13
LAPORAN TUTORIAL UNIT PEMBELAJARAN 3 HEWAN KESAYANGAN 2 BLOK 19 ANJINGKU BATUK DAN SESAK NAFAS OLEH : MILUH MIRANINGTYAS 09/283662/KH/06232 KELOMPOK 11 FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN UNIVERSITAS GADJAH MADA

Up3 Anjingku Batuk Dan Sesak Nafas

Embed Size (px)

DESCRIPTION

veterinari

Citation preview

LAPORAN TUTORIAL

UNIT PEMBELAJARAN 3HEWAN KESAYANGAN 2

BLOK 19

ANJINGKU BATUK DAN SESAK NAFAS

OLEH :

MILUH MIRANINGTYAS

09/283662/KH/06232

KELOMPOK 11

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA

2012

LEARNING OBJECTIVES :

1. Memahami tentang penyakit infeksius saluran pernafasan pada anjing, meliputi :

a.Etiologie. Perubahan patologis

b.Pathogenesisf. Pengobatan

c.Gejala klinis g. Pencegahan

d.Diagnosa

2. Memahami tentang penyakit infeksius saluran pernafasan pada kucing, meliputi :

a.Etiologie. Perubahan patologis

b.Pathogenesisf. Pengobatan

c.Gejala klinis g. Pencegahan

d.Diagnosa

Penyakit infeksius saliran pernafasan pada anjingAdenovirus

a. Etiologi

Merupakan virus ds DNA, non envelope, berbentuk icosahedrons berukuran 70-90 nm dan terdiri dari 250 kapsomer. Virus ini dapat diisolasi dar berbagai spesies, pada anjing adenovirus type 2 menyerang pada bagaiang respiratori(Hirsh dan Chung Zee, 1999). Virus ini berreplikasi pada nucleus, memebentuk benda inkulusi pada intranuklea. Virus ini stabil dilingkungan dan bertahan selama beberapa minggu. Virus ini dapat bertahan dari pembekuan, sedikit asam dan pelarut lemak. Infektivitas dari virus ini akan hilang jika dipanaskan pada suhu 560C lebih dari 10 menit(Quinn et al., 2007).

b. PathogenesisCanin adenovirus 1 dan 2 dapat menginfeksi saluran epithelium saluran pernafasan dan memberikan gejala klinis, khususnya CAV 2. Vaksin yang diberikan pada anjing-anjing domestic dapat mengurangi terjadinya penularan, namun anjing-anjing liar menjadi reservoir bagi yang lainnya. Anjing-anjing yang terkena Canine infeksius respiratory disease banyak di isolasi adenovirus. Virus masuk melalui transmisi oronasal, virus bereplikasi pad apermukaan epithelium pada cavum nasal, faring, kripta tonsil dan sel goblet pada trachea. CAV tidak terbatas pada saluran pernafasan atas, virus ini juga menginfeksi sel yang tidak bersilia pada broncholus dan dinding alveolus. Virus ini dapat ditemukan di bronchial dan nodus limfatikus retropharyngeal. Puncak replikasi virus pada hari ke 3 sampai 6 setelah infeksi, akan menurun seiring dengan naiknya antibody. Pada hari ke 9 virus tidak dapat diisolasi. Lesi terlihat pada bagiang distal saluran udara dan paru-paru. Bronchitis dan intertisial pneumonia sering terjadi pada anjing yang terinfeksi CAV2, meskipun gejala klinis tidak terlihat atau minor. Kematian terjadi pada anjing yang umurnya 4 minggu atau terjadi pada anjing-anjing muda. Infeksi akan menjadi lebih buruk jika ada infeksi sekunder dari bakteri(Greene,2012).c. Gejala klinis Anjing yang terinfeksi akan terlihat batuk sering diperburuk jika anjing exercise dan lebih agresif. Palpasi trachea menyababkan batuk, tersedak, muntah atau adanya leleran nasal. Anjing yang tidak komplikasi dengan infeksi tracheobronchitis tidak menunjuka gejala sistemik. Anjing juga menunjukan adanya penurunan berat badan, anorexia yang persisten(smaal). Adanya leleran nasal dan ocular yang bereksudat serous, mukoid dan mucopurulen(Greene,2012).d. Diagnosa Diagnosa pada CAV dapat dilakukan dengan isolasi virus dan menggunakan ELISA, hemaglutinin inhibisi atau netralisasi. Reaksi rantai polymerase dapat juga digunakan sebagai assay. Virus dapat diisolasi dengan beberapa cell line (madin-darby canin kidney cells). Cytopatologi terjadi 24 sampai 48 jam dan identifikasi ini dapat ditentukan secara imunologis(Murphy). Pada kasus kennel cough yang tidak komplikasi diagnosa dapat dilakukan dengan melihat gejala klinis. Evaluasi klinikopatologi, termasuk penghitungan sel darah, thoracic radiograph, tracheal wash fluid analysis merupakan indiksi pada kasus yang lebih serius dan gejala tidak terdeteksi. Penghitungan darah dan thoracic radiography dapat digunakan untuk tracheobrinchitis dengan gejala yang tidak tampak. Bukti adanya infeksi akut akan terlihat adanya spesimen pada tracheal wasing fluid(small)e. Pengobatan Antitusiv dapat digunakan single atau dikombinasi dengan broncodilatator, yang di rekomendasikan untuk pengobatan CIRD. Objek dari obat ini adalah mengurangi siklus batuk. Obat batuk yang mengandung narkotik seperti hydrocodone efektif untuk mengurangi frekuensi dan intensitas. Bronchodilatator yangsering digunakan adalah methylxanthine bronchodilatator, theophyline dan aminophyline dapat mencegah terjadinya brocho spasmus dan mengurangi batuk pada kondisi tertentu (Greene,2012).

(Greene,2012)Bordetella bronchiseptica

a. Etiologi

Termasuk bakteri gram negatif, bentuk coccobasil, ukuran , memiliki vili dan capsule like envelope. Bakteri motil dengan flagella tipe peritrik. Menyebabkan canine infectious tracheobronchitis pada anjing dan pneumonia pada kucing. Menghasilkan toxin dermonekrotik, adenilate siklase, protease, hemolysin, hemaglutinin dan tracheal cytotoxin. Pada kasus lapangan menyerang pada karnivora, dan menyerang kuda, herbivora dan primata pada kasus di laboratorium (Hirsh dan Chung Zee, 1999). Bakteri ini menyerang pada spesies anjing dan kucing. b. Patogenesis

Bakteri masuk melalui inhalasi atau pakan tercemar. Menempel pada silia epitel respirasi dan dihambat oleh neuraminidase dari sel hospes. Silia mengalami paralisis dan inflamasi karena bakteri proliferasi. Adenyl siklase akan menghambat dengan aktivitas fagositosis dan secara intraseluler. Akan tetapi B.bronchiseptica dapat lolos dari fagositosis dengan cara fagolisosom. Menyebabkan iritasi pada nasal karena aktivitas toxin dermonekrotic. Eksudat dominan neutrofil. Infeksi biasanya bersamaan dengan mycoplasma dan CPIV (Hirsh dan Chung Zee, 1999; Quinn et al., 2007).

c. Gejala Klinis

Gejala klinis tampak 3-4 hari setelah infeksi dan 14 hari bila terjadi komplikasi dengan agen infeksi lain. Terdapat eksudat mucus sampai mucopurulen, batuk kering, nafas tersumbat, morbiditas tinggi, mortalitas rendah. Kejadian pneumonia jarang terjadi (Hirsh dan Chung Zee, 1999; Quinn et al., 2007).

d. Diagnosa

berdasarkan anamnesa dan gejala klinis, pemeriksaan fisik, evaluasi klinikopatologi, radiografi thorax, analisis cairan trakea, kultur bakteri pada MCA atau PAD (Hirsh dan Chung Zee, 1999).

e. Pengobatan dan pencegahan

Hewan distirahatkan minimal 7 hari untuk meminimalisasi iritasi akibat batuk. Untuk mengatasi batuk, diberi dextomethrophan1-2mg/kg, butorphanol 0.5mg/kg, hydrocodone bitartrate 0.25mg/kg. obat tersebut sedikit memiliki efek sedativa. Sedangkan antibiotik doxycycline 5-10mg/kg, chlorampenichol 50mg/kg, amoxicillin+clavulanate 20-25mg/kg.

Pencegahan dengan vaksinasi, kebutuhan nutrisi tercukupi, mengisolasi hewan yang terinfeksi, kontrol kebersihan dan kelembapan lingkungan.Fillaroides osleri

a. Etiologi

Cacing nematoda yang termasuk genus Angiostrongylus. Spikulum cacing jantan relatif panjang, sama besar dan berkapiler. Tidak bergubernakulum, vulva tepat dianterior anus. Panjang cacing jantan 15-22nm dan betina 18-33nm, telur unsegmented (Levine, 1994).b. Patogenesis

Siklus hidup langsung. Larva masuk ke siput atau keong (achantina, Subulina)mlalu berkembang menjadi L2 dalam waktu 12-13 hari pada suhu , kemudian berkembang menjadi L3 (infektif) bila hospes intermediet tertelan anjing. Larva menembus dinding usus, masuk aliran darah dan ke CNS. Menjadi L4 dalam 6-7hari dan dewasa pada 5-7hari. Cacing muda menetap ke ruang subaraknoida selama 2 minggu demudian masuk ke vena dan menuju ke jantung dan pulmo. Masa prepaten 42-45 hari. Menyebabkan terbentuknya nodul-nodul pada trachea. Kematian disebabkan karena kesulitan bernafas akibat nodul yang menyumbat saluran respirasi (Urquhart dkk, 1996; Levine, 1994)

c. Gejala klinis: batuk berdahak

d. Diagnosa: dari gejala klinis dan pemeriksaan L1 pada feces dan sputum menggulung (Urquhart dkk, 1996).

e. Pengobatan dan pencegahan

Terapi dengan pemberian preparat benzimidazole seperti albendazole. Pencegahan dengan menjaga kebersihan lingkungan kandang, memberantas hospes intermediet cacing, seperti siput dan keong. Pemberian obat cacing secara rutin pada hewan peliharaan (Urquhart dkk, 1996)

Aspergilus fumigatus

a. Etiologi

Hifa bersepta, reproduksi aseksual. Pada jaringan yang akan terlihat dalam bentuk myselium. Bersifat termotoleran dan tumbuh pada suhu , koloni berbentuk granular dan berwarna hijau kebiruan dengan bagian perifer terdapat garis putih, koloni tua berwarna abu-abu terang. Canine nasal aspergillosis biasanya terjadi pada puppy dengan breed kepala besar (Hirsh dan Chung Zee, 1999; Quinn, 2002).

b. Patogenesis

Masuk melalui spora yang terhirup atau termakan oleh hewan. Ukuran yang kecil membuatnya dapat melewati saluran respirasi bagian atas dan masuk ke cabang bronkial. Banyaknya spora yang terhirup mempengaruhi tingkat keparahan infeksi. Infeksi pada pulmo, menyebabkan terbentuk akumulasi eksudat supurativa pada bronkiolus. Terbentuk coloni myselium yang kemudian dapat masuk ke aliran darah dan menyebabkan thrombus dan vasculitis. Glioksin sebagai hasil metabolismenya akan menghambat aktivitas silia dan fagositosis oleh makrofag. Menyebabkan terbentuknya granuloma yang berwarna putih keabu-abuan yang berisi sel mononuklaer dan fibroblast. Terkadang disertai dengan defisiensi sel T. (Hirsh dan Chung Zee, 1999; (Quinn et al., 2007).

c. Gejala klinis: leleran mukopurulen, bersin-bersin, dan terkadang epitaxis

d. Diagnosa

Diagnosa dari gejala klinis, riwayat pasien dan pemeriksaan klinis seperti melakukan endoskopi untuk mendeteksi adanya lesi pada rongga nasal, isolasi bakteri dari epitel dengan media Sabarous dextrose agar yang diinkubasi suhu selama 2-5hari, ELISA (Hirsh dan Chung Zee, 1999; (Quinn et al., 2007).

e. Pengobatan dan pencegahan

Terapi dengan pemberian clotrimazole topical, itraconazole oral, enilconazole. Pencegahan dengan isolasi hewan yang terinfeksi agar tidak menginfeksi hewan lainnya, memperhatikan kebersihan lingkungan (Hirsh dan Chung Zee, 1999; Quinn, 2002).Feline calcivirus a. Etiologi

FCV berukuran kecil, tidak beramplop, ss RNA, termasuk genus vesivirus dan family calicivirus. Virus ini menginfeksi kucing domestic dan juga seluruh family kucing. Berbentuk icosahedaral, replikasi di sitoplasma, dapat bertahan di lingkungan(Quinn et al., 2007).b. Pathogenesis

Replikasi virus terjadi pada oropharing dan dengan cepat melewati saluran pernafasan atas dan konjungtiva, terjadi viremia. Infeksi yang terjadi dari subklinis sampai kronis. FCV dapat menyebabkan intertisial pneumonia pada anak kucing(Quinn et al., 2007).c. Gejala klinis

Masa inkubasi dari virus ini 5 hari, gejala klinis ditemukan pada saluran respirasi atas dan juga conjungtiva. Demam, ada leleran oculonasal dan conjungtivitis dan akan berkembang dengan adanya vesikel dilidah dan mukosa mulut. Vesikel akan pecah dan menjadi ulcer. Jika terjadi imunodifesiensi akan terjadi juga gingivitis dan stomatitis. Penularan dari virus ini sangat cepat tapi mortalitasnya rendah(Quinn et al., 2007).d. Diagnosa

Diagnosa dapat dilihar dari gejala klinis yang nampak pada saluran pernafasan atas dengan adanya ulcer pada mukosa di bagian mulut. Feline calcivirus dapat diisolasi dari oroparingeal atau dari jaringan paru-paru tapi isolasi tidak akan significan karena banyak kucng yang karier(Quinn et al., 2007).e. Pengobatan

(DAFTAR PUSTAKAGreene, C.E. 2012. Infectious Diseases of the Dog and Cat. Fourth ed. Elsevier Saunders. Missouri.

Hirsh, D.C., Chung Zee, Y.1999.Veterinary Microbiology.Blackwell Science, Inc.

Levine, N.D.1994.Buku Pelajaran Parasitologi Veteriner.Yogyakarta: UGM Press.

Murphy, F.A., Gibbs, E.P.J., Horzinek, M.C., Studdert, M.J.2008.Veterinary Virology Thirdedition.Elsevier.Nelson,R.W.2003. Small Animal Internal Medicine.Missouri:Mosby Quinn, P. J.2007. Veterinary Microbiology and Microbial. UK : Blackwell Science PublisherUrquhart, G.M., Armour, J., Duncan, J.L., Dunn, A.M., Jenings, F.W.1996.Veterinary Parasitology.Blackwell Science Inc. EMBED MS_ClipArt_Gallery.2