55457771 Sesak Nafas Hebat

Embed Size (px)

DESCRIPTION

swd

Citation preview

DISPNEUDispneu berdasarkan etiologi1. Kardiak dispneua. IMA : serangan dispneu terjadi bersama2 dg nyeri dada yang hebat b. Fibrilasi atrium : dispneu muncul tiba22. Pneumonal dispneua. Pneumothorax : dispneu tiba2 , dan tidak berkurang dg perubahan posisib. Asma bronchial : terdapat wheezing (khas)c. COPD : dispneu berhubungan dengan latihan3. Hematogenous : berhubungan dg asidosi, anemia, anoksia, berhubungan dengan latihan4. Neurogenik a. Psikogenik : emosib. Organic dispneu : kerusakan jaringan otak atau paralisis otot nafas

Patofisiologi dispneu1. Kekurangan O2a. Penyebab kekurangan O2i. Tekanan O2 inspirasi yang rendah : tempat yang tinggi, respirasi dg gas2 yang berbahaya, ruang dekompresi, bertambahnya vol dead spaceii. Gangguan konduksi maupun difusi gas ke paru21. Obstruksi jal nafas :bronkospasme2. Berkurangnya alveoli ventilasi : radang paru, edema emfisema3. Fungsi restriksi yang berkurang : pneumothorak, efusi pleura, atrofi otot nafas, barrel chest4. Penekanan pada pusat respirasiiii. Gangguan pertukaran gas dan hipovenntilasi1. Gangguan neuronuskulera. Gangguan pada pusat respirasi : pengaruh sedativeb. Gangguan pada medspin : SGBc. Gangguan pada saraf frenikus : poliomyelitisd. Gangguan pada diafragma : tetanuse. Gangguan pada rongga dada : kifoskoliosis2. Gangguan obstruksi jal nafasa. Atas : laryngitisb. Bawah : asma bronchial3. Gangguan pada parenkim paru : emfisema, pneumonia4. Gangguan yg berhubungan dg sirkulasi O2 dalam darah : ARDS, anemiab. Pertukaran gas dalam paru2 Normal, tapi kadar O2 dlm paru berkurangi. Kadar Hb berkurangii. Kadar Hb yang tinggi, tetapi mengikat gas yg afinitasnya lebih tinggi missal COiii. Perubahan pd inti Hb , terbentuknya methemoglobin yg mpy inti Fe +++c. Stagnasi Dari alitran darahi. Sentral : kelemhahan jantungii. Gangguan aliran dari perifer yg disebabkan oleh shockiii. Local , vasokontriksi localiv. Jaringan tdk dpt mengikat O2 pd intoksikasi sianida2. Kelebihan CO2Shuntinh pd COPD aliran kanan ke kiri3. Hiperaktivasi reflex pernafasanReflex hering breur pulmonary stretch4. Emosi5. Asidosis : ketoasidosis diabetik6. Peningkatan kecepatan metabolism

Tanda dispneu kuping hidung kembang kempis ( pada anak-anak kecil) otot pernafasan pembantu turut berkontraksi frekuensi pernafasan meningkat ( lebih dari 24/menit dalam keadaan kesukaran bernafas yang berat ) tidal volume atau amplitudo pernafasan bertambah ( Buku ajar Ilmu penyakit dalam,jilid III ) DERAJAT DISPNEU0. Normal : Tidak ada kesulitan bernafas kecuali dengan aktifitas yang berat1. Ringan : Terdapat kesulitan bernafas, nafas pendek-pendek ketika terburu-buru atau ketika berjalan menuju puncak landai2. Sedang : Berjalan lebih lambat daripada kebanyakan orang berusia sama karena sulit bernafas atau harus berhenti berjalan untuk bernafas3. Berat : Berhenti berjalan setelah 90-100 meter untuk bernafas atau setelah berjalan beberapa menit4. Sangat berat : Terlalu sulit untuk bernafas bila meninggalkan rumah atau sulit bernafas ketiak memakai baju atau membuka baju(Buku Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Sylvia A. Price dkk, EGC : Jakarta)

DDMacam-macam penyakit yang memiliki gejala sesak nafas, yaitu :Asma, Pneumonia, Atelektaksis, Emfisema, Bronkitis, Gagal jantung kongestif.(Buku Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Sylvia A. Price dkk, EGC : Jakarta) awitan akut: terjadi beberapa menit/ jam pneumotoraks asma bronkial edema paru pneumonia inhalasi benda asing hiperventilasi histeris awitan subakut: terjadi beberapa hari/ minggu efusi pleura tuberkolosis paru asma bronkial karsinoma bronkogenik awitan kronik : terjadi berbulan -bulan, menahun bronkitis kronik emfisema sarkoidosis tuberkolosis pneumokoinosis fibrosing alveolitis proses tromboembolik(Buku IPD FK UI, Jilid II)

SIANOSISSIANOSIS SENTRAL Darah tidak tersaturasi oksigen Derivat Hb yang abnormal seperti MetHbSIANOSIS PERIFERDisebabkan Vasokonstriksi pembuluh darah Obstruksi arteri atau vena Kelainan bersifat lokal pada daerah Obstruksi

Penyakit paru kronik sianosis sentralSering : - bronkitis kronik, asma +Jarang : - bronkiektasis +- kistik fibrosis +- obstr. Jalan napas atas +

HIPOKSIA Sistem kardiovaskuler :~ Takikardi~ Bradikardia (bila otot jantung tidak mendapat O2 secara memadai dan berlanjut)~ Aritmia~ Mula-mula hipertensi berlanjut hipotensi Sistem pernapasan : ~ hiperventilasi~ dispnea Kulit : sianosis

q DispneaDispnea atau sesak napas adalah perasaan sulit bernapas dan merupakan gejala utama dari penyakit kardiopulmonar. Seorang yang mengalami dispnea sering mengeluh napasnya menjadi pendek atau merasa tercekik. Gejala objektif sesak napas termasuk juga penggunaan obat-obat pernapasan tambahan (sternokleidomastoideus, scalenus, trapezius, pectoralis mayor), pernapasan cuping hidung, tachypnea, dan hiperventilasi. Sesak napas tidak selalu menunjukkan adanya penyakit; orang normal akan mengalami hal yang sama setelah melakukan kegiatan fisik dalam tingkat-tingkat yang berbeda.Pemeriksaan harus dapat membedakan sesak napas dari gejala dan tanda lain yag mungkin memiliki perbedaan klinis mencolok. Takipnea adalah frekuensi pernapasan yang cepat, lebih cepat dari pernapasan normal (12 hingga 20 kali per menit) yang dapat muncul dengan atau tanpa dispnea. Hiperventilasi adalah ventilasi yang lebih besar daripada jumlah yang dibutuhkan untuk mempertahankan pengeluaran karbon dioksida (CO2) normal, hal ini dapat diidentifikasi dengan memantau tekanan parsial CO2 arteri, atau tegangan (PaCO2), yaitu lebih rendah dari angka normal (40 mmHg). Dispnea sering dikeluhkan pada sindrom hiperventilasi yang sebenarnya merupakan seseorang yang sehat dengan stres emosional. Selanjutnya, gejala lelah yang berlebihan harus dibedakan dari dispnea. Seseorang yang sehat mengalami lelah yang berlebihan setelah melakukan kegiatan fisik dalam tingkat yang berbeda-beda, dan gejala ini juga dapat dialami pada penyakit kardiovaskular, neuromuskular, dan penyakit lain selain paru.Pada beberapa tahun belakangan ini, ketertarikan pada ilmu pengetahuan dalam perhitungan dan mekanisme neurofisiologi meningkat dengan cepat. Namun, belum tersedia keterangan tentang dispnea dengan segala keadaannya yang dapat diterima. Sumber penyebab dispnea termasuk: (1) reseptor-reseptor mekanik pada otot-otot pernapasan, paru, dan dinding dada; dalam teori tegangan-panjang, elemen-elemen sensoris, gelondong otot pada khususnya, berperan penting dalam membandingkan tegangan dalam otot dengan derajat elastisitasnya; dispnea terjadi bila tegangan yang ada tidak cukup besar untuk satu panjang otot (volume napas tercapai); (2) kemoreseptor untuk tegangan CO2 dan O2 (PCO2 dan PO2) (teori utang-oksigen); (3) peningkatan kerja pernapasan yang mengakibatkan sangat meningkatnya rasa sesak napas; dan (4) ketidakseimbangan antara kerja pernapasan denga kapasitas ventilasi. Mekanisme tegangan-panjang yang tidak sesuai adalah teori yang paling banyak diterima karena teori tersebut menjelaskan paling banyak kasus klinis dispnea. Faktor kunci yang tampaknya menjelaskan apakah dispnea terjadi pada tingkat ventilasi atau usaha sesuai dengan derajat aktivitasnya. Namun, rangsangan, reseptor sensoris, dan jaras saraf yang sesuai tidak dapat ditentukan dengan pasti.Besarnya tenaga fisik yang dikeluarkan untuk menimbulkan dispnea bergantung pada usia, jenis kelamin, ketinggian tempat, jenis latihan fisik, dan terlibatnya emosi dalam melakukan kegiatan itu. Dispnea yang terjadi pada seseorang harus dikaitkan dengan tingkat aktivitas minimal yang menyebabkan dispnea, untuk menentukan apakah dispnea terjadi setelah aktivitas sedang atau berat, atau terjadi pada saat istirahat. Tabel 37-2 berisi skala garis besar dispnea yang dikembangkan oleh American Thoracic Society yang mungkin sesuai untuk penilaian klinis dispnea kronik. Selain itu, terdapat beberapa variasi gejala umum dispnea. Ortopnea adalah napas pendek yang terjadi pada posisi berbaring dan biasanya keadaan diperjelas dengan penambahan sejumlah bantal atau penambahan elavasi sudut untuk mencegah perasaan tersebut. Penyebab tersering ortopnea adalah gagal jantung kongestif akibat peningkatan volume darah di vaskularisasi sentral pada posisi berbaring. Ortopnea juga merupakan gejala yang sering muncul pada banyak gangguan pernapasan. Dispnea nokturna paroksismal menyatakan timbulnya dispnea pada malam hari dan memerlukan posisi duduk dengan segera untuk bernapas. Membedakan dispnea nokturna paroksismal dengan ortopnea adalah waktu timbulnya gejala setelah beberapa jam dalam posisi tidur. Penyebabnya sama dengan penyebab ortopnea yaitu gagal jantung kongestif, dan waktu timbulnya yang terlambat itu karena mobilisasi cairan edema perifer dan penambahan volume intravaskular pusat.Pasien dengan gejala utama dispnea biasanya memiliki satu dari keadaan ini yaitu: (1) penyakit kardiovaskular, (2) emboli paru, (3) penyakit paru interstitial atau alveolar, (4) gangguan dinding dada atau otot-otot, (5) penyakit obstruktif paru, atau (6) kecemasan. Dispnea adalah gejala utama edema paru, gagal jantung kongestif, dan penyakit katup jantung. Emboli paru ditandai oleh dispnea mendadak. Dispnea merupakan gejala paling nyata pada penyakit yang menyerang percabangan trakeobronkial, parenkim paru, dan rongga pleura. Dispnea biasanya dikaitkan dengan penyakit restriktif yaitu terdapat peningkatan kerja pernapasan akibat meningkatnya resistensi elastik paru (pneumonia, atelektasis, kongesti) atau dinding dada (obesitas, kifoskoliosis) atau pada penyakit jalan napas obstruktif dengan meningkatnya resistensi nonelastik bronkial (emifisema, bronkitis, asma). Tetapi kalau beban kerja pernapasan meningkat secara kronik, maka pasien yang bersangkutan dapat menyesuaikan diri dan tidak mengalami dispnea. Dispnea juga dapat terjadi jika otot pernapasan lemah (contohnya, miastenia gravis), lumpuh (contohnya, poliomielitis, sondrom Guillain-Barre), letih akibat meningkatnya kerja pernapasan, atau otot pernapasan kurang mampu melakukan kerja mekanis (contohnya, emfisema yang berat atau obesitas). Pada akhirnya, penderita sindrom hiperventilasi akibat kecemasan atau stres emosional sering mengeluhkan dispnea. Pola pernapasan pada kelompok ini seringkali aneh, dengan ketidakteraturan frekuensi maupun tidal volume. Pada lain waktu, pola pernapasan menjadi hiperventilasi yang menetap sehingga pasien mengeluh kesemutan pada ekstrimitasnya dan terdapat perasaan melayang. Bila pola pernapasan abnormal hilang saat tidur, dicurigai terdapat penyebab psikogenik.q SianosisSianosis adalah warna kebiru-biruan pada kulit dan selapur lendir yang terjadi akibat peningkatan jumlah absolut Hb tereduksi (Hb yang tak berkaitan dengan O2). Sianosis dapat tanda insufisiensi pernapasan, meskipun bukan merupakan tanda yang dapat diandalkan. Ada dua jenis sianosis: sianosis sentral dan sianosis perifer. Sianosis sentral disebabkan oleh insufisiensi oksigenasi Hb dalam paru, dan paling mudah diketahui pada wajah, bibir, cuping telinga, serta bagian bawah lidah. Sianosis biasanya tak diketahui sebelum jumlah absolut Hb tereduksi mencapai 5g per 100 ml atau lebih pada seseorang dengan konsentrasi Hb yang normal (saturasi oksigen [SaO2] kurang dari 90%). Jumlah normal Hb tereduksi dalam jaringan kapiler adalah 2,5 g per 100 ml. Pada orang dengan konsentrasi Hb yang normal, sianosis akan pertama kali terdeteksi pada SaO2 kira-kira 75% dan PaO2 50 mmHg atau kurang. Penderita anemia (konsentrasi Hb rendah) mungkin tak pernah mengalami sianosis walaupun mereka menderita hipoksia jaringan yang berat karena jumlah absolut Hb tereduksi kemungkinan tidak dapat mencapai 5 g per 100 ml. Sebaliknya, orang yang menderita polisitemia (konsentrasi Hb yang tinggi) dengan mudah mempunyai kadar Hb tereduksi 5 g per 100 ml walaupun hanya mengalami hipoksia yang ringan sekali. Foktor-faktor lain yang menyulitkan pengenalan sianosis adalah variasi ketebalan kulit, pigmentasi dan kondisi penerangan.Selain sianosis yang disebabkan oleh insufisiensi pernapasan (sianosis sentral), akan terjadi sianosis perifer bila aliran darah banyak berkurang sehingga sangat menurunkan saurasi darah vena, dan akan menyebabkan suatu daerah menjadi biru. Sianosis perifer dapat terjadi akibat insufisiensi jantung, sumbatan pada aliran darah, atau vasokonstriksi pembuluh darah akibat suhu yang dingin.Sejumlah kecil methemoglobin atau sulfhemoglobin dalam sirkulasi dapat menimbulkan sianosis, walaupun jarang terjadi. Ada banyak hal yang mengakibatkan sianosis (dan sianosis sulit dikenali) sehingga sianosis merupakan petunjuk insufisiensi paru yang tidak dapat diandalkan.

q Hipoksemia dan HipoksiaIstilah hipoksemia menyatakan nilai PaO2 yang rendah dan seringkali ada hubungannya dengan hipoksia, atau oksigenasi jaringan yang tidak memadai. Hipoksemia tak selalu disertasi dengan hipoksia jaringan. Seseorang masih dapat mempunyai oksigenasi jaringan yang normal, tapi menderita hipoksemia; seperti juga seseorang masih dapat memiliki PaO2 normal tetapi menderita hipoksia jaringan (karena gangguan pengiriman oksigen dan penggunaan oksigen oleh sel-sel). Tetapi ada hubungan antara PaO2 dengan hipoksia jaringan, meskipun terdapat nilai PaO2 yang tepat pada jaringan yang menggunakan O2. Kalau semua dianggap sama, makin cepat timbulnya hipoksemia, semakin berat pula kelainan jaringan yang diderita. Pada umumnya nilai PaO2 yang terus menerus kurang dari 50 mmHg disertai hipoksia jaringan dan asidosis (yang disebabkan oleh metabolisme anaerobik). Hipoksia dapat terjadi pada nilai PaO2 normal maupun rendah sehingga evaluasi pengukuran gas darah harus selalu dikaitkan dengan pengamatan klinik dari pasien yang bersangkutan. Sianosis merupakan satu tanda yang tidak dapat diandalkan karena SaO2 harus kurang dari 75% pada orang dengan kadar Hb normal sebelum tanda itu dapat diketahui.q Hiperkapnia dan HipokapniaSeperti halnya ventilasi, yang dianggap memadai bila suplai O2 seimbang dengan kebutuhan O2, pembuangan CO2 melalui paru baru dianggap memadai bila pembuangannya seimbang dengan pembentukan CO2. CO2 mudah sekali mengalami difusi sehingga tekanan CO2 dalam udara alveolus sama dengan tekanan CO2 dalam darah arteri; sehingga PaCO2 merupakan gambaran ventilasi alveolus yang langsung dan segera yang berhubungan dengan kecepatan metabolisme. Dengan demikian PaCO2 digunakan untuk menilai kecukupan ventilasi alveolar ( ) karena pembuangan CO2 dari paru seimbang dengan sehingga PaCO2 langsung berkaitan dengan produksi CO2 ( CO2) dan sebaliknya berkaitan dengan ventilasi alveolar: PaCO2 CO2/ . Ventilasi yang memadai akan mempertahankan kadar PaCO2 sebesar 40 mmHg. Hiperkapnia didefinisikan sebagai peningkatan PaCO2 sampai di atas 45 mmHg; sedangkan hipokapnia terjadi apabila PaCO2 kurang dari 35 mmHg. Penyebab langsung retensi CO2 adalah hipoventilasi alveolar (ventilasi kurang memadai, untuk mengimbangi pembentukan CO2). Hiperkapnia selalu disertai hipoksia dalam derajat tertentu apabila pasien bernapas dengan udara yang terdapat dalam ruangan.Penyebab utama hiperkapnia adalah penyakit obstruktif saluran napas, obat-obat yang menekan fungsi pernapasan, kelemahan atau paralisis otot pernapasan, trauma dada atau pembedahan abdominal yang mengakibatkan pernapasan menjadi dangkal, dan kehilangan jaringan paru. Tanda klinik yang dikaitkan dengan hiperkapnia adalah: kekacauan mental yang berkembang menjadi koma, sakit kepala (akibat vasodilatasi serebral), asteriksis atau tremor kasar pada tangan yang teregang (flapping tremor), dan volume denyut nadi yang penuh disertai tangan dan kaki yang terasa panas dan berkeringat (akibat vasodilatasi perifer karena hiperkapnia). Hiperkapnia kronik akibat penyakit paru kronik dapat mengakibatkan pasien sangat toleran terhadap PaCO2 yang tinggi, sehingga pernapasan terutama dikendalikan oleh hipoksia. Dalam keadaan ini, bila diberi oksigen kadar tinggi, pernapasan akan dihambat sehingga hiperkapnea bertambah berat.Kehilangan CO2 dari paru yang berlebihan (hipokapnia) akan terjadi apabila terjadi hiperventilasi (ventilasi dalam keadaan kebutuhan metabolisme meningkat untuk membuang CO2). Tanda dan gejala yang sering berkaitan dengan hipokapnia adalah sering mendesah dan menguap, pusing, palpitasi, tangan dan kaki kesemutan dan baal, serta kedutan otot. Hipokapnia hebat (PaCO2 < 25 mmHg) dapat menyebabkan kejang.

ASMA BRONKIALGenetik Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahuibagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alerg biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma bronkhial jika terpapar dengan foktor pencetus. Selain itu hipersentifisitassaluran pernafasannya juga bisa diturunkan.b. Faktor presipitasi Alergen Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu : 1. Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasanex: debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi2. Ingestan, yang masuk melalui mulutex: makanan dan obat-obatan 3. Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulitex: perhiasan, logam dan jam tangan Perubahan cuaca Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhiasma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan asma. Kadang-kadang serangan berhubungan dengan musim,seperti: musim hujan, musim kemarau, musim bunga. Hal ini berhubungan dengan arah angin serbuk bunga dan debu.StressStress/ gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejalaasma yang timbul harus segera diobati penderita asma yang mengalamistress/gangguanemosi perlu diberi nasehat untuk menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stressnya belum diatasi maka gejala asmanya belumbisa diobati.Lingkungan kerjaMempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma. Halini berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja dilaboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini membaik pada waktu libur atau cuti. Olah raga/ aktifitas jasmani yang beratSebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan aktifitas jasmani atau aloh raga yang berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai aktifitas tersebut.

PATOFISIOLOGIAsma ditandai dengan kontraksi spastic dari otot polos bronkhiolus yang menyebabkan sukar bernafas. Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas bronkhioulus terhadap benda-benda asing di udara. Reaksi yang timbul pada asma tipe alergi diduga terjadi dengan cara sebagai berikut : seorang yang alergimempunyai kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibody Ig E abnormaldalam jumlah besar dan antibodi ini menyebabkan reaksi alergi bila reaksi dengan antigen spesifikasinya. Pada asma, antibody ini terutama melekat pada sel mastyang terdapat pada interstisial paru yang berhubungan erat dengan brokhiolus dan bronkhus kecil. Bila seseorang menghirup alergen maka antibody Ig E orang tersebut meningkat, alergen bereaksi dengan antibodi yang telah terlekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini akan mengeluarkan berbagai macam zat, diantaranya histamin, zat anafilaksis yang bereaksi lambat (yang merupakan leukotrient), faktorkemotaktik eosinofilik dan bradikinin. Efek gabungan dari semua faktor-faktor ini akan menghasilkan adema lokal pada dinding bronkhioulus kecil maupun sekresi mucus yang kental dalam lumen bronkhioulus dan spasme otot polos bronkhiolussehingga menyebabkan tahanan saluran napas menjadi sangat meningkat.Pada asma , diameter bronkiolus lebih berkurang selama ekspirasi daripada selama inspirasi karena peningkatan tekanan dalam paru selama eksirasi paksa menekan bagian luar bronkiolus. Karena bronkiolus sudah tersumbat sebagian, maka sumbatan selanjutnya adalah akibat dari tekanan eksternal yang menimbulkan obstruksi berat terutama selama ekspirasi. Pada penderita asma biasanya dapat melakukan inspirasi dengan baik dan adekuat, tetapi sekali-kali melakukan ekspirasi.Hal ini menyebabkan dispnea. Kapasitas residu fungsional dan volume residu parumenjadi sangat meningkat selama serangan asma akibat kesukaran mengeluarkan udara ekspirasi dari paru. Hal ini bisa menyebabkan barrel chest. Kelainan anatomik pada asma menyangkut semua lapisan dinding saluran nafas, termasuk lumen, mukosa, submukosa dan otot polos.1. Lumen. Sering ditemukan adanya sumbatan mukus yang kental dan liat, yang sulit untuk dikeluarkan, yang terdiri dari bagian mukus, serus dan seluler. Bagian seluler berasal dari sel eosinofil, kristal Charcot-Leyden yang berasal dari sel eosinofil dan epitel bronkus yang disebut "creola bodies".2. Mukus. Mukus trakeobronkial terdiri dari golongan glikoprotein. Pada penderita asma terjadi peninggian sintesis dari mukopolisakaride. Mekanisme mukosilier pada asma terganggu karena ada kelambatan pada tranpor mukosilier. Mukus penderita asma mengandung lebih banyak protein serum. Hal hal tersebut merupakan sebab utama dari perubahan sifat fisik yang menimbulkan kelambatan "clearance". Zat-zat kolinergik meninggikan produksi mukus dari kelenjar sub-mukosa, merangsang frekuensi "ciliary beat" dan membantu transpormukosilier. Zat-zat adrenergik Beta juga menstimulir transpor pada penderita asma, tapi bagaimana mekanismenya dalam meninggikan "Clearance" belum diketahui.3. Epitel bronkus.-- Pada status asmatikus tidak ditemukan adanya silia, karena terlepas oleh desakan sel ke lumen dan diganti dengan sel goblet hiperplastik yang membentuk mukus. Juga terjadi infiltrasi sel, terutama eosinofil dan edem mukosa. Mungkin epitel orang atopik lebih permeabel terhadap molekul protein dari pada orang normal.4. Submukosa. Edem dan infiltrasi sel lebih sering dijumpai pada sub mukosa dibandingkan dengan epitel, di sini sel-selnya lebih heterogen, seperti limfosit, histiosit, sel plasma dan eosinofil. Kelenjar submukosa membesar, seperti juga halnya pada bronkitis kronis dan penebalan membran basal adalah khas untuk asma. Hal ini disebabkan karena timbunan kolagen di bawah membran basal. Callerame dkk menemukan deposit IgA, IgG dan IgM dimembran basal. IgE hanya ditemukan dalam sel mononuklir yang disangka sel plasma. Gerber dkk menemukan deposit IgE di epitel mukosa orang asma dan diduga bahwa mukosa adalah jaringan target dan tempat terjadinya reaksi imun pada asma. Harus pula dipikirkan, bahwa adanya Ig dalam paru dapat disebabkan sebagai akibat infeksi. Mastosit hampir tidak ditemukan pada status asmatikus, yang kemungkinan besar disebabkan karena degranulasi. Degranulasi dapat pula disebabkan karena hipoksia dan edem submukosa yang mengencerkan mastosit. Mastosit yang ada di lumen dan epitel dapat mengeluarkan bahan mediator yang merubah permeabilitas mukosa sehingga memungkinkan masuknya antigen sampai mastosit di submukosa.5. Otot polos bronkus. Ada bukti jelas bahwa pada asma, otot polos bronkus bertambah akibat hiperplasi dan hipertrofi. Hal ini dapat terjadi akibat adanya bronkokonstriksi yang lama. Ada beberapa pendapat yang mengemukakan adanya perbedaan antara otot polos pada orang asma dan orang normal. Szantivanyi berpendapat bahwa otot polos orang asma mengandung lebih sedikit reseptor adrenergik Beta sehingga akan lebih cepat terjadi bronkokonstriksi karena rangsangan kolinergik atau mediator yang dikeluarkan pada reaksi alergi.Mungkin pula, bahwa IgE merubah faal dari otot polos.Kontrol neurogen terhadap otot polos bronkus1.Dalam keadaan normal.(a) Eferen. Penyelidikan morfologi dan histokimia menunjukkan bahwa otot polos trakeobronkial diinervasi oleh serat parasimpatis posganglion dari N X, yang menyebabkan otot polos ada dalam tonus istirahat. Bila inervasi ini dibuang, akan menimbulkan sedikit bronkodilatasi dan stimulasi elektris NX akan menimbulkan konstriksi bronkus dan duktus alveolus.Efek agonis adrenergik Beta adalah mengurangi tonus otot polos bronkus yang meninggi. Karena tidak ada inervasiadrenergik dari trakea bronkus, maka respon terhadap agonis tadi hanya dapat diterangkan melalui reseptor pada otot polos.b) Aferen. Beberapa aferen N X dari paru sudah diketahui. Reseptor paling atas adalah "pulmonary stretch receptor" yang diduga ada di otot polos dan bertanggung jawab untuk "Hering Breuer" inflation reflex". Reseptor ke 2 yang penting dalam patogenesis asma adalah yang disebut "irritant" atau "rapidly adapting receptor" yang ada di epitel saluran nafas. Rangsangan terhadap reseptor tersebut akan menimbulkan batuk dan refleks konstriksi bronkus. Reseptor ini juga be-reaksi terhadap berbagai rangsangan mekanis dan kimiawi, termasuk badan mediator pada reaksi alergi tipe 1. Reseptor ke tiga ialah reseptor bronkopulmoner yang diaktifkan beberapa bahan kimia dan edema interstisial. Peranan "Y" receptor ini tidak jelas, tapi mempengaruhi kontrol refleks.2. Kelainan pada asma.Ada perubahan dan/atau imbalans dalam susunan saraf otonom. Iritabilitas yang meninggi dari saluran nafas adalah kelainan fisiologi yang paling khas pada asma. Khas karena terjadi bronkokonstriksi akibat kontak dengan berbagai rangsangan dalam konsentrasi yang pada orang normal tidak menimbulkan apa-apa. Diduga bahwa aktivitas kolinergik N X yang berlebihan menyebabkan terjadinya hal tersebutRangsangan psikologis juga dapat mencetuskan suatu srangan asma. Karena rangsangan parasimpatis menyebabkan konstriksi otot polos bronkiolus

patogenesis hiperaktif/hipersensitif bronkus keadaan dimana bronkus sangat peka terhadap berbagai rangsang. ada rangsang berupa rangsangan spesifik (alergen atau zat kimia), nonspesifik (histamin, metakolin), fisik (latihan fisik , udara dingin), emosi penyempitan saluran napas (bronkospasme) teori patogenesis asma bronkial bronkokonstriksi terjadi akibat: proses imunollogik asma ekstrinsik reaksi hipersensitivitas tipe I dan tipe III tipe I1. fase sensitisasi pembentukan IgE (sesudah alergen/Ag masuk tubuh pertama kali) IgE melekat pada permukaan sel mast/basofil pada lumen bronkus, submukosa (terjadi pd individu dengan genetik atopik)2. fase alergi pd pemaparan ulang berikutnya dengan alergen/Ag yang sama sesudah melewati fase laten terjadi pengikatan alergen oleh IgE yang melekat pada permukaan sel mast/basofil tadi timbul reaksi hipersensitifitas tipe I ikatan alergen denan igE pada permukaan sel mast/basofil proses pembentukan granul2 dalam sitoplasma proses degranulasi dikeluarkan mediator kimiawi: histamin, serotinin, bradikinin.efeknya spasme bronkus, peningkatan permeabilitas PD, sekresi mukus berlebihan penyempitan saluran napas gx asma bronkial Tipe II- timbulnya 4-6 jam sesudah terpapar alergen- sesudah alergen masuk tubuh dan diikat oleh IgG atau IgM aktikan sistem komplemen C3a dan C5a sifat anafilatoksin sel mast/sel basofil mengalami degranulasi dan mengeluarkan vasoaktif amin (mediator kimia) gangguan keseimbangan saraf otonom tonus otot polos bronkus sistem kolinergik dan simpatis. sistem kolinergik dan adrenergik alfa kontraksi otot polos bronkus, adrenergik beta relaksasi otot polos asma perubahan fungsi sistem saraf otonommekanisme belum jelas reaksi alfa adrenergik dan kolinergik berlebihan, adrenergik beta mengalami blokade. reseptor adrenergik beta 2 rangsangan padanya aktifkan enzim adenilsiklase (pada mukosa/ sel otot polos bronkus) pembentukan cAMP dari ATP relaksasi. dalam sel mast/basofil cAMP akan menghambat penglepasan mediator kimiawi. enzim fosfodiesterase mengubah cAMP 5 AMP efek cAMP berkurang. asma reseptor adrenergik beta hipofungsi cAMP tidak tersedia dalam jumlah cukup lumen bronkus tidak dapat dipertahankan terbuka dengan memadai. asma peningkatan aktivitas parasimpatis coZ sensitivitas reseptornya meningkat.perangsangan kolinergik aktifkan enzim guanin siklase pembentukan cGMP kontraksi otot polos bronkus dan perangsangan mediator kimiawi. proses inflamasi bronkus. sel mast mengandung enzim triptase yang mempunyai bermacam2 aktivitas proteolitik makrofag banyak ditemukan pada lumen saluran napas, diaktifkan oleh IgE. makrofag keluarkan mediator tromboksan A2, prostaglandin, TNF, IL-1 eosinofil radikal O2, PAF, eosinofil derived neurotoxin merusak epitel neutrofil prostaglandin, tromboksan, PAF limfosit T Ag masuk ke dalam tubuh mll CD3 CD4 dan CD8.

bronkospasme pada asma fase cepat timbul segera (30-60 menit), berakhir setelah 1-2 jam menghilang atau disusul fase lambat, mediator utama histamin. fase lambat berlangsung 6-8 jam fase subakut/kronik

PENGOBATANAgonis reseptor beta-adrenergik digunakan dalam bentuk inhaler (obat hirup) atau sebagai nebulizer (untuk sesak nafas yang sangat berat).Nebulizer mengarahkan udara atau oksigen dibawah tekanan melalui suatu larutan obat, sehingga menghasilkan kabut untuk dihirup oleh penderita.Pengobatan asma juga bisa dilakukan dengan memberikan suntikan epineprin atau terbutaline di bawah kulit dan aminofilin (sejenis teofilin) melalui infus intravena.Penderita yang mengalami serangan hebat dan tidak menunjukkan perbaikan terhadap pengobatan lainnya, bisa mendapatkan suntikan Kortikosteroid, biasanya secara intravena (melalui pembuluh darah).Pada serangan asma yang berat biasanya kadar oksigen darahnya rendah, sehingga diberikan tambahan oksigen.

Asma kardial suatu penyakit yang gambaran kliniknya mirip asam bronkial sesak napas, wheezing dan dahak banyak, serangan asma bronkial sbg akibat hipertensi vena pulmonal. penyebab kelainan anatomik/fungsional ventrikel kiri/katub mitral kelainan fisik dilatasi jantung (kiri) adanya bising jantung tanda2 gagal jantung (edema, hepatosplenomegali, ronki basah halus di basis kedua paru, kongesti paru/rontgen foto paru)

membedakan dengan asma kardial anamnesis riwayat kumat sesak napas kelainan fisik: fisik paru boleh dikata sama, kecuali pada asma kardial terdapat edema paru. fisik jantung asma bronkial tidak ada kelainan jantung asma kardial ditemukan kelainan jantung (bising jantung), mungkin ada edema dan hepatosplenomegali rontgen foto dada asma bronkial hiperinflasi, komplikasi paru asma kardial kongesti paru, kerly line laboratorium sputum asma kardial heart failure cell asma bronkial eosinofil mencolok, Perbedaan asma cardiale dan asma bronchialenoAsma cardialeAsma Bronkiale

1.Umur: mulai setelah usia 40 tahunMulai usia muda, segala usia

2.Sputum, banyak berbuih, mengandung heart failureSedikit dan lengket sekali sehingga sulit diexpectorasikan, ada sel eosinophil, charcot leyden, spiral curchman

3.Terjadinya tiba2, sering pada malam hariPenderita merasa serangan akan datang (hidung tersumbat, bersin2, baru sesak nafas)

4.Sebab : stress, psychic, stress physicPerubahan suhu, stress physic, kepayahan, karena terkena agent yang menyebabkan serangan misalnya bulu kucing

5.Inspeksi : dispnea dengan ekspirator dan inspiratorStridor ekspirator, ekspirasi memanjang, sianosis

6.Perkusi : sonor, mungkin lebih sering terjadi pleural effusion pekak pada bagian basal/ interlobair/antara sekatHipersonor

7.Palpasi : bila ada pleural effusion, stem fremitus lebih kurang daripada yang sehatStem fremitus mengurang pada semua paru

8.Auskultasi : ronchi basah di kanan dan kiri, dapat didahului krepitasi basal, bila oedem paru2 sudah jelas, ronchi basah halus/sedang/kasarRonchi kering diseluruh paru2 (difus), suara mencicit/gergaji, inspirasi jelas memanjang

9.Masa sirkulasi : AT memanjang, AL normalAT dan AL normal

10.Obat :Diureticabila tekanan glomerulus tak menjadi terlalu rendah dapat terjadi diuresisMorphinsangat tepat, efek segera dilihat, penderita lebih tenang dispnea melemah sampai nihil5-10 mg im kalau mendesak ivDiureticatak ada reaksi apa-apaMorphindianggap sebagai kesalahan teknik (tapi banyak obat2 asthma mengandung preparat opia)bila ragu2 dapat2 diberi aminophilin

11.Px radiologiLVH, kongesti paru, kerley B lineHiperinflasi, komplikasi paru

12.Kontraindikasi adrenalinAdrenalin

13.Nocturia hingga oliguria-

Ket: Penentuan Circulation Time : Lengan lidah (Arm Tongue- AT) pemeriksaan suntikan pada lengan dapat dengan larutan MgSO4, sacharine atau garam empedu Bila magnesium sulfat sampai lidahterasa panas Bila garam empedu sampai lidahterasa pahit Bila saccharine sampai lidahterasa manis Bila harga kira2 17 detik berarti normal Lengan paru (arm lung-AL) dengan ether, dapat dilihat secara inspeksi, mulai membau ether Harga normal8 detik Arm tongue abnormal lebih dari 20 detik

Knp bisa refrakter terhadap pengobatan ? Sebab farmakologik Blockade adrenergic beta Penurunan katekolamin endogen Peningkatan tonus parasimpatis asidosis Patomekanik Lender sal nafas (infeksi,alerrgi, toksin, n. X) Radang dan edema bronkus Spasme/ hipertrofi otot polos bronkus Defek mekanis pembersihan sal nafas Neurologic Mediator kimia (alergi)

Penyebab SA Infeksi sal nafas atas pasca fibroetic brokoskopi menghentikan obat asma (penyebab tersering) trauma sal nafas

komplikasi SA respiratory arrest pneumothorak spontan obstruksi mucosa plug cardiac arrest