38
KANKER RONGGA MULUT ANATOMI DAN FISIOLOGI Rongga mulut adalah bagian dari saluran cerna dimulai dari vermilion sampai perbatasan soft dengan hard palate dan papila circumvallata lidah. Jadi yang yang termasuk dalam regio ini adalah bibir, mukosa bukal, ginggiva, dasar mulut, lidah dua pertiga depan, hard palate dan trigonum retromolar. Bibir yang membentuk celah tebuka pada mulut merupakan bagian organ yang spesial pada manusia. Bibir berperan dalam menahan makanan dalam mulut dan membentuk kata-kata saat berbicara. Fungsi lain adalah membentuk ekspresi wajah seperti tersenyum dan mengerutkan dahi. Bibir berwarna lebih gelap dari kulit sekitarnya karena mengandung sangat banyak pembuluh darah (Suyatno, 2010). 1 Gambar 1: Anatomi rongga mulut (Moore, 2007).

3-Referat 2 - Kanker Rongga Mulut (Revised)

Embed Size (px)

DESCRIPTION

akt

Citation preview

KANKER RONGGA MULUT

ANATOMI DAN FISIOLOGI

Rongga mulut adalah bagian dari saluran cerna dimulai dari vermilion sampai

perbatasan soft dengan hard palate dan papila circumvallata lidah. Jadi yang yang

termasuk dalam regio ini adalah bibir, mukosa bukal, ginggiva, dasar mulut, lidah

dua pertiga depan, hard palate dan trigonum retromolar.

Bibir yang membentuk celah tebuka pada mulut merupakan bagian organ

yang spesial pada manusia. Bibir berperan dalam menahan makanan dalam mulut

dan membentuk kata-kata saat berbicara. Fungsi lain adalah membentuk ekspresi

wajah seperti tersenyum dan mengerutkan dahi. Bibir berwarna lebih gelap dari kulit

sekitarnya karena mengandung sangat banyak pembuluh darah (Suyatno, 2010).

Lidah merupakan organ muskular yang sangat fleksibel dalam rongga mulut

berperan untuk proses pengunyahan, pengecapan dan menelan makanan serta untuk

berbicara. Organ ini melekat ke dasar mulut dengan permukaan atas dilapisi papilae

yang memberikan tekstur permukaan yang kasar. Papillae mengandung pori-pori

kecil yang terdapat reseptor pengecapan (taste bud). Terdapat 4 jenis reseptor

1

Gambar 1: Anatomi rongga mulut (Moore, 2007).

pengecapan (manis, asam, pahit, asam) yang berada pada lokasi tertentu di

permukaan lidah (Suyatno, 2010).

Otot-otot ekstrinsik melekatkan lidah ke bagian eksternal, yang termasuk otot

ini adalah hioglosus, genioglosus, palatoglosus, pharingoglosus dan stiloglosus. Otot-

otot intrinsik yang berada dalam lidah merupakan pembentuk masa lidah paling

banyak. Otot intrinsik ini berjalan vertikal, tranversal dan longitudinal. Dengan

struktur otot ekstrinsik dan intrinsik seperti ini memungkinkan lidah untuk bergerak

bebas. Otot-otot lidah diinervasi oleh nervus hipoglosus (N.XII). Sensasi untuk

perabaan (touch sensation) dari lidah 2/3 depan dibawa oleh nervus trigeminus (N.V

cabang lingualis) dan 1/3 belakang lidah melalui nervus glosofaringeus (N.IX).

Sensasi untuk pengecapan (taste sensation) dari lidah 2/3 depan dibawa oleh nervus

fasialis (N.VII) dan 1/3 belakang melalui nervus glosofaringeus (N.IX).

Vaskularisasi lidah terutama oleh arteri lingualis (Suyatno, 2010).

2

Gambar 2. Anatomi lidah (Moore, 2007).

Atap dari rongga mulut adalah palatum, yang memisahkan dengan rongga

hidung. Bagian depan yang berupa tulang dilapisi mukosa adalah palatum durum

(hard palate/langit-langit keras), bagian belakang yang tersusun jaringan lunak

disebut palatum molle (soft palate / langit-langit lunak). Rongga mulut ini

mengandung kelenjar liur, kelenjar ini mensekresikan cairan saliva yang

mengandung enzim amilase. Saliva juga mengandung enzim Lisozim yang mampu

membunuh bakteri (Suyatno, 2010).

3

Gambar 3. Otot-otot ekstrinsik lidah dan inervasinya (Ellis, 2006).

Gambar 4. Anatomi palatum (Moore, 2007).

BATASAN

Yang dianggap sebagai kanker rongga mulut adalah kanker yang berasal dari

epitel yang melapisi mukosa rongga mulut dan organ-organ rongga mulut serta

kelenjar ludah (terutama minor) yang berada di dinding rongga mulut.

Dengan demikian, ruang lingkup rongga mulut termasuk organ-organ berikut

ini : Bibir atas dan bawah, lidah 2/3 anterior, mukosa bukal/pipi, dasar mulut,

ginggiva maxila dan mandibula, trigonum retromolare, dan palatum durum serta

molle. Sedangkan yang tidak termasuk dalam kanker rongga mulut adalah : Sarkoma

jaringan lunak pada pipi atau bibir, sarkoma saraf perifer, tumor-tumor ganas

odontogenik yang berasal dari mandibula maupun maksila, karsinoma kulit pipi serta

bibir (Manuaba, 2010).

EPIDEMIOLOGI

Kanker rongga mulut adalah kanker yang berasal dari epitel baik berasal dari

mukosa atau kelenjar liur pada dinding rongga mulut dan organ dalam mulut.

Sarkoma, tumor ganas odontogen pada maksila dan mandibula serta karsinoma kulit

pipi tidak termasuk kanker rongga mulut (Suyatno, 2010).

Karsinoma rongga mulut relatif jarang dijumpai di dunia barat dan lebih

sering dijumpai di negara berkembang (Manuaba, 2010). Kanker ini merupakan

kanker nomor enam paling banyak di dunia dan mencakup 30% dari kanker kepala

dan leher. Di Amerika Serikat pada tahun 2005, diperkirakan 20.000 kanker terjadi di

rongga mulut dan terdapat sekitar 5000 kematian akibat kanker rongga mulut. Pria

lebih banyak menderita kanker ini dibanding wanita (3-4:1) namun terdapat

kecenderungan insiden pada wanita yang meningkat karena kebiasaan merokok

meningkat. Rata-rata didiagnosa pada usia dekade keenam sampai ketujuh namun

ada juga yangmendapatkan sebagian besar (70%) pada usia diatas 40 tahun. Insiden

rata-rata 100.000 pertahun, antara negara maju dan berkembang hampir sama.

Insiden tertinggi pada wanita adalah di India 5,8/100.000. Insiden tertinggi pada pria

adalah di Prancis 13/100.000. Insiden tertinggi didunia adalah di India dengan angka

4

kejadian kanker rongga mulut 20-25/100.000. Sedangkan insiden terendah di

Yugoslavia 0,2/100.000.

Insiden kanker rongga mulut di Indonesia belum diketahui dengan pasti,

frekuensi relatif diperkirakan 1,5-5% dari seluruh kanker. Karsinoma rongga mulut

paling sering mengenai lidah (40%), dasar mulut (15%) dan bibir (13%). Lebih dari

90-95% kanker rongga mulut adalah karsinoma sel skuamus. Kurang dari 5% adalah

adenokarsinoma (adenokistik dan mukoepidermoid karsinoma yang berasal dari

kelenjar liur minor).

Kanker lidah diperkirakan setiap tahunnya terdapat 5.500 kasus baru (AS),

pria dibanding wanita adalah 3:1. Kanker lidah pada 2/3 anterior mempunyai

karakteristik yang berbeda dengan 1/3 posterior lidah. Kanker pada lidah posterior

umumnya berdiferensiasi buruk, sudah ada metastasis ke kelenjar getah bening saat

ditemukan dan umumnya terdiagnosis pada stadium lanjut.

Kanker dasar mulut dominan diderita pria (80%) dengan rata-rata usia 55-65

tahun dan insiden diperkirakan 0,6/100.000 penduduk (AS). Kanker bibir lebih

sering pada bibir bawah, pada bibir atas diperkirakan sekitar 6% dan komisura 3%

(Suyatno, 2010).

FAKTOR RISIKO

Faktor risiko mayor kanker rongga mulut adalah iritasi kronis mukosa oleh

tembakau dan alkohol. Secara umum faktor risiko untuk kanker ini adalah :

1. Tembakau : 80 - 90 % penderita kaker rongga mulut adalah perokok. Risiko

perokok adalah 9 kali lebih besar dibanding bukan perokok dan pasien yang

tetap merokok setelah mendapat perawatan kanker rongga mulut mempunyai

risiko 2-6 kali mendapatkan kanker kedua dibanding pasien yang berhenti

merokok (Neville, 2002).

2. Alkohol : peminum alkohol memiliki risiko 30 kali lebih besar dan efeknya

sinergis dengan merokok. Bila seseorang merupakan perokok dan peminum

5

berat akan mempunyai risiko 100 kali dibanding orang bukan perokok dan

peminum alkohol (Neville, 2002).

3. Infeksi virus dalam rongga mlut : Human Papiloma Virus (HPV) khususnya

HPV 16 dan 18.

4. Sirosis hepatis

5. Oral higiene yang jelek dan sifilis tersier

6. Sunburn : Iritasi sinar matahari dan iritasi kronis lainnya

7. Gaya hidup : kebiasaan mengunyah sirih (betel leaf, betel nut)

8. Lesi prekanker : hiperplasia, leukoplakia, ertroplakia, dan displasia.

Eritroplakia dan displasia berpotensi paling tinggi untuk mejadi ganas

(Suyatno, 2010).

9. Diperkirakan juga terdapat suatu genetic susceptability, yang berhubungan

dengan carcinogen metabilizing system,DNA repair defect, cell cycle control

apoptosis,gangguan fungsi enzim Glutation S-Transferase, kerusakan atau

mutasi gen P53 (Manuaba, 2010)

KLASIFIKASI HISTOPATOLOGIS

Tipe histologi kanker rongga mulut diantaranya :

1. Squamous cell carcinoma

2. Adenocarcinoma

3. Adenoid cystic carcinoma

4. Melanoma maligna

5. Lymphoma

Sebagian besar kanker rongga mulut adalah tipe Squamous cell carcinoma,

meskipun tak jarang dijumpai tipe histologis lain yang berasal dari glandula

salivarius minor, mucoepidermoid carcinoma,adenoid cystic carcinoma, acinic cell

carcinoma dan sebagainya. Munculnya dan meningkatnya insiden HIV pada

masyarakat dunia, meningkatkan insiden Kaposi sarcoma yangsering dijumpai pada

mukosa palatum. Sarkoma dari tulang mandibula maupun maksila dapat dijumpai

dengan tumor yang protrusi kerongga mulut (Manuaba, 2010).

6

Beberapa lesi mukosa rongga mulut yang harus diwaspadai karena

merupakan lesi prakanker :

1. Leukoplakia

Definisi leukoplakia menurut WHO adalah bercak atau plak putih yang tak

dapat digolongkan secara klinis atau patologis ke dalam suatu penyakit

tertentu. Jadi leukoplakia hanyalah sebuah istilah klinis yang tidak

mempunyai konotasi histopatologis dan seharusnya tidak digunakan dalam

diagnostik secara mikroskopis. Bila ada plak putih di rongga mulut yang

dapat didiagnosis sebagai suatu penyakit (misalnya kandidiasis, lichen

planus, leukoedema, dan lainnya), maka lesi tersebut bukanlah suatu

leukoplakia.

2. Eritroplakia

Eritroplakia digunakan juga hanya sebagai istilah klinis. Sama seperti halnya

leukoplakia, eritroplakia adalah sebuah bercak atau plak berwarna merah

yang tak dapat digolongkan kedalam suatu penyakit tertentu. Definisi ini

juga tidak termasuk didalamnya suatu proses inflamasi di dalam rongga

mulut yang juga menimbulkan warna merah.

7

Gambar 5. Leukoplakia (Neville, 2002).

3. Eritroleukoplakia

Merupakan gambaran campuran eritroplakia dan leukoplakia

4. Nicotine stomatitis

Adalah penebalan, perubahan hiperkeratosis dari mukosa palatum yang

sering disebabkan oleh pipa rokok. Mukosa palatum menebal dan terjadi

hiperkeratosis, kadang permukaan berkembang seperti terpecah-pecah.

Nicotine stomatitis ini banyak timbul pada perokok yang memakai pipa

rokok disebabkan karena panas yang disalurkan melalui pipa lebih besar. Di

daerah Asia tenggara dan Amerika selatan dimana kadang ada kebiasaan

merokok terbalik. Kebiasaan ini membuat energi panas lebih besar yang

menyebabkan perubahan hiperkeratosis pada palatum yang disebut reverse

smoker’s palate, yang merupakan risiko signifikan terjadinya keganasan

rongga mulut

8

Gambar 6. Eritroplakia (Bouqout, 2010).

Gambar 7. Eritroleukoplakia (Bouqout, 2010).

5. Tobacco pouch keratosis

Perubahan mukosa oral yang disebabkan karena tembakau dapat melalui cara

lain seperti menghirup atau mengunyahnya. Kelainan yang timbul biasanya

disekitar mukosa buccal atau labial dapat meluas ke gingiva. Lesi awal dapat

berupa mukosa yang berkerut yang akan hilang bila diregangkan. Lesi lain

dapat berupa hiperkeratosis atau patch granuler. Lesi lanjut berupa zona yang

menebal pada mukosa yang berwarna putih keabuan dan berkembang

menjadi lipatan-lipatan dan cekungan. Perubahan pada mukosa ini

ditentukan oleh jenis dan banyaknya tembakau, serta lamanya penggunaan

tembakau (Neville, 2002).

9

Gambar 8 Nicotine stomatitis (Neville, 2002).

Gambar 8 Tobacco pouch keratosis (Neville, 2002).

PROSEDUR DIAGNOSIS

Anamnesa

Ditujukan untuk mengidentifikasi keluhan utama, perjalanan penyakit, faktor

risiko, riwayat pengobatan yang telah diberikan, hasil pengobatan dan berapa lama

keterlambatan. Keluhan utama biasanya berupa :

1. Plak putih atau kemerahan pada ginggiva, lidah, tonsil atau mukosa mulut

2. Ulkus atau sariawan yang tidak ada perbaikan setelah 2 minggu

3. Benjolan atau penebalan di bibir, ginggiva atau dalam rongga mulut

4. Gigi tanggal atau gigi palsu tidak cocok lagi

5. Sulit dan nyeri saat menelan serta masalah dalam mengunyah makanan

6. Kesukaran berbicara dan perubahan suara

7. Benjolan di mandibula atau kadang di leher

8. Perdarahan, nyeri atau rasa kebas di bibir atau pipi

9. Nyeri di telinga (Suyatno, 2010; Osuna, 2008)

Keluhan yang spesifik untuk kanker rongga mulut adalah nyeri, hot potato

chewing sign, kesulitan menelan dan berbicara. Kanker ini kadang tidak

menimbulkan keluhan dan ditemukan saat melakukan pemeriksaan gigi (Manuaba,

2010).

Pemeriksaan fisik

Dilakukan untuk menetukan status generalis, lokal dan regional. Pemeriksaan

umum mengidentifikasi status performans, keadaan umum dan metastasis jauh.

Pemeriksaan lokal dilakukan dengan inspeksi dengan bantuan penerangan dan

palpasi bimanual. Inspeksi rongga mulut dimulai dari bibir sampai orofaring

posterior. Perabaan lesi rongga mulut dilakukan dengan 1-2 jari dimasukkan kedalam

rongga mulut, untuk dalamnya lesi dilakukan dengan bimanual. Untuk pemeriksaan

lidah dan orofaring,maka ujung lidah ditarik keluar dengan bantuan kassa. Akan

lebih baik bila dibantu dengan cermin periksa.

Setiap lesi tentukan lokasi tumor primer, bentuk, ukuran, infiltrasinya dan bagaimana

operabilitasnya. Infiltrasi ke nervus kranialis (parestesi, nerve palsy) harus

diidentifikasi dandidokumentasi untuk evaluasi hasil terapi nantinya dan untuk

10

kepentingan medikolegal. Status regional dilakukan dengan inspeksi dan palpasi ada

tidaknya pembesaran kelenjar getah bening ipsilateral dan kontralateral. Tentukan

juga lokasi, ukuran terbesar dan jumlah kelenjar getah bening yang membesar.

Pemeriksaan ini sangat penting oleh karena risiko metastasis ke kelenjar getah

bening adalah tinggi walau klinis tidak teraba (subklinis)

Risiko penyebaran ke kelanjar getah bening tergantung dari diferensiasi tumor, letak

tumor, ukuran tumor dan rekurensi tumor. Letak tumor median, lateral lidah dan

nasofaring dapat menyebar ke kelenjar getah bening kontralateral atau terjadi

shunting kesisi sebelahnyaakibat obstruksi aliran getah bening karena operasi atau

radiasi. Apabila terdapat pembesaran kelenjar getah bening yang tidak sesuai dengan

drainasenya harus dicari kemungkinan second primary cancer (insiden 10-15%)

(Suyatno, 2010).

Tampilan Klinis

Kanker Lidah

Sebagian besar (40%) dari kanker rongga mulut adalah kanker lidah. Tanda

awal umumnya berupa ulkus tanpa nyeri yang tidak sembuh-sembuh. Kemudian

membesar dan menekan atau menginfiltrasi jaringan sekitar yang mengakibatkan

nyeri lokal, otalgia ipsilateral, atau nyeri pada mandibula. Kanker yang kecil

terkadang asimtomatik. Otot-otot intrinsik (longitudinal, transversal dan vertikal) dan

otot ekstrinsik (genioglosus, hyoglosus, styloglosus dan palatoglosus) memberikan

hambatan minimal untuk pertumbuhan tumor. Infiltrasi ke otot-otot ini

mengakibatkan gerakan lidah terbatas, sehingga proses menelan makanan dan bicara

terganggu. Kanker ini dapat menginfiltrasi jaringan sekitarnya seperti dasar mulut

(floor of mouth), dasar lidah dan tonsil. Morfologi tumor lidah umumnya adalah

eksofitik, endofitik, ulseratif, infiltratif dan terkadang tersembunyi (occult). Lokasi

tumor paling sering adalah di tepi lateral pada perbatasan antara bagian tengah dan

1/3 belakang lidah.

Lebih kurang 30% penderita kanker lidah secara klinis terdapat metastasis di

kelenjar getah bening leher (KGB leher teraba) saat didiagnosa. Drainase limfatik

dari kanker lidah adalah ke level II, III dan I. Bila tumor di pertengahan (midline)

dapat terjadi metastasis ke kelenjar getah bening bilateral. Ukuran tumor yang kecil

11

(T1 dan T2), occult nodule metastase-nya terdapat pada 30-40% pasien. Ukuran dan

ketebalan tumor merupakan prediktor independen untuk metastasis regional

(Suyatno, 2010).

Kanker Dasar Mulut

Kanker dasar mulut merupakan 10-15% dari kanker rongga mulut. Lesis

umumnya adalah karsinoma sel skuamus dengan diferensiasi ringan sampai sedang.

Terkadang juga muncul dari kelenjar liur berupa adenokarsinoma, adenoid kistik

karsinoma dan mukoepidermoid karsinoma. Lesi pre-maligna menyebabkan simptom

minimal, dan diagnosa tergantung pada pemeriksaan yang teliti. Plak putih

(leukoplakia) akan menjadi karsinoma apabila tidak diterapi dengan tepat. Plak

kemerahan (eritroplakia) sering (90%) merupakan kanker invasif, karsinoma insitu

ata displasia epitel harus serius dievaluasi untuk diagnosis yang tepat. Lesi maligna

umumnya berupa ulkus kronis yang tidak sembuh-sembuh dan pada lesi dini

umumnya tanpa rasa nyeri. Adanya nyeri mengindikasikan terdapat infiltrasi ke

perineural, tulang atau struktur dalam. Terkadang muncul lesi endofitik terutama bila

kanker berasal dari kelenjar liur. Umumnya penderita datang setelah terdapat

benjolan submandibular atau adanya limfadenopati di leher (Suyatno, 2010).

Kanker Bibir

Kanker ini yang tersering adalah karsinoma sel skuamus dan tekadang adalah

basalioma, melanoma maligna dan kanker kelenjar liur minor. Terdapat tiga tipe

karsinoma sel skuamus bibir yakni eksofitik, endofitik dan verukous (jarang).

Grading histopatologi adalah dari diferensiasi baik (70%) sampai diferensiasi buruk

(<5%). Karsinoma bibir umumnya berlokasi di bibir bawah (>90%), bibir atas sekitar

6% dan komisura 3%. Karsinoma dini sulit dibedakan dengan actinic cheilitis.

Verukous, eritema dan ulkus yang tak kunjung sembuh dan hiperkeratosis mungkin

merupakan gambaran malignansi. Lesi tersebut yang menetap selama 2 minggu harus

dibiopsi. Tampilan karsinoma sel skuamus bibir yang lanjut umumnya berupa ulkus

yang tak sembuh-sembuh atau pertumbuhan eksofitik. Limfadenopati pertama

muncul pada kelenjar getah bening submental dan submandibular baru kemudian ke

12

ekelenjar getah bening jugular. Tumor pada bibir atas dapat bermetastasis ke kelenjar

getah bening preaurikuler.

Perilaku karsinoma bibir bervariasi. Sebagian besar kanker tetap terlokalisir

dan tumbuh perlahan, penyebaran radial dan periferal lebih sering dibanding invasi

ke struktur dalam. Ekstensi langsung ke tulang atau invasi perineural merupakan

bentuk agresif dari tumor ini. Metastasis regional bervariasi 2-20% saat diagnosa

ditegakkan. 5-30% akan bermetastasis ke kelnjar getah bening leher setelah terapi

(Suyatno, 2010).

Kanker Palatum Durum

Tampilan klinis karsinoma sel skuamus palatum adalah berupa lesi

ulkus,umumnya asimptomatis pada stadium dini dan sangat nyeri pada stadium

lanjut. Gambaran lain adalah massa di palatum, berdarah, bau mulut, gigi tanggal dan

illfitting dentures. Pseudoepitheliomatous hyperplasia dan necrotizing

sialometaplasia adalahlesi jinak yang mempunyai tampilan yang serupa dengan

karsinoma sel skuamus, harus dibedakan secara histopatologi. Tumor pada kelenjar

liur minor muncul sebagai lesi submukosa dan ditutup mukosa yang licin. Torus

palatinus dan hiperplasia tulang palatum, asimptomatis, lokasi di midline jangan

diduga sebagai tumor. Melanoma umumnya licin, lesi hitam terkadang kecoklatan.

Sarkoma kaposi adalah lesi kebiruan umumnya terlihat pada pasien dengan infeksi

Human Immunodeficiency Virus (HIV). Frekuensi tipe histopatologi dari kanker

palatum adalah : 53% karsinoma sel skuamus, 15% adenoid kistik karsinoma, 10%

mukoepidermoid karsinoma, 4% adenokarsinoma, 4% anaplastik karsinoma dan lain-

lain sebanyak 14% (Suyatno, 2010).

Kanker Gingiva

Sering terlihat sebagai perubahan mukosa yang disertai leukkoplakia. Tumor

yang lebih ekstensif mengakibatkan gigi goyang, berdarah atau nyeri, yang kemudian

akan menginvasi tulang disekitarnya. Ekstensi tumor dapat melibatkan dasar mulut,

mukosa bukal, palatum dan sinus maksilaris (Suyatno, 2010).

13

Kanker pada Trigonum Retromolar

Kanker ini dapat menyebabkan trismus karena terlibatnya pterygomandibular

space, pterygoid dan otot-otot bucinator.

Kanker Mukosa Bukal

Pada stadiumdini asimptomatis atau teraba oleh lidah. Ulserasi dapat

menyebabkan nyeri lokal. Obstruksi duktus Stenson dapat menyebabkan pembesaran

kelenjar parotis. Nyeri disebarkan ke telinga diikuti nervus lingualis dan nervus

dentalis. Ekstensi tumor dapat menyebabkan trismus karena infiltrasi tumor ke otot

masseter (Suyatno, 2010).

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Secara umum sama dengan kanker kepala leher pada umumnya. Foto

mandibula (panoramik) dilakukan pada kanker gingiva, mandibula atau kanker yang

melekat di area mandibula. CT scandan MRI dilakukan untuk melihat detail lokasi

tumor, luas ekstensi tumor primer serta lokoregional. USG hepar, foto thorak dan

bone scan dilakukan apabila ada keluhan klinis dan adanya kecurigaan metastasis

jauh (Suyatno, 2010).

Biopsi

Fine Needle Aspiration Biopsy (FNAB) dapat meningkatkan diagnosis keganasan

kepala leher. Dapat dilakukan padatumor primer atau pada metastasis ke kelenjar

getah bening leher. Namun hasil pemeriksaan masih pada tingkat sitologi,belum

dapat dijadikan pedoman untuk menentukan terapi definitif.

Biopsi insisi atau biopsi punch dilakukan bila tumor besar (>1 cm) atau pada tumor

yang inoperable. Biopsi eksisi dilakukan pada tumor yang kecil (<1 cm), eksisi yang

dilakukan adalah eksisi luas seperti operasi definitif yaitu 1 cm dari tepi tumor. Bila

terdapat fasilitas potong beku, biopsi insisi hanya dilakukan pada tumor yang

inoperable. Tumor yang besar operable dilakukan potong beku waktu operasi untuk

dapat menentukan langsung terapi definitifnya (Suyatno, 2010).

14

STAGING

Stadium klinis berdasarkan UICC/AJCC 2002

T : berdasarkan inspeksi dan palpasi, dapat dilihat dan diraba apakah tumor

tumbuh infiltratif, eksofitik, ulseratif, verukosa. Ukuran, detail lokasi tumor, ekstensi

dan infiltrasi ke tulang dapat dievaluasi dengan foto, CT scan atau MRI.

Tumor Primer (T)

T1 : ukuran tumor <2 cm

T2 : ukuran tumor 2-4 cm

T3 : ukuran tumor >4 cm

T4a : infiltrasi tulang, n.alveolaris inferior, dasar mulut, kulit, infiltrasi otot lidah

T4b : infiltrasi otot mastikasi, pterygoid, dasar tengkorak dan a.karotis interna

Kelenjar getah bening regional (N)

N0 : tak ada metastasis ke kelenjar getah bening regional

N1 : terdapat metastasis kelenjar getah bening single, ipsilateral, ukuran <3 cm

N2a : terdapat metastasis kelenjar getah bening single, ipsilateral, ukuran 3-6 cm

N2b : terdapat metastasis kelenjar getah bening multiple, ipsilateral, ukuran <6 cm

N2c : terdapat metastasis kelenjar getah bening bilateral atau kontralateral

Metastasis Jauh (M)

M0 : tidak terdapat metastasis jauh

M1 : terdapat metastasis jauh (Manuaba,2010)

PENATALAKSANAAN

Tujuan akhir dari penatalaksanaan kanker rongga mulut adalah tercapainya

penyembuhan kuratif (cure of cancer), preservasi dan restorasi fungsi serta kosmetik,

sekuele minimal, dan pencegahan terjadinya second primary cancer. Modalitas terapi

untuk kanker rongga mulut adalah pembedahan, radioterapi, kemoterapi dan oral

rehabilitasi.

Pembedahan berupa eksisi luas merupakan terapi utama untuk kanker rongga

mulut. Margin yang adekuat (beserta jaringan sehat disekitarnya 1-1,5 cm) dilakukan

untuk tindakan kuratif. Defek operasi dapat sembuh sekunder, ditutup dengan graft

atau direkonstruksi dengan flap lokal, regional dan free flap. Diseksi leher radikal

15

dilakukan apabila secara klinis ditemukan pembesaran kelenjar getah bening dan

diseksi leher dilakukan pada N0 untuk tumor ukuran besar (T3 dan T4), tumor

dengan invasi lebih dalam dari 4 mm atau dengan faktor prognosis buruk lainnya

(risiko terdapat metastasis kelenjar getah bening > 20 %). Tumor primer yang

berlokasi di midline memerlukan diseksi bilateral karena risiko penyebaran ke sisi

kontralateral > 20%. Diseksi leher efektif dilakukan pada level I-III tapi terkadang

dianjurkan sampai dengan level IV disebabkan kemungkinan adanya skip metastasis

(Suyatno, 2010; NCCN, 2011).

Terdapat 5 teknik pendekatan (approach) operasi pengangkatan tumor primer

rongga mulut yaitu :

1. Pendekatan peroral

Dilakukan hanya dengan membuka mulut selebar mungkin dan dipertahankan

dengan mouth gag, teknik ini digunakan pada lesi yang kecil pada 2/3 lidah bagian

depan, dasar mulut, gusi, mukosa pipi, palatum durum dan mole. Misal : operasi

partial glossectomy, eksisi kanker dasar mulut, eksisi tumor palatum durum dan

mole, serta eksisi tumor pada upper alveolus.

2. Mandibulotomi

Tindakan ini dilakukan pada kasus keganasan yang tidak mungkin dilakukan

pengangkatan dengan tindakan membuka mulut atau lower cheek approach. Dengan

mandibulotomi lapangan operasi menjadi lebih luas sehingga memudahkan

pengangkatan tumor, misalnya tumor yang terletak pada lidah bagian posterior dan

trigonum retromolar. Variasi mandibulotomi :

- Mandibulotomi lateral, tindakan ini mempunyai kerugian : ekspos susah,

penyembuhan agak lama karena tarikan otot tidak sama, memerlukan fiksasi

intermaksila sehingga untuk mengetahui luka bekas eksisi tumor susah, terjadi

denervasi nervus Alveolaris inferior dan tempat insisi merupakan lapangan radiasi.

- Mandibulotomi midline, tindakan ini mempunyai kerugian memerlukan ekstraksi

gigi sehingga secara estetik tidak baik dan memotong otot digastrikus sehingga

fungsi mastikasi dan menelan agak terganggu.

16

- Mandibulotomi paramedian, tindakan ini memberikan ekspos tumor lebih mudah,

tidak memotong banyak otot terutama otot digastrikus, tidak terletak dalam lapangan

radiasi dan tidak mencederai nervus alveolaris inferior.

3. Upper cheek flap dan Lower cheek flap

Dilakukan pada pengangkatan kanker rongga mulut disertai mandibulektomi

marginal yang membutuhkan ekspos yang luas.

4. Visor cheek flap

Keuntungan teknik ini adalah dapat dihindarinya pemotongan bibir bawah

dan dagu di midline. Dilakukan pada tumor yang berlokasi di anterior rongga mulut

terutama yang terdapat pada dasar mulut. Kerugiannya adalah tidak adekuatnya

untuk eksisi kanker yang meluas hingga mencapai 1/3 tangah lidah atau trigonum

retromolar dan teknik ini juga menyebabkan anestesia karena memotong nervus

mentalis.

5. Mandibulektomi marginal

Tindakan ini diindikasikan pada tumor primer yang dekat mandibula dan bila

terdapat erosi minimal pada korteks atau prosesus alveolaris. Kontraindikasi

mandibulektomi marginal adalah adanya infiltrasi luas pada mandibula, atropi

prosesus alveolaris dan riwayat radiasi sebelumnya. Bila terdapat infiltrasi luas pada

mandibula, tumor primer pada mandibula, metastasis tumor ke mandibula, invasi ke

nervus alveolaris inferior dan soft tissue tumor yang besar dekat mandibula

merupakan indikasi untuk dulakukan mandibulektomi segmental (Suyatno, 2010;

Manuaba, 2010)..

Radioterapi diberikan dalam bentuk radiasi eksterna atau brachiterapi. Terapi

ini diindikasikan pada lesi kecil di anterior komisura bibir, anterior lidah dan dasar

mulut (lesi T1). Radioterapi jarang digunakan sebagai terapi primer dan umumnya

digunakan sebagai terapi adjuvant pada pasien dengan risiko tinggi untuk rekurensi

lokoregional (tumor primer besar T3 dan T4, margin closed atau positif, adanya

invasi perineural atau limfovaskuler, tebal invasi tumor lebih dari 4 mm, terdapat

penyebaran ekstra kapsul, metastasis kelenjar getah bening multipel). Radiasi dileher

17

paska RND diindikasikan bila : kelenjar getah bening mengandung metastasis >1,

diameter kelenjar getah bening >3 cm, ada pertumbuhan ekstra kapsul dan high

grade malignancy. Peranan kemoterapi adalah serupa untuk kanker kepala leher

secara umum. Oralrehabilitasi diperlukan paska operasi terutama yang mutilasinya

mengenai organ vital (lidah atau bibir) atau yang disertai rekonstruksi.

PENATALAKSANAAN MENURUT ORGAN

Karsinoma lidah

Lesi kecil (T1 dan T2) terapi utamanya adalah pembedahan dan radioterapi.

Radioterapi mungkin dapat memberikan hasil kuratif pada lesi T1 dan T2 dengan

preservasi struktur anatomi dan fungsi yang normal. Namun radioterapi sering

menimbulkan komplikasi berupa edema lidah yang memerlukan trakeostomi,

xerostomia, disgeusia dan osteoradionekrosis, hal ini mengakibatkan tindakan ini

kurang diminati. Terapi pembedahan pada kanker lidah adalah eksisi luas dengan

batas sayatan bebas tumor (konfirmasi potong beku). Tindakan ini umumnya

memerlukan partial glossectomy dan umumnya paska operasi fungsi tetap baik.

Lokal kontrol untuk 5 tahun pada T1 adalah 85% dan T2 adalah 80%.

18

Gambar 9. Enam level lokasi kelenjar limfe leher (NCCN, 2011).

Pada T3 dan T4 terapi utamanya juga pembedahan. Hasi kuratif hany bisa

dicapai dengan reseksi en bloc yang komplet dari semua tumor dan jaringan sekitar

dengan batas sayatan secara mikroskopis bebas tumor. Radical Neck Dissection

(RND) harus dilakukan pada klinis N positif dan Selective Neck Dissection (SND)

level 1-3 dilakukan pada N0. SND harus dilakukan karena tingginya insiden occult

metastasis kelenjar getah bening leher (Spiro dan Strong : occult metastasis T1 20%,

T2 43%, dan T3 77%). Pembedahan memberikan tingkat kesembuhan yang lebih

baik dibanding radioterapi dan memungkinkan untuk evaluasi patologi dari faktor

prognostik. Terkadang dibutuhkan rekonstruksi langsung (myocutaneus flap atau

vascular free flap) untuk mempertahankan fungsi dan kosmetik.

Karsinoma dasar mulut

Untuk kanker stadium dini dapat diterapi dengan pembedahan atau

radioterapi. Kanker yang melekat atau dekat dengan mandibula,radioterapi tidak

dianjurkan karena risiko osteonekrosis, lesi seperti ini pembedahan merupakan

pilihan sekaligus reseksi mandibula en bloc. Terapi pada kasus yang disertai

pembesaran kelenjar getah bening leher (N1), harus dilakukan RND dan radioterapi

paska operasi jika terdapat kelenjar getah bening multipel yang positif mengandung

metastasis dan terdapat ekstensi ekstrakapsuler. Pada N0 dilakukan observasi.

Radiasi paska operasi selalu diberikan pada lokasi tumor dengan dosis total 6000-

6300 cGy.

Pada kanker stadium III dan IV diberikan terapi kombinasi pembedahan dan

radioterapi. Defek paskaoperasi selalu membutuhkan rekonstruksi. Bila kelenjar

getah bening tak teraba dilakukan SND level 1-3, jika kelenjar getah bening teraba

dilakukan RND. Diseksi bilateral bila tumor primer di midline atau melewati

midline.

Karsinoma bibir

Kanker dengan ukuran T1 dan T2 diterapi dengan pembedahan berupa eksisi

V atau radioterapi. Radioterapi dianjurkan pada lesi kecil yang terletak di komisura.

Radiasi harusdihindari pada pasien muda dan terdapat lesi premaligna pada bibir.

19

Lesi T3 dan T4 diterapi dengan pembedahan dan umumnya memerlukan

rekonstruksi (Abbe flap, Estlander flap, Gilles flap, Karapanzic flap). Pada kelenjar

getah beningleher N0 dilakukan diseksi suprahyoid dan pada N positifdilakukan

RND. Adjuvant radioterapi dianjurkan pada stadium ini.

Karsinoma Palatum Durum

Untuk tumor T1 dan T2 dengan histopatologi karsinoma sel skuamus,

pembedahan merupakan terapi utama, karena teknik operasi simpel dan fungsi tetap

dipertahankan. Radioterapi akan menyebabkan osteoradionekrosis. Untuk tumor

yang tidak mengenai periosteum, eksisi transoral sampai periosteum dengan batas 1

cm sudah cukup. Defek operasi dapat sembuh sekunder atau ditutup dengan

skingraft. Jika tumor mengenai periosteum atau tulang, eksisi sampai ke tulang dan

defek ditutup dengan protesa (obturator). Diseksi selektif dianjurkan pada N0 dan

RND diindikasikan pada N positif, jika 3 struktur non limfatik tidak terinfiltrasi

maka dilakukan RND dengan modifikasi.

Lesi dengan ukuran T3 atau T4 memerlukan kombinasi pembedahan dan

radioterapi pada tempat tumornya. Radiasi sebaiknya diberikan paska operasi setelah

luka sembuh dan memberi kesempatan untuk revaskularisasi. RND diindikasikan

pada N positif dan pada N0 dilakukan SND level 1-3.Lesi yang menginvasi tulang

palatum memerlukan partial palatectomy yang akan megakibatkan terbentuknya

fistula oroantral dan oronasal. Invasi ke rongga hidung atau sinus maksilaris

memerlukan maksilektomi (inferior, partial atau total). Rehabilitasi dengan protesa

mutlak diperlukan pada kondisi ini.

Pada tumor yang berasal dari kelenjar liur minor, pembedahan merupakan

terapi utama. Radioterapi paska operasi dengan atau tanpa kemoterapi diindikasikan

pada : high grade tumor, tumor ukuran T3 dan T4, margin positif, invasi perineural

dan kelenjar getah bening leher positif mengandung metastasis. Metastasi ke kelenjar

getah bening jarang (3%) oleh karena itu tidak dianjurkan SND pada N0.

Khususuntuk adeoid kistik karsinoma, pembedahan yang diikuti radiasi adalah terapi

pilihan.

20

Karsinoma gingiva dan trigonum retromolar

Pada T1 dan T2 diterapi dengan eksisi luas beserta mandibulektomi marginal

satu kesatuan. Untuk T3 dilakukan eksisi luas beserta mendibulektomi marginal satu

kesatuan beserta diseksi limfonodi leher (SND level 1-3 untuk N0 dan RND untuk N

positif). Tumor ukuran T4 (infiltrasi tulang atau riwayat cabut gigi setelah ada tumor)

dilakukan eksisi luasbeserta mendibulektomi segmental dan diseksi limfonodi leher

(SND level 1-3 untuk N0 dan RND untuk N positif). Lokal radioterapi diindikasikan

paska operasi pada T3 dan T4. Setelah mandibulektomi marginal sebaiknya dipasang

plate untuk mencegah patah dan pada segmental mandibulektomi sisa tulang harus

direkonstruksi.

Karsinoma Bukal

Eksisi luas dianjurkan pada T1 dan T2, defek dapat sembuh sekunder, ditutup

dengan skin graft atau mucosal flap. Pada T3 dan T4 diterapi dengan eksisi luas dan

diseksi limfonodi leher (SND level 1-3 untuk N0 dan RND untuk N positif) dan

radiasi paska operasi. Bila defek berupa orokutan fistula harus langsung ditutup

dengan rekonstruksi. Beberapa tipe flap yang dapat menutup defek ini adalah :

Forehead flap, deltopectoral flap, pectoralis mayor myocutaneus flap atau free flap

(Suyatno, 2010; NCCN,2011).

BAGAN PENATALAKSANAAN KANKER RONGGA MULUT MENURUT

PERABOI 2003

Penatalaksanaan kanker rongga mulut yang klinis tidak ada metastasis ke

kelenjar getah bening leher (N0), tumor dengan ukuran <1 cm dilakukan biopsi eksisi

(eksisi luas) bila hasilnya ganas dan batas sayatan bebas tumor dilanjutkan observasi.

Jika batas sayatan dekat atau tidak bebas tumor dilakukan re-eksisi. Bila hasil biopsi

jinak, terapi cukup. Pada tumor dengan ukuran >1cm dilakukan biopsi insisi atau

potong beku saat operasi definitif. Pasien yang dilakukan biopsi harus segera

mendapatkan terapi definitif. Jika hasil biopsi atau potong beku ganas dan tumor

21

operable dilakukan eksisi luas. Adjuvant lokal radioterapi diberikan atas indikasi

(lihat bagan)

Jika terdapat fasilitas potong beku, setelah diseksi selektif dilakukan

pemeriksaan kelenjar getah bening, jika terdapat metastasis sebaiknya langsung

dilakukan RND. Penatalaksanaan kanker rongga mulut dengan kelenjar getah bening

klinis positif (N positif) dapat dilihat pada bagan

Pada lesi ditengah (midline) dengan N positif bilateral, RND dapat dikerjakan

satu tahap dengan preservasi salah satu vena jugularis interna atau dikerjakan 2 tahap

dengan jarak 3-4 minggu (Suyatno, 2010).

Indikasi radioterapi adjuvant pada leher setelah RND adalah:

1. Kelenjar getah bening yang mengandung metastasis >1

2. Diameter kelenjar getah bening >3 cm

3. Ada pertumbuhan ekstra kapsul

4. High grade malignancy (Suyatno, 2010).

22

Bagan 1. Algoritma lesi prakanker (Manuaba, 2010).

23

Bagan 2. Algoritma prosedur diagnostik kanker rongga mulut (Manuaba, 2010).

24

Bagan 3. Algoritma penatalaksanaan kanker rongga mulut dengan N positif (Manuaba, 2010).

Bagan 3. Algoritma penatalaksanaan kanker rongga mulut dengan M positif (Manuaba, 2010).

PROGNOSIS

Ukuran tumor dan status kelenjar getah bening merupakan faktor prognosis

yang paling signifikan. Oleh karena itu semakin cepat kanker rongga mulut diterapi,

prognosis makin baik. Prognosis untuk lesi kecil (T1 dan T2) dari karsinoma rongga

mulut adalah baik, dengan 5 year survival rate mencapai 80-90%, sedangkan untuk

lesi T3 dan T4 bervariasi antara 30-60% tergantung pada faktor prognostik lainnya.

Mayoritas penderita dengan karsinoma sel skuamus rongga mulut datang

berobat saat stadium lanjut dan sepertiga diantaranya sudah terdapat metastasis

kelenjar getah bening. Setelah terapi kuratif, sekitar 50% pasien mengalami

kekambuhan, 80% dalam 2 tahun dan sisanya dalam 4 tahun. Pada stsdium lanjut ini

walaupun sudah diberikan terapi kuratif, lebih dari 40% penderita juga akan

mendapatkan second primary cancer kepala leher di kemudian hari.

Karsinoma bibir

Memiliki prognosis paling baik diantara semua karsinoma sel skuamosa

rongga mulut, kontrol lokal mencapai >90% untuk T1 dan T2dan hanya 45% pada

T3 dan T4. Rata-rata 5 years survival rate untuk kanker dasar mulut pada stadium

I,II,III dan IV berturut turut adalah 90%, 80%, 66% dan 32%. Indikator untuk

prognosis buruk pada karsinoma ini adalah kanker dengan diferensiasi buruk, invasi

perineural dan invasi tumor yang dalam.

Karsinoma lidah

Prognosis Karsinoma lidah tanpa metastasis ke kelenjar getah bening adalah

baik. Namun bila sudah ada metastasis ke kelenjar getah bening, prognosanya

memburuk. Untuk lesi T1 dan T2 rata-rata 5 years survival rate adalah 80-90%

dengan terapi kuratif sedangkan untuk lesi T3 dan T4 adalah 30-50%, adanya

metastasis ke kelnjar getah bening leher menurunkan 15-30%. Untukevaluasi

prognosis dan hasil terapi yang lebih baik, beberapa penelitian memperhatikan faktor

pertumbuhan (growth factor) dan tumor marker. Over ekspresi dari EFGR

(Epidermal Growth Factor) dan Cerb-B2, kedua faktor ini sangat bermanfaat untuk

memprediksikan hasil terapi dan survival.

25

Karsinoma Bukal

Mempunyai prognosis yang lebih baik dibanding karsinoma di lidah atau di

palatum durum (Suyatno, 2010)..

FOLLOW UP

Jadwal yang dianjurkan adalah setiap 3 bulan pada 3 tahun pertamanya,

setiap 6 bulan pada 3-5 tahun berikutnya dan setiap tahun untuk selama seumur

hidup. Untuk pasien kanker rongga mulut yang telah selesai menjalani terapi,follow

up yang dilakukan adalah : pemeriksaan fisik, USG hepar, foto thorax dan bone scan.

Pemeriksaan ini dilakukan setiap tahun bertujuan untuk menentukan apakah

penderita bebas dari kanker, ada kekambuhan atau ada metastasis jauh. Jika jaringan

tiroid terkena radiasi, dilakukan pemeriksaan kadar TSH setiap 6-12 bulan. Evaluasi

fungsi bicara, menelan dan rehabilitasi adalah sangat bermanfaat.

Pada setiap follow up ditentukan lama hidup, lama interval bebas kanker,

keluhan penderita, status performa, status penyakit, komplikasi dan terapi yang

diberikan (Suyatno, 2010).

26

DAFTAR PUSTAKA

Bouqout, J.E., Suarez, P., Vigneswaran, N. Oral Precancer and Early Cancer

Detection in the Dental Office – Review of New Technologies. The Journal of

Implant and Advanced Clinical Dentistry 2010; 3: 47-63

Ellis, H. Clinical Anatomy : Applied Anatomy for Clinical Students and Junior

Doctors. Blackwell Publishing. Massachussets. 2006; 270-7.

Manuaba, T. W. Panduan Penatalaksanaan Kanker Solid PERABOI. Sagung Seto.

Jakarta. 2010; 98-127.

Moore, K.L., Agur, A.M.L. Essential Clinical Anatomy 3rd edition. Lipincott

Williams and Wilkins. Baltimore. 2007; 478-99

Neville, Brad W., Day, Terry A., Oral Cancer and Precancerous Lesions. CA

Cancer J Clin 2002; 52:195-215.

NCCN, Clinical Practice Guidelines in Oncology : Head and Neck Cancer.

http://nccn.org. 2002.

Osuna T., Hopkins S. Oral Cancer Diagnostic Technologies. CDHA Journal 2008;

24: 12-8.

Suyatno, Pasaribu, E.T. Bedah Onkologi : Diagnosis dan Terapi. Sagung Seto.

Jakarta. 2010; 99-119.

27