29
BAB I PENDAHULUAN Paget’s disease merupakan gangguan tulang terlokalisasi yang efeknya menyebar luas ke tulang melalui peningkatan remodeling tulang. Proses patologinya diawali oleh overaktivasi dari osteoklas sehingga dikompensasi dengan peningkatan osteoblas. Paget’s disease ini biasanya muncul secara sporadik. (Fauci et al, 2008). Frekuensi dari Paget’s disease bervariasi berdasarkan letak geografi dengan prevalensi yang tinggi di Eropa Barat (Inggris, Perancis, Jerman, tetapi tidak untuk Swiss atau Skandinavia) dan di antaranya yang telah bermigrasi ke Australia, Selandia Baru, Afrika Selatan, Afrika Utara dan Amerika Selatan. Penyakit ini jarang terjadi pada penduduk asli Amerika, Afrika, Asia maupun Timur Tengah. Prevalensinya lebih besar pada laki – laki dan meningkat seiring bertambahnya usia. Paget’s disease terjadi sekitar 3 % dari mereka yang berusia diatas 40 tahun. Prevalensi radiografi tulang positif pada pasien diatas 55 tahun adalah 2,5% untuk laki – laki dan 1,6% untuk perempuan. Peningkatan alkalin fosfatase (ALP) pada pasien asimtomatik memiliki kejadian yang disesuaikan menurut umur sebesar 12,7 dan 7 per 100.000 orang per tahun masing– masing pada laki – laki dan perempuan (Fauci et al, 2008). 1

BAB I-DAPUS Paget's Disease

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB I-DAPUS Paget's Disease

BAB IPENDAHULUAN

Paget’s disease merupakan gangguan tulang terlokalisasi yang efeknya

menyebar luas ke tulang melalui peningkatan remodeling tulang. Proses

patologinya diawali oleh overaktivasi dari osteoklas sehingga dikompensasi

dengan peningkatan osteoblas. Paget’s disease ini biasanya muncul secara

sporadik. (Fauci et al, 2008).

Frekuensi dari Paget’s disease bervariasi berdasarkan letak geografi dengan

prevalensi yang tinggi di Eropa Barat (Inggris, Perancis, Jerman, tetapi tidak

untuk Swiss atau Skandinavia) dan di antaranya yang telah bermigrasi ke

Australia, Selandia Baru, Afrika Selatan, Afrika Utara dan Amerika Selatan.

Penyakit ini jarang terjadi pada penduduk asli Amerika, Afrika, Asia maupun

Timur Tengah. Prevalensinya lebih besar pada laki – laki dan meningkat seiring

bertambahnya usia. Paget’s disease terjadi sekitar 3 % dari mereka yang berusia

diatas 40 tahun. Prevalensi radiografi tulang positif pada pasien diatas 55 tahun

adalah 2,5% untuk laki – laki dan 1,6% untuk perempuan. Peningkatan alkalin

fosfatase (ALP) pada pasien asimtomatik memiliki kejadian yang disesuaikan

menurut umur sebesar 12,7 dan 7 per 100.000 orang per tahun masing– masing

pada laki – laki dan perempuan (Fauci et al, 2008).

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh United States Department of

Health, Education and Welfare in the United States dari tahun 1971 hingga 1975.

Tiga puluh satu radiografi menunjukkan Paget’s disease pada tulang. Paget’s

disease pada coxae hadir dalam 27 (sekitar 87%) radiograf. Dari mereka tanpa

keterlibatan coxae, satu menderita Paget’s disease pada vertebra lumbalis

keempat dan femur proksimal sinistra, satu memiliki keterlibatan femoralis

proksimal sinistra, satu orang vertebra lumbalis kelima yang terlibat, dan satu

memiliki vertebra lumbalis kedua yang terlibat. Radiografi, keterlibatan coxae

sebelah hadir di 12 dari 27 (sekitar 44%) dari mereka yang terkena Paget’s

disease pada coxae itu (Attman et al, 2000).

1

Page 2: BAB I-DAPUS Paget's Disease

BAB IIISI

1. Definisi

Paget’s disease (osteitis deformans) adalah suatu gangguan pada tulang

yang ditandai dengan aktivitas osteoklastik lokal yang tinggi dan resorpsi

tulang, diikuti oleh pembentukan tulang yang berlebihan dengan hasil akhir

deformitas tulang akibat penimbunan tulang abnormal tak stabil yang

berlebihan (Kumar, 2007).

2. Etiologi

Penyebab dari Paget’s disease tidak diketahui secara pasti, akan tetapi

bukti penelitian mendukung penyebabnya adalah dari faktor genetik dan

virus. Riwayat keluarga positif ditemukan pada 15 – 25% pasien dan ada

yang prevalensinya meningkat 7 – 10 kali lipat pada kalangan kerabat tingkat

pertama (Fauci et al, 2008).

3. Faktor Resiko

Faktor resiko Paget’s disease yaitu (Fauci et al, 2008) :

a. Genetik

Orang dengan anggota keluarga yang masih satu garis keturunan

memiliki resiko terkena Paget’s disease 0.8 kali lipat dibandingkan

dengan orang yang tidak memiliki riwayat keluarga dengan Paget’s

disease.

b. Usia

Seseorang yang berusia > 40 tahun akan lebih mudah terkena Paget’s

disease.

c. Ras

Ras Kaukasoid (bangsa Eropa) lebih mudah terkena Paget’s disease

dibandingkan bangsa lain seperti Mongolian, Negro, Indian, dan Arab.

d. Jenis kelamin

Jenis kelamin laki-laki lebih sering terkena Paget’s disease

dibandingkan perempuan.

2

Page 3: BAB I-DAPUS Paget's Disease

4. Patogenesis

Penyebab Paget’s disease tidak diketahui. Namun, kecenderungan

genetik untuk Paget’s disease telah banyak dijelaskan dalam penelitian.

Sekitar 40% dari pasien dengan Paget’s disease memiliki keluarga satu garis

keturunan (contohnya: anak) yang terkena dampak, dan sejumlah besar

keluarga dengan transmisi vertikal dari Paget’s disease dan pola dominan

autosomal dari warisan telah dijelaskan. Setidaknya enam lokus genetik telah

dikaitkan dengan Paget’s disease, diantaranya pada kromosom 18q, 23q, 24q.

Faktor genetik memainkan peran penting dalam mutasi atau polimorfisme

terkait empat gen yang menyebabkan Paget’s disease, yaitu TNFRSF11A

mengkode RANK, TNFRSF11B mengkode osteoprotegerin, VCP mengkode

p97, dan SQSTM mengkode p62. Semua gen tersebut berperan dalam jalur

RANK-NF kappa B sinyal dan memungkinkan terjadinya aktivitas osteoklas

meningkat. Kelainan genetik yang paling sering adalah mutasi pada gen

sequestosome-1 (SQSTM1) atau dikenal sebagai p62. SQSTM1 mutasi telah

terdeteksi pada 30% pasien dengan Paget’s disease familial dan pada 10%

pasien dengan Paget’s disease sporadis. Meskipun penetrasi untuk Paget’s

disease tinggi, hal ini dapat bervariasi dalam keluarga dengan kecenderungan

genetik. Bisa saja pasien tua dengan SQSTM1 mutasi tidak memiliki bukti

Paget’s disease, meskipun homozigot mereka telah mengalami mutasi.

Jaringan selular utama kelainan pada Paget’s disease berada di osteoklas.

Sel-sel ini mengandung inklusi nukleus yang menyerupai nucleocapsid

paramyxoviral. Kedua virus campak dan protein virus syncytial pernapasan

nukleokapsid dan transkrip telah dideteksi dalam osteoklas dari pasien

dengan Paget’s disease, tetapi beberapa penelitian tidak dapat membuktikan

hubungan deteksi transkrip paramyxoviral atau protein dalam osteoklas

pagetik. Namun demikian, dalam studi in vitro dimana prekursor osteoklas

normal transfected dengan transkrip virus campak atau terinfeksi virus

campak telah menunjukkan bahwa prekursor osteoklas mengandung virus

campak gen nukleokapsid dapat membentuk pagetik seperti osteoklas (Lyles,

2001; Pathol, 2006; Fauci et al, 2008).

3

Page 4: BAB I-DAPUS Paget's Disease

5. Patofisiologi

Inti dari keabnormalan pada Paget’s disease ini adalah peningkatan

jumlah dan aktivitas dari osteoklas. Osteoklas pada Paget’s disease sangat

besar, meningkat antara 10 hingga 100 kali dari osteoklas normal. Selain itu

pada Paget’s disease, jumlah osteoklasnya juga meningkat drastis, biasanya

ditemukan 100 nukleus, bila pada osteoklas normal hanya ditemukan 3 – 5

buah nucleus (Fauci et al, 2008).

Karena jumlah dan ukurannya yang melebihi normal, menyebabkan

osteoklas overaktif, padahal kita ketahui fungsi dari osteoklas sendiri adalah

resorpsi mineral tulang. Sehingga pada Paget’s disease terjadi peningkatan

resorpsi/absorbs hingga 9 g per hari (normalnya 1 g per hari). (Fauci et al,

2008).

Selain kelainan terjadi pada osteoklas, pada Paget’s disease juga terjadi

keabnormalan secara fisiologi pada prekusor. Penelitian telah menemukan

beberapa perbedaan antara pasien Paget’s disease dan orang sehat. Fenotip

dari Paget’s disease diketahui dari hipersensitivitas dari prekusor osteoklas

terhadap beberapa osteoclastogenic factor termasuk 1,25-(OH)2D3 (49, 50)

and RANKL (50, 51). Berdasar penelitian dari lesi pengidap Paget’s disease

terjadi peningkatan TAFII-17 yang dicurigai bertanggung jawab atas

hipersensitivitas dari prekusor osteoklas terhadap 1,25-(OH)2D3. TAFII – 17

sendiri adalah komponen dari faktor transkripsi TAFIID complex yang

berikatan dengan reseptor vitamin D. (Roodman, 2005).

Untuk mengimbangi peningkatan osteoklas tubuh memproduksi

osteoblas dengan jumlah yang besar pula. Sehingga terbentuk matrix tulang

baru dalam jumlah besar. Pada akhirnya masa tulang justru bertambah dan

bukan berkurang sehingga menimbulkan deformitas (Fauci et al, 2008).

Karakteristik dari Paget’s disease sendiri adalah peningkatan resorpsi

tulang diikuti formasi tulang baru. Biasanya dibagi dalam 3 fase, fase pertama

atau fase inisial melibatkan prominen resorpsi tulang dan hipervaskularisasi.

Jika dilihat secara radiografi hal ini menunjukan irisan/potongan lisis atau lesi

blade of grass. Fase kedua periode adalah fase dimana resorpsi dan formasi

penggantian matrix normal tulang yang sangat aktif dan mengganti menjadi

4

Page 5: BAB I-DAPUS Paget's Disease

Fraktur

MenekanradikssarafNYERI

Deformitas

tulang haphazard (woven), hal ini menyebabkan lebih mudah untuk fraktur.

Fase final sclerosis, resorpsi tulang berkurang drastis dan menimbulkan

tulang yang keras, padat, tetapi sedikit vaskularisasi (Fauci et al, 2008).

Bagan pathogenesis dan patofisiologis Paget’s disease :

Bagan 1. Patogenesis dan Patofisiologi Paget’s disease

6. Gambaran Histopatologi

Paget’s disease bisa muncul sebagai lesi soliter (monostotik) atau terjadi

pada berbagai tempat di tulang (poliostotik) seperti di tulang aksial termasuk

vertebrae, cranium, dan pelvis. Femur dan tibia bagian proksimal juga

termasuk bentuk poliostotik. Gambaran histologi yang khas yaitu adanya pola

mozaik pada lamella tulang (seperti puzzle) karena susunan lamella yang

tidak teratur dan disebabkan karena tulang baru dan tulang lama saling

melekat secara tidak teratur (Kumar, 2007).

Paget’s disease merupakan contoh penyakit yang disebabkan karena

gangguan proses remodeling tulang. Penyakit ini terdiri dari tiga fase (Rubin

et al, 2009; Kumar, 2007) :

5

Faktor predisposisi (genetik dan virus)

↑ jumlah dan ukuran osteoklas

Osteoklas overaktif

↑ resorpsi tulang

Terbentuk osteoblas

↑ terbentuknya matriks tulang baru

↑ massa tulang

Page 6: BAB I-DAPUS Paget's Disease

a. Fase lisis awal

Pada fase ini terjadi penyebaran luas osteolisis dengan fibrosis sumsum

tulang dan dilatasi sinusoid pada sumsum tulang. Osteoklas dan lakuna-

lakuna howship yang berhubungan jumlahnya sangat banyak dan

mengalami pembesaran abnormal.

b. Fase campuran aktivitas osteoblas dan osteoklas

Pada fase ini terdapat aktivitas osteoblas dan osteoklas yang irregular.

Osteoklas tetap ada di fase campuran, tetapi permukaan tulang menjadi

dilapisi oleh tonjolan osteoblas. Sumsum tulang digantikan oleh jaringan

ikat longgar yang mengandung sel osteoprogenitor sama

c. Fase burnt-out

Fase ini ditandai dengan aktivitas seluler yang menurun.

Paget’s disease disebabkan oleh gangguan dari percepatan remodeling.

Gambaran histologisnya yaitu adanya osteitis fibrosa, osteoklas yang

jumlahnya meningkat, osteoblas aktif dalam jumlah besar, dan ditemukan

fibrosis sumsum tulang peritrabekular. Remodelling yang cepat menyebabkan

gangguan pada bangunan trabekula. Osteoklas adalah sel yang bersifat

patologis pada Paget’s disease, dan kemunculannya menjadi karakteristik

dari penyakit ini. Osteoklas normal jumlah nukleusnya hanya lusinan, tetapi

pada Paget’s disease jumlahnya mencapai lebih dari 100. Nukleus dapat

mengandung partikel seperti virus. Tanda khas untuk penegakan diagnosis

Paget’s disease yaitu adanya susunan lamella tulang yang abnormal sehingga

pembentukan tulang ireguler, mirip seperti puzzle yang dipisahkan oleh

tonjolan cement line (Rubin et al, 2009).

Gambar 1. Pola mozaik lamella tulang (Praktikum Patologi Anatomi, 2011)

6

Page 7: BAB I-DAPUS Paget's Disease

Keterangan gambar 1 (Praktikum Patologi Anatomi, 2011):

a. Panah biru tipis : trabekula terlihat melebar, disertai garis-garis endapan

yang tidak teratur atau dikenal dengan istilah ”Mosaic pattern”. Struktur

ini terjadi akibat adanya resorpsi dan pembentukan tulang yang berulang-

ulang.

b. Panah biru tebal : di antara trabekula tulang, tampak jaringan ikat

miksomatosa dengan pembuluh darahnya yang melebar dengan lapisan

osteoblas pada permukaan trabekula yang membentuk tulang baru.

c. Panah biru dobel : tampak pula resorpsi tulang secara aktif oleh osteoklas.

7. Penegakan Diagnosis

a. Anamnesis

Anamnesis dilakukan pada Paget’s Disease yang hasilnya nyeri

kepala disebabkan oleh pembentukan tulang baru yang tidak sempurna,

menebal di dalam ruang cranium sehingga menghasilkan munculnya

cotton-wool. Nyeri punggung ditemukan dan mungkin berkaitan dengan

fraktur vertebra dan penekanan radiks saraf. . Pasien yang mengalami

penyakit ini sebagian mengalami lesi tulang hipervaskular awal

menyebabkan kulit dan jaringan subkutis di atasnya hangat. Hasil yang

didapatkan pada anamnesis sebagai berikut (Kumar, 2006):

1) Nyeri tulang, terutama pada vertebrae atau pelvis

2) Nyeri sendi saat tulang yang terkena Paget’s disease berada di dekat

sendi, sehingga menyebabkan kerusakan kartilago dan osteoarthritis.

b. pemeriksaan fisik

Paget’s disease pada tulang biasanya asimtomatik. Episode berulang

penguraian tulang yang cepat diikuti oleh periode pembentukan tulang

yang singkat. Tulang baru menjadi tebal dan kasar, dan proses ini

menyebabkan deformitas struktural dan kelemahanPeningkatan curah

jantung menjadi hipervaskularitas, pada penyakit yang luas. Fase

proliferasi, umumnya pasien mengalami nyeri kepala, pembesaran kepala,

gangguan penglihatan, dan ketulian yang semuanya disebabkan oleh

deformitas tulang tengkorak dan penekanan saraf kranialis. Deformitas,

7

Page 8: BAB I-DAPUS Paget's Disease

yang ditunjukkan dari tibia yang membungkuk dan perubahan pada

cranium (Kumar, 2006; Kumar, 2007).

Gambar 5. Deformitas tibia (Kumar & Clark, 2006).

c. Pemeriksaan Penunjang

a) Radiologis

Diagnosis Paget’s disease terutama adalah secara radiologis. Foto

polos berharga dalam mendiagnosis komplikasi penyakit sekunder

Paget’s disease sperti artitis atau fraktur.Ada beberapa hal yang

direkomendasikan mengenai foto polos (Kertia, 2006) :

1) Diagnosis Paget’s disease dapat ditegakan dengan foto polos dari

minimal satu area tulang pada semua pasien dalam kondisi ini.

2) Survei tulang menyeluruh tidak tepat untuk menegakan luasnya

keterlibatan skeletal.

3) Area yang nyeri pada Paget’s disease harus diperiksa dengan foto

polos untuk menentukan apakah ada penyebab yang

mendasarinya.

Pada pemeriksaan X-Ray ditemukan penebalan trabekula dan

hilangnya jarak antara korteks dan trabekula (de-diferensiasi) (Kumar,

2006).

8

Page 9: BAB I-DAPUS Paget's Disease

Pemeriksaan radiologis foto polos tulang tengkorak terdapat

gambaran osteoporosis sirkumpskripta terutama pada bagian frontal

dan oksipital (pada fase osteolitik). Pada tulang panjang, terdapat

gambaran flame shaped atau blade of grass disertai penebalan korteks

dan trabekula yang kasar (Vellenga, 2004).

Gambar 7. Cotton-wool pada cranium (Goldman, 2007).

Gambar 8. Deformitas tibia dengan penebalan korteks (Whyte, 2006)

b) Biokimiawi

Evaluasi biokimiawi berguna pada penegakan diagnosis dan

manajemen Paget’s disease. Peningkatan marker turnover dapat

dimonitor menggunakan marker biokimiawi formasi dan resorpsi

tulang. Peningkatan serum Alkaline Phosphatase (ALP) dan kadar

hidroksiprolin pada urin merupakan marker dari formasi dan resorpsi,

tulang. Paget’s disease pada pasien dengan peningkatan ALP yang

tinggi (10x lebih tinggi dari kadar normal) sudah mencapai cranium

9

Page 10: BAB I-DAPUS Paget's Disease

dan setidaknya satu tempat skeletal yang lain. Jika terjadi penurunan

ALP, maka kemungkinan penyakit tersebut berada pada fase istirahat

(laten). Pada pasien dengan gejala yang sudah tampak dan

progresivitas perkembangan penyakit yang sudah sampai ke tulang

yang lain menunjukkan kadar ALP total normal, tetapi terjadi

peningkatan kadar ALP spesifik. Marker osteokalsin untuk formasi

tulang tidak selalu menunjukkan peningkatan pada pasien Paget’s

disease, sehingga tidak direkomendasikan dilakukan pemeriksaan

osteokalsin. Kadar serum kalsium dan fosfat pada penderita masih

dalam batas normal (Fauci et al, 2008).

Beberapa pedoman yang dapat digunakan dalam pemeriksaan

biokimiawi adalah (Kertin, 2006) :

1. Pada pasien dengan Paget’s disease, namun tanpa peningktan

aktivitas alkaline fosfotase total dalam plasma, maka

direkomendasikan penggunaan alkaline fosfotase spesifik tulang

sebagai marker dari turnover tulang.

2. Pada pasien dengan penyakit hepar, direkomendasikan

pengguanaan alkali fosfatase spesifik tulang untuk memonitor

aktivitas Paget’s disease.

Nilai normal Alkali Fosfotase (ALP), ada berbagai kriteria yaitu

(Goodner, 1994):

Dewasa : 4-12 unit / 100 ml (King-Amstrong)

1,5-4,5 U/ 100 ml (Bodansky)

0,8-2,3 U / 100 ml (Bessy Lowry)

25-92 U / L pada 30 0C (Unit SI)

c) Histologis

Biopsi tulang jarang dibutuhkan untuk menegakan diagnosis

Paget’s disease. Kadang, pemeriksaan ini bermanfaat dalam

membedakan metastase osteoblastik atau osteosarkoma (Kertin,

2006).

10

Page 11: BAB I-DAPUS Paget's Disease

8. Penatalaksanaan

a. Terapi Lama

Terapi spesifik untuk Paget’s disease bertujuan untuk menurunkan

turn over abnormal tulang dengan menggunakan obat jenis Bisfosfonat

dan kalsitonin.

1) BisfosfonatBekerja dengan dua mekanisme dasar utama yang berbeda, yaitu

bifosfonat yang mengandung nitrogen seperti Alendronat,

Risedronat dan Pamidronat yang dapat menghambat enzim dari jalur

melanovat. Inhibisi jalur ini menghambat resorptif dan memicu

apoptosis. Bifosfonat tidak mengandung nitrogen seperti etidronat,

Tiludronat dan klodronat yang dapat mengga nggu jalur metabolic

seluler dan juga memicu kematian sel dengan apoptosis. Semua

bifosfonat hanya sedikit di absorbs di traktus gastrointestinal, yang

akan berkombinasi dengan kalsium yang ada dalam lambung

sehingga absorbsinya terhambat. Jika bifosfonat diberikan melalui

per oral, maka perlu diperhatikan agar tidak tidak diberikan

bersamaan dengan makanan atau minuman yang mengandung

kalsium. Nama dagang dari obat bifosfonat bermacam, yaitu (Kertin,

2006):

a) EtidronatEtidronat adalah bisfosfonat pertama yang digunakan dalam

Paget’s disease. Ketika diberikan per oral dalam dosis antara 5

dan 20 mg/kg per hari, untuk menghindari defek mineralisasi,

kini dapat diberikan dalam dosis 400 mg/hari selama tidak lebih

dari 6 bulan. Dibawah ini obat – obat yang termasuk jenis

etidronat (Kertin, 2006):

i. PamidronatSecara original dapat diberikan secar per oral. Namun

tingginya insidensi efek samping saluran cerna

mengakibatkan penggunaannya lebih banyak sebagai infuse

intravena. Diberikan tiga infuse 60 mg dengan interval 2

minggu atau infuse dari 30 mg dengaan interval waktu yang

11

Page 12: BAB I-DAPUS Paget's Disease

sama. Meskipun Pemidronat secara umum dapat ditoleransi

dengan baik, obat ini berhubungan dengan kejadian reaksi

febris setelah terapi intravena, dan paling sering terjadi

setelah infuse pertama.

ii. TiludronatMerupakan bifosfonat yang mengandung sulfur, secara

normal agen ini diberikan selama 3 bulan 400 mg sebagai

dosis oral tunggal per hari. Tiludrronat biasanya dapat

ditoleransi dengan baik, namun kadang menyebabkan diare.

iii. RisedronatAdalah bifosfonat yang mengandung nitrogen, dan

diberikan sebagai dosis tunggal 30 mg per hari selama 2

bulan.

iv. KlidronatKlidronat adalah generasi pertama yang diijinkan di

UK untuk penggunaan hiperkalsemia maligna. Dalam

Paget’s disease,jika diberikan secara per oral atau

intravena, mampu menurunkan turnover tulang dan

memperbaiki symptom pagetik.

v. AlendronatMerupakan generasi ketiga dari bifosfonat. Dosis biasa

adalah 40 mg/hari selama 6 bulan, jika diberikan dengan

infus atau per oral maka berkaitan dengan

penurunanturnover tulang secara bermakna, yang diikuti

deengan perbaikan nyeri tulang.

vi. Ibandronat Adalah bifosfonat baru yang poten. Dengan car injeksi

tunggal 2 mg, dan mampu meensupresi aktivita Paget’s

disease.

Berikut adalah tabel daftar bifosfonat beserta dosis dan cara

pemakaian :

12

Page 13: BAB I-DAPUS Paget's Disease

Tabel

1. Daftar bifosfonat (Goldman, 2006).

2) KalsitoninKalsitonin adalah peptide 32-asam amino yang disekresikan

oleh sel C tiroid. Kalsitonin dapat menghambat resorpsi tulang

dengan aksi langsung terhadap osteoklas, yang dimediasi oleh

reseptorreseptor yang ditemukan dalam sel-sel tersebut. Sebelum

adanya bifosfonat, kalsitonin adalah terapi pilihan untuk managemen

Paget’s disease. Sebagai polipeptida, kalsitonin cepat dirusak dalam

saluran gastrointestinal dan perlu diberikan secara parenteral.

Awalnya ini dilakukan dengan menggunakan injeksi subkutan dan

intramuscular, namun karena memberikan efek samping berupa

flushing, nausea dan vomitus. Aktivitasnya lebih lemah, durasi aksi

yang lebih pendek dan efek samping yang lebih banyak dari pada

bifosfonat. Salah satu obat kalsitonin adalah plikamisin (dulunya

mitramisin) adalah antibiotika sitotoksika yang mampu mengahmbat

aktivitas osteoklas (Kertin, 2006).

3) Pembedahan

Osteotomi (pergantian sendi) digunakan untuk mengobati

fraktur dan memperbaiki deformitas tulang yang bungkuk.

Pembedahan juga mengurangi komplikasi neurologi dari

pertumbuhan berlebihan pada tulang yang terkena Paget’s disease

yang menyebabakan kompresi radiks saraf. Sebelum dilakukan

pembedahan, pasien biasanya diterapi menggunakan bifosfonat

untuk menurunkan vaskularisasi dan aktivitas tulang sehingga

mencegah perdarahan. Injeksi intra artikular lidokain berguna untuk

membedakan apakah kelainan terjadi pada tulang atau sendi. Bedah

13

Page 14: BAB I-DAPUS Paget's Disease

saraf diperlukan jika mengenai vertebrae. Jika terjadi osteosarkoma,

harus diamputasi dengan terlebih dahulu dilakukan eksisi luas dan

menyelamatkan ekstremitas di bagian distal (Kumar, 2006;

Goldman, 2007).

b. Terapi Baru

Alendronat dan risedronat merupakan obat antiresorptif yang

berpotensi mengobati Paget’s disease dibandingkan dengan pemberian

pamidronat intravena. Studi kasus di Jepang membuktikan bahwa

pemakaian alendronat dosis rendah, yakni 5 mg/hari selama 6 bulan lebih

efektif dibandingkan dengan pemberian dosis lama yakni 40 mg/hari.

Pada ras kaukasian, pemberian alendronat sebaiknya cukup 10 mg/hari

(Iba et al, 2010).

9. Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi apabila Paget’s disease tidak ditangani

dengan baik yaitu :

a. Tuli

Kehilangan pendengaran pada satu atau kedua telinga dapat terjadi jika

Paget’s disease mengenai cranium dan tulang di sekeliling telinga dalam

(NIAMS, 2011).

b. Gagal jantung

Pada beberapa kasus, ditemukan kerja jantung untuk memompa

meningkat pada tulang yang terkena Paget’s disease. Namun,gagal

jantung hanya terjadi jika penderita juga mengalami pengerasan pada

arteri. Paget’s disease berhubungan dengan peningkatan resorpsi dan

formasi tulang, yang dapat memicu meningkatnya aliran darah di dalam

tulang dan jaringan di sekelilingnya. Hal ini dapat menutup dan

menurunkan tahanan vaskuler perifer sehingga dapat memicu gagal

jantung. (Mehta, 2009; NIAMS, 2011).

c. Hiperkalsemia

Proses remodeling tulang yang berlangsung cepat secara abnormal dapat

meningkatkan kadar kalsium di dalam darah (hiperkalsemia).

Hiperkalsemia hanya terjadi pada pasien Paget’s disease yang bed rest di

14

Page 15: BAB I-DAPUS Paget's Disease

tempat tidur setelah operasi atau fraktur. Hiperkalsemia merupakan

komplikasi yang jarang terjadi (Anonym, 2011).

d. Sarkoma

Sarkoma adalah jenis kanker yang diawali dari sel tulang. Komplikasi ini

sangat jarang, hanya 1 dari 1000 penderita dan komplikasi ini biasanya

muncul setelah bertahun-tahun pasien terdiagnosis Paget’s disease

(Anonym, 2011).

e. Arthritis

Arthritis terjadi pada tulang panjang di sekitar kaki yang menjadi

bengkok, tulang menjadi tidak sejajar, dan tekanan di sekitar sendi

menjadi meningkat. Tulang yang terkena Paget’s disease membesar

karena sendi harus menopang beban yang berat. Kalau sudah seperti ini,

nyeri diakibatkan karena kombinasi dari Paget’s disease dan

osteoarthritis (NIAMS, 2011).

10. Prognosis

Prognosis Paget’s disease tergantung dari reaksi penderita terhadap

pengobatan dan komplikasi yang ditimbulkan pada pasien. Prognosis Paget’s

disease yaitu (Goldman, 2007; Eckman, 2009) :

a. Prognosis Baik

Prognosis baik jika pasien diberikan pengobatan teratur karena

dengan pengobatan dapat mengontrol penyebaran penyakit dan

menghilangkan gejala seperti nyeri tulang. Sebagian besar nyeri tulang

pada Paget’s disease merupakan hasil dari radang sendi atau nyeri sendi

akibat deformitas tulang. Pengobatan teratur dapat menurunkan

abnormalitas biokimiawi, menjadikan aktivitas alkalin fosfatase

mendekati normal, dan memperbaiki sindrom neurologik yang

berhubungan dengan penyakit ini.

b. Prognosis Buruk

Prognosis buruk jika tidak diobati. Lesi bisa menyebar dan menjadi

lebih besar. Beberapa pasien mungkin juga memerlukan operasi

pergantian sendi jika setelah diberikan analgesik atau terapi lain ternyata

15

Page 16: BAB I-DAPUS Paget's Disease

tidak menunjukkan hasil yang maksimal. Selain itu, prognosis buruk

terjadi jika Paget’s disease sudah berkembang menjadi osteosarkoma.

16

Page 17: BAB I-DAPUS Paget's Disease

BAB IIIKESIMPULAN

1. Paget’s disease mempunyai prevalensi yang tinggi pada penduduk Eropa

Barat, selain itu penyakit ini lebih banyak menyerang laki – laki dari pada

perempuan serta kasusnya banyak ditemukan pada orang yang berumur diatas

40 tahun.

2. Paget’s disease merupakan gangguan pada tulang yang ditandai dengan

peningkatan resorpsi tulang sehingga diimbangi dengan pembentukan tulang

baru yang juga berlebihan.

3. Penyebab Paget’s disease belum diketahui secara pasti, tetapi prevalensinya

meningkat pada hubungan kekerabatan yang dekat.

4. Paget’s disease memiliki faktor resiko genetik, ras, usia, dan jenis kelamin.

5. Penyebab Paget’s disease adalah adanya mutasi dari genetik terutama gen

SQSTM1 dan adanya overaktivasi osteoklas yang menyebabkan

bertambahnya produksi osteoblas.

6. Akibat dari peningkatan osteoklas dan osteoblas menimbulkan fraktur dan

deformitas pada tulang yang terkena Paget’s disease dan apabila menekan

radiks saraf dapat menyebabkan nyeri.

7. Paget’s disease memiliki tiga fase yaitu fase lisis awal, fase campuran

osteoblast dan osteoklast, dan fase burnt out serta memiliki gambaran

histopatologi yang khas yaitu adanya pola mozaik.

8. Penegakan diagnosis Paget’s disease didapatkan dari anamnesis yaitu nyeri

pada tulang dan sendi, pada pemeriksaan fisik ditemukan deformitas,

pemeriksaan penunjang dilakukan foto polos tulang dengan adanya trabekula

dan hilangnya jarak antara korteks dan trabekula.

9. Terapi Paget’s disease dapat menggunakan bifosfonat dan kalsitonin yang

bertujuan untuk menurunkan turn over abnormal tulang. Pembedahan

dilakukan untuk mengurangi komplikasi neurologi.

10. Komplikasi yang terjadi apabila Paget’s disease tidak ditangani dengan baik

antara lain tuli, gagal jantung, hiperkalsemia, sarkoma, dan arthritis.

11. Prognosis Paget’s disease baik apabila dilakukan pengobatan teratur, dan

menjadi buruk apabila tidak mendapat terapi.

17

Page 18: BAB I-DAPUS Paget's Disease

DAFTAR PUSTAKA

Anonym. 2011. Complications of Paget's disease. Diakses di http://www.nhs.uk/. Diakses tanggal 30 November 2011.

Attman, R.D., et al. 2000. Prevalence of Pelvic Paget’s Disease of Bone in The United States. Journal of Bone and Mineral Research.15 : 461 – 465.

Eckman, Ari S. 2009. Paget’s disease of the Bone. Diakses di http://www.nlm.nih.gov/. Diakses tanggal 30 November 2011.

Fauci, Anthony S., et al. 2008. Harrison's Principles of Internal Medicine Seventeenth Edition. USA: Mc-Graw Hill.

Goldman L, Ausiello D. 2007.Cecil Textbook of Medicine. 23rd ed. Philadelphia, Pa: Saunders Elsevier.

Goodner, Brenda, Linda Skidmore. 1994. The nurse’s survival guide : complete clinical quic reference guide. Jakarta : EGC.

Iba, Kousuke., et al. 2010. Five-year follow-up of Japanese patients with Paget’s disease of the Bone after Treatment with Low-dose Oral Alendronate : a case series. Journal of Medical Case Reports. 4 : 1-6.

Kertin, Nyoman.2006. Ilmu Penyakit Dalam : Paget’s disease. Jakarta : Pusat Penerbitan FKUI

Kumar, Parveen., Michael Clark. 2005. Clinical Medicine 6th ed. USA : Saunders Ltd.

Kumar, Abbas., Fausto Mithcell. 2007. Robbins Basic Pathology 8th ed. Philadelphia, Pa: Saunders Elsevier.

Lyles, Kenneth W. 2001. A clinical Approach to Diagnosis and Management of Paget’s Disease of bone. Journal of Bone and Mineral Research. 16 : 1379 – 1387.

Mehta, P.A., S.W. Dubrey., 2009. High Output Heart Failure. Q J Med : 235-241.

NIAMS (National Institute of Arthritis and Musculoskeletal and Skin Disease. 2011. Information for Patients About Paget's Disease of Bone. Diakses di http://www.niams.nih.gov/. Diakses tanggal 30 November 2011.

Pathol, Am J. 2006. p62 Ubiquitin Binding-Associated Domain Mediated the Receptor Activator of Nuclear Factor-κB Ligand-Induced Osteoclast Formation. A New Insight into the Pathogenesis of Paget’s Disease of Bone. 169(2): 503–514.

18

Page 19: BAB I-DAPUS Paget's Disease

Praktikum Patologi Anatomi. 2011. Praktikum Patologi Anatomi Blok DMS. Purwokerto: FK Unsoed.

Roodman, G David., Jolene J. Windle. 2005. Paget’s Disease of Bone. Journal of Clinical Investigation. 115(2) : 200 – 208.

Rubin, Emanuel, Howard Reisner. 2009. Essentials of Rubin’s Pathology 5th ed.

USA: Lippincott Williams & Wilkins.

Vellenga, J. L R., et al. 2004. Radiological demonstration of healing in Paget’s disease of bone treated with APD. The British Journal of Radiology. 58: 831 – 837.

Whyte, Michael P. 2006. Paget’s Disease of Bone. The New England Journal of Medicine. 355: 594.

19