27
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Muttaqin (2008; 126), Tetanus adalah penyakit infeksi yang diakibatkan oleh toksin kuman Clostridium tetani, dimanifestasikan dengan kejang otot secara paroksismal dan diikuti kekakuan otot seluruh badan. Kekakuan tonus otot ini tampak pada otot maseter dan otot-otot rangka. Menurut batticaca (2008; 219), penyakit tetanus adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh toksin kuman clostridium tetani , yang bermanifestasi dengan kejang otot secara proksismal dan diikuti kekakuan seluruh badan. clostridium tetani adalah kuman yang berbentuk batang seperti penabuh genderang, berspora, golongan gram positif, hidup anaerob. Penyakit tetanus kebanyakan terdapat pada anak-anak yang belum pernah mendapatkan imunisasi tetanus (DPT) dan pada umumnya terdapat pada anak dari keluarga yang belum mengerti pentingnya imunisasi dan pemeliharaan kesehatan seperti kebersihan lingkungan dan perorangan. Penyakit tetanus adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh toksin kuman Clostridium Tetani, yang bermanifestasi dengan kejang otot secara paroksismal dan diikuti kekakuan seluruh badan. 1

BAB I

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB I

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Menurut Muttaqin (2008; 126), Tetanus adalah penyakit infeksi yang

diakibatkan oleh toksin kuman Clostridium tetani, dimanifestasikan dengan kejang

otot secara paroksismal dan diikuti kekakuan otot seluruh badan. Kekakuan tonus

otot ini tampak pada otot maseter dan otot-otot rangka.

Menurut batticaca (2008; 219), penyakit tetanus adalah penyakit infeksi yang

disebabkan oleh toksin kuman clostridium tetani , yang bermanifestasi dengan

kejang otot secara proksismal dan diikuti kekakuan seluruh badan. clostridium tetani

adalah kuman yang berbentuk batang seperti penabuh genderang, berspora,

golongan gram positif, hidup anaerob.

Penyakit tetanus kebanyakan terdapat pada anak-anak yang belum pernah

mendapatkan imunisasi tetanus (DPT) dan pada umumnya terdapat pada anak dari

keluarga yang belum mengerti pentingnya imunisasi dan pemeliharaan kesehatan

seperti kebersihan lingkungan dan perorangan. Penyakit tetanus adalah penyakit

infeksi yang disebabkan oleh toksin kuman Clostridium Tetani, yang bermanifestasi

dengan kejang otot secara paroksismal dan diikuti kekakuan seluruh badan.

Penyakit tetanus biasanya terjadi setelah tubuh terluka dan kebanyakan terjadi

setelah tubuh terluka dan kebanyakan luka tusuk yang mendalam misalnya tertusuk

paku, pecahan kaca, terkena kaleng, atau luka yang menjadi kotor;karena terjatuh

ditempat yang kotor dan terluka atau kecelakaan dan timbul luka yang tertutup debu/

kotoran juga luka bakar dan patah tulang terbuka. Luka yang kotor/tertutup

memungkinkan keadaan anaerob yang ideal untuk pertumbuhan clostridium tetani.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka pembahasan yang menjadi pokok

pembahasan dalam makalah ini adalah.

1. Bagaimana konsep dasar dari Tetanus ?

2. Bagaimana asuahan keperawatan pada klien dengan Tetanus ?

1

Page 2: BAB I

1.3 Tujuan Penulisan

1.3.1 Tujuan Umum

Mahasiswa dan para pembaca dapat mengetahui dan memahami tentang

konsep dasar Tetanus dan asuhan keperawatan pada klien dengan Tetanus.

1.3.2 Tujuan Khusus

Mahasiswa dan pembaca dapat memahami :

1. Memahami tentang konsep dasar dari Tetanus, yang meliputi ; pengertian,

etiologi, manifestasi klinis, pemeriksaan diagnostik, penatalaksanaan medis,

serta patofisiologi berupa pathway.

2. Mengetahui dan memahami tentang asuhan keperawatan pada klien dengan

tetanus yang mencakup ; pengkajian, diagnosa keperawatan serta intervensi.

2

Page 3: BAB I

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar

2.1.1 Pengertian

Tetanus adalah penyakit infeksi yang diakibatkan oleh toksin kuman

Clostridium tetani, dimanifestasikan dengan kejang otot secara paroksismal dan

diikuti kekakuan otot seluruh badan. Kekakuan tonus otot ini tampak pada otot

maseter dan otot-otot rangka. (Mutaqin, 2008).

Menurut batticaca (2008; 219), penyakit tetanus adalah penyakit infeksi

yang disebabkan oleh toksin kuman clostridium tetani , yang bermanifestasi dengan

kejang otot secara proksismal dan diikuti kekakuan seluruh badan. clostridium tetani

adalah kuman yang berbentuk batang seperti penabuh genderang, berspora,

golongan gram positif, hidup anaerob.

2.1.2 Etiologi

Menurut Muttaqin ( 2008; 126), clostridium tetani merupakan basil

berbentuk batang yang bersifat anaerob, membentuk spora (tahan panas), gram-

positif, mengeluarkan eksotoksin yang bersifat neurotoksin (yang efeknya

mengurangi aktivitas kendali SPP), patogenesis bersimbiosis dengan

mikroorganisme piogenik (pyogenic).

Basil ini banyak ditemukan pada kotoran kuda, usus kuda, dan tanah

yang dipupuk kotoran kuda. Penyakit tetanus banyak terdapat pada luka dalam, luka

tusuk, luka dengan jaringan mati (corpus alienum) karena merupakan kondisi yang

baik untuk proliferasi kuman anaerob. Luka dengan infeksi piogenik dimana bakteri

piogenik mengonsumsi eksogen pada luka sehingga suasana menjaadi anaerob yang

penting bagi tumbuhnya basis tetanus. (Muttaqin, 2008).

2.1.3 Manifestasi klinis

Menurut Muttaqin (2008; 126), gejala klinis dari tetanus adalah :

1) masa inkubasi clostridium tetani adalah 4-21 hari. Semakin lama masa inkubasi,

maka prognosisnya semakin baik. Masa inkubasi tergantung dari jumlah bakteri,

3

Page 4: BAB I

virulensi dan jarak tempat masuknya kuman (port d’entre) dengan SPP. Semakin

dekat luka dengan SPP maka prognosisnya akan semakin serius dan semakin

jelek. Misalnya, luka ditelapak kaki dan leher bila sama-sama terserang basil

tetanus, yang lebih baik prognosisnya adalah luka yang dikaki.

2) Timbulnya gejala biasanya mendadak, didahului dengan ketegangan otot

terutama pada rahang dan leher.

3) Sulit membuka mulut (trismus).

4) Kaku kuduk.

5) Badan kakau dengan epistotonus, tungkai dalam mengalami ekstensi lengan

kaku dan mengepal.

6) Kejang tonik.

7) Kesadaran biasanya tetap baik.

8) Asfiksia dan sianosis akibat kontraksi otot, retensi urine bahkan dapat terjadi

fraktur kolumna vertebralis (pada anak) akibat kontraksi otot yang sangat kuat.

9) Demam ringan.

2.1.4 Pemeriksaan diagnostik

2.1.4.1 Anamnesis

1) Lokasi luka

2) Penyebab luka (pernah kena karat, jatuh, kecelakaan kendaraan bermotor, dan

jatuh dijalan dekat kotoran kuda, berkelahi dekat kandang kuda, hobi yang

berhubungan dengan kuda atau kototran kuda).

3) Luka sebelumnya (ada otitis media, karies gigi).

4) Pernah diberi ATS/Toxoid dan semacamnya.

2.1.4.2 Amati gejala-gejala yang tampak (misalnya sakit saat menelan, sulit bernapas, sulit

atau tidak dpat berkemih, dan lainya).

2.1.4.3 Pemeriksaan laboratorium :

1) Biasanya terdapat leukositosis ringan.

2) Kadang-kadang terjadi peningkatan Tekanan Cairan Otak.

3) Pada pemeriksaan bakteriologis (kultur jaringan) didaerah luka ditemukan

clostridium tetani.

4

Page 5: BAB I

2.1.5 Penatalaksanaan Medis

2.1.5.1 Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut :

1) Imunisasi aktif dengan pemberian DPT, booster dose (untuk balita). Jika terjadi

luka lagi, booster ulang.

2) Imunisasi pasif, pemberian ATS profilaksis 1500-4500 UI (dapat bertahan 7-10

hari). Pemberian imunisaasi ini sering menyebabkan syok anafilaksis sehingga

harus dilakukan skin test terlebih dahulu. Jika pada skin test tidak terjadi

kemerahan, gatal, dan pembengkakan maka imunisasi dapat diinjeksikan, anak-

anak diberikan setengah dosis (750-1250 UI). Hypertet 250 UI untuk dosis anak-

anak diberikan setengah (125 UI) bila tidak tahan ATS.

3) Pencegahan pada luka, toiletisasi (pembersihan luka) memakai Perhidrol

(hidrogen peroksida- H2O2), debridemen, bilas dengan NaCl, dan jahit.

4) Injeksi penisilin (terhadap basil anaerob dan basil simbiosis).

2.1.5.2 pengobatan tetanus

Berdasarkan patogenesis, prinsip terapi ditunjukan pada adanya toksin yang

beredar di sirkulasi darah dan adanya basil luka. Adanya stimulus yang diterima saraf

aferen dan adanya serabut motorik yang menimbulkan spasme dan kejang.

2.1.6 Patofisiologi

Penyakit tetanus biasanya terjadi setelah tubuh terluka dan kebanyakan

luka tusuk yang dalam misalnya tertusuk paku, pecahan kaca, terkena kaleng, atau

luka yang menjadi kotor; karena terjatuh di tempat yang kotor dan terluka atau

kecelakaan dan timbul luka yang tertutup debu/kotoran juga luka bakar dan patch

tulang terbuka. Luka yang kotor/tertutup memungkinkan keadaan anaerob yang ideal

untuk pertumbuhan Clostridium tetani. Sebagai Porte d'entree lainnya dapat juga

luka gores yang ringan kemudian menjadi bernanah; gigi berlobang dikorek dengan

bends yang kotor atau otitis media purulen (OMP) yang dibersihkan dengan kain

yang kotor. Mass inkubasi tetanus berkisar antara 2-14 hari. Prognosis penyakit ini

sangat buruk bila ads OMP dan luka pads kulit kepala.

Toksin tersebut bersifat seperti antigen, sangat mudah diikat oleh

jaringan saraf danibila dalam keadaan terikat tidak dapat lagi dinetralkan oleh

antitoksin spesifik. Tetapi toksin yang bebas dalam peredaran darah sangat mudah

5

Page 6: BAB I

dinetralkan oleh antitoksin. Hal ini penting untuk pencegahan dan pengobatan

penyakit tetanus ini.

2.1.7 WOC

6

Page 7: BAB I

7

Suasana yang memungkinkan organisme anaerob Clostridium tetani berpoliferasi disebabkan keadaan/ porte d’entrée antara lain: luka tusuk dalam dan kotor serta belum terimunisasi, luka karena lalu lintas, luka bakar, luka tembak, gigitan hewan/manusia, gigi berlubang , lesi pada mata, infeksi telinga, tonsil, perawatan luka/tali pusat yang tidak baik.

Clostridium tetani mengeluarkan toksin, toksin diabsorposi pada ujung saraf motorik dan melalui sumbu silindrik ke SSP

Dari Susunan limfatik ke sirkulasi darah arteri dan masuk ke SSP

Toksin bersifat neurotoksin/tetanospasmin, tetanulisin, menghancurkan sel darah merah, merusak leokusit.

Perubahan fisiologis intraknial

Penekanan area fokal kortikal

Peningkatan permeablitas darah/otak

Kejang tonik umum, kejang rangsang (terhadap visual, suara, dantaktil), kejang spontan, kejang pada abdomen, dan retensi urine.

Kesulitan membuka mulut (trismus), kaku kuduk (epistotonus), kaku dinding perut (perut papan), dan kaku tulang belakang.

Sulit menelan/menyusu

Intake nutrisi tidak adekuat

3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan

Perubahan eliminasi urin dan avi

Proses inflamasi di jaringan

otak (pe ↑ suhu tubuh),

perubahan tingkat kesadaran, perubahan frekuensi nadi.

Peningkatan sekret dan penurunan kemampuan

batuk

2. Hipertermi

Penurunan tingkat kesadaran, penurunan perfusi jaringan otak.

5. Resiko tinggi trauma/cedera

4. Resiko tinggi kejang berulang.

9. Kuping tidak efektif

10. KecemasanKoma

Penurunan tingkat kesadaran penurunan perfusi jaringan otak.

Perubahan mobilitas fisik

Penurunan kemampuan

batuk

8. gg pemenuhan kebutuhan eliminasi urin dan alvi

6. gg mobilitas fisik

7. gg ADL

1.Bersihan jalan napas tidak efektif

Page 8: BAB I

2.2 Asuhan Keperawatan

2.2.1 Pengkajian

1. Anamnesis

Identitas klien yang harus diketahui perawat meliputi nama, umur, jenis

kelamin, alamat rumah, agama, atau kepercayaan suku bangsa, bahasa yang

dipakai, status pendidikan pekerjaan klien, dan asuransi kesehatan.

2. Keluhan utama

Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien atau orang tua

membawa anaknya untuk meminta pertolongan kesehatan adalah panas badan

tinggi, kejang, dan penurunan tingkat kesadaran.

3. Riwayat Penyakit saat ini

Faktor riwayat penyakit sangat penting diketahui karena untuk

mengetahui predisposisi penyebab sumber luka. Di sini harus ditanya dengan

jelas tentang gejala yang timbul seperti kapan mulai serangan, sembuh, atau

bertambah buruk. Keluhan kejang perlu mendapat perhatian untuk dilakukan

pengkajian lebih mendalam, bagaimana sifat timbulnya kejang, stimulus apa

yang sering menimbulkan kejang, dan tindakan apa yang telah diberikan dalam

upaya menurunkan keluhan kejang tersebut.

Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran dihubungkan

dengan toksin tetanus yang menginflamasi jaringan otak. Keluhan perubahan

perilaku juga umum terjadi. Sesuai perkembangan penyakit, dapat terjadi letargi,

tidak responsif, dan koma.

4. Riwayat Penyakit Dahulu

Pengkajian penyakit yang pernah dialami klien yang memungkinkan

adanya hubungan atau menjadi predisposisi keluhan sekarang meliputi

pernahkah klien mengalami tubuh terluka dan luka tusuk yang dalam misalnya

tertusuk paku, pecahan kaca, terkena kaleng, atau luka yang menjadi kotor;

karena terjatuh ditempat yang kotor dan terluka atau kecelakaan dan timbul luka

yang tertutup debu/kotoran juga luka bakar dan patah tulang terbuka. Adakah

porte d’entree lainnya seperti luka gores yang ringan kemudian menjadi

bernanah dan gigi berlubang dikorek dengan benda yang kotor.

8

Page 9: BAB I

5. Pengkajian Psiko-sosio-spiritual

Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien juga penting untuk

menilai respons emosi klien terhadap penyakit yang didertitanya dan perubahan

peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respons atau pengaruhnya

dalam dampak yang timbul pada klien, yaitu timbul ketakutan akan kecacatan,

rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secar optimal, dan

pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan citra tubuh). Karena klien

harus menjalani rawat inap maka apakah keadaan ini memberi danmpak pada

status ekonomi klien karena biaya perawatan dan pengobatan memerlukan dan

yang tidak sedikit.

Pada pengkajian pada klien anak perlu diperhatikan dampka hospitalisasi

pada anak dan family center. Anak dengan tetanus sangat rentan terhadap

tindakan invasif yang sering dilakukan untuk mengurangi keluhan, hal ini

memberi dampak stres pada anak dan menyebabkan anak kurang kooperatif

terhadap tindakan keperawatan dan medis. Pengkajian psikososial yang terbaik

dilaksanakan saat observasi anak-anak bermain ayau selama berinteraksi dengan

orangtua. Anak-anak sering kali tidak mampu untuk mengekspresikan perasaan

mereka dan cenderung untuk memperlihatkan masalah meraka melalui tingkah

laku.

6. Pemeriksaan Fisik

Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pads keluhan-keluhan

klien, pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari pengkajian

anamnesis. Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan per sistem (Bl–B6) dengan

fokus pemeriksaan fisik pads pemeriksaan B3 (Brain) yang terarah dan

dihubungkan dengan keluhan-keluhan dari klien.

Pada klien tetanus biasanya didapatkan peningkatan suhu tubuh lebih

dari normal 38-40°C. Keadaan ini biasanya dihubungkan dengan proses

inflamasi dan toksin tetanus yang sudah mengganggu pusat pengatur suhu tubuh.

Penurunan denyut nadi terjadi berhubungan penurunan perfusi jaringan otak.

Apabila disertai peningkatan frekuensi pernapasan sering berhubungan dengan

peningkatan laju metabolisms umum. TD biasanya normal.

9

Page 10: BAB I

a. B1 (Breathing)

- Inspeksi

apakah klien batuk, produksi sputum, sesak napas, penggunaan otot

bantu napas, dan peningkatan frekuensi pernapasan yang sering

didapatkan pada klien tetanus yang disertai adanya ketidakefektifan

bersihan jalan napas.

- Palpasi

Thorak didapatkan taktil premitus seimbang kanan dan kiri.

- Auskultasi

Bunyi napas tambahan seperti ronkhi pada klien dengan peningkatan

produksi sekret dan kemampuan batuk yang menurun.

b. B2 (Blood)

Pengkajian pada sistem kardiovaskular didapatkan syok hipovolemik yang

sering terjadi pada klien tetanus. TD biasanya normal, peningkatan heart rate,

adanya anemis karena hancurnya eritrosit.

c. B3 (Brain)

Pengkajian B3, merupakan pemeriksaan fokus dan lebih lengkap

dibandingkan pengkajian pada sistem lainnya.

- Tingkat kesadaran

Kesadaran klien biasanya compos mentis. Pada keadaan lanjut

tingkat kesadaran klien tetanus mengalami penurunan pada tingkat

letargi, stupor, dan semikomatosa. Apabila klien sudah mengalami

koma maka penilaian GCS sangat penting untuk menilai tingkat

kesadaran klien dan bahan evaluasi untuk monitoring pemberian asuhan.

- Fungsi Serebri

Status mental: observasi penampilan klien dan tingkah lakunya, nilai

gays bicara klien dan observasi ekspresi wajah dan aktivitas motorik

yang pada klien tetanus tahap lanjut biasanya status mental klien

mengalami perubahan.

- Pemeriksaan Kranial

Saraf I. Biasanya pada klien tetanus tidak ada kelainan dan fungsi

penciuman tidak ada kelainan.

10

Page 11: BAB I

Saraf II. Tes ketajaman penglihatan pada kondisi normal.

Saraf III, IV, dan VI. Dengan alasan yang tidak diketahui, klien tetanus

mengeluh mengalami fotofobia atau sensitif yang berlebihan terhadap

cahaya. Respons kejang umum akibat stimulus rangsang cahaya

perlu diperhatikan perawat untuk memberikah intervensi menurunkan

stimulasi cahaya tersebut.

Saraf V. Refleks masester meningkat. Mulut mencucu seperti mulut

ikan (ini adalah gejala khas dari tetanus).

Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah- simetris.

Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.

Saraf IX dan X. kemampuan menelan kurang baik, kesukaran membuka

mulut (stimulus).

Saraf X1. Didapatkan kaku kuduk. Ketegangan otot rahang dan leher

(mendadak).

Saraf X11. Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak ada

fasikulasi. Indra pengecapan normal.

- Sistem Motorik

Kekuatan otot menurun, kontiol keseimbangan dan koordinasi pada

tetanus tahap lanjut mengalami perubahan.

- Gerakan Involunter

Pemeriksaan refleks dalam, pengetukan 'pada tendon, ligamentum, atau

periosteum deraiat refleks pada respons normal.

- Gerakan involunter

Tidak ditemukan adanya tremor, Tic, dan distonia. Pada keadaan tertentu

klien biasanya mengalami kejang umum, terutama pada anak dengan

tetanus disertai peningkatan suhu tubuh yang tinggi. Kejang berhubungan

sekunder akibat area fokal kortikal yang peka.

- Sistem sensorik

Pemeriksaan sensorik pada tetanus biasanya didapatkan perasaan raba

normal, perasaan nyeri normal. Perasaan suhu normal, tidak ada perasaan

abnormal di permukaan tubuh. Perasaan proprioseptif normal dan

11

Page 12: BAB I

perasaan diskriminatif normal.

d. B4 ( Bladder)

Penurunan volume haluaran urine berhubungan dengan penurunan

perfusi dan penurunan curah jantung ke ginjal. Adanya retensi urine karena

kejang umum. Pada klien yang sering kejang sebaiknya pengeluaran urine

dengan menggunakan kateter.

e. B5 (Bowel)

Mual sampai muntah dihubungkan dengan peningkatan produksi asam

lambung. Pemenuhan nutrisi pada klien tetanus menuruti,karena anoreksia

dan adanya kejang, kaku Binding perut (perut pagan) merupakan tanda khan

pada tetanus. Adanya spasme otot menyebabkan kesulitan BAB.

f. B6 (Bone)

Adanya kejang umum sehingga mengganggu mobilitas klien dan

menurunkan aktivitas sehari-hari. Perlu dikaji apabila klien mengalami patch

tulang terbuka yang memungkinkan port de entree kuman Clostridium

tetani, sehingga memerlukan perawatan luka yang optimal. Adanya kejang

memberikan risiko pada fraktur vertebra pada bayi, ketegangan, dan spasme

otot pada abdomen.

2.2.2 Diagnosa Keperawatan

1) Bersihan jalan napas tidak efektif yang berhubungan dengan adanya sekret

dalam trakea, kemampuan batuk menurun.

2) Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses inflamasi dan efek toksin

dijaringan otak.

3) Risiko tinggi kejang berulang yang berhubungan dengan kejang rangsang

(terhadap visual, suara, dan taktil)

4) Risiko gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh

yang berhubungan dengan ketidak mampuan menelan, keadaan kejang abdomen,

trismus.

5) Risiko cedera yang berhubungan dengan adanya kejang, perubahan status mental

dan penurunan tingkat kesadaran.

6) Gangguan mobilitas fisik yang berhubungan adanya kejang berulang

12

Page 13: BAB I

2.2.3 Intervensi Keperawatan

Tujuan rencana Intervensi secara umum adalah menghindari komplikasi

akibat serangan kejang, menjaga kepatenan jalan napas, menurunkan panas tubuh,

menurunkan stimulus ulus rangsang kejang, dan meningkatkan koping individu

serta, penurunan tingkat kecemasan.

1. Bersihan jalan napas tidak efektik yang berhubungan dengan adanya

sekret dalam trakhea, kemampuan batuk menurun.

Tujuan dalam waktu 3x24 jam setelah diberikan tindakan bersihan jalan napas

kembali efektif.

Kriteria hasil : secara subjektif sesak napas (-), RR 16-20x/mnt. Tidak

menggunakan otot bantu napas, retraksi ICS (-), Ronkhi (-/-), mengi (-/). Dapat

mendemonstrasikan cara batuk efektif.

intervensi Rasionalisasi

Kaji fungsi paru, adanya bunyi

napas tambahan, perubahan irama

dan kedalaman, pengunaan otot-

otot aksesori, warna, dan

kekentalan skutum.

Memantau dan mengatasi komplikasi

potensial. Pengkajian pungsi pernapasan

dengan intevensi yang beraturan adalah

penting karena adanya kelemahan atau

persalinan pada otot-otot interkonstal dan

difragma yang berkembang dengan cepat.

Atur posisi folwer dan semifowler Peninggian kepala tempat tidur

memudahkan pernapasan, meninggkatkan

ekspansi dada, dan meningkatkan batuk

lebih efektif.

Ajarkan cara batuk efektif Kelian barada pada resiko tinggi bila tidak

pada batukefektif untuk membersihkan

jalan napas dan mengalami kesulitan dalam

menelan, yang dapat menyebabkan aspirasi

saliva, dan mencetuskan gagal napas akut.

Lakukan fisioterapi dada, vibrasi

dada.

Terapi fisik dada membantu meningkatkan

batuk lebih efektif

Penuhi hidrasi cairan via oral Pemenuhan cairan dapat mengencerkan

13

Page 14: BAB I

seperti minum air putih dan

pertahankan intake cairan 2500

ml/hari.

mukus yang kental dan dapat membantu

pemenuhan cairan yang banyak keluar dari

tubuh.

Lakukan pengisapan lendir dan

jalan napas.

Pengisapan mungkin diperlukan untuk

mempertahankan kepatenan jalan napas

menjadi bersih.

Berikan oksigen sesuai klinis. Pemenuhan oksigen terutama pada klien

tetanus dengan laju metabolisme yang

tinggi.

2. Peningkatan suhu tubuh ynag behubungan dengan proses invlamasi

yang efektif toksin di jaringan otak.

Tujuan : dalam waktu 3 x 24 jam perawatan sushu tubuh menurun.

Kriteria hasil ; suhu tubuh normal 36-37°C

intervensi rasionalisasi

Monitor suhu tubuh klien. Peningkatan suhu tubuh menjadi stimulus

rangsangan kejang pada klien tetanus.

Beri kompres dingin di kepala dan

aksila.

Memberikan respon dinding pada pusat

pengaturan panas dan pada pembuluh

darah besar.

Pertahankan bedresttotal selama

pase akut.

Mengurangi peningkatan proses

metabolisme umum yang terjadi pada klien

tetanus.

Kolaborasi pemberian terapi, ATS

dan antimikroba.

ATS dapat mengurangi dampak toksin

tetanus dijaringan otak dan antimikroba

dapat mengurangi inflamasi sekunder dan

toksin.

3. Risiko tinggi kejang berulang yang berhubungan dengan kejang

rangsang (terhadap visual, suara, dan taktil).

Tujuan : dalam waktu 3x24 jam perawatan risiko kejang berulang tidak terjadi.

Kriteria hasil : klien tidak mengalami kejang.

Intervensi Rasionalisasi

14

Page 15: BAB I

Kaji stimulus kejang Stimulus kejang pada tetanus adalah rangsang

cahaya dan peningkatan suhu tubuh

Hindarkan stimulus cahaya,

kalau perlu klien ditempatkan

pada ruangan dengan

pencahayaan yang kurang

Penurunan rangsang cahaya dapat membantu

menurunkan stimulus rangsang kejang.

Pertahankan bedrest total

selama fase akut

Mengurangi risiko jatuh/terluka jika vertigo,

sincope, dan ataksia terjadi.

Kolaborasi pemberian terapi;

diazepam, phenobarbital.

Untuk mencegah atau mengurangi kejang.

Catatan : phenobarbital dapat menyebabkan

respiratorius depresi dan sedasi.

4. Risiko gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi : kurang dari

kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan ketidakmampuan

menelan, keadaan kejang abdomen, trismus.

Tujuan : dalam waktu 3x24 jam nutrisi klien terpenuhi.

Kriteria hasil : tidak adanya tanda malnutrisi dengan nilai laboratorium dalam

batas normal.

Intervensi Rasionalisasi

Kaji kemampuan klien dalam

menelan, batuk, dan adanya

sekret.

Faktor-faktor tersebut menentukan kemampuan

menelan klien dan klien harus dilindungi dari

risiko aspirasi

Berikan pengertian tentang

pentingnya nutrisi bagi tubuh.

Agar termotivasi untuk memenuhi kebutuhan

nutrisi.

Auskultasi bowel sound, amati

penurunan atau hiperaktivitas

suara bowel.

Fungsi gastrointestinal tergantung pula pada

kerusakan otak, bowel sound menentukan

respons feedling atau terjadinya komplikasi

misalnya illeus.

. Timbang berat badan sesuai

indikasi.

Untuk mengevaluasi efektivitas dari asupan

makanan

Berikan makanan dengan cara menurunkan risiko regurgitasi atau aspirasi.

15

Page 16: BAB I

meninggikan kepala.

Bila klien sering kejang

berikan makanan lewat NGT.

Pemenuhan nutrisi dengan langsung

memasukan kelambung akan menurunkan

risiko regurgitasi atau aspirasi.

Pertahankan lingkungan yang

tenang dan anjurkan keluarga

atau orang terdekat untuk

memberikan makan pada klien.

Membuat klien merasa aman sehingga asupan

dapat dipertahankan.

5. Risiko cedera berhubungan dengan adanya kejang, perubahan status

mental dan penurunan tingkat kesadaran.

Tujuan : dalam waktu 3x24 jam perawatan klien bebas dari cedera yang

disebabkan oleh kejang dan penurunan kesadaran.

Kriteria Hasil : klien tidak mengalami cedera apabila kejang berulang ada.

Intervensi Rasional

Monitor kejang pada tangan,

kaki mulut, otot-otot muka

lainnya.

Gambaran tribalitas sistem saraf pusat

memerlukan evaluasi yang sesuai dengan

intervensi yang tepat untuk mencegah

terjadinya komplikasi.

Persiapkan lingkungan

lingkungan yang aman seperti

batasan ranjang, papan

pengaman, dan alat suction

atau selalu berada dekat klien.

Melindungi klien bila kejang terjadi.

Pertahankan bedrest total

selam fase akut

Mengurangi risiko jatuh/treluka jika vertigo,

sincope, dan ataksia terjadi.

Kolaborasi pemberian terapi;

diazepam, phenobarbital.

Untuk mencegah atau mengurangi kejang.

Catatan : Phenobarbital dapat menyebabkan

respiratorius depresi dan sedasi.

16

Page 17: BAB I

6. Gangguan mobilitas fisik yang berhubungan dengan kejang

berulang.

Tujuan : tidak terjadi kointraktur, footdrop, gangguan integritas kulit, fungsi

bowell dan bladder optimal serta peningkatan kemampuan fisik.

Kriteria Hasil : skala ketergantungan klien meningkatkan menjadi bantuan

minimal.

Intervensi Rasionalisasi

Review kemampuan fisik dan

kerusakan yang terjadi

Mengidentifikasi kerusakan fungsi dan

menentukan pilihan intervensi.

Kaji tingkat imobilisasi,

gunakan skala tingkat

ketergantungan.

Tingkat ketergantungan minimal care (hanya

memerlukan bantuan minimal), partial care

(memerlukan bantuan sebagian), dan total care

(memerlukan bantuan total dari perawat dan

klien yang memerlukan pengawasan khusus

karena risiko tinggi).

Berikan perubahan posisi yang

teratur pada klien.

Perubahan posisi teratur dapat

mendistribusikan berat badan secara

menyeluruh dan memfasilitasi peredaran darah

serta mencegah dekubitus.

Pertahankan body aligment

adekuat, berikan latihan ROM

pasif jika klien sudah bebas

panas dan kejang.

Mencegah terjadinya kontraktur atau footrop

seta dapat mempercepat penegmbalian fungsi

tubuh nantinya.

Berikan perawatan kulit secara

adekuat, lakukan masase, ganti

pakaian klien dengan bahan

linen dan pertahankan tempat

tidur dalam keadaan kering.

Memfasilitasi sirkulasi dan mencegah

gangguan integritas kulit.

Berikan perawatan mata,

bersihkan mata dan tutup

dengan kapas yang basah

sesekali

Melindungi mata dari kerusakan akibat

terbukannya mata terus-menerus.

17

Page 18: BAB I

BAB 3

PENUTUP

3.1 Simpulan

Tetanus adalah penyakit infeksi yang diakibatkan oleh toksin kuman

Clostridium tetani, dimanifestasikan dengan kejang otot secara paroksismal dan

diikuti kekakuan otot seluruh badan. Kuman clostridium tetani merupakan basil

berbentuk batang yang bersifat anaerob, membentuk spora (tahan panas), gram-

positif, mengeluarkan eksotoksin yang bersifat neurotoksin (yang efeknya

mengurangi aktivitas kendali SPP), patogenesis bersimbiosis dengan

mikroorganisme piogenik (pyogenic). Basil ini banyak ditemukan pada kotoran

kuda, usus kuda, dan tanah yang dipupuk kotoran kuda.

Penyakit tetanus banyak terdapat pada luka dalam, luka tusuk, luka dengan

jaringan mati (corpus alienum) karena merupakan kondisi yang baik untuk

proliferasi kuman anaerob.

Berdasarkan patogenesis, prinsip terapi ditunjukan pada adanya toksin yang

beredar di sirkulasi darah dan adanya basil luka. Adanya stimulus yang diterima

saraf aferen dan adanya serabut motorik yang menimbulkan spasme dan kejang.

3.2 Saran

Penyakit tetanus biasanya terjadi setelah tubuh terluka dan kebanyakan

terjadi setelah tubuh terluka dan kebanyakan luka tusuk yang mendalam misalnya

tertusuk paku, pecahan kaca, terkena kaleng, atau luka yang menjadi kotor;karena

terjatuh ditempat yang kotor dan terluka atau kecelakaan dan timbul luka yang

tertutup debu/ kotoran juga luka bakar dan patah tulang terbuka.

Untuk itu jika tubuh terasa kaku dan kejang diaharapkan dapat segera

menanganinya serta mencari informasi dari berbagai sumber agar cepat ditangani.

18

Page 19: BAB I

19