37
Tugas! “ASUHAN KEPERAWATAN SISTEM MUSKULOSKELETAL FRAKTUR” Oleh kelompok III : Ery trisno Fatmayanti Henny suryaningsih Sahriani I ketut agus juniana Asriani STIKES AMANAH MAKASSAR KENDARI 2012

askep fraktur

Embed Size (px)

DESCRIPTION

fraktur

Citation preview

Page 1: askep fraktur

Tugas!

“ASUHAN KEPERAWATAN SISTEM MUSKULOSKELETAL

FRAKTUR”

Oleh kelompok III :

Ery trisno

Fatmayanti

Henny suryaningsih

Sahriani

I ketut agus juniana

Asriani

STIKES AMANAH MAKASSAR

KENDARI

2012

Page 2: askep fraktur

KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat rahmat-Nya

lah sehingga kami bisa menyelesaikan penulisan Makalah ini, dengan judul yaitu “ASKEP

FRAKTUR” kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah

membantu dalam penyusunan makalah ini sehingga pembuatan makalah ini dapat

terselesaikan.

Makalah ini kami sajikan dengan tujuan adalah dengan mengembangkan daya nalar

Mahasiswa untuk memecahkan masalah-masalah yang terdapat dalam makalah ini dikaitkan

dengan konsep yang ada. Dengan adanya makalah ini semoga Mahasiswa keperawatan dapat

berinteraksi dalam memecahkan masalah ini dengan cara yang baik atau berdiskusi.

Kami menyadari dalam penyusunan makalah ini masih terdapat kekurangan.Oleh

karena itu, kami senantiasa mengharapkan masukan dari teman-teman mahasiswa khususnya

Dosen yang membimbing kami.

Kendari, Oktober 2012

Penulis

Page 3: askep fraktur

DAFTAR ISI

Judul HalamanKata PengantarDaftar isiBAB I PENDAHULUAN

A. Latar BelakangB. Rumusan masalahC. TujuanD. Manfaat

BAB II TINJAUAN TEORIA.DefinisiB. EtiologiC. KlasifikasiD. Gambaran KlinisE. PatofisiologiF. Tanda & gejala G. Pemeriksaan PenunjangH. Penatalaksaan

BAB III ASKEP FRAKTURA. PengkajianB. Diagnosa KeperawatanC. IntervensiD. Evaluasi

BAB IV PENUTUPA. Kesimpulan

DAFTAR PUSTAKA

Page 4: askep fraktur

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tulang sangat bermacam-macam baik dalam bentuk ataupun ukuran, tapi mereka

masih punya struktur yang sama. Lapisan yang paling luar disebut Periosteum dimana

terdapat pembuluh darah dan saraf. Lapisan dibawah periosteum mengikat tulang dengan

benang kolagen disebut benang sharpey, yang masuk ke tulang disebut korteks. Karena

itu korteks sifatnya keras dan tebal sehingga disebut tulang kompak. Korteks tersusun

solid dan sangat kuat yang disusun dalam unit struktural yang disebut Sistem Haversian.

Tiap system terdiri atas kanal utama yang disebut Kanal Haversian. Lapisan melingkar

dari matriks tulang disebut Lamellae, ruangan sempit antara lamellae disebut Lakunae

(didalamnya terdapat osteosit) dan Kanalikuli. Tiap sistem kelihatan seperti lingkaran

yang menyatu. Kanal Haversian terdapat sepanjang tulang panjang dan di dalamnya

terdapat pembuluh darah dan saraf yang masuk ke tulang melalui Kanal Volkman.

Pembuluh darah inilah yang mengangkut nutrisi untuk tulang dan membuang sisa

metabolisme keluar tulang. Lapisan tengah tulang merupakan akhir dari sistem

Haversian, yang didalamnya terdapat Trabekulae (batang) dari tulang. Trabekulae ini

terlihat seperti spon tapi kuat sehingga disebut Tulang Spon yang didalam nya terdapat

bone marrow yang membentuk sel-sel darah merah. Bone Marrow ini terdiri atas dua

macam yaitu bone marrow merah yang memproduksi sel darah merah melalui proses

hematopoiesis dan bone marrow kuning yang terdiri atas sel-sel lemak dimana jika dalam

proses fraktur bisa menyebabkan Fat Embolism Syndrom (FES).

Tulang terdiri dari tiga sel yaitu osteoblast, osteosit, dan osteoklast. Osteoblast

merupakan

sel pembentuk tulang yang berada di bawah tulang baru. Osteosit adalah osteoblast

yang ada pada matriks. Sedangkan osteoklast adalah sel penghancur tulang dengan

menyerap kembali sel tulang yang rusak maupun yang tua. Sel tulang ini diikat oleh

elemen-elemen ekstra seluler yang disebut matriks. Matriks ini dibentuk oleh benang

kolagen, protein, karbohidrat, mineral, dan substansi dasar (gelatin) yang berfungsi

sebagai media dalam difusi nutrisi, oksigen, dan sampah metabolisme antara tulang

daengan pembuluh darah. Selain itu, didalamnya terkandung garam kalsium organik

Page 5: askep fraktur

(kalsium dan fosfat) yang menyebabkan tulang keras.sedangkan aliran darah dalam tulang

antara 200 – 400 ml/ menit melalui proses vaskularisasi tulang.7,8

B. Rumusan Masalah

Bagaimanakah asuhan keperawatan pada pasien fraktur ?

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Berdasarkan permasalahan di atas, maka tujuan dari makalah ini adalah

Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami tentang folikulitis serta mendapatkan

gambaran teori dan Asuhan Keperawatan pada klien fraktur.

2. Tujuan Khusus

a.   Untuk mengetahui definisi fraktur

b.   Untuk mengetahui etiologi fraktur

c.   Untuk mengetahui patofisiologi fraktur

d.   Untuk mengetahui manifestasi klinis fraktur

e.    Untuk mengetahui komplikasi fraktur

f.    Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostic fraktur

g.    Untuk mengetahui penatalaksanaan fraktur

h.    Untuk mengetahui asuhan keperawatan fraktur

D. Manfaat

1.   Memberikan informasi pada mahasiswa tentang frakturserta berbagai hal lain

yang berhubungan dengan penyakit ini.

2.   Menambah pengetahuan penulis tentang fraktur.

Page 6: askep fraktur

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. DEFINISI

Fraktur adalah putusnya hubungan normal suatu tulang atau tulang rawan yang

disebabkan oleh kekerasan. (E. Oerswari, 1989 : 144).

Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang

rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer, 2000 : 347).

Fraktur tertutup adalah bila tidak ada hubungan patah tulang dengan dunia luar.

Fraktur terbuka adalah fragmen tulang meluas melewati otot dan kulit, dimana potensial

untuk terjadi infeksi (Sjamsuhidajat, 1999 : 1138).

B. ETIOLOGI

Menurut Sachdeva (1996), penyebab fraktur dapat dibagi menjadi tiga yaitu :

1. Cedera traumatik

Cedera traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh :

a. Cedera langsung berarti pukulan langsung terhadap tulang sehingga tulang

pata secara spontan. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur melintang

dan kerusakan pada kulit diatasnya.

b. Cedera tidak langsung berarti pukulan langsung berada jauh dari lokasi

benturan, misalnya jatuh dengan tangan berjulur dan menyebabkan fraktur

klavikula.

c. Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak dari otot yang

kuat.

2. Fraktur Patologik

Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit dimana dengan

trauma minor dapat mengakibatkan fraktur dapat juga terjadi pada berbagai

keadaan berikut :

a. Tumor tulang (jinak atau ganas) : pertumbuhan jaringan baru yang tidak

terkendali dan progresif.

Page 7: askep fraktur

b. Infeksi seperti osteomielitis : dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut atau

dapat timbul sebagai salah satu proses yang progresif, lambat dan sakit

nyeri.

c. Rakhitis : suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh defisiensi Vitamin

D yang mempengaruhi semua jaringan skelet lain, biasanya disebabkan

oleh defisiensi diet, tetapi kadang-kadang dapat disebabkan kegagalan

absorbsi Vitamin D atau oleh karena asupan kalsium atau fosfat yang

rendah.

3. Secara spontan

disebabkan oleh stress tulang yang terus menerus misalnya pada penyakit

polio dan orang yang bertugas dikemiliteran.

C. KLASIFIKASI FRAKTUR

1. Fraktur tertutup / closed atau disebut juga “fraktur simplex” :

- Bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar, atau

- Patahan tulang disini tidak mempunyai hubungan dengan udara terbuka

2. Fraktur terbuka / open (compound fracture) :

- Bila tedapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya

perlukaan di kulit.

- Kulit terobek :

(a) dari dalam karena fragmen tulang yang menembus kulit

(b) karena kekerasan yang berlangsung dari luar

- Fraktur terbuka terbagi atas tiga derajat (menurut R. Gustillo), yaitu :

Derajat I :

- luka < 1 cm

Page 8: askep fraktur

- kerusakan jaringan lunak sedikit, tak ada tanda lunak remuk

- fraktur sederhana, transversal, oblik atau kominutif ringan

- kontaminasi minimal

Derajat II :

- laserasi > 1 cm

- kerusakan jaringan lunak, tidak luas, flap/avulsi

- fraktur kominutif sedang

- kontaminasi sedang

Derajat III :

- Terjadi keusakan jaringan lunak yang luas, meliputi struktur kulit, otot, dan

neurovaskular serta kontaminasi derajat tinggi. Fraktur derajat ini terbagi

atas :

a. Jaringan lunak yang menutupi fraktur tulang adekuat, meskipun terdapat

laserasi luas/flap/avulsi; atau fraktur segmental/sangat kominutif yang

disebabkan oleh trauma berenergi tinggi tanpa melihat besanya ukuran

luka

b. Kehilangan jaringan lunak dengan fraktur tulangyang terpapar atau

kontamnasi masif

c. Luka pada pembulu arteri/saraf perifer yang harus diperbaiki tanpa

melihat kerusakan jaringan lunak.

3. Fraktur komplikata : disini persendian, syaraf, pembuluh darah atau organ viscera

juga ikut terkena. Fraktur seperti ini dapat berbentuk “fraktur tertutup” atau “fraktur

terbuka”.

Page 9: askep fraktur

4. Fraktur patologis : karena adanya penyakit lokal pada tulang, maka kekerasan yang

ringan saja pada bagian tersebut sudah dapat menyebabkan fraktur. Contoh :

tumor/sarcoma, osteoporosis dll.

D. GAMBARAN KLINIS FRAKTUR

1. Nyeri

2. Deformitas

3. Krepitasi

4. Bengkak

5. Peningkatan temperatur lokal

6. Pergerakan abnormal

7. Echymosis

8. Kehilangan fungsi

9. Kemungkinan lain.

E. PATOFIOLOGI

Fraktur

Periosteum, pembuluh darah di kortek

dan jaringan sekitarnya rusak

         Perdarahan

         Kerusakan jaringan di ujung tulang

Terbentuk hematom di canal medula

Jaringan mengalami nekrosis

Nekrosis merangsang terjadinya peradangan, ditandai :

1.      Vasodilatasi

2.      Pengeluaran plasma

3.      Infiltrasi sel darah putih

Page 10: askep fraktur

F. TANDA DAN GEJALA

1. Deformitas

Daya tarik kekuatan otot menyebabkan fragmen tulang berpindah dari tempatnya

perubahan keseimbangan dan contur terjadi seperti :

a. Rotasi pemendekan tulang

b. Penekanan tulang

2. Bengkak : edema muncul secara cepat dari lokasi dan ekstravaksasi darah dalam

jaringan yang berdekatan dengan fraktur

3. Echumosis dari Perdarahan Subculaneous

4. Spasme otot spasme involunters dekat fraktur

5. Tenderness/keempukan

6. Nyeri mungkin disebabkan oleh spasme otot berpindah tulang dari tempatnya dan

kerusakan struktur di daerah yang berdekatan.

7. Kehilangan sensasi (mati rasa, mungkin terjadi dari rusaknya saraf/perdarahan)

8. Pergerakan abnormal

9. Shock hipovolemik hasil dari hilangnya darah

10. Krepitasi (Black, 1993 : 199).

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Foto Rontgen

Untuk mengetahui lokasi fraktur dan garis fraktur secara langsung

Mengetahui tempat dan type fraktur

Biasanya diambil sebelum dan sesudah dilakukan operasi dan selama proses

penyembuhan secara periodik

2. Skor tulang tomography, skor C1, Mr1 : dapat digunakan mengidentifikasi

kerusakan jaringan lunak.

3. Artelogram dicurigai bila ada kerusakan vaskuler

4. Hitung darah lengkap HT mungkin meningkat ( hemokonsentrasi ) atau

menrurun ( perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma

multiple)

Peningkatan jumlah SDP adalah respon stres normal setelah trauma

5. Profil koagulasi perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah transfusi multiple

atau cedera hati (Doenges, 1999 : 76 ).

Page 11: askep fraktur

G. PENATALAKSANAAN FRAKTUR

1. Penatalaksanaan secara umum

Fraktur biasanya menyertai trauma. Untuk itu sangat penting untuk melakukan

pemeriksaan terhadap jalan napas (airway), proses pernafasan (breathing) dan

sirkulasi (circulation), apakah terjadi syok atau tidak. Bila sudah dinyatakan tidak ada

masalah lagi, baru lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisis secara terperinci. Waktu

tejadinya kecelakaan penting ditanyakan untuk mengetahui berapa lama sampai di

RS, mengingat golden period 1-6 jam. Bila lebih dari 6 jam, komplikasi infeksi

semakin besar. Lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisis secara cepat, singkat dan

lengkap. Kemudian lakukan foto radiologis. Pemasangan bidai dilakukan untuk

mengurangi rasa sakit dan mencegah terjadinya kerusakan yang lebih berat pada

jaringan lunak selain memudahkan proses pembuatan foto.

2. Penatalaksanaan kedaruratan

Segera setelah cedera, pasien berada dalam keadaan bingung, tidak menyadari

adanya fraktur dan berusaha berjalan dengan tungkai yang patah, maka bila dicurigai

adanya fraktur, penting untuk mengimobilisasi bagain tubuh segara sebelum pasien

dipindahkan. Bila pasien yang mengalami cedera harus dipindahkan dari kendaraan

sebelum dapat dilakukan pembidaian, ekstremitas harus disangga diatas dan dibawah

tempat patah untuk mencegah gerakan rotasi maupun angulasi. Gerakan fragmen

patahan tulang dapat menyebabkan nyeri, kerusakan jaringan lunak dan perdarahan

lebih lanjut.

Nyeri sehubungan dengan fraktur sangat berat dan dapat dikurangi dengan

menghindari gerakan fragmen tulang dan sendi sekitar fraktur. Pembidaian yang

memadai sangat penting untuk mencegah kerusakan jaringan lunak oleh fragmen

tulang

Daerah yang cedera diimobilisasi dengan memasang bidai sementara dengan

bantalan yang memadai, yang kemudian dibebat dengan kencang. Imobilisasi tulang

panjang ekstremitas bawah dapat juga dilakukan dengan membebat kedua tungkai

bersama, dengan ektremitas yang sehat bertindak sebagai bidai bagi ekstremitas yang

Page 12: askep fraktur

cedera. Pada cedera ektremitas atas, lengan dapat dibebatkan ke dada, atau lengan

bawah yang cedera digantung pada sling. Peredaran di distal cedera harus dikaji untuk

menntukan kecukupan perfusi jaringan perifer.

Pada fraktur terbuka, luka ditutup dengan pembalut bersih (steril) untuk

mencegah kontaminasi jaringan yang lebih dalam. Jangan sekali-kali melakukan

reduksi fraktur, bahkan bila ada fragmen tulang yang keluar melalui luka. Pasanglah

bidai sesuai yang diterangkan diatas.

Pada bagian gawat darurat, pasien dievaluasi dengan lengkap. Pakaian

dilepaskan dengan lembut, pertama pada bagian tubuh sehat dan kemudian dari sisi

cedera. Pakaian pasien mungkin harus dipotong pada sisi cedera. Ektremitas sebisa

mungkin jangan sampai digerakkan untuk mencegah kerusakan lebih lanjut.

3. Penatalaksanaan bedah ortopedi

Banyak pasien yang mengalami disfungsi muskuloskeletal harus menjalani

pembedahan untuk mengoreksi masalahnya. Masalah yang dapat dikoreksi meliputi

stabilisasi fraktur, deformitas, penyakit sendi, jaringan infeksi atau nekrosis,

gangguan peredaran darah (mis; sindrom komparteman), adanya tumor. Prpsedur

pembedahan yang sering dilakukan meliputi Reduksi Terbuka dengan Fiksasi Interna

atau disingkat ORIF (Open Reduction and Fixation).Berikut dibawah ini jenis-jenis

pembedahan ortoped dan indikasinya yang lazim dilakukan :

Reduksi terbuka : melakukan reduksi dan membuat kesejajaran tulang yang

patah setelah terlebih dahulu dilakukan diseksi dan pemajanan tulang yang patah

Fiksasi interna : stabilisasi tulang patah yang telah direduksi dengan skrup, plat,

paku dan pin logam

Graft tulang : penggantian jaringan tulang (graft autolog maupun heterolog)

untuk memperbaiki penyembuhan, untuk menstabilisasi atau mengganti tulang

yang berpenyakit.

Amputasi : penghilangan bagian tubuh

Page 13: askep fraktur

Artroplasti : memperbaiki masalah sendi dengan artroskop (suatu alat yang

memungkinkan ahli bedah mengoperasi dalamnya sendi tanpa irisan yang besar)

atau melalui pembedahan sendi terbuka

Menisektomi : eksisi fibrokartilago sendi yang telah rusak

Penggantian sendi : penggantian permukaan sendi dengan bahan logam atau

sintetis

Penggantian sendi total : penggantian kedua permukaan artikuler dalam sendi

dengan logam atau sintetis

Transfer tendo : pemindahan insersi tendo untuk memperbaiki fungsi

Fasiotomi : pemotongan fasia otot untuk menghilangkan konstriksi otot atau

mengurangi kontraktur fasia.

Page 14: askep fraktur

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

a.       Riwayat Keperawatan dan Pengkajian Fisik:

Gejala-gejala fraktur tergantung pada lokasi, berat dan jumlah kerusakan pada

struktur lain. Berdasarkan klasifikasi Doenges dkk. (2000) riwayat keperawatan

yang perlu dikaji adalah:

1)      Aktivitas/istirahat:

Gejala:

Keterbatasan/kehilangan fungsi pada bagian yang terkena (mungkin

segera akibat langsung dari fraktur atau akibat sekunder pembengkakan

jaringan dan nyeri.

2)      Sirkulasi:

Tanda:

-          Peningkatan tekanan darah mungkin terjadi akibat respon terhadap

nyeri/ansietas, sebaliknya dapat terjadi penurunan tekanan darah bila

terjadi perdarahan.

-          Takikardia

-          Penurunan/tak ada denyut nadi pada bagian distal area cedera,

pengisian kapiler lambat, pucat pada area fraktur.

-          Hematoma area fraktur.

3)      Neurosensori:

Gejala:

-          Hilang gerakan/sensasi

-          Kesemutan (parestesia)

Page 15: askep fraktur

Tanda:

-          Deformitas lokal, angulasi abnormal, pemendekan, rotasi, krepitasi,

spasme otot, kelemahan/kehilangan fungsi.

-          Keterbatasan/kehilangan fungsi pada bagian yang terkena

(mungkin segera akibat langsung dari fraktur atau akibat sekunder

pembengkakan jaringan dan nyeri.

-          Agitasi (mungkin berhubungan dengan nyeri/ansietas atau trauma

lain.

4)      Nyeri/Kenyamanan:

Gejala:

-          Nyeri hebat tiba-tiba pada saat cedera (mungkin terlokalisasi pada

area fraktur, berkurang pada imobilisasi.

-          Spasme/kram otot setelah imobilisasi.

5)      Keamanan:

Tanda:

-          Laserasi kulit, perdarahan

-          Pembengkakan lokal (dapat meningkat bertahap atau tiba-tiba)

6)      Penyuluhan/Pembelajaran:

-          Imobilisasi

-          Bantuan aktivitas perawatan diri

-          Prosedur terapi medis dan keperawatan

b.      Pengkajian Diagnostik:

Pemeriksaan diagnostik yang sering dilakukan pada fraktur adalah:

1)          X-ray:

-  menentukan lokasi/luasnya fraktur

2)          Scan tulang:

-  memperlihatkan fraktur lebih jelas, mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak

3)          Arteriogram

Page 16: askep fraktur

-  dilakukan untuk memastikan ada tidaknya kerusakan vaskuler.

4)          Hitung Darah Lengkap

-   hemokonsentrasi mungkin meningkat,  menurun pada perdarahan; peningkatan

lekosit sebagai respon terhadap peradangan.

5)          Kretinin

-  trauma otot meningkatkan beban kretinin untuk klirens ginjal

6)          Profil koagulasi

-  perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfusi atau cedera hati.

B.      Diagnosa dan Intervensi Keperawatan:

1.      Risiko cedera b/d gangguan integritas tulang

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1.    Pertahankan tirah baring dan

imobilisasi sesuai indikasi.

2.    Bila terpasang gips/bebat, sokong

fraktur dengan bantal atau gulungan

selimut untuk mempertahankan posisi

yang netral.

3.    Evaluasi pembebat terhadap resolusi

edema.

4.    Bila terpasang traksi, pertahankan

posisi traksi (Buck, Dunlop, Pearson,

Russel)

Meningkatkan stabilitas, meminimalkan

gangguan akibat perubahan posisi.

Mencegah gerakan yang tak perlu akibat

perubahan posisi.

Penilaian kembali pembebat perlu

dilakukan seiring dengan berkurangnya

edema

Traksi memungkinkan tarikan pada

aksis panjang fraktur tulang dan

mengatasi tegangan otot untuk

mempercepat reunifikasi fragmen tulang

Page 17: askep fraktur

5.    Yakinkan semua klem, katrol dan tali

berfungsi baik.

6.    Pertahankan integritas fiksasi

eksternal.

7.    Kolaborasi pelaksanaan kontrol foto.

Menghindari iterupsi penyambungan

fraktur.

Keketatan kurang atau berlebihan dari

traksi eksternal (Hoffman) mengubah

tegangan traksi dan mengakibatkan

kesalahan posisi.

Menilai proses penyembuhan tulang.

2.      Nyeri akut b/d spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera

jaringan lunak, pemasangan traksi, stress/ansietas.

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1.  Pertahankan imobilasasi bagian yang

sakit dengan tirah baring, gips, bebat

dan atau traksi

2.  Tinggikan posisi ekstremitas yang

terkena.

3.  Lakukan dan awasi latihan gerak

pasif/aktif.

4.  Lakukan tindakan untuk

meningkatkan kenyamanan (masase,

perubahan posisi)

5.  Ajarkan penggunaan teknik

Mengurangi nyeri dan mencegah

malformasi.

Meningkatkan aliran balik vena,

mengurangi edema/nyeri.

Mempertahankan kekuatan otot dan

meningkatkan sirkulasi vaskuler.

Meningkatkan sirkulasi umum,

menurunakan area tekanan lokal dan

kelelahan otot.

Mengalihkan perhatian terhadap nyeri,

Page 18: askep fraktur

manajemen nyeri (latihan napas

dalam, imajinasi visual, aktivitas

dipersional)

6.  Lakukan kompres dingin selama fase

akut (24-48 jam pertama) sesuai

keperluan.

7.  Kolaborasi pemberian analgetik

sesuai indikasi.

8.  Evaluasi keluhan nyeri (skala,

petunjuk verbal dan non verval,

perubahan tanda-tanda vital)

meningkatkan kontrol terhadap nyeri

yang mungkin berlangsung lama.

Menurunkan edema dan mengurangi

rasa nyeri.

Menurunkan nyeri melalui mekanisme

penghambatan rangsang nyeri baik

secara sentral maupun perifer.

Menilai erkembangan masalah klien.

3.       Risiko disfungsi neurovaskuler perifer b/d penurunan aliran darah (cedera

vaskuler, edema, pembentukan trombus)

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1.    Dorong klien untuk secara rutin

melakukan latihan menggerakkan

jari/sendi distal cedera.

2.    Hindarkan restriksi sirkulasi akibat

tekanan bebat/spalk yang terlalu ketat.

Meningkatkan sirkulasi darah dan

mencegah kekakuan sendi.

Mencegah stasis vena dan sebagai

petunjuk perlunya penyesuaian

keketatan bebat/spalk.

Page 19: askep fraktur

3.    Pertahankan letak tinggi ekstremitas

yang cedera kecuali ada

kontraindikasi adanya sindroma

kompartemen.

4.    Berikan obat antikoagulan (warfarin)

bila diperlukan.

5.    Pantau kualitas nadi perifer, aliran

kapiler, warna kulit dan kehangatan

kulit distal cedera, bandingkan dengan

sisi yang normal.

Meningkatkan drainase vena dan

menurunkan edema kecuali pada adanya

keadaan hambatan aliran arteri yang

menyebabkan penurunan perfusi.

Mungkin diberikan sebagai upaya

profilaktik untuk menurunkan trombus

vena.

Mengevaluasi perkembangan masalah

klien dan perlunya intervensi sesuai

keadaan klien.

4.      Gangguan pertukaran gas b/d perubahan aliran darah, emboli, perubahan

membran alveolar/kapiler (interstisial, edema paru, kongesti)

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1.    Instruksikan/bantu latihan napas

dalam dan latihan batuk efektif.

2.    Lakukan dan ajarkan perubahan

posisi yang aman sesuai keadaan

klien.

3.    Kolaborasi pemberian obat

antikoagulan (warvarin, heparin) dan

Meningkatkan ventilasi alveolar dan

perfusi.

Reposisi meningkatkan drainase sekret

dan menurunkan kongesti paru.

Mencegah terjadinya pembekuan darah

pada keadaan tromboemboli.

Kortikosteroid telah menunjukkan

Page 20: askep fraktur

kortikosteroid sesuai indikasi.

4.    Analisa pemeriksaan gas darah, Hb,

kalsium, LED, lemak dan trombosit

5.    Evaluasi frekuensi pernapasan dan

upaya bernapas, perhatikan adanya

stridor, penggunaan otot aksesori

pernapasan, retraksi sela iga dan

sianosis sentral.

keberhasilan untuk mencegah/mengatasi

emboli lemak.

Penurunan PaO2 dan peningkatan PCO2

menunjukkan gangguan pertukaran gas;

anemia, hipokalsemia, peningkatan

LED dan kadar lipase, lemak darah dan

penurunan trombosit sering

berhubungan dengan emboli lemak.

Adanya takipnea, dispnea dan

perubahan mental merupakan tanda dini

insufisiensi pernapasan, mungkin

menunjukkan terjadinya emboli paru

tahap awal.

5.       Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan rangka neuromuskuler, nyeri,

terapi restriktif (imobilisasi)

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1.    Pertahankan pelaksanaan aktivitas

rekreasi terapeutik (radio, koran,

kunjungan teman/keluarga) sesuai

keadaan klien.

Memfokuskan perhatian,

meningkatakan rasa kontrol diri/harga

diri, membantu menurunkan isolasi

sosial.

Page 21: askep fraktur

2.    Bantu latihan rentang gerak pasif

aktif pada ekstremitas yang sakit

maupun yang sehat sesuai keadaan

klien.

3.    Berikan papan penyangga kaki,

gulungan trokanter/tangan sesuai

indikasi.

4.    Bantu dan dorong perawatan diri

(kebersihan/eliminasi) sesuai keadaan

klien.

5.    Ubah posisi secara periodik sesuai

keadaan klien.

6.    Dorong/pertahankan asupan cairan

2000-3000 ml/hari.

7.    Berikan diet TKTP.

8.    Kolaborasi pelaksanaan fisioterapi

sesuai indikasi.

Meningkatkan sirkulasi darah

muskuloskeletal, mempertahankan

tonus otot, mempertahakan gerak sendi,

mencegah kontraktur/atrofi dan

mencegah reabsorbsi kalsium karena

imobilisasi.

Mempertahankan posis fungsional

ekstremitas.

Meningkatkan kemandirian klien dalam

perawatan diri sesuai kondisi

keterbatasan klien.

Menurunkan insiden komplikasi kulit

dan pernapasan (dekubitus, atelektasis,

penumonia)

Mempertahankan hidrasi adekuat, men-

cegah komplikasi urinarius dan

konstipasi.

Kalori dan protein yang cukup

diperlukan untuk proses penyembuhan

dan mem-pertahankan fungsi fisiologis

tubuh.

Page 22: askep fraktur

9.    Evaluasi kemampuan mobilisasi

klien dan program imobilisasi.

Kerjasama dengan fisioterapis perlu

untuk menyusun program aktivitas fisik

secara individual.

Menilai perkembangan masalah klien.

6.       Gangguan integritas kulit b/d fraktur terbuka, pemasangan traksi (pen,

kawat, sekrup)

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1.    Pertahankan tempat tidur yang

nyaman dan aman (kering, bersih, alat

tenun kencang, bantalan bawah siku,

tumit).

2.    Masase kulit terutama daerah

penonjolan tulang dan area distal

bebat/gips.

3.    Lindungi kulit dan gips pada daerah

perianal

4.    Observasi keadaan kulit, penekanan

gips/bebat terhadap kulit, insersi

pen/traksi.

Menurunkan risiko kerusakan/abrasi

kulit yang lebih luas.

Meningkatkan sirkulasi perifer dan

meningkatkan kelemasan kulit dan otot

terhadap tekanan yang relatif konstan

pada imobilisasi.

Mencegah gangguan integritas kulit dan

jaringan akibat kontaminasi fekal.

Menilai perkembangan masalah klien.

Page 23: askep fraktur

7.      Risiko infeksi b/d ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit,

taruma jaringan lunak, prosedur invasif/traksi tulang)

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1.    Lakukan perawatan pen steril dan

perawatan luka sesuai protokol

2.    Ajarkan klien untuk

mempertahankan sterilitas insersi pen.

3.    Kolaborasi pemberian antibiotika

dan toksoid tetanus sesuai indikasi.

4.    Analisa hasil pemeriksaan

laboratorium (Hitung darah lengkap,

LED, Kultur dan sensitivitas

luka/serum/tulang)

Observasi tanda-tanda vital dan 

tanda-tanda peradangan lokal pada

luka.

Mencegah infeksi sekunderdan

mempercepat penyembuhan luka.

Meminimalkan kontaminasi.

Antibiotika spektrum luas atau spesifik

dapat digunakan secara profilaksis,

mencegah atau mengatasi infeksi.

Toksoid tetanus untuk mencegah infeksi

tetanus.

Leukositosis biasanya terjadi pada

proses infeksi, anemia dan peningkatan

LED dapat terjadi pada osteomielitis.

Kultur untuk mengidentifikasi

organisme penyebab infeksi.

Mengevaluasi perkembangan masalah

klien.

Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan b/d kurang

terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi, keterbatasan kognitif, kurang

akurat/lengkapnya informasi yang ada.

Page 24: askep fraktur

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

Kaji kesiapan klien mengikuti

program pembelajaran.

Diskusikan metode mobilitas dan

ambulasi sesuai program terapi fisik.

Ajarkan tanda/gejala klinis yang

memerluka evaluasi medik (nyeri

berat, demam, perubahan sensasi kulit

distal cedera)

Persiapkan klien untuk mengikuti

terapi pembedahan bila diperlukan.

Efektivitas proses pemeblajaran

dipengaruhi oleh kesiapan fisik dan

mental klien untuk mengikuti program

pembelajaran.

Meningkatkan partisipasi dan

kemandirian klien dalam perencanaan

dan pelaksanaan program terapi fisik.

Meningkatkan kewaspadaan klien untuk

mengenali tanda/gejala dini yang

memerulukan intervensi lebih lanjut.

Upaya pembedahan mungkin diperlukan

untuk mengatasi maslaha sesuai kondisi

klien.

Page 25: askep fraktur

C.Evaluasi

Evaluasi adalah stadium pada proses keperawatan dimana taraf keberhasilan dalam

pencapaian tujuan keperawatan dinilai dan kebutuhan untuk memodifikasi tujuan atau

intervensi keperawatan ditetapkan (Brooker, 2001).

Evaluasi yang diharapkan pada pasien dengan post operasi fraktur adalah :

1. Nyeri dapat berkurang atau hilang setelah dilakukan tindakan keperawatan.

2. Pasien memiliki cukup energi untuk beraktivitas.

3. Mencapai penyembuhan luka pada waktu yang sesuai

4. Pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal.

5. Infeksi tidak terjadi / terkontrol

6. Pasien mengutarakan pemahaman tentang kondisi, efek prosedur dan proses

pengobatan.

.

Page 26: askep fraktur

Daftar Pustaka

1. Black, Joyce M. 1993. Medical Surgical Nursing. W.B Sainders Company :

Philadelpia

2. Boedihartono, 1994, Proses Keperawatan di Rumah Sakit. EGC : Jakarta.

3. Brooker, Christine. 2001. Kamus Saku Keperawatan. EGC : Jakarta.

4. Brunner dan Suddarth, 2002, Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 3, EGC, Jakarta

5. Doenges, Marilyn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3. EGC : Jakarta.

6. E. Oerswari 1989, Bedah dan Perawatannya, PT Gramedia. Jakarta

7. Nasrul, Effendi. 1995. Pengantar Proses Keperawatan. EGC. Jakarta.

8. Sjamsuhidajat, R. dan Wim de Jong. 1998. Buku Ajar Imu Bedah, Edisi revisi. EGC :

Jakarta

9. Wilkinson, Judith M. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan, edisi 7. EGC :

Jakarta.

10. Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah dari Brunner &

Suddarth, Edisi 8. EGC : Jakarta.

11. FKUI. 1995. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Binarupa Aksara : Jakarta

12. http://asuhan-keperawatan-patriani.blogspot.com/