bab 1-4a sgd 23

Embed Size (px)

DESCRIPTION

hhhhhhh

Citation preview

BAB IPENDAHULUAN

1. 1 Latar BelakangGangguan jiwa pada anak-anak merupakan hal yang banyak terjadi, yang umumnya tidak terdiagnosis dan pengobatannya kurang adekuat. Masalah kesehatan jiwa terjadi pada 15% sampai22% anak-anak dan remaja, namun yang mendapatkan pengobatan jumlahnya kurang dari 20%(Keys, 1998).Gangguan hiperaktivitas-defisit perhatian (ADHD/ Attention Deficit-Hyperactivity Disorder) adalahgangguan kesehatan jiwa yang paling banyak terjadi pada anak-anak, dimana insidensinyadiperkirakan antara 6% sampai 9%.Retardasi mental merupakan masalah dunia dengan implikasi yang besar terutama bagi Negara berkembang. Diperkirakan angka kejadian retardasi mental berat sekitar 0.3% dari seluruh populasi dan hamper 3% mempunyai IQ dibawah 70.Sebagai sumber daya manusia tentunya mereka tidak bias dimanfaatkan karena 0.1% dari anak-anak ini memerlukan perawatan, bimbingan serta pengawasan sepanjang hidupnya. Sehingga retardasi mental masih merupakan dilema, sumber kecemasan bagi keluarga dan masyarakat.Demikian pula dengan diagnosis, pengobatan dan pencegahannya masih merupakan masalah yang tidak kecil.Dari hari ke hari istilah autisme semakin banyak diperbincangkan di mana-mana. Hal ini mengindikasikan bahwa perkembangan autisme semakin lama semakin meningkat. Namun, yang disayangkan tingkat penyangkalan orangtua terhadap autisme ini masih cukup tinggi. Oleh sebab itu, tidak heran banyak kasus autisme menjadi terlambat untuk ditangani. Padahal deteksi dini autisme sangat penting untuk membantu tahapan perkembangan anak-anak autisme.Hasil survey yang diambil dari beberapa negara menunjukkan bahwa 2-4 anak per 10.000 anak berpeluang menyandang autisme dengan rasio perbandingan 3:1 untuk anak laki-laki dan perempuan. Dengan kata lain, anak laki-laki lebih rentan menyandang sindrom autisme dibandingkan anak perempuan.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa itu gaangguan psikiatri anak?2. Apa saja macam-macam gangguan psikiatri anak?3. Bagaimana etiologi gangguan psikiatri anak?4. Bagaimana manifestasi klinis gangguan psikiatri anak?5. Apa saja kriteria diagnostik gangguan psikiatri anak?6. Bagaimana penatalaaksanaan dari gangguan psikiatri anak?

1.3 Tujuan

Mengetahui definisi gangguan psikiatri anak Mengetahui etiologi gangguan psikiatri anak Mengetahui manifestasi klinis gangguan psikiatri anak Mengetahui klasifikasi gangguan psikiatri anak Mengetahui kriteria diagnostik gangguan psikiatri anak Mengetahui pengobatan dari gangguan psikiatri anak

BAB IIPEMBAHASAN

SEMESTER 7 MODUL XXIII (PERILAKU & JIWA)SKENARIO 5TIDAK BISA DUDUK DIAM

2.1 Skenario A, anak laki-laki usia 7 tahun dibawa ibunya kedokter puskesmas di daerahnya. Si A sudah dimasukkan sekolah di SD negeri, tetapi setelah belajar 3 bulan guru-gurunya mengeluh karena si A selalu mengganggu teman-teman sekelasnya. Si A suka menjahili dan jalan-jalan di dalam kelas sehingga kelas tidak kondusif lagi. Jika ditegur, dia bersikap cuek saja. Si A ternyata tidak bisa berkonsentrasi dalam belajar dan dalam mengerjakan pekerjaan rumahnya.Si A sebenarnya pertumbuhannya berjalan dengan baik, hanya saja dia sangat aktif dan perhatiannya tidak dapat terfokuskan. Dokter menjelaskan kepada ibu si A supaya dibawa ke psikiater anak karena A mengalami gangguan. Dan akhirnya si ibu A mengikuti anjuran tersebut. Lalu keesokan harinya ibunya membawa si A ke psikiater anak dengan pengantar surat rujukan. 2.2 Learning Objective

1. Mahasiswa mampu mengetahui definisi gangguan psikiatri anak2. Mahasiswa mampu mengetahui klasifikasi gangguan psikiatri anak3. Mahasiswa mampu mengetahui etiologi gangguan psikiatri anak4. Mahasiswa mampu mengetahui manifestasi klinis gangguan psikiatri anak

5. Mahasiswa mampu mengetahui kriteria diagnostik gangguan psikiatri anak6. Mahasiswa mampu mengetahui penatalaksanaan gangguan psikiatri anak

BAB III ISI

3.1 ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder) 3.1.1 DefinisiADHD merupkan kependekan dari attention deficit hyperactivity disorder, (Attention = perhatian, Deficit = berkurang, Hyperactivity = hiperaktif, dan Disorder = gangguan). Atau dalam bahasa Indonesia, ADHD berarti gangguan pemusatan perhatian disertai hiperaktif. Anak dengan gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas (GPPH) adalah anak yang menunjukkan perilaku hiperaktif, impulsif dan sulit memusatkan perhatian yang timbulnya lebih sering, persisten dengan tingkat yang lebih berat jika dibandingkan dengan anak-anak seusianya. Di samping gejala di atas, anak-anak dengan GPPH seringkali juga menunjukkan beberapa gejala lain seperti, adanya ambang toleransi frustasi yang rendah, disorganisasi dan perilaku yang agresif. Kondisi ini tentunya menimbulkan penderitaan dalam hambatan bagi anak dalam menjalankan fungsinya sehari-hari, seperti berinteraksi dengan teman sebay, keluarga dan yang terpenting adalah mengganggu kesiapan anak untuk belajar.3.1.2 EtiologiSampai saat ini belum ditemukan penyebab pasti dari GPPH. Dari berbagai penelitian telah dilakukan dikatakan adanya keterlibatan dari faktor genetik, struktur anatomi dan neurokimiaotak dalam terjadinya GPPH.Namun untuk bahan kajian lebih lanjut akan dikemukakan hasil penelitian Faron dkk, 2000, Kuntsi dkk, 2000, Barkley, 20003 (dalam MIF Baihaqi &Sugiarmin, 2006), yang mengatakan bahwa terdapat faktor yang berpengaruh terhadap munculnya ADHD , yaitu:

Faktor genetikaBukti penelitian menyatakan bahwa faktor genetika merupakan faktor penting dalam memunculkan tingkah laku ADHD. Satu pertiga dari anggota keluarga ADHD memiliki gangguan, yaitu jik orang tua mengalami ADHD, maka anaknya beresiko ADHD sebesar 60 %. Pada anak kembar, jika salah satu mengalami. ADHD, maka saudaranya 70-80 % juga beresiko mengalami ADHD.Pada studi gen khusus beberapa penemuan menunjukkan bahwa molekul genetika gen-gen tertentu dapat menyebabkan munculnya ADHD.Dengan demikian temuan-temun dari aspek keluarga, anak kembar, dan gen-gen tertentu menyatakan bahwa ADHD ada kaitannya dengan keturunan.Faktor neurobiologisBeberapa dugaan dari penemuan tentang neurobiologis diantaranya bahwa terdapat persamaan antara ciri-ciri yang muncul pada ADHD dengan yang muncul pada kerusakan fungsi lobus prefrontl. Demikian juga penurunan kemampuan pada anak ADHD pada tes neuropsikologis yang dihubungkan dengan fungsi lobus prefrontal. Temuan melalui MRI (pemeriksaan otak dengan teknologi tinggi)menunjukan ada ketidaknormalan pada bagian otak depan. Bagian ini meliputi korteks prefrontal yang saling berhubungan dengan bagian dalam bawah korteks serebral secara kolektif dikenal sebagai basal ganglia.Lingkungan faktor Twin studi ke tanggal ada juga menyatakan bahwa sekitar 9% menjadi 20% dari perbedaan dalam hyperactive-impulsif-leha perilaku atau gejala-gejala ADHD dapat dikaitkan dengan nonshared lingkungan (nongenetic) faktor. Implicated faktor lingkungan termasuk alkohol dan tembakau eksposur merokok selama kehamilan dan lingkungan eksposur untuk memimpin sangat awal dalam hidup. Hubungan yang merokok untuk ADHD dapat karena nikotin menyebabkan Hypoxia (kekurangan oksigen) ke janin di utero. Ada juga dapat dengan ADHD bahwa perempuan lebih mungkin untuk merokok dan oleh karena itu, karena yang kuat komponen genetik ADHD, lebih mungkin untuk memiliki anak-anak dengan ADHD. Komplikasi selama kehamilan dan kelahiran-termasuk kelahiran prematur -mungkin juga berperan. ADHD pasien telah diamati memiliki harga lebih tinggi daripada rata-rata dari cedera kepala; Namun, saat ini tidak menunjukkan bukti bahwa cedera kepala adalah penyebab ADHD pada pasien diamati. Sosial faktor Tidak ada bukti yang menarik faktor sosial sendiri dapat menyebabkan ADHD. Namun, banyak peneliti percaya bahwa hubungan dengan perawat memiliki efek mendalam pada attentional-peraturan dan kemampuan diri. Sebuah studi yang menemukan bahwa anak-anak angkat yang tinggi jumlah mereka telah dekat gejala menyerupai ADHD, sementara lainnya peneliti menemukan perilaku khas dari ADHD pada anak-anak yang telah menderita kekerasan emosional dan penyalahgunaan. Selain itu, Kompleks Posting melukai Disorder Stress dapat mengakibatkan masalah yang dapat perhatian seperti ADHD. ADHD juga dianggap sebagai faktor ke Sensory Integrasi Gangguan.3.1.3 Manifestasi klinisSeperti telah di kemukakan sebelumnya bahwa tidak mudah untuk membedakan penyandang ADHD terutama yang tergolong ringan dengan anak normal yang sedikit lebih aktif dibanding anak yang lainnya. Tidak ada tes untuk mendiagnosa secara pasti jenis gangguan ini, mengingat gejalanya bervariasi tergantung pada usia, situasi, dan lingkungan.Hal ini menunjukan ADHD merupakan suatu gangguan yang kompleks berkaitan dengan pengendalian diri dalam berbagai variasi gangguan tingkah laku. Variasi gangguan ini seperti dikatakan oleh Lauer (1992) bahwa secara umum gangguan pemusatan perhatian berkaitan dengan gangguan tingkah laku dan aktivitas kognitif, seperti misalnya berpikir, mengingat, menggambar, merangkum, mengorganisasikan dan lain-lain.Berikut ciri ADHD, dimana ciri-ciri ini muncul pada masa kanak-kanak awal, bersifat menahun, dan tidak diakibatkan oleh kelainan fisik yang lain, mental, maupun emosional. Ciri utama individu dengan gangguan pemusatan perhatian meliputi: gangguan pemusatan perhatian (inattention), gangguan pengendalian diri (impulsifitas), dan gangguan dengan aktivitas yang berlebihan (hiperaktivitas). Dapat dijelaskan sebagai berikut:a. InatensiYang dimaksud adalah bahwa sebagai individu penyandang gangguan ini tampak mengalami kesulitan dalam memusatkan perhatiannya. Mereka sangat mudah teralihkan oleh rangsangan yang tiba-tiba diterima oleh alat inderanya atau oleh perasaan yang timbul pada saat itu. Dengan demikian mereka hanya mampu mempertahankan suatu aktivitas atau tugas dalam jangka waktu yang pendek, sehingga akan mempengaruhi proses penerimaan informasi dari lingkungannya.b. ImpulsifitasYang dimaksud adalah suatu gangguan perilaku berupa tindakan yang tidak disertai dengan pemikiran. Mereka sangat dikuasai oleh perasaannya sehingga sangat cepat bereaksi. Mereka sulit untuk memberi prioritas kegiatan, sulit untuk mempertimbangkan atau memikirkan terlebih dahulu perilaku yang akan ditampilkannya. Perilaku ini biasanya menyulitkan yang bersangkutan maupun lingkungannya.c. HiperaktivitasYang dimaksud adalah suatu gerakan yang berlebuhan melebihi gerakan yang dilakukan secara umum anak seusianya. Biasanya sejak bayi mereka banyak bergerak dan sulit untuk ditenangkan. Jika dibandingkan dengan individu yang aktif tapi produktif, perilaku hiperaktif tampak tidak bertujuan. Mereka tidak mampu mengontrol dan melakukan koordinasi dalam aktivitas motoriknya, sehingga tidak dapat dibedakan gerakan yang penting dan tidak penting. Gerakannya dilakukan terus menerus tanpa lelah, sehingga kesulitan untuk memusatkan perhatian.3.1.4 Kriteria Diagnostik Untuk melakukan identifikasi ADHD dapat digunakan pedoman yang di keluarkan oleh American Psychiatric Association, yang menerapkan kriteria untuk menentukan gangguan pemusatan perhatian dengan mengacu kepada DSM IV (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder, 4th edition tahun 2005) sebagai berikut:I . Kurang PerhatianPada kriteria ini, anak ADHD paling sedikit mengalami enam atau lebih dari gejala-gejala berikutnya, dan berlangsung selama paling sedikit 6 bulan sampai suatu tingkatan yang maladaptif dan tidak konsisten dengan tingkat perkembangan.a) seringkali gagal memerhatikan baik-baik terhadap sesuatu yang detail atau membuat kesalahan yang sembrono dalam pekerjaan sekolah clan kegiatan-kegiatan lainnyab) seringkali tidak mendengarkan jika diajak bicara secara langsung,c) seringkali tidak mengikuti baik-baik instruksi clan gagal dalam menyelesaikan pekerjaan sekolah, pekerjaan,atau tugas di tempat kerja (bukan disebabkan karena perilaku melawan atau kegagalan untuk mengerti instruksi),d) seringkali mengalami kesulitan dalam menjalankan tugas dan kegiatane) seringkali kehilangan barangf benda penting untuk tugas-tugas clan kegiatan, misalnya kehilangan permainan;kehilangan tugas sekolah;kehilangan pensil, buku, dan alat tulis lain,f) seringkali bingung/terganggu oleh rangsangan dari luarg) seringkali cepat lupa dalam menyelesaikan kegiatan sehari-harih) seringkali mengalami kesulitan dalam memusatkan perhatian terhadap tugas-tugas atau kegiatan bermaini) seringkali menghindar, tidak menyukai atau enggan untuk melaksanakan tugas-tugas yang membutuhkan usaha mentl yang mendukung, seperti menyelesaikan pekerjaan rumah atau sekolah.

2. Hiperaktivitas ImpulsifitasPaling sedikit enam atau lebih dari gejala-gejala hiperaktivitas impulsifitas berikutnya bertahan selama paling sedikit 6 bulan sampai dengan tingkatan yang maladaptif dan tidak dengan tingkat perkembangan.Hiperaktivitasa) seringkali gelisah dengan tangan atau kaki mereka, dan sering menggeliat di kursi,b) sering meninggalkan tempat duduk di dalam kelas atau dalam situasi lainnya di mana diharapkan agar anak tetap duduk,c) sering berlarian atau naik-naik secara berlebihan dalam situasi di mana hal ini tidak tepat. (Pada masa remaja atau dewasa terbatas pada perasaan gelisah yang subjektif),d) sering mengalami kesulitan dalam bermain atau terlibat dalam kegiatan senggang secara tenang,e) sering 'bergerak' atau bertindak seolah-olah 'dikendalikan oleh motor', dan sering berbicara berlebihan.Impulsivitasa) Mereka sering memberi jawaban sebelum pertanyaan selesal. b) Mereka sering mengalami kesulitan menanti giliran.c) Mereka sering menginterupsi atau mengganggu orang lain, misalnya rnemotong pembicaraan atau permainan.d) Beberapa gejala hiperaktivitas impulsifitas atau kurang perhatian yang menyebabkan gangguan muncul sebelum anak berusia 7 tahun.e) Ada suatu gangguan di dua atau lebih seting/situasi.

f) Harus ada gangguan yang secara klinis, signifikan di dalam fungsi sosia!, akademik, atau pekerjaan.g) Gejala-gejala tidak terjadi selama berlakunya PDD, skizofrenia, atau gangguan psikotik lainnya, dan tidak dijelaskan dengan lebih baik oleh gangguan mental lainnya3.1.5 PenatalaksanaanTujuan utama dari penatalaksanaan anak dengan GPPH adalah memperbaiki pola perilaku dan sikap anak dalam menjalankan fungsinya sehari-hari dengan memperbaiki kontrol diri, sehingga anak mampu untuk memenuhi tanggung jawabnya secara optimal sebagaimana anak seusianya. Tujuan lainnya adalah memperbaiki pola adaptasi dan penyesuaian sosial anak sehingga terbentuk suatu kemampuan adaptasi yang lebih baik dan matur sesuai dengan tingkat perkembangan anak.A. Pendekatan psikofarmakologi pada penanganan anak dengan GPPH pemberian obat pada anak dengan GPPH sudah mulai sejak kurang lebih 50 tahun yang lalu. Obat yang merupakan pilihan pertama adalah obat golongan psikostimulan. Dikenal 3 macam obat golonagan psikostimulan adalah golongan metilfenidat (satu-satunya yang dapat ditemukan diindonesia), golongan deksamfetamin, golongan pamolin.B. Pendekatan psikososial pada penanganan anak dengan GPPHa) Adanya pelatihan ketrampilan sosial bagi anak dengan GPPH. Sebagaimana diketahui bahwa anak dengan GPPH seringkali juga disertai perilaku agresivitas dan impulsivitas. Kondisi ini membuat mereka tidak mampu untuk menjalin relasi yang optimaldengan teman-teman sebayanya.b) Edukasi bagi orang tua dan guru. Banyak orang tua dan guru merasa belum mengerti akan GPPH sepenuhnya. Kondisi ini membuat mereka ragu akan diagnosis maupun tatalaksana yang dianjurkan. Untuk itu maka sangat dianjurakan bagi anak dengan GPPHbeserta orang tua dan juga guru kelasnya mendapat suatu bentuk ketrampilan perilaku yang disebut sebagai modifikasi perilaku.c) Modifikasi perilaku merupakansuatu tehnik perilaku dengan mengguanakan prinsip ABC (Antecedents behaviour and consequense). Antecedents adalah semua bentuk sikap, perilaku dan kondisi yang terjadi sebelum anak menampilkan perilaku tertentu, misalnya cara orang tua/guru memberikan instruksi pada anak. Behaviour adalah perilaku yang ditampilkan oleh anak (yang sebenarnya ingin diubah) dan consequense adalah reaksi orang tua/ guru yang terjadi setelah anak menunjukkan perilaku tertentu.d) Selain itu edukasi dan pelatihan guru merupakan hal sangat penting karena slah satu permasalahan utama pada anak dengan GPPH adalah permasalahan akademis.3.2 Retardasi Mental3.2.1 DefinisiMenurut Maramis (1980), Retardasi mental ialah keadaan dengan intelegensi yang kurang (subnormal) sejak masa perkembangan (sejak lahir atau sejak masa anak). Biasanya terdapat perkembangan mental yang kurang secara keseluruhan, tetapi gejala yang menonjol ialah intelegensi yang terbelakang. Retardasi mental disebut juga oligofrenia (oligo = kurang atau sedikit, fren = jiwa) Retardasi mental suatu gangguan heterogen yang terdiri dari gangguan fungsi intelektual di bawah rata-rata dan gangguan dalam keterampilan adaptif yang ditemukan sebelum orang berusia 18 tahun (Purnawan dkk, 1982) Sedangkan menurut Somantri (2005), retardasi mental adalah istilah yang digunakan untuk menyebut anak yang mempunyai kemampuan intelektual di bawah rata-rata. Jadi kesimpulannya retardasi mental adalah anak yang memiliki kemampuan intelektual di bawah rata-rata sehingga mengalami gangguan dalam keterampilan adaptifnya. 3.2.2 EtiologiMenurut Maramis (1980), penyebab retardasi mental ada dua yakni secara primer dan sekunder. Retardasi mental primer disebabkan karena faktor keturunan (retardasi mental genetik). Sedangkan penyebab sekunder disebabkan Karena faktor dari luar yang diketahui dan faktor-faktor ini mempengaruhi otak mungkin pada waktu pranatal, atau postnatal. Serta dapat pula disebabkan karena faktor-faktor yang lainnya a. Penyebab primer 1). Akibat kultural familly (faktor keturunan), untuk dapat mendiagnosa retardasi mental ini, harus didapatkan retardasi mental paling sedikit pada salah seorang dari orang tua penderita dan pada seorang atau lebih saudaranya. Retardasi mental jenis ini biasanya ringan.b. Penyebab sekunder 1). Akibat penyakit atau pengaruh prenatal yang tidak jelas, keadaan ini diketahui sudah ada sejak sebelum lahir, tetapi tidak diketahui etiologinya. 2). Akibat penyakit otak yang nyata (postnatal), dalam kelompok ini termasuk retardasi mental akibat neoplasma dan beberapa reaksi sel-sel otak yang nyata, tetapi belum diketahui betul etiologinya.c. Penyebab lainnya 1). Akibat infeksi, dalam kelompok ini termasuk keadaan retardasi mental karena kerusakan jaringan otak akibat infeksi intracranial, karena serum, obat atau zat toxid lainnya.2). Akibat rudapaksa atau penyebab fisik, rudapaksa atau penyebab fisik sebelum lahir serta juga karena trauma yang lain, seperti sinar X, bahan kontrasepsi dan usaha melakukan abortus, dapat melibatkan kelainan dengan retardasi mental.3). Akibat gangguan metabolisme baik pertumbuhan maupun gizi, semua retardasi mental yang berlangsung disebabkan oleh gangguan metabolisme seperti gangguan metabolisme zat lipida, karbohidrat dan protein. Termasuk pula gangguan pertumbuhan dan gizi. Gangguan gizi yang berat dan berlangsung sebelum usia 4 tahun sangat mempengaruhi perkembangan otak. Meskipun telah ada perbaikan gizi, akan tetapi tingkat intelegensinya sukar untuk ditingkatkan.4). Akibat kelainan kromosom, kelainan ini terdapat pada jumlah kromosom dan bentuk yang berbeda, kelainan pada jumlah kromosom ini disebut juga sindroma down. 5). Akibat premeturitas, termasuk dalam retardasi mental yang berhubungan dengan keadaan bayi yang pada saat lahir berat badannya kurang dari 2500 gram atau karena masa hamil kurang dari 38 mingguBerdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa secara umum penyebab retardasi mental ada dua, yaitu penyebab primer dan penyebab sekunder.3.2.3 Manifestasi KlinisPasien anak biasanya datang dengan keluhan dismorfisme seperti mikrosefali disertai dengan gagal tumbuh sesuai usia, tidak ada tanda-tanda khusus secara fisik yang menunjukan kelainan intelektual. Kebanyakan anak dengan gangguan intelektual sulit bersosialisasi dengan anak seumurnya, tidak berkembang sesuai umurnya misalnya kurangnya pendengaran atau penglihatan, postur yang tidak sesuai, atau sulit untuk duduk atau berjalan pada anak usia 6-18 bulan. Gangguan bicara dan bahasa paling banyak terjadi setelah usia 18 bulan. Retardasi mental banyak teridentifikasi pada usia 3 tahun3.2.4 Kriteria diagnostikKriteria diagnostik retardasi mental menurut DSM-IV-TR yaitu:1. Fungsi intelektual yang secara signifikan dibawah rata-rata. IQ kira-kira 70 atau dibawahnya pada individu yang dilakukan test IQ.2. Gangguan terhadap fungsi adaptif paling sedikit 2 misalnya komunikasi, kemampuanmenolong diri sendiri, berumah tangga, sosial, pekerjaan, kesehatan dan keamanan.3. Onsetnya sebelum berusia 18 tahunUntuk menegakkan diagnosis, anamnesis yang baik sangat diperlukan, yaitu untuk mengetahui penyebab kelainan ini organic atau non organic, apakah kelainannyadapat diobati/tidak danapakah ada factor genetic/tidak. Dengan melakukanskrining secara rutin misalnya denganmenggunakan DDST ( Denver Developmental Screening Test), maka diagnosis dini dapatsegera dibuat. Demikian pula anamnesis yang baik dari orang tuanya, pengasuh atau gurunya,sangat membantu dalam diagnosis kelainan ini. Setelah anak berumur enam tahun dapatdilakukan tes IQ. Sering kali hasil evaluasimedis tidak khas dan tidak dapat diambilkesimpulan. Pada kasusseperti ini, apabila tidak ada kelainan pada system susunansaraf pusat, perlu anamnesis yang teliti apakah ada keluargayang cacat, mencari masalahlingkungan/factor non organic lainnya dimanadiperkirakan mempengaruhi kelainan pada otak anak.Kekurangan atau kerusakan fungsi adaptif yang terjadi bersamaan ( mis. efektifitas seseorang dalam memenuhi harapan kelompok budayanya terhadap orang seusianya) dalam sedikitnya dua area berikut : komunikasi, perawatan diri , kerumahtanggaan, ketrampilan sosial dan interpersonal, penggunaan sarana-sarana masyarakat pengarahan diri, ketrampilan akademik fungsional , bekerja, bersantai , kesehatan dan keamanan.Awitan terjadi sebelum usia 18 tahun.Kode dibuat berdasarkan tingkat keparahan yang tercermin dari kerusakan inteletual :317 Retardasi mental ringan ( Tingkat IQ 50-55 sampai kira-kira 70 )318.0. Retardasi mental Sedang ( Tingkat IQ 35-40 sampai 50-55 )318 .1. Retardasi mental berat ( Tingkat IQ 20-35 sampai 35-45 )318.2. Retardasi mental yang amat sangat berat (Tingkat IQ dibawah 20-25)319 Retardasi mental dengan keperahan yang tidak disebutkan: jikaterdapat dugaan kuat adanya retardasi mental tetapi emintelligence orang tsb tidak dapat diuji dengan test Standar.3.2.5 PenatalaksanaanBerikut ini adalah obat-obat yang dapat digunakan :Obat-obat psikotropika ( tioridazin,Mellaril untuk remaja dengan perilaku yang membahayakan diri sendiri , Psikostimulan untuk remaja yang menunjukkan tanda-tanda gangguan konsentrasi/gangguan hyperaktif.Antidepresan ( imipramin (Tofranil), Karbamazepin ( tegrevetol) dan propanolol ( Inderal).Penanganan terhadap penderita retardasi mental bukan hanya tertuju pada penderita saja, melainkan juga pada orang tuanya. Mengapa demikian? Siapapun orangnya pasti memiliki beban psiko-sosial yang tidak ringan jika anaknya menderita retardasi mental, apalagi jika masuk kategori yang berat dan sangat berat. Oleh karena itu agar orang tua dapat berperan secara baik dan benar maka mereka perlu memiliki kesiapan psikologis dan teknis. Untuk itulah maka mereka perlu mendapatkan layanan konseling. Konseling dilakukan secara fleksibel dan pragmatis dengan tujuan agar orang tua penderita mampu mengatasi bebab psiko-sosial pada dirinya terlebih dahulu.Untuk mendiagnosis retardasi mental dengan tepat, perlu diambil anamnesis dari orang tua dengan teliti mengenai: kehamilan, persalinan, dan pertumbuhan serta perkembangan anak. Dan bila perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium.a. Pentingnya Pendidikan dan Latihan untuk Penderita Retardasi Mental1) Latihan untuk mempergunakan dan mengembangkan kapasitas yang dimiliki dengan sebaik-baiknya.2) Pendidikan dan latihan diperlukan untuk memperbaiki sifat-sifat yang salah.3) Dengan latihan maka diharapkan dapat membuat keterampilan berkembang, sehingga ketergantungan pada pihak lain menjadi berkurang atau bahkan hilang.Melatih penderita retardasi mental pasti lebih sulit dari pada melatih anak normal antara lain karena perhatian penderita retardasi mental mudah terinterupsi. Untuk mengikat perhatian mereka tindakan yang dapat dilakukan adalah dengan merangsang indera.b. Jenis-jenis Latihan untuk Penderita Retardasi MentalAda beberapa jenis latihan yang dapat diberikan kepada penderita retardasi mental, yaitu: 1) Latihan di rumah: belajar makan sendiri, membersihkan badan dan berpakaian sendiri, dst., 2) latihan di sekolah: belajar keterampilan untuk sikap social, 3) Latihan teknis: latihan diberikan sesuai dengan minat dan jenis kelamin penderita, dan 4) latihan moral: latihan berupa pengenalan dan tindakan mengenai hal-hal yang baik dan buruk secara moral.3.3 Autisme3.3.1 DefinisiIstilah autisme berasal dari kata Autos yang berarti diri sendiri dan isme yang berarti suatu aliran, sehingga dapat diartikan sebagai suatu paham tertarik pada dunianya sendiri (Suryana, 2004). Autisme pertama kali ditemukan oleh Leo Kanner pada tahun 1943. Kanner mendeskripsikan gangguan ini sebagai ketidakmampuan untuk berinteraksi dengan orang lain, gangguan berbahasa yang ditunjukkan dengan penguasaan bahasa yang tertunda, echolalia, mutism, pembalikan kalimat, adanya aktivitas bermain repetitive dan stereotype, rute ingatan yang kuat dan keinginan obsesif untuk mempertahankan keteraturan di dalam lingkungannya.Autistik adalah suatu gangguan perkembangan yang kompleks menyangkut komunikasi, interaksi sosial dan aktivitas imajinasi. Gejalanya mulai tampak sebelum anak berusia 3 tahun (Suryana, 2004). Menurut dr. Faisal Yatim DTM&H, MPH (dalam Suryana, 2004), autisme bukanlah gejala penyakit tetapi berupa sindroma (kumpulan gejala) dimana terjadi penyimpangan perkembangan sosial, kemampuan berbahasa dan kepedulian terhadap sekitar, sehingga anak autisme hidup dalam dunianya sendiri. Autisme tidak termasuk ke dalam golongan suatu penyakit tetapi suatu kumpulan gejala kelainan perilaku dankemajuan perkembangan. Dengan kata lain, pada anak Autisme terjadi kelainan emosi, intelektual dan kemauan (gangguan pervasif). Berdasarkan uraian di atas, maka autisme adalah gangguan perkembangan yang sifatnya luas dan kompleks, mencakup aspek interaksi sosial, kognisi, bahasa dan motorik.3.3.2 EtiologiSampai saat ini penyebab pasti belum diketahui. ada berbagai macam teori tentang penyebab autisme, teori psikososial mempertimbangkan adanya pengaruh psikogenik sebagai penyebab autisme, orang tua yang emosional, kaku dan obsesif yang mengasuh anak meraka dalam suatu atmosfir yang secara emosional kurang hangat bahkan dingin. Teori biologis terdiri dari faktor genetik, faktor perinatal, model neuroanatomi, dan hipotesis neurokemistri.3.3.3 Manifestasi klinisBiasanya tidak ada riwayat perkembangan yang jelas, tetapi jika dijumpai abnormalitas tampak sebelum usia 3 tahun. Selalu dijumpai hendaya kualitatif dalam interaksi sosialnya yang berupa tidak adanya apresiasi adekuat terhadap isyarat sosio- emosional, yang tampak sebagai kurangnya respon terhadap emosi orang lain dan atau kurang modulasi terhadap perilaku dalam konteks sosial; buruk dalam mengunakan isyarat sosial dan lemah dalam integrasi perilaku sosial, emosional dan komunikatif; dan khususnya, kurang respon timbal balik sosio-emosional.Selain itu juga terdapat hendaya kualitatif dalam komunikasi yang berupa kurangnya pengunan sosial dari kemampuan bahasa yang ada; hendaya dalam permainan imaginatif dan imitasi sosial; buruknya keserasian dan kurangnya interaksi timbal balik dalam percakapan; buruknya fleksibiltas dalam bahasa ekspresif dan relatif kurang dalam kreatifitas dan fantasi dalam proses pikir; kurangnya respon emosional terhadap ungkapan verbal dan nonverbal orang lain; hendaya dalam megunakan variasiirama atau tekanan modulasi komunikatif; dan kurangnya isyarat tubuh untuk menekankan atau mengartikan komunikasi lisan. Kondisini juga ditandai oleh pola perilaku, minat dan kegiatan yang terbatas, pengulangan dan stereotipik. Ini berupa kecenderungan untuk bersifat kaku dan rutindalam aspek kehidupan sehari-hari;ni biasanya berlaku untuk kegiatan baru atau kebiasan sehari-hari yang rutin dan pola bermain. Terutama sekali dalam masa dini anak, terdapat kelekatan yang aneh terhadap benda yang tidak lembut. Anak dapat memaksakan suatu kegiatan rutin seperti ritual dari kegiatan yang sepertinya tidakperlu; dapat menjadi preokuasi yang stereotipikdengan perhatian pada tangal, rute danjadwal; sering terdapat stereotipik motorik; sering menunjukan perhatian yang khusus terhadap unsur sampingan dari benda (seperti bau dan rasa); dan terdapat penolakan terhadap dari rutinitas atau tata ruang dari kehidupan pribadi (perpindahan dari mebel atau hiasan dalam rumah)3.3.4 Kriteria DiagnostikAdapun untuk menegakan diagnosis autisme dapat digunakan kriteria diagnostik menurut DSM IV, seperti yang tertera dibawah ini.A. Harus ada 6 gejala atau lebih dari 1, 2 dan 3 di bawah ini:a) Ganguan kualitatif dari nteraksi sosial (minimal 2 gejala) 1. Ganguan pada beberapa kebiasan nonverbal seperti kontak mata, ekspresi wajah, postur tubuh, sikap tubuh dan pengaturan interaksi sosial 2. Kegagalan membina hubungan yang sesuai dengan tingkat perkembanganya 3. Tidak ada usaha spontan membagi kesenangan, ketertarikan, ataupun keberhasilan dengan orang lain (tidak ada usaha menunjukan, membawa, atau menunjukan barang yang ia tertarik)4. Tidak ada timbal balik sosial maupun emosionalb) Ganguan kualitatif dari komunikasi (minimal 1 gejala) 1. Keterlambatan atau tidak adanya perkembangan bahasa yang diucapkan (tidak disertai dengan mimik ataupun sikap tubuh yang merupakan usaha alternatif untuk kompensasi) 2. Pada individu dengan kemampuan bicara yang cukup. Terdapat kegagalan dalam kemampuan berinisiatif maupun mempertahankan percakapan dengan orang lain.3. Pengunan bahasa yang meniru atau repetif atau bahasa idiosinkrasi 4. Tidak adanya variasu dan usaha untuk permainan imitasi sosial sesuai dengan tingkat perkembanganc) Adanya suatu pola yang dipertahankan dan diulang-ulang dari perilaku, minat dan aktivitas (minimal 1 gejala) 1. Kesibukan (preokupasi) dengan satu atau lebih pola ketertarikan stereotipik yang abnormal baik dalam hal intensitas maupun fokus 2. Tampak terikan kepada rutinitas maupun ritual spesifik yang tidak berguna 3. Kebiasan motorik yang stereotipik dan repetif (misalnya mengibaskan atau memutar-mutar tangan atau jari, atau gerakan tubuh yang kompleks) 4. Preokupasi persisten dengan bagian dari suatu obyekB. Keterlambatan atau fungsi yang abnormal tersebut terjadi sebelum umur 3 tahun, dengan adanya ganguan dalam 3 bidang yaitu: interaksi sosial; pengunan bahasa untuk komunikasi sosial; bermain simbol atau imajinasiC. Kelainan tersebut bukan disebabkan oleh penyakit Ret atau ganguan disintegratif (sindrom Heler) 3.3.5 Penatalaksanaan Penatalaksanan pada autisme harus secara terpadu, meliputi semua disiplin ilmu yang terkait: tenaga medis (psikiater, dokter anak, neurolog, dokter rehabiltasi medik) dan non medis (tenaga pendidik, psikolog, ahli terapi bicara/okupasi/fisik, pekerja sosial). Tujuan terapi pada autis adalah untuk mengurangi masalah perilaku dan meningkatkan kemampuan belajar dan perkembanganya terutama dalam penguasan bahasa. Dengan deteksi sedini mungkin dan dilakukan manajemen multidisiplin yang sesuai yang tepat waktu, diharapkan dapat tercapai hasil yang optimal dari perkembangan anak dengan autisme.Manajemen multidisiplin dapat dibagi menjadi dua yaitu non medikamentosa dan medika mentosa.1. Non medikamentosaa. Terapi edukasiIntervensi dalam bentuk pelatihan keterampilan sosial, keterampilan sehari-hari agar anak menjadi mandiri. Tedapat berbagai metode penganjaran antara lain metode TEACHC (Treatment and Education of Autistic and related Communication Handicaped Children) metode ini merupakan suatu program yang sangat erstruktur yang mengintegrasikan metode klasikal yang individual, metode pengajaran yang sistematik terjadwal dan dalam ruang kelas yang ditata khususb. Terapi perilakuIntervensi terapi perilaku sangat diperlukan pada autisme. Apapun metodenya sebaiknya harus sesegera mungkin dan seintensif mungkin yang dilakukan terpadu dengan terapi-terapi lain. Metode yang banyak dipakai adalah ABA (Aplied Behaviour Analisis) dimana keberhasilanya sangat tergantung dari usia sat erapi tu dilakukan (terbaik sekitar usia 2 5 tahun).c. Terapi wicaraIntervensi dalam bentuk terapi wicara sangat perlu dilakukan, mengingat tidak semua individu dengan autisme dapat berkomunikasi secara verbal. Terapi ini harus diberikan sejak dini dan dengan intensif dengan terapi-terapi yang lain.d. Terapi okupasi/fisikIntervensi ini dilakukan agar individu dengan autisme dapat melakukan gerakan, memegang, menulis, melompat dengan terkontrol dan teratur sesuai kebutuhan sat itu.e. Sensori ntegrasiAdalah pengorganisasian informasi semua sensori yang ada (gerakan, sentuhan, penciuman, pengecapan, penglihatan, pendengaran)untuk menghasilkan respon yang bermakna. Melalui semua indera yang ada otak menerima informasi mengenai kondisi fisik dan lingkungan sekitarnya, sehinga diharapkan semua ganguan akan dapat eratasi.f. AIT (Auditory Integration Training)Pada intervensi autisme, awalnya ditentukan suara yang mengangu pendengaran dengan audimeter. Lalu dikuti dengan seri terapi yang mendengarkan suara-suara yang direkam, tapi tidak disertai dengan suara yang menyakitkan. Selanjutnya dilakukan desentisasi terhadap suara-suara yang menyakitkan tersebut.g. Intervensi keluargaPada dasarnya anak hidup dalam keluarga, perlu bantuan keluarga baik perlindungan, pengasuhan, pendidikan, maupun dorongan untuk dapat tercapainya perkembangan yang optimal dari seorang anak, mandiri dan dapat bersosialisai dengan lingkunganya. Untuk itu diperlukan keluarga yang dapat berinteraksi satu sama lain (antar angota keluarga) dan saling mendukung. Oleh karena itu pengolahan keluarga dalam kaitanya dengan manajemen terapi menjadi sangat penting, tanpa dukungan keluarga rasanya sulit sekali kita dapat melaksanakan terapi apapun pada individu dengan autisme.2. MedikamentosaIndividu yang destruktif seringkali menimbulkan suasana yang tegang bagi lingkungan pengasuh, saudara kandung dan guru atau terapisnya. Kondisi ini seringkali memerlukan medikasi dengan medikamentosa yang mempunyai potensi untuk mengatasi hal ini dan sebaiknya diberikan bersama-sama dengan intervensi edukational, perilaku dan sosial.a) Jika perilaku destruktif yang menjadi target terapi, manajemen terbaik adalah dengan dosis rendah antipsikotik/neuroleptik tapi dapat juga dengan agonis alfa adrenergik dan antagonis reseptor beta sebagai alternatif.a. Neuroleptikb. Neuroleptik tipikal potensi rendah-Thioridazin-dapat menurunkan agresifitas dan agitasi.c. Neuroleptik tipikal potensi tingi-Haloperidol-dapat menurunkan agresifitas, hiperaktifitas, iritabiltas dan stereotipik.d. Neuroleptik atipikal-Risperidon-akan tampak perbaikan dalam hubungan sosial, atensi dan absesif.e. Agonis reseptor alfa adrenergikf. Klonidin, dilaporkan dapat menurunkan agresifitas, impulsifitas dan hiperaktifitas.g. Beta adrenergik blocker Propanolol dipakai dalam mengatasi agresifitas terutama yang disertai dengan agitasi dan anxietas.b) Jika perilaku repetif menjadi target erapi Neuroleptik (Risperidon) dan SRI dapat dipakai untuk mengatasi perilaku stereotipik seperti melukai diri sendiri, resisten terhadap perubahan hal-hal rutin dan ritual obsesif dengan anxietas tingi.c) Jika inatensi menjadi target erapi Methylphenidat (Ritalin, Concerta) dapat meningkatkan atensi dan mengurangi destruksibiltas.d) Jika insomnia menjadi target erapi Dyphenhidramine (Benadryl) dan neuroleptik (Tioridazin) dapat mengatasi keluhan ini.e) Jika ganguan metabolisme menjadi problem utama Ganguan metabolisme yang sering terjadi meliputi ganguan pencernan, alergi makanan, ganguan kekebalan tubuh, keracunan logam berat yang terjadi akibat ketidak mampuan anak-anak ini untuk membuang racun dari12 dalam tubuhnya. Intervensi biomedis dilakukan setelah hasil tes laboratorium diperoleh. Semua ganguan metabolisme yang ada diperbaiki dengan obat- obatan maupun pengaturan diet.3.4 PsikoterapiBanyak definisi yang dikemukakan oleh para ahli. Antara lain yaitu bahwa psikoterapi adalah terapi atau pengobatan yang menggunakan cara-cara psikologik, dilakukan oleh seseorang yang terlatih khusus, yang menjalin hubungan kerjasama secara profesional dengan seorang pasien dengan tujuan untuk menghilangkan, mengubah atau menghambat gejala-gejala dan penderitaan akibat penyakit. Definisi yang lain yaitu bahwa psikoterapi adalah cara-cara atau pendekatan yang menggunakan teknik-teknik psikologik untuk menghadapi ketidakserasian atau gangguan mental. Psikoterapi disebut sebagai pengobatan, karena merupakan suatu bentuk intervensi, dengan berbagai macam cara dan metode - yang bersifat psikologik - untuk tujuan yang telah disebutkan di atas, sehingga psikoterapi merupakan salah satu bentuk terapi atau pengobatan disamping bentuk-bentuk lainnya dalam ilmu kedokteran jiwa khususnya, dan ilmu kedokteran pada umumnya. Jenis-jenis psikoterapi :a. Berdasarkan tujuan yang ingin dicapai, psikoterapi dibedakan atas:1 Psikoterapi Suportif:Tujuan:- Mendukung funksi-funksi ego, atau memperkuat mekanisme defensi yang ada- Memperluas mekanisme pengendalian yang dimiliki dengan yang baru dan lebih baik.- Perbaikan ke suatu keadaan keseimbangan yang lebih adaptif.Cara atau pendekatan: bimbingan, reassurance, katarsis emosional, hipnosis, desensitisasi, eksternalisasi minat, manipulasi lingkungan, terapi kelompok.2 Psikoterapi Reedukatif:Tujuan:Mengubah pola perilaku dengan meniadakan kebiasaan (habits) tertentu dan membentuk kebiasaan yang lebih menguntungkan. Cara atau pendekatan: Terapi perilaku, terapi kelompok, terapi keluarga, psikodrama, dll.3. Psikoterapi Rekonstruktif:Tujuan :Dicapainya tilikan (insight) akan konflik-konflik nirsadar, dengan usaha untuk mencapai perubahan luas struktur kepribadian seseorang. Cara atau pendekatan: Psikoanalisis klasik dan Neo-Freudian (Adler, Jung, Sullivan, Horney, Reich, Fromm, Kohut, dll.), psikoterapi berorientasi psikoanalitik atau dinamik.b. Menurut dalamnya, psikoterapi terdiri atas: 1. superfisial, yaitu yang menyentuh hanya kondisi atau proses pada permukaan, yang tidak menyentuh hal-hal yang nirsadar atau materi yangdirepresi.2. mendalam (deep), yaitu yang menangani hal atau proses yang tersimpan dalam alam nirsadar atau materi yang direpresi.c. Menurut teknik yang terutama digunakan, psikoterapi dibagi menurut teknik perubahan yang digunakan, antara lain psikoterapi ventilatif, sugestif, katarsis, ekspresif, operant conditioning, modeling, asosiasi bebas, interpretatif, dll. d. Menurut konsep teoretis tentang motivasi dan perilaku, psikoterapi dapat dibedakan menjadi: psikoterapi perilaku atau behavioral (kelainan mental-emosional dianggap teratasi bila deviasi perilaku telah dikoreksi); psikoterapi kognitif (problem diatasi dengan mengkoreksi sambungan kognitif automatis yang keliru; dan psikoterapi evokatif, analitik, dinamik (membawa ingatan, keinginan, dorongan, ketakutan, dll. yang nirsadar ke dalam kesadaran). Psikoterapi kognitif dan perilaku banyak bersandar pada teori belajar, sedangkan psikoterapi dinamik berdasar pada konsep-konsep psikoanalitik Freud dan pasca-Freud.e. Menurut setting-nya, psikoterapi terdiri atas psikoterapi individual dan kelompok (terdiri atas terapi marital/pasangan, terapi keluarga, terapi kelompok) Terapi marital atau pasangan diindikasikan bila ada problem di antara pasangan, misalnya komunikasi, persepsi,dll. Terapi keluarga, dilakukan bila struktur dan fungsi dalam suatu keluarga tidak berjalan sebagaimana mestinya. Bila salah satu anggota keluarga mengalami gangguan jiwa, akan mempengaruhi keadaan dan interaksi dalam keluarga dan sebaliknya, keadaan keluarga akan mempengaruhi gangguan serta prognosis pasien. Untuk itu seluruh anggota keluarga diwajibkan hadir pada setiap sesi terapi. Terapi kelompok, dilakukan terhadap sekelompok pasien (misalnya enam atau delapan orang), oleh satu atau dua orang terapis. Metode dan caranya bervariasi; ada yang suportif dan bersifat edukasi, ada yang interpretatif dan analitik. Kelompok ini dapat terdiri atas pasien-pasien dengan gangguan yang berbeda, atau dengan problem yang sama, misalnya gangguan makan, penyalahgunaan zat, dll. Diharapkan mereka dapat saling memberikan dukungan dan harapan serta dapat belajar tentang cara baru mengatasi problem yang dihadapi.f. Menurut nama pembuat teori atau perintis metode psikoterapeutiknya, psikoterapi dibagi menjadi psikoanalisis Freudian, analisis Jungian, analisis transaksional Eric Berne, terapi rasional-emotif Albert Ellis, konseling non-direktif Rogers, terapi Gestalt dari Fritz Perls, logoterapi Viktor Frankl, dll.g. Menurut teknik tambahan khusus yang digabung dengan psikoterapi, misalnya narkoterapi, hypnoterapi, terapi musik, psikodrama, terapi permainan dan peragaan (play therapy), psikoterapi religius, dan latihan meditasi.h. Yang belum disebutkan dalam pembagian di atas namun akhir-akhir ini banyak dipakai antara lain: konseling, terapi interpersonal, intervensi krisis.

BAB IVPENUTUPDemikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya, karena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan judul makalah ini.Penulis banyak berharap para pembaca memberikan kritik dan saran yang membangun kepada penulis demi sempurnanya makalah ini dan penulisan makalah di kesempatan berikutnya.Semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan para pembaca pada umumnya. Terima kasih.4.1 Kesimpulan

Sejarah psikiatri anak erat hubungannya dengan perubahan-perubahan yang terjadi mengenai konsep masa anak, dari dulu hingga sekarang. Gangguan pskitiatri anak meliputi gangguan retardasi mental yang merupakan suatu fenomena psikososial dan juga suatu fenomena biomedis. Autisme juga akhir-akhir ini sangat sering muncul, hal ini dipicu oleh adanya temuan bahwa dalam satu dekade terakhir, kondisi ini sangat meningkat jumlah nya. Pada anak dengan GPPH menunjukkan perilaku hiperaktif, impulsive, dan sulit memusatkan perhatian yang timbulnya lebih sering , persisten dengan tingkat yang lebih berat jika dibandingkan dengan anak-anak lain seusianya.Pada gangguan psikiatri anak harus memperhatiakan manifestasi,etiologi ,kriteria diagnostik agar mampu memberikan pengobatan dan psikoterapi.

4.2 SaranAgar kita lebih memperdalam lagi pengetahuan tentang gangguan psikiatri pada anak, sehingga dapat memahami gejala dini gangguan psikiatri anak dan bagaimana cara mendiagnosis gangguan psikiatri pada anak..

DAFTAR PUSTAKA

1. Hendra utama, SpFK. 2013 . Buku Ajar Psikiatri Edisi Kedua. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2. Joesoef Simbolon Sp.KJ(K). 2013. Psikiatri Anak dan Remaja. Medan : Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sumatra Utara3. Kaplan, H. I, Sadock,B.j., Grebb,J.A. 1997. Sinopsis Psikiatri : IlmuPengetahuan Perilaku Psikiatri KLinis. Jakarta : Binarupa Aksara4. Soetjiningsih. 1995. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta : Buku Kedokteran EGC5. Sugiarmin, mohamad. Bahan Ajar Anak dengan ADHD.2007http:upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/.../ADHD.pdf

FAKULTAS KEDOKTERAN UISU29