14
BAB I PENDAHULUAN I. LATAR BELAKANG Pielonefritis merupakan infeksi bakteri piala ginjal dan jaringan intertisial dari salah satu atau kedua ginjal. Penelitian yang dilakukan oleh Dr. Ya Yun Huang dan rekan dari Department of Pediatrics and Institute of Clinical Medicine, National Cheng Kung University Medical College and Hospital , Taiwan, memperlihatkan bahwa pemberian methylprednisolone, bersamaan dengan terapi antibiotika, secara bermakna mengurangi kejadian dan/atau derajat pembentukan jaringan parut pada pasien pediatrik pasca pielonefritis akut. Hasil penelitian ini juga telah dipublikasikan pada jurnal Pediatrics edisi bulan Agustus 2011. ISK (infeksi saluran kemih) merupakan masalah yang sering terjadi pada anak-anak. Hampir dua pertiga pasien dengan demam ISK mengalami pielonefritis akut. Pembentukan jaringan parut di ginjal setelah pielonefritis akut dapat disertai dengan sequelae jangka panjang, seperti hipertensi, gangguan fungsi ginjal, toksemia dalam kehamilan, dan penyakit ginjal kronik stadium akhir. Kemungkinan terjadinya pembentukan jaringan ikat setelah pielonefritis akut berkisar antara 26,5% hingga 57%. Banyak data memperlihatkan bahwa kerusakan jaringan ginjal yang sifatnya menetap lebih disebabkan karena proses inflamasi yang terjadi, dibandingkan dengan bakteri penyebab pielonefritis itu sendiri. Karena itu, pencegahan pembentukan jaringan ikat setelah pielonefritis akut bukan hanya bergantung pada diagnosa dan terapi yang cepat, namun juga bergantung pada pencegahan respons inflamasi yang merusak jaringan ginjal. Berdasarkan hasil penelitian pielonefritis lebih sering terjadi pada anak perempuan dibandingkan dengan anak laki- laki. Karena bentuk uretranya yang lebih pendek dan letaknya berdekatan dengan anus. Studi epidemiologi menunjukkan adanya bakteriuria yang bermakna pada 1% sampai 4% gadis pelajar. 5%- 10% pada perempuan usia subur, dan sekitar 10% perempuan yang usianya telah melebihi 60 tahun. Pada hampir 90% kasus, pasien adalah perempuan. Perbandingannya penyakit ini pada perempuan dan laki-laki adalah 2 : 1.

BAB I

Embed Size (px)

DESCRIPTION

asaa

Citation preview

Page 1: BAB I

BAB IPENDAHULUAN

       I.            LATAR BELAKANGPielonefritis merupakan infeksi bakteri piala ginjal dan jaringan intertisial dari salah

satu atau kedua ginjal.Penelitian yang dilakukan oleh Dr. Ya Yun Huang dan rekan dari Department of

Pediatrics and Institute of Clinical Medicine, National Cheng Kung University Medical College and Hospital, Taiwan, memperlihatkan bahwa pemberian methylprednisolone, bersamaan dengan terapi antibiotika, secara bermakna mengurangi kejadian dan/atau derajat pembentukan jaringan parut pada pasien pediatrik pasca pielonefritis akut. Hasil penelitian ini juga telah dipublikasikan pada jurnal Pediatrics edisi bulan Agustus 2011.

ISK (infeksi saluran kemih) merupakan masalah yang sering terjadi pada anak-anak. Hampir dua pertiga pasien dengan demam ISK mengalami pielonefritis akut.  Pembentukan jaringan parut di ginjal setelah pielonefritis akut dapat disertai dengan sequelae jangka panjang, seperti hipertensi, gangguan fungsi ginjal, toksemia dalam kehamilan, dan penyakit ginjal kronik stadium akhir. Kemungkinan terjadinya pembentukan jaringan ikat setelah pielonefritis akut berkisar antara 26,5% hingga 57%. Banyak data memperlihatkan bahwa kerusakan jaringan ginjal yang sifatnya menetap lebih disebabkan karena proses inflamasi yang terjadi, dibandingkan dengan bakteri penyebab pielonefritis itu sendiri. Karena itu, pencegahan pembentukan jaringan ikat setelah pielonefritis akut bukan hanya bergantung pada diagnosa dan terapi yang cepat, namun juga bergantung pada pencegahan respons inflamasi yang merusak jaringan ginjal.

Berdasarkan hasil penelitian pielonefritis lebih sering terjadi pada anak perempuan dibandingkan dengan anak laki-laki. Karena bentuk uretranya yang lebih pendek dan letaknya berdekatan dengan anus. Studi epidemiologi menunjukkan adanya bakteriuria yang bermakna pada 1% sampai 4% gadis pelajar. 5%-10% pada perempuan usia subur, dan sekitar 10% perempuan yang usianya telah melebihi 60 tahun. Pada hampir 90% kasus, pasien adalah perempuan. Perbandingannya penyakit ini pada perempuan dan laki-laki adalah 2 : 1.

    II.            TUJUANA.    TUJUAN UMUM

Mahasiswa mampu menjelaskan asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan sistem perkemihan.

B.     TUJUAN KHUSUSSetelah dilaksanakan diskusi, pembuatan makalah dan dipresentasikannya asuhan keperawatan klien dengan  pielonefritis, diharapkan mahasiswa mampu:

a.       Menjelaskan pengertian dan penyebab dari pielonefritisb.      Menjelaskan tanda dan gejala yang dirasakan akibat penyakit pielonefritisc.       Mengetahui asuhan keperawatan yang diberikan pada pasien pielonefritis

Page 2: BAB I

d.      Mahasiswa dapat melakukan pengkajian keperawatan.e.       Mahasiswa dapat melakukan diagnosa keperawatan.f.       Mahasiswa dapat melakukan intervensi keperawatan.g.      Mahasiswa dapat melakukan implementasi keperawatan.h.      Mahasiswa dapat melakukan evaluasi keperawatan.

Page 3: BAB I

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

I.                   PENGERTIANPielonefritis merupakan infeksi bakteri yang diakibatkan oleh sejenis bakteri pada pelvis ginjal, tubulus, dan jaringan intestinanl dari salah satu atau kedua ginjal. Pielonefritis dapat terjadi secara akut maupun kronik.

(Brunner dan Suddart,2001)Pielonefritis adalah inflamasi atau infeksi akut pada pelvis renalis, tubula dan jaringan interstisiel. Penyakit ini terjadi akibat infeksi oleh bakteri enterit (paling umum adalah Escherichia Coli) yang telah menyebar dari kandung kemih ke ureter dan ginjal akibat refluks vesikouretral. Penyebab lain pielonefritis mencakup obstruksi urine atau infeksi, trauma, infeksi yang berasal dari darah, penyakit ginjal lainnya, kehamilan, atau gangguan metabolik

(Sandra M. Nettina, 2001).Pielonefritis akut adalah peradangan pada pielum dengan manifestasi pembentukan jaringan parut pada ginjal dan dapat menyebabkan kerusakan pada ginjal, gagal ginjal, pembentukan abses ( misalnya nefrik, perinefrik), sepsis, syok, atau kegagalan multisystem.

(Afif  Muttaqin & Kumala Sari,2011)II.                ETIOLOGI

Penyebab dari pielonefritis meliputi hal-hal sebagai berikut:1.      Uropatogen, agen bakteri, meliputi Escherichia coli, klebsiella, proteus, dan staphylococcus

aureus.2.      Infeksi kandung kemih. Terutama pada kondisi statis kemih akibat batu saluran kemih,

refluks vesikoureter dan penurunan imunitas pada proses penuaan, serta penigkatan kadar glukosa dalam urine pada pasien diabetes mellitus dimana akan menyebabkan pertumbuhan bakteri lebih besar.

(Afif  Muttaqin & Kumala Sari,2011)

Page 4: BAB I

III.             KLASIFIKASI1.      Pielonefritis akut2.      Pielonefritis kronik

Page 5: BAB I

IV.             PATOFISIOLOGIInvasi bakteri pada parenkim ginjal memberikan manifestasi peradangan dalam

bentuk pielonefritis. Infeksi dipengaruhi oleh faktor invasi bakteri dan faktor imunologis host. Faktor bakteri seperti Escherichia coli yang bersifat uropatogenik menempel pada sel epitel, dan mampu bertahan dari pembersihan aliran urine. Invasi bakteri ini melekat pada epitel dan memicu respons peradangan pada tubulointerstisial. Faktor host melakukan proses fagositosis dalam urine secara maksimal pada PH 6,5-7,5 dan osmolalitas dari 485 mOms. Apabila nilai-nilai ini menyimpang akan mengakibatkan penurunan proses fagositosis secara signifikan.

Bila pertahanan host terganggu sehingga meningkatkan kemungkinan infeksi. Beberapa faktor yang berperan untuk meningkatkan kondisi infeksi, meliputi :

1.                  Obstruksi saluran kemih2.                  Refluks vesicoureteral3.                  Pengosongan kandung kemih tidak lengkap4.                  Penggunaan obat spermisida5.                  DM6.                  Atrofi mukosa vagina7.                  Prostatitis8.                  Imunodefisiensi (bawaan / diperoleh)9.                  Agen organism yang mampu menguraikan urea sehingga terjadi perubahan

ph secara signifikan (misalnya: proteus, E.coli, klebsiella, pseudomonas, staphylococcus)10.              KehamilanObstruksi merupakan factor yang paling penting untuk memudahkan penempelan

bakteri di urutelium. Kondisi ini meniadakan efek pembilasan aliran urine; memungkinkan terjadinya statis urine, menyediakan media bakteri untuk berkolonisiasi, perubahan aliran darah intrarenal, dan memengaruhi pengiriman neutrofil.

Pengosongan kandung kemih mungkin tidak lengkap, biasanya terkait dengan penggunaan obat (misalnya: antikolinergik).

Spermisida nonoxynol-9 menghambat pertumbuhan laktobasilus, yang menghasilkan peroksida hydrogen. Hubungan seksual yang sering menyebabkan trauma mekanik local ke uretra pada pasangan. Diabetes mellitus menghasilkan neuropati kandung kemih otonom, glukosuria, disfungsi leukosit, microangiopathy, dan nephrosclerosis. Atrofi mukosa vagina  pada wanita postmenopause merupakan predisposisi untuk kolonisasi pathogen saluran urine dan UTI karena ph lebih tinggi (5,5 vs 3,8) dan tidak adanya laktobasilus. Bakteri prostatitis (akut & kronik) menghasilkan bakteriuria.

 Komplikasi dari obstruksi dengan infeksi termasuk hidronefrosis, pionefrosis, urosepsis, dan pielonefritis xanthogranulomatous. Proteus merupakan spesies yang mampu menguraikan urea, namun E.coli, klebsiella, pseudomonas, dan staphylococcus dapat menghasilkan urease sehingga mereka juga dapat terlibat dalam pembentukan kalkulus staghorn.

Page 6: BAB I

Kehamilan (hormonal dan perubahan mekanis) merupakan predisposisi seorang wanita mengalami infeksi saluran kemih. Hidroureter kehamilan merupakan efek sekunder untuk kedua faktor hormonal dan mekanik, diwujudkan sebagai dilatasi dari pelvis ginjal dan ureter sehingga memberikan kesempatan pada bakteri untuk menempel di urotelium. Uterus yang membesar menggantikan kandung kemih sehingga ikut mengakibatkan adanya statis urin.

Respon perubahan patologis pada saluran kemih bagian atas akan memberikan berbagai masalah keperawatan pada pasien yang mengalami pielonefritis akut.

(Afif  Muttaqin & Kumala Sari,2011)

Invasi kuman bakteri kesaluran kemih

 Pathway

Page 7: BAB I
Page 8: BAB I

 

V.                MANIFESTASI KLINIKPasien pielonefritis akut mengalami demam dan menggigil, nyeri panggul, nyeri tekan pada sudut kontovertebral (CVA), lekositosis, dan adanya bakteri dan baketri dan sel darah putih pada urin. Selain itu gejala seperti disuria, dan sering berkemih.

VI.             PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK         Ultrasonografi (USG)

Pemeriksaan ultrasound dapt dilakukan untuk mengetahui lokasi obstruksi di traktus urinarius; menghilangkan obstruksi adalah penting untuk menyelamatkan ginjal dari kehancuran

         SINAR X, DAN PENCITRAAN LAINNYA- kidney, ureter and bladder (KUB)- Pemindai CT dan magnetic resonance imaging (MRI)- Urografi intravena (ekskretori urogram atau intra pyelogram)- pielografi retrograde- infusion drip pyelography- sistogram- sistouretrogram- angiografi renal

         Urinalisis, pemeriksaan rutin urin klinis         pemeriksaan air kemih dengan mikroskop         pembiakan bakteri dalam contoh air kemih untuk menentukan adanya bakteri.         Urin porsi tengah untuk mikroskopi, kultur, dan sensitivitas         Swab uretra : untuk pewarnaan gram dan kultur pada media khusus untuk gonokokus.         Swab bakteri bila dicurigai terdapat infeksi bakteri sekunder         bila diagnosisnya belum pasti maka mungkin diperlukan laparascopy.         Tes fungsi ginjal, (tes kemampuan pemekatan ginjal, pemeriksaan klirens kreatinin / klirens

kreatinin endogen, pemeriksaan kadar kreatinin serum dan pemeriksaan kadar ureum / nitrogen urea darah (BUN).

         Pemeriksaan sistoskopi, endoskopi renal (nefroskopi)         Biopsy ginjal         Pemeriksaan radioisotope         Pemeriksaan urodinamik

VII.          PENATALAKSANAANTujuan terapi adalah mencegah terjadinya kerusakan ginjal lebih lanjut, meliputi :

a.       Pemberian antikmikroba yang sesuai dengan hasil uji sensitivitas yang bersifat bakterisidial dan berspektrum luas seperti golongan

Page 9: BAB I

        aminoglikosida yang dikombinasikan dengan aminopenisilin (ampisilin / amoksilin),        aminopenisilin dikombinasikan dengan asam klavulanat atau sulbaktam, karboksipenisilin,

sefalosporin, atau fluoroquinolonekarateristik obat :

-          aminoglikosida, kelompok antibiotika yang memiliki hubungan struktur kimia, memiliki kemampuan membunuh bakteri, obat utama untuk pengobatan infeksi gram negative.efek samping :  ototoksik (kerusakan pendengaran & kerusakan keseimbangan); nefrotoksik (menimbulkan kerusakan pada ginjal)

-          ampisilin, kelompok antibiotic, membunuh bakteri-          Amoksilin, kelompok antibiotic, membunuh bakteri

b.      Simtomatik, untuk menurunkan keluhan nyeri dan demam.

Page 10: BAB I

BAB IIIASUHAN KEPERAWATAN

I.                   PENGKAJIANRiwayat tanda dan gejala pielonefritis didapatkan dari pasien yang di duga mengalami

infeksi pada bagian ginjal. Adanya keluhan nyeri dan keluhan iritasi miksi (disuria, hematuria, piuria, urgensi) serta perubahan dalam urin dikaji didokumentasikan, dan di laporkan. Pola berkemih pasien dikaji untuk mendeteksi factor factor predisposisi terjadinya infeksi  pada ginjal. Pengosongan kandung kemih tidak teratur, hubungan antara gejala infeksi pielonefritis dengan hubungan seksual, ppraktik kontraseptif, dan higine personal dikaji. Pengetahuan pasien tentang resep medikasi antimicrobial dan tindakan pencegahan juga dikaji. Selain itu urin pasien dikaji dalam hal volume, warna, konsentrasi, keabu-abuan dan bau yang semuanya itu akan berubah dengan adanya bakteri dalam ginjal.

II.                DIAGNOSA KEPERAWATAN1.      Nyeri b.d inflamasi akibat infeksi pada pielum dan parenkim ginjal2.      Gangguan  eliminasi urin b.d respons inflamasi saluran kemih, iritasi saluran kemih3.      Hipertermi b.d respons sistemik sekunder dari infeksi pada pielium dan parenkim ginjal

III.             INTERVENSI KEPERAWATANNo.dp

1 Nyeri berhubungan dengan reaksi inflamasi respons inflamasi akibat infeksi pada pielum dan parenkim ginjalTujuan: nyeri hilang setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jamKriteria Hasil : secara subyektif melaporkan nyeri berkurang / dapat diadaptasikan, skala nyeri berkurang; dapat mengidentifikasi aktifitas yang meningkatkan atau menurunkan nyeri; klien tidak gelisah

Intervensi RasionalLakukan pengkajian nyeri yang komprehensif meliputi lokasi, karakteristik, awitan/durasi, frekuensi, kualitas, intensitas atau keparahan nyeri, dan faktor presipitasinya

membantu mengevaluasi derajat ketidaknyamanan, mengurangi ansietas.

Berikan informasi tentang nyeri ,seperti penyebab nyeri, seberapa lama akan berlangsung dan antisipasi ketidaknyamanan dari prosedur

Menambah pengetahuan klien tentang penyakitnya dan mengurangi ansietas.

Manajemen lingkungan (tenang,batasi pengunjung)

Lingkungan tenang akan menurunkan stimulus nyeri

Ajarkan teknik relaksasi pernapasan dan Meningkatkan asupan O2

Page 11: BAB I

teknik distraksi pada saat nyeri sehingga akan menurunkan nyeri sekunder dari iskemia

Berikan analgetik Nyeri akan berkurang2 Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan respons inflamasi saluran

kemih, iritasi saluran kemihTujuan : gangguan eliminasi urin akan dapat dihilangkan setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24jamkriteria hasil : tidak ada keluhan iritasi dalam melakukan miksi, seperti disuria dan urgensi; mampu melakukan miksi setiap 3-4jam; produksi urin 50cc/jam, urine tidak keruh, jernih

Intervensi RasionalKaji pola berkemih dan cacat produksi urine tiap 6jam

Mengetahui fungsi ginjal

Palpasi kemungkinan adanya distensi kandung kemih

Menilai perubahan kandung kemih akibat dari infeksi saluran kemih

Anjurkan miksi setiap 3-4jam Mempercepat dan meningkatkan pembilasan pada saluran kemih

Anjurkan klien untuk minum minimal 2000cc/hari

Membantu mempertahankan fungsi ginjal

Istirahatkan pasien Pada kondisi istirahat, maka ada kesempatan jaringan untuk memperbaiki diri

Kolaborasi : diagnostic kultur dan uji sensitifitas; pemberian antimikroba

Dapat menentukan jenis antimikroba yang sesuai; antimikroba dapat membunuh kuman yang sesuai

Lakukan balance cairan Mengetahui keseimbangan cairan3 Hipertermi b.d respons sistemik sekunder dari infeksi pada pielum dan

parenkim ginjalTujuan : suhu tubuh menurun setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24jamCriteria hasil : suhu tubuh normal 36-37 C

Intervensi RasionalMonitor suhu tubuh pasien Peningkatan suhu tubuh bisa menjadi

stimulus penahan cairan yang dapat mengganggu control dari system saraf pusat

Anjurkan minum air putih lebih banyak

Pemenuhan hidrasi cairan tubuh oleh perawat melalui via oral atau via intravena dengan jumlah total pemberian cairan 2500-3000 ml/hr

Page 12: BAB I

yang bertujuan selain sebagai pemelihara juga untuk meningkatkan produksi urine yang juga memberikan dampak terhadap pengeluaran suhu tubuh melalui system perkemihan

Beri kompres dingin di kepala dan aksila

Memberikan respons dingin pada pusat pengatur panas dan pada pembuluh darah besar

Pertahankan tirah baring total selama fase akut

Mengurangi peningkatan proses metabolime umum yang memberikan dampak terhadap peningkatan suhu tubuh secara sistemik

Kolaborasi pemberian terapi : antipiretik dan antimikroba

Antipiretik bertujuan untuk membantu menurunkan suhu tubuh, sedangkan antimikroba dapat mengurangi inflamasi sekunder dari toksin.

IV.             EVALUASIHasil yang diharapkan setelah mendapatkan intervensi, meliputi hal-hal sebagi berikut.

a.       Gangguan pemenuhan eliminasi urine teratasib.      Penurunan skala nyeric.       Suhu tubuh dalam rentang normald.      Terpenuhi informasie.       Terpenuhi asupan nutrisi harian tubuhf.       Penurunan tingkat kecemasan.

Page 13: BAB I

DAFTAR PUSTAKADeglin, Judith hopfer. 2004. Pedoman obat untuk perawat / Judith Hopfer Deglin, April             Hazard Vallerand; alih bahasa, H.Y.Kuncara, Palupi Widyastuti; editor edisi bahasa          Indonesia, Sary Kurnianingsih, Monica ester. Jakarta : EGCMuttaqin, Afif, dkk. 2011. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan Afif     Muttaqin & Kumala Sari. Jakarta : Salemba MedikaSmeltzer, Suzanne.C. 2001.  Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan                     Suddart. Ed. 8; Vol. 3; Alih bahasa : dr.Andry Hartono, DAN, dr.H.Y.Kuncara;                  Elyana S; Laura Siahaan,S.Kep ; editor edisi bahasa Indonesia, Monica Ester. Jakarta           : EGCBare, Brenda G. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddart. Ed.        8; Vol. 3; Alih bahasa : dr.Andry Hartono, DAN, dr.H.Y.Kuncara; Elyana S; Laura   Siahaan,S.Kep ; editor edisi bahasa Indonesia, Monica Ester. Jakarta : EGCWilkinson, Judith M. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi NIC dan       Kriteria NOC. Alih bahasa, Widyawati … [et al.] ; editor edisi bahasa Indonesia, eny         meiliya, monica ester. Ed. 7. Jakarta : EGC