21
Terjemahan Jurnal ANALISIS RETROSPEKTIF DARI PENGARUH SALPINGEKTOMI PADA LEVEL HORMON ANTI-MULLERIAN SERUM DAN CADANGAN OVARIUM Presentan : dr. Oktoria Indra P. Counterpart : dr. BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO

Analisis Retrospektif Dari Pengaruh Salpingektomi Pada Level AMH

Embed Size (px)

DESCRIPTION

obstetri ginekologi, fertilitas, endokrinologi

Citation preview

Page 1: Analisis Retrospektif Dari Pengaruh Salpingektomi Pada Level AMH

Terjemahan Jurnal

ANALISIS RETROSPEKTIF DARI PENGARUH SALPINGEKTOMI

PADA LEVEL HORMON ANTI-MULLERIAN SERUM

DAN CADANGAN OVARIUM

Presentan :

dr. Oktoria Indra P.

Counterpart :

dr.

BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO

RSUP DOKTER KARIADI

SEMARANG

2015

Page 2: Analisis Retrospektif Dari Pengaruh Salpingektomi Pada Level AMH

Analisis Retrospektif Dari Pengaruh Salpingektomi

Pada Level Hormon Anti-Mullerian Serum Dan Cadangan Ovarium

Tujuan: Untuk menentukan apakah riwayat salpingektomi sebelumnya ber-

hubungan dengan level hormon antiMullerian (AMH) serum dan cadangan

ovarium pada wanita di bawah 40 tahun yang datang untuk fertilisasi in vitro dan

transfer embrio.

Desain Studi: Kami secara retrospektif membandingkan AMH serum yang diukur

pada hari inisiasi induksi ovulasi pada pasien dengan salpingektomi unilateral,

salpingektomi bilateral, dan tanpa operasi tuba, dan menguji hubungan dengan

lamanya waktu setelah operasi dan parameter fertilisasi in vitro dan transfer

embrio.

Hasil: Sebanyak 198 wanita diikutsertakan; 83 menerima salpingektomi uni-

lateral, 41 salpingektomi bilateral, dan 74 tanpa operasi tuba. Karakteristik dasar

antarkelompok serupa. Level AMH rata-rata secara signifikan lebih tinggi pada

wanita tanpa operasi tuba dibandingkan dengan mereka yang menjalani

salpingektomi bilateral (183,48 vs 127,11 fmol/mL; P≤0,037). Level FSH rata-

rata secara signifikan lebih rendah pada wanita tanpa operasi dibandingkan

dengan mereka dengan salpingektomi bilateral (7.85 vs 9.13 mIU/mL; P =

0,048). Tidak ada perbedaan yang signifikan dalam durasi terapi gonadotropin,

jumlah gonadotropin yang digunakan, level estradiol pada hari injeksi human

chorionic gonadotropin, ketebalan endometrium, jumlah oosit yang diperoleh,

jumlah 2-pronukleus, embrio yang viabel, dan embrio berkualitas baik yang

ditemukan antara 3 kelompok. Level AMH tidak berkorelasi dengan jumlah oosit

atau usia pada wanita yang telah menjalani salpingektomi unilateral atau bilateral.

Kesimpulan: Salpingektomi dikaitkan dengan penurunan level AMH dan

peningkatan FSH pada wanita yang menjalani fertilisasi in vitro, meskipun level

AMH tidak berkorelasi dengan jumlah oosit yang diambil pada pasien yang telah

mengalami salpingektomi unilateral atau bilateral. Hasil ini menunjukkan bahwa

salpingektomi dikaitkan dengan cadangan ovarium yang menurun.

Page 3: Analisis Retrospektif Dari Pengaruh Salpingektomi Pada Level AMH

Kata kunci: AMH, hormon anti-Mullerian, IVF-ET, cadangan ovarium,

salpingektomi

PENDAHULUAN

Tekah diketahui bahwa penghilangan hidrosalping dapat meningkatkan tingkat

implantasi fertilisasi in vitro dan transfer embrio (IVF-ET). Namun, apakah

salpingektomi mempengaruhi cadangan ovarium masih belum jelas, dengan

beberapa studi menunjukkan bahwa salpingektomi menurunkan cadangan

ovarium, dan penelitian lain yang menunjukkan bahwa salpingektomi tidak

memiliki efek pada cadangan ovarium. Berbagai penelitian, bagaimanapun, telah

menggunakan pengukuran cadangan ovarium yang berbeda termasuk durasi

stimulasi gonadotropin, jumlah gonadotropin yang digunakan, jumlah folikel,

jumlah oosit yang diambil, tingkat pembuahan, tingkat implantasi, angka

kehamilan klinis, angka kelahiran hidup, dan level hormon anti-Mullerian (AMH).

AMH adalah glikoprotein dimer yang disekresi terutama oleh granulosit dari

folikel preantral dan folikel antral kecil. Level AMH relatif konstan sepanjang

siklus menstruasi, berkorelasi dengan jumlah folikel dan cadangan ovarium, dan

dapat memprediksi respon berlebih dan kurang respon dari stimulasi ovarium

terkontrol. Untuk alasan ini, level AMH dapat digunakan untuk mengevaluasi

perubahan dalam cadangan ovarium setelah salpingektomi.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan apakah riwayat

salpingektomi sebelumnya dikaitkan dengan level AMH serum dan cadangan

ovarium pada wanita di bawah usia 40 tahun yang datang untuk IVF-ET.

PASIEN DAN METODE

Pasien

Pasien IVF-ET yang mengunjungi Shangha Ji Ai Genetics and IVF Institute and

the Obstetrics and Gynecology Hospital of Fudan University antara bulan Oktober

2012 dan Mei 2013 memenuhi syarat untuk dimasukkan dalam penelitian ini.

Kriteria inklusi adalah usia <40 tahun, siklus menstruasi yang teratur, dan tidak

ada riwayat operasi ovarium. Wanita dengan sindrom ovarium polikistik,

Page 4: Analisis Retrospektif Dari Pengaruh Salpingektomi Pada Level AMH

disfungsi ovulasi, dan endometriosis dikeluarkan dari analisis. Subyek di-

alokasikan ke salah satu dari tiga kelompok sesuai dengan riwayat operasi tuba

pra-IVF mereka: salpingektomi unilateral, salpingektomi bilateral, atau tanpa

operasi tuba. Dewan peninjau institusional menyetujui studi retrospektif ini.

Pengukuran kadar hormon

Sampel darah 10 mL diambil pada hari ketiga menstruasi (hari inisiasi IVF-ET).

Sampel disentrifugasi selama 5 menit, dan serum supernatan dikumpulkan dan

disimpan pada suhu -20°C. Sebelum pengujian, sampel dicairkan dan divortex.

Level estradiol (E2), progesteron, luteinizing hormone, dan follicle stimulating

hormone (FSH) diukur dengan Beckman Acoulter Access automated

chemiluminescence immunoassay analyzer dengan kit reagen dari Beckman

(BeckmaneCoulter Inc, Brea, CA). Pengujian dilakukan sesuai dengan instruksi

produsen. Level AMH diukur dengan enzim linked immunosorbent assay

menggunakan Bio-Rad iMark microplate absorbance reader dengan kit reagen

dari Bio-Rad (Bio-Rad Laboratories Inc, Hercules, CA). Per produsen, variabilitas

koefisien interassay adalah ≤10%, dan variabilitas koefisien intraassay adalah

≤15%.

Penentuan jumlah folikel antral

Pada hari ketiga menstruasi (hari inisiasi IVF-ET), sonografi transvaginal

dilakukan untuk mengevaluasi status uterus dan ovarium, mengukur ukuran

ovarium, dan menentukan jumlah folikel antral (AFC). Mesin ultrasonografi

Philips HDII (Philips, Amsterdam, Belanda) digunakan pada probe frekuensi 3W7

MHz.

Induksi ovulasi dan protokol IVF

Protokol hiperstimulasi ovarium terkontrol pendek

Triptorelin 0,1 mg subkutan harian diberikan dari hari ketiga menstruasi sampai

hari injeksi human chorionic gonadotropin (hCG). Gonadotropin 75-300 IU/hari

Page 5: Analisis Retrospektif Dari Pengaruh Salpingektomi Pada Level AMH

dengan injeksi dimulai pada hari keempat, dan disesuaikan dengan hasil

ultrasonografi dan level serum E2.

Protokol stimulasi ovarium minimal

Clomiphene 50-100 mg oral diberikan dari hari ketiga menstruasi sampai hari

injeksi hCG. Human menopausal gonadotropin 75-150 IU harian melalui injeksi

diberikan dimulai pada hari kelima clomiphene. Ketika 1 folikel dominan

mencapai diameter 18 mm, atau 2 folikel mencapai 16 mm, injeksi hCG 3000-

10000 IU intramuskular diberikan. Oosit diambil di bawah panduan ultrasonografi

transvaginal 34-36 jam setelah injeksi hCG.

IVF

Sperma berkualitas dipilih untuk IVF/injeksi sperma intrasitoplasmik. Delapan

belas jam setelah pembuahan, oosit diamati untuk mengkonfirmasi pembentukan

pronukleus. Setelah 3 hari kultur, embrio diamati dan dinilai di bawah mikroskop.

Evaluasi kualitas embrio

Embrio kelas I-III dianggap viabel. Embrio berkualitas baik didefinisikan sebagai

memiliki level pembelahan normal, blastomer berukuran normal, dan fragmen

<10%.

Analisis Statistik

Variabel kontinyu disajikan sebagai rata-rata dan standar deviasi (SD). Variabel

kategorikal disajikan sebagai jumlah dan persentase. Analisis varian satu arah

dengan pengujian Bonferroni post hoc dilakukan untuk membandingkan

perbedaan antara wanita dengan salpingektomi unilateral, dengan salpingektomi

bilateral, dan tanpa operasi sehubungan dengan karakteristik awal dan faktor yang

berhubungan dengan terapi. Karena variabel terdistribusi secara normal, koefisien

korelasi Pearson (r) dilakukan untuk mengetahui hubungan linear antara AMH vs

waktu setelah operasi, jumlah oosit, dan usia pada wanita dengan salpingektomi

unilateral dan salpingektomi bilateral. Nilai P 2-sided <.05 dianggap

menunjukkan signifikansi statistik. Semua analisis statistik dilakukan dengan

SPSS 17,0 statistik software (SPSS Inc, Chicago, IL).

Page 6: Analisis Retrospektif Dari Pengaruh Salpingektomi Pada Level AMH

HASIL

Karakteristik pasien

Sebanyak 198 wanita dilibatkan dalam penelitian tersebut, dengan 83 pada

kelompok salpingektomi unilateral, 41 pada kelompok salpingektomi bilateral,

dan 74 pada kelompok yang tidak menjalani operasi tuba. Karakteristik pasien

menurut kelompok ditunjukkan pada Tabel 1. Tidak ada perbedaan usia, E2,

progesteron, luteinizing hormone, AFC, protokol stimulasi ovarium yang

digunakan, lamanya infertilitas sekunder, dan alasan infertilitas antara ketiga

kelompok (semua, P > .05). Level AMH rata-rata secara signifikan lebih tinggi

pada wanita tanpa operasi tuba dibandingkan dengan wanita dengan

salpingektomi bilateral (183,48 vs 127,11 fmol/mL, P< 0,037). Level FSH rata-

rata secara signifikan lebih rendah pada wanita tanpa operasi dibandingkan

dengan mereka dengan salpingektomi bilateral (7.85 vs 9.13 mIU/mL, P = 0,048).

Durasi rata-rata infertilitas primer secara signifikan lebih tinggi pada wanita tanpa

operasi dibandingkan dengan mereka yang menjalani salpingektomi unilateral dan

bilateral (3,6 vs 0,31 dan 0,82 tahun, P <.001). Alasan menjalani operasi secara

signifikan berbeda antara kelompok salpingektomi unilateral dan bilateral.

Persentase pasien dengan kehamilan ektopik lebih besar pada kelompok

salpingektomi unilateral, dan persentase pasien dengan hidrosalping lebih besar

pada kelompok salpingektomi bilateral (Tabel 1).

Perbandingan faktor terkait pengobatan antara tiga kelompok ditunjukkan

pada Tabel 2. Tidak ada perbedaan signifikan dalam durasi terapi gonadotropin,

jumlah gonadotropin yang digunakan, level E2 pada hari injeksi hCG, ketebalan

endometrium, jumlah oosit diambil, jumlah zigot 2-pronuclear (2PN), embrio

yang viabel, dan embrio berkualitas baik yang ditemukan antara ketiga kelompok

(semua, P> .05).

Hubungan antara level AMH dan waktu setelah operasi dan jumlah oosit

Korelasi antara level AMH dan waktu setelah operasi, jumlah oosit, dan usia

untuk wanita dengan salpingektomi unilateral ditunjukkan pada Gambar 1, dan

korelasi untuk wanita dengan salpingektomi bilateral ditunjukkan pada Gambar 2.

Page 7: Analisis Retrospektif Dari Pengaruh Salpingektomi Pada Level AMH

Untuk wanita dengan salpingektomi unilateral, hubungan linear yang signifikan

ditemukan antara level AMH dan waktu setelah operasi (r = 0,399, P <.001)

(Gambar 1, A). Tidak ada korelasi linear signifikan yang ditemukan antara AMH

dan jumlah oosit (r = 0,145, P = 0,192) dan usia (r = 0,141, P = 0,202) (Gambar 1,

B dan C, masing-masing). Untuk wanita dengan salpingektomi bilateral terdapat

korelasi linear signifikan yang ditemukan antara level AMH dan waktu setelah

operasi (r = -0.049, P = 0,760), jumlah oosit (r = 0.180, P = 0,260), dan usia (r = -

0,277 , P = 0,079) (Gambar 2, A, B, dan C, masing-masing). Korelasi linear

signifikan yang ditemukan antara AFC dan jumlah oosit pada wanita dengan

salpingektomi bilateral, tapi tidak dengan salpingektomi unilateral (bilateral: r =

0,348, P = 0,028; unilateral: r = 0,026, P = 0,815) (Lampiran; gambar tambahan 1

dan 2). Tidak ada korelasi linear signifikan yang ditemukan antara level AMH dan

AFC pada wanita dengan salpingektomi unilateral (r = -0,013, P = 0,904) atau

dengan salpingektomi bilateral (r = 0,274, P = 0,087) (gambar tambahan 3 dan 4).

Tidak ada korelasi linear yang signifikan ditemukan antara level AMH dan usia

pada semua wanita (r = -0.067, P = 0,352) (gambar tambahan 5). Korelasi linear

yang signifikan ditemukan antara level AMH dan usia pada wanita tanpa operasi

(r = -0,273, P = 0,019) (Tambahan Gambar 6).

KOMENTAR

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa level AMH lebih rendah dan FSH lebih

tinggi pada wanita yang menerima salpingektomi bilateral dibandingkan pada

mereka yang tidak menerima operasi tuba, walaupun AFC adalah serupa antara 3

kelompok. Pada pasien yang telah menerima salpingektomi unilateral, AMH

berkorelasi dengan waktu setelah operasi tapi tidak dengan usia atau jumlah oosit

yang diambil dan tidak ada hubungan antara AFC dan jumlah oosit yang diambil.

Pada pasien dengan riwayat salpingektomi bilateral sebelumnya, AMH tidak

berkorelasi dengan usia, waktu setelah operasi, atau jumlah oosit yang diambil,

meskipun AFC berkorelasi dengan jumlah oosit yang diambil. AMH dan AFC

tidak berkorelasi baik dalam kelompok salpingektomi unilateral atau bilateral, dan

AMH tidak berkorelasi dengan usia pada semua wanita, tetapi berkorelasi dengan

Page 8: Analisis Retrospektif Dari Pengaruh Salpingektomi Pada Level AMH

usia pada wanita yang tidak menerima operasi tuba. Tidak ada perbedaan yang

signifikan dalam durasi terapi gonadotropin, jumlah gonadotropin digunakan,

level E2 pada hari injeksi hCG, ketebalan endometrium, jumlah oosit yang

diambil, jumlah 2PN, embrio yang viabel, dan embrio berkualitas baik antara

pasien dengan salpingektomi unilateral atau bilateral atau mereka yang tidak

menjalani operasi tuba.

Tuba falopi merupakan komponen penting dari sistem reproduksi wanita.

Ovarium disuplai oleh arteri ovarium, tetapi juga oleh cabang asenden arteri

uteina di mesosalping tersebut. Beberapa penulis telah melaporkan bahwa

salpingektomi mengurangi suplai darah ovarium, dan karena itu dapat

mengganggu cadangan ovarium. Dalam penelitian kami sebelumnya, kami

membandingkan hasil hiperstimulasi ovarium terkontrol antara pasien sebelum

dan sesudah salpingektomi dan menemukan bahwa salpingektomi unilateral tak

banyak berpengaruh pada respon ovarium terhadap terapi hiperstimulasi,

meskipun salpingektomi bilateral dikaitkan dengan sensitivitas ovarium yang

berkurang untuk gonadotropin, peningkatan durasi terapi gonadotropin, dan

jumlah peningkatan gonadotropin yang digunakan. Dalam penelitian ini tidak ada

perbedaan yang signifikan secara statistik pada hari penggunaan gonadotropin,

jumlah gonadotropin yang digunakan, level E2 pada hari hCG, ketebalan

endometrium, dan jumlah 2PN, embrio yang viabel, dan kualitas embrio yang

baik antara pasien yang memiliki menerima salpingektomi unilateral atau bilateral

atau tidak menerima operasi tuba; Namun, ada kecenderungan bertingkat di antara

mereka. Lebih sedikit oosit yang diambil dari pasien yang telah menerima

salpingektomi bilateral dibandingkan dengan mereka yang tanpa operasi tuba.

Meskipun hasil ini dan penelitian kami sebelumnya tidak identik, mereka

menunjukkan kecenderungan yang sama.

Lin et al meneliti berturut-turut 288 siklus IVF-ET segar pada 251 wanita

yang telah menjalani baik salpingektomi laparoskopi atau sterilisasi tuba bilateral

sebelumnya, tuboplasti laparoskopi, atau oklusi tuba proksimal, dan dilaporkan

tidak ada perbedaan dalam setiap parameter respon ovarium antara kelompok

salpingektomi dan non-salpingektomi, dan level implantasi, level kehamilan

Page 9: Analisis Retrospektif Dari Pengaruh Salpingektomi Pada Level AMH

klinis, dan level kelahiran hidup yang sama. Selain itu, rata-rata jumlah folikel

dan oosit yang diambil ipsilateral ke sisi yang dioperasi dalam kelompok

salpingektomi mirip dengan yang dari ovarium yang tidak dioperasi. Penulis lain

juga telah melaporkan bahwa salpingektomi tidak mempengaruhi cadangan

ovarium atau respon ovarium untuk stimulasi gonadotropin. Di sisi lain, Lass et al

melaporkan bahwa pada pasien yang menjalani IVF-ET yang telah menerima

salpingektomi sebelumnya secara signifikan lebih sedikit folikel berkembang dan

lebih sedikit oosit yang diambil dari ovarium pada sisi yang dioperasi

dibandingkan dengan sisi yang tidak dioperasi. Bagaimanapun, tidak ada

perbedaan dalam jumlah folikel dan oosit yang diambil dari kedua ovarium,

karakteristik siklus, dan level kehamilan antara pasien yang memiliki

salpingektomi sebelumnya dan mereka dengan infertilitas yang tidak dapat

dijelaskan atau faktor laki-laki.

Kami percaya bahwa salpingektomi dapat mengganggu cadangan ovarium.

Karena salpingektomi mengganggu suplai darah ovarium dari cabang asenden

arteri uterus, ovarium kurang mendapat hormon hipofisis, nutrisi, dan obat-obatan

yang berhubungan dengan terapi IVF-ET. Akibatnya, sensitivitas ovarium untuk

gonadotropin yang berkurang menyebabkan outcome IVF-ET yang lebih buruk.

Studi sebelumnya secara langsung menilai dampak pada fungsi ovarium

salpingektomi dengan membandingkan hasil IVF-ET, dan inkonsistensi dalam

literatur mungkin karena banyak faktor variabel selama pengobatan IVF-ET dan

pendekatan salpingektomi yang berbeda.

Selain outcome IVF-ET, indikator cadangan ovarium lain yang umum

digunakan termasuk usia, kadar FSH basal, dan AFC; Namun, kemampuan

prediksi mereka dapat bervariasi. AMH adalah dimer glikoprotein dan mengubah

faktor pertumbuhan yang mengatur perekrutan dan pengembangan folikel. Level

AMH serum pada wanita premenopause relatif konstan, dan tidak berbeda dengan

fase yang berbeda dari siklus menstruasi. Selain itu, hanya kontrasepsi oral

memiliki dampak kecil pada level AMH serum. Oleh karena itu, level AMH, bila

dibandingkan dengan pengukuran tradisional, merupakan indikator cadangan

ovarium yang lebih unggul. Level AMH telah terbukti berkorelasi dengan jumlah

Page 10: Analisis Retrospektif Dari Pengaruh Salpingektomi Pada Level AMH

oosit yang diambil dan persentase oosit MII pada pasien yang menjalani IVFET.

Studi lain menunjukkan bahwa level AMH cairan folikel berkorelasi positif

dengan sensitivitas folikel terhadap FSH, dan telah dipercaya bahwa terdapat

hubungan antara kadar cairan folikel AMH dan kualitas embrio pada pasien

sindrom ovarium polikistik yang menjalani IVF-ET. Lin et al melaporkan bahwa

level AMH berkorelasi dengan kualitas embrio dan blastosis yang baik pada

pasien yang menjalani IVF-ET, dan level AMH cairan folikel berkorelasi dengan

kehamilan klinis dan level kelahiran hidup.

Dalam penelitian ini, pasien dalam 3 kelompok memiliki usia yang mirip,

dan dengan demikian kadar hormon basal dan AFC adalah sebanding. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa pada hari inisiasi induksi ovulasi, terjadi

penurunan bertahap dalam kadar AMH serum dari pasien tanpa operasi tuba

dibanding pasien dengan salpingektomi unilateral, dan dari pasien dengan

salpingektomi unilateral dibanding pasien dengan salpingektomi bilateral (P

<.05). AMH disekresi terutama oleh granulosit folikel preantral dan folikel antral

kecil. Dengan penurunan suplai darah ovarium setelah salpingektomi, perekrutan

dan pengembangan folikel terganggu, menyebabkan berkurangnya sekresi AMH

dari granulosit folikel. Fenomena ini dapat menjelaskan penyebab penurunan

AMH serum setelah salpingektomi. Pasien dengan salpingektomi bilateral

memiliki AFC lebih rendah dibandingkan tanpa operasi tuba, sedangkan tidak ada

perbedaan yang signifikan secara statistik di AFC antara pasien dengan

salpingektomi unilateral dan mereka tanpa operasi tuba. Selain itu, level FSH

lebih besar pada kelompok salpingektomi bilateral dibandingkan kelompok yang

tidak menerima operasi tuba. Secara keseluruhan, data ini menunjukkan bahwa

salpingektomi mempengaruhi cadangan ovarium.

Untuk menjelaskan apakah fungsi ovarium terjaga setelah salpingektomi

unilateral melalui kompensasi dari suplai darah arteri ovarium, kami melakukan

analisis korelasi antara durasi setelah salpingektomi unilateral dan level AMH,

dan analisis mengungkapkan level AMH berkorelasi dengan waktu setelah

operasi, tetapi tidak ada hubungan dengan umur dan jumlah oosit yang diambil.

Pada kelompok salpingektomi bilateral, tidak ada hubungan antara level AMH

Page 11: Analisis Retrospektif Dari Pengaruh Salpingektomi Pada Level AMH

dan waktu setelah operasi, usia, atau jumlah oosit diambil. Menariknya, Findley et

al membandingkan level AMH pada pasien yang menerima salpingektomi

bilateral atau tanpa salpingektomi pada saat histerektomi laparoskopi dengan

pelestarian ovarium dan tidak menemukan perbedaan dalam level AMH antara 2

kelompok pada 3 bulan pasca operasi, dan tidak ada penurunan level AMH dari

nilai dasar pada kedua kelompok. Studi mereka, seperti yang dinyatakan, hanya

memeriksa level AMH pada 3 bulan setelah operasi.

Studi yang membandingkan AMH dan AFC biasanya melihat korelasi

AMH dengan AFC dan dengan jumlah oosit yang diambil. Dalam penelitian ini,

AFC hanya berkorelasi dengan jumlah oosit yang diambil dalam kelompok

salpingektomi bilateral; tidak ada korelasi pada kelompok unilateral dan tidak ada

korelasi antara AMH dan jumlah oosit baik dalam kelompok unilateral atau

bilateral. Selain itu, terdapat hubungan yang signifikan antara level AMH dan usia

pada wanita yang tidak menerima operasi, tetapi tidak ada korelasi dengan usia

pada kelompok salpingektomi. Alasan untuk temuan ini sulit untuk ditentukan.

Dalam penelitian ini, AMH serum digunakan untuk analisis, bukan AMH cairan

folikel, yang mungkin mencerminkan status stimulasi AMH yang lebih langsung.

Ada juga beberapa laporan yang menunjukkan bahwa AMH mungkin tidak

berhubungan dengan jumlah oosit, dan kemungkinan alasan mungkin berkaitan

dengan jalur komunikasi dan efek yang kompleks dari hormon, dan interaksi

detail masih memerlukan studi lebih lanjut. Untuk mempertimbangkan apakah ini

mungkin disebabkan oleh penilaian pada populasi yang berbeda, kami meng-

analisis apakah level AMH, jumlah oosit, dan AFC berbeda sesuai dengan alasan

untuk operasi dan tidak menemukan perbedaan yang signifikan (data tidak

ditampilkan). Selain itu, perubahan dari AMH dengan penuaan mungkin berbeda

menurut latar belakang etnis.

Terdapat beberapa keterbatasan dalam penelitian ini yang harus

dipertimbangkan. Jumlah pasien relatif kecil, dan analisis post hoc kekuatan

menunjukkan bahwa kekuatanyang dihitung adalah <0.8, standar kecukupan,

untuk sebagian besar variabel. Level AMH sebelum salpingektomi tidak tersedia.

Kami tidak meneliti hasil IVF-ET lainnya seperti implantasi, kehamilan klinis,

Page 12: Analisis Retrospektif Dari Pengaruh Salpingektomi Pada Level AMH

dan level kelahiran hidup. Pasien yang memilih protokol induksi singkat di

institusi kami hampir semua berkeinginan untuk membekukan embrio dengan

implantasi beberapa tahun kemudian. Dengan demikian, data outcome kehamilan

tidak tersedia. Protokol induksi ovarium berbeda digunakan sehingga sulit untuk

mem-bandingkan variabel seperti dosis gonadotropin dan oosit yang diambil.

Namun, keduanya adalah protokol pendek dan diketahui memiliki efek yang

sama. Terakhir, usia rata-rata dari populasi studi tergolong rendah bila

dibandingkan dengan wanita di sebagian besar negara yang melakukan IVF. Di

institusi kami, banyak wanita memilih untuk menjalani induksi ovulasi dan IVF

dan pembekuan segera setelah operasi sehingga usia rata-rata pasien lebih rendah

dari yang biasanya terlihat dalam studi ini.

KESIMPULAN

Salpingektomi dikaitkan dengan penurunan level AMH dan peningkatan FSH

pada wanita yang menjalani IVF, meskipun level AMH tidak berkorelasi dengan

jumlah oosit diambil pada pasien yang telah mengalami salpingektomi unilateral

atau bilateral. Meskipun hasil menunjukkan asosiasi, mereka tidak harus

diinterpretasikan memiliki hubungan sebab-akibat.

Page 13: Analisis Retrospektif Dari Pengaruh Salpingektomi Pada Level AMH

Tabel 1. Karakteristik pasien

Karakteristik Salpingektomi Unilateral

(n=83)

Salpingektomi Bilateral

(n=41)

Tanpa operasi

(n=74)

Nilai P

Usia, tahun 33.02±4.66 33.58±3.95 33.8±4.67 .553AMH, (fmol/mL) 167.56±127.03 127.11±93.23 183.48±104.37 .037E2, pg/mL 38.3±14.91 41.41±16.59 36.49±16.77 .291Progesteron, nmol/L 0.52±0.29 0.55±0.33 0.54±0.32 .848LH, mIU/mL 4.06±1.56 3.94±1.75 4.26±2.09 .63FSH, 8.42±2.3 9.13±3.2 7.85±2.69 .048AFC, 10.7±3.62 9.58±3.73 11.22±4.16 .097BMI, kg/m2 21.63±2.46 21.1±2.85 21.43±2.83 .582Testosteron 38.5±13.42 32.55±9.86 37.42±18.02 .152Protokol .071

COH pendek 52 (62.65) 17 (41.46) 38 (51.35)Stimulasi ovarium minimal 31 (37.35) 24 (58.54) 36 (48.65)

Alasan operasi < .001Abses tuboovarian 1 (1.2) 1 (2.44)Kehamilan ektopik 79 (95.18) 24 (58.54)Hidrosalping 3 (3.61) 16 (39.02)

Infertilitas primer, tahun 0.31±1.13 0.82±1.96 3.6±4.15 < .001Infertilitas sekunder, tahun 2.8±2.81 3.23±3.24 2.36±3.32 .369Alasan infertilitas

Tidak diketahui 0 (0) 0 (0) 2 (2.7) .184Oligoasthenoteratospermia 41 (49.4) 15 (36.59) 28 (37.84) .239Oligoasthenoteratospermia berat 2 (2.41) 1 (2.44) 6 (8.11) .178Azoospermia obstruktif 2 (2.41) 0 (0) 4 (5.41) .245Kedua faktor pria dan wanita 28 (52.83) 15 (55.56) 26 (55.32) .959

Page 14: Analisis Retrospektif Dari Pengaruh Salpingektomi Pada Level AMH

Tabel 2. Faktor terkait pengobatan pasien

Variabel Salpingektomi Unilateral

(n=83)

Salpingektomi Bilateral

(n=41)

Tanpa operasi

(n=74)

Nilai P

Durasi terapi Gn, hari 9.6±1.76 9.39±2.12 9.78±1.62 .523Jumlah Gn (vial) 23.75±10.31 23.77±10.79 24.95±9.85 .732Level E2 pada hari injeksi hCG, pg/mL 3822.99±1630.06 3286.05±1629.64 3727.36±1891.94 .257Ketebalan endometrium, mm 9.84±3.3 8.98±2.58 9.84±2.95 .27Jumlah oosit yang diambil 7.83±4.16 6.98±4.15 8.42±4.04 .199Jumlah zigot 2-pronuclear 4.95±3.43 4.76±3.61 5.49±3.06 .453Jumlah embrio viabel 3.39±3.03 3.15±2.51 3.5±2.6 .807Jumlah embrio berkualitas baik 2.72±2.69 2.44±2.24 2.69±2.39 .826