28
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang PICU merupakan pelayanan yang ditujukan untuk klien gangguan jiwa dalam kondisi krisis psikiatri (Keliat, dkk, 2009). Sedangkan Kedaruratan psikiatrik adalah suatu gangguan akut pada pikiran, perilaku, atau hubungan sosial yang membutuhkan intervensi segera (Allen, Forster, Zelberg, & Currier, 2002). Kaus-kasus tersebut adalah gaduh gelisah atau tindak kekerasan, percobaan bunuh diri, penelantaran diri, sindroma putus zat, dan pemerkosaan. Menurut Dr Poonam Khetrapal Singh selaku Direktur Regional WHO di wilayah Asia Tenggara. Setiap tahun, lebih dari 800.000 kematian disebabkan karena bunuh diri atau kasus yang berkaitan dengan usaha bunuh diri. Bahkan, setiap 40 detik, ada satu orang di dunia yang memutuskan untuk bunuh diri. Di tingkat global, bunuh diri menjadi penyebab kedua kematian penduduk berusia 15-29 tahun. Sebanyak 39% kasus bunuh diri di dunia terjadi di wilayah Asia Tenggara. Umumnya, di wilayah ini bunuh diri dipicu karena masalah pada kelompok anak-anak muda, terutama di daerah pedesaan . Dari data yang ada di Poli Jiwa Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr Soetomo, Surabaya, kasus percobaan bunuh diri yang terjadi Januari-Desember 2008 tercatat 1

RESIKO BUNUH DIRI

Embed Size (px)

DESCRIPTION

RESIKO BUNUH DIRI

Citation preview

Page 1: RESIKO BUNUH DIRI

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

PICU merupakan pelayanan yang ditujukan untuk klien gangguan jiwa

dalam kondisi krisis psikiatri (Keliat, dkk, 2009). Sedangkan Kedaruratan

psikiatrik adalah suatu gangguan akut pada pikiran, perilaku, atau hubungan sosial

yang membutuhkan intervensi segera (Allen, Forster, Zelberg, & Currier, 2002).

Kaus-kasus tersebut adalah gaduh gelisah atau tindak kekerasan, percobaan bunuh

diri, penelantaran diri, sindroma putus zat, dan pemerkosaan.

Menurut Dr Poonam Khetrapal Singh selaku Direktur Regional WHO di

wilayah Asia Tenggara. Setiap tahun, lebih dari 800.000 kematian disebabkan

karena bunuh diri atau kasus yang berkaitan dengan usaha bunuh diri. Bahkan,

setiap 40 detik, ada satu orang di dunia yang memutuskan untuk bunuh diri. Di

tingkat global, bunuh diri menjadi penyebab kedua kematian penduduk berusia

15-29 tahun. Sebanyak 39% kasus bunuh diri di dunia terjadi di wilayah Asia

Tenggara. Umumnya, di wilayah ini bunuh diri dipicu karena masalah pada

kelompok anak-anak muda, terutama di daerah pedesaan.

Dari data yang ada di Poli Jiwa Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr

Soetomo, Surabaya, kasus percobaan bunuh diri yang terjadi Januari-Desember

2008 tercatat 21 kasus. Ironisnya, kasus percobaan bunuh diri ini banyak

dilakukan oleh pelaku berusia 17 tahun hingga 27 tahun. Disusul kemudian,

pelaku yang berusia 30 tahun hingga 45 tahun. Kalangan remaja yang nekat

mengakhiri hidupnya dengan jalan bunuh diri mayoritas karena terlibat masalah

dengan pacar dan selebihnya karena terlibat masalah dengan orang tua dan

lingkungan pergaulan. Cara paling banyak dilakukan untuk mencoba bunuh diri

yakni dengan meminum Baygon, minum racun tikus, mengiris pergelangan

tangan, dan selebihnya dengan cara melompat dari tempat tinggi. Sedangkan,

mereka yang berusia antara 30-45 tahun yang nekat berusaha bunuh diri sebagian

besar disebabkan karena masalah-masalah rumah tangga. "Pada 2008, kasus

percobaan bunuh diri memang banyak didominasi kalangan remaja," ujar

Suprihatin, Bagian Administrasi Poli Jiwa RSUD dr Soetomo di Surabaya.

1

Page 2: RESIKO BUNUH DIRI

Menurut Fatimah, dokter kesehatan jiwa RSUD dr Soetomo, kasus

percobaan bunuh diri yang dilakukan kalangan remaja dilatarbelakangi oleh

permasalahan yang kompleks. Di antaranya kepribadian remaja yang belum

matang rentan mengambil jalan pintas ketika mengalami masalah. Kepribadian

remaja itu masih impulsif. Mereka cenderung bertindak sesuatu tanpa terlebih

berpikir panjang terlebih dahulu. Namun, remaja yang nekat melakukan

percobaan bunuh diri ini karena kepribadian mentalnya tidak kuat.

Menurut dia, remaja yang nekat mengambil jalan pintas ingin mengakhiri

hidupnya memiliki kecenderungan gampang putus asa, tidak bisa melihat jalan

keluar ketika menghadapi masalah, hubungan dengan keluarga kurang harmonis,

dan perkembangan jiwanya kurang matang. Selain pribadi dirinya yang kurang

matang, faktor lingkungan sekitar, lingkungan sekolah, keluarga, orang tua, juga

turut mempengaruhi.

Kasus bunuh diri, menurut Dr Poonam menjadi masalah kesehatan yang

mesti diperhatikan. Bukan hanya karena kasus bunuh diri bisa menjadi beban

ekonomi dan sosial serta emosional bagi keluarga serta masyarakat, tapi

sebenarnya kasus bunuh diri dapat dicegah. Kebutuhan layanan psikiatri di rumah

sakit umum mutlak sangat diperlukan. Hal tersebut mudah dipahami mengingat

jumlah tempat tidur di rumah sakit jiwa yang tidak mencukupi untuk populasi

Indonesia dan pemusatan layanan rumah sakit jiwa di kota besar sehingga sulit

untuk diakses oleh masyarakat secara luas. Keberadaan rumah sakit umum di

tingkat kabupaten seharusnya mampu menjembatani kesenjangan tersebut.

Layanan yang dibutuhkan rawat inap psikiatri berhubungan dengan

kasus-kasus akut yang memiliki indikasi adanya kecenderungan untuk

membahayakan diri maupun orang lain, Penatalaksanaan pada pasien

kegawatdaruratan psikiatrik sangat kompleks. Para profesional yang bekerja pada

pelayanan kegawatdaruratan psikiatrik umumnya berisiko tinggi mendapatkan

kekerasan akibat keadaan mental pasien mereka. Pasien biasanya datang atas

nama kemauan pribadi mereka, dianjurkan oleh petugas kesehatan lainnya, atau

tanpa disengaja. Penatalaksanaan pasien yang menuntut intervensi psikiatrik pada

umumnya meliputi stabilisasi krisis dari masalah hidup yang bisa meliputi gejala

atau kekacauan mental baik sifatnya kronis ataupun akut.

2

Page 3: RESIKO BUNUH DIRI

Perawat ataupun tenaga kesehatan lain hendaknya memberikan saran,

motivasi bahkan cara yang dapat meminimalkan dan bahkan mencegah terjadinya

bunuh diri pada klien sehingga klien dapat menyalurkan kemarahannya pada

tempat dan situsai yang benar dan positif sehingga tidak membahayakan pasien

sendiri. Perawat juga bisa memberikan aktivitas ataupun kegiatan yang dapat

mengurangi dari tingkat depresi dan resiko bunuh diri klien sehingga hal-hal yang

tidak diinginkan tidak terjadi. Oleh sebab itulah peran dari setiap aspek dan orang

terdekat klien sangat berpengaruh pada timbulnya resiko bunuh diri yang

dilakukan oleh klien.

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Bagaimana konsep asuhan keperawatan klien pada kedaruratan

psikiatri?

1.3 Tujuan Penulisan

1.3.1 Tujuan Umum

Mendapatkan gambaran konsep asuhan keperawatan klien pada

kedaruratan psikiatri.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Menjelaskan pengkajian pada asuhan keperawatan klien pada kedaruratan

psikiatri.

2. Menjelaskan diagnosa pada asuhan keperawatan klien pada kedaruratan

psikiatri.

3. Menjelaskan intervensi pada asuhan keperawatan klien pada kedaruratan

psikiatri.

4. Menjelaskan implementasi pada asuhan keperawatan klien pada

kedaruratan psikiatri.

5. Menjelaskan evaluasi pada asuhan keperawatan klien pada kedaruratan

psikiatri

3

Page 4: RESIKO BUNUH DIRI

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep PICU (Psychiatric Intensive Care Unit)

Kedaruratan psikiatri adalah gangguan alam pikiran, perasaan, atau

perilaku yang membutuhkan intervensi terapeutik segera, sehingga prinsip

dari kedaruratan psikiatri adalah perlu penanganan segera (Kaplan dan

Saddock, 1998).

Oleh karena itu, kedaruratan psikiatri di Indonesia sering disebut

dengan unit perawatan intensif psikiatri (UPIP) atau Psychiatric Intensive

Care Unit (PICU). Adapun kriteria kedaruratan adalah sebagai berikut :

1. Ancaman segera terhadap kehidupan, kesehatan, harta benda, atau

lingkungan

2. Telah menyebabkan kehilangan kehidupan, gangguan kesehatan,

serta harta benda dan lingkungan

3. Memiliki kecenderungan peningkatan bahaya yang tinggi dan

segera terhadap kehidupan, kesehatan, harta benda, atau

lingkungan.

Berdasarkan prinsip segera, penanganan kedaruratan dibagi dalam

fase intensif I (24 jam pertama), fase intensif II (24-72 jam pertama), dan fase

intensif III (72 jam-10 hari).

Keperawatan memberikan intervensi kepada pasien dengan berfokus

pada respon, sehingga kategori pasien dibuat dengan skor Respon Umum

Fungsi Adaptif (RUFA) yang merupakan modifikasi dari skor GAFR

(General Adaptive Function Response).

2.2 Konsep Masalah Keperawatan Risiko Bunuh Diri di PICU

2.2.1 Definisi Bunuh Diri

Bunuh diri merupakan kedaruratan psikiatri karena pasien berada

dalam keadaan stres yang tinggi dan menggunakan koping yang

maladaptive Bunuh diri merupakan suatu upaya yang disadari dan

bertujuan untuk mengakhiri kehidupan. Individu secara sadar berupaya

4

Page 5: RESIKO BUNUH DIRI

melaksanakan hasratnya untuk mati. Perilaku bunuh diri meliputi isyarat-

isyarat, percobaan atau ancaman verbal yang akan mengakibatkan

kematian, luka, atau menyakiti diri sendiri (Clinton, 1995).

2.2.2 Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Risiko Bunuh Diri di PICU

Pengkajian

Intensif I

24 jam

(Skor: 1-10 Skala RUFA)

Intensif II

24-72 jam

(Skor: 11-20 Skala

RUFA)

Intensif III

72 jam-10 hari

(Skor: 21-30 Skala

RUFA)

Aktif mencoba bunuh diri

dengan cara :

Gantung diri

Minum racun

Memotong urat

nadi

Menjatuhkan diri

dari tempat yang

tinggi

Mengalami depresi

Mempunyai rencana

bunuh diri yang spesifik

Aktif memikirkan

rencana bunuh diri,

tetapi tidak disertai

dengan percobaan

bunuh diri.

Mengatakan ingin

bunuh diri, tetapi tanpa

rencana yang spesifik

Menarik diri dari

pergaulan sosial

Mungkin sudah

memiliki ide untuk

mengakhiri hidupnya,

tetapi tidak disertai

dengan ancaman dan

percobaan bunuh diri.

Mengungkapkan

perasaan seperti rasa

bersalah/sedih/marah/

putus asa/tidak

berdaya

Mengungkapkan hal

negatif tentang diri

sendiri yang

menggambarkan

harga diri rendah

Mengatakan “tolong

jaga anak-anak karena

saya akan pergi jauh!”

atau “segala sesuatu

akan lebih baik tanpa

saya”.

5

Page 6: RESIKO BUNUH DIRI

2.2.3 Asuhan Keperawatan Fase Intensif I (24 Jam Pertama)

a. Bina hubungan saling percaya dengan pasien

b. Identifikasi alasan, cara, dan waktu pasien melakukan tindakan bunuh

diri

c. Identifikasi alternatif mekanisme koping selain tindakan bunuh diri,

diantaranya :

Ekspresi perasaan kepada orang yang dapat dipercayai (teman

atau keluarga)

Berpikir positif

Melakukan aktifitas positif yang disenangi

Aktifitas spiritual, misalnya baca do’a, sholat

d. Observasi pasien setiap 10 menit sekali, sampai ia dipindahkan ke

ruang intensif II

e. Jauhkan semua benda yang berbahaya, misalnya pisau, silet, gelas, ikat

pinggang

f. Kolaborasi dengan medis untuk program pengobatan pasien dengan

menggunakan prinsip lima benar

g. Dengan lembut jelaskan kepada pasien bahwa Anda akan melindungi

pasien sampai tidak ada keinginan bunuh diri

h. Rawat luka atau kondisi akibat tindakan percobaan bunuh diri

2.2.4 Asuhan Keperawatan Fase Intensif II (24-72 Jam)

a. Latih pasien melakukan mekanisme koping positif

b. Kolaborasi dengan medis untuk program pengobatan pasien dengan

menggunaan prinsip lima benar

c. Observasi pasien setiap 30 menit sekali, sampai ia dipindahkan ke

ruang intensif III

d. Jauhkan semua benda yang berbahaya, misalnya pisau, silet, gelas, ikat

pinggang

e. Lanjutkan perawatan luka atau kondisi akibat tindakan percobaan

bunuh diri (apabila pasien merupakan pasien pindahan dari ruang

intensif I)

f. Berikan terapi musik (bila perlu) untuk pasien

6

Page 7: RESIKO BUNUH DIRI

2.2.5 Asuhan Keperawatan Fase Intensif III (72 Jam-10 Hari)

a. Memberi kesempatan pada pasien untuk mengungkapkan perasaannya

b. Berikan pujian bila pasien dapat mengatakan perasaan yang positif

c. Meyakinkan pasien bahwa dirinya penting

d. Membicarakan tentang keadaan yang sepatutnya disyukuri oleh pasien

2.2.6 Tindakan Keperawatan untuk Keluarga

a. Mengajarkan keluarga tentang tanda dan gejala bunuh diri

b. Mengajarkan keluarga tentang cara melindungi pasien dari perilaku

bunuh diri

c. Mengajarkan keluarga tentang hal-hal yang dapat dilakukan apabila

pasien melakukan percobaan bunuh diri

d. Membantu keluarga mencari rujukan fasilitas kesehatan yang tersedia

bagi pasien

7

Page 8: RESIKO BUNUH DIRI

2.2.7 Strategi Pelaksanaan pada Pasien dengan Risiko Bunuh Diri

SP 1 SP 2 SP 3 SP 4

Orientasi ”Assalamu’alaikum A kenalkan saya adalah perawat B yang bertugas di ruang Mawar ini, saya dinas pagi dari jam 7 pagi sampai 2 siang.””Bagaimana perasaan A hari ini?”“Bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang apa yang A rasakan selama ini. Dimana dan berapa lama kita bicara?”

”Assalamu’alaikum A! masih ingat dengan saya kan? Bagaimana perasaan A hari ini? Ohh... jadi A merasa tidak perlu lagi hidup di dunia ini. Apakah A ada perasaan ingin bunuh diri? Baiklah kalau begitu, hari ini kita akan membahas tentang bagaimana cara mengatasi keinginan bunuh diri. Mau berapa lama? Dimana?” Disini saja yah!

“Assalamu’alaikum A! Bagaimana perasaan A saat ini? Masih adakah doronganmengakhiri kehidupan? Baik, sesuai janji kita dua jam yang lalu sekarang kita akan membahas tentang rasa syukur atas pemberian Tuhan yang masih A miliki. Mau berapa lama? Dimana?”

”Assalamu’alaikum, A. Bagaimana perasaannya? Masihkah ada keinginan bunuh diri? Apalagi hal-hal positif yang perlu disyukuri? Bagus! Sekarang kita akan berdiskusi tentang bagaimana cara mengatasi masalah yang selama ini timbul. Mau berapa lama? Disini saja yah ?”

Kerja “Bagaimana perasaan A setelah bencana ini terjadi? Apakah dengan bencana ini A merasa paling menderita di dunia ini? Apakah A kehilangan kepercayaan diri? Apakah A merasa tak

“Baiklah, tampaknya A membutuhkan pertolongan segera karena ada keinginan untuk mengakhiri hidup”. ”Saya perlu memeriksa seluruh isi kamar A ini untuk memastikan tidak ada benda-

Apa saja dalam hidup A yang perlu disyukuri, siapa saja kira-kira yang sedih dan rugi kalau A meninggal. Coba A ceritakan hal-hal yang baik dalam kehidupan A.

Coba ceritakan situasi yang membuat A ingin bunuh diri. Selain bunuh diri, apalagi kira-kira jalan keluarnya. Wow, banyak juga yah. Nah coba kita diskusikan keuntungan dan

8

Page 9: RESIKO BUNUH DIRI

berharga atau bahkan lebih rendah daripada orang lain? Apakah A merasa bersalah atau mempersalahkan diri sendiri? Apakah A sering mengalami kesulitan berkonsentrasi? Apakah A berniat untuk menyakiti diri sendiri, ingin bunuh diri atau berharap bahwa A mati? Apakah A pernah mencoba untuk bunuh diri? Apa sebabnya, bagaimana caranya? Apa yang A rasakan?” Jika pasien telah menyampaikan ide bunuh dirinya, segera dilanjutkan dengan tindakan keperawatan untuk melindungi pasien, misalnya dengan mengatakan: “Baiklah, tampaknya A membutuhkan pertolongan segera karena ada keinginan untuk mengakhiri hidup”. ”Saya

benda yang membahayakan A””Nah A, karena A tampaknya masih memiliki keinginan yang kuat untuk mengakhiri hidup A, maka saya tidak akan membiarkan A sendiri.” ”Apa yang A lakukan kalau keinginan bunuh diri muncul? Kalau keinginan itu muncul, maka untuk mengatasinya A harus langsung minta bantuan kepada perawat atau keluarga dan teman yang sedang besuk. Jadi usahakan A jangan pernah sendirian ya..”

Keadaan yang bagaimana yang membuat A merasa puas? Bagus. Ternyata kehidupan A masih ada yang baik yang patut A syukuri. Coba A sebutkan kegiatan apa yang masih dapat A lakukan selama ini”.Bagaimana kalau A mencoba melakukan kegiatan tersebut, Mari kita latih.”

kerugian masing-masing cara tersebut. Mari kita pilih cara mengatasi masalah yang paling menguntungkan! Menurut A cara yang mana? Ya, saya setuju. A bisa mencoba!”Mari kita buat rencana kegiatan untuk masa depan.”

9

Page 10: RESIKO BUNUH DIRI

perlu memeriksa seluruh isi kamar A ini untuk memastikan tidak ada benda-benda yang membahayakan A.””Nah A, Karena A tampaknya masih memiliki keinginan yang kuat untuk mengakhiri hidup A, maka saya tidak akan membiarkan A sendiri.””Apa yang A lakukan kalau keinginan bunuh diri muncul ? Kalau keinginan itu muncul, maka untuk mengatasinya A harus langsung minta bantuan kepada perawat di ruangan ini dan juga keluarga atau teman yang sedang besuk. Jadi A jangan sendirian ya, katakan pada perawat, keluarga atau teman jika ada dorongan untuk mengakhiri kehidupan”.

10

Page 11: RESIKO BUNUH DIRI

”Saya percaya A dapat mengatasi masalah, OK A?”

Terminasi ”Bagaimana perasaan A sekarang setelah mengetahui cara mengatasi perasaan ingin bunuh diri?””Coba A sebutkan lagi cara tersebut””Saya akan menemani A terus sampai keinginan bunuh diri hilang”(jangan meninggalkan pasien sendirian)

“Bagaimana perasaan A setelah kita bercakap-cakap? Bisa sebutkan kembali apa yang telah kita bicarakan tadi? Bagus A. Bagimana Masih ada dorongan untuk bunuh diri? Kalau masih ada perasaan / dorongan bunuh diri, tolong panggil segera saya atau perawat yang lain. Kalau sudah tidak ada keinginan bunh diri saya akan ketemu A lagi, untuk membicarakan cara meninngkatkan harga diri setengah jam lagi dan disini

“Bagaimana perasaan A setelah kita bercakap-cakap? Bisa sebutkan kembali apa-apa saja yang A patut syukuri dalam hidup A? Ingat dan ucapkan hal-hal yang baik dalam kehidupan A jika terjadi dorongan mengakhiri kehidupan (affirmasi). Bagus A. Coba A ingat-ingat lagi hal-hal lain yang masih A miliki dan perlu disyukuri! Nanti jam 12 kita bahas tentang cara mengatasi masalah dengan baik. Tempatnya dimana? Baiklah.

Bagaimana perasaan A, setelah kita bercakap-cakap? Apa cara mengatasi masalah yang A akan gunakan? Coba dalam satu hari ini, A menyelesaikan masalah dengan cara yang dipilih A tadi. Besok di jam yang sama kita akan bertemu lagi disini untuk membahas pengalaman A menggunakan cara yang dipilih”

11

Page 12: RESIKO BUNUH DIRI

2.3 Konsep Medis Percobaan Bunuh Diri

2.3.1 Menurut sudut pandang medis, percobaan bunuh diri dapat

disebabkan oleh :

a) Penyalahgunaan zat

b) Gangguan depresif

c) Skizofrenia

d) Gangguan Bipolar Episode Depresi

2.3.2 Pertimbangan Pasien Perlu MRS (Masuk Rumah Sakit)

a) Keparahan depresi

b) Adanya gagasan bunuh diri

c) Bergantung pada kemampuan pasien dan keluarga mengatasi

masalah

d) Adanya faktor risiko

e) Tersedianya dukungan sosial (untuk bunuh diri)

2.3.3 Penanganan

a) Rawat Jalan

Dokter harus bisa dihubungi 24 jam dan keluarga harus siap siaga

menjaga 24 jam

b) Rawat Inap

- Memeriksa barang pasien dan pengunjung yang bisa dipakai

untuk bunuh diri

- Menempatkan pasien ditempat yang dekat ruang perawat

- Kunjungi dan observasi sesering mungkin

- Dukungan medikamentosa : antidepresan

12

Page 13: RESIKO BUNUH DIRI

BAB 2

ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Kasus

Tn X masuk IGD 2 hari yang lalu karena perdahan masif di pergelangan

tangan kirinya. Kemudian Tn X dirujuk ke RSJ karena tindakannya

merupakan percobaan bunuh diri. Berdasarkan hasil pengkajian, Tn X berusia

35 tahun dan bekerja di sebuah perusahaan swasta di Surabaya. Status,

menikah dan mempunyai dua anak. Perusahaan tempatnya bekerja

mengalami masalah, akibatnya sebagian besar para pekerjanya terkena

pemutusan hubungan kerja (PHK), termasuk Tn X. Akibatnya kondisi

keuangan keluarga Tn. X memburuk. Sehingga istri Tn X selalu meminta

cerai karena Tn. X tidak kunjung mendapatkan pekerjaan. Istrinya terus

menyalahkan Tn X sehingga Tn X pun merasa dirinya tidak berguna lagi dan

ingin mengakhiri hidupnya dengan cara bunuh diri. Menurut keterangan dari

keluarga, pasien pernah meminum cairan pembasmi serangga sebanyak dua

kali dalam waktu sebulan ini, namun usahanya selalu gagal.

3.2 Pengkajian

1. Identitas klien

Inisial : Tn. X

Umur : 35 tahun

Informan : Keluarga

2. Alasan masuk

Pasien mencoba bunuh diri dengan cara memotong nadi di

pergelangan tangannya dan pasien sudah pernah melakukan percobaan

bunuh diri dengan meminum cairan pembasmi serangga sebanyak dua kali

namun gagal. Keluarga membawa pasien ke IGD karena perdarahan dan

setelah mendapatkan perawatan luka, pihak rumah sakit merujuk pasien ke

RSJ.

3. Faktor Predisposisi

Pasien tidak pernah mengalami gangguan jiwa dimasa lalu dan tidak ada

riwayat gangguan jiwa dari anggota keluarga. Pasien mengalami masa lalu

13

Page 14: RESIKO BUNUH DIRI

35

yang tidak menyenangkan yaitu megalami PHK 3 bulan yang lalu dan

selalu mendapat surat permintaan cerai dari istrinya. Sehingga Tn X

merasa tidak berguna

4. Pemeriksaan Fisik

a. Tanda vital : TD= 120/80 mmHg N= 100x/mnt S= 37,30C P=

18x/mnt

b. Ukur : TB= 165 cm BB= 50 kg

c. Pasien mengeluh nyeri dipergelangan tangan kiri dan pasien mengeluh

tidak bisa tidur (insomnia)

5. Psikososial

1. Genogram

Gambar : Genogram Tn X.

Keterangan

: Laki-laki

: Perempuan

: Meninggal

: Cerai atau putus hubungan

: Orang yang tinggal serumah

: Orang yang terdekat

: Umur klien

: Klien

Jelaskan: Tn X merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Dalam satu

rumah, Tn X tinggal bersama bapak, ibu, adik nomer dua, dan kedua

anaknya. Istri Tn X memutuskan untuk pisah rumah dengan Tn X satu

bulan yang lalu.

2. Konsep diri

a. Gambaran diri : Tn X acuh terhadap perawatan tubuhnya

14

35

Page 15: RESIKO BUNUH DIRI

b. Identitas : Sebelum dirawat, Tn X sebagai

pengangguran

c. Peran : Tn X merupakan tulang punggung pertama

di keluarganya, namun semuanya berubah

karena dia terkena PHK 3 bulan yang lalu

dan tidak kunjung mendapatkan pekerjaan

d. Ideal diri : Tn X menginginkan istrinya kembali

e. Harga diri : Tn X merasa tidak berguna karena istrinya

selalu menyalahkan Tn X karena tidak

segera mendapatkan pekerjaan dan

akhirnya Tn X ditinggal oleh istrinya

3. Hubungan sosial pasien dengan masyarakat pasif. Pasien jarang

mengikuti kegiatan dalam lingkungan masyarakat seperti bersih desa

dan doa bersama.

4. Kepercayaan masyarakat disekitar pasien menganggap bahwa seorang

laki-laki haruslah bekerja dan tidak baik bila menganggur

6. Status mental

Penampilan : masih terlihat rapi

Pembicaraan : lambat

Aktivias motorik : lesu

Alam perasaan : sedih dan terlihat putus asa

Afek : datar

Interaksi selama wawacara : sedikit kontak mata

Persepsi : tidak ada masalah

Proses pikir : klien mengulangi kata-kata “aku tidak

berguna”

Daya tilik diri : klien selalu menyalahkan dirinya sendiri

15

Page 16: RESIKO BUNUH DIRI

7. Score bunuh diri

Intensif I: 24 jam

(Skor: 5 skala RUFA)

Aktif mencoba bunuh diri dengan cara: minum racun memotong urat nadi

Mengalami depresi Mempunyai rencana bunuh diri yang spesifik Menyiapkan alat untuk bunuh diri (pistol, pisau, silet, dll)

3.3 Diagnosa Keperawatan

1. Harga diri rendah2. Resiko bunuh diri

3.4 Intervensi Keperawatan

“Bagaimana perasaan X setelah bencana ini terjadi? Apakah dengan bencana ini X merasa paling menderita di dunia ini? Apakah X kehilangan kepercayaan diri? Apakah X merasa tak berharga atau bahkan lebih rendah daripada orang lain? Apakah X merasa bersalah atau mempersalahkan diri sendiri? Apakah X sering mengalami kesulitan berkonsentrasi? Apakah X berniat untuk menyakiti diri sendiri, ingin bunuh diri atau berharap bahwa X mati? Apakah X pernah mencoba untuk bunuh diri? Apa sebabnya, bagaimana caranya? Apa yang X rasakan?” Jika pasien telah menyampaikan ide bunuh dirinya, segera dilanjutkan dengan tindakan keperawatan untuk melindungi pasien, misalnya dengan mengatakan: “Baiklah, tampaknya X membutuhkan pertolongan segera karena ada keinginan untuk mengakhiri hidup”. ”Saya perlu memeriksa seluruh isi kamar X ini untuk memastikan tidak ada benda-benda yang membahayakan X.

”Nah X, Karena X tampaknya masih memiliki keinginan yang kuat untuk mengakhiri hidup X, maka saya tidak akan membiarkan X sendiri. X jangan khawatir, saya akan melindungi X sampai tidak ada keinginan bunuh diri”

”Apa yang X lakukan kalau keinginan bunuh diri muncul ? Kalau keinginan itu muncul, maka untuk mengatasinya X harus langsung minta bantuan kepada perawat di ruangan ini dan juga keluarga atau teman yang sedang besuk. Jadi X jangan sendirian ya, katakan pada perawat, keluarga atau teman jika ada dorongan untuk mengakhiri kehidupan”.

”Saya percaya X dapat mengatasi masalah, OK X?”

16

Page 17: RESIKO BUNUH DIRI

3.5 Evaluasi

1. Keadaan pasien yang tetap aman dan selamat.

2. Pasien dapat lebih terbuka dengan cara

a) Pasien mampu mengungkapkan perasaanya

b) Pasien mampu meningkatkan harga dirinya

c) Pasien mampu menggunakan cara penyelesaian masalah yang baik

3. Keluarga mampu berperan serta dalam melindungi anggota keluarga

yang mengancam atau mencoba bunuh diri dan mengetahui isyarat

bunuh diri, ditandai dengan:

a. Keluarga mampu menyebutkan kembali tanda dan gejala bunuh diri

b. Keluarga mampu memperagakan kembali cara-cara melindungi

anggota keluarga yang berisiko bunuh diri

c. Keluarga mampu menggunakan fasilitas kesehatan yang tersedia

dalam merawat anggota keluarga yeng berisiko bunuh diri

17

Page 18: RESIKO BUNUH DIRI

BAB 3

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

PICU merupakan singkatan dari Psychiatric Intensive Care Unit, yang

merupakan unit gabungan pelayanan gawat darurat psikiatri dan pelayanan

intensif yang ditunjukkan untuk pasien gangguan jiwa yang dalam kondisi krisis

psikiatri dan berada dalam kondisi yang membutuhkan pengawasan ketat, dimana

didalamnya dapat diselenggarakan di rumah sakit jiwa atau psikiatri rumah sakit

umum. Kedaruratan yang pada prinsipnya memiliki tujuan yang sama yaitu

merawat pasien-pasien yang berada dalam kondisi membutuhkan intervensi

segera. Pasien dengan kondisi dapat membahayakan diri sendiri, orang lain dan

lingkungan, seperti pasien dengan usaha bunuh diri, halusinasi, perilaku

kekerasan, NAPZA, dan waham. Layanan psikiatri di rumah sakit umum meliputi

layanan rawat jalan, rawat inap, gawat darurat, dan consultation liaison

psychiatry. Pelayanan intensif tersebut dimulai sejak pasien masuk hingga 24 jam

pertama dan terus berlangsung hingga maksimal 10 hari.

Dari kasus PICU ini akan muncul beberapa masalah keperawatan yang

secara berurutan harus segera diselesaikan perawat. Koping keluarga inefektif:

ketidakmampuan koping, Diagnosa tersebut meliputi Gangguan konsep diri: harga

diri rendah dan Resiko bunuh diri. Peran perawat dalam kasus PICU ini

memerluka Kecepatan menangani kondisi kedaruratan akan meminimalkan gejala

sisa maupun kecacatan yang akan dialami pasien.

3.2 SARAN

Mahasiswa keperawatan sebagai calon perawat wajib mengerti dan

memahami tentang PICU (Psychiatric Intensive Care Unit). Sehingga nantinya

ketika di klinik dan terjun ke masyarakat dapat mengimplementasikannya dalam

proses pemberian asuhan keperawatan. Karena jika perawat tidak paham

mengenai hal tersebut akan menghambat penanganan terhadap pasien dan

penanganan menjadi kurang maksimal bahkan dapat merugikan pihak pasien.

18