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semenjak Indonesia menjadi negara merdeka yang telah diproklamasikan, Para pendiri sepakat bahwa Republik Indonesia menjadi negara yang berlandaskan pada Hukum yang artinya Hukum tertulis berkaca kepada penghormatan Hak Asasi Manusia. Undang-Undang Dasar merupakan piagam tertulis yang diadakan dengan sengaja dan memuat segala yang dianggap menjadi asas fundamental dari negara tersebut. 1 Di Indonesia, Hak Asasi Manusia tercantum dalam Pasal 28A dan 28B Ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 (selanjutnya disebut UUD NRI Tahun 1945) 2 . Yang mana pada hakikatnya setiap warga Indonesia mendapatkan kedudukan yang sama baik secara hak dan kewajiban sebagaimana diatur dalam pasal 28A yang bebunyi : “setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya” dan diatur dalam pasal 28B Ayat (2) Undang-Undang dasar 1945 yang berbunyi : “ setiap anak berhak atas kelangsungan hidup,tumbuh,dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekuasaan dan diskriminasi” 3 1 Yeni Handayani, Pengaturan Hak Asasi Manusia Dalam Konstitusi Indonesia Dan Konstitusi Amerika Serikat, Jurnal RechtsVinding Online, Halaman 1 dan 2 2 Pasal 28A-28J Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 3 Pasal 28B ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.umm.ac.id/61439/2/BAB-1.pdf1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semenjak Indonesia menjadi negara merdeka yang telah diproklamasikan, Para

  • Upload
    others

  • View
    5

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.umm.ac.id/61439/2/BAB-1.pdf1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semenjak Indonesia menjadi negara merdeka yang telah diproklamasikan, Para

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Semenjak Indonesia menjadi negara merdeka yang telah

diproklamasikan, Para pendiri sepakat bahwa Republik Indonesia menjadi

negara yang berlandaskan pada Hukum yang artinya Hukum tertulis berkaca

kepada penghormatan Hak Asasi Manusia. Undang-Undang Dasar merupakan

piagam tertulis yang diadakan dengan sengaja dan memuat segala yang

dianggap menjadi asas fundamental dari negara tersebut.1 Di Indonesia, Hak

Asasi Manusia tercantum dalam Pasal 28A dan 28B Ayat (2) Undang-Undang

Dasar Negara Republik Indonesia 1945 (selanjutnya disebut UUD NRI Tahun

1945)2. Yang mana pada hakikatnya setiap warga Indonesia mendapatkan

kedudukan yang sama baik secara hak dan kewajiban sebagaimana diatur dalam

pasal 28A yang bebunyi : “setiap orang berhak untuk hidup serta berhak

mempertahankan hidup dan kehidupannya” dan diatur dalam pasal 28B Ayat

(2) Undang-Undang dasar 1945 yang berbunyi : “ setiap anak berhak atas

kelangsungan hidup,tumbuh,dan berkembang serta berhak atas perlindungan

dari kekuasaan dan diskriminasi”3

1 Yeni Handayani, Pengaturan Hak Asasi Manusia Dalam Konstitusi Indonesia Dan Konstitusi Amerika

Serikat, Jurnal RechtsVinding Online, Halaman 1 dan 2 2 Pasal 28A-28J Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 3 Pasal 28B ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945

Page 2: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.umm.ac.id/61439/2/BAB-1.pdf1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semenjak Indonesia menjadi negara merdeka yang telah diproklamasikan, Para

2

Hak Asasi Manusia adalah hak pribadi yang muncul pada manusia

semenjak lahir di dunia sebagai perlindungan Harkat dan martabat, Anak

Merupakan Bagian juga dari Hak Asasi Manusia.

Anak merupakan sebuah cinta yang lahir dalam keadaan suci yang

menjadi karunia terbesar keluarga, bangsa dan negara, sebagai generasi biru

dan sumber daya manusia untuk masa depan suatu bangsa serta berpotensi

dalam pembangunan nasional. Sejatinya, masa depan bangsa di era yang akan

datang bergantung pada potensi anak.4 Untuk itu anak perlu mendapatkan

pengamanan khusus yang berupa perlindungan terhadap kepentingan fisik serta

mental agar terciptanya sumber daya manusia yang mempunyai kualitas serta

dapat menjadi pemimpin dengan memelihara kesatuan dan persatuan bangsa

indonesia sebagai wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang

berdasar pancasila dan Undang Undang Dasar 1945. Maka dari itu perlu

bimbingan ekstra demi melangsungkan hidup dan tumbuh kembang anak.5

Sebagaimana diatur dalam Keputusan Presiden (Keppres) N0 36 Tahun

1990 yang mana indonesia adalah salah satu negara yang ikut serta dalam

meratifikasi Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang artinya,secara

hukum negara wajib memenuhi seluruh Hak-hak Anak baik secara

sosial,budaya,politik maupun sipil dan ekonomi.6 sebagaimana dimaksud

4 Anonym, Perlindungan Hukum Terhadap Anak sebagai korban Tindak Pidana Persetubuhan,

eprints.ums.ac.id, Di Akses pada tanggal 23 Oktober 2019 5 Ibid, 6 Wagiati Soetodjo,Hukum Pidana Anak, Bandung:PT Refika Aditama 2006, Halaman 5

Page 3: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.umm.ac.id/61439/2/BAB-1.pdf1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semenjak Indonesia menjadi negara merdeka yang telah diproklamasikan, Para

3

dalam pasal 21 Undang-Undang Nomer 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan

Anak dalam disebutkan “ Negara dan pemerintah berkewajiban dan

bertanggung jawab menghormati dan menjamin hak asasi setiap anak tanpa

membedakan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, etnik, budaya dan

bahasa, status hukum anak, urutan kelahiran anak, dan kondisi fisik dan/atau

mental.” Yang artinya Perlindungan Hukum bagi anak tidak hanya untuk anak

yang berstatus normal saja melainkan Anak Berkebutuhan Khusus juga

mencakup didalamnya. Tidak semua anak dapat berkembang sebagaimana

mestinya, tidak semua anak dilahirkan didunia dengan kondisi yang baik baik

saja dan normal seperti anak lainnya. Manakala terdapat beberapa anak yang

perkembangannya mengalami suatu hambatan dan gangguan yang akan lebih

sensitive atau rentan untuk mengalami resiko yang menghambat tumbuh

kembang anak tersebut dan harus memperoleh perlindungan yang sama seperti

anak normal lainnya.7

Anak Berkebutuhan Khusus seringkali diartikan sebagai individu yang

dikatakan mempunyai karakteristik berbeda dari anak normal lainnya, secara

khusus biasanya Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) ditunjukan dengan adanya

perbedaan dalam karateristif fisik, emosional yang kurang atau lebih, dari anak

normal8 segenerasinya diluar standar normal yang berlaku di masyarakat.

7 Agung Riadin, Karakteristik Anak Berkebutuhan Khusus Di Sekolah Dasar Negeri (Inklusi) Di Kota

Palangka Raya, Anterior Jurnal, Volume 17 , December2017, Halaman 22 8 Ibid

Page 4: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.umm.ac.id/61439/2/BAB-1.pdf1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semenjak Indonesia menjadi negara merdeka yang telah diproklamasikan, Para

4

Sehingga anak yang digolongkan sebagai Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)

seringkali mengalami kesulitan dalam meraih kesuksesan karena

kecenderungan yang terjadi secara fisik, psikologis, kognitif sosial adanya

keterlambatan dalam mencapai tujuan atau kebutuhan dan potensi secara

maksimal. Sehingga untuk mencapai perkembangan yang optimal maka

membutuhkan penanganan yang khusus.9

Salah satu faktor yang sering terjadi dan dialami oleh Anak

Berkebutuhan Khusus (ABK) yakni anak rentan tertipu akibat rayuan manis

dari aktor kriminal. Pastinya Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) selalu rentan

terhadap hal-hal negative karena keterbatasan yang dimiliki dan selalu

dimanfaatkan oleh aktor kriminal10 maka dalam hal ini Gerakan Hak Asasi

Manusia memunculkan sebuah pandangan bahwa Anak Berkebutuhan Khusus

(ABK) mempunyai derajat yang sama dengan anak normal lainnya. Dengan

maksud Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) dapat belajar, bermain dan

menikmati kehidupan dengan sebagaimana mestinya. Maka dari itu dalam

memahami Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) sangat memerlukan

pemahaman sesuai dengan jenis – jenis masing- masing kecacatan.

Seperti dalam kondisi saat ini, sedang meningkat jumlah kasus Tindak

Pidana Persetubuhan sebagaimana Anak Berkebutuhan Khusus yang menjadi

9Admin, Bimbingan Konseling Bagi ABK , https://www.konselingindonesia.com/ diakses tanggal 24

Oktober 2019 10 Syafrudin aziz, Pendidikan seks bagi anak berkebutuhan kuhusus , Jurnal Pendidikan, Volume 2

Page 5: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.umm.ac.id/61439/2/BAB-1.pdf1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semenjak Indonesia menjadi negara merdeka yang telah diproklamasikan, Para

5

korban tindak pidana persetubuhan yang digunakan sebagai pemuas kaum

birahi. Hal ini sangat mencerminkan bahwa hukum di Indonesia mulai

melemah, 11 berbicara mengenai suatu Tindak Pidana Persetubuhan tentunya

menimbulkan kekawatiran lebih terhadap setiap orang tua yang memiliki buah

hati terutama apabila buah hati dinyatakan sebagai penyandang Anak

Berkebutuhan khusus (ABK). Maraknya kasus Tindak Pidana Persetubuhan

apabila anak berkebutuhan khusus sebagai korbannya tentu saja akan

mengakibatkan banyak hal kerugian baik dalam jangka pendek maupun jangka

Panjang dampak nya akan terkena pada psikologis korban, emosional,

gangguan setres pasca trauma 12 Maka dari itu perlu adanya perlindungan bagi

Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) sebagai korban Tindak Pidana

Persetubuhan

Bentuk Perlindungan yang dimaksud telah dicantumkan dalam Undang-

Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 Perubahan Atas Undang-

Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak 13Pasal 59A Poin

D “Perlindungan Khusus bagi Anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59

ayat (1) dilakukan melalui upaya : pemberian perlindungan dan pendampingan

pada setiap proses peradilan.” Yang berarti, Apabila Anak berkebutuhan

Khusus yang berhadapan dengan hukum sebagai korban Tindak Pidana

11 Sri endah wahyuningsih, Perlindungan Hukum Terhadap Anak sebagai Korban Tindak pidana

kesusilaan dalam hukum pidana positif saat ini, jurnal pembaharuan hukum, Volume III No 2 mei 2016 12 Fathiyah Wardah, Komnas Anak, https://www.voaindonesia.com., Diakses 25 September 2019 13 Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak

Page 6: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.umm.ac.id/61439/2/BAB-1.pdf1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semenjak Indonesia menjadi negara merdeka yang telah diproklamasikan, Para

6

Persetubuhan Aparat wajib memberikan perlindungan dan pendampingan

setiap proses peradilan dari tahap pemeriksaan dan penyidikan hingga sidang

putusan.

Hal yang seperti ini perlu dikaji karena ada beberapa peristiwa hukum

yang berkaitan dengan proses peradilan. Berdasarkan data yang diperoleh

penulis dalam Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) berupa tabel14

sebagai berikut :

Tabel 1

Data Tindak Pidana persetubuhan dengan anak sebagai korban

dalam Data Komisi Perlindungan Anak Indonesia No Status 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018

1. Anak

Berkebutuhan

Khusus sebagai

korban Tindak

Pidana

Persetubuhan

216 412 343 656 218 192 188 0

Sumber : Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI)

Tentu saja sangat mengahwatirkan, karena dalam perlindungan hukum

bagi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) yang telah menjadi Korban Tindak

Pidana Persetubuhan sangat minim terungkap dikarenakan yang menjadi suatu

indikator utama adalah minimnya pengaduan kepada aparat karena suatu alasan

yang memang adanya keterbatasan yang dimiliki oleh Anak Berkebutuhan

Khusus (ABK)

14 KPAI, Laporan Kinerja KPAI 2017, https://www.kpai.go.id/, Diakses 24 Oktober 2019

Page 7: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.umm.ac.id/61439/2/BAB-1.pdf1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semenjak Indonesia menjadi negara merdeka yang telah diproklamasikan, Para

7

Seperti halnya di kota malang, masih kerap terjadi tindak pidana

persetubuhan yang dilakukan oleh orang dewasa yang menggunakan anak

sebagai mangsa pemuas nafsunya, hal ini ditandai dengan berbagai jenis

laporan pengaduan di Polres Kota Malang yang lebih spesifiknya di Unit

Perempuan dan anak (PPA)15. Berdasarkan data yang diperoleh oleh penulis

mengenai tindak pidana persetubuhan di Polres Kota Malang maka dilampirkan

dalam sebuah tabel sebagai berikut :

Tabel.2

Data Tindak Pidana persetubuhan dengan anak sebagai korban di

Polres Kota Malang16 No Status 2016 2017 2018 2019

1 Anak sebagai korban

tindak pidana

Persetubuhan

Tidak ada

rekapan

70 120 Tidak ada

rekapan

2. Anak Berkebutuhan

Khusus (ABK) sebagai

korban tindak pidana

Persetubuhan

Tidak ada

rekapan

12 24 Tidak ada

rekapan

Sumber : Unit Perempuan dan Anak( PPA) Polres Kota Malang

Berdasarkan data yang diperoleh penulis dalam bentuk wawancara

dengan salah satu penyidik unit Perempuan dan Anak( PPA) Polres Kota

Malang, seringkali penyidik menangani kasus tindak pidana persetubuhan yang

mana Anak Berkebutuhan Khusus sebagai Korbannya, jumlah yang tertera

dalam tabel tidaklah jumlah yang kecil yang mana apabila Anak berkebutuhan

Khusus menjadi korban Tindak Pidana Persetubuhan akan mempengruhi

15 PPA merupakan salah satu unit yang digunakan untuk pelayanan terhadap Tindak Pidana Anak dan

Perempuan 16 Ibid,

Page 8: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.umm.ac.id/61439/2/BAB-1.pdf1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semenjak Indonesia menjadi negara merdeka yang telah diproklamasikan, Para

8

perkembangan mental serta kejiwaan korban. Akan tetapi seringkali kasus yang

menimpa Anak berkebutuhan khusus sebagai Korban Tindak Pidana

Persetubuhan ini tidak terungkap karena di Polres Kota Malang juga mengalami

permasalahan yang sama yakni minimnya pengaduan ke Aparat17 dikarenakan

masih minimnya pengetahuan korban serta pengancaman oleh pelaku

kejahatan.18 untuk menindaklanjuti sebuah permasalahan yang cukup serius ini

maka penyidik mengimbau agar korban Tindak Pidana Persetubuhan selalu

mengungkap sebuah permasalahan ini kepada Aparat. Karena tentu saja Anak

Berkebutuhan Khusus (ABK) yang menjadi korban Tindak Pidana

Persetubuhan sama halnya mempunyai hak untuk diberi perlindungan.

Dalam usaha memperoleh bukti-bukti yang diperlukan guna

kepentingan pemeriksaan suatu perkara pidana19, seringkali para penegak

hukum dihadapkan pada suatu masalah atau hal-hal tertentu yang tidak dapat

diselesaikan sendiri dikarenakan masalah tersebut berada di luar kemampuan

atau keahliannya. Dalam hal demikian maka bantuan seorang ahli sangat

penting diperlukan dalam rangka mencari kebenaran materiil selengkap-

lengkapnya bagi para penegak hukum tersebut. 20

17 Wawancara dengan Penyidik Unit PPA Polres Malang Kota 18 Barda Nawawi Arief, Bunga Rumpai Kebijakan Hukum Pidana ,Bandung,Citra Aditya Bakti, 2002

Halaman 1-2 19 Absori, Hukum Profetik, kritik terhadap paradigma hukum non sistemik, Yogyakarta, Genta Pulishing

Halaman 104 20 Subekti. R, Hukum Pembuktian, Pradya Paramita, Jakarta, 2001. Halaman 71

Page 9: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.umm.ac.id/61439/2/BAB-1.pdf1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semenjak Indonesia menjadi negara merdeka yang telah diproklamasikan, Para

9

Suatu kasus yang dapat menunjukkan bahwa pihak Kepolisian selaku

aparat penyidik membutuhkan keterangan ahli dalam tindakan penyidikan yang

dilakukannya yaitu pada pengungkapan Tindak Pidana Persetubuhan. Kasus

yang menyerang kehormatan seseorang dimana dilakukan tindakan seksual

dalam bentuk persetubuhan, membutuhkan bantuan keterangan ahli dalam

penyidikannya. Keterangan ahli yang dimaksud ini yaitu keterangan dari dokter

yang dapat membantu penyidik dalam memberikan bukti berupa keterangan

medis yang sah21 dan dapat dipertanggungjawabkan22 mengenai keadaan

korban, terutama terkait dengan pembuktian adanya tanda-tanda telah

dilakukannya suatu persetubuhan.

Lalu bagaimana jika yang melakukan proses Visum et Repertum (VeR)

adalah Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) dengan segala kekurangan yang

dimiliki sebagai korban, ditekankan kembali bahwa dapat diketahui anak yang

menjadi korban tindak pidana persetubuhan kemungkinan besar akan

mengalami tekanan psikologis dan mentalnya, dikawatirkannya Anak

Berkebutuhan Khusus (ABK) ketika menjalankan sebuah proses Visum et

Repertum (VeR) akan mengalami dampak yang tidak bisa diduga dalam ingatan

saat mereka bertumbuh besar nantinya, selain itu pula dalam proses Visum et

Repertum (VeR) Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) akan diberikan

21 Monita, Peranan Dokter Forensik dalam Pembuktian Perkara Pidana, https;//media.neliti.com.

Diakses 29 Oktober 2019 22 Martiman Prodjohamidjoyo, Sistim Pembuktian dan Alat-Alat Bukti, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2003.

Halaman 92

Page 10: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.umm.ac.id/61439/2/BAB-1.pdf1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semenjak Indonesia menjadi negara merdeka yang telah diproklamasikan, Para

10

peertanyaan oleh dokter forensik tanpa didampingi oleh siapapun karena

memang dalam prosedurnya pada saat proses Visum et Repertum (VeR) tidak

boleh didampingi secara langsung oleh siapapun termasuk orangtua.

Berdasarkan uraian diatas maka dari itu penulis tertarik mengkaji lebih

mendalam terkait permasalahan tersebut. Sehingga penulis menyusun

Penelitian hukum dengan judul : Analisa Perlindungan Hukum Terhadap

Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) Sebagai Korban Tindak Pidana

Persetubuhan Dalam Proses Visum et Repertum (VeR) (Studi kasus di Unit

PPA Polres Kota Malang)

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah Bentuk-Bentuk Perlindungan Hukum terhadap Anak

berkebutuhan Khusus (ABK) sebagai korban Tindak Pidana Persetubuhan

dalam Proses Visum et Repertum (VeR) di Unit Perempuan dan Anak (PPA)

Polres Kota Malang ?

2. Bagaimanakah upaya pemenuhan perlindungan hukum terhadap Anak

Berkebutuhan Khusus (ABK) sebagai Korban Tindak Pidana Persetubuhan

dalam proses Visum et Repertum (VeR) di unit Perempuan dan Anak (PPA)

Polres Kota Malang ?

3. Apakah kendala yang dihadapi oleh unit Perempuan dan Anak (PPA) Polres

Kota Malang dalam Perlindungan Hukum terhadap Anak Berkebutuhan

Khusus (ABK) sebagai Korban Tindak Pidana Persetubuhan dalam proses

Visum et Repertum (VeR) dan bagaimana solusinya?

Page 11: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.umm.ac.id/61439/2/BAB-1.pdf1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semenjak Indonesia menjadi negara merdeka yang telah diproklamasikan, Para

11

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Mengetahui pengetahuan yang lebih mengenai problematika perlindungan

hukum serta hak hak anak terhadap Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)

sebagai korban tindak pidana persetubuhan dalam proses Visum et Repertum

(VeR) di unit Perempuan dan Anak (PPA) Polres Kota Malang

2. Mengetahui pemenuhan hak hak anak mengenai perlindungan hukum

terhadap Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) sebagai korban tindak pidana

persetubuhan dalam proses Visum et Repertum (VeR) di unit Perempuan dan

Anak (PPA) Polres Kota Malang

3. Mengetahui kendala yang dihadapi oleh unit Perempuan dan Anak (PPA)

dalam perlindungan Hukum terhadap Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)

sebagai korban tindak pidana dalam proses Visum et Repertum (VeR)

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat secara Teoritis

a. Penulis mengharapkan agar hasil penelitian dapat memberikan

wawasan serta kemahiran yang berfungsi sebagai pengembangan ilmu

pengetahuan hukum pada khususnya mengenai Perlindungan Hukum

terhadap Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) sebagai korban Tindak

Pidana Persetubuhan dalam proses Visum et Repertum (VeR)

b. Memberikan sebuah dedikasi berupa pemikiran serta suatu bayangan

yang lebih absolut mengenai Perlindungan Hukum terhadap Anak

Page 12: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.umm.ac.id/61439/2/BAB-1.pdf1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semenjak Indonesia menjadi negara merdeka yang telah diproklamasikan, Para

12

Berkebutuhan Khusus (ABK) sebagai Korban Tindak Pidana

Persetubuhan dalam proses Visum et Repertum (VeR)

2. Manfaat secara praktis

a. Memberikan bahan masukan bagi penulis dalam ruang lingkup yang

akan dibahas dalam sebuah penelitian ini

b. Agar dapat menguraikan keintelektualan dalam membentuk pola pikir

dinamis dalam Perlindungan Hukum terhadap Anak Berkebutuhan

Khusus (ABK) sebagai Korban Tindak Pidana Persetubuhan dalam

proses Visum et Repertum (VeR)

E. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan dari penelitian hukum ini terdapat berbagai

klasifikasi yang akan dituangkan oleh penulis sebagai berikut :

1. Bagi Penulis

Harapan dari penulis, hasil dari penelitian ini dapat menambah

keilmuan serta wawasan penulis khususnya terkait perlindungan hukum

terhadap anak berkebutuhan khusus (ABK) sebagai korban tindak pidana

persetubuhan dalam proses Visum et Repertum (VeR) di unit PPA Polres

Malang Kota

2. Bagi Penegak hukum

Sebagai bahan evaluasi agar aparat penegak hukum khususnya Polres

malang Kota dapat melaksanakan tugas dalam memberi pengamanan dalam

Page 13: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.umm.ac.id/61439/2/BAB-1.pdf1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semenjak Indonesia menjadi negara merdeka yang telah diproklamasikan, Para

13

perlindungan hukum terhadap Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) sebagai

korban Tindak Pidana Persetubuhan dalam proses Visum et Repertum (VeR)

3. Bagi Masyarakat

Penelitian hukum ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan serta

informasi kepada masyarakat tentang perlindungan hukum terhadap anak

berkebutuhan khusus (ABK) sebagai korban tindak pidana persetubuhan

dalam proses Visum et Repertum (VeR) di unit PPA Polres Malang Kota

F. Metode Penelitian

Penelitian penulisan hukum ini menggunakan beberapa metode

penelitian yang bertujuan untuk mendapatkan hasil yang obyektif. Maka dari

itu penulis memerlukan informasi dan data data yang mendukung pada

penelitian, sehubungan dengan penelitian penulisan hukum maka metode yang

digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Metode Pendekatan

Dalam metode pendekatan, yang digunakan oleh penulis dalam

mengkaju permasalahan adalah pendekatan yuridis sosiologis yang artinya

penelitian terhadap penulisaan hukum yang dilakuka secara sosiologis dan

memperhatikan aspek sosial, dalam hal ini metode pendekatan akan

menitikberatkan pada peraturan perundang undangan yang berlaku sebagai

pedoman pembahasan masalah, juga dikaitkan dengan kenyataan yang ada

Page 14: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.umm.ac.id/61439/2/BAB-1.pdf1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semenjak Indonesia menjadi negara merdeka yang telah diproklamasikan, Para

14

dalam praktek dan aspek sosial yang berpengaruh23 Pendekatan yuridis

dalam penelitian ini yaitu mengacu pada peraturan perundang undangan

dalam KUHP, KUHAP, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35

Tahun 2014 Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002

Tentang Perlindungan Anak, dan Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009

Tentang Kesehatan yang mengatur penggunaan bantuan orang ahli dalam

tahap penyidikan perkara pidana, dalam hal ini khususnya dokter sebagai

pembuat dokumen Visum et Repertum (VeR). Sedangkan pendekatan

sosiologis digunakan untuk mengetahui bagaimana proses Visum et

Repertum (VeR) yang dilakukan terhadap Anak Berkebutuhan Khusus

(ABK) dalam penyidikan tindak pidana persetubuhan berdasarkan

ketentuan dalam kenyataan yang terjadi di lapangan.

2. Lokasi Penelitian

Untuk memperoleh data data yang dibutuhkan oleh penulis maka

penulis melakukan penelitian di Unit Perempuan dan Anak (PPA) Kantor

Kepolisian Resort Kota Malang yang beralamat di Jl Jaksa Agung Suprapto

No 19, Samaan Kecamatan Klojen Kota Malang dikarenakan berdasarkan

data dari Penyidik Unit PPA, Polres Kota Malang pernah menangani kasus

mengenai Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) yang mana anak tersebut

telah menjadi korban tindak pidana persetubuhan

23 Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum,Ghalia Indonesia,Jakarta,1982,hlm.15

Page 15: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.umm.ac.id/61439/2/BAB-1.pdf1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semenjak Indonesia menjadi negara merdeka yang telah diproklamasikan, Para

15

3. Sumber Data

Dalam penyusunan penulisan hukum ini diperlukan jenis data sebagai

berikut :

a. Data Primer yang merupakan data didapatkan secara langsung dari hasil

wawancara di lapangan. Data jenis ini diperoleh dari sumber data yang

merupakan responden penelitian yaitu :

1) Penyidik di Polres Malang Kota khusunya yang bertugas di Unit

PPA, penulis melakukan wawancara dengan Kanit (Kepala Unit)

dari unit PPA yang bernama Iptu Tri Nawangsari24 dikarenakan

berdasarkan data dari Penyidik Unit PPA, Polres Kota Malang

pernah menangani kasus mengenai Anak Berkebutuhan Khusus

(ABK) yang mana anak tersebut telah menjadi korban tindak pidana

persetubuhan

2) Orang Tua/Wali dari Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) sebagai

Korban Tindak Pidana Persetubuhan

b. Data sekunder merupakan data yang diperoleh secara tidak langsung

atau data yang didapatkan melalui studi kepustakaan,yang terdiri dari :

1) Dokumen-dokumen resmi,arsip arsip yang terdapat di lokasi

penelitian (Polres Malang Kota)

24 PPA adalah suatu unit yang dipergunakan untuk melakukan pelayanan terhadap kasus tindak pidana

kesusilaan dan tindak pidana terhadap perempuan dan anak

Page 16: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.umm.ac.id/61439/2/BAB-1.pdf1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semenjak Indonesia menjadi negara merdeka yang telah diproklamasikan, Para

16

2) Literatur, peraturan perundang undangan yakni Undang – Undang

Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas

Undang – Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan

Anak, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Perlindungan

Hak Anak Penyandang Disabilitas, Peraturan Menteri Pemberdayaan

Perempuan dan Perlindungan Anak Nomor 4 Tahun 2017 tentang

Perlindungan Khusus Bagi Anak Penyandang Disabilitas dan hasil

penelitian yang berupa laporan artikel dalam media cetak, jurnal dan

media masa yang berkaitan langsung dengan penelitian

4. Metode Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini pengumpulan data dilaksanakan dengan cara

sebagai berikut :

a. Wawancara merupakan serangkaian proses tanya jawab secara lisan

antara pihak pencari informasi atau biasa disebut dengan interviewer

sedangkan pihak yang lain berfungsi sebagai pemberi informasi yang

biasa disebut dengan informan atau responden. Pada penelitian yang

dilakukan ini penulis berkedudukan sebagai interviewer dan responden

adalah penyidik di polres kota malang, khususnya yang pernah

menangani kasus persetubuhan yang mana Anak Berkebutuhan Khusus

(ABK) sebagai korbannya. Teknik wawancara yang diterapkan bersifat

bebas dan terpimpin yaitu wawancara dilakukan dengan menggunkaan

interview guide yang berupa catatan mengenai pokok pokok yang akan

Page 17: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.umm.ac.id/61439/2/BAB-1.pdf1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semenjak Indonesia menjadi negara merdeka yang telah diproklamasikan, Para

17

ditanyakan, sehingga dalam hal ini masih dimungkinkan adanya

bermacam macam pertanyaan yang disesuaikan dengan kondisi ketika

wawancara dilakukan25

b. Studi kepustakaan yaitu mendapatkan data melalui bahan-bahan

kepustakaan yang dilakukan dengan cara membaca dan mempelajari

peraturan perundang-undangan yakni Undang – Undang Republik

Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang –

Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, teori teori

atau tulisan tulisan yang terdapat dalam buku buku literatur ,catatan

kuliah, surat kabar, dan bahan bahan bacaan ilmiah yang mempunyai

hubungan dengan permasalahan ynag diangkat yang berkaitan dengan

perlindungan hukum terhadap anak berkebutuhan khusus (ABK)

sebagai korban tindak pidana persetubuhan dalam proses Visum et

Repertum (VeR)26

5. Metode Analisa

Data penelitian ini dianalisis dengan menggunakan analisis deskriptif

yaitu berusaha menganalisis data dengan menguraikan dan memaparkan

secara jelas dan apa adanya mengenai obyek yang diteliti. Data data dan

informasi yang diperoleh dari obyek penelitian dikaji dan dianalisis,

25 Ibid, hal 73 26 Soerjono soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta, 1986, hlm

21

Page 18: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.umm.ac.id/61439/2/BAB-1.pdf1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semenjak Indonesia menjadi negara merdeka yang telah diproklamasikan, Para

18

dikaitkan dengan teori dan peraturan yang berlaku dan bertujuan

memecahkan permasalahan yang diangkat. Berdasarkan hasil analisis

tersebut selanjutnya dapat ditarik suatu kesimpulan mengenai perlindungan

hukum terhadap anak berkebutuhan khusus (ABK) sebagai korban tindak

pidana persetubuhan dalam proses Visum et Repertum (VeR) di unit PPA

Polres Malang Kota

G. Sistematika Penulisan

Sebuah hasil penelitian yang baik tentunya harus memiliki gambaran

penelitian yang terencana secara berurutan. Disini penulis menyusun kerangka

pembahasan menjadi 4 (empat) bab, yang terdiri dari :

a. BAB I : PENDAHULUAN

Penulis membuat latar belakang masalah yang mana tentunya

menyangkut dnegan judul yang akan diajukan,lalu dilanjutkan dengan

pokok permasalahan yaitu uraian pertanyaan yang mengacu pada latar

belakang,tujuan dan kegunaan secara praktik dan teoritis, juga memuat

uraian terkait sistematika penulisan.

b. BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Dalam bab ini lebih khusus meninjau terkiat kepustakaan yang

diperlukan oleh penulis yag meliputi uraian deskriptif mengenai teori,

doktrin,pendapat ahli. Serta kajian yuridis yang akan dijadikan dasar pada

penelitian ini

Page 19: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.umm.ac.id/61439/2/BAB-1.pdf1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semenjak Indonesia menjadi negara merdeka yang telah diproklamasikan, Para

19

c. BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Dalam bab ini lebih menekan pada Analisa sumber data hasil penelitian

yang kemudian dikaji melalui kepustakaan serta peraturan perundang

undangan yang berlaku.

d. BAB IV : PENUTUP

Bab ini terdapat dua sub-sub dalam bab penutup yaitu kesimpulan yang

berisikan hasil hasil dari BAB III. Selanjutnya saran yang berisikan

rekomendasi penulis terhadap pihak-pihak yang berkaitan atas

permasalahan yang dikaji/diteliti.