Upload
april-brady
View
101
Download
7
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar belakang
Definisi sehat menurut kesehatan dunia (WHO) adalah suatu keadaan
sejahtera yang meliputi fisik, mental dan sosial yang tidak hanya bebas dari
penyakit atau kecacatan. Maka secara analogi kesehatan jiwa pun bukan hanya
sekedar bebas dari gangguan tetapi lebih kepada perasan sehat, sejahtera dan
bahagia ( well being ), ada keserasian antara pikiran, perasaan, perilaku, dapat
merasakan kebahagiaan dalam sebagian besar kehidupannya serta mampu
mengatasi tantangan hidup sehari-hari. Penanganan pada klien dengan masalah
kesehatan jiwa merupakan tantangan yang unik karena masalah kesehatan jiwa
mungkin tidak dapat dilihat secara langsung.
Pada masalah kesehatan fisik yang memperlihatkan berbagai macam
gejala dan disebabkan berbagai hal kejadian masa lalu yang sama dengan
kejadian saat ini. Gejala yang berbeda mungkin banyak muncul pada klien
dengan masalah kesehatan jiwa tidak dapat menceritakan masalahnya bahkan
mungkin menceritakan hal yang berbeda dan kontradiksi. Kemampuan mereka
untuk berperan dan menyelesaikan masalah juga bervariasi (Keliat, 2005).
Prevalensi gangguan jiwa di Indonesia mencapai 245 jiwa per 1000
penduduk hal ini merupakan kondisi yang sangat serius karena lebih tinggi 2,6
kali dari ketentuan World Health Organization (WHO, 2001). Prevalensi
penderita menciderai diri di Indonesia adalah 0,3-1% dan bisa timbul pada usia
sekitar 18-45 tahun, namun ada juga yang baru berusia 11-12 tahun sudah
menderita skizofrenia. Apabila penduduk Indonesia sekitar 200 juta jiwa maka
diperkirakan sekitar 2 juta skizofrenia, dimana sekitar 99% pasien di Rumah Sakit
Jiwa adalah: penderita yang menciderai dirinya (WHO, 2005).
Salah satu gejala umum menciderai diri adalah halusinasi, Halusinasi
adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami perubahan dalam jumlah
dan pola dari stimulasi yang mendekat yang disebabkan secara internal atau
eksternal disertai dengan sesuatu pengurangan berlebihan-lebihan. Distorsi atau
kelainan berespon terhadap setiap stimulus (Townsend, 2003).
Menciderai diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan
dapat mengakhiri kehidupan. Bunuh diri mungkin merupakan keputusan
terakhir dari individu untuk memecahkan masalah yang dihadapi (Captain,
2008).
Dari uraian diatas, penulis tertarik untuk menulis makalah dengan tema
“Konsep dan Asuhan keperawatan jiwa resiko bunuh diri”.
2. Sistematika Penulisan
BAB I : Pendahuluan meliputi latar belakang masalah dan sistematika
penulisan.
BAB II : Tinjauan pustaka meliputi: definisi, epidemiologi, etiologi,factor
predisposisi, faktor presipitasi, patopsikologi, pohon masalah manifestasi klinis
dan , fokus intervensi.
BAB III : Tinjauan kasus, asuhan keperawatan dengan resiko bunuh diri :
meliputi Pengkajian, Analisa data, masalah keperawatan, pohon masalah,
diagnosa keperawatan, rencana keperawatan, implementasi dan evaluasi.
BAB IV : Penutup dan daftar pustaka
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. Definisi
Menurut Corr, Nabe, dan Corr (2003), agar sebuah kematian bisa
disebut bunuh diri, maka harus disertai adanya intensi untuk mati. Meskipun
demikian, intensi bukanlah hal yang mudah ditentukan, karena intensi sangat
variatif dan bisa mendahului , misalnya untuk mendapatkan perhatian,
membalas dendam, mengakhiri sesuatu yang dipersepsikan sebagai
penderitaan, atau mengakhiri hidup.
Richman menyatakan ada dua fungsi dari metode bunuh diri (dalam
Maris dkk., 2000). Fungsi pertama adalah sebagai sebuah cara untuk
melaksanakan intensi mati. Sedangkan pada fungsi yang kedua, Richman
percaya bahwa metode memiliki makna khusus atau simbolisasi dari individu.
Secara umum, metode bunuh diri terdiri dari 6 kategori utama yaitu:
1. obat (memakan padatan, cairan, gas, atau uap)
2. menggantung diri (mencekik dan menyesakkan nafas)
3. senjata api dan peledak
4. menenggelamkan diri
5. melompat
6. memotong (menyayat dan menusuk)
Perilaku destruktif-diri yaitu setiap aktivitas yang jika tidak dicegah,
dapat mengarah kepada kematian. Perilaku ini dapat diklasifikasikan sebagai
langsung dan tidak langsung. Perilaku destruktif-diri langsung mencakup setiap
bentuk aktivitas bunuh diri. Niatnya adalah kematian, dan individu menyadari
hal ini sebagai hasil yang diinginkan. Lama perilaku berjangka pendek. Perilaku
destruktif-diri tidak langsung meliputi setiap aktivitas yang merusak
kesejahteraan fisik individu dan dapat mengarah kepada kematian. Individu
tersebut tidak menyadari tentang potensial terjadi kematian akibat perilakunya
dan biasanya akan menyangkal apabila dikonfrontasi. Durasi perilaku ini
biasanya lebih lama daripada perilaku bunuh diri (Gail Stuart, 2006). Perilaku
destruktif-diri tidak langsung meliputi perilaku berikut:
1. Merokok
2. Mengebut
3. Berjudi
4. Tindakan kriminal
5. Terlibat dalam aktivitas rekreasi beresiko tinggi
6. Penyalahgunaan zat
7. Perilaku yang menyimpang secara sosial
8. Perilaku yang membuat stres
9. Gangguan makan
10. Ketidakpatuhan pada pengobatan medis (Gail Stuart, 2006)
Rentang respons protektif-diri mempunyai peningkatan diri sebagai
respon paling adaptif, sedangkan perilaku destruktif-diri tidak langsung,
pencederaan diri, dan bunuh diri merupakan respons maladaptif (Gail Stuart,
2006).
a) PERILAKU
1. Ketidakpatuhan
Telah diperkirakan bahwa setengah dari pasien tidak patuh terhadap rencana
pengobatan kesehatan mereka. Orang yang tidak patuh dengan aktivitas perawatan
kesehatan yang dianjurkan umumnya menyadari bahwa mereka telah memilih
untuk tidak memperhatikan diri mereka. Perilaku paling menonjol yang
berhubungan dengan ketidakpatuhan yaitu ketidakpatuhan terhadap pengobatan:
- Menyadari alasan ketidakpatuhan
- Meremehkan keparahan masalah
- Penyakit kronik yang ditandai dengan interval asimtomatik
- Pemberi pelayanan kesehatan yang sering berganti
- Mencari penyembuhan secara mukjizat
RENTANG RESPONS PROTEKTIF-DIRI
Peningkatan
diri
Pengambilan
resiko yang
meningkatkan
pertumbuhan
Perilaku
destruktif-diri
tidak langsung
Pencedaraan
diri
Bunuh
diri
- Rasa bersalah yang mempengaruhi pencapaian perawatan teratur
- Kepedulian tentang kontrol
2. Pencedaraan diri
Berbagai istilah digunakan untuk menggambarkan perilaku mencederai diri:
- Aniaya diri
- Agresi terhadap diri sendiri
- Membahayakn diri
- Cedera yang membebani diri
- Mutilasi diri
Pencederaan diri dapat didefinisikan sebagai suatu tindakan
membahayakan diri sendiri yang dilakukan sengaja. Pencedaraan dilakukan
terhadap diri sendiri, tanpa bantuan orang lain, dan cedera tersebut meliputi
kerusakan jaringan yang cukup parah. Bentuk umum perilaku pencederaan diri
termasuk melukai tubuh sedikit demi sedikit, dan menggigit jari.
3. Perilaku Bunuh diri
Bunuh diri merupakan tindakan yang secara sadar dilakukan oleh pasien
untuk mengakhiri kehidupannya. Semua perilaku bunuh diri adalah serius, apapun
tujuannya. Dalam pengkajian perilaku bunuh diri, lebih ditekankan pada letalitas
dari metode yang mengancam atau digunakan. Walaupun semua ancaman dan
percobaan bunuh diri harus ditanggapi secara serius, perhatian yang lebih waspada
dan seksama ditunjukkan ketika seseorang merencanakan atau mencoba bunuh diri
dengan cara yang paling mematikan seperti dengan pistol, menggantung diri atau
melompat dari bangunan yang tinggi. Cara yang kurang mematikan seperti karbon
monoksida dan overdosis obat, memberikan waktu untuk mendapatkan bantuan
saat tindakan bunuh diri telah dilakukan.
Pengkajian orang yang bunuh diri juga mencakup apakah orang tersebut
telah membuat rencana yang spesifik dan apakah tersedia alat untuk melakukan
renana bunuh diri tersebut. Orang yang siap membunuh diri adalah orang yang
merencanakan kematian dengan tindak kekerasan, mempunyai rencana spesifik,
dan mempunyai alat untuk melakukannya.
II. EPIDEMIOLOGI
Pada tahun-tahun terakhir angka bunuh diri pada remaja di Amerika
Serikat telah meningkat secara dramatis, walaupun pada beberapa negara lain
tidak demikian. Telah terdapat peningkatan yang tetap pada angka bunuh diri
bagi orang Amerika yang berusia 15 sampai 19 tahun. Angka tersebut sekarang
adalah 13, 6 per 100.000 untuk anak laki-laki dan 3,6 per 100.000 untuk
perempuan. Lebih dari 5.000 orang remaja melakukan bunuh diri setiap
tahunnya di Amerika Serikat, yaitu satu tiap 90 menit. Peningkatan angka bunuh
diri dianggap mencerminkan perubahan dalam lingkungan sosial, perubahan
sikap terhadap bunuh diri, dan meningkatkan ketersediaan alat untuk bunuh
diri; sebagai contohnya, di Amerika Serikat 66% bunuh diri remaja pada anak
laki-laki adalah dilakukan dengan senjata api, dibandingkan dengan 6% di
Inggris.
Bunuh diri adalah penyebab kematian nomor 3 yang terbanyak di
Amerika Serikat pada orang yang berusia 15 sampai 24 tahun dan nomor 2 di
antara laki-laki kulit putih pada kelompok usia tersebut
Angka bunuh diri adalah tergantung pada usia, dan angka meningkat
secara bermakna setelah pubertas. Bilaman kurang dari 1% bunuh diri yang
berhasil per 100.000 untuk usia di bawah 14 tahun, kira-kira 10 per 100.000
bunuh diri yang berhasil terjadi pada remaja yang berusia antara 15 dan 19
tahun. Di bawah usia 14 tahun, usaha bunuh diri sekurangnya adalah 50 kali
lebih sering dibandingkan keberhasialn bunuh diri. Tetapi, antara usia 15 dan 19
tahun, angka usaha bunuh diri adalah kira-kira 15 kali lebih besar dibandingkan
keberhasialn bunuh diri. Jumlah bunuh diri remaja pada beberapa dekade yang
lalu telah meningkat sebesar 3 sampai 4 kali.
III. Etiologi
Banyak penyebab tentang alasan seseorang melakukan bunuh diri :
Kegagalan beradaptasi, sehingga tidak dapat menghadapi stres.
Perasaan terisolasi, dapat terjadi karena kehilangan hubungan
interpersonal/ gagal melakukan hubungan yang berarti.
Perasaan marah/ bermusuhan, bunuh diri dapat merupakan hukuman
pada diri sendiri.
Cara untuk mengakhiri keputusasaan.
Secara universal: karena ketidakmampuan individu untuk menyelesaikan
masalah. Terbagi menjadi:
1. Faktor Genetik
2. Faktor Biologis lain
3. Faktor Psikososial & Lingkungan
Faktor genetik (berdasarkan penelitian):
1,5 – 3 kali lebih banyak perilaku bunuh diri terjadi pada individu yang
menjadi kerabat tingkat pertama dari orang yang mengalami gangguan
mood/depresi/ yang pernah melakukan upaya bunuh diri.
Lebih sering terjadi pada kembar monozigot dari pada kembar dizigot.
Faktor Biologis lain:
Biasanya karena penyakit kronis/kondisi medis tertentu, misalnya:
Stroke
Gangguuan kerusakan kognitif (demensia)
DiabetesPenyakit arteri koronaria
Kanker
HIV / AIDS
Faktor Psikososial & Lingkungan:
Teori Psikoanalitik / Psikodinamika: Teori Freud, yaitu bahwa kehilangan
objek berkaitan dengan agresi & kemarahan, perasaan negatif thd diri, dan
terakhir depresi.
Teori Perilaku Kognitif: Teori Beck, yaitu Pola kognitif negatif yang
berkembang, memandang rendah diri sendiri
Stressor Lingkungan: kehilangan anggota keluarga, penipuan, kurangnya sistem
pendukung social
Faktor Presipitasi
Faktor pencetus seseorang melakukan percobaan bunuh diri adalah:
a. Perasaan terisolasi dapat terjadi karena kehilangan hubungan
interpersonal/gagal melakukan hubungan yang berarti.
b. Kegagalan beradaptasi sehingga tidak dapat menghadapi stres.
c. Perasaan marah/bermusuhan, bunuh diri dapat merupakan hukuman
pada diri sendiri.
d. Cara untuk mengakhiri keputusan.
Faktor Predisposisi
Lima domain faktor predisposisi yang menunjang pemahaman perilaku
destruktif-diri sepanjang siklus kehidupan adalah:
1. Diagnosis psikiatri—lebih dari 90% orang dewasa yang mengakhiri hidupnya
dengan bunuh diri mengalami gangguan jiwa. Tiga gangguan jiwa yang
membuat individu beresiko untuk bunuh diri yaitu gangguan alam
perasaan, penyalahgunaan zat, dan skizofrenia.
2. Sifat kepribadian—tiga aspek kepribadian yang berkaitan erat dengan
peningkatan resiko bunuh diri adalah rasa bermusuhan, impulsif, dan
depresi
3. Lingkungan psikososial—baru mengalami kehilangan, perpisahan atau
perceraian, kehilangan yang dini, dan berkurangnya dukungan sosial
merupakan faktor penting yang berhubungan dengan bunuh diri
4. Riwayat keluarga—riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri
merupakan faktor resiko penting untuk perilaku destruktif-diri
5. Faktor biokimia—data menunjukkan bahwa proses yang dimediasi
serotonin, opiat, dan dopamin dapat menimbulkan perilaku destruktif-diri
(Gail Stuart, 2006)
Stresor Pencetus
Perilaku destrktif-diri dapat ditimbulkan oleh stres yang berlebihan yang
dialami individu. Pencetusnya seringkali beruapa kejadian kehidupan yang
memalukan, seperti masalah yang interpersonal, dipermalukan didepan umum,
kehilangatn pekerjaan atau ancaman pengurungan. Selain itu, dengan
mengetahui seseorang yang mencoba atau melakukan bunuh diri atau
terpengaruh media untuk bunuh diri, juga dapat membuat individu semakin
rentan untuk melakukan perilaku destruktif-diri.
FAKTOR-FAKTOR DALAM PENGKAJIAN PASIEN
DESTRUKTIF-DIRI
Lingkungan Upaya Bunuh Diri
Pencetus peristiwa kehidupan yang memalukan;
Tindakan persiapan: mendapatkan suatu metode, mengatur rencana,
membicarakan tentang bunuh diri, memberikan barang berharga sebagai
hadiah, catatan untuk bunuh diri;
Penggunaan metode kekerasan atau obat/ racun yang lebih mematikan;
Pemahaman letalitas dari metode yang dipilih
Kewaspadaan yang dilakukan agar tidak diketahui
Petunjuk Gejala
Keputusasaan;
Menyalahkan diri sendiri, perasaan gagal dan tidak berharga;
Alam perasaan tertekan;
Agitasi dan gelisah;
Insomnia yang menetap;
Penurunan berat badan;
Berbicara lamban,keletihan, menarik diri dari lingkungan sosial;
Pikiran dan rencana bunuh diri
Gangguan Jiwa
Upaya bunuh diri sebelumnya;
Gangguan alam perasaan;
Alkoholisme atau penyalahgunaan zat;
Gangguan tingkah laku dan depresi pada remaja;
Demensia dini dan status konfusi pada lansia yang mengalami skizofrenia;
Kombinasi dari kondisi diatas.
Riwayat Psikososial
Baru berpisah, bercerai, atau kehilangan;
Hidup sendiri;
Tidak bekerja, perubahan atau kehilangan pekerjaan yang baru dialami;
Stres kehidupan multipel (pindah, kehilangan, putus hubungan yang berarti,
masalah sekolah, ancaman terhadap krisis disiplin);
Penyakit medis kronik;
Minum alkohol yang berlebihan atau penyalahgunaan zat;
Faktor Kepribadian
Impulsif, agresif, rasa bermusuhan;
Kekakuan kognitif dan negativitas;
Keputusasaan;
Harga diri rendah;
Gangguan kepribadian ambang atau antisosial.
Riwayat Keluarga
Riwayat keluarga berperilaku bunuh diri;
Riwayat keluarga gangguan alam perasaan, alkoholisme, atau keduanya.
IV. Patopsikologi
PERILAKU
1. Ketidakpatuhan
Telah diperkirakan bahwa setengah dari pasien tidak patuh terhadap
rencana pengobatan kesehatan mereka. Orang yang tidak patuh dengan
aktivitas perawatan kesehatan yang dianjurkan umumnya menyadari bahwa
mereka telah memilih untuk tidak memperhatikan diri mereka. Perilaku paling
menonjol yang berhubungan dengan ketidakpatuhan yaitu ketidakpatuhan
terhadap pengobatan:
- Menyadari alasan ketidakpatuhan
- Meremehkan keparahan masalah
- Penyakit kronik yang ditandai dengan interval asimtomatik
- Pemberi pelayanan kesehatan yang sering berganti
- Mencari penyembuhan secara mukjizat
- Rasa bersalah yang mempengaruhi pencapaian perawatan teratur
- Kepedulian tentang control (Gail Stuart, 2006)
2. Pencedaraan diri
Berbagai istilah digunakan untuk menggambarkan perilaku mencederai diri:
- Aniaya diri
- Agresi terhadap diri sendiri
- Membahayakn diri
- Cedera yang membebani diri
- Mutilasi diri
Pencederaan diri dapat didefinisikan sebagai suatu tindakan
membahayakan diri sendiri yang dilakukan sengaja. Pencedaraan dilakukan
terhadap diri sendiri, tanpa bantuan orang lain, dan cedera tersebut meliputi
kerusakan jaringan yang cukup parah. Bentuk umum perilaku pencederaan diri
termasuk melukai tubuh sedikit demi sedikit, dan menggigit jari (Gail Stuart,
2006).
3. Perilaku Bunuh diri
Bunuh diri merupakan tindakan yang secara sadar dilakukan oleh pasien
untuk mengakhiri kehidupannya. Semua perilaku bunuh diri adalah serius,
apapun tujuannya. Dalam pengkajian perilaku bunuh diri, lebih ditekankan pada
letalitas dari metode yang mengancam atau digunakan. Walaupun semua
ancaman dan percobaan bunuh diri harus ditanggapi secara serius, perhatian
yang lebih waspada dan seksama ditunjukkan ketika seseorang merencanakan
atau mencoba bunuh diri dengan cara yang paling mematikan seperti dengan
pistol, menggantung diri atau melompat dari bangunan yang tinggi. Cara yang
kurang mematikan seperti karbon monoksida dan overdosis obat, memberikan
waktu untuk mendapatkan bantuan saat tindakan bunuh diri telah dilakukan
(Gail Stuart, 2006).
Pengkajian orang yang bunuh diri juga mencakup apakah orang tersebut
telah membuat rencana yang spesifik dan apakah tersedia alat untuk melakukan
renana bunuh diri tersebut. Orang yang siap membunuh diri adalah orang yang
merencanakan kematian dengan tindak kekerasan, mempunyai rencana spesifik,
dan mempunyai alat untuk melakukannya (Gail Stuart, 2006).
Berdasarkan besarnya kemungkinan pasien melakukan bunuh diri, terdapat tiga
macam perilaku bunuh diri, yaitu :
a. Isyarat bunuh diri
Biasanya ditunjukkan dengan berperilaku secara tidak langsung ingin
bunuh diri, misalnya dengan mengatakan, “Tolong jaga anak-anak karena
saya akan pergi jauh!” atau “Segala sesuatu akan lebih baik tanpa saya.”
Dalam kondisi ini pasien mungkin sudah mempunyai ide untuk
mengakhiri hidupnya, tetapi tidak disertai dengan ancaman dan percobaan
diri. Pasien umumnya mengungkapkan perasaan seperti rasa bersalah, sedih,
marah, putus asa, atau tidak berdaya. Pasien juga mengungkapkan hal-hal
negatif tentang dirinya sendiri yang menggambarkan harga diri rendah.(B. A.
Keliat, 2006)
b. Ancaman bunuh diri
Ancaman bunuh diri umumnya diucapkan oleh pasien, berisi keinginan
untuk mati disertai oleh rencana untuk mengakhiri kehidupan dan persiapan
alat untuk melaksanakan rencana tersebut. Secara aktif pasien telah
memikirkan rencana bunuh diri, tetapi tidak disertai dengan percobaan
bunuh diri (B. A. Keliat, 2006).
Walaupun dalam kondisi ini belum pernah mencoba bunuh diri,
pengawasan ketat harus dilakukan. Kesempatan sedikit saja dapat
dimanfaatkan pasien untuk melaksanakan rencana bunuh dirinya. (B. A.
Keliat, 2006)
Mengkomunikasikan secara nonverbal dengan memberikan barang
berharga sebagai hadiah, merevisi wasiatnya, dan sebagainya. Pesan-pesan
ini harus dipertimbangkan dalam konteks peristiwa kehidupan saat ini.
Ancaman menunjukkan ambivalensi seseorang terhadap kematian.
Kurangnya respons positif dapat ditafsirkan sebagai dukungan untuk
melakukan tindakan bunuh diri (Gail Stuart, 2006).
c. Percobaan bunuh diri/ Upaya bunuh diri
Percobaan bunuh diri adalah tindakan pasien mencederai atau melukai
diri untuk mengakhiri kehidupannya. Pada kondisi ini, pasien aktif mencoba
bunuh diri dengan cara gantung diri, minum racun, memotong urat nadi, atau
menjatuhkan diri dari tempat yang tinggi (B. A. Keliat, 2006).
V. Manifestasi Klinis
Menurut Carpenito dan Keliat tanda dan gejalanya adalah:
1. Perasaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakit dan akibat tindakan
terhadap penyakit. Misalnya : malu dan sedih karena rambut jadi botak
setelah mendapat terapi sinar pada kanker
2. Rasa bersalah terhadap diri sendiri. Misalnya : ini tidak akan terjadi jika
saya segera ke rumah sakit, menyalahkan/ mengejek dan mengkritik diri
sendiri.
3. Merendahkan martabat. Misalnya : saya tidak bisa, saya tidak mampu,
saya orang bodoh dan tidak tahu apa-apa
4. Gangguan hubungan sosial, seperti menarik diri. Klien tidak ingin
bertemu dengan orang lain, lebih suka sendiri.
5. Percaya diri kurang. Klien sukar mengambil keputusan, misalnya tentang
memilih alternatif tindakan.
6. Mencederai diri. Akibat harga diri yang rendah disertai harapan yang
suram, mungkin klien ingin mengakhiri kehidupan.
VI. Mekanisme Koping
PROSES PERILAKU BUNUH DIRI
Peningkatan verbal/ non verbal
Pertimbangan untuk melakukan bunuh diri
Ancaman bunuh diri
Ambivilensi tentang kematian Kurangnya respon positif
Upaya bunuh diri
Bunuh diri
Mekanisme pertahanan ego yang berhubungan dengan perilaku destruktif-diri
tidak langsung adalah
1. Penyangkalan, mekanisme koping yang paling menonjol
2. Rasionalisasi
3. Intelektualisasi
4. Regresi.
Mekanisme pertahanan tidak seharusnya dilawan tanpa memberikan
cara koping alternatif. Mekanisme pertahanan ini mungkin berada diantara
individu dan bunuh diri.
Perilaku bunuh diri menunjukkan terjadinya kegagalan mekanisme
koping. Ancaman bunuh diri mungkin menunjukkan upaya terakhir untuk
mendapatkan pertolongan agar dapat mengatasi masalah. Bunuh diri yang
terjadi merupakan kegagalan koping dan mekanisme adaptif.
VII. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Format Pengkajian pada Pasien Resiko Bunuh Diri
(B.A. Keliat, 2006)
1. Keluhan utama :
2. Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan :
3. Konsep diri: Harga diri
(Umumnya pasien mengatakan hal yang negatif tentang dirinya, yang
menunjukkan harga diri rendah)
4. Alam perasaan
[ ] Sedih [ ] Putus asa
[ ] Ketakutan [ ] Gembira berlebihan
(Pasien umumnnya merasakan kesedihan dan keputus asaan yang sangat
mendalam)
5. Interaksi selama wawancara
[ ] Bermusuhan [ ] Tidak kooperatif
[ ] Defensif [ ] Kontak mata kurang
[ ] Mudah tersinggung [ ] Curiga
(Pasien biasanya menunjukkan kontak mata yang kurang)
6. Afek
[ ] Datar [ ] Labil
[ ] Tumpul [ ] Tidak sesuai
(Pasien biasanya menunjukkan afek yang datar atau tumpul)
7. Mekanisme koping maladaptif
[ ] Minum alkohol [ ] Bekerja berlebihan
[ ] Reaksi lambat [ ] Mencederai diri
[ ] Menghindar [ ] Lainnya
(Pasien biasanya menyelesaikan masalahnya dengan cara menghindar
dan mencederai diri)
8. Masalah psikososial dan lingkungan
[ ] Masalah dengan dukungan keluarga
[ ] Masalah dengan perumahan
2. Diagnosa keperawatan
Diagnosis yang muncul adalah resiko bunuh diri.
Beberapa klasifikasi diagnostik medis yang berkaitan dengan respon protektif
diri berdasarkan NANDA 2000-2001 dan NANDA 2012-2014 yaitu:
NANDA 2000-2001 NANDA 2012-2014
- Gangguan penyesuaian
- Ansietas
- Gangguan citra tubuh
- Ketidakefektifan koping
- Ketidakefektifan penyangkalan
- Resiko kesepian
- Ketidakpatuhan
- Rendah situasional harga diri
- Resiko rendah situasional harga
diri
- Perilaku mencederai diri
- Resiko perilaku mencederai diri
- Distres spiritual
- Pengabaian diri
- Hambatan Komunikasi verbal
- Harga diri rendah kronik
- Harga diri rendah situasional
- Resiko harga diri rendah kronik
- Resiko harga diri rendah
situasional
- Gangguan citra tubuh
- Ansietas
- Koping Defensif
- Ansietas Kematian
- Ketidakefektifan penyangkalan
- Stres berlebihan
- Resiko bunuh diri - Distres spiritual
- Resiko distres spiritual
- Resiko perilaku kekerasan
terhadap orang lain
- Resiko perilaku kekerasan
terhadap diri sendiri
- Mutilasi diri
- Resiko mutilasi diri
- Resiko bunuh diri
Rencana Asuhan Keperawatan
a. Ancaman/ percobaan bunuh diri
1. Tindakan keperawatan pada pasien percobaan bunuh diri
a) Tujuan keperawatan
Pasien tetap aman dan selamat
b) Tindakan keperawatan
Melindungi pasien dengan cara:
- Temani pasien terus-menerus sampai pasien dapat dipindahkan ketempat
yang aman
- Jauhkan semua benda yang berbahaya (mis., pisau, silet, gelas, dan tali)
- Periksa apakah pasien benar-benar telah meminum obatnya, jika pasien
mendapatkan obat
- Dengan lembut, jelaskan pada pasien bahwa Anda akan melindungi pasien
sampai tidak ada keinginan bunuh diri
2. Tindakan keperawatan pada keluarga pasien percobaan bunuh diri
a) Tujuan keperawatan
Keluarga berperan serta melindungi anggota keluarga yang mengancam
atau mencoba bunuh diri
b) Tindakan keperawatan
- Menganjurkan keluarga untuk ikut mengawasi pasien serta jangan pernah
meninggalkan pasien sendirian
- Menganjurkan keluarga membantu perawat menjauhi barang-barang
berbahaya disekitar pasien
- Menganjurkan keluarga untuk tidak membiarkan pasien sering melamun
sendiri
- Menjelaskan kepada keluarga pentingnya pasien minum obat secara
teratur.
b. Isyarat bunuh diri dengan diagnosis harga diri rendah
1. Tindakan keperawatan pada pasien isyarat bunuh diri
a) Tujuan keperawatan
- Pasien mendapat perlindungan dari lingkungannya
- Pasien mampu mengungkapkan perasaannya
- Pasien mampu meningkatkan harga dirinya
- Pasien mampu menggunakan cara penyelesaian masalah yang baik
b) Tindakan keperawatan
- Mendiskusikan cara mengatasi keinginan bunuh diri, yaitu dengan meminta
bantuan dari keluarga atau teman
- Meningkatkan harga diri pasien dengan cara:
Memberikan kesempatan pasien mengungkapkan perasaannya
Memberikan pujian jika pasien dapat mengatakan perasaan yang
positif
Meyakinkan pasien bahwa dirinya penting
Mendiskusikan tentang keadaan yang sepatutnya disyukuri oleh pasien
Merencanakan aktivitas yang dapat pasien lakukan
- Tingkatkan kemampuan menyelesaikan masalah dengan cara:
Mendiskusikan dengan pasien cara menyelesaikan masalahnya
Mendiskusikan dengan pasien efektivitas masing-masing cara
penyelesaian masalah
Mendiskusikan dengan pasien cara menyelesaikan masalah yang lebih
baik
- Tingkatkan kemampuan menyelesaikan masalah dengan cara:
Mendiskusikan dengan pasien cara menyelesaikan masalahnya
Mendiskusikan dengan pasien efektifitas masing-masing cara
penyelesaian masalah
Mendiskusikan dengan pasien cara menyelesaikan masalah yang lebih
baik
2. Tindakan keperawatan pada keluarga pasien isyarat bunuh diri
a) Tujuan keperawatan
Keluarga mampu merawat pasien yang beresiko bunuh diri
b) Tindakan keperawatan
- Mengajarkan keluarga tentang tanda dan gejala bunuh diri
Menanyakan keluarga tentang tanda dan gejala bunuh diri yang pernah
muncul pada pasien
Mendiskusikan tentang tanda dan gejala yang umumnya muncul pada
pasien yang beresiko bunuh diri
- Mengajarkan keluarga cara melindungi pasien dari perilaku bunuh diri
Mendiskusikan tentang cara yang dapat dilakukan keluarga jika pasien
memperlihatkan tanda dan gejala bunuh diri
Menjelaskan tentang cara-cara melindungi pasien yaitu dengan,
1. Memberikan tempat yang aman. Menempatkan pasien ditempat
yang mudah diawasi, jangan biarkan pasien mengunci diri
dikamarnya atau jangan meninggalkan pasien sendirian dirumah
2. Menjauhkan barang-barang yang bisa digunakan untuk bunuh diri.
Jauhkan pasien dari barang-barang yang bisa digunakan untuk bunuh
diri, seperti tali, bahan bakar minyak/ bensin, api, pisau atau benda
tajam lainnya, zat yang berbahaya seperti obat nyamuk atau racun
serangga.
3. Selalu melakukan pengawasan dan meningkatkan pengawasan jika
tanda dan gejala bunuh diri meningkat. Jangan pernah melonggarkan
pengawasan, walaupun pasien tidak menunjukkan tanda dan gejala
untuk bunuh diri
- Mengajarkan keluarga tentang hal-hal yang dapat dilakukan jika pasien
melakukan percobaan bunuh diri dengan cara:
Mencari bantuan tetangga sekitar atau pemuka masyarakat untuk
menghentikan upaya bunuh diri tersebut
Segera membawa pasien ke rumah sakit atau puskesmas mendapatkan
bantuan medis
- Membantu keluarga mencari rujukan fasilitas kesehatan yang tersedia bagi
pasien
Memberikan informasi tentang nomor telepon darurat tenaga
kesehatan
Menganjurkan keluarga untuk mengantarkan pasien berobat/ kontrol
secara teratur untuk mengatasi masalah bunuh dirinya
Menganjurkan keluarga untuk membantu pasien minum obat sesuai
prinsip lima benar, yaitu benar orangnya, benar obatnya, benar
dosisnya, benar cara penggunaannya, dan benar waktu
penggunaannya.
c. Risiko bunuh diri
Tujuan umum:
Klien tidak melakukan tindakan bunuh diri dan mengungkapkan kepada seseorang
yang dipercaya apabila ada masalah.
Tujuan khusus:
Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan menerapakan prinsip
komunikasi terapetik.
a. Sapa klien dengan ramah dan sopan.
b. Perkenalkan diri dengan sopan
c. Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang diuskai klien
d. Jelaskan tujuan pertemuan.
e. Jujur dan menepati janji.
f. Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya.
g. Beri perhatian kepda klien.
d. Koping individu tak adaptif
Tujuan umum:
Klien dapat memilih koping yang efektif agar tidak melakukan bunuh diri.
Tujuan khusus:
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan menerapakan prinsip
komunikasi terapetik.
Sapa klien dengan ramah dan sopan.
Perkenalkan diri dengan sopan,
Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai klien.
Jelaskan tujuan pertemuan.
Jujur dan menepati janji.
Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya.
Beri perhatian kepada klien.
b. Klien dapat mengidentifikasi penyebab bunuh diri
Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaannya.
Bantu klien untuk mengungkapkan perasaan kesal.
c. Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda resiko bunuh diri.
Anjurkan klien mengungkapkan perasaan jengkel.
Observasi tanda-tanda resiko bunuh diri
Menyimpulkan bersama sama klien resiko bunuh diri yang dialami.
d. Klien dapat mengidentivikasi resiko binuh diri yang biasa dilakukan.
Menganjurkan percobaan bunuh diri yang biasa dilakukan.
Berbicara dengan klien apakah cara yang dilakukan salah.
e. Klien dapat mengidentivikasi akibat resiko bunuh diri
Bicarakan akibat dan kerugian dari resiko bunuh diri.
Menyimpulkan bersama klien akibat dari resiko bunuh diri.
f. Klien dapat mengidentivikasi cara berespon resiko bunuh diri.
Diskusikan dengan klien apakah klien mau mempelajari cara yang sehat
untuk menghadapi masalah.
g. Klien dapat mendemonstrasikan cara mengontrol tindakan resiko bunuh diri.
Bantu klien untuk mengatasi masalah.
Bantu klien mengidentifikasi manfaat yang dipilih.
h. Klien dapat mengontrol tindakan bunuh diri dengan cara spiritual.
Menganjurkan klien untuk berdo’a dan sholat.
i. Klien dapat menggunakan obat secara benar.
Jelaskan cara minum obat dengan klien.
Diskusikan manfa’at minum obat.
j. Klien mendapat dukungan keluarga dalam mengontrol tindakan bunuh diri.
Identifikasi keluarga merawat klien.
Jelaskan cara merawat klien.
k. Klien mendapat perlindungan lingkungan untuk tidak melakukan tindakan
bunuh diri.
Lindungi klien untuk tidak melakukan bunuh diri (Stuart , 2009).
d. Harga diri rendah
Tujuan umum:
Klien dapat berhubungan dengan lain secara optimal untuk mengungkapkan
sesuatu yang dia rasakan pada orang yang dipercaya.
Tujuan khusus:
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya. Bina hubungan saling percaya
dengan menerapkan prinsip komunikasi terapetik.
Sapa klien dengan ramah secara verbal dan non verbal.
Perkenalkan diri dengan sopan.
Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai klien.
Jelaskan tujuan pertemuan.
Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya.
Beri perhatian kepada klien dan perhatikan kebutuhan dasar klien.
b. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki.
Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien.
Hindarkan memberi penilaian negatif setiap bertemu klien.
Utamakan memberi pujian yang realistik.
c. Klien dapat menilai kemampuan yang digunakan.
Diskusikan penggunaannya.kemampuan yang masih dapat digunakan.
Diskusikan kemampuan yang dapat dilanjutkan.
Rencana Penyuluhan Pasien : konseling kepatuhan
1. Mengkaji pengetahuan pasien tentang aktivitas perawatan diri
Aktivitas Intruksional :
- Minta pasien menggambarkan gaya hidup, diet, olahraga dan pola pengobatan
yang biasa dilakukan.
Evaluasi : Pasien menggambarkan perilaku sehari-harinya
- Apakah perilaku yang digambarkan sesuai dengan instruksi perawatan diri
yang pernah diterimanya.
Evaluasi : Pasien mengulang arahan yang sebelumnya
2. Mengidentifikasi area perilaku pasien yang berbeda dengan praktik perawatan diri
yang sehat
Aktivitas Instruksional:
- Jelaskan perilaku perawatan diri yang sehat kepada pasien
- Berikan materi penyuluhan secara tertulis kepada pasien,
- Dukung pasien untuk menjelaskan alasannya untuk tidak melakukan
perawatan diri sesuai dengan yang direkomendasikan.
Evaluasi: Pasien membahas masalah masalah kepatuhan.
3. Membahas pendekatan alternatif untuk perawatan diri
Aktivitas Instruksional :
- Bantu pasien untuk mengidentifikasi alternatif perilaku perawatan diri dan
yang lebih bisa diterima
- Izinkan pasien untuk membicarakan tentang perasaan yang berhubungan
dengan penyakit dan pengobatan
Evaluasi : Pasien menentukan pendekatan yang berbeda, mengungkapkan
perasaan yang berhubungan dengan penyakit.
4. Menyetujui imbalan untuk perilaku patuh
Aktivitas Instruksional :
- Tanya pasien tentang imbalan jika melakukan perawatan diri yang baik
Evaluasi : Pasien mengidentifikasi imbalan
5. Mendukung perilaku baru
Aktivitas Instruksional :
- Puji pasien atau komitmennya untuk melakukan gaya hidup yang lebih sehat
Evaluasi : Pasien menghargai komitmen baru untuk perawatan diri
Rencana Asuhan Keperawatan : Respons Protektid-diri Maladaptif
Diagnosis Keperawatan (NANDA 2000-2001)
Potensial untuk melakukan perilaku kekerasan terhadap diri sendiri
Kriteria hasil : pasien tidak akan membahayakan dirinya sendiri secara fisik
Tujuan Jangka
Pendek
Intervensi Rasional
Pasien tidak akan Observasi dengan ketat, Prioritas tertinggi
melakukan aktivitas
yang mencederai
dirinya
Pindahkan benda yang membahayakan,
Siapkan lingkungan yang aman,
Berikan kebutuhan fisiologis dasar,
Kontrak untuk keamanan jika tepat,
Pantau pengobatan.
diberikan pada
aktivitas
penyelamatan
hidup pasien dan
perilaku pasien
harus diawasi
sampai kendali diri
memadai untuk
keamanan.
Pasien akan
mengidentifikasi
aspek positif pada
dirinya
Identifikasi kekuatan pasien,
Ajak pasien untuk berperan serta dalam
aktivitas yang disukai dan dapat
dilakukannya,
Dukung hygine yang baik dan berhias,
Tingkatkan hubungan interpersonal yang
sehat
Perilaku destruktif-
diri mencerminkan
depresi yang
mendasar dan
terkait dengan
harga diri rendah
serta kemarahan
terhadap diri
sendiri
Pasien akan
mengimplementasik
an dua respon
protektif-diri yang
adaptif
Permudah kesadaran, penamaan, dan
ekspresi perasaan,
Bantu pasien mengenal mekanisme
koping yang tidak sehat,
Identifikasi alternatif cara koping,
Beri imbalan untuk perilaku koping yang
sehat.
Mekanisme koping
maladaptif harus
diganti dengan
mekanisme koping
yang sehat untuk
mengatasi stres
dan ansietas.
Pasien akan
mengidentifikasi
dua sumber
dukungan sosial
yang bermanfaat
Bantu orang terdekat untuk
berkomunikasi secara konstruktif dengan
pasien,
Tingkatkan hubungan keluarga yang
sehat
Identifikasi sumber komunitas yang
relevan,
Lakukan rujukan ke sumber komunitas
Isolasi sosial
menyebabkan
harga diri rendah
dan depresi,
mencetuskan
perilaku destruktif-
diri.
Pasien akan mampu
menjelaskan
rencana
pengobatan dan
rasionalnya
Libatkan pasien dan orang terdekat
dalam perencanaan asuhan,
Jelaskan karakteristik dari kebutuhan
pelayanan kesehatan yang telah
diidentifikasi, kebutuhan asuhan
keperawatan, diagnosis medis,
pengobatan, dan medikasi yang
direkomendasikan,
Dapatkan respon terhadap rencana
asuhan keperawatan,
Modifikasi rencana berdasarkan umpan
balik pasien.
Pemahaman dan
peran serta dalam
perencanaan
pelayanan
kesehatan
meningkatkan
kepatuhan.
Implementasi Keperawatan
SP 1 Ancaman/ percobaan bunuh diri:
Pasien : melindungi pasien dari percobaan bunuh diri.
Keluarga: Percakapan dengan keluarga untuk melindungi pasien yang mencoba bunuh
diri
SP 2 Isyarat bunuh diri dengan diagnosis harga diri rendah:
Pasien : Melindungi pasien dari isyarat bunuh diri
Meningkatkan harga diri pasien isyarat bunuh diri
Meningkatkan kemampuan dalam menyelesaikan masalah pada pasien isyarat
bunuh diri.
Keluarga: Mengajarkan keluarga tentang cara melindungi anggota keluarga beresiko
bunuh diri,
Melatih keluarga cara merawat pasien resiko bunuh diri isyarat bunuh diri,
Membuat perencanaan pulangbersama keluarga pasien resiko bunuh diri.
Evaluasi
1. Apakah ancaman terhadap integritas fisik atau sistem diri pasien telah berkurang
sifat, jumlah, asal atau waktunya?
2. Apakah perilaku pasien mencerminkan kepeduliannya terhadap kesejahteraan fisik,
psikologis, dan kesejahteraan sosial?
3. Apakah sumber koping pasien telah dikaji dan dimobilisasi secara adekuat?
4. Apakah pasien menggambarkan diri dan perilaku secara adekuat dan objektif?
5. Apakah pasien menggunakan respons koping yang adaptif?
6. Apakah pasien terlibat dalam aktivitas peningkatan-diri?
7. Apakah pasien mengambil resiko yang cukup beralasan yang dapat meningkatkan
pertumbuhan personal?
(Gail Stuart, 2006)
Evaluasi Kemampuan Pasien Resiko Bunuh Diri dan Keluarganya (B.A. Keliat, 2006)
Nama Pasien :
Ruangan :
Nama Perawat :
Petunjuk :
Berilah tanda checklist (√) jika pasien mampu melakukan kemampuan di bawah ini.
Tuliskan tanggal setiap dilakukan supervisi.
No. KemampuanTanggal
A. Pasien
1. Menyebutkan cara mengamankan
benda-benda berbahaya
2. Menyebutkan cara mengendalikan
dorongan bunuh diri
3. Menyebutkan aspek positif diri
4. Menyebutkan koping konstruktif
untuk mengatasi masalah
5. Menyebutkan renana masa depan
6. Membuat rencana masa depan
B. Keluarga
1. Menyebutkan pengertian bunuh diri
dan proses terjadinya bunuh diri
2. Menyebutkan tanda dan gejala risiko
bunuh diri
3. Menyebutkan cara merawat pasien
risiko bunuh diri
4. Membuat jadwal aktivitas dan
minum obat pasien dirumah
5. Memberikan pujian atas
kemampuan pasien
Evaluasi Kemampuan Perawat dalam Merawat Pasien Resiko Bunuh Diri (B.A. Keliat,
2006)
Nama pasien :
Ruangan :
Nama Perawat :
Petunjuk :
a. Berilah tanda checklist (√) pada tiap kemampuan yang ditampilkan
b. Evaluasi tindakan keperawatan untuk setiap SP dilakukan menggunakan
instrumen Evaluasi Penampilan Klinik Perawat MKMP
c. Masukkan nilai tiap evaluasi penampilan klinik perawat MPKP ke dalam baris
nilai SP.
No. KemampuanTanggal
A. Pasien
SP 1 Pasien
1. Mengidentifikasi benda-benda
yang dapat membahayakan pasien
2. Mengamankan benda-benda yang
dapat membahayakan pasien
3. Melakukan kontrak terapi
4. Mengajarkan cara mengendalikan
dorongan bunuh diri
5. Melatih cara mengendalikan
dorongan bunuh diri
Nilai SP 1 Pasien
SP 2
1. Mengidentifikasi aspek positif
pasien
2. Mendorong pasien untuk berpikir
positif terhadap diri
3. Mendorong pasien untuk
menghargai diri sebagai individu
yang berharga
Nilai SP 2 Pasien
SP 3 Pasien
1. Mengidentifikasi pola koping yang
biasa diterapkan pasien
2. Menilai pola koping yang biasa
dilakukan
3. Mengidentifikasi pola koping yang
konstruktif
4. Mendorong pasien memilih pola
koping yang konstruktif
5. Menganjurkan pasien menerapkan
pola koping konstruktif dalam
kegiatan harian
Nilai SP 3 Pasien
SP 4 Pasien
1. Membuat rencana masa depan
yang realistis bersama pasien
2. Mengidentifikasi cara mencapai
rencana masa depan yang realistis
3. Memberi dorongan pasien
melakukan kegiatan dalam rangka
meraih masa depan yang realistis
Nilai SP 4 Pasien
B. Keluarga
SP 1 Keluarga
1. Mendiskusikan masalah yang
dirasakan keluarga dalam merawat
pasien
2. Menjelaskan pengertian, tanda
dan gejala resiko bunuh diri, dan
jenis perilaku bunuh diri yang
dialami pasien beserta proses
terjadinya.
3. Menjelaskan ara-cara merawat
pasien resiko bunuh diri
Nilai SP 1 Keluarga
SP 3 Keluarga
1. Membantu keluarga membuat
jadwal aktivitas dirumah termasuk
minum obat (perencanaan pulang)
2. Menjelaskan kepada keluarga
pasien setelah pulang
Nilai SP 3 Keluarga
Total Nilai : SP Pasien + SP
Keluarga
Rata-rata
BAB III
PEMBAHASAN
Contoh kasus
Tn. B berusia 35 tahun, masuk RSJ 5 hari yang lalu karena melakukan percobaan bunuh
diri. Kemarin Tn B melakukan percobaan bunih diri lagi, namun sesaat sebelum eksekusi
hal ini segera diketahui tenaga kesehatan di RSJ tersebut. Usia pernikahan tn.B telah
menginjak 10 tahun, tapi belum memiliki anak. Hal ini menyebabkan keadaan rumah
tangganya kurang harmonis, istrinya cenderung menyalahkan tn.B. Karena kesibukanya
bekerja, tn.B kurang bersosialisasi dengan masyarakat, tidak pernah ikut kerja bakti,
yasinan, dan acara waarga yang lain. Akibatnya sering diacuhkan oleh masyarakat.
Perusahaan tempatnya bekerja mengalami pailit akibat UMR meningkat, sebagian besar
para pekerjanya terkena pemutusan hubungan kerja (PHK), termasuk salah satunya Tn.
B. Akibatnya kondisi keuangannya memburuk, sehingga membuat istrinya meminta
cerai. Tn. B pun menjadi sangat depresi akibat tekanan berat itu. Pengkajian perawat,
klien mengungkapkan bahwa dirinya sudah tidak punya harga diri lagi dan ingin mati
saja.
1. Pengkajiana. Identitas pasien
- Nama : Tn.B- Alamat : Malang- Status pernikahan : menikah- J. Kelamin : Laki-laki- Agama : islam- Penanggung jawab : Tn.A (saudara kandung : kakak)
b. Pengkajian khusus pasien dengan resiko bunuh diri- Isyarat bunuh diri : Keseharian pasien terlihat sangat depresi, ketika
wawancara pasien mengatakan bahwa dirinya sudah putus asa.- Ancaman bunuh diri : Ketika wawancara pasien mengatakan dengan jelas
bahwa dirinya sudah tidak memiliki harga diri lagi dan ingin mati saja.- Percobaan bunuh diri : Pasien telah 2 kali melakukan percobaan bunuh diri.
Pertama sebelum MRS dan kedua di RSJ. Setelah dilakukan wawancara, ternyata pasien sudah memiliki rencana matang untuk melakukan percobaan bunuh diri. Pasien berencana melakukan bunuh diri pada malam hari ketika aktivitas RSJ berkurang, Rencananya pasien akan menggantungkan diri di salah satu kamar mandi di RSJ. Pasien akan
menjebol plavon dan mengikatkan pakaiannya di salah satu penyangga plavon untuk diikatkan dengan lehernya.
- Riwayat masa lalu : Pasien telah kehilangan pekerjaanya, pasien diminta cerai oleh istrinya, Perilaku kepribadian pasien yang antisosial.
- Riwayat kesehatan mental klien : Tidak ada keluarga yang mengalami hal sama dengan pasien. Pasien tergolong sosok antisosial, tidak pernah mengikuti kegiatan warga. Pasien telah di PHK oleh perusahaan tempatnya bekerja dan sekarng pengangguran. Istrinya juga meminta cerai, karena telah 10 tahun menikah belum memiliki keturunan dan kondisi ekonomi yang sangat kekurangan secara mendadak.
2. Analisa dataDaftar masalah :- Pasien telah 2 kali melakukan percobaan bunuh diri- Pasien mengatakan sudah putus asa- Pasien mengatakan sudah tidak mempunyai harga diri dan ingin mati saja- Keseharian pasien terlihat sangat depresi- Pasien sudah memiliki rencana matang untuk melakukan percobaan bunuh
diri.- Pasien telah kehilangan pekerjaanya- Pasien diminta cerai oleh istrinya - Perilaku kepribadian pasien yang antisosial.- Pasien telah di PHK oleh perusahaan tempatnya bekerja dan sekarng
pengangguran. - Telah 10 tahun menikah belum memiliki keturunan- Kondisi ekonomi yang sangat kekurangan secara mendadak.- Pasien berencana melakukan bunuh diri pada malam hari ketika aktivitas RSJ
berkurang, Rencananya pasien akan menggantungkan diri di salah satu kamar mandi di RSJ. Pasien akan menjebol plavon dan mengikatkan pakaiannya di salah satu penyangga plavon untuk diikatkan dengan lehernya.
Pohon masalah :
3. Diagnosa keperawatan dan intervensi
Resiko Perilaku bunuh diri
DS : menyatakan ingin bunuh diri / ingin mati saja, sudah tidak mempunyai harga
diri.
DO : ada rencana yang matang untuk melakukan bunuh diri, pernah mencoba
bunuhdiri 2 kali.
Indikator :
- Menyatakan harapannya untuk hidup- Faktor yang beresiko mengakibatkan bunuh diri berkurang - Klien menunjukkan keterbukaan tentang dirinya
Diacuhkan
masyarakat
PHK
Sikap
antisosial
UMR meningkat
Istri meminta cerai
10 tahun tidak
punya anak
Kondisi
ekonomi
berkurang
mendadak
Sosioekonomi Masalah keluarga
Pasien punya rencana matang untuk malakukan percobaan bunuh diri. Bahkan
sudah 2 kali melakukan
Pasien melakukan percobaan bunuh diri
Depresi Harga diri menurun
Mengatakan ingin mati saja
- Mengidentifikasi alternatif mekanisme coping dan mengaplikasikannya
Tujuan umum : Klien tidak melakukan percobaan bunuh diri
Tujuan khusus : Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan:
a. Perkenalkan diri dengan klien
b. Tanggapi pembicaraan klien dengan sabar dan tidak menyangkal.
c. Bicara dengan tegas, jelas, dan jujur.
d. Bersifat hangat dan bersahabat.
e. Temani klien saat keinginan mencederai diri meningkat.
Klien dapat terlindung dari perilaku bunuh diri
Tindakan :
Jauhkan klien dari benda benda yang dapat membahayakan (pisau, silet,
gunting, tali, kaca, dan lain lain).
Tempatkan klien di ruangan yang tenang dan selalu terlihat oleh perawat.
Awasi klien secara ketat setiap saat.
Klien dapat mengekspresikan perasaannya
Tindakan:
Dengarkan keluhan yang dirasakan.
Bersikap empati untuk meningkatkan ungkapan keraguan, ketakutan dan
keputusasaan.
Beri dorongan untuk mengungkapkan mengapa dan bagaimana
harapannya.
Beri waktu dan kesempatan untuk menceritakan arti penderitaan,
kematian, dan lain lain.
Beri dukungan pada tindakan atau ucapan klien yang menunjukkan
keinginan untuk hidup.
Klien dapat meningkatkan harga diri
Tindakan:
Bantu untuk memahami bahwa klien dapat mengatasi keputusasaannya.
Kaji dan kerahkan sumber sumber internal individu.
Bantu mengidentifikasi sumber sumber harapan (misal: hubungan antar
sesama, keyakinan, hal hal untuk diselesaikan).
Klien dapat menggunakan koping yang adaptif
Tindakan:
Ajarkan untuk mengidentifikasi pengalaman pengalaman yang
menyenangkan setiap hari (misal : berjalan-jalan, olahraga, membaca buku
favorit, menulis surat dll.)
Bantu untuk mengenali hal hal yang ia cintai dan yang ia sayang, dan
pentingnya terhadap kehidupan orang lain, mengesampingkan tentang
kegagalan dalam kesehatan.
Beri dorongan untuk berbagi keprihatinan pada orang lain yang mempunyai
suatu masalah dan atau penyakit yang sama dan telah mempunyai
pengalaman positif dalam mengatasi masalah tersebut dengan koping yang
efektif
4. Evaluasi Ancaman terhadap integritas fisik atau sistem dari klien telah berkurang dalam
sifat, jumlah asal atau waktu.
Klien menggunakan koping yang adaptif.
Klien secara baik dapat terbuka mengatakan sesuatu tentang dirinya
Prilaku klien menunjukan kepedualiannya terhadap kesehatan fisik seperti
berolah raga.
Sumber koping klien telah cukup dikaji dan dikerahkan
BAB IV
Penutup
1. Kesimpulan
Sebagai perawat hendaknya memberikan saran dan memotivasi klien
untuk dapat meminimalkan resiko bunuh diri pada klien bahkan mencegahnya.
Dengan pendekatan terapiutik yang optimal diharapkan klien mampu
mengidentifikasi dan
melakukan koping adaptif dengan menyalurkan emosionalnya dengan
cara yang positif. Keterlibatan suport system, seperti tenaga kesehatan, keluarga
dan sahabat sangat diharapkan mampu memberikan dukungan terhadap klien,
untuk meningkatkan motivasi klien terhadap keberlangsungan hidupnya.
DAFTAR PUSTAKA
Herdman, Heather T. Bariid, Barrarah dan Praptani, Wuri (ed). 2011. NANDA
Internasional: Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2012-2014. Jakarta: EGC.
Keliat, Budi Anna dan Akemat. 2006. Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa.
Jakarta: EGC
Stuart, Gail W. Karyuni, Pamilih Eko. (ed). 2006. Buku Saku: Keperawatan Jiwa. Edisi 5.
Jakarta: EGC.