Upload
lauralay
View
23
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
Sindroma ovarium polikistik (SOPK) merupakan kelainan kompleks endokrin dan
metabolik yang ditandai dengan adanya anovulasi kronik dan atau hiperandrogenisme yang
diakibatkan oleh kelainan dari fungsi ovarium dan bukan oleh sebab lain.
Pertama kali diperkenalkan oleh Stein dan Leventhal (1935) dalam bentuk penyakit
ovarium polikistik (polycyctic ovary disease/Ovarium polikistik/Stein-Leventhal Syndrome),
dimana gambaran dari sindroma ini terdiri dari polikistik ovarium bilateral dan terdapat
gejala ketidakteraturan menstruasi sampai amenorea, riwayat infertil, hirsutisme, retardasi
pertumbuhan payudara dan kegemukan. Sindroma ini dicirikan dengan sekresi gonadotropin
yang tidak sesuai, hiperandrogenemia, peningkatan konversi perifer dari androgen menjadi
estrogen, anovulasi kronik, dan ovarium yang sklerokistik dengan demikian sindroma ini
merupakan satu dari penyebab paling umum dari infertilitas.1
Diagnosis dan terapi SOPK masih menjadi kontroversi. Pada pertemuan European
Society for Human Reproduction and Embryology (ESHRE) and the American Society for
Reproductive Medicine (ASRM) di Rotterdam pada tahun 2003 telah ditetapkan poin
diagnostik untuk menegakkan SOPK yaitu adanya oligomenorrhea atau anovulasi, tanda-
tanda hiperandrogenisme secara klinis maupun biokimia, polycystic ovarian morphology
(sonography), setidaknya didapatkan 2 dari 3 kriteria tersebut maka seorang wanita dapat
ditegakkan diagnosis SOPK.2
Oleh karena SOPK sering menunjukkan beragam manifestasi klinis maka pemahaman gejala
klinis sangat penting sehingga diagnosis dapat ditegakkan seakurat mungkin, dengan
demikian penatalaksanaan yang diberikan dapat serasional mungkin dan bermanfaat baik
secara medikamentosa ataupun operatif.1
BAB II
PEMBAHASAN
1
2.1 Definisi
Sindroma ovarium polikistik merupakan serangkaian gejala yang dihubungkan
dengan hiperandrogenisme dan anovulasi kronik yang berhubungan dengan kelainan
endokrin dan metabolik pada wanita tanpa adanya penyakit primer pada kelenjar hipofise
atau adrenal yang mendasari.
Anovulasi kronik terjadi akibat kelainan sekresi gonadotropin sebagai akibat dari
kelainan sentral dimana terjadi peningkatan frekuensi dan amplitudo pulsasi GnRH dengan
akibat terjadi peningkatan kadar LH serum dan peningkatan rasio LH/ FSH serta androgen.
Hiperandrogenisme secara klinis dapat ditandai dengan hirsutisme, timbulnya jerawat
(akne), alopesia akibat androgen dan naiknya konsentrasi serum androgen khususnya
testosteron dan androstenedion. Sedangkan kelainan metabolik berhubungan dengan
timbulnya keadaan hiperandrogenisme dan anovulasi kronik.3
Gambar 1.1
2.2 Prevalensi
Penelitian tentang prevalensi SOPK masih terbatas. Di Amerika Serikat prevalensinya
berkisar 4-6%. Menurut Leventhal sindroma ini terjadi 1% - 3 % dari semua wanita steril,
3%-7% wanita yang mempunyai pengalaman ovarium polikistik serta 15-25% wanita usia
reproduksi akan mengalami siklus yang tidak berovulasi. Sebanyak 75% dari siklus yang
tidak berovulasi itu berkembang menjadi anovulasi kronis dalam bentuk Ovarium polikistik
2
(OPK). Telah ditemukan bahwa 80% dari kelainan ovarium polikistik ini secara klinis tampil
sebagai Penyakit Ovarium Polikistik (POPK). Pada 5-10% wanita usia reproduksi, Penyakit
Ovarium polikistik ini akan bergejala lengkap sebagai Sindroma Ovarium polikistik (SOPK).1
2.3 Anatomi
Ovarium berhubungan dengan uterus dengan ligamentum ovarii proprium. Ovarium terletak
pada bagian belakang ligamentum latum. Sebagian besar ovarium berada intraperitoneal dan
tidak dilapisi oleh peritoneum. Bagian ovarium kecil berada di dalam ligamentum latum
(hilus ovarii). Lipatan yang menghubungkan lapisan belakang ligamentum latum dengan
ovarium dinamakan mesovarium. Mesovarium ini berfungsi sebagai penggantung ovarium. 5
gambar 2.1 Anatomi ovarium
3
Melalui hilus ovarii, pembuluh- pembuluh darah dan saraf masuk dan keluar ovarium. Suplai
darah ke ovarium melalui sepasang arteri ovarium yang berasal dari aorta desendens.Drainase
vena ovarium sinistra menuju ke vena renalis sinistra, dan vena ovarium dekstra bermuara
langsung ke dalam vena kava inferior. 5
Persarafan kedua ovarium berjalan bersama pembuluh darah melalui ligamentum
suspensorium ovarii, memasuki ovarium melalui hilus ovarii. Persarafan tersebut lewat
plexus ovarium, plexus hipogastrik dan plexus aorta. 5 Ovarium terdiri atas dua bagian,
bagian luar disebut korteks, dan bagian dalam disebut medula. Korteks mengandung epitel
germinal yang merupakan
Gambar 2.2 Bagian ovarium.
Sel- sel folikel terletak di jaringan ikat yang longgar di korteks ovarium dan dapat dibagi
menjadi dua tipe fungsional, yaitu nongrowing atau folikel primordial dan growing. Bayi
perempuan yang baru dilahirkan memiliki kurang lebih 1.000.000 folikel primordial, saat
menarche tinggal 400 ribu hingga pada saat mencapai umur 45 tahun hanya tinggal sekitar
1.000 folikel, yang sampai waktu pascamenopause praktis akan lenyap. Berdasarkan tahapan
pertumbuhannya, sel- sel folikel dibedakan atas folikel primer, folikel sekunder, folikel
tersier, folikel de Graaf, dan folikel atresia. 5-6
4
2.4 Etiologi
Etiologi SOPK tidak diketahui secara pasti, namun diperkirakan sangat dipengaruhi
oleh genetik. Bila dalam satu keluarga terdapat penderita SOPK maka 50% wanita dalam
keluarga tersebut akan menderita SOPK pula.3 Pada masa ini terdapat peningkatan penemuan
tentang hipotesa etiologi dari SOPK yaitu tekanan darah tinggi selama kehamilan yang dapat
berdampak bagi ibu dan anak, salah satu dampak bagi anak tersebut adalah timbulnya
ovarium polikistik.4
Tanda awal SOPK umumnya terlihat setelah menarche. Remaja dengan periode haid sekitar
45 hari perlu mendapatkan pemeriksaan lanjutan untuk menyingkirkan kemungkinan SOPK.
Pada beberapa penderita, gejala SOPK muncul setelah berat badan meningkat pesat. 3
2.5 Patofisiologi
Sindrom ovarium polikistik adalah suatu anovulasi kronik yang menyebabkan
infertilitas dan bersifat hiperandrogenik, di mana terjadi gangguan hubungan umpan balik
antara pusat (hipotalamus-hipofisis) dan ovarium sehingga kadar estrogen selalu tinggi yang
mengakibatkan tidak pernah terjadi kenaikan kadar FSH yang cukup adekuat. Selain itu
dijumpai pula peningkatan kadar androgen. Kelainan metabolik berupa hiperinsulinemia dan
resistensi insulin ikut berperan dalam timbulnya SOPK.1,3
Pada sindrom ovarium polikistik terjadi peningkatan aktivitas sitokrom p-450c17
(enzim yang diperlukan untuk pembentukan androgen ovarium) dan terjadi juga peningkatan
kadar LH yang tinggi akibat sekresi gonadotropine releasing hormone(GnRH) yang
meningkat. Hal ini sehingga menyebabkan sekresi androgen dari ovarium bertambah karena
ovarium pada penderita sindrom ini lebih sensitif terhadap stimulasi gonadotropin.
Peningkatan produksi androgen menyebabkan terganggunya perkembangan folikel sehingga
tidak dapat memproduksi folikel yang matang.
Hal ini mengakibatkan berkurangnya estrogen yang dihasilkan oleh ovarium dan tidak
adanya lonjakan LH yang memicu terjadinya ovulasi. Selain itu adanya resistensi insulin
menyebabkan keadaan hiperinsulinemia yang mengarah pada keadaan hiperandrogen, karena
insulin merangsang sekresi androgen dan menghambat sekresi SHBG hati sehingga androgen
bebas meningkat. 1,3
5
2.6 Gambaran Klinis
1. Gangguan menstruasi dan infertilitas
Penderita SOPK sering datang dengan keluhan gangguan menstruasi dapat berupa
oligomenorea, amenorea dan infertilitas. Hal ini disebabkan oleh adanya anovulasi kronik
dan hiperandrogenemia.5
2. Hirsutisme
Keadaan dengan pertumbuhan rambut yang berlebihan pada kulit ditempat yang biasa, seperti
kepala dan ekstremitas. Keadaan ini terjadi akibat pembentukkan androgen yang berlebihan
akibat kerusakan enzim 3 betahidroksisteroid dehidrogenase. 2
3. Obesitas
Wanita dengan berat badan yang berlebihan, 4-5 kali lebih sering terjadi gangguan fungsi
ovarium. Wanita yang gemuk menunjukkan aktivitas kelenjar suprarenal yang berlebihan,
peningkatan produksi testosteron, androstenedion serta peningkatan rasio estron/estradion
2,5. Selain itu dikemukakan pula penurunan kadae SHBG serum. Androgen merupakan
hormon yang diperlukan oleh tubuh untuk menghasilkan estrogen. Enzim yang diperlukan
untuk mengubah androgen menjadi estrogen adalah aromatase. Jaringan yang dimiliki
kemampuan untuk mengaromatisasi androgen menjadi estrogen adalah sel-sel granulosa dan
jaringan lemak. 2,3
Perubahan androstenedion menjadi E1 terjadi terutama di jaringan lemak, dan tingkat
perubahan ini berhubungan dengan jumlah jaringan lemak. Pengurangan berat badan pada
wanita gemuk berhubungan dengan pengurangan kadar androgen dan estrogen terutama
estron serum. Hiperestronemia dan hiperinsulinemia adalah 2 hal yang berhubungan dengan
kegemukan yang berperan dalam patogenesis ovarium polikistik. 2,3,5
7
4. Akne, seborrhoe, pembesaran klitoris , pengecilan payudara.
Keadaan ini terjadi akibat pembentukkan androgen yang berlebihan. 2
2.7 Pemeriksaan fisik
Gejala hirsutisme dapat dinilai dengan menggunakan sistem skoring standar modifikasi
Ferriman-Gallwey. Penilaian 0-3 pada setiap area tubuh yang dinilai. Area tubuh yang dinilai
yaitu, di atas bibir, wajah, dagu, rahang dan leher, punggung atas dan bawah, lengan, paha,
dada, perut bagian atas dan bawah, serta perineum (gambar 1). Skor 8 atau lebih dianggap
abnormal untuk wanita dewasa kulit putih.1,4
Gambar 2.7.1 - Sistem skoring standar modifikasi Ferriman-Gallwey
Obesitas pada wanita dengan PCOS dinilai dengan mengukur lingkar perut. Dikatakan
obesitas jika lingkar perut lebih dari 35 inci (> 88 cm). Pasien dengan gejala sindrom
metabolik dapat mengalami peningkatan tekanan darah sistolik >130 mmHg atau lebih dan
tekanan darah diastolik >85 mmHg atau lebih. Walaupun pembesaran ovarium tidak selalu
ditemukan pada pasien PCOS, tetap harus dilakukan pemeriksaan bimanual untuk melihat
kemungkinan adanya pembesaran ovarium. 1,4
2.8 Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan dengan :
1. Data-data subjektif dan objektif :
8
Infertilitas, gangguan haid, perubahan suara kelaki-lakian, jerawat, hirsutisme, hipertropi
klitoris, hipertropi otot, obesitas (+/-), gambaran USG dan gangguan hormonal.
2. Temuan penunjang :
Ultrasonografi: pemeriksaan USG transabdominal untuk pemeriksaan ovarium polikistik
mempunyai spesifitas yang tinggi, tetapi kurang sensitif terutama pada wanita gemuk. Tetapi
kelemahan ini dapat diatasi dengan cara USG transvaginal.
Gambar 2.8.2.1 Gambaran USG pada ovarium polikistik.
Beberapa kriteria diagnositik ovarium polikistik dengan USG :
Cara USG Parameter USG Kriteria OPK
Trans abdominal Volume ovarium
Folikel dengan ukuran 5-8
cm
> 10 cm 3
> 5
Trans vaginal Volume ovarium
Folikel dgn ukuran >6 mm
Ukuran folikel rata-rata
Stroma ovarium mening-kat
> 8 cm 3
> 11
< 4 mm
50% atau > 7,6 cm2
3. Pemeriksaan hormonal :
9
Pemeriksaan hormonal yang digunakan untuk mendiagnosis adanya penyakit ovarium
polikistik adalah kadar : progesterone, LH, testosteron, androstenedion, nisbah LH/FSH,
nisbah testosteron/SHBG, nisbah gula darah puasa/insulin puasa.
Tabel 2.8.3.1 Pemeriksaan penunjang pada SOPK beserta tujuan pemeriksaannya
Pemeriksaan Nilai normal Tujuan
β-hCG Menyingkirkan kehamilan
TSH 0,5-4,5 μU/mL (0,5-4,5
mU/L)
Menyingkirkan gangguan
tiroid
Prolaktin Menyingkirkan
hiperprolaktinemia
Testosteron (total) Menyingkirkan tumor yang
menghasilkan androgen
Testosteron (bebas) 20-30 tahun: 0,06-2,57
pg/mL (0,20-8,90 pmol/L)
40-59 tahun: 0,4-2,03 pg/mL
(1,40-7,00 pmol/L)
Menegakkan diagnosis atau
monitoring terapi
DHEAS 600-3.400 ng/mL (1,6-9,2
μmol/L)
Menyingkirkan tumor yang
menghasilkan androgen
Androstenedione 0,4-2,7 ng/mL (1,4-9,4
nmol/L)
Menegakkan diagnosis
17α-hydroxyprogesterone Fase folikuler Menyingkirkan NCAH
Glukosa puasa 65-119 mg/dL (3,6-6,6 Menyingkirkan diabetes tipe
10
mmol/L) 2 atau intoleransi glukosa
Rasio glukosa puasa : insulin ≥ 4,5 Menyingkirkan resistensi
insulin
Kolesterol (total) 150-200 mg/dL (1,5-2 g/L) Monitor perubahan gaya
hidup
Kolesterol HDL 35-85 mg/dL (0,9-2,2
mmol/L)
Monitor perubahan gaya
hidup
Kolesterol LDL 80-130 mg/dL (2,1-3,4
mmol/L)
Monitor perubahan gaya
hidup
Diagnosis SOPK ditegakkan dengan menyingkirkan penyebab lain oligomenorea atau
hiperandrogenisme. Pemeriksaan-pemeriksaan lain mungkin berguna untuk monitoring
terapi.
4. Resistensi insulin
Ada beberapa cara pengukuran untuk menentukan adanya resistensi insulin, antara lain :
a. Uji Toleransi Glukosa Oral
b. Uji toleransi insulin
c. Infus glukosa secara berkesinambungan
d. Tehnik klem euglikemik, ini merupakan baku emas untuk mengukur sensitivitas jaringan
terhadpa insulin.
e. Nisbah gula darah puasa / insulin puasa.
Menurut kesepakatan National Institute of Health – National Institute of Child Health and
Human Development NIH-NICHD untuk mendiagnosa SOPK ditetapkan Kriteria mayor : 6,7
- Anovulasi
11
- Hiperandrogenemia
- Tanda klinis hiperandrogenisme
- Penyebab lainnya dapat disingkirkan
Kriteria minor :
- Resistensi insulin
- Hirsutisme dan obesitas yang menetap
- Meningkatnya perbandingan rasio LH-FSH
- Anovulasi intermiten yang berhubungan dengan hiperandrogenemia
- Bukti secara ultrasonografi terdapat ovarium polikistik
Terdapat dua kriteria mayor untuk mendiagnosis SOPK:
Anovulasi
adanya hiperandrogenisme yang ditetapkan secara klinis dan laboratorium.
Adanya dua kelainan ini cukup untuk mendiagnosis SOPK tanpa adanya penyakit primer
pada kelenjar hipofise atau adrenal yang mendasari seperti neoplasma adrenal atau ovarium,
sindrom Cushing, hypogonadotropic atau gangguan hypergonadotropic, hyperprolactinemia,
dan penyakit tiroid.
Dibutuhkan 1 kriteria mayor yaitu anovulasi dan 2 kriteria minor yaitu rasio LH/FSH
> 2,5 dan terbukti adanya ovarium polikistik secara USG. USG dan atau laparoskopi
merupakan alat utama untuk diagnosis. Dengan USG, hampir 95 % diagnosis dapat dibuat.
Terlihat gambaran seperti roda pedati, atau folikel-folikel kecil berdiameter 7-10 mm. Baik
dengan USG, maupun dengan laparoskopi, ke dua, atau salah satu ovarium pasti membesar.7
Wanita SOPK menunjukkan kadar FSH, PRL, dan E normal, sedangkan LH sedikit meninggi
(nisbah LH/FSH>3). LH yang tinggi ini akan meningkatkan sintesis T di ovarium, dan
membuat stroma ovarium menebal (hipertikosis). Kadar T yang tinggi membuat folikel atresi.
LH menghambat enzim aromatase. Bila di temukan hirsutismus, perlu diperiksa testosteron,
dan umumnya kadar T tinggi. Untuk mengetahui, apakah hirsutismus tersebut berasal dari
ovarium, atau kelenjar suprarenal, perlu di periksa DHEAS.
12
Kadar T yang tinggi selalu berasal dari ovarium (> 1,5 ng/ml), sedangkan kadar
DHEAS yang tinggi selalu berasal dari suprarenal (> 5-7ng/ml). Indikasi pemeriksaan T
maupun DHEAS dapat di lihat dari ringan beratnyapertumb uhan rambut. Bila pertumbuhan
rambut yang terlihat hanya sedikit saja (ringan), maka kemungkinan besar penyebab
tingginya androgen serum adalah akibat gangguan pada ovarium, berupa anovulasi kronik,
sedangkan bila terlihat pertumbuhan rambut yang mencolok, maka peningkatan androgen
kemugkinan besar berasal dari kelenjar suprarenal, berupa hiperplasia, atau tumor.7
2.9 Diagnosis Banding
Diagnosis banding termasuk variasi yang luas dari sejumlah gangguan lain yang berakibat
pada abnormalitas pelepasan gonadotropin, anovulasi kronik, dan ovarium yang sklerokistik.
Ovarium yang sklerokistik merupakan ekspresi morfologi yang nonspesifik dari anovulasi
kronik pada pasien-pasien premenopause, dan dapat disertai :
a. Lesi adrenal, misalnya sindroma Cushing, hiperplasia adrenal kongenital, dan tumor-tumor
adrenal virilisasi.
b. Gangguan hipotalamus-pituitari primer
c. Lesi-lesi ovarium yang memproduksi jumlah yang berlebihan dari estrogen atau androgen,
termasuk tumor-tumor sex-cord stromal, tumor-tumor sel steroid dan beberapa lesi
nonneoplastik seperti hiperplasia sel Leydig dan hipertekosis troma.
Ovarium sklerokistik juga terjadi pada pasien-pasien dengan ooforitis autoimun, setelah
penggunaan kontrasepsi oral jangka panjang, berhubungan dengan adhesi periovarium,
setelah terapi androgen jangka panjang pada wanita agar menjadi pria transeksual dan
ditemukan normal pada individu-indivudi prespubertas.7
2.10 Penatalaksanaan
Sindroma ovarium polikistik adalah sekelompok masalah gangguan kesehatan akibat
gangguan keseimbangan hormonal. Seringkali SOPK menyebabkan gangguan pada pola haid
dan menimbulkan kesulitan untuk mendapatkan kehamilan.1,8
Olahraga secara teratur, konsumsi makanan sehat, serta menghentikan kebiasaan merokok
dan mengendalikan berat badan merupakan kunci utama pengobatan SOPK. Alternatif
pengobatan lainnya adalah dengan menggunakan obat untuk menyeimbangkan hormon. 1,8
Tidak terdapat pengobatan definitif untuk SOPK, namun pengendalian penyakit dapat
menurunkan resiko infertilitas, abortus, diabetes, penyakit jantung dan karsinoma uterus. 1,8
13
2.10.1 Terapi non-Medikamentosa
Pengendalian dan penurunan berat badan
Dapat menurunkan resiko terjadinya diabetes, hipertensi dan hiperkolesterolemia. Penurunan
berat badan yang tidak terlalu drastis dapat mengatasi kadar androgen dan kadar insulin serta
infertiliti. Penurunan berat badan sebesar 5 – 7% dalam waktu 6 bulan sudah dapat
menurunkan kadar androgen sedemikian rupa sehingga ovulasi dan fertilitas menjadi pulih
pada 75% kasus SOPK.2,8
- Penurunan berat badan. Memperoleh berat badan yang ideal akan memperbaiki kesehatan
penderita dan dapat mengatasi masalah kesehatan jangka panjang. Meningkatkan aktivitas
dan makan makanan sehat merupakan kunci pengendalian berat badan.
- Olah raga. Penderita diharap untuk menjadikan olah raga teratur sebagai bagian penting
dalam kehidupannya. Berjalan kaki merupakan aktivitas yang paling baik dan sederhana yang
dapat dengan mudah dikerjakan.
- Makanan sehat dan gizi seimbang yang terdiri dari kombinasi buah dan sayuran, produk
makanan kecil berkalori rendah yang dapat memuaskan nafsu makan dan menngatasi
kebiasaan makan kecil.
- Pertahankan berat badan yang sehat.
- Hentikan kebiasaan merokok
2.10.2. Terapi Medikamentosa
Pengobatan tergantung tujuan pasien. Beberapa pasien membutuhkan terapi kontrasepsi
hormonal, dimana yang lainnya membutuhkan induksi ovulasi. Kebanyakan pasien dengan
SOPK mencari pengobatan untuk hirsutisme dan infertilitasnya. Hirsutisme dapat diobati
dengan obat antiandrogen yang menurunkan kadar androgen tubuh. Infertilitas pada SOPK
sering berespon terhadap klomifen sitrat. 1,5
Kontrasepsi Oral
Kontrasepsi oral kombinasi menurunkan produksi adrenal dan androgen, dan mengurangi
pertumbuhan rambut dalam 2/3 pasien hirsutisme. Terapi dengan kontrasepsi oral memiliki
beberapa manfaat, antara lain :
1. Komponen progestin menekan LH, mengakibatkan penurunan produksi androgen ovarium
14
2. Estrogen meningkatkan produksi hepatik SHBG, menghasilkan penurunan testosteron
bebas.
3. Mengurangi kadar androgen sirkulasi.
4. Estrogen mengurangi konversi testosteron menjadi dehidrotestosteron pada kulit dengan
menghambat 5α-reduktase. 1
Pasien dengan SOPK terjadi anovulasi yang kronis dimana endometriumnya distimulasi
hanya dengan estrogen. Hal ini menjadi endometrium hiperplasia dan dapat terjadi
endometrium carcinoma pada pasien SOPK dengan anovulasi yang kronis. Banyak dari kasus
seperti ini dapat dikembalikan dengan menggunakan progesteron dosis tinggi, seperti
megestrol asetat 40-60 mg/hari untuk 3-4 bulan.5
Ketika kontrasepsi oral digunakan untuk mengobati hirsutisme, keseimbangan harus
dipertahankan antara penurunan kadar testosteron bebas dan androgenisitas intrinsik dari
progestin. Tiga progestin senyawa yang terdapat dalam kontrasepsi oral (norgestrel,
norethindrone, dan norethindrone asetat) diyakini merupakan androgen dominan.
Kontrasepsi oral yang berisi progestin baru (desogestrel, gestodene, norgestimate, dan
drospirenone) memiliki aktivitas androgenik yang minimal. Terdapat bukti yang terbatas
bahwa terdapat perbedaan dalam hasil uji klinis yang ditentukan oleh perbedaan-perbedaan
ini secara in vitro dari potensi androgenik. 1
2. Medroksiprogesteron Asetat
Penggunaan medroksiprogesteron asetat secara oral atau intramuskuler telah berhasil
digunakan untuk pengobatan hirsutisme. Secara langsung mempengaruhi axis hipofise-
hypothalamus oleh menurunnya produksi GnRH dan pelepasan gonadotropin, sehingga
mengurangi produksi testosteron dan estrogen oleh ovarium.
Meskipun penurunan SHBG, kadar androgen total dan bebas berkurang secara signifikan.
Dosis oral yang direkomendasikan adalah 20-40 mg per hari dalam dosis terbagi atau 150 mg
diberikan intramuscular setiap 6 minggu sampai 3 bulan dalam bentuk depot. Pertumbuhan
rambut berkurang sebanyak 95% pasien. Efek samping dari pengobatan termasuk amenorea,
hilangnya kepadatan mineral tulang, depresi, retensi cairan, sakit kepala, disfungsi hepatik,
dan penambahan berat badan. 1
3. Agonis Gonadotropin releasing Hormone (Gn-RH) 15
Penggunaan GnRH agonis memungkinkan diferensiasi androgen adrenal yang dihasilkan
oleh ovarium. Ini ditujukan untuk menekan kadar steroid ovarium pada pasien SOPK.
Pengobatan dengan leuprolid asetat yang diberikan intramuskular setiap 28 hari mengurangi
hirsutisme dan diameter rambut pada hirsutisme idiopatik atau pada hirsutisme sekunder pada
SOPK. Tingkat androgen ovarium secara signifikan dan selektif ditekan. GnRH agonis dapat
diberikan dengan dosis tunggal, 3 mg pada hari ke 8 siklus haid, atau dengan dosis ganda
setiap hari 0,25 mg mulai hari ke 7 siklus haid. Penambahan kontrasepsi oral atau terapi
penggantian estrogen untuk pengobatan agonis GnRH dapat mencegah keropos tulang dan
efek samping lainnya dari menopause, seperti hot flushes dan atrofi genital. Supresi
hirsutisme tidak menambah potensi dengan terapi penambahan estrogen untuk pengobatan
agonis GnRH. 1
4. Ketokonazol
Ketokonazol, agen antijamur yang disetujui oleh US Food and Drug Administration,
menghambat kunci sitokrom steroidogenik. Diberikan pada dosis rendah (200 mg / hari),
dapat secara signifikan mengurangi tingkat androstenedion, testosteron, dan testosteron
bebas. 1
5. Flutamide
Flutamid merupakan antiandrogen nonsteroid yang dilaporkan tidak mempunyai aktivitas
progestasional, estrogenik, kortikoid, atau antigonadotropin.
Pada banyak studi, kadar perifer T dan T bebas tidak berubah, meskipun beberapa dilaporkan
modulasi produksi androgen. Flutamid mempunyai efikasi yang serupa dengan spironolakton
dan cyproteron. Obat ini telah digunakan untuk mengobati kanker prostat pada laki-laki. Obat
ini diguakan secara umum dalam dosis 125-250 mg dua kali sehari. Efek samping yang
umum ialah kulit kering dan meningkatkan nafsu makan. 2
6. Cyproterone Acetate
Cyproterone asetat adalah progestin sintetis poten yang memiliki sifat antiandrogen kuat.
Mekanisme utama cyproterone asetat ialah menginhibisi secara kompetitif testosteron dan
DHT pada tingkat reseptor androgen. Agen ini juga menginduksi enzim hepatik dan dapat
16
meningkatkan laju metabolisme plasma clearance androgen. Formulasi Eropa dengan
cyproterone ethinyl estradiol plasma acetate mengurangi kadar testosteron dan
androstenedion secara signifikan, menekan gonadotropin, dan meningkatkan tingkat SHBG.
Cyproterone asetat juga menunjukkan aktivitas glukokortikoid ringan dan dapat mengurangi
tingkat DHEAS.
Diberikan dalam rejimen berurutan terbalik (cyproterone asetat 100 mg / hari pada
hari ke-5 - 15, dan ethinyl estradiol 30-50 mg / hari pada siklus hari ke-5 - 26), jadwal siklus
ini membuat perdarahan menstruasi yang teratur, membuat kontrasepsi yang sangat baik, dan
efektif dalam pengobatan hirsutisme dan bahkan jerawat yang parah.
Efek samping cyproterone asetat ialah:1
Kelelahan
meningkatnya berat badan
penurunan libido
perdarahan tak teratur, mual, dan sakit kepala.
* Gejala ini terjadi lebih jarang ketika ethinyl estradiol ditambahkan.
7. Spironolactone
Spironolacton merupakan diuretik hemat kalium yang menginhibisi pertumbuhan rambut
dengan menghambat aktivitas 5α-reduktase dan mengikat secara kompetitif terhadap reseptor
intraseluler dari DHT. Dosis pemberian spironolakton adalah 2x50 mg/hari.
Dosis yang lebih besar mengganggu aktivitas sitokrom P-450, yang mengurangi
jumlah total androgen sintesis dan sekresi. Efek samping spironolakton ialah menstruasi yang
ireguler, mual dan lemah dengan dosis yang lebih tinggi. Disebabkan spironolakton
merupakan diuretik hemat kalium, wanita dengan hiperkalemia harus diobservasi dengan
hati-hati atau sebaiknya diberikan alternatif obat lainnya.3
8. Insulin Sensitizers
Karena hiperinsulinemia memainkan peran dalam SOPK terkait anovulasi, pengobatan
dengan insulin sensitizers dapat menggeser keseimbangan endokrin terhadap ovulasi dan
kehamilan, baik penggunaan sendiri atau dalam kombinasi dengan modalitas pengobatan lain. 1
Metformin direkomendasikan didalam International Guidelines sebagai terapi utama untuk
diabetes mellitus tipe 2 karena mempunyai profil yang baik dalam pengontrolan metabolism
17
glukosa. Akan tetapi sampai saat ini belum ditemukan regimen dosis yang tetap sehingga
dianjurkan untuk disesuaikan secara individu dengan dasar efektifitas dan toleransi dan tidak
melebihi dosis maksimal yang direkomendasikan yaitu 2250 mg untuk dewasa dan 2000 mg
untuk anak-anak dalam sehari. Untuk meminimalisir efek samping, terapi metformin dimulai
pada dosis yang rendah yang diminum saat makan, dan dosis ini ditingkatkan secara
progresif.
Pasien-pasien diberi metformin 500 mg sekali/hari diminum saat makan besar,
biasanya makan malam selama 1 minggu kemudian ditingkatkan menjadi 2kali/sehari,
bersama sarapan dan makan malam, selama 1 minggu kemudian dosis dinaikkan 500 mg saat
sarapan dan 1000 mg saat makan malam selama 1 minggu dan akhirnya dosis ditingkatkan
menjadi 1000 mg 2kali/hari saat sarapan dan makan malam. Tidak terdapat penelitian
mengenai kisaran dosis metformin pada sindrom ovarium polikistik, tapi penelitian kisaran
dosis pada pasien diabetes menggunakan kadar hemoglobin glikase sebagai pengukur
outcome, menunjukkan bahwa dosis 2000 mg per hari sudah optimal. 1
Dosis dan jangka waktu yang optimal untuk pemberian metformin pada penderita SOPK
dengan insulin resisten sampai sekarang belum ditemukan suatu
18
konsensus. Beberapa peneliti memberi pengobatan 4 sampai 8 minggu dengan dosis 500 mg
tiga kali sehari sebagai pengobatan awal sebelum diberikan clomiphene citrate, tetapi banyak
pasien yang merasa tidak nyaman dan sering menemukan efek samping dengan pemberian 4
sampai 8 minggu tersebut, sehingga banyak yang tidak melanjutkan pengobatan. Untuk
mempersingkat waktu dan meningkatkan kepatuhan dalam pengobatan, banyak peneliti
mencoba pemberian metformin yang lebih singkat. Hwu dkk memberikan metformin dengan
dosis 500 mg tiga kali sehari untuk 12 hari sebelum dimulai pengobatan dengan clomiphene
citrate. Pada penelitian tersebut ovulasi ditemukan pada 42.5% dibandingkan hanya 12.5%
pada kelompok kontrol. Khorram dkk memberikan metformin 500 mg tiga kali sehari dimulai
dari hari pertama withdrawal bleeding (setelah pemberian medroxy-progesterone acetate 10
mg perhari selama 10 hari) dan pemberian clomiphene citrate pada hari ke lima sampai hari
ke sembilan. Pada penelitian tersebut ditemukan 44% dan 31% dibandingkan hanya 6.7% dan
0% pada kelompok kontrol yang ovulasi dan keberhasilan untuk hamil.
9. Clomiphene citrate
Clomiphene citrate merupakan estrogen lemah sintetis yang meniru aktivitas antagonis
estrogen bila diberikan pada dosis farmakologi khas untuk induksi ovulasi. Fungsi hipofise-
hipotalamus-ovarium axis diperlukan untuk kerja klomifen sitrat yang tepat. Lebih khusus
lagi, clomiphene sitrat diperkirakan dapat mengikat dan memblokir reseptor estrogen di
hipotalamus untuk periode yang lama, sehingga mengurangi umpan balik estrogen normal
hipotalamus-ovarium. Blokade ini meningkatkan jumlah GnRH di beberapa wanita yang
anovulatoir. Peningkatan kadar GnRH menyebabkan peningkatan sekresi hipofise
gonadotropin, yang memperbaiki perkembangan folikel ovarium. Clomiphene citrate juga
dapat mempengaruhi ovulasi melalui tindakan langsung pada hipofisis atau ovarium.
Sayangnya, efek antiestrogen clomiphene sitrat pada tingkat endometrium atau serviks
memiliki efek yang merugikan pada kesuburan pada sebagian kecil individu. 1
Obat ini adalah suatu antagonis estrogen yang bekerja dengan mengadakan penghambatan
bersaing dengan estrogen terhadap hipotalamus sehingga efek umpan balik estrogen
ditiadakan. Dengan demikian hipotalamus akan melepaskan LH-FSH-RH yang selanjutnya
akan rnenyebabkan hipofisis anterior meningkatkan sekresi FSH dan LH. Dengan demikian
akan terjadi pertumbuhan dan pematangan folikel serta ovulasi.
19
Dosis diberikan 50 mg satu kali pemberian perhari dengan dosis maksimal perhari dapat
ditingkatkan menjadi 200 mg. Penggunaan clomiphene sitrat untuk induksi ovulasi memiliki
hasil yang sangat baik. Bahkan, pada beberapa populasi, 80% hingga 85% wanita akan
berovulasi dan 40% akan hamil. 1
2.8.3. Terapi Pembedahan
Terapi pembedahan kadang-kadang dilakukan pada kasus infertilitas akibat SOPK yang tidak
segera mengalami ovulasi setelah pemberian terapi medikamentosa. Melalui pembedahan,
fungsi ovarium di pulihkan dengan mengangkat sejumlah kista kecil.2
Alternatif tindakan :
“Wedge Resection” , mengangkat sebagian ovarium. Tindakan ini dilakukan untuk
membantu agar siklus haid menjadi teratur dan ovulasi berlangsung secara normal. Tindakan
ini sudah jarang dikerjakan oleh karena memiliki potensi merusak ovarium dan menimbulkan
jaringan parut. 2
“Laparoscopic ovarian drilling” , merupakan tindakan pembedahan untuk memicu
terjadinya ovulasi pada penderita SOPK yang tidak segera mengalami ovulasi setelah
menurunkan berat badan dan memperoleh obat-obat pemicu ovulasi. Pada tindakan ini
dilakukan eletrokauter atau laser untuk merusak sebagian ovarium. Beberapa hasil penelitian
memperlihatkan bahwa dengan tindakan ini dilaporkan angka ovulasi sebesar 80% dan angka
kehamilan sebesar 50%.11 Wanita yang lebih muda dan dengan BMI dalam batas normal
akan lebih memperoleh manfaat melalui tindakan ini. 2
20
BAB III
KESIMPULAN
Sindroma ovarium polikistik (SOPK) merupakan kelainan kompleks endokrin dan
metabolik yang ditandai dengan adanya anovulasi kronik dan atau hiperandrogenisme yang
diakibatkan oleh kelainan dari fungsi ovarium dan bukan oleh sebab lain.
Prevalensi terjadinya SOPK sekitar 1% - 3 % dari semua wanita steril, 3%-7% dari wanita
yang mempunyai pengalaman ovarium polikistik
Etiologi SOPK tidak diketahui secara pasti, namun diperkirakan sangat dipengaruhi oleh
genetik.
SOPK menyebabkan infertilitas dan bersifat hiperandrogenik, di mana terjadi gangguan
hubungan umpan balik antara pusat (hipotalamus-hipofisis) dan ovarium sehingga kadar
estrogen selalu tinggi yang mengakibatkan tidak pernah terjadi kenaikan kadar FSH yang
cukup adekuat.
Gambaran klinis berupa : Gangguan menstruasi dan infertilitas, hirsutisme, obesitas, akne,
seborrhoe, pembesaran klitoris , dan pengecilan payudara.
Penatalaksanaan awal berupa pengendalian dan penurunan berat badan
Terapi medikamentosa dengan pemberian kontrasepsi oral, medroksiprogesteron asetat,
agonis gonadotropin releasing hormone (gn-rh), ketokonazol, flutamide, cyproterone acetate,
spironolactone, insulin sensitizers, dan clomiphene citrate
Terapi pembedahan dengan “Wedge Resection” dan “Laparoscopic ovarian drilling”
21
DAFTAR PUSTAKA
1. Maharani, L. Wratsangka R. 2002. Sindrom Ovarium Polikistik: Permasalahan Dan
Penatalaksanaannya. (diunduh tanggal 07 februari 2012). Dari URL :
http://www.univmed.org/wp-content/ uploads/2011/02/Dr._Laksmi.pdf
2. Hadibroto, B.R. 2005. Sindroma Ovarium Polikistik. (diunduh tanggal 07 februari 2012).
Dari URL : http://repository.usu.ac.id/bitstream /123456789/15588/1/mkn-des2005-
%20%2811%29.pdf
3. Duarsa, M.A. 2004. Pendekatan Medisinalis Dan Bedah Pada Penanganan Sopk. (diunduh
tanggal 07 februari 2012). Dari URL :
http://digilib.unsri.ac.id/jurnal/health-sciences/pendekatan-medisinalis-dan-bedah-pada-
penanganan-sopk/mrdetail/914/
4. Ramli R. 2010. Dampak Preeklampsia. (diunduh tanggal 10 februari 2012). Dari URL :
http://www.ibubayi.com/topik/dampak-preeklampsia.html
5. Melissa Conrad Stöppler. William C. Shiel Jr. 2010. Polycystic Ovarian Syndrome.
(diunduh tanggal 07 februari 2012). Dari URL :
http://www.medicinenet.com/polycystic_ovary/article.htm
6. Hestiantoro, A. 2009. Sindroma ovarium polikistik, penyebab gangguan haid. (diunduh
tanggal 07 februari 2012). Dari URL :
http://botefilia.com/index.php/archives/2009/04/10/sindroma-ovarium-polikistik-penyebab-
gangguan-haid/
7. Anonym. 2010. Ovarium polikistik Sindrom - Penyebab, Gejala dan Metode Pengobatan.
(Diunduh tanggal 07 februari 2012). Dari URL : http://id.hicow.com/polikistik-ovarium-
sindrom/kehamilan/hormon-772734.html
8. Murfida, L. 2001. terapi metformin pada sindrom ovarium polikistik. (diunduh tanggal 07
februari 2012). Dari URL : http://digilib.unsri.ac.id/download/Terapi %20Metformin
%20pada%20SOPK.pdf
9. Balen AH, Rutherford AJ; Managing anovulatory infertility and polycystic ovary
22