100
DENGUE HEMORRHAGIC FEVER ( DHF ) PENGERTIAN Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus Dengue Famili Flaviviridae,dengan genusnya adalah flavivirus. Virus ini mempunyai empat serotipe yang dikenal dengan DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4. Selama ini secara klinik mempunyai tingkatan manifestasi yang berbeda, tergantung dari serotipe virus Dengue. (Saroso, 2007) Demam Berdarah Dengue adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue terutama menyerang anak-anak dengan ciri-ciri demam tinggi mendadak, disertai manifestasi perdarahan dan berpotensi menimbulkan renjatan/syok dan kematian (DEPKES. RI, 1992). Demam Berdarah Dengue adalah penyakit yang terdapat pada anak-anak dan orang dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan sendi, yang biasanya memburuk setelah dua hari pertama (Mansjoer, 1999) PATOFISIOLOGI Hal pertama yang terjadi setelah virus masuk ke dalam tubuh penderita adalah viremia yang mengakibatkan penderita mengalami demam, sakit kepala, mual, nyeri otot, pegal-pegal diseluruh tubuh, ruam atau batuk, bintik-bintik merah pada kulit (ptekie), hiperemi tenggorokan dan hal lain yang mungkin terjadi seperti pembesaran kelenjar getah bening, pembesaran hati (hepatomegali) dan pembesaran limpa. Peningkatan permeabilitas dinding kapiler mengakibatkan berkurangnya volume plasma, terjadinya hipotensi, homokonsentrasi dan hipoproteinemia serta efusi dan renjatan (syok). Hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit lebih dari 20%) menggambarkan adanya kebocoran (perembesan) plasma sehingga nilai hematokrit menjadi penting untuk patokan pemberian cairan intravena. Oleh karena itu, pada penderita DHF sangat dianjurkan untuk memantau hetokrit darah berkala untuk mengetahui berapa persen hemokonsentrasi terjadi.

sgd tropika.docx

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: sgd tropika.docx

DENGUE HEMORRHAGIC FEVER ( DHF )

PENGERTIANDemam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) adalah

suatu penyakit yang disebabkan oleh virus Dengue Famili Flaviviridae,dengan genusnya adalah flavivirus. Virus ini mempunyai empat serotipe yang dikenal dengan DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4. Selama ini secara klinik mempunyai tingkatan manifestasi yang berbeda, tergantung dari serotipe virus Dengue. (Saroso, 2007)

Demam Berdarah Dengue adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue terutama menyerang anak-anak dengan ciri-ciri demam tinggi mendadak, disertai manifestasi perdarahan dan berpotensi menimbulkan renjatan/syok dan kematian (DEPKES. RI, 1992).

Demam Berdarah Dengue adalah penyakit yang terdapat pada anak-anak dan orang dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan sendi, yang biasanya memburuk setelah dua hari pertama (Mansjoer, 1999)

PATOFISIOLOGI

Hal pertama yang terjadi setelah virus masuk ke dalam tubuh penderita adalah viremia yang mengakibatkan penderita mengalami demam, sakit kepala, mual, nyeri otot, pegal-pegal diseluruh tubuh, ruam atau batuk, bintik-bintik merah pada kulit (ptekie), hiperemi tenggorokan dan hal lain yang mungkin terjadi seperti pembesaran kelenjar getah bening, pembesaran hati (hepatomegali) dan pembesaran limpa.

Peningkatan permeabilitas dinding kapiler mengakibatkan berkurangnya volume plasma, terjadinya hipotensi, homokonsentrasi dan hipoproteinemia serta efusi dan renjatan (syok).

Hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit lebih dari 20%) menggambarkan adanya kebocoran (perembesan) plasma sehingga nilai hematokrit menjadi penting untuk patokan pemberian cairan intravena. Oleh karena itu, pada penderita DHF sangat dianjurkan untuk memantau hetokrit darah berkala untuk mengetahui berapa persen hemokonsentrasi terjadi.

Page 2: sgd tropika.docx

PATWAY 

Page 3: sgd tropika.docx
Page 4: sgd tropika.docx

 ETIOLOGI

-          Penyakit Demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue, yang termasuk dalam group arboviruses (virus yang ditularkan melalui gigitan nyamuk asthropod).

-          Penyakit demam berdarah dengue ditularkan oleh nyamik Aedes Aegypti yang banyak ditemukan dan hampir selalu menggigit di dalam rumah pada waktu siang hari (Sumarmo, 1998).

TANDA DAN GEJALA

-          DemamDemam akut dengan gejala yang tidak spesifik, anoreksi, lemah, nyeri punggung, nyeri tulang sendi dan kepala. Biasanya berlangsung 2-7 hari.

-          PerdarahanManifestasi perdarahan pada umumnya muncul pada hari ke 2-3 demam. Bentuk perdarahan dapat berupa : uji torniquet positif. Ptekiae, purpura, ekimosis, epitaksis dan perdarahan gusi, hematemesis melena. Uji torniquet positif bila terdapat lebih dari 20 ptekiae dalam diameter 2,8 cm.

-          HepatomegaliDitemukan pada permulaan demam, sifatnya nyeri tekan dan tanpa disertai ikterus.

-          Renjatan ( Syok )Syok biasanya terjadi pada saat demam mulai menurun pada hari ke-3 dan ke-7 sakit. Syok yang terjadi lebih awal atau pada periode demam biasanya mempunyai prognosa buruk.

PEMERIKSAAN PENUNJANG1. Pemeriksaan Laboratorium

a.       Darah :-          LPB positif.-          Kadar trombosit darah menurun (trombositopenia)-          Hematokrit meningkat lebih dari 20%, merupakan indikator akan timbulnya

rejatan.-          Hemoglobin meningkat lebih dari 20%.-          Lekosit menurun (lekopenia) pada hari kedua atau ketiga. -          Masa perdarahan memanjang.-          Protein rendah (hipoproteinemia)-          Natrium rendah (hiponatremia)-          SGOT/SGPT bisa meningkat-          Astrup : Asidosis metabolic

b.      Urine :Kadar albumin urine positif (albuminuria)

1. Foto thorax-       Bisa ditemukan pleural effusion.

KLASIFIKASI

Page 5: sgd tropika.docx

DHF diklasifikasikan berdasarkan derajat beratnya penyakit, secara klinis dibagi menjadi 4 derajat (Menurut WHO, 1986) :1. Derajat I

Demam disertai gejala klinis lain, tanpa perdarahan spontan, , trombositopenia dan hemokonsentrasi.uji tourniquet

1. Derajat IIDerajat I dan disertai pula perdarahan spontan pada kulit atau tempat lain.

1. Derajat IIIDitemukan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan darah rendah (hipotensi), gelisah, cyanosis sekitar mulut, hidung dan jari (tanda-tanda dini renjatan).

1. Renjatan berat (DSS) dengan nadi tak teraba dan tekanan darah tak dapat diukur

KOMPLIKASI-          Perdarahan luas-          Syok (rejatan)-          Pleural Effusion-          Penurunan kesadaran

PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan penderita dengan DHF adalah sebagai berikut :1.       Tirah baring atau istirahat baring.2.       Diet makan lunak.3.       Minum banyak (2 – 2,5 liter/24 jam) dapat berupa : susu, teh manis, sirup dan beri

penderita sedikit oralit, pemberian cairan merupakan hal yang paling penting bagi penderita DHF.

4.       Pemberian cairan intravena (biasanya ringer laktat, NaCl Faali) merupakan cairan yang paling sering digunakan.

5.       Monitor tanda-tanda vital tiap 3 jam (suhu, nadi, tensi, pernafasan) jika kondisi pasien memburuk, observasi ketat tiap jam.

6.       Periksa Hb, Ht dan trombosit setiap hari.7.       Pemberian obat antipiretik sebaiknya dari golongan asetaminopen.8.       Monitor tanda-tanda perdarahan lebih lanjut.9.       Pemberian antibiotik bila terdapat kekuatiran infeksi sekunder.10.Monitor tanda-tanda dan renjatan meliputi keadaan umum, perubahan tanda-tanda

vital, hasil pemeriksaan laboratorium yang memburuk.11.   Bila timbul kejang dapat diberikan Diazepam.

Pada kasus dengan renjatan pasien dirawat di perawatan intensif dan segera dipasang infus sebagai pengganti cairan yang hilang dan bila tidak tampak perbaikan diberikan plasma atau plasma ekspander atau dekstran sebanyak 20 – 30 ml/kg BB.Pemberian cairan intravena baik plasma maupun elektrolit dipertahankan 12 – 48 jam setelah renjatan teratasi. Apabila renjatan telah teratasi nadi sudah teraba jelas, amplitudo nadi cukup besar, tekanan sistolik 20 mmHg, kecepatan plasma biasanya dikurangi menjadi 10 ml/kg BB/jam.

Page 6: sgd tropika.docx

Transfusi darah diberikan pada pasien dengan perdarahan gastrointestinal yang hebat. Indikasi pemberian transfusi pada penderita DHF yaitu jika ada perdarahan yang jelas secara klinis dan abdomen yang makin tegang dengan penurunan Hb yang mencolok.Pada pasien renjatan :

         Antibiotika         Kortikosteroid         Antikoagulasi

DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN RENCANA KEPERAWATAN

1.         Nyeri Akut b/d Agen injuri (biologi, kimia, fisik, psikologis)2.         Hipertemia b/d proses penyakit3.         Defisit volume cairan b/d intake yang kurang dan diaporesis4.         Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d Ketidakmampuan

pemasukan atau mencerna makanan atau mengabsorpsi zat-zat gizi berhubungan dengan faktor biologis

5.         Resiko infeksi Faktor-faktor resiko Prosedur Infasif, Tidak adekuat pertahanan tubuh primer (kulit tidak utuh, trauma jaringan, penurunan kerja silia, cairan tubuh statis, perubahan sekresi pH, perubahan peristaltik)

6.         Kurang pengetahuan tentang proses penyakit b/d keterbatasan kognitif, interpretasi terhadap informasi yang salah, kurangnya informasi

7.         PK. Trombositopeni8.         PK Perdarahan

RENPRA DHF

No

Diagnosa Tujuan Intervensi

1 Nyeri Akut b/d Agen injuri fisik (DHF)

Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama ………..x 24 jam nyeri dapat terkontrol dan terjadi peningkatan kenyamanan pada klien dengan Kriteria Hasil :  Melaporkan

bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen

Managemen Nyeri  Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif

termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi

  Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan

  Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien

  Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri  Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau  Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan

lain tentang ketidakefektifan kontrol nyeri masa lampau

  Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan

  Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi

Page 7: sgd tropika.docx

nyeri  Mampu

mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)

  Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang

  Tanda vital dalam rentang normal

  Ekspresi wajah tenang, dan rileks

  Klien bisa istirahat dan tidur

nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan

  Kurangi faktor presipitasi nyeri  Pilih dan lakukan penanganan nyeri

(farmakologi, non farmakologi dan inter personal)

  Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi

  Ajarkan tentang teknik non farmakologi  Kolaborasi pemberian analgetik dengan tim

medis untuk mengurangi nyeri  Evaluasi keefektifan kontrol nyeri  Tingkatkan istirahat  Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan

dan tindakan nyeri tidak berhasil  Monitor penerimaan pasien tentang

manajemen nyeri

Administrasi Analgesik  Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan

derajat nyeri sebelum pemberian obat  Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis,

dan frekuensi  Cek riwayat alergi  Pilih analgesik yang diperlukan atau kombinasi

dari analgesik ketika pemberian lebih dari satu

  Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe dan beratnya nyeri

  Tentukan analgesik pilihan, rute pemberian, dan dosis optimal

  Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk pengobatan nyeri secara teratur

  Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama kali

  Berikan analgesik tepat waktu terutama saat nyeri hebat

  Evaluasi efektivitas analgesik, tanda dan gejala (efek samping)

2 Hipertermi b/d proses Penyakit dhf

Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama ………..x 24

Pengobatan Demam  Ukur suhu 4 jam sekali  Ukur IWL  Ukur warna dan suhu kulit

Page 8: sgd tropika.docx

jam termoregulasi pada klien adekuat dengan Kriteria Hasil : Suhu tubuh dalam

rentang normal (36-37 ˚ C

Nadi dan RR dalam rentang normal

Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing

  Ukur tekanan darah, nadi dan RR  Monitor penurunan tingkat kesadaran  Periksa WBC, Hb, dan Hct  Ukur intake dan output / balance cairan  Kolaborasikan pemberian anti piretik  Selimuti pasien  Lakukan tapid sponge  Kolaborasi dengan tim medis untuk

pemberian cairan intravena  Kompres pasien pada lipat paha dan aksila

dengan air hangat  Tingkatkan sirkulasi udara  Kolaborasi dengan tim medis pengobatan

untuk mencegah terjadinya menggigil Regulasi Temperatur  Ukur suhu minimal tiap 4 jam  Monitor warna dan suhu kulit  Monitor tanda-tanda hipertermi dan

hipotermi  Tingkatkan intake cairan dan nutrisi  Selimuti pasien untuk mencegah hilangnya

kehangatan tubuh  Ajarkan pada pasien cara mencegah keletihan

akibat panas  Kolaborasi untuk pemberian anti piretik jika

perlu

3 Defisit volume cairan b/d intake yang kurang dan diaporesis

Setelah di lakukan asuhan keperawatan selama ...........x 24 jam terjadi keseimbangan cairan dengan kriteria hasil: Mempertahankan

urine output sesuai dengan usia dan BB, BJ urine normal, HT normal

Tekanan darah, nadi, suhu tubuh

Managemen Cairan Timbang popok/pembalut jika diperlukan Pertahankan catatan intake dan output

yang akurat Monitor status hidrasi (kelembaban

membran mukosa, nadi adekuat, tekanan darah ortostatik), jika diperlukan

Ukur vital sign setiap 4 jam sekali Monitor masukan makanan/cairan dan

hitung intake kalori harian Kolaborasi dengan tim medis untuk

pemberian terapi IV Monitor status nutrisi Berikan cairan Dorong masukan oral Berikan penggantian nesogatrik sesuai

Page 9: sgd tropika.docx

dalam batas normal

Tidak ada tanda tanda dehidrasi, Elastisitas turgor kulit baik, membran mukosa lembab, tidak ada rasa haus yang berlebihan

output Dorong keluarga untuk membantu pasien

makan Tawarkan snack (jus buah, buah segar) Kolaborasi dokter jika tanda cairan

berlebih muncul meburuk Kolaborasi dengan tim medis untuk

pengaturan kemungkinan tranfusi Persiapan untuk tranfusi

4

Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d Ketidakmampuan untuk mencerna makanan

Setelah di lakukan asuhan keperawatan selama ...........x 24 jam status nutrisi intake makanan dan cairan adekuat denganKriteria Hasil :  Adanya

peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan

  Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan

  Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi

  Tidak ada tanda tanda malnutrisi

  Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti

Managemen Nutrisi  Kaji adanya alergi makanan  Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan

jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien.

  Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe

  Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin C

  Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk mencegah konstipasi

  Berikan makanan yang terpilih ( sudah dikonsultasikan dengan ahli gizi)

  Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan harian.

  Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori  Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi  Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan

nutrisi yang dibutuhkanMonitor Nutrisi  BB pasien dalam batas normal  Monitor adanya penurunan berat badan /

timbang BB tiap hari  Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang biasa

dilakukan  Monitor interaksi anak atau orangtua selama

makan  Monitor lingkungan selama makan  Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak

selama jam makan  Monitor kulit kering dan perubahan

pigmentasi

Page 10: sgd tropika.docx

  Monitor turgor kulit  Monitor kekeringan, rambut kusam, dan

mudah patah  Monitor mual dan muntah  Periksa kadar albumin, total protein, Hb, dan

kadar Ht  Berikan makanan kesukaan  Monitor pertumbuhan dan perkembangan  Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan

jaringan konjungtiva  Monitor kalori dan intake nuntrisi  Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik

papila lidah dan cavitas oral.  Catat jika lidah berwarna magenta, scarlet

5 Risiko infeksi b.dTidak adekuatnya pertahanan sekunder

Setelah di lakukan asuhan keperawatan selama ...........x 24 jam status imun klien adekuat dan risiko infeksi dpt terkontrol dengan kriteria hasil:Kriteria Hasil :  Klien bebas dari

tanda dan gejala infeksi

  Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi

  Jumlah leukosit dalam batas normal

  Menunjukkan perilaku hidup sehat

Kontrol infeksi         Bersihkan lingkungan setelah dipakai

pasien lain         Pertahankan teknik isolasi         Batasi pengunjung bila perlu         Instruksikan pada pengunjung untuk

mencuci tangan saat berkunjung dan setelah berkunjung meninggalkan pasien

         Gunakan sabun antimikrobia untuk cuci tangan

         Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan kperawtan

         Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung

         Pertahankan lingkungan aseptik selama pemasangan alat

         Ganti letak IV perifer dan line central dan dressing sesuai dengan petunjuk umum

         Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan infeksi kandung kencing

         Tingktkan intake nutrisi         Kolaborasi denga tim medis untuk

pemberian antibiotik bila perlu Proteksi terhadap infeksi         Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik

dan lokal         Periksa hitung granulosit, WBC         Monitor kerentanan terhadap infeksi         Batasi pengunjung

Page 11: sgd tropika.docx

         Saring pengunjung terhadap penyakit menular

         Partahankan teknik aspesis pada pasien yang beresiko

         Pertahankan teknik isolasi k/p         Berikan perawatan kuliat pada area

epidema         Inspeksi kulit dan membran mukosa

terhadap kemerahan, panas, drainase         Ispeksi kondisi luka / insisi bedah         Dorong masukkan nutrisi yang cukup         Dorong masukan cairan         Dorong istirahat         Instruksikan pasien untuk minum

antibiotik sesuai resep         Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan

gejala infeksi         Ajarkan cara menghindari infeksi         Laporkan kecurigaan infeksi         Laporkan kultur positif

6 Kurang pengetahuan tentang proses penyakit b.d kurang terpaparnya informasi

Setelah dilakukan asuhan keperawatan terjadi peningkatan pengetahuan klien dengan Kriteria Hasil : Pasien dan

keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit, kondisi, prognosis dan program pengobatan

Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan secara benar

Pasien dan keluarga mampu

Mengajarkan : Proses Penyakit       Berikan penilaian tentang tingkat

pengetahuan pasien tentang proses penyakit yang spesifik

       Jelaskan patofisiologi dari penyakit DHF dan bagaimana hal ini berhubungan dengan anatomi dan fisiologi, dengan cara yang tepat.

       Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit, dengan cara yang tepat

       Gambarkan proses penyakit, dengan cara yang tepat

       Identifikasi kemungkinan penyebab, dengna cara yang tepat

       Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi, dengan cara yang tepat

       Hindari jaminan yang kosong        Sediakan bagi keluarga atau SO informasi

tentang kemajuan pasien dengan cara yang tepat

       Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan untuk mencegah komplikasi di masa yang akan datang dan atau proses pengontrolan penyakit

       Diskusikan pilihan terapi atau penanganan

Page 12: sgd tropika.docx

menjelaskan kembali apa yang dijelaskan perawat/tim kesehatan lainnya

       Dukung pasien untuk mengeksplorasi atau mendapatkan second opinion dengan cara yang tepat atau diindikasikan

       Eksplorasi kemungkinan sumber atau dukungan, dengan cara yang tepat

       Rujuk pasien pada grup atau agensi di komunitas lokal, dengan cara yang tepat

       Instruksikan pasien mengenai tanda dan gejala untuk melaporkan pada pemberi perawatan kesehatan, dengan cara yang tepat

7 PK Perdarahan Setelah dilakuakn tindakan keperawatan selama ............x 24 jam perdarahan tidak terjadi dan komplikasi perdarahan dapat diminimalkan denganKriteria Hasil:         Tidak ada

tanda-tanda perdarahan seperti pteki, epistaksis dan perubahan tanda-tanda vital

NIC :       Ukur Tanda-tanda vital setiap 4 jam       Periksa Lab darah terutama trombosit, Hct,

Hb,        Kolaborasi dengan tim medis transfusi,bila

terjadi perdarahan Hb < 10 mg/dl

8 PK Trombositopeni Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama................x 24 jam Perawat dapat menangani dan mengurangi komplikasi penurunan trombosit dengan kriteria hasil:         Tidak terkadi

perdarahan spontan

NIC:      Pantau JDL, HB, koagulasi dan jumlah

trombosit      Pantau tanda dan gejala perdarahan spontan

atau perdarahan hebat : pteki, ekimosis, hematom spontan, perubahan tanda-tanda vital

      Pantau tanda perdarahan sistemik atau hipovolemia seperti peningkatan frekuensi nadi nafas dan tekanan darah, perubahan status neurobiologis

Page 13: sgd tropika.docx

         TTV dalam batas normal

         Tidak terjadi penurunan status neurobiologi

  

BAB IITINJAUAN TEORI

A. KONSEP DASAR MEDIS1. Pengertiana. Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue, sejenis virus yang tergolong arbovirus dan masuk kedalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk aedes aegypti betina (Christantie.E, 1995).b. Dengue Hemorrhagic Fever adalah penyakit yang terdapat pada anak dan dewasa dengangejala utama demam, nyeri otot dan sendi. (Mansjoer, Arif et al, 2001).

2. Etiologi Penyebab DHF disebabkan oleh virus dengan sejenis yang tergolong arbovirus dan masuk kedalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk aedes aegypti betina.

3. Perubahan Hematologi Pada Infeksi DengueInfeksi sekunder virus dengue menyebabkan terjadinya perubahan yang kompleks dan unik pada berbagai mekanisme homeostatis dalam tubuh penderita antara lain.a. Hematokrit dan HemoglobinNilai hematokrit biasanya mulai meningkat pada hari ketiga, dari perjalanan penyakit dan makin meningkat sesuai dengan proses perjalanan penyakit Dengue Hemorrhagic Fever (DHF). Peningkatan hematokrit merupakan manifestasi hemokonsentrasi yang sering terjadi akibat kebocoran plasma keruang ekstravaskuler disertai dengan efusi cairan serosa, melalui kapiler yang rusak. Akibat kebocoran ini volume plasma menjadi berkurang yang dapat menyebabkan terjadinya syok hipovolemik dan kegagalan sirkulasi. Pada kasus-kasus yang berat yang telah disertai perdarahan, umumnya nilai hematokrit tidak meningkat, bahkan malah menurun. Kadar hemoglobin pada hari-hari pertama biasanya normal atau sedikit menurun tetapi kemudian kadarnya akan naik mengikuti peningkatan hemokonsentrasi dan merupakan kelainan hematologi paling awal yang dapat ditemukan pada Dengue Hemorrhagic Fever (DHF).b. TrombositTrombositopenia merupakan salah satu kriteria sederhana yang diajukan oleh WHO sebagai diagnosis klinis penyakit Dengue Hemorrhagic Fever (DHF). Jumlah trombosit biasanya normal selama 3 hari pertama. Trombositopenia mulai tampak beberapa hari setelah panas, dan mencapai titik terendah pada fase syok.Penyebab trombositopenia pada DHF masih kontroversial, sebagian peneliti mengatakan kemungkinan penyebabnya adalah trombopolosis yang menurun dan destruksi trombosit dalam darah yang meningkat. Peneliti lain menemukan adanya gangguan fungsi trombosit. Mekanisme

Page 14: sgd tropika.docx

yang menyebabkan peningkatan destruksi dan gangguan fungsi trombosit belum diketahui dengan jelas. Ditemukannya kompleks imun pada permukaan trombosit diduga sebagai penyebab agregasi trombosit yang kemudian akan dimusnahkan oleh sistem retikloendotel khususnya dalam limfa dan hati.c. LeukositPada penderita DHF dapat terjadi leukopenia ringan sampai leukositosis sedang. Leukopenia dapat dijumpai antara hari pertama dan ketiga dengan hitung jenis yang masih dalam batas normal. Jumlah granolosit menurun pada hari ketiga sampai hari kedelapan. Pada syok berat dapat dijumpai leukositosis dengan neutropenia absolut.Hal lain yang menarik adalah ditemukannya cukup banyak (20-50%) limfosit bentranformasi atau atifik dalam sediaan apus darah tepi penderita DHF terutama pada infeksi sekunder. Limfosit atifik ini merupakan sel berinti satu (mononuler) dengan struktur kromatin inti halus dan agak padat, serta sitoplasma yang relatif lebar dan berwarna biru tua, oleh karenanya sel ini juga dikenal sebagai limfosit plasma biru. Limfosit plasma biru ini sudah dapat ditemukan sejak hari ketiga terjadinya panas, dan merupakan penunjang diagnosis DHF.d. Sistem Koagulasi, fibrinolisis, kirin dan komplemen.Sistem koagulasi disusun oleh faktor-faktor koagulasi berupa protein inaktif yang beredar dalam darah, apabila terjadi aktivasi normal ataupun abnormal, faktor koagulasi akan diaktifkan secara beruntun, mengikuti suatu dekade yang diawali dengan aktifasi faktor XII mulai dari sedikit kemudian malah lama makin banyak sehingga aklhirnya terbentuk fibrin. Kompleks virus pada DHF ternyata dapat juga mengaktifkan sistem ini.

4. PatofisiologiSetelah virus dengue masuk kedalam tubuh, pasien akan mengalami keluhan dan gejala karena viremia, seperti demam, sakit kepala, mual, nyeri otot, pegal seluruh badan, hiperemi ditenggorokan, timbulnya ruam dan kelaianan yang mungkin muncul pada sistem retikuloendotelial seperti pembesaran kelenjar-kelenjar getah bening, hati dan limfa. Ruam pada DHF disebabkan karena kongesti pembuluh darah dibawah kulit.Fenomena patologis yang utama pada penderita DHF adalah meningkatnya permealitas dinding kapiler yang mengakibatkan terjadinya perembesan plasma keruang ekstra seluler dibuktikan dengan ditemukannya cairan dalam rongga serosa, yaitu dalam rongga peritonium, pleuera dan perikardium. Renjatan hipovolemik yang terjadi sebagai akibat kehilangan plasma, bila tidak segera diatasi akan terjadi anoxia jaringan, asidosis metabolik dan kematian. Sebab lain kematian dari DHF adalah perdarahan hebat, perdarahan umumnya dihubungkan dengan trombositopenia, gangguan fungsi trombosit dan kelainan fungsi trombosit.Fungsi agregasi trombosit menurun mungkin disebabkan proses imunologis erbukti dengan terdapatnya kompleks imun dalam peredaran darah. Kelainan sistem koagulasi disebabkan diantaranya oleh kerusakan hati iyang fungsinya memang terbukti terganggu oleh aktifasi sistem koagulasi.Masalah terjadi DIC pada DHF/DSS, terutama pada pasien yang perdarahan hebat.

Page 15: sgd tropika.docx

5. Kasifikasi DHFWHO, 1986 mengklasifikasikan DHF menurut derajat penyakitnya menjadi 4 golongan, yaitu :a) Derajat IDemam disertai gejala klinis lain, tanpa perdarahan spontan, panas 2-7 hari, uji tourniguet positif, trombositopenia dan hemokonsentrasi.b) Derajat IISama dengan derajat I, ditambah dengan gejala-gejala perdarahan spontan seperti petekie, ekhimosis, hematemesis, melena, perdarahan gusic) Derajat IIIDitandai dengan gejala kegagalan peredaran darah seperti nadi lemah dan cepat, tekanan nadi sempit, tekanan darah menurund) Derajat IVNadi tidak teraba, tekanan darah tidak teratur (denyut jantung ≥ 140x/menit), anggota gerak teraba dingin, berkeringat dan kulit tampak biru.

6. Tanda dan GejalaSelain tanda dan gejala yang ditampilkan berdasarkan derajat penyakitnya, tanda dan gejala lain adalah : Hati membesar, nyeri spontan yang diperkuat dengan reaksi perabaan Acites Cairan dalam rongga pleura (kanan) Ensephalitis: kejang, gelisah, sopor koma.

7. Pemeriksaan dan Diagnosis Trombositopenia (≤ 100.000/mm3). Hb dan PCU meningkat (≤ 20 %). Leukopenia (mungkin normal atau leukositosis) Isolasi virus Serologi (uji H): respon anti bodi sekunder. Pada renjatan yang berat, periksa: Hb, PCU berulang kali (setiap jam atau 4-6 jam apabila sudah menunjukan tanda perbaikan), faal hemostasis, FDP, EKG, foto dada, creatinin serum.

Page 16: sgd tropika.docx

8. PenatalaksanaanIndikasi rawat tinggal pada dugaan infeksi virus dengue : panas 1-2 hari disertai dehidrasi (karena panas, muntah, masukan kurang) atau kejang-kejang, panas 3-5 hari disertai nyeri perut, pembesaran hati, uji tourniguet positif/negatif, kesan sakit keras (tidak mau bermain), Hb dan PCV meningkat, panas disertai perdarahan dan panas disertai renjatan.a) Grade I dan II : belum atau tanpa rejatan Oral ad libitum Infus cairan ringer laktat dengan dosis 75 cc/kg BB/ hari untuk anak dengan BB <10kg> dari 80 MmHg dan nadi cepat lemah, akral dingin maka penderita tersebut memperoleh plasma atau plasma ekspander (dekstran L atau yang lainnya) sebanyak 10 ml/kg BB/ 1jam dan dapat diulang maksimal 30 ml/kg BB/ dalam kurun waktu 24 jam. Jika keadaan umum membaik dilanjutkan cairan RL sebanyak kebutuhan cairan selama 24 jam dikurangi cairan yang sudah masuk dibagi sisa waktu setelah dapat mengatasi renjatan.ASKEP   DHF Posted on Maret 27, 2008 by harnawatiaj 1.Pengertian DHF (Dengue Haemoragic fever) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue sejenis virus yang tergolong arbovirus dan masuk ke dalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti (betina). (Christantie Effendy, 1995).2.EtiologiVirus dengue tergolong dalam famili/suku/grup flaviviridae dan dikenal ada 4 serotipe. Dengue 1 dan 2 ditemukan di Irian ketika berlangsungnya perang dunia ke-III, sedangkan dengue 3 dan 4 ditemukan pada saat wabah di Filipina tahun 1953 – 1954.Virus dengue berbentuk batang, bersifat termolabil, sensitif terhadap inaktivasi oleh dietileter dan natrium dioksikolat, stabil pada suhu 700 C. Dengue merupakan serotipe yang paling banyak beredar.3.PatofisiologiFenomena patologis yang utama pada penderita DHF adalah meningkatnya permeabilitas dinding kapiler yang mengakibatkan terjadinya perembesan plasma ke ruang ekstra seluler.Hal pertama yang terjadi stelah virus masuk ke dalam tubuh adalah viremia yang mengakibatkan penderita mengalami demam, sakit kepala, mual, nyeri otot, pegal-pegal diseluruh tubuh, ruam atau bintik-bintik merah pada kulit (petekie), hyperemia tenggorokan dan hal lain yang mungkin terjadi seperti pembesaran kelenjar getah bening, pembesaran hati (Hepatomegali) dan pembesaran limpa (Splenomegali).Peningkatan permeabilitas dinding kapiler mengakibatkan berkurangnya volume plasma, terjadi hipotensi, hemokonsentrasi, dan hipoproteinemia serta efusi dan renjatan (syok).Hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit > 20 %) menunjukkan atau menggambarkan adanya kebocoran (perembesan) plasma sehingga nilai hematokrit menjadi penting untuk patokan pemberian cairan intravena.Adanya kebocoran plasma ke daerah ekstra vaskuler dibuktikan dengan ditemukannya cairan yang tertimbun dalam rongga serosa yaitu rongga peritoneum, pleura, dan pericard yang pada otopsi ternyata melebihi cairan yang diberikan melalui infus.Setelah pemberian cairan intravena, peningkatan jumlah trombosit menunjukkan kebocoran plasma telah teratasi, sehingga pemberian cairan intravena harus dikurangi kecepatan dan jumlahnya untuk mencegah terjadinya edema paru dan gagal jantung, sebaliknya jika tidak mendapatkan cairan yang cukup, penderita akan mengalami kekurangan cairan yang dapat

Page 17: sgd tropika.docx

mengakibatkan kondisi yang buruk bahkan bisa mengalami renjatan.Jika renjatan atau hipovolemik berlangsung lama akan timbul anoksia jaringan, metabolik asidosis dan kematian apabila tidak segera diatasi dengan baik. Gangguan hemostasis pada DHF menyangkut 3 faktor yaitu : perubahan vaskuler, trombositopenia dan gangguan koagulasi.Pada otopsi penderita DHF, ditemukan tanda-tanda perdarahan hampir di seluruh tubuh, seperti di kulit, paru, saluran pencernaan dan jaringan adrenal.4.Gambaran KlinisGambaran klinis yang timbul bervariasi berdasarkan derajat DHF dengan masa inkubasi anatara 13 – 15 hari, tetapi rata-rata 5 – 8 hari. Gejala klinik timbul secara mendadak berupa suhu tinggi, nyeri pada otot dan tulang, mual, kadang-kadang muntah dan batuk ringan. Sakit kepala dapat menyeluruh atau berpusat pada daerah supra orbital dan retroorbital. Nyeri di bagian otot terutama dirasakan bila otot perut ditekan. Sekitar mata mungkin ditemukan pembengkakan, lakrimasi, fotofobia, otot-otot sekitar mata terasa pegal.Eksantem yang klasik ditemukan dalam 2 fase, mula-mula pada awal demam (6 – 12 jam sebelum suhu naik pertama kali), terlihat jelas di muka dan dada yang berlangsung selama beberapa jam dan biasanya tidak diperhatikan oleh pasien.Ruam berikutnya mulai antara hari 3 – 6, mula – mula berbentuk makula besar yang kemudian bersatu mencuat kembali, serta kemudian timbul bercak-bercak petekia. Pada dasarnya hal ini terlihat pada lengan dan kaki, kemudian menjalar ke seluruh tubuh.Pada saat suhu turun ke normal, ruam ini berkurang dan cepat menghilang, bekas-bekasnya kadang terasa gatal. Nadi pasien mula-mula cepat dan menjadi normal atau lebih lambat pada hari ke-4 dan ke-5. Bradikardi dapat menetap untuk beberapa hari dalam masa penyembuhan.Gejala perdarahan mulai pada hari ke-3 atau ke-5 berupa petekia, purpura, ekimosis, hematemesis, epistaksis. Juga kadang terjadi syok yang biasanya dijumpai pada saat demam telah menurun antara hari ke-3 dan ke-7 dengan tanda : anak menjadi makin lemah, ujung jari, telinga, hidung teraba dingin dan lembab, denyut nadi terasa cepat, kecil dan tekanan darah menurun dengan tekanan sistolik 80 mmHg atau kurang.5.DiagnosisPatokan WHO (1986) untuk menegakkan diagnosis DHF adalah sebagai berikut :a. Demam akut, yang tetap tinggi selama 2 – 7 hari kemudian turun secara lisis demam disertai gejala tidak spesifik, seperti anoreksia, lemah, nyeri.b. Manifestasi perdarahan :1)Uji tourniquet positif2)Petekia, purpura, ekimosis3)Epistaksis, perdarahan gusi4)Hematemesis, melena.c. Pembesaran hati yang nyeri tekan, tanpa ikterus.d. Dengan atau tanpa renjatan.Renjatan biasanya terjadi pada saat demam turun (hari ke-3 dan hari ke-7 sakit ). Renjatan yang terjadi pada saat demam biasanya mempunyai prognosis buruk.e. Kenaikan nilai Hematokrit / Hemokonsentrasi6.KlasifikasiDHF diklasifikasikan berdasarkan derajat beratnya penyakit, secara klinis dibagi menjadi 4 derajat (Menurut WHO, 1986) :a.Derajat I, trombositopenia dan hemokonsentrasi.Demam disertai gejala klinis lain, tanpa perdarahan

Page 18: sgd tropika.docx

spontan, uji tourniquet b.Derajat IIDerajat I dan disertai pula perdarahan spontan pada kulit atau tempat lain.c.Derajat IIIDitemukan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan daerah rendah (hipotensi), gelisah, cyanosis sekitar mulut, hidung dan jari (tanda-tanda dini renjatan).d.Renjatan berat (DSS) dengan nadi tak teraba dan tekanan darah tak dapat diukur.7.Pemeriksaan DiagnostikLaboratoriumTerjadi trombositopenia (100.000/ml atau kurang) dan hemokonsentrasi yang dapat dilihat dan meningginya nilai hematokrit sebanyak 20 % atau lebih dibandingkan nila hematokrit pada masa konvalesen.Pada pasien dengan 2 atau 3 patokan klinis disertai adanya trombositopenia dan hemokonsentrasi tersebut sudah cukup untuk klinis membuat diagnosis DHF dengan tepat.Juga dijumpai leukopenia yang akan terlihat pada hari ke-2 atau ke-3 dan titik terendah pada saat peningkatan suhu kedua kalinya leukopenia timbul karena berkurangnya limfosit pada saat peningkatan suhu pertama kali.8.Diagnosa BandingGambaran klinis DHF seringkali mirip dengan beberapa penyakit lain seperti :a.Demam chiku nguya.Dimana serangan demam lebih mendadak dan lebih pendek tapi suhu di atas 400C disertai ruam dan infeksi konjungtiva ada rasa nyeri sendi dan otot.b.Demam tyfoidBiasanya timbul tanda klinis khas seperti pola demam, bradikardi relatif, adanya leukopenia, limfositosis relatif.c.Anemia aplastikPenderita tampak anemis, timbul juga perdarahan pada stadium lanjut, demam timbul karena infeksi sekunder, pemeriksaan darah tepi menunjukkan pansitopenia.d.Purpura trombositopenia idiopati (ITP)Purpura umumnya terlihat lebih menyeluruh, demam lebih cepat menghilang, tidak terjadi hemokonsentrasi.9.PenatalaksanaanPenatalaksanaan penderita dengan DHF adalah sebagai berikut :a.Tirah baring atau istirahat baring.b.Diet makan lunak.c.Minum banyak (2 – 2,5 liter/24 jam) dapat berupa : susu, teh manis, sirup dan beri penderita sedikit oralit, pemberian cairan merupakan hal yang paling penting bagi penderita DHF.d.Pemberian cairan intravena (biasanya ringer laktat, NaCl Faali) merupakan cairan yang paling sering digunakan.e.Monitor tanda-tanda vital tiap 3 jam (suhu, nadi, tensi, pernafasan) jika kondisi pasien memburuk, observasi ketat tiap jam.f.Periksa Hb, Ht dan trombosit setiap hari.g.Pemberian obat antipiretik sebaiknya dari golongan asetaminopen.h.Monitor tanda-tanda perdarahan lebih lanjut.i.Pemberian antibiotik bila terdapat kekuatiran infeksi sekunder.j.Monitor tanda-tanda dan renjatan meliputi keadaan umum, perubahan tanda-tanda vital, hasil

Page 19: sgd tropika.docx

pemeriksaan laboratorium yang memburuk.k.Bila timbul kejang dapat diberikan Diazepam.Pada kasus dengan renjatan pasien dirawat di perawatan intensif dan segera dipasang infus sebagai pengganti cairan yang hilang dan bila tidak tampak perbaikan diberikan plasma atau plasma ekspander atau dekstran sebanyak 20 – 30 ml/kg BB.Pemberian cairan intravena baik plasma maupun elektrolit dipertahankan 12 – 48 jam setelah renjatan teratasi. Apabila renjatan telah teratasi nadi sudah teraba jelas, amplitudo nadi cukup besar, tekanan sistolik 20 mmHg, kecepatan plasma biasanya dikurangi menjadi 10 ml/kg BB/jam.Transfusi darah diberikan pada pasien dengan perdarahan gastrointestinal yang hebat. Indikasi pemberian transfusi pada penderita DHF yaitu jika ada perdarahan yang jelas secara klinis dan abdomen yang makin tegang dengan penurunan Hb yang mencolok.Pada DBD tanpa renjatan hanya diberi banyak minum yaitu 1½-2 liter dalam 24 jam. Cara pemberian sedikit demi sedikit dengan melibatkan orang tua. Infus diberikan pada pasien DBD tanpa renjatan apabila :a.Pasien terus menerus muntah, tidak dapat diberikan minum sehingga mengancam terjadinya dehidrasi.b.Hematokrit yang cenderung mengikat.10.PencegahanPrinsip yang tepat dalam pencegahan DHF ialah sebagai berikut :a.Memanfaatkan perubahan keadaan nyamuk akibat pengaruh alamiah dengan melaksanakan pemberantasan vektor pada saat sedikit terdapatnya kasus DHF.b.Memutuskan lingkaran penularan dengan menahan kepadatan vektor pada tingkat sangat rendah untuk memberikan kesempatan penderita viremia sembuh secara spontan.c.Mengusahakan pemberantasan vektor di pusat daerah penyebaran yaitu di sekolah, rumah sakit termasuk pula daerah penyangga sekitarnya.d.Mengusahakan pemberantasan vektor di semua daerah berpotensi penularan tinggi.Ada 2 macam pemberantasan vektor antara lain :a.Menggunakan insektisida.Yang lazim digunakan dalam program pemberantasan demam berdarah dengue adalah malathion untuk membunuh nyamuk dewasa dan temephos (abate) untuk membunuh jentik (larvasida). Cara penggunaan malathion ialah dengan pengasapan atau pengabutan. Cara penggunaan temephos (abate) ialah dengan pasir abate ke dalam sarang-sarang nyamuk aedes yaitu bejana tempat penampungan air bersih, dosis yang digunakan ialah 1 ppm atau 1 gram abate SG 1 % per 10 liter air.b.Tanpa insektisidaCaranya adalah :1)Menguras bak mandi, tempayan dan tempat penampungan air minimal 1 x seminggu (perkembangan telur nyamuk lamanya 7 – 10 hari).2)Menutup tempat penampungan air rapat-rapat.3)Membersihkan halaman rumah dari kaleng bekas, botol pecah dan benda lain yang memungkinkan nyamuk bersarang.Asuhan Keperawatan Anak dengan DHFPosted by nurse87 on 28 Oktober 2011 Posted in: Uncategorized. Tagged: Keperawatan Anak. 3 komentar

Page 20: sgd tropika.docx

A. KONSEP DASAR MEDIS1. DefinisiDengue Haemorrhagic Fever ( DHF ) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue, sejenis virus yang tergolong arbovirus dan masuk ke dalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk Aedes aegypty (betina). ( Effendy Christantie, 1995 ).Dengue Haemorrhagic Fever ( DHF ) adalah penyakit yang terdapat pada anak dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan sendi yang biasanya memburuk setelah dua hari pertama. Uji tourniquet akan positif disertai ruam, tanpa ruam dan beberapa atau semua gejala perdarahan. (Hendarwanto, IPD, 1999 )Dengue Haemorrhagic Fever ( DHF ) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti (betina). Penyakit ini dapat menyerang semua orang dan dapat mengakibatkan kematian terutama pada anak , serta sering menimbulkan kejadian luar biaa atau wabah. ( Suroso Thomas, FKUI, 2002 )2. Anatomi dan fisiologi darahDarah adalah medium transport tubuh. Darah terdiri dari komponen cair dan komponen padat. Komponen cair darah disebut plasma, berwarna kekuning-kuningan yang terdiri dari:a. Air : terdiri dari 91 – 92 %b. Zat padat yang terdiri dari 7 – 9 %. Terdiri dari :1) Protein ( albumin, globulin, fibrinogen )2) Bahan anorganik ( natrium, kalsium, kalium, fosfor, besi dan iodium )3) Bahan organic ( zat-zat nitrogen non protein, urea, asam urat, kreatinin, xantin, asam amino, fosfolipid, kolesterol, gluksa dll )Komponen padat darah terdiri dari :a. Sel darah merahEritrosit adalah cakram bikonkaf dengan diameter sekitar 8,6 µm. eritrosit tidak memiliki nucleus. Eritrosit terdiri dari membrane luar, hemoglobin ( ptotein yang mengandung besi ) dan karbon anhidrase ( enzim yang terlibat dalam transport karbndioksida ). Pembentukan eritrosit dirangsang oleh glikoprotein dan eritropoetin dari ginjal. Jumlah eritrosit nrmal yaitu : laki-laki : 4,5 – 5,5 106 / mm3 dan perempuan : 4,1 – 5,1 106 / mm3. funsi eritrosit adalah mengangkut dan melakukan pertukaran oksigen dan karbondioksida. Pada orang dewasa umur eritrosit adalah 120 hari.b. Sel darah putihPertahanan tubuh melawan infeksi adalah peranan utama sel darah putih. Jumlah normalnya adalah 4.000 – 11.000 / mm3. 5 jenis sel darah putih yaitu :1) Neutrofil 55 %2) Eosinofil 2 %3) Basofil 0,5 – 1 %4) Monosit 6 %5) Limfosit 36 %c. TrombositTrombosit bukan merupakan sel melainkan pecahan granular sel, berbentuk piringan dan tidak berinti, berdiameter 1 – 4 mm dan berumur kira-kira 10 hari. Sekitar 30 – 40 % berada dalam limpa sebagai cadangan dan sisanya berada dalam sirkulasi. Trombosit sangat penting peranannya dalam hemostasis dan pembekuan. Trombositopenia didefinisikan sebagai jumlah trombosit kurang dari 100.000 / mm3.Fungsi darah secara umum yaitu :

Page 21: sgd tropika.docx

a. Respirasi yaitu transport oksigen dari paru-paru ke jaringan dan karbondioksida dari jaringan ke paru-parub. Gizi, transport makanan yang diabsorpsic. Ekskresi, transport sisa metablisme ke ginjal, paru-paru, kulit dan usus untuk dibuangd. Mempertahankan keseimbangan asam basae. Mengatur keseimbangan airf. Mengatur suhu tubuhg. Transport hormonGibson, John 2002 : Fisiologi dan Anatomi Modern untuk Perawat Edisi . Jakarta : EGC.3. EtiologiVirus dengue yang ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti yang terdiri dari 4 tipe yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN-4 (baca : virus dengue tipe 1-4). infeksi oleh satu tipe virus dengue akan memberikan imunitas yang menetap terhadap infeksi virus yang bersangkutan pada masa yang akan datang. Namun, hanya memberikan imunitas yang sementara dan parsial terhadap infeksi virus lainnya. Wabah dengue juga telah dissertai Aedes albopictus, Aedess polinienssiss, Aedess sscuttellariss tetapi vector tersebut kurang efektif dan kurang berperan karena nyamuk-nyamuk tersebut banyak terdapat didaerah perkebunan dan semak-semak, sedangkan Aedes aegypti banyak tinggal di sekitar pemukiman penduduk.Adapun ciri-ciri nyamuk Aedes aegypti adalaha. Berbadan kecil, warna hitam dan belang-belangb. Menggigit pada siang hari, yaitu rentang waktunya antara Pkl 08.00 – 10.00 pagi.c. Gemar hidup di tempat yang gelap dan lembab dan di baju-baju yang bergantungand. Badannya mendatar saat hinggape. Jarak terbangnya kurang dari 100 meterf. Banyak bertelur di genangan air yang terdapat pada sisa-sisa kaleng bekas, tempat penampungan air, bak mandi, ban bekas dan sebagainya.4. Klasifikasia. Derajat IDemam disertai gejala klinis lain tanpa perdarahan spontan, uji rumpeleede positf dan mudah memar.b. Derajat IITanda pada derajat I disertai perdarahan spontan pada kulit berupa ptekiae dan ekimosis, epistaksis, muntah darah (hematemesis), melena, perdarahan gusi.c. Derajat IIIDitemukan kegagalan sirkulasi yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan darah menurun, gelisah.d. Derajat IVSyok berat dimana nadi tidak teraba, tekanan darah tidak dapat diukur, kulit lembab dan dingin, tubuh berkeringat, kulit membiru. Merupakan manifestasi syok dan seringkali berakhir dengan kematian.5. PatofisiologiVirus dengue ditularkan melalui nyamuk Aedes aegypti yang mempunyai 4 tipe yaiyu DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN-4, dimana keempat jenis ini dapat menyebabkan manifestasi klinis yang bermaca-macam dari asimptomatis sampai fatal. Dengue fever merupakan manifestasi klinis yang ringan, sedang Dengue Haemorrhagic Fever merupakan manifestasi klinis yang berat.Setelah virus masuk ke dalam tubuh, maka akan terjadi replikasi virus kemudian akan terjadi viremia yang ditandai dengan peningkatan suhu tubuh , sakit kepala, mual, muntah, nyeri otot

Page 22: sgd tropika.docx

dan sendi, ruam atau bintik merah pada kulit, hiperemi tenggorokan dan pada keadaan yang lebih berat mungkin akan terjadi pembesaran kelenjar getah bening, hepatomegali dan splenomegali.Gigitan nyamuk yang pertama mungkin tidak menimbulkan gejala atau dapat juga terjadi dengue fever yaitu reaksi tubuh ringan yang merupakan reaksi yang biasa terlihat pada infeksi oleh virus. Reaksi akan berat jika penderita mengalami infeksi berulang (ke-2) terutama jika oleh virus yang berbeda pada infeksi yang pertama sehingga terjadi reaksi antigen-antibody dan akan menimbulkan kompleks antigen-antibody (kompleks virus-antibody). Keadaan ini dapat menyebabkan beberapa hal yaitu:a. Aktivasi system komplemen yang berakibat dilepaskannya anafilatoxin yang menyebabkan peningkatan permeabilitas dindingpembuluh darah dan terjadinya perembesan plasma dari ruang intravascular ke ruang ekstravaskular. Perembesan plasma ini menyebabkan berkurangnya volume plasma, terjadi hipotensi, hemokonsentrasi, hipoproteinemia, efusi pleura dan renjatan (syok).b. Timbulnya agregasi trombosit yang melepakan ADP akan mengalami metamorfosis. Trombosit yang mengalami metamorfosis akan dimusnahkan oleh system retikuloendotel dengan akibat trombositopenia hebat dan perdarahanc. Terjadinya aktivasi faktor Hageman (faktor XII) dengan akibat akhir terjadipembekuan intravascular yang meluas. Dalam proses aktivasi ini plasminogen akan menjadi plasmin yang berperan dalam pembentukkan anafhilatoxin dan penghancuran fibrin menjadi fibrin degradation product. Kemudian meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah sehingga terjadinya perembesan plasma dari ruang intravascular ke ruang ekstravaskular.6. Tanda dan gejalaa. Demam tinggi dan mendadak dan terus menerus selama 2-7 harib. Manifestasi perdarahan : uji rumpeleede positif, ptekiae, ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis, melenac. Keluhan pada saluran pencernaan : mual, muntah, anoreksia, diare atau konstipasi, nyeri ulu hatid. Nyeri sendi , nyeri kepala, nyeri otot, rasa sakit di daerah belakang bola mata (retro orbita), hepatomegali, splenomegalie. Kadang ditemui keluhan batuk pilek dan sakit menelan.7. Pemeriksaan diagnostika. Labotatorium1) Daraha) Trombositb) Hemoglobinc) Hematokritd) Elektrolit serume) Pemeriksaan gas darah2) Urineb. Pemeriksaan radiologyc. USG8. Penatalaksanaan medisa. Pemberian minum 1- 2 liter per hari, pemberiaan oralit, jus buah juga baik untuk mengatasi kekurangan volume cairanb. Antipiretik

Page 23: sgd tropika.docx

c. Kompres hangatd. Monitor TTV dan tanda-tanda perdarahane. Antibioticf. Diazepam, jika kejangg. Pemberian cairan intravena (Ringer Lactat, Nacl 0,9 %, Dextrose 5 %)h. Bila hematokrit meningkat beri cairan plasma (Dekstran, albumin 5 %)i. Pemberian tranfusi darahj. Jika asidosis metabolic beri natrium Bikarbonat9. Komplikasia. Syok hipovolemikb. Anoksia jaringanc. Asidosis metabolic

Demam Tifoid (Penyakit Tifus)

Demam tifoid, atau dikenal juga sebagai penyakit tifus, merupakan infeksi berat pada saluran cerna yang disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi.

Apa penyebabnya ?Demam tifoid dapat ditularkan melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi karena penanganan yang tidak bersih/higienis. Bakteri Salmonella typhi akan masuk ke dalam saluran cerna dan masuk ke peredaran darah hingga terjadi peradangan pada usus halus dan usus besar.

Apa gejalanya ?Selang waktu antara masuknya bakteri ke dalam tubuh hingga munculnya gejala (masa inkubasi) berlangsung selama 8-14 hari, serta bergantung pada banyaknya bakteri yang masuk ke dalam tubuh.Pada minggu pertama, gejalanya menyerupai penyakit infeksi akut pada umumnya seperti demam (suhu tubuh meningkat terutama sore dan malam hari), sakit kepala, mual, muntah, nafsu makan menurun, sakit perut, diare pada anak-anak, atau sembelit pada orang dewasa.Pada minggu kedua, gejala menjadi lebih jelas yaitu demam yang tinggi terus-menerus, nafas berbau tak sedap, kulit kering, rambut kering, bibir kering pecah-pecah, lidah ditutupi selaput putih kotor, pembesaran hati dan limpa serta terasa nyeri bila diraba, perut kembung.

Bagaimana cara mendiagnosisnya ?Selain pemeriksaan fisik oleh dokter, juga sangat diperlukan pemeriksaan laboratorium untuk menunjang diagnosis demam tifoid seperti Kultur Gal, Widal, atau Anti-Salmonella typhi IgM .

Page 24: sgd tropika.docx

Bagaimana pengobatannya ?Pengobatan yang biasanya diberikan pada pasien demam tifoid, yaitu obat anti diare dan antibiotika.

Bagaimana pencegahannya ?Terjadinya demam tifoid dan penularannya dapat dilakuan di antaranya dengan :- pola makan sehat- menjaga kebersihan- rajin mencuci tangan

Apa saja dampak buruknya ?Demam tifoid apabila tidak dideteksi dan diobati secara cepat dan tepat dapat menyebabkan komplikasi yang berujuang pada kematian, seperti perdarahan usus, kebocoran usus, infeksi selaput usus, renjatan bronkopnemonia (peradangan paru), dan kelainan pada otak.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Defenisi Demam Tifoid Demam tifoid disebut juga dengan Typus abdominalis atau typoid fever. Demam tipoid ialah penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran pencernaan (usus halus) dengan gejala demam satu minggu atau lebih disertai gangguan pada saluran pencernaan dan dengan atau tanpa gangguan kesadaran .11 2.2. Infectious Agent 4 Demam tifoid disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi atau Salmonella paratyphi dari Genus Salmonella. Bakteri ini berbentuk batang, gram negatip, tidak membentuk spora, motil, berkapsul dan mempunyai flagella (bergerak dengan rambut getar). Bakteri ini dapat hidup sampai beberapa minggu di alam bebas seperti di dalam air, es, sampah dan debu. Bakteri ini dapat mati dengan pemanasan (suhu 600C) selama 15 – 20 menit, pasteurisasi, pendidihan dan khlorinisasi. Salmonella typhi mempunyai 3 macam antigen, yaitu : 12 1. Antigen O (Antigen somatik), yaitu terletak pada lapisan luar dari tubuh kuman. Bagian ini mempunyai struktur kimia lipopolisakarida atau disebut juga endotoksin. Antigen ini tahan terhadap panas dan alkohol tetapi tidak tahan terhadap formaldehid. 2. Antigen H (Antigen Flagella), yang terletak pada flagella, fimbriae atau pili dari kuman. Antigen ini mempunyai struktur kimia suatu protein dan tahan terhadap formaldehid tetapi tidak tahan terhadap panas dan alkohol.

Universitas Sumatera Utara

Page 25: sgd tropika.docx

3. Antigen Vi yang terletak pada kapsul (envelope) dari kuman yang dapat melindungi kuman terhadap fagositosis.

Ketiga macam antigen tersebut di atas di dalam tubuh penderita akan menimbulkan pula pembentukan 3 macam antibodi yang lazim disebut aglutinin. 2.3. Patogenesis 13

Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi masuk kedalam tubuh manusia melalui makanan yang terkontaminasi kuman. Sebagian kuman dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus dan berkembang biak. Bila respon imunitas humoral mukosa IgA usus kurang baik maka kuman akan menembus sel-sel epitel terutama sel M dan selanjutnya ke lamina propia. Di lamina propia kuman berkembang biak dan difagosit oleh sel-sel fagosit terutama oleh makrofag. Kuman dapat hidup dan berkembang biak di dalam makrofag dan selanjutnya dibawa ke plaque Peyeri ileum distal dan kemudian ke kelenjar getah bening mesenterika. Selanjutnya melalui duktus torasikus kuman yang terdapat di dalam makrofag ini masuk ke dalam sirkulasi darah (mengakibatkan bakterimia pertama yang asimtomatik) dan menyebar ke seluruh organ retikuloendotelial tubuh terutama hati dan limpa. Di organ-organ ini kuman meninggalkan sel-sel fagosit dan kemudian berkembang biak di luar sel atau ruang sinusoid dan selanjutnya masuk ke dalam sirkulasi darah lagi yang mengakibatkan bakterimia yang kedua kalinya dengan disertai tanda-tanda dan gejala penyakit infeksi sistemik, seperti demam, malaise, mialgia, sakit kepala dan sakit perut.

Page 26: sgd tropika.docx

2.4. Gejala Klinis14

Gejala klinis demam tifoid pada anak biasanya lebih ringan jika dibanding dengan penderita dewasa. Masa inkubasi rata-rata 10 – 20 hari. Setelah masa inkubasi maka ditemukan gejala prodromal, yaitu perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri kepala, pusing dan tidak bersemangat. Kemudian menyusul gejala klinis yang biasa ditemukan, yaitu : a. Demam

Pada kasus-kasus yang khas, demam berlangsung 3 minggu. Bersifat febris remiten dan suhu tidak berapa tinggi. Selama minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur meningkat setiap hari, biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore dan malam hari. Dalam minggu kedua, penderita terus berada dalam keadaan demam. Dalam minggu ketiga suhu tubuh beraangsur-angsur turun dan normal kembali pada akhir minggu ketiga. b. Ganguan pada saluran pencernaan

Pada mulut terdapat nafas berbau tidak sedap. Bibir kering dan pecah-pecah (ragaden) . Lidah ditutupi selaput putih kotor (coated tongue), ujung dan tepinya kemerahan, jarang disertai tremor. Pada abdomen mungkin ditemukan keadaan perut kembung (meteorismus). Hati dan limpa membesar disertai nyeri pada perabaan. Biasanya didapatkan konstipasi, akan tetapi mungkin pula normal bahkan dapat terjadi diare. c. Gangguan kesadaran

Umumnya kesadaran penderita menurun walaupun tidak berapa dalam, yaitu apatis sampai somnolen. Jarang terjadi sopor, koma atau gelisah. Universitas Sumatera Utara

Page 27: sgd tropika.docx

2.5. Epidemiologi Demam Tifoid 2.5.1. Distribusi dan Frekwensi

a. Orang

Demam tifoid dapat menginfeksi semua orang dan tidak ada perbedaan yang nyata antara insiden pada laki-laki dan perempuan. Insiden pasien demam tifoid dengan usia 12 – 30 tahun 70 – 80 %, usia 31 – 40 tahun 10 – 20 %, usia > 40 tahun 5 – 10 %.15 Menurut penelitian Simanjuntak, C.H, dkk (1989) di Paseh, Jawa Barat terdapat 77 % penderita demam tifoid pada umur 3 – 19 tahun dan tertinggi pada umur 10 -15 tahun dengan insiden rate 687,9 per 100.000 penduduk. Insiden rate pada umur 0 – 3 tahun sebesar 263 per 100.000 penduduk.16 b. Tempat dan Waktu

Demam tifoid tersebar di seluruh dunia. Pada tahun 2000, insiden rate demam tifoid di Amerika Latin 53 per 100.000 penduduk dan di Asia Tenggara 110 per 100.000 penduduk.6 Di Indonesia demam tifoid dapat ditemukan sepanjang tahun, di Jakarta Utara pada tahun 2001, insiden rate demam tifoid 680 per 100.000 penduduk dan pada tahun 2002 meningkat menjadi 1.426 per 100.000 penduduk.17 2.5.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi (Determinan) a. Faktor Host

Manusia adalah sebagai reservoir bagi kuman Salmonella thypi. Terjadinya penularan Salmonella thypi sebagian besar melalui makanan/minuman yang tercemar oleh kuman yang berasal dari penderita atau carrier yang biasanya keluar bersama Universitas Sumatera Utara

Page 28: sgd tropika.docx

dengan tinja atau urine. Dapat juga terjadi trasmisi transplasental dari seorang ibu hamil yang berada dalam bakterimia kepada bayinya.18 Penelitian yang dilakukan oleh Heru Laksono (2009) dengan desain case control , mengatakan bahwa kebiasaan jajan di luar mempunyai resiko terkena penyakit demam tifoid pada anak 3,6 kali lebih besar dibandingkan dengan kebiasaan tidak jajan diluar (OR=3,65) dan anak yang mempunyai kebiasaan tidak mencuci tangan sebelum makan beresiko terkena penyakit demam tifoid 2,7 lebih besar dibandingkan dengan kebiasaan mencuci tangan sebelum makan (OR=2,7).20 b. Faktor Agent

Demam tifoid disebabkan oleh bakteri Salmonella thypi. Jumlah kuman yang dapat menimbulkan infeksi adalah sebanyak 105 – 109 kuman yang tertelan melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi. Semakin besar jumlah Salmonella thypi yang tertelan, maka semakin pendek masa inkubasi penyakit demam tifoid.24 c. Faktor Environment

Demam tifoid merupakan penyakit infeksi yang dijumpai secara luas di daerah tropis terutama di daerah dengan kualitas sumber air yang tidak memadai dengan standar hygiene dan sanitasi yang rendah. Beberapa hal yang mempercepat terjadinya penyebaran demam tifoid adalah urbanisasi, kepadatan penduduk, sumber air minum dan standart hygiene industri pengolahan makanan yang masih rendah. Berdasarkan hasil penelitian Lubis, R. di RSUD. Dr. Soetomo (2000) dengan desain case control , mengatakan bahwa higiene perorangan yang kurang, mempunyai resiko terkena penyakit demam tifoid 20,8 kali lebih besar dibandingkan dengan yang higiene perorangan yang baik (OR=20,8) dan kualitas air minum yang Universitas Sumatera Utara

Page 29: sgd tropika.docx

tercemar berat coliform beresiko 6,4 kali lebih besar terkena penyakit demam tifoid dibandingkan dengan yang kualitas air minumnya tidak tercemar berat coliform (OR=6,4) .19 2.6. Sumber Penularan (Reservoir)

Penularan penyakit demam tifoid oleh basil Salmonella typhi ke manusia melalui makanan dan minuman yang telah tercemar oleh feses atau urin dari penderita tifoid.4 Ada dua sumber penularan Salmonella typhi, yaitu :13 2.6.1. Penderita Demam Tifoid

Yang menjadi sumber utama infeksi adalah manusia yang selalu mengeluarkan mikroorganisme penyebab penyakit, baik ketika ia sedang menderita sakit maupun yang sedang dalam penyembuhan. Pada masa penyembuhan penderita pada umumnya masih mengandung bibit penyakit di dalam kandung empedu dan ginjalnya. 2.6.2. Karier Demam Tifoid. Penderita tifoid karier adalah seseorang yang kotorannya (feses atau urin) mengandung Salmonella typhi setelah satu tahun pasca demam tifoid, tanpa disertai gejala klinis. Pada penderita demam tifoid yang telah sembuh setelah 2 – 3 bulan masih dapat ditemukan kuman Salmonella typhi di feces atau urin. Penderita ini disebut karier pasca penyembuhan. Pada demam tifoid sumber infeksi dari karier kronis adalah kandung empedu dan ginjal (infeksi kronis, batu atau kelainan anatomi). Oleh karena itu apabila terapi Universitas Sumatera Utara

Page 30: sgd tropika.docx

medika-mentosa dengan obat anti tifoid gagal, harus dilakukan operasi untuk menghilangkan batu atau memperbaiki kelainan anatominya.3 Karier dapat dibagi dalam beberapa jenis.21 a. Healthy carrier (inapparent) adalah mereka yang dalam sejarahnya tidak pernah menampakkan menderita penyakit tersebut secara klinis akan tetapi mengandung unsur penyebab yang dapat menular pada orang lain, seperti pada penyakit poliomyelitis, hepatitis B dan meningococcus. b. Incubatory carrier (masa tunas) adalah mereka yang masih dalam masa tunas, tetapi telah mempunyai potensi untuk menularkan penyakit/ sebagai sumber penularan, seperti pada penyakit cacar air, campak dan pada virus hepatitis. c. Convalescent carrier (baru sembuh klinis) adalah mereka yang baru sembuh dari penyakit menulat tertentu, tetapi masih merupakan sumber penularan penyakit tersebut untuk masa tertentu, yang masa penularannya kemungkinan hanya sampai tiga bulan umpamanya kelompok salmonella, hepatitis B dan pada dipteri. d. Chronis carrier (menahun) merupakan sumber penularan yang cukup lama seperti pada penyakit tifus abdominalis dan pada hepatitis B.

2.7. Komplikasi Komplikasi demam tifoid dapat dibagi atas dua bagian, yaitu : 2.7.1. Komplikasi Intestinal13 a. Perdarahan Usus

Sekitar 25% penderita demam tifoid dapat mengalami perdarahan minor yang tidak membutuhkan tranfusi darah. Perdarahan hebat dapat terjadi hingga penderita Universitas Sumatera Utara

Page 31: sgd tropika.docx

mengalami syok. Secara klinis perdarahan akut darurat bedah ditegakkan bila terdapat perdarahan sebanyak 5 ml/kgBB/jam. b. Perforasi Usus

Terjadi pada sekitar 3% dari penderita yang dirawat. Biasanya timbul pada minggu ketiga namun dapat pula terjadi pada minggu pertama. Penderita demam tifoid dengan perforasi mengeluh nyeri perut yang hebat terutama di daerah kuadran kanan bawah yang kemudian meyebar ke seluruh perut. Tanda perforasi lainnya adalah nadi cepat, tekanan darah turun dan bahkan sampai syok. 2.7.2. Komplikasi Ekstraintestinal 22 a. Komplikasi kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi perifer (syok, sepsis), miokarditis, trombosis dan tromboflebitis. b. Komplikasi darah : anemia hemolitik, trombositopenia, koaguolasi intravaskuler diseminata, dan sindrom uremia hemolitik. c. Komplikasi paru : pneumoni, empiema, dan pleuritis d. Komplikasi hepar dan kandung kemih : hepatitis dan kolelitiasis

e. Komplikasi ginjal : glomerulonefritis, pielonefritis, dan perinefritis f. Komplikasi tulang : osteomielitis, periostitis, spondilitis, dan artritis g. Komplikasi neuropsikiatrik : delirium, meningismus, meningitis, polineuritis perifer, psikosis, dan sindrom katatonia. Universitas Sumatera Utara

Page 32: sgd tropika.docx

2.8. Pencegahan Demam Tifoid Pencegahan dibagi menjadi beberapa tingkatan sesuai dengan perjalanan penyakit, yaitu pencegahan primer, pencegahan sekunder, dan pencegahan tersier.23 2.8.1. Pencegahan Primer Pencegahan primer merupakan upaya untuk mempertahankan orang yang sehat agar tetap sehat atau mencegah orang yang sehat menjadi sakit. Pencegahan primer dapat dilakukan dengan cara imunisasi dengan vaksin yang dibuat dari strain Salmonella typhi yang dilemahkan. Di Indonesia telah ada 3 jenis vaksin tifoid, yaitu : 4 a. Vaksin oral Ty 21 a Vivotif Berna. Vaksin ini tersedia dalam kapsul yang diminum selang sehari dalam 1 minggu satu jam sebelum makan. Vaksin ini kontraindikasi pada wanita hamil, ibu menyusui, demam, sedang mengkonsumsi antibiotik . Lama proteksi 5 tahun. b. Vaksin parenteral sel utuh : Typa Bio Farma. Dikenal 2 jenis vaksin yakni, K vaccine (Acetone in activated) dan L vaccine (Heat in activated-Phenol preserved). Dosis untuk dewasa 0,5 ml, anak 6 – 12 tahun 0,25 ml dan anak 1 – 5 tahun 0,1 ml yang diberikan 2 dosis dengan interval 4 minggu. Efek samping adalah demam, nyeri kepala, lesu, bengkak dan nyeri pada tempat suntikan. Kontraindikasi demam,hamil dan riwayat demam pada pemberian pertama. c. Vaksin polisakarida Typhim Vi Aventis Pasteur Merrieux. Vaksin diberikan secara intramuscular dan booster setiap 3 tahun. Kontraindikasi pada hipersensitif, hamil, menyusui, sedang demam dan anak umur 2 tahun.

Universitas Sumatera Utara

Page 33: sgd tropika.docx

Indikasi vaksinasi adalah bila hendak mengunjungi daerah endemik, orang yang terpapar dengan penderita karier tifoid dan petugas laboratorium/mikrobiologi kesehatan. Mengkonsumsi makanan sehat agar meningkatkan daya tahan tubuh, memberikan pendidikan kesehatan untuk menerapkan prilaku hidup bersih dan sehat dengan cara budaya cuci tangan yang benar dengan memakai sabun, peningkatan higiene makanan dan minuman berupa menggunakan cara-cara yang cermat dan bersih dalam pengolahan dan penyajian makanan, sejak awal pengolahan, pendinginan sampai penyajian untuk dimakan, dan perbaikan sanitasi lingkungan.4 2.8.2. Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder dapat dilakukan dengan cara mendiagnosa penyakit secara dini dan mengadakan pengobatan yang cepat dan tepat. Untuk mendiagnosis demam tifoid perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium. Ada 3 metode untuk mendiagnosis penyakit demam tifoid, yaitu :24 a.Diagnosis klinik

Diagnosis klinis penyakit ini sering tidak tepat, karena gejala kilinis yang khas pada demam tifoid tidak ditemukan atau gejala yang sama dapat juga ditemukan pada penyakit lain. Diagnosis klinis demam tifoid sering kali terlewatkan karena pada penyakit dengan demam beberapa hari tidak diperkirakan kemungkinan diagnosis demam tifoid. b. Diagnosis mikrobiologik/pembiakan kuman

Metode diagnosis mikrobiologik adalah metode yang paling spesifik dan lebih dari 90% penderita yang tidak diobati, kultur darahnya positip dalam minggu Universitas Sumatera Utara

Page 34: sgd tropika.docx

pertama. Hasil ini menurun drastis setelah pemakaian obat antibiotika, dimana hasil positip menjadi 40%. Meskipun demikian kultur sum-sum tulang tetap memperlihatkan hasil yang tinggi yaitu 90% positip. Pada minggu-minggu selanjutnya hasil kultur darah menurun, tetapi kultur urin meningkat yaitu 85% dan 25% berturut-turut positip pada minggu ke-3 dan ke-4. Organisme dalam tinja masih dapat ditemukan selama 3 bulan dari 90% penderita dan kira-kira 3% penderita tetap mengeluarkan kuman Salmonella typhi dalam tinjanya untuk jangka waktu yang lama. c.Diagnosis serologik12

c.1. Uji Widal Uji Widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap Salmonella typhi terdapat dalam serum penderita demam tifoid, pada orang yang pernah tertular Salmonella typhi dan pada orang yang pernah mendapatkan vaksin demam tifoid. Antigen yang digunakan pada uij Widal adlah suspensi Salmonella typhi yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan dari uji Widal adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum penderita yang diduga menderita demam tifoid.25 Dari ketiga aglutinin (aglutinin O, H, dan Vi), hanya aglutinin O dan H yang ditentukan titernya untuk diagnosis. Semakin tinggi titer aglutininnya, semakin besar pula kemungkinan didiagnosis sebagai penderita demam tifoid. Pada infeksi yang aktif, titer aglutinin akan meningkat pada pemeriksaan ulang yang dilakukan selang Universitas Sumatera Utara

Page 35: sgd tropika.docx

waktu paling sedikit 5 hari. Peningkatan titer aglutinin empat kali lipat selama 2 sampai 3 minggu memastikan diagnosis demam tifoid. Interpretasi hasil uji Widal adalah sebagai berikut :12 a. Titer O yang tinggi ( > 160) menunjukkan adanya infeksi akut b. Titer H yang tinggi ( > 160) menunjukkan telah mendapat imunisasi atau pernah menderita infeksi c. Titer antibodi yang tinggi terhadap antigen Vi terjadi pada carrier.

Beberapa faktor yang mempengaruhi uji Widal antara lain :11,25 1. Faktor-faktor yang berhubungan dengan Penderita a. Keadaan umum gizi penderita

Gizi buruk dapat menghambat pembentukan antibodi. b. Waktu pemeriksaan selama perjalanan penyakit

Aglutinin baru dijumnpai dalam darah setelah penderita mengalami sakit selama satu minggu dan mencapai puncaknya pada minggu kelima atau keenam sakit. c. Pengobatan dini dengan antibiotik

Pemberian antibiotik dengan obat antimikroba dapat menghambat pembentukan antibodi. d. Penyakit-penyakit tertentu

Pada beberapa penyakit yang menyertai demam tifoid tidak terjadi pembentukan antibodi, misalnya pada penderita leukemia dan karsinoma lanjut. Universitas Sumatera Utara

Page 36: sgd tropika.docx

e. Pemakaian obat imunosupresif atau kortikosteroid dapat menghambat pembentukan antibodi. f. Vaksinasi

Pada orang yang divaksinasi demam tifoid, titer aglutinin O dan H meningkat. Aglutinin O biasanya menghilang setelah 6 bulan sampai 1 tahun, sedangkan titer aglutinin H menurun perlahan-lahan selama 1 atau 2 tahun. Oleh karena itu titer aglutinin H pada seseorang yang pernah divaksinasi kurang mempunyai nilai diagnostik. g. Infeksi klinis atau subklinis oleh Salmonella sebelumnya

Keadaan ini dapat menyebabkan uji Widal positif, walaupun titer aglutininnya rendah. Di daerah endemik demam tifoid dapat dijumpai aglutinin pada orang-orang yang sehat. 2. Faktor-faktor teknis a. Aglutinasi silang

Karena beberapa spesies Salmonella dapat mengandung antigen O dan H yang sama, maka reaksi aglutinasi pada satu spesies dapat juga menimbulkan reaksi aglutinasi pada spesies lain. Oleh karena itu spesies Salmonella penyebab infeksi tidak dapat ditentukan dengan uji widal. b. Konsentrasi suspensi antigen

Konsentrasi suspensi antigen yang digunakan pada uji widal akan mempengaruhi hasilnya. c. Strain salmonella yang digunakan untuk suspensi antigen

Universitas Sumatera Utara

Page 37: sgd tropika.docx

Daya aglutinasi suspensi antigen dari strain salmonella setempat lebih baik daripada suspensi antigen dari strain lain. c.2. Uji Enzym-Linked Immunosorbent Assay (ELISA)12 a. Uji ELISA untuk melacak antibodi terhadap antigen Salmonella typhi belakangan ini mulai dipakai. Prinsip dasar uji ELISA yang dipakai umumnya uji ELISA tidak langsung. Antibodi yang dilacak dengan uji ELISA ini tergantung dari jenis antigen yang dipakai. b. Uji ELISA untuk melacak Salmonella typhi

Deteksi antigen spesifik dari Salmonella typhi dalam spesimen klinik (darah atau urine) secara teoritis dapat menegakkan diagnosis demam tifoid secara dini dan cepat. Uji ELISA yang sering dipakai untuk melacak adanya antigen Salmonella typhi dalam spesimen klinis, yaitu double antibody sandwich ELISA. Pencegahan sekunder dapat berupa : a. Penemuan penderita maupun carrier secara dini melalui penigkatan usaha surveilans demam tifoid. b. Perawatan umum dan nutrisi

Penderita demam tifoid, dengan gambaran klinis jelas sebaiknya dirawat di rumah sakit atau sarana kesehatan lain yang ada fasilitas perawatan. Penderita yang dirawat harus tirah baring dengan sempurna untuk mencegah komplikasi, terutama perdarahan dan perforasi. Bila klinis berat, penderita harus istirahat total. Bila penyakit membaik, maka dilakukan mobilisasi secara bertahap, sesuai dengan pulihnya kekuatan penderita. Universitas Sumatera Utara

Page 38: sgd tropika.docx

Nutrisi pada penderita demam tifoid dengan pemberian cairan dan diet. Penderita harus mendapat cairan yang cukup, baik secara oral maupun parenteral. Cairan parenteral diindikasikan pada penderita sakit berat, ada komplikasi penurunan kesadaran serta yang sulit makan. Cairan harus mengandung elektrolit dan kalori yang optimal. Sedangkan diet harus mengandung kalori dan protein yang cukup. Sebaiknya rendah serat untuk mencegah perdarahan dan perforasi. Diet untuk penderita tifoid biasanya diklasifikasikan atas : diet cair, bubur lunak, tim dan nasi biasa. c. Pemberian anti mikroba (antibiotik)

Anti mikroba (antibiotik) segera diberikan bila diagnosa telah dibuat. Kloramfenikol masih menjadi pilihan pertama, berdasarkan efikasi dan harga. Kekurangannya adalah jangka waktu pemberiannya yang lama, serta cukup sering menimbulkan karier dan relaps. Kloramfenikol tidak boleh diberikan pada wanita hamil, terutama pada trimester III karena dapat menyebabkan partus prematur, serta janin mati dalam kandungan. Oleh karena itu obat yang paling aman diberikan pada wanita hamil adalah ampisilin atau amoksilin. Universitas Sumatera Utara

Page 39: sgd tropika.docx

2.8.3. Pencegahan Tersier

Pencegahan tersier adalah upaya yang dilakukan untuk mengurangi keparahan akibat komplikasi. Apabila telah dinyatakan sembuh dari penyakit demam tifoid sebaiknya tetap menerapkan pola hidup sehat, sehingga imunitas tubuh tetap terjaga dan dapat terhindar dari infeksi ulang demam tifoid. Pada penderita demam tifoid yang carier perlu dilakukan pemerikasaan laboratorium pasca penyembuhan untuk mengetahui kuman masih ada atau tidak. Universitas Sumatera UtaraBAB IPENDAHULUANA. Latar BelakangDemam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh Salmonella thypi yang masih dijumpai secara luas di berbagai negara berkembang yang terutama terletak di daerah tropis dan subtropis. Penyakit ini juga merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting karena penyebarannya berkaitan erat dengan urbanisasi, kepadatan penduduk, kesehatan lingkungan, sumber air dan sanitasi yang buruk serta standar higiene industri pengolahan makanan yang masih rendah (Simanjuntak, C.H, 2009).Besarnya angka pasti kasus demam tifoid di Dunia, sangat sulit ditentukan karena penyakit ini dikenal mempunyai gejala dengan spektrum klinis yang sangat luas. Data World Health Organization (WHO) tahun 2009, memperkirakan terdapat sekitar 17 juta kasus demam tifoid di seluruh dunia dengan insidensi 600.000 kasus kematian tiap tahun. Insidens rate demam tifoid di Asia Selatan dan Tenggara termasuk China pada tahun 2010 rata-rata 1.000 per 100.000 penduduk per tahun. Insidens rate demam tifoid tertinggi di Papua New Guinea sekitar 1.208 per 100.000 penduduk per tahun. Insidens rate di Indonesia masih tinggi yaitu 358 per 100.000 penduduk pedesaan dan 810 per 100.000 penduduk perkotaan per tahun dengan rata-rata kasus per tahun 600.000-1.500.000 penderita. Angka kematian demam tifoid di Indonesia masih tinggi dengan CFR sebesar 10% (Nainggolan, R, 2011).Berdasarkan laporan Ditjen Pelayanan Medis Depkes RI, pada tahun 2008, demam tifoid menempati urutan kedua dari 10 penyakit terbanyak pasien rawat inap di rumah sakit di Indonesia dengan jumlah kasus 81.116 dengan proporsi 3,15%, urutan pertama ditempati oleh diare dengan jumlah kasus 193.856 dengan proporsi 7,52%, urutan ketiga ditempati oleh DBD dengan jumlah kasus 77.539 dengan proporsi 3,01% (Depkes RI, 2009).Berdasarkan penelitian Cyrus H. Simanjuntak., di Paseh (Jawa Barat) tahun 2009, insidens rate demam tifoid pada masyarakat di daerah semi urban adalah 357,6 per 100.000 penduduk per tahun. Insiden demam tifoid bervariasi di tiap daerah dan biasanya terkait dengan sanitasi lingkungan; di daerah Jawa Barat, terdapat 157 kasus per 100.000 penduduk sedangkan di daerah urban di temukan 760-810 per 100.000 penduduk. Perbedaan insiden di perkotaan berhubungan erat dengan penyediaan air bersih yang belum memadai serta sanitasi lingkungan dengan pembuangan sampah yang kurang memenuhi sarat kesehatan lingkungan (Simanjuntak, C.H, 2009).Beberapa faktor penyebab demam tifoid masih terus menjadi masalah kesehatan penting di negara berkembang meliputi pula keterlambatan penegakan diagnosis pasti. Penegakan diagnosis demam tifoid saat ini dilakukan secara klinis dan melalui pemeriksaan laboratorium. Diagnosis demam tifoid secara klinis seringkali tidak tepat karena tidak ditemukannya gejala klinis spesifik

Page 40: sgd tropika.docx

atau didapatkan gejala yang sama pada beberapa penyakit lain pada anak, terutama pada minggu pertama sakit. Hal ini menunjukkan perlunya pemeriksaan penunjang laboratorium untuk konfirmasi penegakan diagnosis demam tifoid (Simanjuntak, C.H, 2009).Berdasarkan data yang terdapat di pada medical record Di Rumah Sakit Rajawali Bandung ruang Rafei tercatat angka insiden penderita demam thyfoid yang dirawat selama tiga bulan terakhir yaitu pada bulan Juli sampai bulan Oktober 2012 adalah 17 orang pasien dimana terdapat 5 kasus pada bulan Juli, 2 kasus pada bulan Agustus, dan 10 kasus pada bulan September. Demam tifoid dapat menimbulkan komplikasi yang dapat mengakibatkan mortalitas (kematian), yaitu sekitar 25% penderita demam tifoid mengalami perdarahan, jika terlambat tertangani dapat terjadi mortalitas (kematian) sekitar 10-32 % bahkan ada yang melaporkan sampai 80%, sedangkan mortalitas pada miokarditis akibat demam tifoid sekitar 1–5 %, dan tifoid pun dapat mengakibatkan tifoid toksin yang dapat menyebabkan kematian tetapi jarang sekali komplikasi ini terjadi.Dari data diatas nampak bahwa angka insiden penyakit demam tifoid cukup tinggi dan merupakan penyakit yang dapat menimbulkan kompliksi pada organ pencernaan. Kardiovaskuler, pernapasan, tulang, ginjal dan hematolik serta gangguan neuropsikiatrik sampai dengan menyebabkan kematian bila tidak ditangani dengan seksama. Berdasarkan hal tersebut maka peran perawat sangat penting dalam aspek promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Oleh karena itu, mengingat kompleksnya masalah yang terjadi pada klien dengan penyakit demam tifoid maka penulis tertarik untuk merawat klien dengan judul Asuhan keperawatan Klien dengan Demam tifoid di ruang Rafei RS. Rajawali Bandung tahun 2012.B. Tujuan Penulisan1. Tujuan UmumAdapun tujuan umum dari penulisan laporan ini adalah untuk memberikan Asuhan Keperawatan pada klien dengan Demam Tifoid di ruang Rafei Rumah Sakit Rajawali Bandung tahun 2012.2. Tujuan Khususa. Mengetahui pengertian Demam tifoid.b. Mengetahui etiologi Demam tifoid.c. Mempelajari patofisiologi dari Demam tifoid.d. Mengetahui manifestasi klinik dari Demam tifoid.e. Mengetahui pemeriksaan penunjang pada penderita Demam tifoidf. Mengetahui bagaimana Asuhan Keperawatan pada kasus Demam tifoid.1) Melakukan pengkajian pada klien dengan demam tifoid.2) Menentukan masalah keperawatan pada klien demam tifoid3) Merencanakan Asuhan keperawatan pada klien demam tifoid4) Pelaksanaan tindakan keperawatan sesuai perencanaan pada klien demam tifoid.5) Melakukan evaluasi keperawatan pada klien demam tifoid.6) Mengidentifikasikan kesenjangan yang terdapat antara teori dan praktek pada klien dengan demam tifoid.7) Mendokumentasikan asuhan keperawatan pada klien dengan demam tifoidC. Manfaat PenulisanAdapun manfaat dari penulisan laporan ini adalah sebagai berikut:1. Bagi InstansiBagi institusi khususnya Rumah Sakit Rajawali Bandung dimana laporan ini akan menjadi sumber masukan dan informasi dari program kesehatan dalam rangka mencegah terjadinya demam tifoid.

Page 41: sgd tropika.docx

2. Bagi MasyarakatDari hasil penelitian ini diharapkan masyarakat, khususnya bagi para ibu dan remaja, agar dapat mengetahui faktor-faktor risiko apa saja yang mempengaruhi kejadian demam tifoid, sehingga demam tifoid pun dapat dicegah sejak dini.3. Bagi InstitusiBagi STIKES Rajawali Bandung laporan ini merupakan sumbangan ilmiah bagi dunia pendidikan dan diharapkan dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang keperawatan. Laporan ini juga diharapkan sebagai dasar, sumber dan bahan pemikiran untuk perkembangan penulisan laporan selanjutnya.D. Sistematika PenulisanDalam mengetahui secara keseluruhan isi dari laporan ini, dibawah ini disusun sistematika penulisan yang dibagi 5 bab yaitu; Bab I: Pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, tujuan penulisan, manfaat penulisan, dan sistematika penulisan. Bab II: Konsep dasar teori yang terdiri dari pengertian, anatomi fisiologi, etiologi, patofisiologi/pathway, manifestasi klinis, pemeriksaan penunjang, komplikasi, penatalaksanaan, pencegahan, pemeriksaan penunjang. Bab III: asuhan keperawatan meliputi pengkajian, diagnosis keperawatan, rencana intervensi, implementasi, dan evaluasi. Bab IV: Terdiri dari kesenjangan antara teori dengan kasus mengenai pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi dan evaluasi. Bab V: penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran. Daftar pustaka dan lampiran dari pendokumentasian asuhan keperawatan pada klien dengan demam tifoid.BAB IIKONSEP DASAR TEORIA. PengertianTifoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi salmonella Thypi. Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi oleh faeses dan urine dari orang yang terinfeksi kuman salmonella (Smeltzer & Bare, 2002). Tifoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh kuman salmonella Thypi (Mansjoer, A, 2009).Tifoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh kuman salmonella thypi dan salmonella para thypi A,B,C. sinonim dari penyakit ini adalah Typhoid dan paratyphoid abdominalis (Sudoyo, A.W., & B. Setiyohadi, 2006). Tifoid adalah penyakit infeksi pada usus halus, tifoid disebut juga paratyphoid fever, enteric fever, typhus dan para typhus abdominalis (Seoparman, 2007).Tifoid adalah suatu penyakit pada usus yang menimbulkan gejala-gejala sistemik yang disebabkan oleh salmonella typhosa, salmonella type A.B.C. penularan terjadi secara pecal, oral melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi (Mansjoer, A, 2009).Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa demam tifoid adalah suatu penyakit infeksi usus halus yang disebabkan oleh salmonella type A, B dan C yang dapat menular melalui oral, fecal, makanan dan minuman yang terkontaminasi.B. Anatomi FisiologiSusunan saluran pencernaan terdiri dari : Oris (mulut), faring (tekak), esofagus (kerongkongan), ventrikulus (lambung), intestinum minor (usus halus), intestinum mayor (usus besar ), rektum dan anus. Pada kasus demam tifoid, salmonella typi berkembang biak di usus halus (intestinum minor). Intestinum minor adalah bagian dari sistem pencernaan makanan yang berpangkal pada pilorus dan berakhir pada seikum, panjangnya ± 6 m, merupakan saluran paling panjang tempat proses pencernaan dan absorbsi hasil pencernaan yang terdiri dari : lapisan usus halus, lapisan

Page 42: sgd tropika.docx

mukosa (sebelah dalam), lapisan otot melingkar (M sirkuler), lapisan otot memanjang (muskulus longitudinal) dan lapisan serosa (sebelah luar). Gambar 2.1. Anatomi Usus Manusia (Sumber : Syair, H. 2010)Usus halus terdiri dari duodenum (usus 12 jari), yeyenum dan ileum. Duodenum disebut juga usus dua belas jari, panjangnya ± 25 cm, berbentuk sepatu kuda melengkung ke kiri pada lengkungan ini terdapat pankreas. Dari bagian kanan duodenum ini terdapat selaput lendir yang membukit yang disebut papila vateri. Pada papila vateri ini bermuara saluran empedu (duktus koledikus) dan saluran pankreas (duktus wirsung/duktus pankreatikus). Dinding duodenum ini mempunyai lapisan mukosa yang banyak mengandung kelenjar, kelenjar ini disebut kelenjar brunner yang berfungsi untuk memproduksi getah intestinum.Yeyenum dan ileum mempunyai panjang sekitar ± 6 meter. Dua perlima bagian atas adalah yeyenum dengan panjang ± 2 meter dari ileum dengan panjang 4 – 5 m. Lekukan yeyenum dan ileum melekat pada dinding abdomen posterior dengan perantaraan lipatan peritonium yang berbentuk kipas dikenal sebagai mesenterium. Akar mesenterium memungkinkan keluar dan masuknya cabang-cabang arteri dan vena mesenterika superior, pembuluh limfe dan saraf ke ruang antara 2 lapisan peritonium yang membentuk mesenterium. Sambungan antara yeyenum dan ileum tidak mempunyai batas yang tegas.Ujung dibawah ileum berhubungan dengan seikum dengan perantaraan lubang yang bernama orifisium ileoseikalis. Orifisium ini diperlukan oleh spinter ileoseikalis dan pada bagian ini terdapat katup valvula seikalis atau valvula baukhim yang berfungsi untuk mencegah cairan dalam asendens tidak masuk kembali ke dalam ileum.Didalam dinding mukosa terdapat berbagai ragam sel, termasuk banyak leukosit. Disana-sini terdapat beberapa nodula jaringan limfe, yang disebut kelenjar soliter. Di dalam ilium terdapat kelompok-kelompok nodula itu. Mereka membentuk tumpukan kelenjar peyer dan dapat berisis 20 sampai 30 kelenjar soliter yang panjangnya satu sentimeter sampai beberapa sentimeter. Kelenjar-kelenjar ini mempunyai fungsi melindungi dan merupakan tempat peradangan pada demam usus (tifoid). Sel-sel Peyer’s adalah sel-sel dari jaringan limfe dalam membran mukosa. Sel tersebut lebih umum terdapat pada ileum daripada yeyenum (Pearce E.C., 2009).Absorbsi makanan yang sudah dicernakan seluruhnya berlangsung dalam usus halus melalui dua saluran, yaitu pembuluh kapiler dalam darah dan saluran limfe di sebelah dalam permukaan vili usus. Sebuah vili berisi lakteal, pembuluh darah epitelium dan jaringan otot yang diikat bersama jaringan limfoid seluruhnya diliputi membran dasar dan ditutupi oleh epitelium.Karena vili keluar dari dinding usus maka bersentuhan dengan makanan cair dan lemak yang di absorbsi ke dalam lakteal kemudian berjalan melalui pembuluh limfe masuk ke dalam pembuluh kapiler darah di vili dan oleh vena porta dibawa ke hati untuk mengalami beberapa perubahan. Fungsi usus halus : Menerima zat-zat makanan yang sudah dicerna untuk diserap melalui kapiler-kapiler darah dan saluran – saluran limfe. Menyerap protein dalam bentuk asam amino. Karbohidrat diserap dalam betuk monosakarida. Didalam usus halus terdapat kelenjar yang menghasilkan getah usus yang menyempurnakan makanan. Enzim yang bekerja ialah :1. Enterokinase, mengaktifkan enzim proteolitik.2. Eripsin menyempurnakan pencernaan protein menjadi asam amino.3. Laktase mengubah laktase menjadi monosakarida.4. Maltosa mengubah maltosa menjadi monosakarida.5. Sukrosa mengubah sukrosa menjadi monosakarida,Hepar merupakan organ terbesar di dalam tubuh , berwarna coklat kemerahan, beratnya ±1 ½ kg, berperan penting dalam metabolisme dan penetralan obat Kandung Empedu merupakan organ

Page 43: sgd tropika.docx

berbentuk buah pir, letaknya dalam sebuah lobus di sebelah permukaan bawah hati, berwarna hijau gelap, berfungsi dalam pencernaan dan penyerapan lemak (Syair, H. 2010).C. Etiologi1. 96 % disebabkan oleh salmonella typhi, basil gram negative yang bergerak dengan bulu getar, tidak berspora mempunyai sekuran-kurangnya 3 macam antigen, yaitu :a. Antigen O (somatic terdiri dari zat komplek lipolisakarida)b. Antigen (flagella)c. Antigen VI dan protein membran hialin2. Salmonella paratyphi A3. Salmonella paratyphi B4. Salmonella paratyphi C5. Feces dan urin yang terkontaminasi dari penderita typus (Wong ,2003).Kuman salmonella typosa dapat tumbuh di semua media pH 7,2 dan suhu 37oC dan mati pada suhu 54,4oC (Simanjuntak, C. H, 2009).D. PatofisiologiSalmonela ThyposaSaluran pencernaanDiserap oleh usus halusBakteri memasuki aliran darah sistemikKelenjar Linfoid Hati Limpa EndotoksinUsus halusTukak Hepatomegali Splenomegali menyerang systempertahanan tubuh Perdarahan dan Nyeri PerabaanPerforasiMual, Muntah Reaksi di HipotalamusNukleus lateral MenekanHipotalamus termoregulatorNervus Vagus PeningkatanMenekan Pusat Makan Suhu tubuhMetabolisme meningkatIntake Inadekuat (Produksi ATP )ADL Berkurang Cepat lelah(Sumber : Corwin, E. 2009. Patofisiologi)E. Manifestasi KlinikMasa inkubasi 7-20 hari, inkubasi terpendek 3 hari dan terlama 60 hari (T.H. Rampengan dan I.R. Laurentz, 1995). Rata-rata masa inkubasi 14 hari dengan gejala klinis sangat bervariasi dan tidak spesifik (Pedoman Diagnosis dan Terapi, Lab/UPF Ilmu Penyakit Dalam RSUD Dr. Soetomo Surabaya, 2006).Walaupun gejala bervariasi secara garis besar gejala yang timbul dapat dikelompokan dalam : demam satu minggu atau lebih, gangguan saluran pencernaan dan gnagguan kesadaran. Dalam minggu pertama : demam, nyeri kepala, anoreksia, mual, muntah, diare, konstipasi dan suhu badan meningkat (39-410C). Setelah minggu kedua gejala makin jelas berupa demam remiten, lidah tifoid dengan tanda antara lain nampak kering, dilapisi selaput tebal, dibagian belakang tampak lebih pucat, dibagian ujung dan tepi lebih kemerahan. Pembesaran hati dan limpa, perut kembung dan nyeri tekan pada perut kanan bawah dan mungkin disertai gangguan kesadaran dari

Page 44: sgd tropika.docx

ringan sampai berat seperti delirium.Roseola (rose spot), pada kulit dada atau perut terjadi pada akhir minggu pertama atau awal minggu kedua. Merupakan emboli kuman dimana di dalamnya mengandung kuman salmonella.Berikut gejala Klinis yang biasa ditemukan, yaitu :1. DemamPada kasus–kasus yang khas, demam berlangsung 3 minggu.a. Minggu IDalam minggu pertama penyakit keluhan gejala serupa dengan penyakit infeksi akut pada umumnya , yaitu demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare, perasaan tidak enak di perut, batuk dan epistaksis. Pada pemeriksaan fisik hanya didapatkan suhu badan meningkat.b. Minggu IIDalam minggu kedua gejala-gejala menjadi lebih jelas dengan demam, bradikardia relatif, lidah yang khas (kotor di tengah, tepi dan ujung merah dan tremor), hepatomegali, splenomegali, meteroismus, gangguan mental berupa somnolen, stupor, koma, delirium atau psikosis, roseolae jarang ditemukan pada orang Indonesia.c. Minggu IIIDalam minggu ketiga suhu badan berangsur – angsur turun dan normal kembali pada akhir minggu ketiga.2. Gangguan pada saluran pencernaanPada mulut terdapat nafas bau tidak sedap, bibir kering dan pecah – pecah. Lidah ditutupi selaput putih kotor, ujung ditemukan kemerahan , jarang ditemui tremor.Pada abdomen mungkin ditemukan keadaan perut kembung. Hati dan limfa membesar disertai nyeri pada perabaan. Biasanya didapatkan konstipasi akan tetapi mungkin pula normal bahkan dapat terjadi diare.3. Gangguan keasadaranUmumnya kesadaran penderita menurun walaupun tidak berapa dalam yaitu apatis sampai samnolen. Jarang stupor, koma atau gelisah.Disamping gejala–gejala yang biasanya ditemukan tersebut, mungkin pula ditemukan gejala lain. Pada punggung dan anggota gerak dapat ditemukan bintik – bintik kemerahan karena emboli basil dalam kapiler kulit.Biasanya dtemukan alam minggu pertama demam kadang – kadang ditemukan bradikardia pada anak besar dan mungkin pula ditemukan epistaksis.Transmisi terjadi melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi urin/feses dari penderita tifus akut dan para pembawa kuman/karier. Empat F (Finger, Files, Fomites dan fluids) dapat menyebarkan kuman ke makanan, susu, buah dan sayuran yang sering dimakan tanpa dicuci/dimasak sehingga dapat terjadi penularan penyakit terutama terdapat dinegara-negara yang sedang berkembang dengan kesulitan pengadaan pembuangan kotoran (sanitasi) yang andal (Sudoyo, A.W., & B. Setiyohadi. 2006). Masa inkubasi demam tifoid berlangsung selama 7-14 hari (bervariasiantara 3-60 hari) bergantung jumlah dan strain kuman yang tertelan. Selamamasa inkubasi penderita tetap dalam keadaan asimtomatis (soegijanto,S, 2002).F. Pemeriksaan PenunjangPemeriksaan penunjang pada klien dengan typhoid adalah pemeriksaan laboratorium, yang terdiri dari :1. Pemeriksaan leukositDi dalam beberapa literatur dinyatakan bahwa demam typhoid terdapat leukopenia dan limposistosis relatif tetapi kenyataannya leukopenia tidaklah sering dijumpai. Pada kebanyakan kasus demam typhoid, jumlah leukosit pada sediaan darah tepi berada pada batas-batas normal

Page 45: sgd tropika.docx

bahkan kadang-kadang terdapat leukosit walaupun tidak ada komplikasi atau infeksi sekunder. Oleh karena itu pemeriksaan jumlah leukosit tidak berguna untuk diagnosa demam typhoid.2. Pemeriksaan Sgot Dan SgptSgot Dan Sgpt pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi dapat kembali normal setelah sembuhnya typhoid.3. Biakan darahBila biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid, tetapi bila biakan darah negatif tidak menutup kemungkinan akan terjadi demam typhoid. Hal ini dikarenakan hasil biakan darah tergantung dari beberapa faktor :a. Teknik pemeriksaan LaboratoriumHasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan laboratorium yang lain, hal ini disebabkan oleh perbedaan teknik dan media biakan yang digunakan. Waktu pengambilan darah yang baik adalah pada saat demam tinggi yaitu pada saat bakteremia berlangsung.b. Saat pemeriksaan selama perjalanan PenyakitBiakan darah terhadap salmonella thypi terutama positif pada minggu pertama dan berkurang pada minggu-minggu berikutnya. Pada waktu kambuh biakan darah dapat positif kembali.c. Vaksinasi di masa lampauVaksinasi terhadap demam typhoid di masa lampau dapat menimbulkan antibodi dalam darah klien, antibodi ini dapat menekan bakteremia sehingga biakan darah negatif.4. Pengobatan dengan obat anti mikrobaBila klien sebelum pembiakan darah sudah mendapatkan obat anti mikroba pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan hasil biakan mungkin negatif.5. Uji WidalUji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella thypi terdapat dalam serum klien dengan typhoid juga terdapat pada orang yang pernah divaksinasikan. Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan dari uji widal ini adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum klien yang disangka menderita tifoid. Akibat infeksi oleh salmonella thypi, klien membuat antibodi atau aglutinin yaitu :a. Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari tubuh kuman).b. Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari flagel kuman).c. Aglutinin Vi, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasal dari simpai kuman)Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan titernya untuk diagnosa, makin tinggi titernya makin besar klien menderita tifoid.Uji widal dilakukan untuk mendeteksi adanya antibody terhadap kuman Salmonella typhi. Uji widal dikatakan bernilai bila terdapat kenaikan titer widal 4 kali lipat (pada pemeriksaan ulang 5-7 hari) atau titer widal O > 1/320, titer H > 1/60 (dalam sekali pemeriksaan) Gall kultur dengan media carr empedu merupakan diagnosa pasti demam tifoid bila hasilnya positif, namun demikian, bila hasil kultur negatif belum menyingkirkan kemungkinan tifoid, karena beberapa alasan, yaitu pengaruh pemberian antibiotika, sampel yang tidak mencukupi. Sesuai dengan kemampuan SDM dan tingkat perjalanan penyakit demam tifoid, maka diagnosis klinis demam tifoid diklasifikasikan atas:1. Possible Case dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik didapatkan gejala demam,gangguan saluran cerna, gangguan pola buang air besar dan hepato/splenomegali. Sindrom demam tifoid belum lengkap. Diagnosis ini hanya dibuat pada pelayanan kesehatan dasar.2. Probable Case telah didapatkan gejala klinis lengkap atau hampir lengkap, serta didukung oleh

Page 46: sgd tropika.docx

gambaran laboraorium yang menyokong demam tifoid (titer widal O > 1/160 atau H > 1/160 satu kali pemeriksaan).3. Definite Case Diagnosis pasti, ditemukan S. Thypi pada pemeriksaan biakan ataupositif S.Thypi pada pemeriksaan PCR atau terdapat kenaikan titerWidal 4 kali lipat (pada pemeriksaan ulang 5-7 hari) atau titer widal O> 1/320, H > 1/640 (pada pemeriksaan sekali) (Widodo, D. 2007).G. KomplikasiKomplikasi demam tifoid dibagi dalam :1. Komplikasi Intestinala. Pendaraha ususb. Perforasi ususc. Ileus paralitik2. Komplikasi ektra-intestinala. Komplikasi kardiovaskuler. Kegagalan sirkulasi perifel (renjatan sepsis) miokarditis, trombosis dan tromboflebitis.b. Komplikasi darah. Anemia hemolitik, trombositoperia dan sidroma uremia hemolitik.3. Komplikasi paru. Pneumonia, emfiema, dan pleuritis4. Komplikasi hepar dan kandung empedu, Hepatitis dan kolesistitis5. Komplikasi ginjal. Glomerulonefritis, periostitis, spondilitis, dan arthritis6. Komplikasi neuropsikiatrik. Delirium, meningismus, meningistis, polyneuritis perifer, sindrom, katatoni (Widodo, D. 2007).H. Penatalaksanaan Medik1. Medisa. Anti Biotik (Membunuh Kuman) :1) Klorampenicol2) Amoxicilin3) Kotrimoxasol4) Ceftriaxon5) Cefiximb. Antipiretik (Menurunkan panas) :1) Paracetamol2. Perawatana. Observasi dan pengobatanb. Pasien harus tirah baring absolute sampai 7 hari bebas demam atau kurang lebih dari selam 14 hari. MAksud tirah baring adalah untuk mencegah terjadinya komplikasi perforasi usus.c. Mobilisasi bertahap bila tidak panas, sesuai dengan pulihnya kekuatan pasien.d. Pasien dengan kesadarannya yang menurun, posisi tubuhnya harus diubahss pada waktu-waktu tertentu untuk menghindari komplikasi pneumonia dan dekubitus.e. Defekasi dan buang air kecil perlu diperhatikan karena kadang-kadang terjadi konstipasi dan diare.3. Dieta. Diet yang sesuai ,cukup kalori dan tinggi protein.b. Pada penderita yang akut dapat diberi bubur saring.c. Setelah bebas demam diberi bubur kasar selama 2 hari lalu nasi timd. Dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderita bebas dari demam selama 7 hari (Smeltzer & Bare. 2002).

Page 47: sgd tropika.docx

Demam Typhoid BAGIAN ILMU PENYAKIT ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN 2005

BAB IPENDAHULUAN

Demam tifoid adalah suatu penyakit sistemik yang disebabkan oleh Salmonella typhi. Penyakit ini ditandai oleh panas yang berkepanjangan, di topang dengan bakteremia tanpa terlibat struktur endotelial atau endokardial dan invasi bakteri sekaligus multiplikasi ke dalam sel fagosit mononuklear dari hati, limpa, kelenjar limfe usus dan Peyer’s patch. Sampai saat ini demam tifoid masih menjadi masalah kesehatan masyarakat, serta berkaitan dengan sanitasi yang buruk terutama negara-negara berkembang.

Di negara-negara berkembang perkiraan angka kejadian demam tifoid bervariasi dari 10 sampai 540 per 100.000 penduduk. Meskipun angka kejadian demam tifoid turun dengan adanya sanitasi pembuangan di berbagai negara berkembang, diperkirakan setiap tahun masih terdapat 35 juta kasus dengan 500.000 kematian terdapat di dunia. Di Indonesia demam tifoid masih merupakan penyakit endemik dengan angka kejadian yang masih tinggi. Di antara penyakit yang tergolong penyakit infeksi usus, demam tifoid menduduki urutan kedua setelah gastroenteritis.

BAB II URAIAN

1. EtiologiSalmonella typhi sama dengan Salmonella yang lain adalah bakteri Gram-negatif,

mempunyai flagela, tidak berkapsul, tidak membentuk spora fakultatif anaerob. Mempunyai antigen somatik (O) yang terdiri dari oligosakarida, flagelar antigen (H) yang terdiri dari protein dan envelope antigen (K) yang terdiri polisakarida. Mempunyai makromolekular lipopolisakarida kompleks yang membentuk lapis luar dari dinding sel da dinamakan endotoksin. Salmonella typhi juga dapat memperoleh plasmid faktor-R yang berkaitan dengan resistensi terhadap multipel antibiotik.

2. PatogenesisSalmonella typhi hanya dapat menyebabkan gejala demam tifoid pada manusia. Salmonella typhi termasuk bakteri famili Enterobacteriaceae dari genus Salmonella. Kuman berspora, motile, berflagela,berkapsul, tumbuh dengan baik pada suhu optimal 37ºC (15ºC-41ºC), bersifat fakultatif anaerob, dan hidup subur pada media yang mengandung empedu. Kuman ini mati pada pemanasan suhu 54,4ºC selama satu jam, dan 60ºC selama 15 menit, serta tahan pada pembekuan dalam jangka lama. Salmonella memunyai karakteristik fermentasi terhadap glukosa dan manosa, namun tidak terhadap laktosa dan sukrosa.Patogenesis demam tifoid secara garis besar terdiri dari 3 proses, yaitu (1) proses invasi kuman S.typhi ke dinding sel epitel usus, (2) proses kemampuan hidup dalam makrofag dan (3) proses berkembang biaknya kuman dalam makrofag. Akan tetapi tubuh mempunyai beberapa mekanisme pertahanan untuk menahan dan membunuh kuman patogen ini, yaitu dengan adanya (1) mekanisme pertahanan non spesifik di saluran pencernaan, baik secara kimiawi

Page 48: sgd tropika.docx

maupun fisik, dan (2) mekanisme pertahanan spesifik yaitu kekebalan tubuh humoral dan selular.Kuman Salmonella typhi masuk ke dalam tubuh manusia melalui mulut bersamaan dengan makanan dan minuman yang terkontaminasi. Setelah kuman sampai di lambung maka mula-mula timbul usaha pertahanan non-spesifik yang bersifat kimiawi yaitu adanya suasana asam oleh asam lambung dan enzim yang dihasilkannya. Ada beberapa faktor yang menentukan apakah kuman dapat melewati barier asam lambung, yaitu (1) jumlah kuman yang masuk dan (2) kondisi asam lambung.Untuk menimbulkan infeksi diperlukan S.typhi sebanyak 105-109 yang tertelan melalui makanan atau minuman. Keadaan asam lambung dapat menghambat multiplikasi Salmonella dan pada pH 2,0 sebagian besar kuman akan terbunuh dengan cepat. Pada penderita yang mengalami gastrotektomi, hipoklorhidria atau aklorhidria maka akan mempengaruhi kondisi asam lambung. Pada keadaan tersebut S.typhi lebih mudah melewati pertahanan tubuh.Sebagian kuman yang tidak mati akan mencapai usus halus yang memiliki mekanisme pertahanan lokal berupa motilitas dan flora normal usus. Tubuh berusaha menghanyutkan kuman keluar dengan usaha pertahanan tubuh non spesifik yaitu oleh kekuatan peristaltik usus. Di samping itu adanya bakteri anaerob di usus juga akan merintangi pertumbuhan kuman dengan pembentukan asam lemak rantai pendek yang akan menimbulkan suasana asam. Bila kuman berhasil mengatasi mekanisme pertahanan tubuh di lambung, maka kuman akan melekat pada permukaan usus. Setelah menembus epitel usus, kuman akan masuk ke dalam kripti lamina propria, berkembang biak dan selanjutnya akan difagositosis oleh monosit dan makrofag. Namun demikian S.typhi dapat bertahan hidup dan berkembang biak dalam fagosit karena adanya perlindungan oleh kapsul kuman.

3. Pendekatan Diagnosis Demam TifoidDemam tifoid pada anak biasanya memberikan gambaran klinis yang ringan bahkan

asimtomatik. Walaupun gejala klinis sangat bervariasi namun gejala yang timbul setelah inkubasi dapat dibagi dalam (1) demam, (2) gangguan saluran pencernaan, dan (3) gangguan kesadaran. Timbulnya gejala klinis biasanya bertahap dengan manifestasi demam dan gejala konstitusional seperti nyeri kepala, malaise, anoreksia, letargi, nyeri dan kekakuan abdomen, pembesaran hati dan limpa, serta gangguan status mental. Sembelit dapat merupakan gangguan gastointestinal awal dan kemudian pada minggu ke-dua timbul diare. Diare hanya terjadi pada setengah dari anak yang terinfeksi, sedangkan sembelit lebih jarang terjadi. Dalam waktu seminggu panas dapat meningkat. Lemah, anoreksia, penurunan berat badan, nyeri abdomen dan diare, menjadi berat. Dapat dijumpai depresi mental dan delirium. Keadaan suhu tubuh tinggi dengan bradikardia lebih sering terjadi pada anak dibandingkan dewasa. Rose spots (bercak makulopapular) ukuran 1-6 mm, dapat timbul pada kulit dada dan abdomen, ditemukan pada 40-80% penderita dan berlangsung singkat (2-3 hari). Jika tidak ada komplikasi dalam 2-4 minggu, gejala dan tanda klinis menghilang namun malaise dan letargi menetap sampai 1-2 bulan.

Gambaran klinis lidah tifoid pada anak tidak khas karena tanda dan gejala klinisnya ringan bahkan asimtomatik. Akibatnya sering terjadi kesulitan dalam menegakkan diagnosis bila hanya berdasarkan gejala klinis. Oleh karena itu untuk menegakkan diagnosis demam tifoid perlu ditunjang pemeriksaan laboratorium yang diandalkan. Pemeriksaan laboratorium untuk membantu menegakkan diagnosis demam tifoid meliputi pemeriksaan darah tepi, bakteriologis,

Page 49: sgd tropika.docx

dan serologis. Dalam kepustakaan lain disebutkan bahwa pemeriksaan laboratorium untuk menegakkan diagnosis demam tifoid dibagi dalam tiga kelompok, yaitu (1) isolasi kuman penyebab demam tifoid melalui biakan kuman dari spesimen penderita, seperti darah, sumsum tulang, urin, tinja, cairan duodenum dan rose spot, (2) uji serologi untuk mendeteksi antibodi terhadap antigen S.typhi dan menentukan adanya antigen spesifik dari Salmonella typhi, dan (3) pemeriksaan melacak DNA kuman S.typhi.

Patogenesis perubahan gambaran darah tepi pada demam tifoid masih belum jelas, umumnya ditandai dengan leukopenia, limfositosis realtif dan menghilangnya eosinofil (aneosinofilia). Dahulu dikatakan bahwa leukopenia mempunyai nilai diagnostik yang penting, namun hanya sebagian kecil penderita demam tifoid mempunyai gambaran tersebut. Diduga leukopenia disebabkan oleh destruksi leukosit oleh toksin dalam peredaran darah.

Diagnosis demam tifoid dengan biakan kuman sebenarnya amat diagnostik namun identifikasi kuman S.typhi memerlukan waktu 3-5 hari. Biakan darah seringkali positif pada awal penyakit sedangkan biakan urin dan tinja, positif setelah terjadi septikemia sekunder. Biakan sumsum tulang dan kelenjar limfe atau jaringan retikulo endotelial lainnya sering masih positif setelah darah steril. Pemeriksaan Widal, meskipun kegunaannya masih banyak diperdebatkan, jika interpretasi dilakukan dengan hati-hati dan memperdebatkan sensitivitas, spesifitas, serta perkiraan nilai Widal pada laboratorium dan populasi setempat, maka angka Widal cukup bermakna.

Diagnosis pasti demam tifoid bila ditemukan kuman S.typhi dari darah, urin, tinja, sumsum tulang, cairan duodenum atau rose spots. Berkaitan dengan patogenesis, maka kuman lebih mudah ditemukan di dalam darah dan sumsum tulang di awal penyakit, sedangkan pada stadium berikutnya didalam urin dan tinja. Hasil biakan yang positif memastikan demam tifoid, namun hasil negatif tidak menyingkirkan demam tifoid, karena hasilnya tergantung beberapa faktor. Faktor tersebut adalah (1) jumlah darah yang diambil, (2) perbandingan volume darah dan media empedu, serta (3) waktu pengambilan darah. Untuk menetralisir efek bakterisidal oleh antibodi atau komplemen yang dapat menghambat kuman pertumbuhan kuman, maka darah harus diencerkan 5-10 kali. Waktu pengambilan darah paling baik adalah pada saat demam tinggi atau sebelum pemakaian antibiotik, karena 1-2 hari setelah diberi antibiotik kuman sudah sukar ditemukan di dalam darah.

Biakan darah positif ditemukan pada 75-80% penderita pada minggu pertama sakit, sedangkan pada akhir minggu ke-tiga, biakan darah positif hanya pada 10% penderita. Setelah minggu ke-empat penyakit, sangat jarang ditemukan kuman di dalam darah. Bila terjadi relaps, maka biakan darah akan positif kembali.

Biakan sumsum tulang sering tetap positif selama perjalanan penyakit dan menghilang pada fase penyembuhan.

Pengobatan antibiotik akan mematikan kuman di dalam darah beberapa jam setelah pemberian, sedangkan kuman di dalam sumsum tulang lebih sukar dimatikan. Oleh karena itu pemeriksaan biakan darah sebaiknya dilakukan sebelum pemberian antibiotik.

Walaupun metoda biakan kuman S.typhi sebenarnya amat diagnostik namun memerlukan waktu 3-5 hari. Biakan kuman ini sulit dilakukan di tempat pelayanan kesehatan sederhana yang tidak memiliki sarana laboratorium lengkap.

Uji serologi standar yang rutin digunakan untuk mendeteksi antibodi terhadap kuman S.typhi yaitu uji Widal. Uji telah digunakan sejak tahun 1896. Pada uji Widal terjadi reaksi

Page 50: sgd tropika.docx

aglutinasi antara antigen kuman S.typhi dengan antibodi yang disebut aglutinin. Prinsip uji Widal adalah serum penderita dengan pengenceran yang berbeda ditambah dengan antigen dalam jumlah yang sama. Jika pada serum terdapat antibodi maka akan terjadi aglutinasi. Pengenceran tertinggi yang masih menimbulkan aglutinasi menunjukkan titer antibodi dalam serum.

Pada demam tifoid mula-mula akan terjadi peningkatan titer antibodi O. Antibodi H timbul lebih lambat, namun akan tetap menetap lama sampai beberapa tahun, sedangkan antibodi O lebih cepat hilang. Pada seseorang yang telah sembuh, aglutinin O masih tetap dijumpai setelah 4-6 bulan, sedangkan aglutinin H menetap lebih lama antara 9 bulan – 2 tahun. Antibodi Vi timbul lebih lambat dan biasanya menghilang setelah penderita sembuh dari sakit. Pada pengidap S.typhi, antibodi Vi cenderung meningkat. Antigen Vi biasanya tidak dipakai untuk menentukan diagnosis infeksi, tetapi hanya dipakai untuk menentukan pengidap S.typhi.

Di Indonesia pengambilan angka titer O aglutinin ≥ 1/40 dengan memakai uji widal slide aglutination menunjukkan nilai ramal positif 96%. Banyak senter mengatur pendapat apabila titer O aglutinin sekali periksa ≥ 1/200 atau pada titer sepasang terjadi kenaikan 4 kali maka diagnosis demam tifoid dapat ditegakkan. Aglutinin H banyak dikaitkan dengan pasca imunisasi atau infeksi masa lampau, sedang Vi aglutinin dipakai pada deteksi pembawa kuman Salmonella typhi (karier). Meskipun uji serologi Widal untuk menunjang diagnosis demam tifoid telah luas digunakan di seluruh dunia, namun manfaatnya masih menjadi perdebatan. Sampai saat ini uji serologi Widal sulit dipakai sebagai pegangan karena belum ada kesepakatan akan nilai standar aglutinasi (cut off point). Interpretasi pemeriksaan Widal harus hati-hati karena banyak faktor yang mempengaruhi antara lain stadium penyakit, pemberian antibiotik, teknik laboratorium, gambaran imunologis dari masyarakat setempat (daerah endemis atau non endemis), riwayat mendapat imunisasi sebelumnya, dan reaksi silang.

4. KomplikasiKomplikasi yang dapat terjadi pada demam tifoid adalah komplikasi intestinal berupa perdarahan sampai perforasi usus. Perforasi terjadi pada 0,5-3% dan perdarahan usus yang berat ditemukan pada 1-10% anak dengan demam tifoid. Komplikasi ini biasanya terjadi pada minggu ke-3 sakit. Komplikasi ini umumnya didahului dengan suhu tubuh dan tekanan darah menurun, disertai dengan peningkatan denyut nadi. Perforasi jarang terjadi tanpa adanya perdarahan sebelumnya dan sering terjadi di ileum bagian bawah. Perforasi biasanya ditandai dengan peningkatan nyeri abdomen, kaku abdomen, muntah-muntah, nyeri pada perabaan abdomen, defence muskular, hilangnya keredupan hepar dan tanda-tanda peritonitis yang lain.Adanya komplikasi neuropsikiatri. Sebagian besar bermanifestasi gangguan kesadaran, diorientasi, delirium, obtudansi, stupor bahkan koma. Hepatitis tifosa asimtomatik dapat dijumpai pada kasus demam tifoid dengan ditandai peningkatan kadar transaminase yang tidak mencolok. Ikterus dengan atau tanpa disertai kenaikan kadar transaminase maupun kolesistitis akut juga dapat dijumpai, sedang kolesistitis kronik yang terjadi pada penderita setelah mengalami demam tifoid dapat dikaitkan dengan adanya batu empedu dan fenomena pembawa kuman (karies).Sistitis dan pielonefritis dapat juga merupakan penyulit demam tifoid. Proteinuria transien sering dijumpai, sedangkan glomerulonefritis yang dapat bermanifestasi sebagai gagal ginjal

Page 51: sgd tropika.docx

maupun sindrom nefrotik mempunyai prognosis buruk. Pneumonia sebagai komplikasi sering dijumpai pada demam tifoid, seringkali akibat infeksi sekunder oleh kuman lain.Komplikasi lain yang juga dapat terjadi adalah enselopati, trombosis serebral, ataksia, dan afasia, trombositopenia, koagulasi intrvaskular diseminata, Hemolytic Uremic Syndrome, fokal infeksi di beberapa lokasi sebagai akibat bakteremia misalnya infeksi pada tulang, otak, hati, limpa, otot, kelenjar ludah dan persendian. Dilaporkan pula komplikasi berupa orkitis, endokarditis, osteomielitis, artritis, parotitis, pankreatitis, dan meningitis.Relaps yang didapat pada 5-10% kasus demam tifoid saat era pre antibiotik, sekarang lebih jarang ditemukan. Apabila terjadi relaps, demam timbul kembali seminggu setelah penghentian antibiotik. Pada umumnya relaps lebih ringan dibandingkan gejala demam tifoid sebelumnya.

5. Gambaran Darah TepiAnemia normokrom normositik terjadi sebagai akibat perdarahan usus atau supresi pada sumsum tulang jumlah leukosit rendah, namun jarang di bawah 3000 /µl³. Apabila terjadi abses piogenik maka jumlah leukosit dapat meningkat mencapai 20.000-25.000 /µl³. Trombositopenia sering dijumpai, kadang-kadang berlangsung beberapa minggu.

6. PenatalaksananaanPengobatan terhadap demam tifoid merupakan gabungan antara pemberian

antibiotik yang sesuai, perawatan penunjang termasuk pemantauan, manajemen cairan, serta pengenalan dini dan tata laksana terhadap adanya komplikasi (perdarahan usus, perforasi dan gangguan hemodinamik).

Pengobatan akan berhasil dengan baik bila penegakan diagnosis dilakukan dengan tepat. Demam lebih dari 7 hari disertai gejala gastointestinal, pada anak usia di atas 5 tahun, tanpa gejala penyerta lain, dapat dicurigai menderita demam tifoid.

Pemilihan antibiotik sebelum dibuktikan adanya infeksi Samonella dapat dilakukan secara empiris dengan memenuhi kriteria berikut (1) spektrum sempit, (2) penetrasi ke jaringan cukup, (3) cara pemberian mudah untuk anak, (4) tidak mudah resisten, (5) efek samping minimal, dan (6) adanya bukti efikasi klinis.

Saat redanya demam (time of fever defervescence) merupakan parameter keberhasilan pengobatan, dan saat tersebut menentukan efektifitas antibiotik. Bila suhu turun, berarti membaik, sedang bila menetap mungkin ada infeksi lain, komplikasi, atau kuman penyebab adalah MDRST (multidrug resistant S.typhi)

Penggunaan antibiotik yang dianjurkan selama ini adalah sebagai berikut :1. Lini pertama

a. Kloramfenikol, masih merupakan pilihan pertama dalam urutan antibiotik, diberikan dengan dosis 50-100 mg/kgBB/hari secara intravena dalam 4 dosis selama 10-14 hari. Banyak penelitian membuktikan bahwa obat ini masih cukup sensitif untuk Salmonella typhi namun perhatian khusus harus diberikan pada kasus dengan leukopenia (tidak dianjurkan pada leukosit <2000/ul)>

b. Ampisilin dengan dosis 150-200 mg/kgBB/hari diberikan peroral/iv selama 14 hari, atau

c. Kotrimoksazol dengan dosis 10 mg/kgBB/hari trimetoprim, dibagi 2 dosis, selama 14 hari.

2. Lini ke dua, diberikan pada kasus-kasus demam tifoid yang disebabkan S.typhi yang resisten terhadap berbagai obat (MDR=multidrug resistance), yang terdiri atas :

Page 52: sgd tropika.docx

a. Seftriakson dengan dosis 50-80 mg/kgBB/hari, dosis tunggal selama 10 hari . Penyembuhan sampai 90% juga dilaporkan pada pengobatan 3-5 hari.

b. Sefiksim dengan dosis 10-12 mg/kgBB/hari peroral, dibagi dalam 2 dosis selama 14 hari, adalah alternatif pengganti seftriakson yang cukup handal.

c. Florokinolon dilaporkan lebih superior daripada derivat sefalosporin diatas, dengan angka penyembuhan mendekati 100% dalam kesembuhan kinis dan bakteriologis, di samping kemudahan pemberian secara oral. Namun pemberian obat ini masih kontroversial dalam pemberian untuk anak mengingat adanya pengaruh buruk terhadap pertumbuhan kartilago.Siprofloksasin, 10 mg/kgBB/hari dalam 2 dosis, sudah dipakai untuk pengobatan. Demam biasanya turun dalam 5 hari. Lama pemberian obat dianjurkan 2-10 hari. Penggunaan obat-obat ini dianjurkan pada kasus demam tifoid dengan MDR.

d. Asitromisin dengan pemberian 5-7 hari juga telah dicoba dalam beberapa penelitian dengan hasil baik, berupa penurunan demam sebelum hari ke 4. Aztreonam juga diuji pada beberapa kasus demam tifoid pada anak dengan hasil baik, namun tidak dianjurkan sebagai pengobatan lini pertama.

Pengobatan suportif akan sangat sangat menentukan keberhasilan pengobatan demam tifoid dengan antibiotik. Pemberian cairan dan kalori yang adekuat sangat penting. Penderita demam tifoid sering menderita demam tinggi, anoreksia dan diare, sehingga keseimbangan cairan sangat penting diperhatikan. Pemberian antipiretik masih kontroversial, di satu pihak demam diperlukan untuk efektifitas respons imun dan pemantauan keberhasilan pengobatan, namun di pihak lain ketakutan akan terjadinya kejang dan kenyamanan anak terganggu, sering membutuhkan pemberian antipiretik. Dianjurkan pemberian antipiretik bila suhu di atas 38,5ºC.

Terapi dietetik pada anak dengan demam tifoid tidak seketat penderita dewasa. Makanan bebas serat dan mudah dicerna dapat diberikan. Setelah demam turun, dapat diberikan makanan lebih padat dengan kalori yang adekuat.

Pengobatan terhadap demam tifoid dengan antibiotik memerlukan acuan data adanya angka kejadian demam tifoid yang bersifat MDR. Pemberian kortikosteroid juga dianjurkan pada demam tifoid berat, misalnya bila ditemukan status kesadaran delir, stupor, koma, ataupun syok. Deksametason diberikan dengan dosis awal 3 mg/kbBB, diikuti dengan 1 mg/kgBB setiap 6 jam selama 2 hari.

Pencegahan terhadap demam tifoid dilakukan dengan memperbaiki sanitasi lingkungan dan perilaku sehari-hari, serta imunisasi secara aktif dengan vaksin terhadap demam tifoid. Beberapa jenis vaksin telah beredar di Indonesia saat ini.7. Pencegahan

Secara umum, untuk memperkecil kemungkinan tercemar S.typhi, maka setiap individu harus memperhatikan kualitas makanan dan minuman yang mereka konsumsi. Salmonella typhi di dalam air akan mati apabila dipanasi setinggi 57ºC untuk beberapa menit atau dengan proses iodinasi/klorinasi.Untuk makanan, pemanasan sampai suhu 57ºC beberapa menit dan secara merata juga dapat mematikan kuman Salmonella typhi. Penurunan endemisitas suatu negara/daerah tergantung pada baik buruknya pengadaan sarana air dan pengaturan pembuangan sampah serta tingkat

Page 53: sgd tropika.docx

kesadaran individu terhadap higiene pribadi. Imunisasi aktif dapat membantu menekan angka kejadian demam tifoid.

8. Vaksin Demam TifoidSaat sekarang dikenal tiga macam vaksin untuk penyakit demam tifoid, yaitu yang berisi kuman yang dimatikan, kuman hidup dan komponen Vi dari Salmonella typhi. Vaksin yang berisi kuman Salmonella typhi hidup yang dilemahkan (Ty-21a) diberikan peroral tiga kali dengan interval pemberian selang sehari, memberi daya perlindungan 6 tahun. Vaksin ini diberikan pada anak berumur diatas 2 tahun. Vaksin yang berisi komponen Vi dari Salmonella typhi diberikan secara suntikan intramuskular memberikan perlindungan 60-70% selama 3 tahun.

9. PrognosisPenyembuhan sempurna adalah peran pada anak sehat yang berkembang gastroenteritis Salmonella. Bayi muda dan penderita dengan gangguan imun sering mempunyai keterlibatan sistemik, dalam perjalanan penyakit yang lama, dan komplikasi. Prognosis jelek pada anak dengan meningitis Salmonella (angka mortalitas 50%) atau endokarditis.

KESIMPULANTatalaksana kasus demam tifoid pada anak harus didasari strategi yang sesuai

dengan patogenesis penyakti tersebut. Kegagalan pengobatan tidak selalu berarti antibiotik yang diberikan sudah resisten, dapat juga merupakan kesalahan strategi sejak awal tata laksana dalam diagnosis sampai pemantauan

DAFTAR PUSTAKA1. Widodo Darmowandoyo. Demam Tifoid. Dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak Infeksi

dan Penyakit Tropis. Edisi pertama. 2002. Jakarta ;Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI: 367-375

2. Alan R. Tumbelaka. Diagnosis dan Tata laksana Demam Tifoid. Dalam Pediatrics Update. Cetakan pertama. 2003. Jakarta ;Ikatan Dokter Anak Indonesia: 37-46

MalariaDari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebasLangsung ke: navigasi, cari

Wikipedia Indonesia tidak dapat bertanggung jawab dan tidak bisa menjamin bahwa informasi kedokteran yang diberikan di halaman ini adalah benar.Mintalah pendapat dari tenaga medis yang profesional sebelum melakukan pengobatan.

Page 54: sgd tropika.docx

Sel darah merah yang terinfeksi oleh P.vivaxMalaria adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit bernama Plasmodium.[1] Penyakit ini ditularkan melalui gigitan nyamuk yang terinfeksi parasit tersebut.[2] Di dalam tubuh manusia, parasit Plasmodium akan berkembang biak di organ hati kemudian menginfeksi sel darah merah.[1] Pasien yang terinfeksi oleh malaria akan menunjukan gejala awal menyerupai penyakit influenza, namun bila tidak diobati maka dapat terjadi komplikasi yang berujung pada kematian. [2]

Penyakit ini paling banyak terjadi di daerah tropis dan subtropis di mana parasit Plasmodium dapat berkembang baik begitu pula dengan vektor nyamuk Anopheles.[3] Daerah selatan Sahara di Afrika dan Papua Nugini di Oceania merupakan tempat-tempat dengan angka kejadian malaria tertinggi.[3]

Berdasarkan data di dunia, penyakit malaria membunuh satu anak setiap 30 detik.[4] Sekitar 300-500 juta orang terinfeksi dan sekitar 1 juta orang meninggal karena penyakit ini setiap tahunnya.[4] 90% kematian terjadi di Afrika, terutama pada anak-anak.[4]

Untuk penemuannya atas penyebab malaria, seorang dokter militer Prancis Charles Louis Alphonse Laveran mendapatkan Penghargaan Nobel untuk Fisiologi dan Medis pada 1907.Daftar isi

1 Patofisiologi 2 Pengobatan 3 Referensi 4 Pranala luar

o 4.1 Vaksin dan riset lainnya o 4.2 DDT o 4.3 Animasi, gambar, dan foto

Patofisiologi Malaria disebabkan oleh parasit protozoa. Plasmodium (salah satu Apicomplexa) dan penu bila tak terawat; anak kecil lebih mungkin berakibat fatal.Pengobatan Pengobatan malaria tergantung kepada jenis parasit dan resistensi parasit terhadap klorokuin.Untuk suatu serangan malaria falciparum akut dengan parasit yang resisten terhadap klorokuin, bisa diberikan kuinin atau kuinidin secara intravena. Pada malaria lainnya jarang terjadi resistensi terhadap klorokuin, karena itu biasanya diberikan klorokuin dan primakuin.

Page 55: sgd tropika.docx

Tanggal 18 Oktober 2011 tim peneliti melaporkan hasil uji coba klinis Fase III vaksin untuk melawan parasit Plasmodium falciparum disebut RTS, S/AS01 yang didanai GlaxoSmithKline dan Malaria Vaccine Initiative PATH pada ribuan anak-anak di Afrika.[5]

Referensi 1. ^ a b (Inggris) "Malaria". World Health Organization. 2011. Diakses 10-07-20112. ^ a b (Inggris) "Malaria". Centers for Disease Control and Prevention. 2010. Diakses 10-

07-20113. ^ a b (Inggris) "Where Malaria Occurs". Centers for Disease Control and Prevention.

2010. Diakses 10-07-20114. ^ a b c (Inggris) "Malaria". UNICEF. 2011. Diakses 10-07-20115. ̂ (Indonesia) Jurnal KeSimpulan.com - Hasil Awal Uji Klinis Tahap 3 Vaksin Malaria RTS,

S/AS01 Ito J, Ghosh A, Moreira LA, Wimmer EA, Jacobs-Lorena M. Transgenic anopheline

mosquitoes impaired in transmission of a malaria parasite. Nature 2002;417:387-8. PMID 12024215

Pranala luar WHO site on malaria CDC site on malaria Medline Plus site on malaria LookSmart - Malaria directory category Open Directory Project - Malaria directory category Yahoo! - Malaria directory category Medicastore malaria directory category

Vaksin dan riset lainnya Malaria Vaccine Initiative Malaria Atlas Project Wellcome Trust against Malaria New Scientist - New Malaria Vaccine Raises High Hopes 15 October 2004 BBC - Hopes of Malaria Vaccine by 2010 15 October 2004 Malaria. The UNICEF-UNDP-World Bank-WHO Special Programme for Research and

Training in Tropical Diseases story of the discovery of the vector of the malarial parasite History of discoveries in malaria History of Malaria in Spain BBC - Science shows how malaria hides 8 April 2005

DDT The DDT Ban Myth

makalah malaria

BAB IPENDAHULUAN

A. Latar BelakangDi Indonesia sampai saat ini penyakit malaria masih merupakan masalah kesehatan

masyarakat. Malaria dapat menyebabkan kematian terutama pada kelompok risiko tinggi yaitu

Page 56: sgd tropika.docx

bayi, anak balita, ibu hamil, selain itu malaria secara langsung menyebabkan anemia dan dapat menurunkan produktivitas kerja. Penyakit ini juga masih endemis di sebagian besar wilayah Indonesia. Angka kesakitan penyakit ini pun masih cukup tinggi, terutama di daerah Indonesia bagian timur. Di daerah trasmigrasi dimana terdapat campuran penduduk yang berasal dari daerah yang endemis dan tidak endemis malaria, di daerah endemis malaria masih sering terjadi letusan kejadian luar biasa (KLB) malaria Oleh karena kejadian luar biasa ini menyebabkan insiden rate penyakit malaria masih tinggi di daerah tersebut.

Di Indonesia penderita malaria mencapai 1-2 juta orang pertahun, dengan angka kematian sebanyak 100 ribu jiwa. Kasus tertinggi penyakit malaria adalah daerah papua, akan tapi sekitar 107 juta orang Indonesia tinggal di daerah endemis malaria yang tersebar dari Aceh sampai Papua, termasuk di Jawa yang padat penduduknya (Adiputro,2008).

Dari data Dinas Kesehatan Provinsi Bengkulu, diare dan malaria klinis merupakan penyakit terbanyak yang diderita masyarakat Bengkulu. Pada kurun waktu dari Januari 2011 sampai dengan Maret 2011 ditemukan kasus malaria klinis sebanyak 4123 kasus (Mahfudin, 2011). Sedangkan menurut data Data Dinas Kesehatan Kota Bengkulu penderita malaria di Kota Bengkulu, Bengkulu sejak Januari hingga April 2011 mencapai 4.295 orang (Sinambela, 2011)

B. Tujuan Tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui gambaran penyakit malaria dan penyebarannya di Provinsi Bengkulu

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian MalariaPenyakit malaria adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh plasmodium falsifarum, plasmodium vivax, plasmodium malariae, plasmodium ovale dan yang mix atau campuran yang penularannya melalui gigitan nyamuk anopheles betina (Kemenkes,2011)

B. Nyamuk AnophelesMenurut Hiswani (2004) Penyakit malaria adalah salah satu penyakit yang penularannya melalui gigitan nyamuk anopheles betina. Berdasarkan survai unit kerja SPP (serangga penular penyakit) telah ditemukan di Indonesia ada 46 species nyamuk anopheles yang tersebar diseluruh Indonesia. Dari species-species nyamuk tersebut ternyata ada 20 species yang dapat menularkan penyakit malaria. Dengan kata lain di Indonesia ada 20 species nyamuk anopheles yang berperan sebagai vektor penyakit malaria. Penyebab penyakit malaria adalah genus plasmodia family plasmodiidae dan ordo coccidiidae. Sampai saat ini di Indonesia dikenal 4 macam parasit malaria yaitu:

1. Plasmodium Falciparum penyebab malaria tropika yang sering menyebabkan malaria yang berat.

2. Plasmodium vivax penyebab malaria tertina. 3. Plasmodium malaria penyebab malaria quartana. 4. Plasmodium ovale jenis ini jarang sekali dijumpai di Indonesia, karena umumnya banyak

kasusnya terjadi di Afrika dan Pasifik Barat.

Page 57: sgd tropika.docx

Pada penderita penyakit malaria, penderita dapat dihinggapi oleh lebih dari satu jenis plasmodium. Infeksi demikian disebut infeksi campuran (mixed infection). Dari kejadian infeksi campuran ini biasanya paling banyak dua jenis parasit, yakni campuran antara plasmodium falcifarum dengan plasmodium vivax atau P. malariae. Kadang-kadang di jumpai tiga jenis parasit sekaligus meskipun hal ini jarang terjadi,. infeksi campuran ini biasanya terjadi terdapat di daerah yang tinggi angka penularannya.

1.      Siklus Hidup Nyamuk Anopheles Semua serangga termasuk nyamuk, dalam siklus hidupnya mempunyai tingkatan-tingkatan yang kadang-kadang antara tingkatan yang sama dengan tingkatan yang berikutnya terlihat sangat berbeda. Berdasarkan tempat hidupnya dikenal dua tingkatan kehidupan yaitu :

a. Tingkatan di dalam air. b. Tingkatan di luar temp at berair (darat/udara).

Untuk kelangsungan kehidupan nyamuk diperlukan air, siklus hidup nyamuk akan terputus. Tingkatan kehidupan yang berada di dalam air ialah: telur. jentik, kepompong. Setelah satu atau dua hari telur berada didalam air, maka telur akan menetas dan keluar jentik. Jentik yang baru keluar dari telur masih sangat halus seperti jarum. Dalam pertumbuhannya jentik anopheles mengalami pelepasan kulit sebanyak empat kali. Waktu yang diperlukan untuk pertumbuhan jentik antara 8-10 hari tergantung pada suhu, keadaan makanan serta species nyamuk. Dari jentik akan tumbuh menjadi kepompong (pupa) yang merupakan tingkatan atau stadium istirahat dan tidak makan. Pada tingkatan kepompong ini memakan waktu satu sampai dua hari. Setelah cukup waktunya, dari kepompong akan keluar nyamuk dewasa yang telah dapat dibedakan jenis kelaminnya. Setelah nyamuk bersentuhan dengan udara, tidak lama kemudian nyamuk tersebut telah mampu terbang, yang berarti meninggalkan lingkungan berair untuk meneruskan hidupnya didarat atau udara. Dalam meneruskan keturunannya. Nyamuk betina kebanyakan banya kawin satu kali selama hidupnya. Biasanya perkawinan terjadi setelah 24 -48 jam dari saat keluarnya dari kepompong.

2.      Beberapa Aspek Perilaku (Bionomik) Nyamuk Bionomik nyamuk mencakup pengertian tentang perilaku, perkembangbiakan, umur, populasi, penyebaran, fluktuasi musiman, serta faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi berupa lisan fisik (musim. kelembaban. angin. matahari, arus air). lingkungan kimiawi (kadar gram, PH) dan lingkungan biologik seperti tumbuhan bakau, gangang vegetasi disekitar tempat perindukan dan musim alami. Jika kita tinjau kehidupan nyamuk ada tiga macam tempat yang diperlukan untuk kelangsungan hidupnya. Hubungan ketiga tempat tersebut dapat dilukiskan dengan bagan sebagai berikut:

Page 58: sgd tropika.docx

Untuk menujang program

pemberantasan malaria perilaku vektor yang ada hubungannya dengan ketiga macam tempat tersebut penting untuk diketahui yaitu :

a. Perilaku Mencari Darah. Perilaku mencari darah nyamuk dapat ditinjau dari beberapa segi yaitu:

1) Perilaku mencari darah dikaitkan dengan waktu. Nyamuk anopheles pada umumnya aktif mencari darah pada waktu malarn hari. apabila dipelajari dengan teliti. ternyata tiap spesies mempunyai sifat yang tertentu, ada spesies yang aktif mulai senja hingga menjelang tengah malam dan sampai pagi hari.

2) Perilaku mencari darah dikaitkan dengan tempat apabila dengan metode yang sama kita adakan. Penangkapan nyarnuk didalam dan diluar rumah maka dari hasil penangkapan tersebut dapat diketahui ada dua golongan nyamuk, yaitu: eksofagik yang lebih senang mencari darah diluar rumah dan endofagik yang lebih senang mencari darah didalam rumah.

3) Perilaku mencari darah dikaitkan dengan sumber darah. Berdasarkan macam darah yang disenangi, kita dapat membedakan atas: antropofilik apabila lebih senang darah manusia, dan zoofilik apabila nyamuk lebih senang menghisap darah binatang dan golongan yang tidak mempunyai pilihan tertentu.

4) Frekuensi menggigit, telah diketahui bahwa nyamuk betina biasanya hanya kawin satu kali selama hidupnya Untuk mempertahankan dan memperbanyak keturunannya, nyamuk betina hanya memerlukan darah untuk proses pertumbuhan telurnya. Tiap sekian hari sekali nyamuk akan mencari darah. Interval tersebut tergantung pada species, dan dipengaruhi oleh temperatur dan kelembaban, dan disebut siklus gonotrofik. Untuk iklim Indonesia memerlukan waktu antara 48-96 jam.

b. Perilaku Istirahat. Istirahat bagi nyamuk mempunyai 2 macam artinya: istirahat yang sebenarnya selama waktu menunggu proses perkembangan telur dan istirahat sementara yaitu pada waktu nyamuk sedang aktif mencari darah. Meskipun pada umumnya nyamuk memilih tempat yang teduh, lembab dan aman untuk beristirahat tetapi apabila diteliti lebih lanjut tiap species ternyata

Tempat untuk berkembang biak

Tempat untuk mancari darah

Tempat untuk

beristirahat

Page 59: sgd tropika.docx

mempunyai perilaku yang berbeda-beda. Ada spesies yang halnya hinggap tempat-tempat dekat dengan tanah (AnAconitus) tetapi ada pula species yang hinggap di tempat-tempat yang cukup tinggi (An.Sundaicus). Pada waktu malam ada nyamuk yang masuk kedalam rumah hanya untuk menghisap darah orang dan kemudian langsung keluar. Ada pula yang baik sebelum maupun sesudah menghisap darah orang akan hinggap pada dinding untuk beristirahat.

c. Perilaku Berkembang Biak. Nyamuk Anopheles betina mempunyai kemampuan memilih tempat perindukan atau tempat untuk berkembang biak yang sesuai dengan kesenangan dan kebutuhannya Ada species yang senang pada tempat-tempat yang kena sinar matahari langsung (an. Sundaicus), ada pula yang senang pada tempat-tempat teduh (An. Umrosus). Species yang satu berkembang dengan baik di air payau (campuran tawar dan air laut) misalnya (An. Aconitus) dan seterusnya Oleh karena perilaku berkembang biak ini sangat bervariasi, maka diperlukan suatu survai yang intensif untuk inventarisasi tempat perindukan, yang sangat diperlukan dalam program pemberantasan.

3. Keterangan mengenai vektor a. Umur Populasi Vektor.

Umur nyamuk bervariasi tergantung pada species dan dipengaruhi keadaan lingkungan. Ada banyak cara untuk mengukur unsur populasi nyamuk. Salah satu cara yang paling praktis dan cukup memungkinkan ialah dengan melihat beberapa persen nyamuk porous dari jumlah yang diperiksa. Nyamuk parous adalah nyamuk yang telah pernah bertelur, yang dapat diperiksa dengan perbedahan indung telur (ovarium). Misalnya dari 100 ekor nyamuk yang dibedah indung telurnya ternyata 80 ekor telah parous, maka persentase parous populasi nyamuk tersebut adalah 80%. Penentuan umur nyamuk ini sangat penting untuk mengetahui kecuali kaitannya dengan penularan malaria data umur populasi nyamuk dapat juga digunakan sebagai para meter untuk menilai dampak upaya pemberantasan vektor (penyemprotan, pengabutan dan lain-lain).

b. Distribusi Musiman. Distribusi musiman vektor sangat penting untuk diketahui. Data distribusi musiman ini apabila dikombinasikan dengan data umur populasi vektor akan menerangkan musim penularan yang tepat. Pada umumnya satu species yang berperan sebagai vektor, memperlihatkan pola distribusi manusia tertentu. Untuk daerah tropis seperti di Indonesia pada umumnya densitas atau kepadatan tinggi pada musim penghujan, kecuali An.Sundaicus di pantai selatan Pulau Jawa dimana densitas tertinggi pada musim kemarau

c. Penyebaran Vektor. Penyebaran vektor mempunyai arti penting dalam epidemiologi penyakit yang ditularkan serangga. Penyebaran nyamuk dapat berlangsung dengan dua cara yaitu: cara aktif, yang ditentukan oleh kekuatan terbang, dan cara pasif dengan perantaraan dan bantuan alat transport atau angin.

4. Cara penularan malaria Penyakit malaria dikenal ada berbagai cara penularan malaria:

a. Penularan secara alamiah (natural infection) penularan ini terjadi melalui gigitan nyamuk anopheles.

b. Penularan yang tidak alamiah. 1) Malaria bawaan (congenital).

Page 60: sgd tropika.docx

Terjadi pada bayi yang baru dilahirkan karena ibunya menderita malaria, penularan terjadi melalui tali pusat atau placenta.

2) Secara mekanik. Penularan terjadi melalui transfusi darah atau melalui jarum suntik. Penularan melalui jarum suntik yang tidak steril lagi. Cara penularan ini pernah dilaporkan terjadi disalah satu rumah sakit di Bandung pada tahun 1981, pada penderita yang dirawat dan mendapatkan suntikan intra vena dengan menggunakan alat suntik yang dipergunakan untuk menyuntik beberapa pasien, dimana alat suntik itu seharusnya dibuang sekali pakai (disposeble).

3) Secara oral (Melalui Mulut). Cara penularan ini pernah dibuktikan pada burung, ayam (P.gallinasium) burung dara (P.Relection) dan monyet (P.Knowlesi).

C. Penyebaran MalariaBatas dari penyebaran malaria adalah 64°LU (RuBia) dan 32°LS (Argentina). Ketinggian yang dimungkinkan adalah 400 meter dibawah permukaan laut (Laut mati dan Kenya) dan 2600 meter di atas permukaan laut (Bolivia). Plasmodium vivax mempunyai distribusi geografis yang paling Juas, mulai dari daerah beriklim dingin, subtropik sampai kedaerah tropik. Plasmodium Falciparum jarang sekali terdapat didaerah yang beriklim dingin Penyakit Malaria hampir sama dengan penyakit Falciparum, meskipun jauh lebih jarang terjadinya. Plasmodium ovale pada umumnya dijumpai di Afrika dibagian yang beriklim tropik, kadang-kadang dijumpai di Pasifik Barat. Di Indonesia Penyakit malaria tersebar diseluruh pulau dengan derajat endemisitas yang berbeda-beda dan dapat berjangkit didaerah dengan ketinggian sampai 1800 meter diatas permukaan laut. Angka kesakitan malaria di pulau Jawa dan Bali dewasa ini (1983) berkisar antara 1-2 per 1000 penduduk, sedangkan di luar Jawa-Bali sepuluh kali lebih besar. Sepcies yang terbanyak dijumpai adalah Plasmodium Falciparum dan Plasmodium vivax Plasmodium malaria banyak dijumpai di Indonesia bagian Timur. Plasmodium ovale pernah ditemukan di Irian dan Nusa Tenggara Timur.

D. Gejala MalariaAdalah penyakit malaria yang ditemukan berdasarkan gejala-gejala klinis dengan gejala utama demam mengigil secara berkala dan sakit kepala kadang-kadang dengan gejala klinis lain sebagai berikut :

1. Badan terasa lemas dan pucat karena kekurangan darah dan berkeringat. 2. Nafsu makan menurun. 3. Mual-mual kadang-kadang diikuti muntah. 4. Sakit kepala yang berat, terus menerus, khususnya pada infeksi dengan plasmodium

Falciparum. 5. Dalam keadaan menahun (kronis) gejala diatas, disertai pembesaran limpa. 6. Malaria berat, seperti gejala diatas disertai kejang-kejang dan penurunan. 7. Pada anak, makin muda usia makin tidak jelas gejala klinisnya tetapi yang menonjol adalah

mencret (diare) dan pusat karena kekurangan darah (anemia) serta adanya riwayat kunjungan ke atau berasal dari daerah malaria.

8. Gejala klasik malaria merupakan suatu paroksisme biasanya terdiri atas 3 stadium yang berurutan yaitu :

Page 61: sgd tropika.docx

a) Stadium dingin (cold stage). Stadium ini mulai dengan menggigil dan perasaan yang sangat dingin. Gigi gemeretak dan penderita biasanya menutup tubuhnya dengan segala macam pakaian dan selimut yang tersedia nadi cepat tetapi lemah. Bibir dan jari jemarinya pucat kebiru-biruan, kulit kering dan pucat. Penderita mungkin muntah dan pada anak-anak sering terjadi kejang. Stadium ini berlangsung antara 15 menit sampai 1 jam.

b) Stadium demam (Hot stage). Setelah merasa kedinginan, pada stadium ini penderita merasa kepanasan. Muka merah, kulit kering dan terasa sangat panas seperti terbakar, sakit kepala menjadi-jadi dan muntah kerap terjadi, nadi menjadi kuat lagi. Biasanya penderita merasa sangat hasil dan suhu badan dapat meningkat sampai 41°C atau lebih. Stadium ini berlangsung antara 2 sampai 4 jam. Demam disebabkan oleh pecahnya sison darah yang telah matang dan masuknya merozoit darah kedalam aliran darah. Pada plasmodium vivax dan P. ovate sison-sison dari setiap generasi menjadi matang setiap 48 jam sekali sehingga demam timbul setiap tiga hari terhitung dari serangan demam sebelumnya. Nama malaria tertiana bersumber dari fenomena ini. Pada plasmodium malariaa, fenomena tersebut 72 jam sehingga disebut malaria P. vivax/P. ovale, hanya interval demamnya tidak jelas. Serangan demam di ikuti oleh periode laten yang lamanya tergantung pada proses pertumbuhan parasit dan tingkat kekebalan yang kemudian timbul pada penderita.

c) Stadium berkeringat (sweating stage). Pada stadium ini penderita berkeringat banyak sekali sampai-sampai tempat tidurnya basah. Suhu badan meningkat dengan cepat, kadang-kadang sampai dibawah suhu normal. Penderita biasanya dapat tidur nyenyak. Pada saat bangun dari tidur merasa lemah tetapi tidak ada gejala lain, stadium ini berlangsung antara 2 sampai 4 jam. Gejala-gejala yang disebutkan diatas tidak selalu sama pada setiap penderita, tergantung pada species parasit dan umur dari penderita, gejala klinis yang berat biasanya teljadi pada malaria tropika yang disebabkan oleh plasmodium falciparum. Hal ini disebabkan oleh adanya kecenderungan parasit (bentuk trofosoit dan sison). Untuk berkumpul pada pembuluh darah organ tubuh seperti otak, hati dan ginjal sehingga menyebabkan tersumbatnya pembuluh darah pada organ-organ tubuh tersebut. Gejala mungkin berupa koma/pingsan, kejang-kejang sampai tidak berfungsinya ginjal. Kematian paling banyak disebabkan oleh jenis malaria ini. Kadang–kadang gejalanya mirip kholera atau dysentri. Black water fever yang merupakan gejala berat adalah munculnya hemoglobin pada air seni yang menyebabkan warna air seni menjadi merah tua atau hitam. Gejala lain dari black water fever adalah ikterus dan muntah-muntah yang warnanya sama dengan warna empedu, black water fever biasanya dijumpai pada mereka yang menderita infeksi P. falcifarum yang berulang -ulang dan infeksi yang cukup berat.

E. Upaya pengendalian Terdapat beberapa upaya yang dilakukan dalam program pencegahan malaria seperti pemakaian kelambu, pengendalian vektor.

1. Pemakaian Kelambu 2. Pengendalian Vektor

Untuk meminimalkan penularan malaria maka dilakukan upaya pengendalian terhadap Anopheles sp sebagai nyamuk penular malaria. Beberapa upaya pengendalian vektor yang dilakukan misalnya terhadap jentik dilakukan larviciding (tindakan pengendalian larva

Page 62: sgd tropika.docx

Anopheles sp secara kimiawi, menggunakan insektisida), biological control ( menggunakan ikan pemakan jentik), manajemen lingkungan, dan lain-lain. Pengendalian terhadap nyamuk dewasa dilakukan dengan penyemprotan dinding rumah dengan insektisida (IRS/ indoors residual spraying) atau menggunakan kelambu berinsektisida. Namun perlu ditekankan bahwa pengendalian vektor harus dilakukan secara REESAA (rational, effective, efisien, suntainable, affective dan affordable) mengingat kondisi geografis Indonesia yang luas dan bionomik vektor yang beraneka ragam sehingga pemetaan breeding places dan perilaku nyamuk menjadi sangat penting. Untuk itu diperlukan peran pemerintah daerah, seluruh stakeholders dan masyarakat dalam pengendalian vektor malaria.

3. Diagnosis dan Pengobatan Selain pencegahan, diagnosis dan pengobatan malaria juga merupakan upaya pengendalian malaria yang penting.

BAB IIIPEMBAHASAN

Nyamuk Anopheles betina mempunyai kemampuan memilih tempat perindukan atau tempat untuk berkembang biak yang sesuai dengan kesenangan dan kebutuhannya Ada species yang senang pada tempat-tempat yang kena sinar matahari langsung, ada pula yang senang pada tempat-tempat teduh, dan ada pula species yang berkembang dengan baik di air payau (campuran tawar dan air laut). Oleh karena perilaku berkembang biak ini sangat bervariasi, maka diperlukan suatu survai yang intensif untuk inventarisasi tempat perindukan, yang sangat diperlukan dalam program pemberantasan.

Sebagian daerah Provinsi Bengkulu merupakan rawa dan area persawahan. Lingkungan rawa dan persawahan yang banyak membuat genangan air tersebut merupakan tempat yang baik untuk perkembang biakan nyamuk anopheles. Dari penelitian Hasan Husein (2007) nyamuk menyukai tempat lembab dan kotor sebagi tempat istirahat. Sedangkan sebagian besar di Kota Bengkulu masyarakatnya sudah terbiasa dengan lingkungan bersih seperti tidak adanya sampah di dalam rumah sehingga rumah tidak kotor dan lembab. Hal ini juga didukung dengan fasilitas yang sudah memadai seperti peralatan untuk kebersihan, alat-alat untuk memasak yang sudah banyak menggunakan barang elektronik, sehingga tidak menimbulkan sampah. Sedangkan Nyamuk Anopheles biasanya menyukai tempat yang lembab dan kotor sebagi tempat istirahat. Lain halnya dengan di pedesaan yang belum banyak yang mengerti tentang penanggulangan penyakigt malaria. Sebagian masyarakat yang tinggal di pedesaan masih terbiasa dengan lingkungan yang kotor dan lembab, sehingga memungkinkan perkembangan nyamuk anopheles lebih cepat.

Untuk mencegah agar tidak terserang penyakit malaria maka warga yang tinggal di daerah endemik penyakit tersebut sebaiknya tidur dengan menggunakan kelambu, memberantas sarang nyamuk anopheles dengan menyemprotkan racun serta menerapkan pola hidup bersih dan sehat (PHBS). Untuk memberantas penyakit malaria, pemerintah membuat program yakni Program pembebasan malaria yang dilakukan berdasarkan Keputusan Menteri nomor 293 tahun 2009 yang dilakukan di seluruh Indonesia secara bertahap dari 2010,2015 dan 2020 sehingga untuk keseluruhan Indonesia ditargetkan bebas malaria pada 2030. Provinsi Bengkulu menargetkan pada 2020 bebas dari penyakit malaria yang dapat mengakibatkan

Page 63: sgd tropika.docx

kematian di seluruh dunia. Pemberantasan malaria dilakukan secara bertahap dengan lima kebijakan pemerintah yang baru untuk menyempurnakan kebijakan pemberantasan malaria sebelumnya.

Kebijakan itu adalah diagnosa malaria yang harus dilakukan sampai ukuran mikroskopis dengan Rapid Diagnostic Test (RDT), pengobatan dengan metode Artemisinin Combination Therapy (ACT), pencegahan penularan dengan pembagian kelambu yang mengandung insektisida bagian dalamnya yang bisa bertahan tiga sampai lima tahun, kerjasama lintas sektor dengan adanya Gerakan Berantas Kembali (Gebrak) Malaria serta memperkuat desa siaga dengan pembuatan Pos Malaria Desa (Posmaldes). RDT merupakan semacam tes darah yang hanya dengan waktu 15 menit bisa diketahui hasil positif atau negatif malaria. Untuk ACT biaya pengobatan ditanggung APBN dan diberikan gratis bagi penderita malaria.

BAB IV PENUTUP

A.    KesimpulanDari data Dinas Kesehatan Provinsi Bengkulu, diare dan malaria klinis merupakan penyakit terbanyak yang diderita masyarakat Bengkulu. Pada kurun waktu dari Januari 2011 sampai dengan Maret 2011 ditemukan kasus malaria klinis sebanyak 4123 kasus. Provinsi Bengkulu menargetkan pada 2020 bebas dari penyakit malaria yang dapat mengakibatkan kematian di seluruh dunia. Pemberantasan malaria dilakukan secara bertahap dengan lima kebijakan pemerintah yang baru untuk menyempurnakan kebijakan pemberantasan malaria sebelumnya.

B.     Saran Diharapakan Dinas Kesehatan Provinsi Bengkulu Melakukan penyuluhan secara intensif guna memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang cara mencegah dan menanggulangi malaria yaitu dengan memasang kasa nyamuk pada ventilasi rumah, menggunakan kelambu dan menggunakan obat anti nyamuk waktu tidur. Melakukan kegiatan surveilens malaria secara menyeluruh, baik pemantauan parasit dan spesies vektor serta kepadatan vektor malaria.Bagi masyarakat agar memperbaiki lingkungan dalam rumah seperti pemasangan kasa nyamuk pada ventilasi rumah. Menghindari gigitan nyamuk malaria dengan cara pemakaian kelambu dan menggunakan obat anti nyamuk waktu tidur.

DAFTAR PUSTAKAHasan husein,2007, “Analisis Faktor Risiko Kejadian Malaria di Puskesmas Sukamerindu Kecamatan

Sungai Serut Kota Bengkulu Provinsi Bengkulu” http://eprints.undip.ac.id/17530/1/Hasan_Husin.pdf diakses tanggal 7 Mei 2012

Karimel Sinambela, 2011, “Wabah Malaria Ancam Kota Bengkulu” www.mediaindonesia.com diakses tanggal 6 Mei 2012

 Ministry of health RI, 2011, “Indonesian Health Profile 2010”, Ministry of Health Republic of

Indonesia, JakarMahfudin, 2012, “Diare dan malaria penyakit terbanyak di Bengkulu” www.bengkulu-

online.com diakses tanggal 6 Mei 2012Didiet Adiputro,2008 “Malaria Masih Menghantui Indonesia”, www.perspektif.net diakses

tanggal 6 Mei 2012

Page 64: sgd tropika.docx

ChikungunyaDari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Belum Diperiksa

Langsung ke: navigasi, cari

Artikel ini perlu dirapikan agar memenuhi standar WikipediaMerapikan artikel bisa berupa membagi artikel ke dalam paragraf atau wikifikasi artikel. Setelah dirapikan, tolong hapus pesan ini.

Wikipedia Indonesia tidak dapat bertanggung jawab dan tidak bisa menjamin bahwa informasi kedokteran yang diberikan di halaman ini adalah benar.Mintalah pendapat dari tenaga medis yang profesional sebelum melakukan pengobatan.

Chikungunya

Klasifikasi dan bahan-bahan eksternal

ICD-10 A 92.0

ICD-9 065.4, 066.3

DiseasesDB 32213

MeSH D018354

?Virus Chikungunya

Klasifikasi virus

Kelas: Kelas IV ((+)ssRNA)

Famili: Togaviridae

Genus: Alphavirus

Spesies: Chikungunya virus

Chikungunya merupakan penyakit sejenis demam virus yang disebabkan alphavirus yang disebarkan oleh gigitan nyamuk dari spesies Aedes aegypti. Namanya berasal dari sebuah kata

Page 65: sgd tropika.docx

dalam bahasa Makonde yang berarti "yang melengkung ke atas", merujuk kepada tubuh yang membungkuk akibat gejala-gejala arthritis penyakit ini.

Daftar isi

1 Pengertian Chikungunya 2 Penyebab Chikungunya 3 Chikungunya di Indonesia 4 Gejala penderita Chikungunya 5 Senjata biologis 6 Pranala luar 7 Referensi

Pengertian Chikungunya

Chikungunya berasal dari bahasa Swahili berdasarkan gejala pada penderita, yang berarti (posisi tubuh) meliuk atau melengkung, mengacu pada postur penderita yang membungkuk akibat nyeri sendi hebat (arthralgia). Nyeri sendi ini menurut lembar data keselamatan (MSDS) Kantor Keamanan Laboratorium Kanada, terutama terjadi pada lutut, pergelangan kaki serta persendian tangan dan kaki. Selain kasus demam berdarah yang merebak di sejumlah wilayah Indonesia, masyarakat direpotkan pula dengan kasus Chikungunya. Gejala penyakit ini termasuk demam mendadak yang mencapai 39 derajat C, nyeri pada persendian terutama sendi lutut, pergelangan, jari kaki dan tangan serta tulang belakang yang disertai ruam (kumpulan bintik-bintik kemerahan) pada kulit. Terdapat juga sakit kepala, conjunctival injection dan sedikit fotofobia.

Penyakit ini biasanya dapat disembuhkan dengan membatasi diri sendiri dan akan sembuh sendiri. Perawatan berdasarkan gejala disarankan setelah terdapat tanda-tanda penyakit lain yang lebih berbahaya. Hh

Penyebab Chikungunya

Aedes aegypti merupakan penyebab chikungunya.

Page 66: sgd tropika.docx

Penyebab penyakit ini adalah sejenis virus, yaitu Alphavirus dan ditularkan lewat nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk yang sama juga menularkan penyakit demam berdarah dengue. Meski masih "bersaudara" dengan demam berdarah, penyakit ini tidak mematikan. Penyakit Chikungunya disebarkan oleh nyamuk Aedes aegypti. Apakah penyakit ini juga disebabkan virus dengue? Lalu, apa bedanya dengan DBD dan bagaimana membedakannya? Penyakit Chikungunya disebabkan oleh sejenis virus yang disebut virus Chikungunya. virus Chikungunya ini masuk keluarga Togaviridae, genus alpha virus .

Chikungunya di Indonesia

Peta yang menunjukan epidemiologi chikungunya.

Penyakit ini pertama sekali dicatat di Tanzania, Afrika pada tahun 1952, kemudian di Uganda tahun 1963. Di Indonesia, kejadian luar biasa (KLB) Chikungunya dilaporkan pada tahun 1982, Demam Chikungunya di Indonesia dilaporkan pertama kali di Samarinda pada tahun 1973 [1] , kemudian berjangkit di Kuala Tungkal, Martapura, Ternate, Yogyakarta (1983), Muara Enim (1999), Aceh dan Bogor (2001). Sebuah wabah Chikungunya ditemukan di Port Klang di Malaysia pada tahun 1999, selanjutnya berkembang ke wilayah-wilayah lain. Awal 2001, kejadian luar biasa demam Chikungunya terjadi di Muara Enim, Sumatera Selatan dan Aceh. Disusul Bogor bulan Oktober. Setahun kemudian, demam Chikungunya berjangkit lagi di Bekasi (Jawa Barat), Purworejo dan Klaten (Jawa Tengah). Diperkirakan sepanjang tahun 2001-2003 jumlah kasus Chikungunya mencapai 3.918 jiwa dan tanpa kematian yang diakibatkan penyakit ini.

Gejala penderita Chikungunya

Pegal linu merupakan ciri khas dari chikungunya.

Page 67: sgd tropika.docx

Gejala utama terkena penyakit Chikungunya adalah tiba-tiba tubuh terasa demam diikuti dengan linu di persendian. Bahkan, karena salah satu gejala yang khas adalah timbulnya rasa pegal-pegal, ngilu, juga timbul rasa sakit pada tulang-tulang, ada yang menyebutnya sebagai demam tulang atau flu tulang. Gejala-gejalanya memang mirip dengan infeksi virus dengue dengan sedikit perbedaan pada hal-hal tertentu. virus ini dipindahkan dari satu penderita ke penderita lain melalui nyamuk, antara lain Aedes aegypti. virus yang ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti ini akan berkembang biak di dalam tubuh manusia. virus menyerang semua lapisan usia, baik anak-anak maupun dewasa di daerah endemis. Secara mendadak penderita akan mengalami demam tinggi selama lima hari, sehingga dikenal pula istilah demam lima hari. Pada anak kecil dimulai dengan demam mendadak, kulit kemerahan. Ruam-ruam merah itu muncul setelah 3-5 hari. Mata biasanya merah disertai tanda-tanda seperti flu. Sering dijumpai anak kejang demam. Pada anak yang lebih besar, demam biasanya diikuti rasa sakit pada otot dan sendi, serta terjadi pembesaran kelenjar getah bening. Pada orang dewasa, gejala nyeri sendi dan otot sangat dominan dan sampai menimbulkan kelumpuhan sementara karena rasa sakit bila berjalan. Kadang-kadang timbul rasa mual sampai muntah. Pada umumnya demam pada anak hanya berlangsung selama tiga hari dengan tanpa atau sedikit sekali dijumpai perdarahan maupun syok. Bedanya dengan demam berdarah dengue, pada chikungunya tidak terdapat perdarahan hebat, renjatan (shock) maupun kematian.

Senjata biologis

Chikungunya merupakan salah satu dari sekian banyak calon senjata biologis yang diriset oleh pemerintah Amerika Serikat sebelum mereka menghentikan program tersebut.[2]

Pranala luar

(Indonesia) Situs web resmi Depkes (Inggris) Sebuah artikel mengenai Chikungunya (Indonesia) Chikungunya

Referensi

1. ̂ http://www.sapos.co.id/berita/index.asp?IDKategori=1&id=48292. ̂ "Chemical and Biological Weapons: Possession and Programs Past and Present", James Martin

Center for Nonproliferation Studies, Middlebury College, April 9, 2002, accessed November 14, 2008.

Penyakit Chikungunya Chikungunya adalah sejenis demam virus yang disebabkan alphavirus yang disebarkan oleh gigitan nyamuk dari spesies Aedes aegypti. Namanya berasal dari sebuah kata dalam bahasa Makonde yang berarti "yang melengkung ke atas", merujuk kepada tubuh yang membungkuk akibat gejala-gejala arthritis penyakit ini.

Pengertian Chikungunya

Page 68: sgd tropika.docx

Chikungunya berasal dari bahasa Swahili berdasarkan gejala pada penderita, yang berarti (posisi tubuh) meliuk atau melengkung (that which contorts or bends up), mengacu pada postur penderita yang membungkuk akibat nyeri sendi hebat (arthralgia). Nyeri sendi ini menurut lembar data keselamatan (MSDS) Kantor Keamanan Laboratorium Kanada, terutama terjadi pada lutut, pergelangan kaki serta persendian tangan dan kaki. Selain kasus demam berdarah yang merebak di sejumlah wilayah Indonesia, masyarakat direpotkan pula dengan kasus Chikungunya. Gejala penyakit ini termasuk demam mendadak yang mencapai 39 derajat C, nyeri pada persendian terutama sendi lutut, pergelangan, jari kaki dan tangan serta tulang belakang yang disertai ruam (kumpulan bintik-bintik kemerahan) pada kulit. Terdapat juga sakit kepala, conjunctival injection dan sedikit fotofobia.

Ujian serologi untuk Chikungunya tersedia di Universitas Malaya di Kuala Lumpur, Malaysia.

Tidak terdapat sebarang rawatan khusus bagai Chikungunya. Penyakit ini biasanya dapat membatasi diri sendiri dan akan sembuh sendiri. Perawatan berdasarkan gejala disarankan setelah mengetepikan penyakit-penyakit lain yang lebih berbahaya.

Penyebab Chikungunya

Penyebab penyakit ini adalah sejenis virus, yaitu Alphavirus dan ditularkan lewat nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk yang sama juga menularkan penyakit demam berdarah dengue. Meski masih "bersaudara" dengan demam berdarah, penyakit ini tidak mematikan. Penyakit Chikungunya disebarkan oleh nyamuk Aedes aegypti. Apakah penyakit ini juga disebabkan virus dengue? Lalu, apa bedanya dengan DBD dan bagaimana membedakannya? Penyakit Chikungunya disebabkan oleh sejenis virus yang disebut virus Chikungunya. virus Chikungunya ini masuk keluarga Togaviridae, genus alphavirus. Sejarah Chikungunya di Indonesia Penyakit ini berasal dari daratan Afrika dan mulai ditemukan di Indonesia tahun 1973.

Chikungunya di Indonesia

Penyakit ini pertama sekali dicatat di Tanzania, Afrika pada tahun 1952, kemudian di Uganda tahun 1963. Di Indonesia, kejadian luar biasa (KLB) Chikungunya dilaporkan pada tahun 1982, Demam Chikungunya diindonesia dilaporkan pertama kali di Samarinda, kemudian berjangkit di Kuala Tungkal, Martapura, Ternate, Yogyakarta (1983),Muara Enim (1999), Aceh dan Bogor (2001). Sebuah wabah Chikungunya ditemukan di Port Klang di Malaysia pada tahun 1999, selanjutnya berkembang ke wilayah-wilayah lain. Awal 2001, kejadian luar biasa demam Chikungunya terjadi di Muara Enim, Sumatera Selatan dan Aceh. Disusul Bogor bulan Oktober. Setahun kemudian, demam Chikungunya berjangkit lagi di Bekasi (Jawa Barat), Purworejo dan Klaten (Jawa Tengah). Diperkirakan sepanjang tahun 2001-2003 jumlah kasus Chikungunya mencapai 3.918. dan tanpa kematian yang diakibatkan penyakit ini.

Gejala Penderita Chikungunya

Page 69: sgd tropika.docx

Gejala utama terkena penyakit Chikungunya adalah tiba-tiba tubuh terasa demam diikuti dengan linu di persendian. Bahkan, karena salah satu gejala yang khas adalah timbulnya rasa pegal-pegal, ngilu, juga timbul rasa sakit pada tulangtulang, ada yang menamainya sebagai demam tulang atau flu tulang. Gejala-gejalanya memang mirip dengan infeksi virus dengue dengan sedikit perbedaan pada hal-hal tertentu. virus ini dipindahkan dari satu penderita ke penderita lain melalui nyamuk, antara lain Aedes aegypti. virus yang ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti ini akan berkembang biak di dalam tubuh manusia. virus menyerang semua usia, baik anak-anak maupun dewasa di daerah endemis. Secara mendadak penderita akan mengalami demam tinggi selama lima hari, sehingga dikenal pula istilah demam lima hari. Pada anak kecil dimulai dengan demam mendadak, kulit kemerahan. Ruam-ruam merah itu muncul setelah 3-5 hari. Mata biasanya merah disertai tanda-tanda seperti flu. Sering dijumpai anak kejang demam. Pada anak yang lebih besar, demam biasanya diikuti rasa sakit pada otot dan sendi, serta terjadi pembesaran kelenjar getah bening. Pada orang dewasa, gejala nyeri sendi dan otot sangat dominan dan sampai menimbulkan kelumpuhan sementara karena rasa sakit bila berjalan. Kadang-kadang timbul rasa mual sampai muntah. Pada umumnya demam pada anak hanya berlangsung selama tiga hari dengan tanpa atau sedikit sekali dijumpai perdarahan maupun syok. Bedanya dengan demam berdarah dengue, pada Chikungunya tidak ada perdarahan hebat, renjatan (shock) maupun kematian.

Chikungunya tidak menyebabkan kematian / kelumpuhan

Dengan istirahat cukup, obat demam, kompres, serta antisipasi terhadap kejang demam, penyakit ini biasanya sembuh sendiri dalam tujuh hari. Tidak Menyebabkan Kematian atau Kelumpuhan ! Masih banyak anggapan di kalangan masyarakat, bahwa demam Chikungunya atau flu tulang atau demam tulang sebagai penyakit yang berbahaya, sehingga membuat panik. Tidak jarang pula orang meyakini bahwa penyakit ini dapat mengakibatkan kelumpuhan. Memang, sewaktu virus berkembang biak di dalam darah, penderita merasa nyeri pada tulang-tulangnya terutama di seputar persendian sehingga tidak berani menggerakkan anggota tubuh. Namun, perlu diperhatikan bahwa hal ini bukan berarti terjadi kelumpuhan. Melainkan lebih dari sekedar keengganan si penderita melakukan gerakan karena rasa ngilu pada persendian. Masa inkubasi dari demam Chikungunya dua sampai empat hari. Manifestasi penyakit berlangsung tiga sampai 10 hari. virus ini termasuk self limiting disease alias hilang dengan sendirinya. Namun, rasa nyeri masih tertinggal dalam hitungan minggu sampai bulan. Tak ada vaksin maupun obat khusus untuk Chikungunya. Cukup minum obat penurun panas dan penghilang rasa sakit yang bisa dibeli di warung. Yang penting cukup istirahat, minum dan makanan bergizi. virus ini termasuk self limiting disease alias hilang dengan sendirinya. Walau demikian, rasa nyeri masih akan tertinggal dalam hitungan minggu sampai bulan. Jadi, jangan panic dulu apabila terdapat anggota keluarga yang menderita penyakit ini, sebab tidak sampai menyebabkan kematian. Serta ngilu pada persendian itu tidaklah menyebabkan kelumpuhan. Penderita bisa menggerakkan tubuhnya seperti sedia kala. Dokter biasanya hanya memberikan obat penghilang rasa sakit dan demam atau golongan obat yang dikenal dengan obat-obat flu serta vitamin untuk penguat daya tahan tubuh. Sebagian orang mengatakan penyakit ini bisa diatasi dengan mengonsumsi jus buah segar, benarkah? Bagi penderita sangat dianjurkan makan makanan yang bergizi, cukup karbohidrat dan terutama protein serta minum sebanyak mungkin. Perbanyak mengkonsumsi buah-buahan segar. Sebaiknya minum jus buah segar.

Page 70: sgd tropika.docx

Setelah lewat lima hari, demam akan berangsur-angsur reda, rasa ngilu maupun nyeri pada persendian dan otot berkurang, dan penderitanya akan sembuh seperti semula. vitamin peningkat daya tahan tubuh juga bermanfaat untuk menghadapi penyakit ini. Selain vitamin, makanan yang mengandung cukup banyak protein dan karbohidrat juga meningkatkan daya tahan tubuh. Daya tahan tubuh yang bagus dan istirahat cukup bisa membuat rasa ngilu pada persendian cepat hilang. Minum banyak air putih juga disarankan untuk menghilangkan gejala demam. Bagaimana cara menghindari penyakit ini?

Cara menghindari Chikungunya

Cara menghindari penyakit ini adalah dengan membasmi nyamuk pembawa virusnya. Ternyata nyamuk ini punya kebiasaan unik. Pertama, Mereka senang hidup dan berkembang biak di genangan air bersih seperti bak mandi, vas bunga, dan juga kaleng atau botol bekas yang menampung air bersih. Kedua, Serangga bercorak hitam putih ini juga senang hidup di benda-benda yang menggantung seperti baju-baju yang ada di belakang pintu kamar. Ketiga, nyamuk ini sangat menyukai tempat yang gelap dan pengap. Mengingat penyebar penyakit ini adalah nyamuk Aedes aegypti maka cara terbaik untuk memutus rantai penularan adalah dengan memberantas nyamuk tersebut, sebagaimana sering disarankan dalam pemberantasan penyakit demam berdarah dengue. Insektisida yang digunakan untuk membasmi nyamuk ini adalah dari golongan malation, sedangkan themopos untuk mematikan jentik-jentiknya. malation dipakai dengan cara pengasapan, bukan dengan menyemprotkan ke dinding. Hal ini karena Aedes aegypti tidak suka hinggap di dinding, melainkan pada benda-benda yang menggantung.

Namun, pencegahan yang murah dan efektif untuk memberantas nyamuk ini adalah dengan cara menguras tempat penampungan air bersih, bak mandi, vas bunga dan sebagainya, paling tidak seminggu sekali, mengingat nyamuk tersebut berkembang biak dari telur sampai menjadi dewasa dalam kurun waktu 7-10 hari. Halaman atau kebun di sekitar rumah harus bersih dari benda-benda yang memungkinkan menampung air bersih, terutama pada musim hujan seperti sekarang. Pintu dan jendela rumah sebaiknya dibuka setiap hari, mulai pagi hari sampai sore, agar udara segar dan sinar matahari dapat masuk, sehingga terjadi pertukaran udara dan pencahayaan yang sehat. Dengan demikian, tercipta lingkungan yang tidak ideal bagi nyamuk tersebut. Bisakah seseorang terserang penyakit ini berkali-kali? Kabar baiknya, penyakit ini sulit menyerang penderita yang sama. Sebabnya, pada tubuh penderita akan membentuk antibodi yang akan membuat mereka kebal terhadap wabah penyakit ini di kemudian hari. Dengan demikian, kecil kemungkinan bagi mereka untuk kena lagi.

Demam chikungunya (demam chik) adalah suatu penyakit menular dengan gejala utama

demam mendadak, nyeri pada persendian, terutama pada sendi lutut, pergelangan, jari

kaki dan tangan serta tulang belakang, serta ruam (kumpulan bintik-bintik kemerahan)

pada kulit. Gejala lainnya yang dapat dijumpai adalah nyeri otot, sakit kepala, mengigil,

kemerahan pada konjungtiva, pembesaran kelenjar getah bening di bagian leher, muntah,

kadang-kadang gatal terutama pada ruam.

Page 71: sgd tropika.docx

APA PENYEBABNYA?

Demam chik ditularkan oleh nyamuk Aedes Albopictus dan Aedes Aegypty yang juga

merupakan nyamuk penular penyakit demam berdarah Dengue (DBD).

Aedes Aegypty

APA RESERVOIRNYA?

Primata (monyet, kera) dapat sebagai reservoirnya.

MENGAPA PENYAKIT INI MUNCUL?

Chikungunya dijumpai terutama di daerah tropis dan sering menyebabkan endemis dalam

interval tertentu (5-10 tahun). Beberapa faktor yang mempengaruhi munculnya

chikungunya antara lain rendahnya status kekebalan kelompok masyarakat, kepadatan

populasi nyamuk penular karena banyaknya tempat perindukan nyamuk yang biasanya

terjadi pada musim hujan.

Page 72: sgd tropika.docx

SIAPA SAJA YANG DAPAT TERTULAR?

Semua orang dapat tertular, mulai dari anak-anak sampai dewasa, laki-laki dan perempuan,

kaya atau miskin.

KAPAN TERJADINYA?

Dapat terjadi kapan saja, namun terutama pada musim penghujan.

DIMANA SAJA BISA TERJADI?

Pada umumnya terjadi didaerah yang padat penduduknya, mobilitas penduduk tinggi, dan

banyak tempat-tempat yang memungkinkan berkembang biaknya nyamuk penular, seperti

tempat-tempat penampungan air (TPA), misalnya bak mandi, bak WC, drum, tempayan,

ember; non TPA (misalnya: ban dan barang-barang bekas lainnya yang dapat menampung

air hujan, talang, vas bunga, kolam); serta habitat alamiah (misalnya: potongan bambu,

tempurung kelapa dan pelepah daun).

BAGAIMANA PENULARANNYA?

Penularan demam chikungunya terjadi apabila penderita yang sakit (dalam keadaan

viremia) digigit oleh nyamuk penular, kemudian nyamuk tersebut mengigit orang lain.

Biasanya akan terjadi penularan dari orang ke orang. Penyakit ini biasanya berlangsung

selama beberapa hari, kemudian sembuh sendiri dengan masa inkubasi antara 1-12 hari

(umumnya 2-4 hari).

Page 73: sgd tropika.docx

Penularan Chikungunya

BAGAIMANA MENCEGAHNYA?

Perorangan

Jangan biarkan jentik-jentik nyamuk berkembang biak. Lakukan Pemberantasan Sarang

Nyamuk (PSN) dengan melaksanakan 3M (menguras, mentup dan mengubur) minimal

seminggu sekali atau meaburkan larvasida (seperti bubuk abate) atau menebarkan ikan

pemakan jentik (tempalo). Sedapat mungkin lindungi diri dari gigitan nyamuk terutama

pada siang hari, misalnya dengan mengunakan obat gosok (repellent), pemakaian kelambu

dan pemasangan kawat kasa pada ventilasi rumah.

Page 74: sgd tropika.docx

Teknik Pencegahan

Kelompok /Masyarakat

Secara bersama-sama melaksanakan gotong royong membersihkan lingkungan dari

tempat-tempat perindukan/perkembang biakan nyamuk penular.

Kesadaran Komunitas