Upload
zhe-zha
View
1.282
Download
1
Embed Size (px)
asuhan keperawatan stroke pada lansia asuhan keperawatan stroke pada lansia
Jumat, 09 November 2012
asuhan keperawatan stroke pada lansia
ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN NEUROLOGIS
DENGAN KASUS “STROKE” PADA KLIEN LANJUT USIA
DISUSUN OLEH :
DIAN RAHMADANI
DOSEN PEMBIMBING : ABDUL MALIK,S.Kep
AKADEMI KEPERAWATAN KESDAM I / BB PADANG
TAHUN AJARAN 2012 / 2013
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT, yang telah
memberikan petunjuk dan ilmu dalam penulisan makalah ini. Shalawat
dan salam tidak lupa penulis kirimkam kepada junjungan Nabi Muhammad
SAW.
Dalam menyelesaikan makalah ini penulis mendapat bantuan dan
bimbingan dari semua pihak, oleh karena itu penulis mengucapkan terima
kasih kepada dosen pembimbing Bapak Abdul Malik S.kep yang telah
memberikan arahan dan bimbingan sehingga makalah ini selesai pada
waktunya dan penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman –
teman yang telah memberikan kritik dan sarannya dalam menyelesaikan
makalah ini.
Penulis juga tidak luput dari kesalahan dalam penulisan makalah ini,
untuk itu bagi pihak yang membaca, penulis mengharapkan kritik dan
sarannya yang membangun untuk kesempurnaan makalah ini.
Mudah – mudahan makalah ini bermanfaat bagi kita semua dan
dapat menambah wawasan pembaca makalah ini.
Padang, November 2012
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Lansia adalah periode dimana organisme telah mencapai
kemasakan dalam ukuran dan fungsi dan juga telah menunjukkan
kemunduran sejalan dengan waktu. Ada beberapa pendapat mengenai
“usia kemunduran” yaitu ada yang menetapkan 60 tahun, 65 tahun dan
70 tahun. Badan kesehatan dunia (WHO) menetapkan 65 tahun sebagai
usia yang menunjukkan proses menua yang berlangsung secara nyata
dan seseorang telah disebut lanjut usia. Dari 19 juta jiwa penduduk
Indonesia 8,5% mengalami stroke yaitu lansia.
Stroke adalah suatu penyakit gangguan fungsi anatomi otak yang
terjadi secara tiba-tiba dan cepat, disebabkan karena gangguan
perdarahan otak. Insiden stroke meningkat secara eksponensial dengan
bertambahnya usia dan 1,25 kali lebih besar pada pria dibanding wanita.
Kecenderungan pola penyakit neurologi terutama gangguan
susunan saraf pusat tampaknya mengalami peningkatan penyakit akibat
gangguan pembuluh darah otak, akibat kecelakaan serta karena proses
degenerative system saraf tampaknya sedang merambah naik di
Indonesia. Walaupun belum didapat data secara konkrit mengenai hal ini.
Faktor penyebab munculnya masalah ini adalah adanya
perkembangan ekonomi dan perubahan gaya hidup terutama msayarakat
perkotaan. Kemampuan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidup
terlihat semakin mudah sehingga meningkatkan hasrat mereka untuk
terus berjuang mencapai tujuan dengan penuh persaingan dalam
perjuangan tersebut, benturan-benturan fisik maupun psikologis tidak
pernah dipikirkan efek bagi kesehatan jangka panjang. Usia harapan
hidup di Indonesia kian meningkat sehingga semakin banyak terdapat
lansia. Dengan bertambahnya usia maka permasalahan kesehatan yang
terjadi akan semakin kompleks. Salah satu penyakit yang sering dialami
oleh lansia adalah stroke. Usia merupakan factor resiko yang paling
penting bagi semua jenis stroke.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memahami dan membuat Asuhan
Keperawatan Lansia dengan Stroke dan mengetahui konsep dasar medis
stroke.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa dapat melakukan pengkajian pada klien lansia dengan stroke
b. Mahasiswa dapat menegakkan diagnosa keperawatan yang muncul pada
klien lansia dengan stroke
c. Mahasiswa mengetahui intervensi keperawatan berdasarkan diagnosa
keperawatan yang didapat pada klien lansia dengan stroke
d. Mahasiswa dapat melakukan implementasi keperawatan pada klien lansia
dengan stroke
e. Mahasiawa mengetahui evaluasi pada pasien lansia dengan stroke
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
ASUHAN KEPERAWATAN LANSIA DENGAN GANGGUAN
NEUROLOGIS
“STROKE”
A. PENGERTIAN STROKE
· Stroke atau Cerebro Vasculer Accident (CVA) adalah kehilangan fungsi
otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak
( Brunner dan Suddarth, 2002 : hal. 2131 ).
· Stroke adalah deficit neurologis akut yang disebabkan oleh gangguan
aliran darah yang timbul secara mendadak dengan tanda dan gejala
sesuai dengan daerah fokal otak yang terkena (WHO, 1989).
· Stroke atau cedera serebrovaskuler attack ( CVA) adalah kehilangan
fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak
(Brunner and Suddarth, 2001). Stroke adalah sindrom klinis yang awal
timbulnya mendadak yang berlangsung 24 jam atau lebih atau
menimbulkan kematian dan semata-mata disebabkan oleh gangguan
peredaran darah otak non traumatik (Mansjoer, 2000)
B. KLASIFIKASI STROKE
Berdasarkan proses patologi dan gejala klinisnya stroke dapat
diklasifikasikan menjadi :
1. Stroke Hemoragik
Terjadi perdarahan cerebral dan mungkin juga perdarahan
subarachnoid yang disebabkan pecahnya pembuluh darah otak.
Umumnya terjadi pada saat melakukan aktifitas, namun juga dapat terjadi
pada saat istirahat. Kesadaran umumnya menurun dan penyebab yang
paling banyak adalah akibat hipertensi yang tidak terkontrol.
Dua jenis stroke hemoragik :
Perdarahan intraserebral. Perdarahan intraserebral adalah perdarahan
di dalam otak yang disebabkan oleh trauma (cedera otak) atau kelainan
pembuluh darah (aneurisma atau angioma). Jika tidak disebabkan oleh
salah satu kondisi tersebut, paling sering disebabkan oleh tekanan darah
tinggi kronis. Perdarahan intraserebral menyumbang sekitar 10% dari
semua stroke, tetapi memiliki persentase tertinggi penyebab kematian
akibat stroke.
Perdarahan subarachnoid. Perdarahan subarachnoid adalah
perdarahan dalam ruang subarachnoid, ruang di antara lapisan dalam (Pia
mater) dan lapisan tengah (arachnoid mater) dari jaringan selaput otak
(meninges). Penyebab paling umum adalah pecahnya tonjolan
(aneurisma) dalam arteri. Perdarahan subarachnoid adalah kedaruratan
medis serius yang dapat menyebabkan cacat permanen atau kematian.
Stroke ini juga satu-satunya jenis stroke yang lebih sering terjadi pada
wanita dibandingkan pada pria.
2. Stroke Non Hemoragik
Dapat berupa iskemia, emboli, spasme ataupun thrombus pembuluh
darah otak, umumnya terjadi setelah beristirahat cukup lama atau bangun
tidur. Tidak terjadi perdarahan, kesadaran umumnya baik dan terjadi
proses edema otak oleh karena hipoksia jaringan otak. Stroke non
hemoragik dapat juga diklasifikasikan berdasarkan perjalanan
penyakitnya, yaitu :
· TIA (Trans Ischemic Attack)
Gangguan neurologist yang timbul mendadak dan hilang dalam beberapa
menit (durasi rata-rata 10 menit) atau beberapa jam saja, dan gejala
akan hilang sempurna dalam waktu kurang dari 24 jam.
· Rind (Reversible Ischemic Neurologis Defict)
Gangguan neurologist setempat yang akan hilang secara sempurna
dalam waktu 1 minggu dan maksimal 3 minggu.
· Stroke in Volution atau Progresif
Stroke yang terjadi masih terus berkembang dimana gangguan yang
muncul semakin berat dan bertambah buruk. Proses ini biasanya berjalan
dalam beberapa jam atau beberapa hari.
· Stroke Complete
Gangguan neurologist yang timbul bersifat menetap atau permanent,
maksimal sejak awal serangan dan sedikit memperlihatkan parbaikan
dapat didahului dengan TIA yang berulang.
C. ETIOLOGI
1) Trombosis (penyakit trombo – oklusif)
Merupakan penyebab stroke yang paling sering. Arteriosclerosis selebral
dan perlambatan sirkulasi serebral adalah penyebab utama trombosis
selebral, yang merupakan penyebab umum dari stroke. Tanda-tanda
trombosis selebral bervariasi. Sakit kepala adalah awitan yang tidak
umum. Beberapa pasien mengalami pusing, perubahan kognitif atau
kejang dan beberapa awitan umum lainnya. Secara umum trombosis
selebral tidak terjadi secara tiba-tiba, dan kehilangan bicara sementara,
hemiplegia atau parestesia pada setengah tubuh dapat mendahului
awitan paralysis berat pada beberapa jam atau hari.
Trombosis terjadi biasanya ada kaitannya dengan kerusakan local dinding
pembuluh darah akibat atrosklerosis. Proses aterosklerosis ditandai oleh
plak berlemak pada pada lapisan intima arteria besar. Bagian intima
arteria sereberi menjadi tipis dan berserabut, sedangkan sel – sel ototnya
menghilang. Lamina elastika interna robek dan berjumbai, sehingga
lumen pembuluh sebagian terisi oleh materi sklerotik tersebut. Plak
cenderung terbentuk pada percabangan atau tempat – tempat yang
melengkung. Trombi juga dikaitkan dengan tempat – tempat khusus
tersebut. Pembuluh – pembuluh darah yang mempunyai resiko dalam
urutan yang makin jarang adalah sebagai berikut : arteria karotis interna,
vertebralis bagian atas dan basilaris bawah. Hilangnya intima akan
membuat jaringan ikat terpapar. Trombosit menempel pada permukaan
yang terbuka sehingga permukaan dinding pembuluh darah menjadi
kasar. Trombosit akan melepasakan enzim, adenosin difosfat yang
mengawali mekanisme koagulasi. Sumbat fibrinotrombosit dapat terlepas
dan membentuk emboli, atau dapat tetap tinggal di tempat dan akhirnya
seluruh arteria itu akan tersumbat dengan sempurna.
2) Embolisme serebral
Embolisme serebral (bekuan darah atau material lain yang dibawa ke otak
dari bagian tubuh yang lain). Abnormalitas patologik pada jantung kiri,
seperti endocarditis infektif, penyakit jantung reumatik, dan infark
miokard, serta infeksi pulmonal, adalah tempat-tempat asal emboli.
Embolus biasanya menyumbat arteriserebral tengah, atau cabang-
cabangnya yang merusak sirkulasi serebral.
Embolisme sereberal termasuk urutan kedua dari berbagai penyebab
utama stroke. Penderita embolisme biasanya lebih muda dibanding
dengan penderita trombosis. Kebanyakan emboli sereberi berasal dari
suatu trombus dalam jantung, sehingga masalah yang dihadapi
sebenarnya adalah perwujudan dari penyakit jantung. Meskipun lebih
jarang terjadi, embolus juga mungkin berasal dari plak ateromatosa sinus
karotikus atau arteria karotis interna. Setiap bagian otak dapat
mengalami embolisme, tetapi embolus biasanya embolus akan
menyumbat bagian – bagian yang sempit. tempat yang paling sering
terserang embolus sereberi adalah arteria sereberi media, terutama
bagian atas.
3) Iskemia serebral
Iskemia serebral (insufisiensi suplai darah ke otak) terutama karena
konstriksi atheroma pada arteri yang menyuplai darah ke otak.
4) Perdarahan serebral.
Perdarahan serebri termasuk urutan ketiga dari semua penyebab utama
kasus GPDO (Gangguan Pembuluh Darah Otak) dan merupakan
sepersepuluh dari semua kasus penyakit ini. Perdarahan intrakranial
biasanya disebabkan oleh ruptura arteri serebri. Ekstravasasi darah terjadi
di daerah otak dan /atau subaraknoid, sehingga jaringan yang terletak di
dekatnya akan tergeser dan tertekan. Darah ini sangat mengiritasi
jaringan otak, sehingga mengakibatkan vasospasme pada arteria di
sekitar perdarahan. Spasme ini dapat menyebar ke seluruh hemisper otak
dan sirkulus wilisi. Bekuan darah yang semula lunak menyerupai selai
merah akhirnya akan larut dan mengecil. Dipandang dari sudut histologis
otak yang terletak di sekitar tempat bekuan dapat membengkak dan
mengalami nekrosis. Karena kerja enzim–enzim akan terjadi proses
pencairan, sehingga terbentuk suatu rongga. Sesudah beberapa bulan
semua jaringan nekrotik akan terganti oleh astrosit dan kapiler–kapiler
baru sehingga terbentuk jalinan di sekitar rongga tadi. Akhirnya rongga
terisi oleh serabut–serabut astroglia yang mengalami proliferasi.
Perdarahan subaraknoid sering dikaitkan dengan pecahnya suatu
aneurisme. Kebanyakan aneurisme mengenai sirkulus wilisi. Hipertensi
atau gangguan perdarahan mempermudah kemungkinan ruptur. Sering
terdapat lebih dari satu aneurisme.
Perdarahan serebral termasuk urutan ketiga dari semua penyebab utama
kasus gangguan pembuluh darah otak. Perdarahan serebral dapat terjadi
di luar duramater (hemoragi ekstradural atau epidural), dibawah
duramater, (hemoragik subdural), diruang subarachnoid (hemoragi
subarachnoid) atau di dalam substansi otak (hemoragi intraserebral).
1. Hemoragi ekstradural (epidural) adalah kedaruratan bedah neuro yang
memerlukan perawatan segera. Ini biasanya mengikuti fraktur tengkorak
dengan robekan arteri dengan arteri meningea lain.
2. Hemoragi subdural (termasuk hemoragi subdural akut) pada dasarnya
sama dengan hemoragi epidural, kecuali bahwa hematoma subdural
biasanya jembatan vena robek. Karenanya, periode pembentukan
hematoma lebih lama ( intervensi jelas lebih lama) dan menyebabkan
tekanan pada otak. Beberapa pasien mungkin mengalami hemoragi
subdural kronik tanpa menunjukkan tanda dan gejala.
3. Hemoragi subarachnoid dapat terjadi sebagai akibat trauma atau
hipertensi, tetapi penyebab paling sering adalah kebocoran aneurisma
pada area sirkulus wilisi dan malformasi arteri-vena kongenital pada otak.
Arteri di dalam otak dapat menjadi tempat aneurisma.
4. Hemoragi intraserebral paling umum pada pasien dengan hipertensi
dan aterosklerosis serebral, karena perubahan degeneratif penyakit ini
biasanya menyebabkan ruptur pembuluh darah. Pada orang yang lebih
muda dari 40 tahun, hemoragi intraserebral biasanya disebabkan oleh
malformasi arteri-vena, hemangioblastoma dan trauma, juga disebabkan
oleh tipe patologi arteri tertentu, adanya tumor otak dan penggunaan
medikasi (antikoagulan oral, amfetamin dan berbagai obat aditif).
Perdarahan biasanya arterial dan terjadi terutama sekitar basal ganglia.
Biasanya awitan tiba-tiba dengan sakit kepala berat. Bila hemoragi
membesar, makin jelas defisit neurologik yang terjadi dalam bentuk
penurunan kesadaran dan abnormalitas pada tanda vital. Pasien dengan
perdarahan luas dan hemoragi mengalami penurunan kesadaran dan
abnormalitas pada tanda vital.
D. PATOFISIOLOGI
1. Stroke Non Hemoragik
Iskemia disebabkan oleh adanya penyumbatan aliran darah otak
oleh thrombus atau embolus. Trombus umumnya terjadi karena
berkembangnya aterosklerosis pada dinding pembuluh darah, sehingga
arteri menjadi tersumbat, aliran darah ke area thrombus menjadi
berkurang, menyebabkan iskemia kemudian menjadi kompleks iskemia
akhirnya terjadi infark pada jaringan otak. Emboli disebabkan oleh
embolus yang berjalan menuju arteri serebral melalui arteri karotis.
Terjadinya blok pada arteri tersebut menyebabkan iskemia yang tiba-tiba
berkembang cepat dan terjadi gangguan neurologist fokal. Perdarahan
otak dapat disebabkan oleh pecahnya dinding pembuluh darah oleh
emboli.
2. Stroke Hemoragik.
Pembuluh darah otak yang pecah menyebabkan darah mengalir
ke substansi atau ruangan subarachnoid yang menimbulkan perubahan
komponen intracranial yang seharusnya konstan. Adanya perubahan
komponen intracranial yang tidak dapat dikompensasi tubuh akan
menimbulkan peningkatan TIK yang bila berlanjut akan menyebabkan
herniasi otak sehingga timbul kematian. Di samping itu, darah yang
mengalir ke substansi otak atau ruang subarachnoid dapat menyebabkan
edema, spasme pembuluh darah otak dan penekanan pada daerah
tersebut menimbulkan aliran darah berkurang atau tidak ada sehingga
terjadi nekrosis jaringan otak.
E. FAKTOR RESIKO
Ada beberapa factor risiko stroke yang sering teridentifikasi, yaitu ;
1. Hipertensi,
dapat disebabkan oleh aterosklerosis atau sebaliknya. Proses ini dapat
menimbulkan pecahnya pembuluh darah atau timbulnya thrombus
sehingga dapat mengganggu aliran darah cerebral.
2. Aneurisma pembuluh darah cerebral
Adanya kelainan pembuluh darah yakni berupa penebalan pada satu
tempat yang diikuti oleh penipisan di tempat lain. Pada daerah penipisan
dengan maneuver tertentu dapat menimbulkan perdarahan.
3. Kelainan jantung / penyakit jantung
Paling banyak dijumpai pada pasien post MCI, atrial fibrilasi dan
endokarditis. Kerusakan kerja jantung akan menurunkan kardiak output
dan menurunkan aliran darah ke otak. Ddisamping itu dapat terjadi proses
embolisasi yang bersumber pada kelainan jantung dan pembuluh darah.
4. Diabetes mellitus (DM)
Penderita DM berpotensi mengalami stroke karena 2 alasan, yeitu
terjadinya peningkatan viskositas darah sehingga memperlambat aliran
darah khususnya serebral dan adanya kelainan microvaskuler sehingga
berdampak juga terhadap kelainan yang terjadi pada pembuluh darah
serebral.
5. Usia lanjut
Pada usia lanjut terjadi proses kalsifikasi pembuluh darah, termasuk
pembuluh darah otak.
6. Polocitemia
Pada policitemia viskositas darah meningkat dan aliran darah menjadi
lambat sehingga perfusi otak menurun.
7. Peningkatan kolesterol (lipid total)
Kolesterol tubuh yang tinggi dapat menyebabkan aterosklerosis dan
terbentuknya embolus dari lemak.
8. Obesitas
Pada obesitas dapat terjadi hipertensi dan peningkatan kadar kolesterol
sehingga dapat mengakibatkan gangguan pada pembuluh darah, salah
satunya pembuluh drah otak.
9. Perokok
Pada perokok akan timbul plaque pada pembuluh darah oleh nikotin
sehingga terjadi aterosklerosis.
10. kurang aktivitas fisik
Kurang aktivitas fisik dapat juga mengurangi kelenturan fisik termasuk
kelenturan pembuluh darah (embuluh darah menjadi kaku), salah satunya
pembuluh darah otak.
F. MANIFESTASI KLINIS
1. Hemiplegia : akibat kerusakan pada area motorik pada bagian
konteks atau pada traktus piramidal. Perdarahan atau bekuan darah pada
otak kanan akan meyebabkan tubuh pada sisi kiri akan mengalami
hemiplegia. Hal ini disebabkan oleh karena serabut saraf bersilang pada
traktus piramidal dari otak menuju ke sumsum tulang belakang, demikian
juga pada area kortikal yang lain yang dapat menyebabkan
menianesthesia, apraxia, agnosia, aphasia.Otot-otot thoraks dan abdomen
biasanya tidak mengalami paralisis sebab dihubungkan kedua hemisper
otak. Apabila otot voluntary mengalami gangguan maka tidak terjadi
keseimbangan antara otot rangka fleksi dan ekstensi sehingga
menyebabkan terjadinya deformitas yang serius.
2. Aphasia ; kerusakan dalam mempergunakan atau
menginterpretasikan simbol-simbol dasn bahasa. Hal ini disebabkan oleh
adanya gangguan pada korteks serebral. Gangguan pada semua aspek
berbahasa seperti bercakap, membaca, menulis dan memahami bahasa
yangdiucapkan. Dikenal dua macam aphasia , yaitu aphasia sensorik yang
berhubungan dengan pemahaman bahasa, dan aphasia motorik yang
berhubungan dengan produk bercakap-cakap. Aphasia sensorik termasuk
kehilangan kemampuan pemahaman menulis, menciptakan atau
mengucapkan kata-kata, misalnya klien tidak dapat memahami apa yang
dibicarakan. Mendengar bunyi, tetapi tidak mengetahui komunikasi
simbolik yang berhubungan dengan suara. Aphasia motorik, dimana klien
dapat memahami kata-kata, tetapi tidak dapat menguraikan dengan kata-
kata.Aphasia disebabkan oleh adanya lesi patologis yang berhubungan
dengan lokasi tertentu pada korteks. Penyebab utamanya adalah
gangguan suplai darah ke otak terutama yang berhubungan dengan
pembuluh darah. Middle cerebral artery.
3. Apraxia : Kondisi dimana klien dapat bergerak pada bagian tubuh
yang mengalami gangguan tetapi tidak berfungsi dengan baik, misalnya
berjalan, berbicara, berpakaian, dimana bagian yang mengalami paralisis
tidak dapat dikoordinasikan.
Visual Change : Adanya lesi pada lobus parietal dan temporal sebagai
akibat perdarahan intraserebral karena terjadinya ruptur dari
arterisclerosis atau hipertsnsi pembuluh darah. Lesi pada bagian otak
akan meyebabkan kerusakan bagian yang berlawanan pada penglihatan.
Penurunan kemampuan penglihatan sering berhubungan dengan
hemiplegia.
Agnosia : Gangguan menginterpretasikan objek, misalnya penglihatan,
taktil, atau informasi sensorik lainnya. Klien tidak dapat mengenal objek.
Agnosia bisa visual, pendengaran, atau taktil tetapi tidak sama dengan
kebutaan, tuli atau kehilangan rasa. Kehilangan sensasi misalnya tidak
sadar pada posisi lengan, tidak merasakan adanya bagian tubuh tertentu.
Klien dengan agnosia penglihatan, dia melihat objek tetapi tidak
mengenal atau atau tidak dapat memberi arti pada objek.
4. Dysarthria : Artikulasi yang tidak sempurna yang menyebabkan
kesulitan berbicara. Klien mengenal bahasa tetapi kesulitan mengucapkan
kata-kata. Tidak ada gangguan dalam tata bahasa atau ungkapan atau
konstruksi kata. Klien dapat berkomunikasi secara verbal walaupun
mengalami angguan, membaca atau menulis. Kondisi ini disebabkan
akibat disfungsi saraf kranial menyebabkan kelemahan atau paralisis otot
sekitar bibir, lidah dan larynx.
5. Kinesthesia : gangguan sensasi yang terjadi pada satu sisi tubuh,
berupa :
1. Hemianesthesia : Kehilangan asensasi.
2. Paresthesia: Kehilangan sensasi pada otot sendi.
3. Inkontinen : Inkontinen urin dan defekasi dapat terjadi,
sebagai akibat :
1. kurangnya perhatian.
2. kehilangan memori
3. faktor emosi.
4. tidak mampu berkomunikasi.
4. Nyeri pada bahu : Terjadi sebagai akibat hambatan mobilitas serta
overstreching otot bahu, serta gerakan yang tidak tepat serta kehilangan
ROM (range of motion).
5. Horner’s Syndrome : paralisis saraf simpatis pada bagian mata
menyebabkan tenggelamnya bola mata sebagai akibat ptosis kelopak
mata atas dan peningkatan kelopak mata bawah, konstriksi pupil, dan
berkurangnya air mata.
6. Gangguan emosional ; setelah menderita stroke mengakibatkan emosi
klien labil, kebingungan, gangguan memori dan frustrasi : social
withdrawal terutama aphasia, gangguan perilaku seksual, regresi, dan
marah.
Secara umum manifestasi klinik dapat dijelaskan sebagai
1) Gangguan fungsi neuromotorik : Penurunan fungsi motorik sangat sering
dijumpai pada pasien stroke. Masalah yang berhubungan dengan fungsi
neruromotorik yaitu mobilitas, fungsi pernafasan, fungsi menelan dan
bicara, refleks muntah dan kemampuan rawat diri. Terjadinya hal tersebut
sebagai akibat adanya kerusakan saraf motorik pada jalur pramidal
( serabut saraf dari otak dan melalui sumsum tulang belakang menuju ke
sel motorik). Karakteristik penurunan motorik termasuk kehilangan
kemampuan gerakan voluntary (akinesia), hambatan integrasi gerakan,
gangguan tonus otot, dan gangguan refleks.Oleh karena jalur paramidal
bersilang pada tingkat medulla, sehingga bioa lesi terjadi pada salah satu
sisi pada otak akan mempengaruhi fungsi motorik pada sisi berlawanan
(contralateral). Lengan dan tungkai akan mengalami kelemahan. Apabila
gangguan pada middle cerebral artery, maka kelemahan pada
ekstremitas atas lebih keras daripada ekstremitas bawah.
2) Gangguan komunikasi : Hemisfer kiri lebih dominan untuk keterampilan
berbahasa. Gangguan berbahasa termasuk kemampuan mengekspresikan
dan pemahaman tulisan dan mengucapkan kata-kata. Pasien dapat
mengalami aphasia (kehilangan secara total kemampuan pemahaman
dan penggunaan berbahasa). Dysphasia diartikanadanya disfungsi
sehubungan dengan kemampuan pemahaman dan penggunaan bahasa.
Dysphasia dapat diklasifikasikan berupa Nonfluent ( berkurangnya
aktifitas berbicara dengan bicara yang lambat) atau fluent (bisa berbicara,
tetapi hanya mengadung sedikit makna komunikasi). Pada stroke yang
hebat akan menyebabkan terjadinya global aphasia, dimana semua
fungsi komunikasi dan penerimaan menjadi hilang. Stroke pada area
Wernicke pada otak akan menunjukkan gejala aphasia receptive dimana
tidak terdengar suara atau sukar dimengerti. Kerusakan area wernicke
akan menyebabkan hambatan pemahaman baik dalam berbicara maupun
bahasa tulisan. Stroke yang berhubungan dengan area Broca pada otak
akan menyebabkan expressive phasia (kesulitan dalam berbicara dan
menulis). Banyak juga stroke menyebabkan dyssarthria yaitu
gangguan/hambatan pada otot bicara. Pasien mengalami hambatan
dalam mengucapan, artikulasi, dan bunyi suara. Kadang-kadang ada
pasien mengalami keduanya yaitu aphasia dan dysarthria.
3) Emosi/perasaan : Pasien yang mengalami stroke mungkin tidak dapat
mengontrol perasaannya. Hal ini mungkin terjadi sebagai akibat adanya
perubahan dalam citra tubuh dan kehilangan fungsi motorik. Pasien akan
mengalami depresi dan frustrasi sehubungan dengan masalah mobilitas
dan dan komunikasi. Misalnya pada saat waktu makan pasien menangis
karena mengalami kesulitan memasukkan makanan kedalam mulutnya,
kehilangan kemampuan mengunyah dan menelan.
4) Gangguan fungsi intelektual : Daya ingat dan kemampuan pengambilan
keputusan dapat mengalami gangguan sebagai akibat stroke. Stroke pada
otak kiri menyebabkan masalah gangguan ingatan sehubungan dengan
berbahasa. Pasien dengan stroke pada otak kanan sangat sulit dalam
daya ingat dan kemampuan pengambilan keputusan., milsanya pada saat
pasien berdiri dari kursi roda tanpa mengunci kursi rodanya sehingga
dapat berbahaya bagi dirinya.
G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIC
Pemeriksaan penunjang diagnostik yang dapat dilakukan
adalah :
1. Laboratorium: mengarah pada pemeriksaan darah lengkap, elektrolit,
kolesterol, dan bila perlu analisa gas darah, gula darah dsb.
2. Sinar X tengkorak untuk menggambarkan perubahan kelenjar
korpengpineal daerah yang berlawanan dari masa yang luas.
3. Ultrasonografi doppler untuk mengidentifikasi penyakit arteriovena
(masalah sistem arteri karotis aliran darah dan atau muncul plak) atau
arteriosklerotik.
4. EEG (Electroencephalography) untuk mengidentifikasi masalah
didasarkan pada gelombang otak dan mungkin memperlihatkan darah lesi
yang spesifik.
5. CT scan kepala untuk mengetahui lokasi dan luasnya perdarahan atau
infark.
6. MRI (Magnetic Resonance Imaging) untuk mengetahui adanya
edema, infark, hematom dan bergesernya struktur otak
7. Angiografi untuk mengetahui penyebab dan gambaran yang jelas
mengenai pembuluh darah yang terganggu secara spesifik.
H. PENCEGAHAN
Pencegahan utama untuk menghindari risiko adalah pendidikan
kesehatan masyarakat. Mempertahankan berat badan dan kolesterol
dalam batas normal, dan menghindari merokok atau tidak menggunakan
oral kontrasepsi. Pengobatan/mengontrol diabetes, hipertensi dan
penyakit jantung. Memberikan informasi kepada klien sehubungan
dengan penyakit yang diderita dengan stroke. Apabila sudah terserang
stroke, dalam situasi ini tujuan adalah mencegah terjadinya komplikasi
sehubungan dengan stroke dan infark yang lebih luas pada masa yang
akan datang. Apabila terjadi immobilitas akan meningkatkan risiko injury
sehubungan dengan paralisis dan aspirasi pada jalan nafas. Pencegahan
lebih lanjut yaitu memonitoring faktor risiko yang dapat diidentifikasi.
I. KOMPLIKASI
Menurut Smeltzer (2001), komplikasi yang terjadi pada pasien stroke yaitu
:
1) Hipoksia serebral
Diminimalakan dengan memberikan oksigenasi darah adekuat ke otak.
Fungsi otak tergantung pada ketersediaan O2 yang dikirimkan ke
jaringan. Pemberian O2 suplemen dan mempertahankan hemoglobin dan
hematokrit pada tingkat dapat diterima akan membantu dalam
mempertahankan hemoglobin dan hematrokit pada tingkat dapat diterima
akan membantu dalam mempertahankan oksigenasi jaringan adekuat.
2) Aliran darah serebral
Bergantung pada tekanan darah, curah jantung, dan intregitas pembuluh
darah serebral. Hidrasi adekuat ( cairan intravena) harus menjamin
penurunan vikosis darah dan memperbaiki aliran darah serebral dan
potensi meluasnya area cedera.
3) Embolisme serebral
Dapat terjadi setelah infark miokard / fibrilasi atrium / dapat berasal dari
katup jantung protestik. Embolisme akan menurunkan aliran darah ke
otak dan selanjutnya menurunkan aliran darah serebral. Disritmia dapat
mengakibtakan curah jantung tidak konsisten dan penghentian trombul
lokal. Selain itu disritmia dapat menyebabkan embolus serebral dan harus
diperbaiki.
J. PENATALAKSANAAN
Secara umum, penatalaksanaan pada pasien stroke adalah :
1. Posisi kepala dan badan atas 20-30 derajat, posisi miring jika muntah
dan boleh dimulai mobilisasi bertahap jika hemodinamika stabil.
2. Bebaskan jalan nafas dan pertahankan ventilasi yang adekuat, bila
perlu diberikan ogsigen sesuai kebutuhan
3. Tanda-tanda vital diusahakan stabil
4. Bed rest
5. Koreksi adanya hiperglikemia atau hipoglikemia
6. Pertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit
7. Kandung kemih yang penuh dikosongkan, bila perlu lakukan
kateterisasi
8. Pemberian cairan intravena berupa kristaloid atau koloid dan hindari
penggunaan glukosa murni atau cairan hipotonik
9. Hindari kenaikan suhu, batuk, konstipasi, atau suction berlebih yang
dapat meningkatkan TIK
10. Nutrisi per oral hanya diberikan jika fungsi menelan baik. Jika kesadaran
menurun atau ada gangguan menelan sebaiknya dipasang NGT.
Perawatan umum stroke
Mengenai penatalaksanaan umum stroke, konsensus nasional
pengelolaan stroke di Indonesia, mengemukakan hal-hal berikut:
Bebaskan jalan nafas dan usahakan ventilasi adekuat, bila perlu berikan
oksigen 0-2 L/menit sampai ada hasil gas darah.
Kandung kemih yang penuh dikosongkan, sebaiknya dengan
kateterisasi intermiten.
Penatalaksanaan tekanan darah dilakukan secara khusus. Tekanan darah
dapat berkurang bila penderita dipindahkan ke tempat yang tenang,
kandung kemih dikosongkan, rasa nyeri dihilangkan, dan bila penderita
dibiarkan beristirahat.
Hiperglikemia atau hipoglikemia harus dikoreksi. Keadaan hiperglikemia
dapat dijumpai pada fase akut stroke, disebabkan oleh stres dan
peningkatan kadar katekholamin di dalam serum. Dari percobaan pada
hewan dan pengalaman klinik diketahui bahwa kadar glukosa darah yang
meningkat memperbesar ukuran infark. Oleh karena itu, kadar glukosa
yang melebihi 200 mg/ dl harus diturunkan dengan pemberian suntikan
subkutan insulin. Konsensus nasional pengelolaan stroke di Indonesia
mengemukakan bahwa hiperglikemia ( >250 mg% ) harus dikoreksi
sampai batas gula darah sewaktu sekitar 150 mg% dengan insulin
intravena secara drips kontinyu selama 2-3 hari pertama. Hipoglikemia
harus diatasi segera dengan memberikan dekstrose 40% intravena
sampai normal dan diobati penyebabnya.
Suhu tubuh harus dipertahankan normal. Suhu yang meningkat harus
dicegah, misalnya dengan obat antipiretik atau kompres. Pada penderita
iskemik otak, penurunan suhu sedikit saja, misalnya 2-3 derajat celsius,
sampai tingkat 33ºC atau 34 °C memberi perlindungan pada otak. Selain
itu, pembentukan oxygen free radicals dapat meningkat pada keadaan
hipertermia. Hipotermia ringan sampai sedang mempunyai efek baik,
selama kurun waktu 2-3 jam sejak stroke terjadi, dengan memperlebar
jendela kesempatan untuk pemberian obat terapeutik.
Nutrisi peroral hanya boleh diberikan setelah hasil tes fungsi menelan
baik, bila terdapat gangguan menelan atau penderita dengan kesadaran
menurun, dianjurkan melalui pipa nasogastrik.
Keseimbangan cairan dan elektrolit dipertahankan. Pemberian cairan
intravena berupa cairan kristaloid atau koloid, hindari yang mengandung
glukosa murni atau hipotonik.
Bila ada dugaan trombosis vena dalam, diberikan heparin dosis rendah
subkutan, bila tidak ada kontra indikasi.
Terapi farmakologi yang dapat diberikan pada pasien stroke :
1) Antikoagulasi dapat diberikan pada stroke non haemoragic, diberikan
dalam 24 jam sejak serangan gejala-gejala dan diberikan secara
intravena.
2) Obat antipletelet, obat ini untuk mengurangi pelekatan platelet. Obat ini
kontraindikasi pada stroke haemorhagic.
3) Bloker kalsium untuk mengobati vasospasme serebral, obat ini
merilekskan otot polos pembuluh darah.
4) Trental dapat digunakan untuk meningkatkan aliran darah kapiler
mikrosirkulasi, sehingga meningkatkan perfusi dan oksigenasi ke jaringan
otak yang mengalami iskemik.
Terapi Khusus
Ditujukan untuk stroke pada therapeutic window dengan obat anti
agregasi dan neuroprotektan. Obat anti agregasi: golongan pentoxifilin,
tielopidin, low heparin, tPA.
1) Pentoxifilin
Mempunyai 3 cara kerja :
· Sebagai anti agregasi → menghancurkan thrombus
· Meningkatkan deformalitas eritrosit
· Memperbaiki sirkulasi intraselebral
· Neuroprotektan
1. Piracetam: menstabilkan membrane sel neuron, ex: neotropi
Cara kerja dengan menaikkan cAMP ATP dan meningkatkan sintesis
glikogen
2. Nimodipin: gol. Ca blocker yang merintangi masuknya Ca2+ ke dalam
sel, ex.nimotup. Cara kerja dengan merintangi masuknya Ca2+ ke dalam
sel dan memperbaiki perfusi jaringan otak
3. Citicholin: mencegah kerusakan sel otak, ex. Nicholin
Cara kerja dengan menurunkan free faty acid, menurunkan generasi
radikal bebas dan biosintesa lesitin.
4. Ekstrax gingkobiloba, ex ginkan.
Perawatan Pasca Stroke
1) Rehabilitasi Stroke
Rehabilitasi stroke termasuk seluruh tujuan dari rehabilitasi lansia.
Pencegahan komplikasi dan keterbatasan sekunder adalah hasil utama
yang diharapkan. Peningkatan kualitas dan arti dalam hidup dengan
keterbatasan dan deficit klien lansia juga merupakan hal yang penting
bagi keberhasilan program rehabilitasi stroke.
Selain memposisikan klien dan latihan rentang gerak , suatu
program rehabilitasi stroke memfokuskan pada AKS. Aktivitas kehidupan
sehari-hari termasuk makan, berdandan, hygiene, mandi, dan yang
sejenisnya. Dengan melibatkan ahli terapi fisik dan okupasi dapat
meningkatkan kemampuan perawat untuk merencanakan perawatan.
Evaluasi tingkat sensorik motorik , pengukuran rentang gerak sendi
, dan kekuatan otot adalah tujuan spesifik bagi ahli terapi dan perawat.
Pemeriksaan genggaman , kekuatan trisep, dan keseimbangan
memberikan data yang berharga untuk perencanaan strategi kompensasi
untuk menyelesaikan tugas tugas perawatan diri. Propriosepsi,
sensasi,dan tonus otot dievaluasi. Suatu pengkajian yang seksama juga
termasuk tingkat deficit neurologis yang mungkin telah di alami oleh klien
akibat stroke. Data tersebut termasuk kemampuan klien untuk mandi,
berpakaian, makan, ke toilet, dan berpindah. Selain itu, status fungsi usus
dan kandung kemih klien adalah informasi yang sangat penting untuk
perencanaan perawatan. Fungsi penglihatan dan pendengaran dikaji dan
setiap penyimpangan dimasukkan dalam pendekatan tim.
Tujuan utamanya adalah untuk meningkatkan kemandirian klien
dengan terus memberikan peluang untuk melakukan tugas yang mampu
ia lakukan. Perawat adalah kunci pemberi perawatan dalam proses
rehabilitasi, mengkoordinasikan asuhan perawatan dan terapi
rehabilitative. Dengan memperhatikan tujuan ini, perawat dapat
memaksimalkan potensi klien tersebut.
2) Kognisi dan komunikasi
Konfusi, disorientasi, dan masalah komunikasi adalah akibat yang
sering dari stroke. Masalah komunikasi dapat diakibatkan oleh afasia dan
disartria, perawat perlu menyertakan teknik komunikasi yang
memfasilitasi kemampuan klien untuk memahami kata-kata. Teknik
komunikasi tersebut meliputi berbicara secara perlan-lahan, memberikan
petunjuk sederhana(satu pada satu waktu), membatasi distraksi, dan
mendengar secara aktif.Selain itu, menghubungkan kata-kata dengan
objek,menggunakan pengulangan dan kata-kata yang banyak, dan
mendorong keluarga untuk membawa objek kecil yang dikenal oleh klien
dan untuk menyebutkan nama objek-objek tersebut dapat meningkatkan
pola komunikasi.Dapat juga digunakan papan abjad,mesin tik,dan
program computer untuk membantu pemahaman klien tentang
lingkungannya. Mengevaluasi penglihatan dan pendengaran dapat juga
membantu mengatasi masalah yang,sekali dapat diperbaiki, secara
drastic akan meningkatkan komunikasi.
3) Dukungan psikologis
Klien lanjut usia mengalami berbagai kehilangan berdasar dengan
terjadinya stroke, mencakup perubahan citra tubuh, fungsi tubuh, dan
perubahan peran. Dukungan psikologis diarahkan agar dalam
menghadapi kehilangan ini dapat mendorong keberhasilan adaptasi dan
penyesuaian. Tujuan yang realistis dapat ditetapkan hanya setelah
perawat mengkaji gaya hidup klien sebelumnya, tipe kepribadian, perilaku
koping, dan aktivitas pekerjaan. Dengan menyediakan situasi untuk
penyelesaian masalah dan pengambilan keputusan, perawat member
klien suatu kesempatan untuk memperoleh kendali atas lingkungannya.
Keadaan seperti itu dapat sederhana seperti membiarkan klien untuk
memilih di antara dua aktivitas, untuk memutuskan waktu terapi, untuk
memilih pakaian, dan untuk membuat pilihan makanan. Memfokuskan
pada kekuatan dan kemampuan klien daripada terhadap deficit dapat
mendorong harapan klien tersebut.
Depresi sering terjadi dengan terjadinya kehilangan fungsi tubuh
dan perubahan peran dan citra tubuh. Konsultasikan kepada seorang
perawat kesehatan mental untuk membantu mengatasi masalah ini.
Klienn lansia mungkin mengalami suatu perasaan isolasi dan
pengasingan. Keluarga mungkin memerlukan dukungan emosional dan
psikologis ketika berusaha untuk memahami apa arti kehilangan bagi
klien. Jika kebutuhan untuk mendapatkan dukungan keluarga ini tidak
diperhatikan, klien mungkin mempertimbangkan untuk bunuh diri.Ajarkan
anggota keluarga tentang depresi dan peringatkan mereka terhadap
tanda dan gejala yang penting dalam memberikan dukungan psikososial.
Kelabilan emosional dan ledakan-ledakan mungkin terjadi setelah
stroke. anggota keluarga yang telah diajarkan tentang strategi
komunikasi dan bagaimana cara bermain peran dalam situasi yang
potensial akan menjadi lebih percaya diri.dalam merawat klien. merujuk
keluarga dan klien pada pelayanan pendukung seperti pelayanan
kesehatan di rumah, Kelompok pendukung, dan respite care dapat
mengurangi beban ketergantungan yang mungkin mengikuti stroke
melibatkan manajemen factor-faktor yang pada akhirnya dapat membuat
perbedaan dalam memelihara kemandirian maksimum dan menurunkan
komplikasi sekunder yang dapat berkembang dari penyakit kronis yang
melumpuhkan. (Mickey Stanley, Buku Ajar Keperawatan gerontik edisi 2.
2006)
Gangguan emosional, terutama ansietas, frustasi dan depresi
merupakan masalah umum yang dijumpai pada penderita pasca stroke.
Korban stroke dapat memperlihatkan masalah-masalah emosional dan
perilakunya mungkin berbeda dari keadaan sebelum mengalami stroke.
Emosinya dapat labil, misalnya pasien mungkin akan menangis namun
pada saat berikutnya tertawa, tanpa sebab yang jelas. Untuk itu, peran
perawat adalah untuk memberikan pemahaman kepada keluarga tentang
perubahan tersebut.
Hal-hal yang bisa dilakukan perawat antara lain memodifikasi
perilaku pasien seperti seperti mengendalikan simulasi di lingkungan,
memberikan waktu istirahat sepanjang siang hari untuk mencegah pasien
dari kelelahan yang berlebihan, memberikan umpan balik positif untuk
perilaku yang dapat diterima atau perilaku yang positif, serta memberikan
pengulangan ketika pasien sedang berusaha untuk belajar kembali satu
ketrampilan.
ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS
I. PENGKAJIAN
1. Aktivitas dan istirahat
Data Subyektif:
- kesulitan dalam beraktivitas : kelemahan, kehilangan sensasi atau
paralysis.
- mudah lelah, kesulitan istirahat ( nyeri atau kejang otot )
Data obyektif:
- Perubahan tingkat kesadaran
- Perubahan tonus otot ( flaksid atau spastic), paraliysis ( hemiplegia ) ,
kelemahan umum.
- gangguan penglihatan
2. Sirkulasi
Data Subyektif:
- Riwayat penyakit jantung ( penyakit katup jantung, disritmia, gagal
jantung, endokarditis bacterial ) , polisitemia.
Data obyektif:
- Hipertensi arterial
- Disritmia, perubahan EKG
- Pulsasi : kemungkinan bervariasi
- Denyut karotis, femoral dan arteri iliaka atau aorta abdominal
3. Integritas ego
Data Subyektif:
- Perasaan tidak berdaya, hilang harapan
Data obyektif:
- Emosi yang labil dan marah yang tidak tepat, kesediahan ,
kegembiraan
- kesulitan berekspresi diri
4. Eliminasi
Data Subyektif:
- Inkontinensia, anuria
- distensi abdomen ( kandung kemih sangat penuh ), tidak adanya suara
usus( ileus paralitik )
5. Makan/ minum
Data Subyektif:
- Nafsu makan hilang
- Nausea / vomitus menandakan adanya PTIK
- Kehilangan sensasi lidah , pipi , tenggorokan, disfagia
- Riwayat DM, Peningkatan lemak dalam darah
Data obyektif:
- Problem dalam mengunyah ( menurunnya reflek palatum dan faring )
- Obesitas ( factor resiko )
6. Sensori neural
Data Subyektif:
- Pusing / syncope ( sebelum CVA / sementara selama TIA )
- nyeri kepala : pada perdarahan intra serebral atau perdarahan sub
arachnoid.
- Kelemahan, kesemutan/kebas, sisi yang terkena terlihat seperti
lumpuh/mati
- Penglihatan berkurang
- Sentuhan : kehilangan sensor pada sisi kolateral pada ekstremitas
dan pada muka
ipsilateral ( sisi yang sama )
- Gangguan rasa pengecapan dan penciuman
Data obyektif:
- Status mental ; koma biasanya menandai stadium perdarahan , gangguan
tingkah laku (seperti: letergi, apatis, menyerang) dan gangguan fungsi
kognitif
- Ekstremitas : kelemahan / paraliysis ( kontralateral pada semua jenis
stroke, genggaman tangan tidak imbang, berkurangnya reflek tendon
dalam ( kontralateral )
- Wajah: paralisis / parese ( ipsilateral )
- Afasia ( kerusakan atau kehilangan fungsi bahasa, kemungkinan
ekspresif/ kesulitan berkata kata, reseptif / kesulitan berkata kata
komprehensif, global / kombinasi dari keduanya.
- Kehilangan kemampuan mengenal atau melihat, pendengaran, stimuli
taktil
- Apraksia : kehilangan kemampuan menggunakan motorik
- Reaksi dan ukuran pupil : tidak sama dilatasi dan tak bereaksi pada sisi
ipsi lateral
7. Nyeri / kenyamanan
Data Subyektif:
- Sakit kepala yang bervariasi intensitasnya
Data obyektif:
- Tingkah laku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan otot / fasial
8. Respirasi
Data Subyektif:
- Perokok ( factor resiko )
Tanda:
- Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas
- Timbulnya pernapasan yang sulit dan / atau tak teratur
- Suara nafas terdengar ronchi /aspirasi
9.Keamanan
Data obyektif:
- Motorik/sensorik : masalah dengan penglihatan
- Perubahan persepsi terhadap tubuh, kesulitan untuk melihat objek, hilang
kewasadaan terhadap bagian tubuh yang sakit
- Tidak mampu mengenali objek, warna, kata, dan wajah yang pernah
dikenali
- Gangguan berespon terhadap panas, dan dingin/gangguan regulasi suhu
tubuh
- Gangguan dalam memutuskan, perhatian sedikit terhadap keamanan,
berkurang kesadaran diri
10. Interaksi social
Data obyektif:
- Problem berbicara, ketidakmampuan berkomunikasi
11. Pengajaran / pembelajaran
Data Subjektif :
- Riwayat hipertensi keluarga, stroke
- penggunaan kontrasepsi oral
12. Pertimbangan rencana pulang
- menentukan regimen medikasi / penanganan terapi
- bantuan untuk transportasi, shoping , menyiapkan makanan , perawatan
diri dan pekerjaan rumah (Doenges E, Marilynn,2000 hal 292)
II. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan keterlibatan
neuromuskular : kelemahan
2. Kurang perawatan diri berhubungan dengan kerusakan
neuromuskular,penurunan kekuatan dan ketahanan, kehilangan
kontrol/koordinasi otot.
3. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan vasospasme serebral.
http://dianrahmadani04.blogspot.com/