Upload
muhammad-sabiq
View
28
Download
7
Embed Size (px)
DESCRIPTION
hyy
Citation preview
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bahasa adalah aspek penting interaksi manusia. Dengan bahasa, (baik itu bahasa
lisan, tulisan maupun isyarat) orang akan melakukan suatu komunikasi dan kontrak sosial.
Bahasa juga dipandang sebagai cermin kepribadian seseorang karena bahasa diterjemahkan
sebagai refleksi rasa, pikiran dan tingkah laku. Adakalanya seorang yang pandai dan penuh
dengan ide-ide cemerlang harus terhenti hanya karena dia tidak bisa menyampaikan idenya
dalam bahasa yang baik. Oleh karena itu seluruh ide, usulan, dan semua hasil karya pikiran
tidak akan diketahui dan dievaluasi orang lain bila tidak dituangkan dalam bahasa yang baik
Di pandang pentingnya bahasa dalam kehidupan kita maka penulis disini mencoba
membahas beberapa istilah dan tatanan bahasa yang sering kita pakai dalam berkomunikasi
ataupun yang kita tuangkan lewat sebuah tulisan atau kalimat, seperti diksi, gaya bahasa,
pemilihan ketepatan dan kesesuaian kata, sinonim,homofon, homograf dan lainnya yang
merupakan unsur-unsur penting dalam sebuah bahasa.
1.2 Batasan Masalah
Penulis hanyalah manusia biasa yang mempunyai kekurangan dalam menyajikan
sebuah makalah. Karena keterbatasan ilmu pengetahuan dan waktu maka penulis membatasi
masalah yang dibahas dalam makalah ini hanya berupa:
1. Pengertian diksi dan gaya bahasa
2. Ketepatan kata dan kesesuaian kata
3. Perubahan makna, denotasi dan konotasi, sinonim, idiomatik, homonim, homofon,
homograf, kata abstrak dan kata konkret, kata umum dan kata khusus
4. Kesalahan pembentukan dan pemilihan kata
1.3 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pengertian dari diksi dan gaya bahasa
2. Untuk mengetahui ketepatan kata dan kesesuaian kata
1
3. Untuk mengetahui perubahan makna, denotasi dan konotasi, sinonim, idiomatik,
homonim, homofon, homograf, kata abstrak dan kata konkret, kata umum dan kata
khusus yang terdapat dalam bahasa Indonesia
4. Untuk mengatahui kesalahan-kesalahan pembentukan dan pemilihan kata yang
sering terjadi dalam bahasa Indonesia
2
II. PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Diksi dan Gaya Bahasa
2.1.1 Pengertian Diksi
Diksi ialah pilihan kata. Maksudnya, kita memilih kata yang tepat untuk menyatakan
sesuatu. Penggunaan ketepatan pilihan kata ini dipengaruhi oleh kemampuan pengguna
bahasa yang terkait dengan kemampuan mengetahui, memahami, menguasai, dan
menggunakan sejumlah kosa kata secara aktif yang dapat mengungkapkan gagasan secara
tepat sehingga mampu mengomunikasikannya secara afektif kepada pembaca atau
pendengarnya.
2.1.2 Pengertian Gaya Bahasa
Gaya bahasa adalah cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang
memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis atau pemakai bahasa. Gaya bahasa ditentukan
oleh ketepatan dan kesesuaian pilihan kata. Gaya bahasa mempengaruhi terbentuknya
suasana, kejujuran, kesopanan, kemenarikan, tingkat keresmian atau gaya percakapan.
2.2 Ketepatan Kata dan Kesesuaian Kata
Ketepatan kata terkait dengan konsep, logika, dan gagasan yang hendak ditulis
dalam karangan. Ketepatan itu menghasilkan kepastian makna, sedangkan kesesuaian kata
menyangkut kecocokan antara kata yang dipakai dengan situasi yang hendak diciptakan
sehingga tidak mengganggu suasana batin, emosi, atau psikis antara penulis dan pembaca,
pembicara dan pendengarnya. Misalnya: keformalan, keilmiahan, keprofesionalan, dan
situasi tertentu yang hendak diwujudkan oleh penulis. Oleh karena itu, untuk menghasilkan
karangan berkualitas, penulis harus memperhatikan ketepatan dan kesesuaian kata.
2.2.1 Ketepatan Kata
Syarat-syarat ketepatan kata adalah :
1. Membedakan makna konotasi dan denotasi dengan cermat
2. Membedakan secara cermat makna kata yang hampir bersinonim
misalnya : adalah, ialah, yaitu, merupakan, dalam pemakaiannya berbeda-beda
3. Membedakan makna kata secara cermat kata yang mirip ejaannya
3
Misalnya: inferensi dengan interfensi
sarat dengan syarat
4. Tidak menafsirkan makna kata secara subjektif berdasarkan pendapatnya sendiri,
jika pemahaman belum dapat dipastikan, pemakai kata harus menemukan makna
yang tepat di dalam kamus
Misalnya: modern sering diartikan secara subjektif canggih
5. Menggunakan imbuhan asing harus memahami maknanya secara tepat
Misalnya: dilegalisir seharusnya dilegalisasi
koordinir seharusnya koordinasi
6. Menggunakan kat-kata idiomatik berdasarkan susunan (pasangan) yang benar
Misalnya: sesuai bagi seharusnya sesuai dengan
7. Menggunakan kata umum dan khusus, secara cermat
Misalnya: mobil (kata umum) corolla (kata khusus)
8. Menggunakan kata yang berubah makna dengan cermat
Misalnya: isu ( dari bahasa inggris berarti publikasi, kesudahan, perkara)
isu (dalam bahasa Indonesia berarti kabar yang tidak jelas asal usulnya)
9. Menggunakan dengan cermat kata bersinonim, berhomofoni dan berhomografi
Misalnya: pria dan laki-laki (bersisonim)
bang dan bank (berhomofoni)
apel buah dan apel upacara (berhomografi)
10. Menggunakan kata abstrak dan kata konkret secara cermat
Misalnya: pendidikan, wirausaha (kata abstrak)
mangga, sarapan (kata konkret)
2.2.2 Kesesuaian Kata
Syarat-syarat kesesuaian kata:
1. Menggunakan ragam baku dengan cermat dan tidak mencampuradukkan
penggunaannya dengan kata tidak baku yang hanya digunakan dalam pergaulan
Misalnya: hakikat (baku) hakekat (tidak baku)
konduite (baku) kondite (tidak baku)
2. Menggunakan kata yang berhubungan dengan nilai sosial dengan cermat
Misalnya: kencing (kurang sopan) buang air kecil (lebih sopan)
pelacur (kasar) tunasusila (lebih halus)
4
3. Menggunakan kata berpasangan (idiomatik) dan berlawanan makna dengan cermat
Misalnya: sesuai bagi (salah)
sesuai dengan (benar)
4. Mengggunakan kata dengan nuansa tertentu
Misalnya: berjalan lambat, mengesot, dan merangkak
5. Menggunakan kata ilmiah untuk penulisan karangan ilmiah, dan komunikasi
nonilmiah (surat-menyurat, diskusi umum) menggunakan kata populer
Misalnya: argumentasi (ilmiah) pembuktian (populer)
psikologi (ilmiah) ilmu jiwa (populer)
6. Menghindarikan penggunaan ragam lisan (pergaulan) dalam bahasa tulis
Misalnya: tulis, baca, kerja (bahasa lisan)
menulis,menuliskan, membaca, membacakan (bahasa tulis)
2.3 Perubahan Makna, Denotasi dan Konotasi, Sinonim, Idiomatik, Homonim,
Homofon, Homograf, Kata Abstrak dan Kata Konkret, Kata Umum dan
Kata Khusus
2.3.1 Perubahan Makna
Faktor-faktor penyebab perubahan makna:
1. Kebahasaan
Perubahan makna yang ditimbulkan oleh faktor-faktor ini meliputi:
a) Perubahan Intonasi
Yaitu perubahan makna yang diakibatkan oleh perubahan nada, irama, dan
tekanan.
b) Perubahan struktur frasa
c) Perubahan bentuk kata adalah perubahan makna yang ditimbulkan oleh
perubahan bentuk
d) Kalimat akan berubah makna jika strukturnya berubah
2. Kesejarahan
Kata perempuan pada zaman penjajahan Jepang digunakan untuk menyebut
perempuan penghibur. Orang menggantinya dengan kata wanita. Kini, setelah orang
melupakan peristiwa tersebut menggunakannya kembali, dengan pertimbangan, kata
perempuan lebih mulia dibanding kata wanita.
5
3. Kesosialan
Kata gerombolan mulanya bermakna orang berkumpul atau berkerumun. Kemudian,
kata itu tidak digunakan karena berkonotasi dengan pemberontak, perampok, dan
sebagainya. Sebelum tahun 1945 orang dapat berkata, gerombolan laki-laki menuju
pasar, setelah tahun1945 kata bergerombolan tidak digunakan bahkan ditakuti.
4. Kejiwaan
Contohnya: a) tabu
pelacur disebut tunasusila
koruptor disebut penyalahgunaan jabatan
b) kehalusan
bodoh disebut kurang pandai
malas disebut kurang rajin
c) kesopanan
ke kamar mandi disebut ke belakang
gagal disebut kurang berhasil
5. Bahasa Asing
Perubahan makna kata karena faktor bahasa asing, misalnya: kata tempat orang
terhormat diganti dengan VIP. Kata symposium pada mulanya bermakna orang yang
minum-minum di restoran dan kadang-kadang ada acara dansa yang diselingi
dengan diskusi. Dewasa ini kata symposium dititikberatkan pada acara diskusi
membahas berbagai masalah.
6. Kata Baru
Kreativitas pemakai bahasa berkembang terus sesuai dengan kebutuhannya.
Kebutuhan tersebut memerlukan bahasa sebagai alat ekpresi dan komunikasi yang
mendorong untuk menciptakan istilah baru bagi konsep baru yang ditemukannya.
Misalnya: chip, server, download, infokus, website, megapixel, vendor, dan
sebagainya. Dalam bahasa Indonesia terdapat kata-kata asing yang diindonesiakan,
ada yang dipertahankan keasingannya karena keinternasionalannya, dan ada kata
asing yang cukup denagn penyesuaian ejaannya.
2.3.2 Denotasi dan Konotasi
Makna denotasi dan konotasi dibedakan berdasarkan ada atau tidaknya nilai rasa.
Kata denotasi lebih menekankan tidak adanya nilai rasa, sedangkan konotasi bernilai rasa
6
kias. Sebuah kata dapat merosot nilai rasanya karena penggunaannya tidak sesuai dengan
makna denotasinya. Umpamanya kata kebijaksa-naan yang bermakna denotasi kelakuan
atau tindakan arif dalam mengahadapi suatu masalah, menjadi negatif konotasinya akibat
kasus-kasus tertentu, misalnya:
1. Orang tua murid yang anaknya tidak naik kelas mohon kebijaksanaan kepada kepala
sekolah agar bersedia menolong anaknya (menaikkan kelas).
2. Untuk mengurus surat-surat di kantor pemerintahan sering kali kita diminta
memberi kebijaksanaan oleh sang petugas agar urusan tidak terlambat (memberikan
suap).
Makna konotasi sifatnya lebih profesional dan operasional dari pada makna
denotatif. Makna denotatif adalah makna yang umum, sedangkan makna konotatif adalah
makna yang dikaitkan dengan suatu kondisi dan situasi:
Misalnya: rumah gedung, wisma, graha
tukang ahli, juru
pembantu asisten
2.3.3 Sinonim
Sinonim adalah dua kata atau lebih yang pada berbeda bentuk, ejaan, dan
pengucapannya, tetapi bermakna sama. Misalnya, wanita bersinonim dengan perempuan.
Dalam kalimat kedua kata tersebut dapat dipertukarkan,
misalnya: Tradisi di daerah itu memasak dikerjakan oleh perempuan.
Tradisi di daerah itu memasak dikerjakan oleh wanita.
Dua kata yang bersinonim tidak bisa dipertukarkan dalam sebuah kalimat maka kata
tersebut tidak bersinonim sepenuhnya. Ini disebabkan oleh waktu, tempat, kesopanan,
suasana batin dan nuansa makna.
Misalnya: 1) waktu, misalnya pasar
Pada zaman dahulu pasar berarti tempat jual-beli, tetapi sekarang kata pasar
mempunyai arti yang luas seperti konsumen, produk, pelanggan.
2) tempat atau daerah, misalnya kata: saya, beta
3) kesopanan, misalnya: saya, aku
4) nuansa makna, misalnya:hotel, penginapan, melotot, meninjau, mantan, bekas.
7
2.3.4 Idiomatik
Ungkapan idiomatik adalah konstruksi yang khas pada suatu bahasa yang salah satu
unsurnya tidak dapat dihilangkan atau diganti.
Contoh: salah benar
terdiri terdiri dari/ terdiri atas
disebabkan karena disebabkan oleh
membicarakan tentang berbicara tentang
2.3.5 Homonim, Homofon, dan Homograf
Homonim dapat diartikan sama nama, sama bunyi,sebunyi, tetapi berbeda makna.
Contoh: 1) bandar = pelabuhan
bandar = pemegang uang dalam perjudian
2) buku = ruas
buku = kitab
Homofon berarti sama bunyi berbeda tulisan dan berbeda makna.
Contoh: bank = bang
(bank yaitu tempat menyimpan uang, sedangkan bang merupakan sebutan untuk
kakak laki-laki)
Homograf berarti kata yang mempunyai kesamaan tulisan, berbeda bunyi dan
berbeda makna.
Conroh: 1) Ia makan apel (buah) sesudah apel (upacara) di lapangan.
2) Polisi serang (mendatangi untuk memyerang) penjahat di Kabupaten Serang
(nama tempat).
2.3.6 Kata Abstrak dan Kata Konkret
Kata abstrak adlah kata yang acuannya tidak mudah diserap oleh panca indra.
Misalnya: gagasan dan perdamaian
8
Kata konkret adalah kata yang acuannya mudah diserap oleh panca indra.
Misalnya: meja, rumah, wangi, suara
Contoh dalam kalimat:
1) APBN RI mengalami kenaikan lima belas persen. (kata konkret)
2) Kebenaran pendapat itu tidak terlalu tampak. (kata abstrak)
2.3.7 Kata Umum dan Kata Khusus
Kata umum dibedakan dengan kata khusus berdasarkan ruang lingkupnya. Semakin
luas ruang lingkup suatu kata, maka semakin umum sifatnya. Sebaliknya, makna kata
menjadi sempit ruang lingkupnya maka semakin khusus sifatnya.
Contoh: kata umum kata khusus
ikan mujair
lele
tuna
bunga mawar
melati
anggrek
2.4 Kesalahan Pembentukan dan Pemilihan Kata
2.4.1 Penanggalan Awalan meng-
Penanggalan awalan meng- pada judul berita dalam surat kabar diperbolehkan.
Namun, dalam teks beritanya awalan meng- harus eksplisit.
Contoh: 1) Amerika Serikat luncurkan pesawat bolak-balik Columbia. (salah)
2) Amerika Serikat meluncurkan pesawat bolak-balik Columbia. (benar)
2.4.2 Penanggalan Awalan ber-
Kata-kata yang berawalan ber- sering menanggalkan awalan ber-. Padahal, awalan
ber- harus dieksplisitkan secara jelas.
Contoh: 1) Sampai kumpa lagi. (salah)
2) Sampai berjumpa lagi. (benar)
9
2.4.3 Peluluhan bunyi /c/
Kata dasar yang diawali bunyi /c/ sering menjadi luluh apabila mendapat awalan
meng-. Padahal, sesungguhnya bunyi /c/ tidak luluh apabila mendapat awalan meng-.
Contoh: 1) Wakidi sedang menyuci mobil. (salah)
2) Wakidi sedang mencuci mobil. (benar)
2.4.4 Penyengauan Kata Dasar
Penyengauan kata dasar sebenarnya adalah ragam lisan yang dipakai dalam ragam
tulisan. Akhirnya, pencampuradukan antara ragam lisan dan ragam tulisan menimbulkan
suatu bentuk kata yang salah dalam pemakaian.
Contoh: Salah Benar
ngantuk mengantuk
nolak menolak
nyubit mencubit
2.4.5 Bunyi /s/, /k/, /p/, dan /t/ yang Tidak Luluh
Kata dasar yang bunyi awalnya /s/, /k/, /p/, atau /t/ sring tidak luluh jika mendapat
awalan meng- atau peng-. Padahal,menurut kaidah baku bunyi-bunyi itu harus lebur menjadi
bunyi sengau.
Contoh: : persuplai seharusnya penyuplai
mengkikis seharusnya mengikis
mentaati seharusnya menaati
2.4.6 Awalan ke- yang Keliru
Pada kenyataan sehari-hari, kata-kata yang seharusnya berawalan ter- sering diberi
berawalan ke-. Hal tersebut disebabkan oleh kekurangcermatan dalam memilih awalan yang
tepat.
Contoh: ketabrak seharusnya tertabrak
kebawa seharusnya terbawa
ketawa seharusnya tertawa
10
2.4.7 Pemakaian Akhiran –ir
Pemakaian akhiran –ir sangatproduktif dalam penggunaan bahasa Indonesia sehari-
hari, Padahal, dalam bahasa Indonesia baku, untuk padanan akhiran –ir adalah –asi atau –
isasi.
Contoh: Saya sanggup mengkoordinir kegiatan itu. (salah)
Saya sanggup mengkoordinasi kegiatan itu. (benar)
2.4.8 Padanan yang Tidak Serasi
Karena pemakai bahasa kurang cermat memilih padanan kata yang serasi, yang
muncul dalam pembicaraan sehari-hari adalah padanan yang tidak sepadan atau tidak serasi.
Hal ini terjadi karena dua kaidah bahasa bersilang atau bergabung dalam sebuah kalimat.
Contoh:
1) Karena modal di bank terbatas sehingga tidak semua pengusaha lemah memperoleh
kredit. (salah)
2) Karena modal di bank terbatas, tidak semua pengusaha lemah memperoleh kredit.
(benar)
3) Modal di bank terbatas sehingga tidak semua pengusaha lemah memperoleh kredit.
(benar)
Bentuk lain yang merupakan padanan yang tidak serasi adalah disebabkan karena,
dan lain sebagainya, karena...maka, untuk... maka, meskipun....tetapi, kalau...maka, dan
sebagainya.
2.4.9 Pemakaian Kata Depan di, ke, dari, bagi, pada, daripada, dan terhadap
Dalam pemakaian sehari-hari, pemakaian di, ke, dari, bagi, pada, daripada sering
dipertukarkan.
Contoh: 1) Neny lebih cerdas dari Vina. (salah)
Neny lebih cerdas daripada Vina. (benar)
2) Meja ini terbuat daripada kayu. (salah)
Meja ini terbuat dari kayu. (benar)
2.4.10 Pemakaian Akhiran (Singkatan)
Pemakaian akronim sedapat mungkin dihindari karena menimbulkan berbagai
tafsiran terhadap akronim atau singkatan itu. Contohnya pada singkatan IBF. IBF
11
mempunyai dua makna, yaitu International Boxing Federation dan International Badminton
Federation. Jadi singkatan yang dapat dipakai adalah singkatan yang sudah umum dan
maknanya telah mantap.
2.4.11 Penggunaan Kata yang Hemat
Salah satu ciri pemakaian bahasa yang efektif adlah pemakaian bahasa yang hemat
kata, tetapi padat isi. Contoh-contoh kata yang sering digunakan tidak hemat yaitu:
Boros Hemat
1. sejak dari sejak atau dari
2. agar supaya agar atau supaya
3. apabila..., maka apabila..., tanpa kata penghubung maka
4. karena..., sehingga karena..., tanpa sehingga
5. namun demikian namun tanpa demikian
contoh dalam kalimat:
1. Apabila suatu reservoar masih mempunyai cadangan minyak, maka diperlukan
tenaga dorong buatan untuk memproduksi minyak lebih besar. (boros, salah)
2. Apabila suatu reservoar masih mempunyai cadangan minyak, diperlukan tenaga
dorong buatan untuk memproduksi minyak lebih besar. (hemat,benar)
2.4.12 Analogi
Seperti kata petinju dalam dunia olahraga, berkorelasi dengan kata bertinju. Kata
petinju berarti orang yang bertinju, bukan orang yang meninju. Dewasa ini dapat dijumpai
banyak kata yang sekelompok dengan petinju, seperti pesenam, pesilat, pegolf, peterjun,
petenis, dan peboling. Jika dibuat seperti kata petinju maka kata-kata tersebut menjadi:
pesenam ”orang yang bersenam”
pesilat ”orang yang bersilat”
pegolf ”orang yang bergolf”
peboling ”orang yang berboling”
Kata bertinju, bersenam, dan bersilat mungkin biasa digunakan, tetapi kata bergolf,
dan berboling bukan kata yang lazim. Oleh sebab itu muncul kata pegolf atau peboling yang
pada dasarnya tidak dibentuk dari bergolf atau berboling.
12
2.4.13 Bentuk Jamak dalam Bahasa Indonesia
Bentuk jamak dalam bahasa Indonesia dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1) Bentuk jamak dengan melakukan pengulangan kata yang bersangkutan seperti
kuda-kuda
meja-meja
buku-buku
2) Bentuk jamak dengan menambahkan kata bilangan seperti
beberapa meja
sekalian tamu
semua buku
dua tempat
3) Bentuk jamak dengan menambahkan kata bantu jamak seperti para tamu
4) Bentuk jamak dengan menggunakan kata ganti orang seperti
mereka
kami
kita
kalian
13
III. PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari makalah yang telah dibahas maka dapat disimpulkan bahwa diksi, gaya bahasa,
ketepatan dan kesesuaian kata, denotasi, konotasi, idiomatik, sinonim,homograf homofon
dan unsur-unsur lainnya yang terkait dalam pemakaian bahasa Indonesia sangat penting
adanya. Dengan adanya unsur-unsur tersebut maka seseorang dapat berkomunikasa atau
berinteraksi dengan baik, baik secara lisan, maupun tulisan.
3.2 Saran
Dewasa ini banyak mahasiswa yang dalam kesehariannya berkomunikasi tidak
menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar serta penggunaan unsur-unsur bahasa
di dalamnya, maka dengan adanya makalah ini sebaiknya untuk yang akan datang
mahasiswa lebih memperhatikan dan menggunakan unsur-unsur tersebut agar bahasa
Indonesia lebih terjaga dan lestari.
14
DAFTAR PUSTAKA
Fachruddin Ambo E.1988. Dasar-Dasar Keterampilan Menulis. Jakarta: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi
Widjono, Hs. 2005. Bahasa Indonesia. Seri Pengembangan Kepribadian di Perguruan
Tinggi. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia.
Zaenal Arifin, Amran Tasai.2000. Cermat Berbahasa Indonesia Untuk Perguruan Tinggi.
Jakarta: Akapres.
15