Upload
didikdwiprastyo
View
1
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Bab 1
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Peristiwa gagal berpisah pertama kali dilaporkan oleh T.H Morgan dan
Bridges. Mereka menemukan penyimpangan dari hasil persilangan antara
individu jantan mata merah dengan individu betina mata putih. Turunan
pertama hasil persilangan tersebut sebagaimana yang meraka laporkan
pertama kali adalah jantan mata putih dan betina mata merah. Ternyata dari
hasil persilangan tersebut 1 diantaranya 2000 turunan F1 mempunyai warna
mata yang menyimpang, entah betina mata putih ataukah jantan mata merah
(Ayala, 1984) dalam (Novitasari, 1997).
Bridges menduga peristiwa itu terjadi karena adanya penyimpangan
yang tidak normal dari kromosom-kromosom selama meiosis, yaitu pada
kromosom kelamin X. Peristiwa ini kemudian dikenal dengan gagal berpisah
(nondisjucntion) (Ayala, 1984) dalam (Novitasari, 1997). Gagal berpisah
terjadi karena kedua kromosom kelamin X gagal memisah selama meiosis,
sehingga keduanya menuju ke kutub yang sama dan terbentuklah telur yang
memiliki dua kromosom kelamin X maupun yang tidak memiliki kromosom
kelamin X.
Terjadinya peristiwa nondisjunction dipengaruhi oleh beberapa faktor,
diantaranya faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal yang
mempengaruhi terjadinya nondisjunction diantaranya meliputi energi radiasi
yang tinggi, karbondioksida, zat kimia tertentu dan suhu. Sedangkan faktor
internal yang mempengaruhi terjadinya nondisjunction antara lain adalah
umur, gen mutan dan faktor yang berkaitan dengan kelainan-kelainan pada
tingkah laku genetik (Herkowitz, 1977).
Pengaruh umur induk D. melanogaster yang dinyatakan oleh menurut
Pai (1985) yang menyatakan bahwa “experiments on lower form of life have
indicated that age tends to increase the incidence of an aberration of meiosis
called “non disjunction”. Berdasarkan pernyataan tersebut umur cenderung
meningkatkan kejadian penyimpangan meiosis yang disebut nondisjunction
pada bentuk kehidupan yang rendah.
Mengenai macam-macam strain, Sved (1979) dalam Balqis (1995)
menyatakan bahwa gen-gen pada strain juga berperan dalam menyebabkan
fenomena gagal berpisah. Selain itu, Sved menyatakan gagal berpisah juga
disebabkan oleh adanya fenomena hybrid dysgenesis yaitu suatu sindrom yang
berkaitan dengan penyimpangan genetik yang terjadi secara spontan pada
hybrid (hasil persilangan antara dua individu yang secara genetik berbeda)
hasil persilangan dua strain yang berlainan. Lebih lanjut sved menyatakan
bahwa mekanisme interaksi antara strain yang disilangkan tersebut belum
jelas. Dalam penelitian ini, penulis ingin mengkaji lebih lanjut tentang
pengaruh umur induk betina dan macam strain terhadap frekuensi gagal
berpisah kromosom kelamin X D. melanogaster.
Berdasarkan hal tersebut, penulis ingin mengkaji lebih lanjut mengenai
“Pengaruh Umur Betina dan Macam-macam Strain terhadap Frekuensi Gagal
Berpisah (nondisjunction) Persilangan Heterogami Drosophila melanogaster
Strain N, wa, dan ym beserta resiproknya. Dari penelitian yang dilakukan oleh
penulis, diharapkan dapat menjadi bahan pengkajian yang terkait dengan
frekuensi gagal berpisah (nondisjunction) kromosom kelamin X pada D.
melanogaster.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan masalah
sebagai berikut:
1. Adakah pengaruh umur betina terhadap frekuensi gagal berpisah
(nondisjunction) pada persilangan D. melanogaster strain N, wa, dan ym
beserta resiproknya?
2. Adakah pengaruh macam strain terhadap frekuensi gagal berpisah
(nondisjunction) pada persilangan D. melanogaster strain N, wa, dan ym
beserta resiproknya?
3. Adakah pengaruh interaksi umur betina dan macam strain terhadap
frekuensi gagal berpisah (nondisjunction) pada persilangan D.
melanogaster strain N, wa, dan ym beserta resiproknya?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan maka tujuan dari
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui pengaruh umur betina terhadap frekuensi gagal berpisah
(nondisjunction) pada persilangan D. melanogaster strain N, wa, dan ym
beserta resiproknya.
2. Mengetahui pengaruh macam strain terhadap frekuensi gagal berpisah
(nondisjunction) pada persilangan D. melanogaster strain N, wa, dan ym
beserta resiproknya.
3. Mengetahui pengaruh interaksi umur betina dan macam strain terhadap
frekuensi gagal berpisah (nondisjunction) pada persilangan Drosophila.
melanogaster strain N, wa, dan ym beserta resiproknya.
D. Kegunaan Penelitian
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diharapkan dapat memberikan
manfaat sebagai berikut:
1. Bagi pembaca, dapat menambahkan informasi dan pemahaman konsep
tentang pengaruh variasi umur betina terhadap frekuensi nondisjunction
pada D. melanogaster persilangan strain N, wa, dan ym beserta
resiproknya.
2. Bagi peneliti, dapat menambahkan pemahaman konsep, pengetahuan yang
mendalam, serta pengalaman tentang pengaruh variasi umur betina
terhadap frekuensi nondisjunction pada D. melanogaster strain N, wa, dan
ym.
E. Asumsi Penelitian
Asumsi pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Seluruh kondisi lingkungan meliputi suhu, intensitas cahaya, tempat
pembiakan dan kelembapan udaran adalah sama.
2. Kondisi medium yang terdapat di dalam botol dianggap sama.
F. Batasan Masalah
Batasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Penelitian ini dibatasi pada D. Melanogaster strain N, wa, dan ym.
2.Penelitian hanya mengkaji mengenai pengaruh umur betina dan macam
strain terhadap frekuensi gagal berpisah (nondisjunction) pada persilangan
D. melanogaster strain N, wa, dan ym beserta resiproknya.
3.Pengamatan yang dilakukan dibatasi pada keturunan F1 dari hasil
persilangan N♂ >< ym♀ beserta resiproknya dan N♂ >< wa♀ beserta
resiprokny.
4.Pengamatan fenotip dibatasi pada ciri morfologi yaitu warna mata, faset
mata, warna tubuh, dan bentuk sayap.
5.Perhitungan jumlah anakan F1 yang muncul adalah selama 7 hari setelah
pupa menetas pada tiap-tiap botol persilangan
G. Definisi Oprasional
Definisi operasional dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Nondisjunction adalah kegagalan dua pasang kromatid atau kromosom
homolog untuk memisah selama pembelahan meiosis sehingga keduanya
akan menuju ke kutub yang sama.
2. Frekuensi gagal berpisah adalah banyaknya individu dari D. melanogaster
yang mengalami gagal berpisah.
3. Fenotip adalah karakter yang dapat diamati pada suatu individu, seperti
morfologi, fisiologi, dan tingkah laku yang merupakan hasil interaksi
antara antara genotip dengan lingkungan tempat hidup dan berkembang.
4. Genotip merupakan keseluruhan jumlah informasi genetik yang terkadang
pada suatu makhluk.
5. Persilangan resiprok adalah persilangan yang merupakan kebalikan
fenotip dari persilangan semula yang dilakukan.