27
LAPORAN KASUS A. IDENTITAS PASIEN Nama Pasien : R Umur : 20 Tahun Jenis Kelamin : Perempuan Agama/suku : Islam/Makassar Pekerjaan : Mahasiswa Alamat : Mannongkoki Tanggal pemeriksaan : 22 Januari 2014 Tempat pemeriksaan : Poliklinik Mata RSUD Syekh Yusuf Gowa B. ANAMNESIS Keluhan Utama : Mata kanan terasa kabur Anamnesis Terpimpin : Pasien datang ke poliklinik mata RSUD Syekh Yusuf dengan keluhan mata kanan terasa kabur dan terasa seperti ada pasir di mata kanan pasien sejak 5 hari sebelum masuk rumah sakit. Mata kanan terasa nyeri dan memerah. Apabila melihat cahaya penglihatan pasien silau. Selain itu pasien mengeluh sulit untuk membuka mata. Pasien juga mengeluh mata kanannya sering berair namun tidak terdapat kotoran pada mata. Riwayat trauma mata disangkal. Riwayat 1

Fix lapsus

Embed Size (px)

Citation preview

LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN

Nama Pasien : R

Umur  : 20 Tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama/suku : Islam/Makassar

Pekerjaan : Mahasiswa

Alamat : Mannongkoki

Tanggal pemeriksaan : 22 Januari 2014

Tempat pemeriksaan : Poliklinik Mata RSUD Syekh

Yusuf Gowa

B. ANAMNESIS

Keluhan Utama : Mata kanan terasa kabur

Anamnesis Terpimpin :

Pasien datang ke poliklinik mata RSUD Syekh Yusuf

dengan keluhan mata kanan terasa kabur dan terasa seperti

ada pasir di mata kanan pasien sejak 5 hari sebelum masuk

rumah sakit. Mata kanan terasa nyeri dan memerah. Apabila

melihat cahaya penglihatan pasien silau. Selain itu

pasien mengeluh sulit untuk membuka mata. Pasien juga

mengeluh mata kanannya sering berair namun tidak terdapat

kotoran pada mata. Riwayat trauma mata disangkal. Riwayat

1

kontak dengan orang yang memiliki keluhan yang sama

disangkal.

Riwayat Penyakit Dahulu :

Pasien tidak pernah mengalami keluhan seperti ini

sebelumnya.

Riwayat diabetes melitus disangkal, hipertensi

disangkal.

Riwayat Pengobatan :

Pasien tidak pernah melakukan pengobatan pada mata

sebelumnya.

C. PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan umum : Baik

Kesadaran : Compos mentis

Tanda vital

Tekanan darah : 120/80mmhg

Nadi : 80x/menit

Pernapasan : 17x/menit

Suhu : 36,5

a. Inspeksi

No Pemeriksaan OD OS

2

1 Palpebra Edema (-) Edema (-)2 Aparatus

lakrimalis

Lakrimasi (+) Lakrimasi (-)

3 Silia Sekret (-) Sekret (-)4 Konjungtiva Hiperemis (+) Hiperemis (-)5 Bola Mata Kesan normal Kesan normal6 Mekanisme

muskular

7 Kornea kesan Jernih Jernih8 Bilik mata

depan

Sulit dinilai Sulit dinilai

9 Iris Sulit dinilai Sulit dinilai10 Pupil Sulit dinilai Sulit dinilai11 Lensa Sulit dinilai Sulit dinilai

b. Palpasi

NO Pemeriksaan OD OS1 Tensi okuler Tn Tn2 Nyeri tekan (-) (-)3 Massa tumor (-) (-)4 Glandula pre-

aurikuler

Tidak ada

pembesaran

Tidak ada

pembesaran

3

c. Tonometri : Tidak dilakukan pemeriksaan

d. Visus : VOD = 20/40

VOS = 20/20

Tidak dilakukan koreksi

e. Oblik Illumination

NO Pemeriksaan OD OS1 Konjungtiva Hiperemis (+) Hiperemis (-)2 Kornea Tampak bintik

– bintik dan

bercak putih

pada kornea

Jernih

3 Bilik Mata

Depan

Kesan normal Kesan normal

4 Iris Coklat,

kripte (+)

Coklat,

kripter (+)5 Pupil Bulat,

sentral, RC

(+)

Bulat,

sentral, RC

(+)

4

Gambar

f. Slit Lamp

SLOD :

Konjungtiva : Hiperemis (+)

Kornea : Tampak bintik putih diparasentral kornea

5

Tes Flouresent : OD (+) terdapat infiltratebentuk pungtata di parasentral

BMD : Normal

Iris : Coklat, kripte (+)

Lensa : Jernih

SLOS :

Konjungtiva : hiperemis (-)

Kornea : Jernih

BMD : Normal

Iris : Coklat, kripte (+)

Lensa : Jernih

g. Laboratorium : Tidak dilakukan pemeriksaan

D. Resume

Seorang wanita umur 20 tahun datang ke

poliklinik mata RSUD Syekh Yusuf dengan keluhan

okuli dextra terasa kabur dan terasa seperti ada

pasir di mata kanan pasien sejak 5 hari sebelum

masuk rumah sakit. Mata kanan terasa nyeri dan

6

hiperemis, fotofobia (+), blefarospasme (+),

lakrimasi (+).

Oblik Illumination :

OD : Konjungtiva Hiperemis (+)

Kornea bintik – bintik dan bercak

putih di kornea

Visus : VOD = 20/40

VOS = 20/20

SLOD :

- Konjungtiva hiperemis (+)

- Kornea tampak bercak putih

- Tes fluoresensi OD (+) terdapat infiltrate

bentuk pungtata di parasentral

E. DIAGNOSIS

Diagnosis Kerja : OD Keratitis pungtata

superfisialis

F. TERAPI

Air mata buatan/ Artificial tear

7

Antibiotik topikal

Analgetik

Vitamin c 3x1

BAB 1

PENDAHULUAN

Pada tahun 1950, Philip Thygeson mendapatkan adanya

keratitis pungtata. Penyakit ini ditandai dengan adanya

peradangan pungtata bilateral kronis, bersifat sporadic

8

remisi dan eksaserbasi, pada penyembuhan tidak

menimbulkan jaringan parut, tidak ada respon klinik

dengan antibiotik, berespon pada pemberian kortikosteroid

topical.1

Gejala yang paling umum dari keratitis pungtata

superficial termasuk fotofobia, penglihatan kabur, dan

iritatif. Pada pemeriksaan slitlamp menimbulkan kekeruhan

epitel yang meninggi, berbentuk lonjong, oval, yang

terletak terutama terpusat pada pemberian flurescein.

Biasanya tidak ada injeksi konjungtiva, tidak ada edema

kornea, atau infiltrasi stomal, tetapi sensasi kornea

bisa sedikit menurun. Sebagian besar kasus didapatkan

keluhan yang bilateral. Patologi biasanya berjalan

kronis, berulang. 1

Sekitar 25.000 dari penduduk Amerika Serikat

mendapatkan keratitis infeksi.Insiden dari keratitis

microbial dihubungkan dengan penggunaan lensa kontak

rata-rata sebanyak 2 sampai 4 infeksi dari 10.000

pengguna lensa kontak dan sebanyak 10 sampai 20 infeksi

dari 10.000 pengguna lensa kontak dengan penggunaan yang

berkepanjangan.2

9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Kornea

Kornea seperti tanduk adalah selaput bening mata,

bagian selaput mata yang tembus cahaya, merupakan lapisan

jaringan yang menutup bola mata sebelah depan dan terdiri

atas lapisan : 3

1. Epitel

Tebalnya 50 mikron terdiri atas 5 lapis sel

epitel tidak bertanduk yang saling tumpang

tindih, satu lapis sel basal, sel polygonal dan

sel gepeng.

Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan

sel muda ini terdorong ke depan menjadi lapis

gepeng, sel basal berikatan erat dengan sel

basal disampingnya dan sel polygonal di

depannya melalui desmosom dan macula okluden,

ikatan ini menghambat pengaliran air,

elektrolit, dan glukosa yang merupakan barrier.

Sel basal menghasilkan membran basal yang

melekat erat kepadanya. Bila terjadi gangguan

ini akan mengakibatkan erosi rekuren.

10

Epitel berasal dari ectoderm permukaan.

2. Membrane Bowman

Terletak di bawah membrane basal epitel kornea

yang merupakan kolagen yang tersusun tidak

teratur seperti stroma dan berasal dari bagian

depan stroma

Lapis ini tidak mempunyai daya regenerasi

3. Stroma

Terdiri atas lamel yang merupakan susunan

kolagen yang sejajar satu dengan lainnya, pada

permukaaan terlihat anyaman yang teratur sedang

di bagian perifer serat kolagen ini bercabang,

terbentuknya kembali serat kolagen memakan

waktu lama yang kadang-kadang sampai 15 bulan.

Keratosit merupakan stroma kornea yang

merupakan fibroblast yang terletak diantara

serat kolagen stroma. Diduga keratosit

membentuk bahan dasar dan serat kolagen dalam

perkembangan embrio atau sesudah trauma.

4. Membrane descement

Merupakan membrane aseluler dan merupakan batas

belakang stroma kornea dihasilkan sel endotel

dan merupakan membrane basalnya

11

Bersifat sangat elastic dan berkembang terus

seumur hidup, mempunyai tebal 40 mikron

5. Endotel

Berasal dari mesotelium, berlapis satu, bentuk

heksagonal, besar 20-40 mikron. Endotel melekat

pada membrane descement melalui hemidesmosom

dan zonula okluden.

Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensoris

terutama berasal dari saraf siliar longus, saraf

nasosiliar, saraf ke V saraf siliar longus berjalan

suprakoroid, masuk ke dalam stroma kornea, menembus

membrane bowman melepaskan selubung schwannya. Seluruh

lapis epitel dipersarafi sampai pada kedua lapis terdepan

tanpa ada akhir saraf. Bulbus Krause untuk sensasi dingin

ditemukan di daerah limbus. Daya regenerasi saraf sesudah

dipotong di daerah limbus terjadi dalam waktu 3 bulan.3

Trauma atau penyakit yang merusak endotel akan

mengakibatkan system pompa endotel terganggu sehingga

dekompensasi endotel dan terjadi edema kornea. Endotel

tidak mempunyai daya regenerasi.3

Kornea merupakan bagian mata yang tembus cahaya dan

menutup bola mata di sebelah depan. Pembiasan sinar

terkuat dilakukan oleh kornea, dimana 40 dioptri dan 50

12

dioptri pembiasan sinar masuk kornea dilakukan oleh

kornea.3

Gambar 2.1 lapisan kornea

B. Fisiologi

Kornea berfungsi sebagai membran pelindung dan

jendela yang dilalui berkas cahaya menuju retina. Sifat

tembus cahayanya disebabkan strukturnya yang uniform,

avaskuler dan deturgenes. Deturgenes, atau keadaan

dehidrasi relative jaringan kornea dipertahankan oleh

pompa bikarbonat aktif pada endotel dan oleh fungsi sawar

epitel dan endotel. Endotel lebih penting daripada epitel

dalam mekanisme dehidrasi dan cidera kimiawi atau fisik

pada endotel jauh lebih berat daripada cedera pada

13

epitel. Kerusakan sel-sel endotel menyebabkan edema

kornea dan hilangnya sifat transparan. Sebaliknya cedera

pada epitel hanya menyebabkan edema local sesaat stroma

kornea yang akan menghilang bila sel-sel epitel itu telah

beregenerasi. Penguapan air dari film air mata prakornea

akan mengkibatkan film air mata akan menjadi hipertonik;

proses itu dan penguapan langsung adalah faktor-faktor

yang yang menarik air dari stroma kornea superfisialis

untuk mempertahankan keadaan dehidrasi.4

Penetrasi kornea utuh oleh obat bersifat bifasik.

Substansi larut lemak dapat melalui epitel utuh, dan

substansi larut air dapat melalui stroma yang utuh.

Karenanya agar dapat melalui kornea, obat harus larut

lemak dan larut air sekaligus.4

C. Resistensi Kornea Terhadap Infeksi

Epitel adalah sawar yang efisien terhadap masuknya

mikroorganisme ke dalam kornea. Namun sekali ini cedera,

stroma yang avaskuler dan membrane bowman mudah terkena

infeksi oleh berbagai macam mikroorganisme, seperti

bakteri, amuba, dan jamur. Streptococcus pneumonia

(pneumokokkus) adalah bakteri pathogen kornea sejati;

pathogen lain memerlukan inokulum yang berat atau hospes

14

yang lemah (mis; defisiensi imun) agar dapat menimbulkan

infeksi.4

Moraxella liquefacies, yang terutama terdapat pada peminum

alcohol (sebagai akibat kehabisan piridoxin), adalah

contoh klasik oportunismen bakteri, dan dalam tahun-tahun

belakangan ini sejumlah oportunis kornea baru telah

ditemukan. Diantaranya adalah serratia marcens, kompleks

mycobacterium fortuitum-chelonei, streptococcus viridians, staphylococcus

epidermidis, dan berbagai organism coliform dan proteus, selain

virus dan jamur.4

Kortikosteroid local atau sistemik akan mengubah

reaksi imun hospes dengan berbagai cara dan memungkinkan

organisme oportunistik masuk dan tumbuh dengan subur.4

D. Fisiologi Gejala

Karena kornea memiliki banyak serabut nyeri,

kebanyakan lesi kornea, superfisisalis maupun dalam

(benda asing kornea, abrasi kornea, phlyctenule,

keratitis interstisisal), menimbulkan rasa sakit dan

fotofobia. Rasa sakit ini diperhebat oleh gesekan

palpebra (terutama palpebra superior) pada kornea dan

menetap sampai sembuh. Karena kornea berfungsi sebagai

jendela bagi mata dan membiaskan cahaya, lesi kornea

15

umunya agak mengaburkan penglihatan, terutama kalau

letaknya di pusat.4

Fotofobia pada penyakit kornea adalah akibat

kontraksi iris beradang yang sakit. Dilatasi pembuluh

iris adalah fenomena reflex yang disebabkan iritasi pada

ujung saraf kornea. Fotofobia, yang berat pada kebanyakan

penyakit kornea, minimal pada keratitis herpes karena

hipestasi terjadi pada penyakit ini, yang juga merupakan

tanda diagnostik berharga. Meskipun berair mata dan

fotofobia umunya menyertai penyakit kornea, umumnya tidak

ada tahi mata kecuali pada ulkus bakteri purulen.4

E. Investigasi Penyakit Kornea

Gejala dan tanda

Dokter memeriksa di bawah cahaya yang memadai.

Pemeriksaan sering lebih mudah dengan meneteskan anestesi

lokal. Pemulusan flurescein dapat memperjelas lesi epitel

superfisialis yang tidak mungkin tidak telihat bila tidak

dipulas. Pemakaian biomikroskop (slitlamp) penting untuk

pemeriksaan kornea dengan benar; jika tidak tersedia,

dapat dipakai kaca pembesar dan pencahayaan terang. Harus

diperhatikan perjalanan pantulan cahaya saat menggerakkan

cahaya di atas kornea. Daerah kasar yang menandakan defek

pada epitel terlihat dengan cara ini.4

16

Anamnesis pasien penting pada penyakit kornea.

Sering dapat diungkapkan adanya riwayat trauma---

kenyataannya, benda asing dan abrasi merupakan abrasi

merupakan dua lesi yang umum pada kornea. Adanya riwayat

penyakit kornea juga bermanfaat. Keratitis akibat infeksi

herpes simpleks sering kambuh, namun karena erosi kambuh

sangat sakit dan keratitis herpetik tidak, penyakit-

penyakit ini dapat dibedakan dari gejalanya. Hendaknya

pula ditanyakan pemakaian obat local oleh pasien, karena

mungkin telah memakai kortikosteroid, yang dapat

merupakan predisposisi bagi penyakit bakteri, fungi, atau

oleh virus, terutama keratitis herpes simpleks. Juga

mungkin terjadi imunosupresi akibat penyakit-penyakit

sistemik, seperti diabetes, AIDS, dan penyakit ganas,

selain oleh terapi imunosupresi khusus.4

F. Definisi

Keratitis pungtata superficial thygeson adalah

peradangan pada epitel kornea yang sering berulang dan

perlangsungannya lama (dari beberapa tahun sampai kurang

lebih 30 tahun).6

G. Etiologi

17

Penyebab dari keratitis pungtata superficial tidak

diketahui, tapi virus atau mekanisme imun sangat

berperan. Penyebabnya diantaranya virus, bakteri, dan

agen infeksi lainnya dan resistensi terhadap antibiotik,

penggunaan lensa kontak. 6,7

H. Patomekanisme

Terdapat beberapa kondisi yang dapat sebagai

predisposisi terjadinya inflamasi pada kornea seperti

blefaritis, perubahan pada barrier epitel kornea (dry

eye), penggunaan lensa kontak, lagoftalmus, gangguan

paralitik, trauma dan penggunaan preparat imunosupresif

topical maupun sistemik.7

Kornea mendapatkan pemaparan konstan dari mikroba dan

pengaruh lingkungan, oleh sebab itu untuk melindunginya

kornea memilki beberapa mekanisme pertahanan. Mekanisme

pertahanan tersebut termasuk reflex berkedip, fungsi

antimikroba film air mata (lisosim), epitel hidrofobik

yang membentuk barier terhadap difusi serta kemampuan

epitel untuk beregenerasi secara cepat dan lengkap.7

Epitel adalah barier yang efisien terhadap masuknya

mikroorganisme ke dalam kornea. Pada saat epitel

mengalami trauma, struma yang avaskuler dan lapisan

18

bowman menjadi mudah untuk mengalami infeksi dengan

organism yang bervariasi, termasuk bakteri, amoeba, dan

jamur. Streptokokus pneumonia adalah merupakan pathogen

kornea bacterial, pathogen-patogen yang lain membutuhkan

inklusi yang berat atau pada host yang immunokompromised

untuk dapat menghasilkan sebuah infeksi di kornea.7

Ketika pathogen telah menginvasi jaringan melalui lesi

kornea superficial, beberapa rantai kejadian tipikal akan

terjadi yaitu :7

1. Lesi pada kornea

2. Pathogen akan menginvasi dan mengkolonisasi

struma kornea

3. Antibody akan menginfiltrasi lokasi invasi

pathogen

4. Hasilnya akan tampak gambaran opasitas pada

kornea dan titik invasi pathogen akan membuka

lebih luas dan memberikan gambaran infiltrasi

kornea

5. Iritasi dari bilik mata depan dengan hipopion

(umumnya berupa pus yang akan berakumulasi pada

lantai dari bilik mata depan

6. Pathogen akan menginvasi seluruh kornea

19

7. Hasilnya struma akan mengalami atropi dan

melekat pada membranan descement yang relative

kuat dan akan menghasilkan descematokele yang

dimana hanya membrane descement yang intak

8. Ketika penyakit semakin progresif, perforasi

dari membrane descement terjadi dan humor aquos

akan keluar. Hal ini disebut ulkus kornea

perforate dan merupakan indikasi bagi

intervensi bedah secepatnya. Pasien akan

menunjukkan gejala penuruanan visus progresif

dan bola mata akan menjadi lunak.

I. Manifestasi klinik

Pasien dengan keratitis pungtatata superficial

biasanya datang denga keluhan iritasi minimal, adanya

sensasi benda asing, fotofobia, penglihatan kabur, maya

kering, lakrimasi, blefarospasme.7,8

Keratitis pungtata superfisial memberikan gambaran

seperti infiltrate halus bertitik-titik pada permukaan

kornea. Merupakan cacat halus kornea superficial dan

hijau bila diwarnai dengan fluoroscein.7

J. Penatalaksanaan

20

Pengobatan terdiri dari penggunaan air mata buatan

untuk pelumas. Jika pasien tidak mengalami adanya

perbaikan, steroid topical potensi rendah biasanya

memberikan respon klinis yang adekuat. Pengobatan dengan

antivirus memiliki hasil yang beragam, misalnya

trifluridine menghasilkan perbaikan yang ringan, tetapi

juga telah dilaporkan menyebabkan penyakit menghilang

lebih lambat daripada ketika diobati dengan

kortikosteroid saja. Kortikosteroid topical sekarang

dianggap sebagai pengobatan utama. Selain itu siklosporin

topical telah dilaporkan efektif bila digunakan sebagai

pengobatan lini pertama dengan keuntungan efek samping

yang minimal dibandingkan dengan kortikosteroid. Lensa

kontak digunakan sebagai pengobatan alternative terutama

untuk kasus yang berat meskipun kompikasi potensial

(misalnya keratitis mikroba) bisa terjadi. Lensa kontak

memperbaiki gejala dengan menutup lesi kornea dan saraf,

yang secara konstan mengalami fraksi dengan konjungtiva

selama berkedip. 9

K. Prognosis

Prognosis penglihatan pada keratitis pungtata

superficial thygeson pada umumnya bagik, meskipun

21

beberapa individu mengalami penurunan ketajaman

penglihatan.6

KESIMPULAN

Pada kasus diatas didiagnosis dengan OD

keratitis pungtata superficial. Karena dari

anamnesis didapatkan keluhan di mata kanan yang

terasa kabur, terasa seperti ada pasir, disertai

nyeri, hiperemis, fotofobia, blefarospasme, dan

lakrimasi. Hal ini sesuai dengan kepustakaan yang

menyebutkan bahwa biasanya pasien datang dengan

keluhan iritasi minimal, adanya sensasi benda asing,

fotofobia, penglihatan kabur, lakrimasi,

blefarospasme. Selain itu pasien telah memenuhi

22

trias keratitis yaitu lakrimasi, fotofobia,

blefarospasme. Selain itu hal lain yang mendukung

diagnosis yaitu pada pemeriksaan oblik iluminasi

mata kanan didapatkan konjungtiva hiperemis, tampak

bintik-bintik dan bercak putih di kornea, dan pada

pemeriksaan slitlamp dimata kanan didapatkan

konjuntiva hiperemis, injeksi perikorneal, pada

kornea tampak bintik putih di parasentral kornea

dan pada tes fluorescent terdapat infiltrate bentuk

pungtata di paracentral. Hal ini sesuai dengan

kepustakaan yang menyebutkan bahwa Keratitis

pungtata superfisial memberikan gambaran seperti

infiltrate halus bertitik-titik pada permukaan

kornea. Merupakan cacat halus kornea superficial dan

hijau bila diwarnai dengan fluoroscein.

Selain itu terapi yang diberikan pada pasien

yaitu antibiotic topical karena pada kepustakaan

mengatakan bahwa Penatalaksanaan pada ketratitis

pungtata superfisial pada prinsipnya adalah

diberikan antibiotic sesuai dengan etiologi. Untuk

virus dapat diberikan idoxuridin, trifluridin atau

asiklovir. Untuk bakteri gram positif pilihan

pertama adalah cafazolin, penisilin G atau

vancomisin dan bakteri gram negatif dapat diberikan

23

tobramisin, gentamisin atau polimixin B. Pemberian

antibiotik juga diindikasikan jika terdapat sekret

mukopurulen yang menunjukkan adanya infeksi campuran

dengan bakteri. Untuk jamur pilihan terapi yaitu

natamisin, amfoterisin atau fluconazol.

Selain itu, pasien diberikan air mata buatan

berfungsi sebagai pelumas, analgetik untuk mengatasi

nyeri yang dirasakan paien dan vitamin C untuk

mempercepat proses penyembuhan pada kornea.

24

DAFTAR PUSTAKA

1. Noble, Jason; Boerman, Helen; Jiang, Wei; Martén,

Lisa; McCormick, Gregory J.; Pepose, Jay S.;

Solomon, Renée; Yeu, Elizabeth; Peer-Reviewed

Literature: The Treatment of Thygeson’s Superficial

Punctate Keratitis, JUNE 2007, CATARACT & REFRACTIVE

SURGERY TODAY, pp. 21-23 ; see also 

http://www.crstoday.com/PDF%20Articles/0607/CRST0607

_PR.pdf

2. Mills, TJ.Corneal Ulceration and Ulcerative

Keratitis in Emergency Medicine. Last Updated 2013.

Available from

25

http://emedicine.medscape.com/article/798100-

overview)

3. Ilyas, Sidarta. Ilmu Penyakit Mata. 3rd edition.

Jakarta : Balai Penerbit FKUI; 2004

4. Riordan-Eva,P. Anatomi & Embriologi Mata. In :

Vaughan,D. Asbury,T. Oftalmologi Umum Edisi 14.

Jakarta : Widya Medika; 2000.h.1 – 7

5. Darrel, RW. Thygeson’s superficial punctate

keratitis : Natural History and Association with HLA

DR3. Available from

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1312196/

pdf/taos00020-0510.pdf

6. Thygeson, Phillips. Thygeson’s Superficial Punctate

Keratitis. Journal of the American Medical

Association; 144:1544-1549. Available from :

http://webeye.ophth.uiowa.edu/dept/diagtrt/thygeson/

thygeson.htm

7. Lang GK. Cornea. In : Lang GK. Ophthalmology A

Pocket Textbook Atlas. 2nd edition. Stuttgart ;

thieme ; 2007. p. 115

8. Hasanreisoglu, Avisar. Thygeson’s superficial

punctate keratopathy. Diakses tanggal 30 januari

2014. Available from :

26

http://en.wikipedia.org/wiki/Thygeson

%27s_superficial_punctate_keratopathy

9. Duszak, RS. Thygeson superficial Punctate Keratitis

Treatment & Management. Last updated 2012. Available

from: http://emedicine.medscape.com/article/1197335-

overview#showall

27