5
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja sebagai masa ketika perubahan fisik, mental, dan sosial ekonomi terjadi. Secara fisik, tejadi perubahan karakteristik jenis kelamin sekunder menuju kematangan seksual dan reproduksi. Proses perubahan mental dan identitas usia dewasa berkembang pada masa remaja. Masa ini juga merupakan masa yang paling peting dalam kehidupan, ketika keputusan- keputusan penting diambil dan persiapan dilakukan sehubungan dengan karier dan peranan dalam kehidupan (Raymundo, dkk, 1999: 37 dalam Imron, 2012: 39). Pada 2007, jumlah remaja umur 10- 24 tahun sangat besar sekitar 64 juta atau 28,6 % dari jumlah pendududk Indonesia (BKKBN,2009:1). Disamping  jumlahnya yang besar, remaja yang punya permasalahan yang kompleks seiring dengan masa transisi yang dialami remaja ( Imron, 2012: 81). Menurut Soetjaningih (2004) dalam Farida (2011) Persoalan dan  permasalahan remaja menarik untuk dikaji karena remaja tidak mempunyai status yang jelas dalam periode perkembangannya dan berada dalam masa  peralihan. Remaja dianggap sebagai adolescense yakni masa transisi dari anak- anak ke masa dewasa. Masa remaja tidak hanya dibatasi oleh umur, melainkan terdapat berbagai karakteristik perubahan baik biologis, psikologis, fisiologis maupun aspek sosial.

BAB I

Embed Size (px)

DESCRIPTION

BAA1

Citation preview

Page 1: BAB I

7/16/2019 BAB I

http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-5634fb11e7dc2 1/5

BAB I

PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang

Masa remaja sebagai masa ketika perubahan fisik, mental, dan sosial

ekonomi terjadi. Secara fisik, tejadi perubahan karakteristik jenis kelamin

sekunder menuju kematangan seksual dan reproduksi. Proses perubahan mental

dan identitas usia dewasa berkembang pada masa remaja. Masa ini juga

merupakan masa yang paling peting dalam kehidupan, ketika keputusan-

keputusan penting diambil dan persiapan dilakukan sehubungan dengan karier 

dan peranan dalam kehidupan (Raymundo, dkk, 1999: 37 dalam Imron, 2012:

39).

Pada 2007, jumlah remaja umur 10- 24 tahun sangat besar sekitar 64 juta

atau 28,6 % dari jumlah pendududk Indonesia (BKKBN,2009:1). Disamping

 jumlahnya yang besar, remaja yang punya permasalahan yang kompleks

seiring dengan masa transisi yang dialami remaja ( Imron, 2012: 81).

Menurut Soetjaningih (2004) dalam Farida (2011) Persoalan dan

 permasalahan remaja menarik untuk dikaji karena remaja tidak mempunyai

status yang jelas dalam periode perkembangannya dan berada dalam masa

 peralihan. Remaja dianggap sebagai adolescense yakni masa transisi dari anak-

anak ke masa dewasa. Masa remaja tidak hanya dibatasi oleh umur, melainkan

terdapat berbagai karakteristik perubahan baik biologis, psikologis, fisiologis

maupun aspek sosial.

Page 2: BAB I

7/16/2019 BAB I

http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-5634fb11e7dc2 2/5

Pada remaja putri, akan terjadi proses menstruasi sebagai tanda telah

 berfungsinya ovarium (Kinanti, 2009 dalam Badriyah 2012). Menstruasi atau

yang disebut haid adalah perubahan fisiologis dalam tubuh wanita yang

diperanguhi oleh hormon reproduksi. Menstruasi tersebut ditandai dengan

 perdarahan dari rahim disertai pelepesan selaput lendir rahim yang terjadi

secara periodik dan siklik ( bulanan) (Devi, 2012).

Gangguan menstruasi yang sering dialami wanita adalah sindrom

 pramenstrual ( premenstrual syndrome) atau dikenal dengan PMS. Gejala PMS

yang dirasakan tiap wanita umumnya berbeda-beda. Ada yang sangat

mengganggu kehidupan sehari-hari mereka, tetapi ada pula yang tidak sama

sekali. Sebayak 80-90 % sindrom premenstruasi ditandai dengan gejala fisik,

 psikologis dan emosi yang terjadi dua minggu sebelum menstruasi (Devi,

2012).

Statistik di Amerika Serikat menyebutkan bahwa PMS derajat sedang

hingga berat diderita sekurang-kurangnya oleh 3-5 % populasi wanita usia

reproduksi . Clark (2004) bahkan menyebutkan angka prevalensi ini dapat

mencapai 30 % dari seluruh populasi wanita usia reproduksi, dan sepertiga

diantara mereka mengalami PMS derajat berat (Suparman, 2012: 4 ).

Strickler (1997) bahkan menyebutkan bahwa prevalensi PMS mencakup

sekitar 8 % populasi wanita usia reproduksi, dan hampir separuhnya tidak 

 berupaya mencari pertolongan medis. Mishell (2005) memperkirakan

 prevalensi PMS sebesar 20-40 % dari seluruh wanita usia reproduksi dengan

Page 3: BAB I

7/16/2019 BAB I

http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-5634fb11e7dc2 3/5

rentang demografi usia antara 14 tahun hingga 51 tahun (Suparman, 2012: 5-

6).

Berdasarkan data statistik tahun 2004, diperoleh bahwa satu dari enam

wanita di USA mengalami PMS atau sekitar 40,8 juta orang. Di Indonesia pada

tahun yang sama wanita yang mengalami PMS dilaporkan berjumlah

35.767.942 orang ( Octaviana dkk, 2011).

Dampak PMS terhadap penurunan produktivitas kerja, sekolah dan

hubungan interpersonal penderita cukup besar. Borenstein (2004) melaporkan

 penurunan produktivitas 436 penderita PMS yang sangat bermakna

dibandingkan kontrol, yang dikaitkan dengan keluhan sukar berkonsentrasi,

menurunnya entusiasme, menjadi pelupa mudah tersinggung dan labilitas

emosi serta menurunnya kemampuan koordinasi dan lebih tingginya kejadian

terganggunya hubungan interpersonal dan aktivitas sosial, pekerjaan atau

sekolah pada kelompok penderita PMS yang diteliti (Suparman, 2012: 82-83).

Dari penelitian yang dilakukan Armoni suci dewi tahun 2010 terdapat

hubungan antara pengetahuan dengan sikap remaja dalam menghadapi sindrom

 premenstruasi di SMP Al-Azhar Medan, hasilnya responden yang

 berpengetahuan baik, sebanyak 52,6 % bersikap positif dan 47,4 % bersikap

negatif dalam menghadapi PMS, sedangkan berpengetahuan kurang baik 

sebanyak 7,1 % bersikap positif dan 92,9 % bersikap negatif dalam

menghadapi PMS.

Menurut Widyastuti (2009) dalam Zulaikha (2010), pengetahuan

tentang kesehatan reproduksi remaja sangat penting agar remaja memiliki sikap

Page 4: BAB I

7/16/2019 BAB I

http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-5634fb11e7dc2 4/5

dan perilaku yang bertanggung jawab. Pembekalan pengetahuan tentang

 perubahan yang terjadi secara fisik, kejiwaan dan kematangan seksual akan

memudahkan remaja untuk memahami serta mengatasi berbagai keadaan yang

membingungkannya.

Remaja putri membutuhkan informasi atau pendidikan tentang proses

dan kesehatan selama menstruasi tentang sindroma premenstruasi beserta

 penanganannya. Remaja putri akan mengalami kesulitan menghadapi

menstruasi jika sebelumnya mereka belum pernah mengetahui atau

membicarakannya baik dengan teman sebaya atau dengan ibu atau keluarga

(Sarwono 2011 dalam Farida , 2011)

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukanpada tanggal di SMAN 13

Banjarmasin

Berdasarkan hal tersebut maka peneliti tertarik megadakan penelitian

tentang “ Hubungan pengetahuan dengan sikap remaja putri kelas X tentang

 premenstruasi sindrom di SMAN 13 Banjamasin tahun 2013”.

B.  Rumusan Masalah 

Berdasarkan uraian latar belakang dapat dirumuskan permasalahan sebaai

 berikut “ apakah ada hubungan antara tingkat pengetahuan dengan sikap

Page 5: BAB I

7/16/2019 BAB I

http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-5634fb11e7dc2 5/5

remaja putri kelas X tentang premenstruasi sindrom di SMAN 13

Ban jarmasin”.

C.  Tujuan Penelitian 

1.  Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan dengan sikap

remaja putri kelas X tentang premenstruasi sindrom di SMAN 13

Banjarmasin

2.  Tujuan Khusus

a.  Untuk mengetahui tingkat pengetahuan remaja putri kelas X tentang

 premenstruasi sindrom di SMAN 13 Banjarmasin tahun 2013

 b.  Untuk mengetahui sikap remaja putri kelas X tentang premenstruasi

sindrom di SMAN 13 Banjarmasin tahun 2013

c.  Untuk mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan dengan sikap

remaja putri kelas X tentang premenstruasi sindrom di SMAN 13

Banjarmasin tahun 2013

D.  Manfaat Penelitian