anestesi baru

Embed Size (px)

Citation preview

BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Sejak 1980, banyak kemajuan yang terjadi dalam bidang bedah urologi. Lithotripsy dan operasi endoskopi telah digantikan dengan prosedur operasi terbuka untuk pengobatan batu saluran kemih. Keuntungan operasi ini telah membuat ahli anestesi berhadapan dengan berbagai tantangan. Sebagai contoh, operasi invasif minimal membuat pasien terlalu lemah keadaannya dapat menjalani operasi terbuka.(1) Anestesi pada saat ini jauh lebih aman dan menyenangkan bagi pasien. Faktor yang mempengaruhi kemajuan tersebut adalah mulai dimengertinya fisiologi dan farmakologi dengan baik, sehingga persiapan peoperatif dan persiapan pasien dan pengawasan pasien yang dianestesi dapat dilakukan dengan baik apalagi dengan tcrsedianya teknik anestesi yang baru seperti pemakaian relaksan otot, intubasi endotraken dan penggunaan obat-obat anestesi yang mudah menguap. Penggunaan anestesi ini akan sangat membantu ahli bedah dalam menangani operasi yang sulit dan dapat melakukan lebih banyak operasi.3 Urologi meliputi ginjal, ureter, uretra, buli-buli, prostat. Operasi pada daerah lower abdominalis termasuk bedah urologi sering menggunakan anestesi regional baik 1

spinal maupun epidural Tidak menutup kemungkinan juga menggunakan anestesi umum bila terdapat indikasi tertentu.(2) Ginjal terletak di dalam rongga retroperitoneal dengan pusat setinggi L2 tulang vertebra. Rasa sakit ginjal disampaikan balik oleh segmen T10-L1 saraf spinal oleh saraf simpatik. Inervasi simpatik di suplai oleh saraf preganglion dari T8-L1 sedangkan nervus vagus memperlengkapi inervasi parasimpatik ke ginjal.(3) Ureter juga merupakan struktur retroperitoneal dan mempunyai inervasi simpatik dan nociceptive projection ke saraf spinal yang nyaris sama yang ada didalam ginjal. Segmen spinal ini juga menyediakan inervasi somatic ke daerah lumbal, flank, area ilioinguinal, dan scrotum atau labia. Nyeri dari ginjal dan ureter berasal dari area itu. Saraf parasimpatik dari S2-4 saraf spinal mempersarafi ureter.(3) Kandung kemih terletak di ruang retropubis dan menerima persarafan dari nervus simpatik yang berasal dari T11-L2, yang mana mengatarkan rasa sakit, sentuhan dan sensasi suhu, sedangkan sensasi kandung kemih ditransmisikan via saraf parasimpatik dari segmen S2-4. parasimpatik juga menyediakan kandung kemih dengan sebagian besar persarafan motorik.(4) Prostat, penile urethra, dan penis juga menerima serabut simpatik dan parasimpatik dari T11-L2 dan S2-4 segmen. Nervus pudenda menyuplai sensasi rasa sakit ke penis melalui dorsal penis. Persarafan sensorik dari skrotum 2

berasal dari nervus kutaneus, yang mana dirancang ke segmen lumbosakral, sedangkan sensasi testicular diantarkan ke bawah torakal dan atas segmen lumbal.(4) II. Tujuan Memberikan gambaran tentang persiapan dan teknik anestesi pada bedah urologi, obat-obatan yang digunakan maupun risiko komplikasi yang mungkin dapat terjadi pada saat operasi berlangsung.

3

BAB II PEMBAHASAN 1. Definisi Anestesi dalam Bedah Urologi Anestesi dalam bedah urologi merupakan suatu teknik anestesi yang digunakan pada operasi urologi guna menghasilkan efek sedasi, analgetik dan relaksasi pada saat berlangsungnya operasi.(1) Bedah urologi yang biasanya dilakukan seperti nephrotectomi, vesikolithotomi, nephrolithotomi, prostaktektomi, ESWL (Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy), TUVP (Transurethral Vaporization of the Prostat). Penggunaan obat anestesi untuk setiap pembedahan urologi tentunya berbeda-beda. Pada pasien dengan kelainan ginjal yang berat, pemberian dosis obat anestesi harus dikurangi sebab fungsi ekskresi ginjal menurun. 2. Persiapan Anestesi dalam bedah urologi(1,5) A. Anamnesis 1. Identitas pasien 2. Keluhan dan tindakan operasi yang akan dihadapi 3. Riwayat penyakit yang sedang atau yang pernah diderita yang dapat menjadi penyulit anestesi,seperti alergi, DM, penyakit paru khronis, penyakit jantung, hipertensi, penyakit hati dan penyakit ginjal. 4

4. Riwayat obat-obatan yang meliputi alergi obat, intoleransi obat dan obat yang sedang digunakan dan dapat menimbulkan interaksi dengan obat anestesi. 5. Riwayat anestesi atau penyakit sebelumnya. 6. Riwayat kebiasaan sehari-hari yang dapat mempengaruhi dan muntah. 7. Riwayat keluarga yang menderita kelainan. 8. Riwayat berdasarkan sistem organ pasien. 9. Makanan yang terakhir dimakan (pasien puasa). B. Pemeriksaan fisik 1. Tinggi dan berat badan.Untuk memperkirakan dosis obat, terapi cairan, serta jumlah urin selama dan sesudah pembedahan. 2. Frekuensi nadi, tekanan darah, pola dan frekuensi pernapasan dan suhu tubuh. 3. Jalan napas (airway) untuk mengetahui adanya trismus, keadaan gigi geligi, gangguan fleksi ekstensi leher, deviasi trakhea, massa dan bruit. 4. Jantung untuk mengetahui kondisi jantung. 5. Paru untuk melihat adanya dispnu dan ronkhi 6. Abdomen untuk melihat adanya distensi, massa, ascites, hernia atau tanda regurgitasi. 5 tindakan anestesi, seperti merokok,minum alkohol,obat penenang,narkotik

7. Ekstermitas, terutama melihat perfusi distal, adanya jari tubuh, sianosis, dan infeksi kulit untuk melihat ditempat-tempat pungsi vena atau daerah blok saraf regional. 8. Punggung bila ditemukan adanya deformitas, memar, atau infeksi. 9. Neurologis, misalnya status mental, fungsi saraf kranial, kesadaran, dan fungsi sensori motorik. C. Pemeriksaan laboratorium 1. Rutin: Darah,(hemoglobin, leukosit, hitung jenis leukosit, gol darah, masa perdarahan, dan masa pembekuan), urin(protein,reduksi,dan sediment),foto diatas 40 tahun). 2. Khusus,dilakukan bila terdapat riwayat atau indikasi, seperti Elektrokardiografi, Spirometer, Bronkospirometri, fungsi hati dan fungsi. D. Persiapan hari operasi pada bedah urologi. 1. Pembersihan dan pengosongan saluran pencernaan untuk mencegah aspirasi isi lambung karena regurgitasi atau muntah.Pada operasi elektif pasien dewasa puasa 6-8 jam namun pada anak cukup 3-6 jam. dada (terutama untuk bedah

mayor),elektrokardiografi(untuk pasien berusia

6

2.

Gigi palsu,bulu mata palsu,cincin,gelang sehingga tidak mengganggu

dilepas,serta bahan kosmetik (lipstik,cat kuku) dibersihkan pemeriksaan. 3. 4. 5. Kandung kemih dikosongkan dan bila Saluran napas dibersihkan dari lendir. Pembuatan informed consent berupa izin perlu lakukan katerisasi

pembedahan secara tertulis dari pasien atau keluarga. 6. 7. 8. Pasien masuk kamar opersi menggunakan Pemeriksaan fisik dapat diulang diruang Pemberian obat premedikasi secara pakaian khusus (diberi tanda dan tabel). operasi. intramuskular atau oral dapat diberikan -1 jam sebelum dilakukan induksi anestesi atau beberapa menit bila diberikan secara intravena. E. Premedikasi (5) Morfin, hampir seluruhnya dimetabolisme dihepar menjadi bentuk inaktif yaitu glukoronida, yang diekstresikan lewat urin. Sehingga pemberian pada pasien dengan gagal ginjal terutama pada dosis analgesia tidak menyebabkan depresi yang 1. Analgetik narkotik

7

memanjang. Dosis yang digunakan adalah 0,1 0,2 mg/kgBB. Petidin, diberikan untuk menekan tekanan darah pernapasan serta merangsang otot polos. Dosis yang digunakan adalah 1-1,5 mg/kgBB diberikan IV. 2. Obat Penenang Midazolam, mempunyai awal dan lama kerja lebih pendek. belakangan lebih disukai dibanding diazepam. dosis yang digunakan untuk premedikasi adalah 0,2 mg/kgBB untuk anestesi regional. 3. Obat anti emetik Ondansetron, digunakan untuk pencegahan dan pengobatan mual dan muntah pasca bedah akibat kemoterapi. Dosis intravena 4 mg, diberikan tanpa diencerkan dalam 1-5 menit, jika perlu, dosis dapat diulang. 4. Obat Pelumpuh Otot. Obat ini berfungsi untuk menghambat transmisi neuromuskular sehingga menimbulkan kelumpuhan pada otot rangka. ada 2 golongan yaitu : Golongan Depolarisasi. menit dengan lama kerja 3-5 menit. dosis intubasi 11,5 mg/kgBB IV. Golongan Non Depolarisasi. 8 a) Suksametonium ( Suksinil Kolin ), mula kerja 1-2

a) Trakurium ( Atracurium Besilat ), keunggulannya adalah metabolisme terjadi di dalam darah, tidak tergantung pada fungsi hati dan ginjal, tidak mempunyai efek akumulasi pada pemberian berulang. mula dan kerja obat tergantung dosis yang diberikan. dosis intubasi yang diberikan adalah 0,5-0,6 mg/kgBB IV, dosis relaksasi otot 0,5-0,6 mg/kgBB. Dosis rumatan adalah 0,1-0,2 mg/kgBB. Antagonis Pelumpuh Otot Non Depolarisasi a) Prostigmin ( Neostigmin Metilsulfat ), merupakan antikolesterase yang dapat mencegah hidrolisis dan menimbulkan akumulasi asetilkolin. Dosis 0,5 mg bertahap sampai 5 mg, biasa diberi bersama atropin dosis 1-1,5 mg. F. Obat Induksi Bupivacain, anestetik golongan amida dengan blok digunakan larutan 0,25-0,50 % mula kerja lambat dan masa kerja panjang. untuk anestesi sedangkan untuk anestesi spinal dipakai larutan 0,5 %. Untuk anestesi spinal, dosis yang digunakan adalah 7-15 mg (larutan 0,75%). Ketamin, merupakan golongan rapid acting general anesthetic.kontraindikasi nonbarbiturat

cerebro vaskular disease, Decompensatio Cordis,

9

gangguan jiwa. dosis induksi adalah 1-4 mg/kgBB IV dengan dosis rata-rata 2 mg/kgBB. Propofol ( diprivan, recofol ), dosis yang digunakan untuk induksi dengan bolus adalah 2-2,5 mg/kgBB, G. Terapi Cairan perioperatif Puasa dapat menyebabkan pasien menjadi dehidrasi terutama pasien orang tua. Resusitasi cairan yang tepat diberikan pada pasien dengan tanda-tanda dehidrasi untuk menghindarkan hipotensi pada induksi anestesi. Selain itu penggantian cairan untuk mengkompensasi puasa preoperasi harus diberikan sebelum pembedahan. Pada pemeliharaan cairan selama operasi, kehilangan cairan karena penguapan, pembukaan abdomen, ( 10-30 mL/kg/jam ) harus diperhitungkan. Dapat terjadi kehilangan darah, dan perdarahan dapat juga terjadi sehingga kebutuhan cairan selama operasi menjadi tinggi. Kristaloid dipakai untuk pemeliharaan. Cairan yang mengandung potasium dihindari pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal. Koloid dan PRC diberikan bila terjadi perdarahan. Pasien dapat mengalami anemia sebelum operasi sehingga mereka dapat mentoleransi kehilangan darah yang sedikit daripada pada pasien dengan kadar hemoglobin yang tinggi. Produk darah lainnya seperti fresh frozen plasma, cryopresipitat dan platelet dapat diperlukan pada kehilangan darah yang masif. 10

Keluaran urin dapat menurun selama pembedahan, parameter ini dapat dipakai untuk menilai penggantian cairan. Keluaran urin post operasi sekitar 0,5-1 ml/ kgBB/ Jam pada fungsi ginjal normal. Pasien dengan gangguan fungsi ginjal mempunyai masalah dengan keseimbangan cairan. Pasien anuria hanya kehilangan dan pemeliharaan yang digantikan cairannya, dialisis digunakan pada post operasi jika terdapat elemen cairan yang belebihan. Anestesi dalam bedah urologi

Sistouretroskopi dan Prosedural Ureteral (1,3)Sistourethroscopy biasa digunakan untuk memeriksa dan mengobati penyakit traktus urinarius bagian bawah. Di masa yang lalu, sistourethroscopy dilakukan dengan endoskopi yang kaku, dan dibutuhkan anestesi regional atau anestesi umum demi kenyamanan pasien. Pada masa kini, telah digunakan endoskopi yang lentur dan mengikuti sudut anatomis sehingga pasien dapat merasa lebih nyaman. Untuk melakukan sistokopik, digunakan 5-10 ml anestesi jelly sebagai pelumas (2% lidocaine hydrochloride jelly). Teknik lokal anestesi ini memberikan anestesi yang adekuat pada pasien yang mengalami sistoskopi sederhana.Untuk prosedur yang lebih lama, teknik pemberian obat sedasi dengan memanfaatkan anxyolitik, dan berbagai variasi telah obat hipnotik-sedatif, memberikan analgesik terbukti

kenyamanan bagi pasien dan kondisi pasien dengan proses 11

penyembuhan yang sangat cepat. Bila diperlukan anestesi umum untuk sistoskopi atau prosedur uretral, laryngeal mask airways merupakan alternatif yang lebih baik dibandingkan traditional face mask. Ureteroskopi merupakan perluasan dari teknik sistoskopi, dan biasanya dibutuhkan dilatasi dari orifisium uretra dan ureter intramural, seringkali membutuhkan anestesi regional atau anestesi umum.

Teknik anestesi pada TURP (1)Anestesi regional sudah sejak lama dipertimbangkan sebagai teknik anestesi pilihan pada TURP. Teknik anestesi ini memungkinkan pasien untuk tetap terbangun, yang memungkinkan diagnosis awal dari sindrom TUR atau ekstravasasi dari irigasi cairan. Beberapa studi memperlihatkan penurunan hilangnya darah ketika prosedur TURP dilakukan dengan menggunakan anestesi regional dan anestesi umum. Penggunaan dari anestesi regional jangka panjang, dibandingkan dengan anestesi umum, pada pasien yang mengalami TURP dihubungkan dengan kontrol nyeri dan penurunan kebutuhan penyembuhan nyeri postoperatif. Bowman dkk menemukan bahwa hanya 15 % dari pasien yang mendapatkan anestesi spinal pada TURP membutuhkan pengobatan nyeri selain daripada acetaminophen tetapi kebutuhan analgesik meningkat empat kali lipat setelah anestesi umum. 12

Studi prospektif yang membandingkan efek dari anestesi umum versus anestesi spinal pada fungsi kognitif setelah TURP ditemukan penurunan yang signifikan pada status mental pada kedua kelompok pada 6 jam setelah pembedahan, tetapi tidak memiliki perbedaan pada fungsi mental postoperatif pada kapan saja pada 30 hari pertama setelah pembedahan. Ghoneim dkk juga menemukan tipe anestesi (regional versus umum) tidak mempengaruhi keadaan pasien yang mengalami prostatektomi, histerektomi, atau penggantian sendi. Morbiditas dan mortalitas pada pasien yang berusia lebih dari 90 tahun yang mengalami TURP tidak bergantung dari tipe anestesi yang digunakan. Sebuah studi dari kejadian iskemik miokardial perioperatif pada pasien yang mengalami pembedahan transuretral, ditentukan bahwa kedua insidens dan durasi dari iskemik miokardial meningkat mengikuti pembedahan TUR tetapi tidak memiliki perbedaan antara anestesi umum atau bahwa anestesi spinal. Studi ini kedua dan membuktikan penemuan-penemuan

disimpulkan bahwa adanya durasi yang singkat atas iskemik miokardial tidak berhubungan dengan efek samping pada pasien berusia lanjut yang mengalami prosedur TURP. Bila anestesi regional digunakan pada prosedur, tingkat dermatom anestesi T10 dibutuhkan untuk memblok nyeri dari saluran kemih dengan irigasi cairan. Bagaimanapun, tingkat S3 dilaporkan adekuat pada 25 % 13

pasien jika saluran kemih tidak diijinkan untuk terisi penuh. Anestesi spinal merupakan pilihan utama jika dibandingkan anestesi epidural karena tulang-tulang sakral tidak terblok sepenuhnya dengan teknik epidural. Anestesi lokal juga digunakan sebagai prosedural TURP pada pasien dengan kelenjar prostat stadium ringan hingga sedang. Teknik anestesi ini melibatkan infiltrasi dari 1-3 ml enceran anestesi lokal (0.25% bupivacaine, 1% lidocaine) ke dalam kandung kemih dan lobus lateral dari prostat untuk memblok pleksus saraf hipogastrik inferior kemudian dengan injeksi anestesi lokal transuretral ke dalam glandula di sekitar uretra prostatikus. Dengan tipe anestesi ini, dokter bedah dapat memindahkan sejumlah kecil dari jaringan prostat dengan ketidaknyamanan pasien yang seminimal mungkin. Meskipun penulis melaporkan bahwa teknik ini sulit dilaksanakan dalam skala besar, mereka meyakini bahwa teknik ini dapat berguna pada pasien dengan resiko tinggi yang tidak dapat ditoleransi dengan anestesi umum maupun spinal.

Reseksi transuretral pada tumor kandung kemih(4)Kanker kandung kemih merupakan keganasan urologi kedua yang paling sering ditemui dengan jumlah sekitar 50,000 kasus baru terdiagnosa. Tumor kandung kemih terjadi dengan perbandingan pria-wanita adalah 3:1. Meskipun penyebab dari tumor ini tidak diketahui, berbagai pola hidup 14

dan faktor lingkungan telah dapat dikaitkan dengan perkembangan kanker kandung kemih, seperti merokok, kopi, penggunaan pemanis buatan, penyinaran pelvis dan paparan karsinogen industri. Karsinoma sel transisional superfisial diperhitungkan sekitar 90% dari kanker kandung kemih, dan kebanyakan pasien mengalami prosedural endoskopi reseksi transuretral dari kandung kemih baik diagnosis dan pengobatan dari penyakit ini. Prosedural ini dapat dilakukan baik dengan anestesi regional maupun anestesi umum. Bila digunakan anestesi regional, tingkat anestesi pada T10 diperlukan untuk memblok nyeri yang berhubungan dengan distensi kandung kemih selama prosedural. Bagaimanapun, jika tumor kandung kemih berada dekat nervus obturatorius, anestesi umum dengan muscle relaxan merupakan teknik pilihan. Komplikasi selama reseksi transuretral kandung kemih(3) Perforasi kandung kemih telah dilaporkan selama pembedahan transuretral. Komplikasi ini dapat terjadi bila kandung kemih menggelembung pada stadium akhir dari prosedur, menyebabkan cairan pada kandung kemih diencerkan oleh reseksi. Perforasi dari kandung kemih memberi haril ekstravasasi intraperitoneal dari cairan yang digunakan untuk mengirigasi kandung kemih, menyebabkan pola irigasi abnormal irigasi yang mana cairan disuling ke dalam kandung kemih tetapi tidak pulih. Diagnosis klinis dari perforasi kandung kemih akan menjadi lebih sederhana bila 15

prosedural dilakukan di bawah anestesi regional. Pasien yang sadar memperlihatkan nyeri abdomen yang hebat dan tibatiba, dan sering dihubungkan dengan nyeri yang mengarah ke bahu. Gejala yang berhubungan termasuk pucat, berkeringat, rigiditas abdominal, mual, dan muntah. Bila diperkirakan terjadi ekstravasasi, Perforasi operasi kecil harus dilakukan minimal secepat mungkin. dengan kebocoran

intraperitoneal jarang menyebabkan perubahan hemodinamik dan biasanya dapat diatasi dengan drainase kateter dan diuretik. Eksplorasi terbuka dengan penutupan perforasi dianjurkan untuk pasien dengan gangguan pernafasan. Nervus obturatorius melewati dinding kandung kemih lateral, leher kandung kemih, dan uretra prostatikus lateral seperti melingkari pelvis. Stimulasi dari nervus obturator dengan elektrokauter selama pembedahan transuretral mungkin dapat menyebabkan otot paha berkontraksi hebat, yang mengarah kepada terjadinya perforasi kandung kemih. Anestesi spinal, anestesi umum dalam, dan perubahan baik frekuensi elektrokauter atau tempat dari elektroda inaktif yang menjadi inefektif memblok kontraksi otot. Bagaimanapun, reflek ini mungkin dapat dieliminasi baik dengan penggunaan muscle relaxan selama anestesi umum atau infiltrasi lokal anestesi dari nervus obturatorius sebagaimana melewati kanal obturator.

16

Percutaneous Renal Procedures(1)Percutaneous nephrostomy (PCN) adalah hal yang paling sering dibicarakan untuk diagnosa dan pengobatab dari segala macam masalah-masalah urologi, termasuk pertolongan pada obstruksi ginjal, pengangkatan batu, biopsi tumor dan penempatan stent ureteral. Selama prosedur PCN, jarum dimasukkan ke dalam ginjal dibawah tuntunan fluoroskopik. Setelah jarum dimasukkan dengan tepat, kawat penuntun dimasukkan melalui jarum, kemudian jarum diangkat. Kemudian kateter ditempatkan setelah kawat penuntun, dengan membuat sedasi saluran ke ginjal. Prosedur ini diperkenalkan pasien-pasien trauma dan anestesi lokal yang digunakan untuk analgetik. Bagaimanapun, jika pasien memerlukan saluran kateter ekstra, nephrostomy tract diperluas dengan plastik dilator melewati kawat penuntun. Perluasan dari nephrostomy tract dilakukan dengan mempertimbangkan ketidaknyamanan dan keperluan anestesi umum atau regional (spinal atau epidural). PCN melibatkan tempat dari endoskopi melalui nephrostomy tract. Percutaneus nephrolithotomy, sebuah prosedur untuk mengangkat kanalikuli ginjal yang terlalu besar untuk ditangani dengan lithotripsi, adalah salah satu dari prosedur

17

bedah dalam yang paling sering membutuhkan perluasan dari nephrotomy tract. Meskipun teknik bedah percutaneus adalah yang paling sedikit menginfasi dibandingkan dengan prosedur bedah terbuka, macam-macam komplikasi dapat terjadi sepanjang prosedur ini. Selama memasukkan pipa nephrostomy, trauma lien, hati, atau ginjal dapat berakibat kehilangan darah mendadak yang mengharuskan prosedural bedah terbuka darurat. Luka pada kolon telah dilaporkan jika kolon retrorenal melampaui sudut bawah dari ginjal. Masalah ini biasanya diatur oleh penempatan tabung kolostomi, namun kolostomi dapat diindikasikan jika pasien mempunyai tanda-tanda klinis dari peritonitis. Luka pada pleura dapat terjadi pada penempatan tabung nephrostomy saat akses dibuat di bawah iga ke-12 atau manipulasi ginjal pada posisi cephalad.

Laparoskopi urologi(4)Prosedural laparoskopi dilakukan dalam urologi termasuk kandung prosedur kemih, diagnostik pelvis untuk evaluasi testis undesenden, orchiopexy, varicocelectomy, penggantungan limfadenektomi, nephrectomi, nephroureterectomi, adrenalektomi, dan sistektomi. Prosedur laparoskopi urologi berbeda dengan laparoskopi konvensional pada beberapa hal. Banyak struktur dari sistem 18

genitourinari merupakan ekstraperitoneal (misalnya kandung kemih, ureter, glandula adrenal, dan ginjal), dan para urologis seringkali memilih insuflasi ekstraperitoneal selama pembedahan laparoskopi pada organ-organ ini. Beberapa penelitian menduga bahwa absorpsi CO2 lebih besar pada ekstraperitoneal dibandingkan dengan insuflasi intraperitoneal. Mullet dkk melaporkan bahwa laparoskopi pelvis limfadenektomi ekstraperitoneal menyebabkan 76% peningkatan pada eliminasi CO2, dimana diagnostik pelvis laparoskopi intraperitoneal dan laparoskopi kolesistektomi dihubungkan dengan peningkatan eliminasi CO2. Analisa retrospektif dari pasien yang mengalami laparoskopi ginjal dan pembedahan pelvis menyebutkan bahwa eliminasi CO2 meningkat sebanyak 135% ketika operasi dilakukan dengan ekstraperitoneal sedangkan 61% ketika digunakan intraperitoneal insufllasi. Peningkatan absorpsi dari CO2 selama teknik laparoskopi ekstraperitoneal memaksa para anestesiologis secara hati-hati memonitor dan mengatur ventilasi sesuai yang dibutuhkan untuk memelihara normocarbia. Waktu insuflasi yang diperpanjang selama prosedur ini meningkatkan kandungan CO2 yang diabsorbsi dan mengharuskan penggunaan anestesi umum untuk memberikan kenyamanan pada pasien. Terjadinya oliguria pada pembedahan laparoskopi mungkin disebabkan karena peningkatan kadar stress hormon, seperti ADH. Karena 19

oliguria intraoperatif sering ditangani dengan pemberian cairan, dan sangat penting bagi seorang anestesiologis untuk berhati-hati terhadap adanya oliguria selama prosedur laparoskopi yang diperpanjang mungkin tidak memberi gambaran bila terjadi kehabisan volume intravaskular.

20

BAB III RINGKASAN Anestesi dalam bedah urologi yang telah diuraikan diatas merupakan suatu teknik anestesi yang digunakan pada operasi urologi guna menghasilkan efek sedasi, analgetik dan relaksasi pada saat berlangsungnya operasi.(1) Persiapan yang dilakukan sebelum menghadapi bedah urologi,meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. (1,5) Adapun, berbagai obat premedikasi yang digunakan sebelum menghadapi pembedahan urologi yaitu (1,5): 1. Analgetik Narkotik Morfin, pemberian pada pasien dengan gagal ginjal terutama pada dosis analgesia tidak menyebabkan depresi yang memanjang. Dosis yang digunakan adalah 0,1 0,2 mg/kgBB. Pethidin, diberikan untuk menekan tekanan darah pernapasan serta merangsang otot polos. Dosis yang digunakan adalah 1-1,5 mg/kgBB diberikan IV. 2. Obat Penenang - Midazolam, dosis yang digunakan untuk premedikasi adalah 0,2 mg/kgBB untuk anestesi regional. 3. Obat anti emetik - Ondansetron. Dosis intravena 4 mg, diberikan tanpa diencerkan dalam 1-5 menit. 21

4. Obat Pelumpuh Otot, terdiri dari 2 golongan, yaitu : - Golongan Depolarisasi. a) Suksametonium ( Suksinil Kolin ), mula kerja 1-2 menit dengan lama kerja 3-5 menit. dosis intubasi 11,5 mg/kgBB IV. - Golongan Non Depolarisasi. a) Trakurium ( Atracurium Besilat ), dosis intubasi yang diberikan adalah 0,5-0,6 mg/kgBB IV, dosis relaksasi otot 0,5-0,6 mg/kgBB. Dosis rumatan adalah 0,1-0,2 mg/kgBB. - Antagonis Pelumpuh Otot Non Depolarisasi a) Prostigmin ( Neostigmin Metilsulfat ), dosis 0,5 mg bertahap sampai 5 mg, biasa diberi bersama atropin dosis 1-1,5 mg. Obat induksi yang digunakan dalam bedah urologi, meliputi : Bupivacain, untuk anestesi spinal, dosis yang Ketamin, dosis induksi adalah 1-4 mg/kgBB Propofol ( diprivan, recofol ), dosis yang digunakan adalah 7-15 mg (larutan 0,75%). IV dengan dosis rata-rata 2 mg/kgBB. digunakan untuk induksi dengan bolus adalah 2-2,5 mg/kgBB.

22

Pada pemeliharaan cairan selama operasi, kehilangan cairan karena penguapan, pembukaan abdomen, ( 10-30 mL/kg/jam ) harus diperhitungkan. Dapat terjadi kehilangan darah, dan perdarahan dapat juga terjadi sehingga kebutuhan cairan selama operasi menjadi tinggi. Kristaloid dipakai untuk pemeliharaan. Cairan yang mengandung potasium dihindari pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal. Koloid dan PRC diberikan bila terjadi perdarahan. Keluaran urin post operasi sekitar 0,5-1 ml/ kgBB/ Jam pada fungsi ginjal normal. Pasien dengan gangguan fungsi ginjal mempunyai masalah dengan keseimbangan cairan. Pasien anuria hanya kehilangan dan pemeliharaan yang digantikan cairannya, dialisis digunakan pada post operasi jika terdapat elemen cairan yang belebihan. Saran Pada bedah urologi, sebelum dilakukan operasi sebaiknya dilakukan pemeriksaan fungsi terhadap organ yang berkaitan, berhubungan dengan anestesi yang akan dilakukan, sehingga dapat dipilih dan diberikan obat anestesi yang tidak mengganggu sistem organ tersebut.

23

DAFTAR PUSTAKA 1. Monk, Terri.G and B. Craig Weldon. The Renal System And Anesthesia For Urologic Surgery, chapter 36, page 42 in Clinical Anesthesia. Edition 4. Lippincott Williams & Wilkin Publishers. 2001. 2. Triyono, Bambang. Protap. Juli edur-tetap-anestesi/. 3. Ansell JS, Gee WF: Diseases of the kidney and ureter. In Bonica JJ [ed]: The Management of Pain, p 1233. Philadelphia, Lea & Febiger, 1990.) 4. Gee WF, Ansell JS: Pelvic and peritoneal pain of urologic origin. In Bonica JJ [ed]: The Management of Pain, p 1369. Philadelphia, Lea & Febiger, 1990.) 5. Mansjoer, Arif, dkk. Ilmu Anestesi, halaman 241-279. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi ketiga. Jilid II. Jakarta : Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2000. 6. Omoigui, Sota. Obat-obatan Anestesi, halaman 268-269, halaman 28-34, halaman 310-313. Setio Melfiawati. Buku Saku Obat-Obatan Anestesi, edisi II. ECG. Jakarta.1997. 7. Anestesi pada pasien ambulatory. September 2007. Available at: http://medlinux.blogspot.com/2007/09/ anestesi-pada-pasien-ambulatory.html 2008. Available at: http://alamanda.blogdetik.com/index.php/2008/07/06/pros

24

8. Laksono, Baksoro Tri, dkk. Sindroma Tur. November 2008. Available at: http://biomedikamataram.wordpress .com/ 2008/11/07/sindroma-tur/. 9. Hart, E. M, Anaesthesia for Renal Surgery, University hospitals of Leicester NHS trust, UK. 2006. Available at: http://www.anaesthesiauk.com/ 10. Leslie SW. Transurethral Resection of the Prostate. 2006. Available 3071.htm. at: http://www.emedicine.com/MED/topic

25