BAB I

Embed Size (px)

DESCRIPTION

ab

Citation preview

BAB IPENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Pembuatan asap cair diperlukan proses pemurnian berupa distilasi untuk memisahkan tar dan senyawa-senyawa PAH(Polycyclic Aromatic Hydrocarbon) yang berbahaya bagi kesehatan (Darmadji, 2001). Selama ini, proses distilasi yang dijalankan hanya menggunakan satu tingkat kondensor. Ternyata penggunaan satu tingkat kondensor pada proses distilasi beresiko terjadinya peristiwa carry over, yaitu terbawanya senyawa benzo[a]piren pada distilat asap cair selama proses distilasi sehingga distilat asap cair masih berbahaya untuk kesehatan.Asap cair merupakan suatu hasil kondensasi atau pengembunan dari uap hasil pembakaran dari bahan-bahan yang banyak mengandung ligin, selulosa, dan hemiselulosa. Bahan baku yang banyak digunakan antara lain seperti kayu, kulit kayu, tempurung, cangkang sawit, sabut, bambu, daun, dan lain sebagainya. Proses pirolisis ini berjalan secara bertahap diawali dari tahap pertama penghilangan air biomasa pada suhu 120 150oC, diikuti tahap kedua proses pirolisa hemiselulosa pada suhu 150 200oC, kemudian tahap ketiga proses pirolisa selulosa pada suhu 250 300oC, dilanjutkan tahap keempat proses pirolisa lignin pada suhu 400oC. Pada tahap lebih lanjut proses pirolisa akan menghasilkan senyawa-senyawa baru hasil pirolisa produk kondensasi seperti fenol, tar dan senyawa PAH yang terjadi pada suhu lebih dari 500oC ( Girard, 1992 dalam Halim, 2005).Menurut Tranggono dkk. (1996) komponen asap cair mayoritas terdiri dari fenol 5,13%, karbonil 13,28%, dan asam 11,39%. Sedangkan Maga, (1987) dan Pszczola, (1995) melaporkan bahwa lebih dari 400 senyawa dalam asap cair telah teridentifikasi, diantara senyawa tersebut terdapat 48 jenis asam, 21 jenis alkohol, 131 jenis karbonil, 22 jenis ester, 46 jenis furan, 16 jenis keton, dan 71 jenis fenol. Masing-masing senyawa tersebut mempunyai karakteristik (berat molekul, titik didih, tekanan uap, berat jenis, dan sebagainya) yang berbeda ; serta mempunyai sifat fungsional yang berbeda pula.Pada proses pengolahan sawit, disamping menghasilkan CPO (Crude Palm Oil) dan PKO (Palm Kenel Oil), juga diperoleh bahan sisa berupa limbah : tandan kosong (20,55%), serat buah sawit (27,3%), cangkang kelapa sawit (10,2%), dan limbah inti sawit (10,2%) (Saono dan Sastrapradja, 1983). Jika produktifitas rata-rata hasil tandan buah segar yang dihasilkan sekitar 17 ton/ha/th maka akan dihasilkan limbah cangkang sawit 1,73 ton/ha/thn dan pada tahun 2007 dengan luas lahan 6,78 juta ha akan diperoleh 11,73 juta ton cangkang sawit. Cangkang sawit mengandung komponen serat seperti selulosa, hemiselulosa, dan lignin. Ketiga komponen ini apabila mengalami kondensasi dari pirolisisnya akan menghasilkan asap cair yang mengandung senyawa-senyawa fenol, karbonil, dan asam. Menurut Girard (1992), ketiga senyawa tersebut mempunyai sifat fungsional sebagai antibakteri, antioksidan, dan mempunyai peranan dalam memberikan citarasa yang spesifik. Oleh sebab itu cangkang sawit dapat dimanfaatkan sebagai asap cair.Cara pemisahan senyawa-senyawa dengan karakteristik dan sifat fungsional yang diinginkan dan yang tidak diinginkan tersebut, perlu dilakukan distilasi. Menurut Earle (1983), pada proses distilasi dapat terjadi pemisahan komponen-komponen dalam suatu campuran, karena beberapa komponen lebih cepat menguap daripada komponen yang lain. Hal ini berkaitan dengan titik didih komponen yang bersangkutan.Menurut Rahadian (2009), bahwa dengan menggunakan metode distilasi bertingkat yaitu dengan tiga tingkat kondensor diharapkan fraksi asap cair yang didapatkan bebas tar dan senyawa benzo[a]piren dan mampu mencegah terjadinya carry over pada proses distilasi asap cair. Diduga penggunaan tiga tingkat kondensor juga mampu memisahkan distilat asap cair berdasarkan berat molekul senyawa yang terkandung didalamnya. Fraksi distilat asap cair yang dihasilkan dari masing-masing tingkat kondensor diperkirakan mempunyai kondisi operasi yang berbeda-beda.Optimasi kondisi operasi pada distilasi bertingkat digunakan Response Surface Metodology (RSM). RSM telah banyak digunakan oleh peneliti ( Nogales dkk., 2005; Sennayake dan Shahidi, 2002 dalam Suhendra, 2005), karena merupakan teknik statistik yang efektif untuk penelitian pada proses komplek. Response Surface Metodology (RSM) adalah kumpulan teknik matematik dan statistik yang dipergunakan untuk analisis permasalahan pada respon yang dipengaruhi oleh beberapa variabel dan bertujuan untuk memperoleh optimasi respon.

1.2. Tujuan Penelitian1. Mengkaji dan menganalisis pengaruh suhu dan waktu terhadap laju distilasi serta laju produksi fenol, karbonil, asam selama proses distilasi bertingkat.2. Mengevaluasi kondisi operasi yang optimum tiap fraksi untuk menghasilkan laju distilasi dan laju produksi fenol, karbonil, asam pada distilat asap cair yang dihasilkan.

1.3. Manfaat Penelitian1. Tersedianya informasi mengenai kondisi optimal proses distilasi bertingkat asap cair dari cangkang kelapa sawit.2. Memberikan gambaran tentang pengaruh perubahan suhu dan waktu distilasi terhadap laju distilasi dan laju produksi kadar kimia asap cair selama proses distilasi bertingkat.

4