Upload
independent
View
10
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama Pasien : R
Umur : 20 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama/suku : Islam/Makassar
Pekerjaan : Mahasiswa
Alamat : Mannongkoki
Tanggal pemeriksaan : 22 Januari 2014
Tempat pemeriksaan : Poliklinik Mata RSUD Syekh
Yusuf Gowa
B. ANAMNESIS
Keluhan Utama : Mata kanan terasa kabur
Anamnesis Terpimpin :
Pasien datang ke poliklinik mata RSUD Syekh Yusuf
dengan keluhan mata kanan terasa kabur dan terasa seperti
ada pasir di mata kanan pasien sejak 5 hari sebelum masuk
rumah sakit. Mata kanan terasa nyeri dan memerah. Apabila
melihat cahaya penglihatan pasien silau. Selain itu
pasien mengeluh sulit untuk membuka mata. Pasien juga
mengeluh mata kanannya sering berair namun tidak terdapat
kotoran pada mata. Riwayat trauma mata disangkal. Riwayat
1
kontak dengan orang yang memiliki keluhan yang sama
disangkal.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien tidak pernah mengalami keluhan seperti ini
sebelumnya.
Riwayat diabetes melitus disangkal, hipertensi
disangkal.
Riwayat Pengobatan :
Pasien tidak pernah melakukan pengobatan pada mata
sebelumnya.
C. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Tanda vital
Tekanan darah : 120/80mmhg
Nadi : 80x/menit
Pernapasan : 17x/menit
Suhu : 36,5
a. Inspeksi
No Pemeriksaan OD OS
2
1 Palpebra Edema (-) Edema (-)2 Aparatus
lakrimalis
Lakrimasi (+) Lakrimasi (-)
3 Silia Sekret (-) Sekret (-)4 Konjungtiva Hiperemis (+) Hiperemis (-)5 Bola Mata Kesan normal Kesan normal6 Mekanisme
muskular
7 Kornea kesan Jernih Jernih8 Bilik mata
depan
Sulit dinilai Sulit dinilai
9 Iris Sulit dinilai Sulit dinilai10 Pupil Sulit dinilai Sulit dinilai11 Lensa Sulit dinilai Sulit dinilai
b. Palpasi
NO Pemeriksaan OD OS1 Tensi okuler Tn Tn2 Nyeri tekan (-) (-)3 Massa tumor (-) (-)4 Glandula pre-
aurikuler
Tidak ada
pembesaran
Tidak ada
pembesaran
3
c. Tonometri : Tidak dilakukan pemeriksaan
d. Visus : VOD = 20/40
VOS = 20/20
Tidak dilakukan koreksi
e. Oblik Illumination
NO Pemeriksaan OD OS1 Konjungtiva Hiperemis (+) Hiperemis (-)2 Kornea Tampak bintik
– bintik dan
bercak putih
pada kornea
Jernih
3 Bilik Mata
Depan
Kesan normal Kesan normal
4 Iris Coklat,
kripte (+)
Coklat,
kripter (+)5 Pupil Bulat,
sentral, RC
(+)
Bulat,
sentral, RC
(+)
4
Gambar
f. Slit Lamp
SLOD :
Konjungtiva : Hiperemis (+)
Kornea : Tampak bintik putih diparasentral kornea
5
Tes Flouresent : OD (+) terdapat infiltratebentuk pungtata di parasentral
BMD : Normal
Iris : Coklat, kripte (+)
Lensa : Jernih
SLOS :
Konjungtiva : hiperemis (-)
Kornea : Jernih
BMD : Normal
Iris : Coklat, kripte (+)
Lensa : Jernih
g. Laboratorium : Tidak dilakukan pemeriksaan
D. Resume
Seorang wanita umur 20 tahun datang ke
poliklinik mata RSUD Syekh Yusuf dengan keluhan
okuli dextra terasa kabur dan terasa seperti ada
pasir di mata kanan pasien sejak 5 hari sebelum
masuk rumah sakit. Mata kanan terasa nyeri dan
6
hiperemis, fotofobia (+), blefarospasme (+),
lakrimasi (+).
Oblik Illumination :
OD : Konjungtiva Hiperemis (+)
Kornea bintik – bintik dan bercak
putih di kornea
Visus : VOD = 20/40
VOS = 20/20
SLOD :
- Konjungtiva hiperemis (+)
- Kornea tampak bercak putih
- Tes fluoresensi OD (+) terdapat infiltrate
bentuk pungtata di parasentral
E. DIAGNOSIS
Diagnosis Kerja : OD Keratitis pungtata
superfisialis
F. TERAPI
Air mata buatan/ Artificial tear
7
Antibiotik topikal
Analgetik
Vitamin c 3x1
BAB 1
PENDAHULUAN
Pada tahun 1950, Philip Thygeson mendapatkan adanya
keratitis pungtata. Penyakit ini ditandai dengan adanya
peradangan pungtata bilateral kronis, bersifat sporadic
8
remisi dan eksaserbasi, pada penyembuhan tidak
menimbulkan jaringan parut, tidak ada respon klinik
dengan antibiotik, berespon pada pemberian kortikosteroid
topical.1
Gejala yang paling umum dari keratitis pungtata
superficial termasuk fotofobia, penglihatan kabur, dan
iritatif. Pada pemeriksaan slitlamp menimbulkan kekeruhan
epitel yang meninggi, berbentuk lonjong, oval, yang
terletak terutama terpusat pada pemberian flurescein.
Biasanya tidak ada injeksi konjungtiva, tidak ada edema
kornea, atau infiltrasi stomal, tetapi sensasi kornea
bisa sedikit menurun. Sebagian besar kasus didapatkan
keluhan yang bilateral. Patologi biasanya berjalan
kronis, berulang. 1
Sekitar 25.000 dari penduduk Amerika Serikat
mendapatkan keratitis infeksi.Insiden dari keratitis
microbial dihubungkan dengan penggunaan lensa kontak
rata-rata sebanyak 2 sampai 4 infeksi dari 10.000
pengguna lensa kontak dan sebanyak 10 sampai 20 infeksi
dari 10.000 pengguna lensa kontak dengan penggunaan yang
berkepanjangan.2
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi Kornea
Kornea seperti tanduk adalah selaput bening mata,
bagian selaput mata yang tembus cahaya, merupakan lapisan
jaringan yang menutup bola mata sebelah depan dan terdiri
atas lapisan : 3
1. Epitel
Tebalnya 50 mikron terdiri atas 5 lapis sel
epitel tidak bertanduk yang saling tumpang
tindih, satu lapis sel basal, sel polygonal dan
sel gepeng.
Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan
sel muda ini terdorong ke depan menjadi lapis
gepeng, sel basal berikatan erat dengan sel
basal disampingnya dan sel polygonal di
depannya melalui desmosom dan macula okluden,
ikatan ini menghambat pengaliran air,
elektrolit, dan glukosa yang merupakan barrier.
Sel basal menghasilkan membran basal yang
melekat erat kepadanya. Bila terjadi gangguan
ini akan mengakibatkan erosi rekuren.
10
Epitel berasal dari ectoderm permukaan.
2. Membrane Bowman
Terletak di bawah membrane basal epitel kornea
yang merupakan kolagen yang tersusun tidak
teratur seperti stroma dan berasal dari bagian
depan stroma
Lapis ini tidak mempunyai daya regenerasi
3. Stroma
Terdiri atas lamel yang merupakan susunan
kolagen yang sejajar satu dengan lainnya, pada
permukaaan terlihat anyaman yang teratur sedang
di bagian perifer serat kolagen ini bercabang,
terbentuknya kembali serat kolagen memakan
waktu lama yang kadang-kadang sampai 15 bulan.
Keratosit merupakan stroma kornea yang
merupakan fibroblast yang terletak diantara
serat kolagen stroma. Diduga keratosit
membentuk bahan dasar dan serat kolagen dalam
perkembangan embrio atau sesudah trauma.
4. Membrane descement
Merupakan membrane aseluler dan merupakan batas
belakang stroma kornea dihasilkan sel endotel
dan merupakan membrane basalnya
11
Bersifat sangat elastic dan berkembang terus
seumur hidup, mempunyai tebal 40 mikron
5. Endotel
Berasal dari mesotelium, berlapis satu, bentuk
heksagonal, besar 20-40 mikron. Endotel melekat
pada membrane descement melalui hemidesmosom
dan zonula okluden.
Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensoris
terutama berasal dari saraf siliar longus, saraf
nasosiliar, saraf ke V saraf siliar longus berjalan
suprakoroid, masuk ke dalam stroma kornea, menembus
membrane bowman melepaskan selubung schwannya. Seluruh
lapis epitel dipersarafi sampai pada kedua lapis terdepan
tanpa ada akhir saraf. Bulbus Krause untuk sensasi dingin
ditemukan di daerah limbus. Daya regenerasi saraf sesudah
dipotong di daerah limbus terjadi dalam waktu 3 bulan.3
Trauma atau penyakit yang merusak endotel akan
mengakibatkan system pompa endotel terganggu sehingga
dekompensasi endotel dan terjadi edema kornea. Endotel
tidak mempunyai daya regenerasi.3
Kornea merupakan bagian mata yang tembus cahaya dan
menutup bola mata di sebelah depan. Pembiasan sinar
terkuat dilakukan oleh kornea, dimana 40 dioptri dan 50
12
dioptri pembiasan sinar masuk kornea dilakukan oleh
kornea.3
Gambar 2.1 lapisan kornea
B. Fisiologi
Kornea berfungsi sebagai membran pelindung dan
jendela yang dilalui berkas cahaya menuju retina. Sifat
tembus cahayanya disebabkan strukturnya yang uniform,
avaskuler dan deturgenes. Deturgenes, atau keadaan
dehidrasi relative jaringan kornea dipertahankan oleh
pompa bikarbonat aktif pada endotel dan oleh fungsi sawar
epitel dan endotel. Endotel lebih penting daripada epitel
dalam mekanisme dehidrasi dan cidera kimiawi atau fisik
pada endotel jauh lebih berat daripada cedera pada
13
epitel. Kerusakan sel-sel endotel menyebabkan edema
kornea dan hilangnya sifat transparan. Sebaliknya cedera
pada epitel hanya menyebabkan edema local sesaat stroma
kornea yang akan menghilang bila sel-sel epitel itu telah
beregenerasi. Penguapan air dari film air mata prakornea
akan mengkibatkan film air mata akan menjadi hipertonik;
proses itu dan penguapan langsung adalah faktor-faktor
yang yang menarik air dari stroma kornea superfisialis
untuk mempertahankan keadaan dehidrasi.4
Penetrasi kornea utuh oleh obat bersifat bifasik.
Substansi larut lemak dapat melalui epitel utuh, dan
substansi larut air dapat melalui stroma yang utuh.
Karenanya agar dapat melalui kornea, obat harus larut
lemak dan larut air sekaligus.4
C. Resistensi Kornea Terhadap Infeksi
Epitel adalah sawar yang efisien terhadap masuknya
mikroorganisme ke dalam kornea. Namun sekali ini cedera,
stroma yang avaskuler dan membrane bowman mudah terkena
infeksi oleh berbagai macam mikroorganisme, seperti
bakteri, amuba, dan jamur. Streptococcus pneumonia
(pneumokokkus) adalah bakteri pathogen kornea sejati;
pathogen lain memerlukan inokulum yang berat atau hospes
14
yang lemah (mis; defisiensi imun) agar dapat menimbulkan
infeksi.4
Moraxella liquefacies, yang terutama terdapat pada peminum
alcohol (sebagai akibat kehabisan piridoxin), adalah
contoh klasik oportunismen bakteri, dan dalam tahun-tahun
belakangan ini sejumlah oportunis kornea baru telah
ditemukan. Diantaranya adalah serratia marcens, kompleks
mycobacterium fortuitum-chelonei, streptococcus viridians, staphylococcus
epidermidis, dan berbagai organism coliform dan proteus, selain
virus dan jamur.4
Kortikosteroid local atau sistemik akan mengubah
reaksi imun hospes dengan berbagai cara dan memungkinkan
organisme oportunistik masuk dan tumbuh dengan subur.4
D. Fisiologi Gejala
Karena kornea memiliki banyak serabut nyeri,
kebanyakan lesi kornea, superfisisalis maupun dalam
(benda asing kornea, abrasi kornea, phlyctenule,
keratitis interstisisal), menimbulkan rasa sakit dan
fotofobia. Rasa sakit ini diperhebat oleh gesekan
palpebra (terutama palpebra superior) pada kornea dan
menetap sampai sembuh. Karena kornea berfungsi sebagai
jendela bagi mata dan membiaskan cahaya, lesi kornea
15
umunya agak mengaburkan penglihatan, terutama kalau
letaknya di pusat.4
Fotofobia pada penyakit kornea adalah akibat
kontraksi iris beradang yang sakit. Dilatasi pembuluh
iris adalah fenomena reflex yang disebabkan iritasi pada
ujung saraf kornea. Fotofobia, yang berat pada kebanyakan
penyakit kornea, minimal pada keratitis herpes karena
hipestasi terjadi pada penyakit ini, yang juga merupakan
tanda diagnostik berharga. Meskipun berair mata dan
fotofobia umunya menyertai penyakit kornea, umumnya tidak
ada tahi mata kecuali pada ulkus bakteri purulen.4
E. Investigasi Penyakit Kornea
Gejala dan tanda
Dokter memeriksa di bawah cahaya yang memadai.
Pemeriksaan sering lebih mudah dengan meneteskan anestesi
lokal. Pemulusan flurescein dapat memperjelas lesi epitel
superfisialis yang tidak mungkin tidak telihat bila tidak
dipulas. Pemakaian biomikroskop (slitlamp) penting untuk
pemeriksaan kornea dengan benar; jika tidak tersedia,
dapat dipakai kaca pembesar dan pencahayaan terang. Harus
diperhatikan perjalanan pantulan cahaya saat menggerakkan
cahaya di atas kornea. Daerah kasar yang menandakan defek
pada epitel terlihat dengan cara ini.4
16
Anamnesis pasien penting pada penyakit kornea.
Sering dapat diungkapkan adanya riwayat trauma---
kenyataannya, benda asing dan abrasi merupakan abrasi
merupakan dua lesi yang umum pada kornea. Adanya riwayat
penyakit kornea juga bermanfaat. Keratitis akibat infeksi
herpes simpleks sering kambuh, namun karena erosi kambuh
sangat sakit dan keratitis herpetik tidak, penyakit-
penyakit ini dapat dibedakan dari gejalanya. Hendaknya
pula ditanyakan pemakaian obat local oleh pasien, karena
mungkin telah memakai kortikosteroid, yang dapat
merupakan predisposisi bagi penyakit bakteri, fungi, atau
oleh virus, terutama keratitis herpes simpleks. Juga
mungkin terjadi imunosupresi akibat penyakit-penyakit
sistemik, seperti diabetes, AIDS, dan penyakit ganas,
selain oleh terapi imunosupresi khusus.4
F. Definisi
Keratitis pungtata superficial thygeson adalah
peradangan pada epitel kornea yang sering berulang dan
perlangsungannya lama (dari beberapa tahun sampai kurang
lebih 30 tahun).6
G. Etiologi
17
Penyebab dari keratitis pungtata superficial tidak
diketahui, tapi virus atau mekanisme imun sangat
berperan. Penyebabnya diantaranya virus, bakteri, dan
agen infeksi lainnya dan resistensi terhadap antibiotik,
penggunaan lensa kontak. 6,7
H. Patomekanisme
Terdapat beberapa kondisi yang dapat sebagai
predisposisi terjadinya inflamasi pada kornea seperti
blefaritis, perubahan pada barrier epitel kornea (dry
eye), penggunaan lensa kontak, lagoftalmus, gangguan
paralitik, trauma dan penggunaan preparat imunosupresif
topical maupun sistemik.7
Kornea mendapatkan pemaparan konstan dari mikroba dan
pengaruh lingkungan, oleh sebab itu untuk melindunginya
kornea memilki beberapa mekanisme pertahanan. Mekanisme
pertahanan tersebut termasuk reflex berkedip, fungsi
antimikroba film air mata (lisosim), epitel hidrofobik
yang membentuk barier terhadap difusi serta kemampuan
epitel untuk beregenerasi secara cepat dan lengkap.7
Epitel adalah barier yang efisien terhadap masuknya
mikroorganisme ke dalam kornea. Pada saat epitel
mengalami trauma, struma yang avaskuler dan lapisan
18
bowman menjadi mudah untuk mengalami infeksi dengan
organism yang bervariasi, termasuk bakteri, amoeba, dan
jamur. Streptokokus pneumonia adalah merupakan pathogen
kornea bacterial, pathogen-patogen yang lain membutuhkan
inklusi yang berat atau pada host yang immunokompromised
untuk dapat menghasilkan sebuah infeksi di kornea.7
Ketika pathogen telah menginvasi jaringan melalui lesi
kornea superficial, beberapa rantai kejadian tipikal akan
terjadi yaitu :7
1. Lesi pada kornea
2. Pathogen akan menginvasi dan mengkolonisasi
struma kornea
3. Antibody akan menginfiltrasi lokasi invasi
pathogen
4. Hasilnya akan tampak gambaran opasitas pada
kornea dan titik invasi pathogen akan membuka
lebih luas dan memberikan gambaran infiltrasi
kornea
5. Iritasi dari bilik mata depan dengan hipopion
(umumnya berupa pus yang akan berakumulasi pada
lantai dari bilik mata depan
6. Pathogen akan menginvasi seluruh kornea
19
7. Hasilnya struma akan mengalami atropi dan
melekat pada membranan descement yang relative
kuat dan akan menghasilkan descematokele yang
dimana hanya membrane descement yang intak
8. Ketika penyakit semakin progresif, perforasi
dari membrane descement terjadi dan humor aquos
akan keluar. Hal ini disebut ulkus kornea
perforate dan merupakan indikasi bagi
intervensi bedah secepatnya. Pasien akan
menunjukkan gejala penuruanan visus progresif
dan bola mata akan menjadi lunak.
I. Manifestasi klinik
Pasien dengan keratitis pungtatata superficial
biasanya datang denga keluhan iritasi minimal, adanya
sensasi benda asing, fotofobia, penglihatan kabur, maya
kering, lakrimasi, blefarospasme.7,8
Keratitis pungtata superfisial memberikan gambaran
seperti infiltrate halus bertitik-titik pada permukaan
kornea. Merupakan cacat halus kornea superficial dan
hijau bila diwarnai dengan fluoroscein.7
J. Penatalaksanaan
20
Pengobatan terdiri dari penggunaan air mata buatan
untuk pelumas. Jika pasien tidak mengalami adanya
perbaikan, steroid topical potensi rendah biasanya
memberikan respon klinis yang adekuat. Pengobatan dengan
antivirus memiliki hasil yang beragam, misalnya
trifluridine menghasilkan perbaikan yang ringan, tetapi
juga telah dilaporkan menyebabkan penyakit menghilang
lebih lambat daripada ketika diobati dengan
kortikosteroid saja. Kortikosteroid topical sekarang
dianggap sebagai pengobatan utama. Selain itu siklosporin
topical telah dilaporkan efektif bila digunakan sebagai
pengobatan lini pertama dengan keuntungan efek samping
yang minimal dibandingkan dengan kortikosteroid. Lensa
kontak digunakan sebagai pengobatan alternative terutama
untuk kasus yang berat meskipun kompikasi potensial
(misalnya keratitis mikroba) bisa terjadi. Lensa kontak
memperbaiki gejala dengan menutup lesi kornea dan saraf,
yang secara konstan mengalami fraksi dengan konjungtiva
selama berkedip. 9
K. Prognosis
Prognosis penglihatan pada keratitis pungtata
superficial thygeson pada umumnya bagik, meskipun
21
beberapa individu mengalami penurunan ketajaman
penglihatan.6
KESIMPULAN
Pada kasus diatas didiagnosis dengan OD
keratitis pungtata superficial. Karena dari
anamnesis didapatkan keluhan di mata kanan yang
terasa kabur, terasa seperti ada pasir, disertai
nyeri, hiperemis, fotofobia, blefarospasme, dan
lakrimasi. Hal ini sesuai dengan kepustakaan yang
menyebutkan bahwa biasanya pasien datang dengan
keluhan iritasi minimal, adanya sensasi benda asing,
fotofobia, penglihatan kabur, lakrimasi,
blefarospasme. Selain itu pasien telah memenuhi
22
trias keratitis yaitu lakrimasi, fotofobia,
blefarospasme. Selain itu hal lain yang mendukung
diagnosis yaitu pada pemeriksaan oblik iluminasi
mata kanan didapatkan konjungtiva hiperemis, tampak
bintik-bintik dan bercak putih di kornea, dan pada
pemeriksaan slitlamp dimata kanan didapatkan
konjuntiva hiperemis, injeksi perikorneal, pada
kornea tampak bintik putih di parasentral kornea
dan pada tes fluorescent terdapat infiltrate bentuk
pungtata di paracentral. Hal ini sesuai dengan
kepustakaan yang menyebutkan bahwa Keratitis
pungtata superfisial memberikan gambaran seperti
infiltrate halus bertitik-titik pada permukaan
kornea. Merupakan cacat halus kornea superficial dan
hijau bila diwarnai dengan fluoroscein.
Selain itu terapi yang diberikan pada pasien
yaitu antibiotic topical karena pada kepustakaan
mengatakan bahwa Penatalaksanaan pada ketratitis
pungtata superfisial pada prinsipnya adalah
diberikan antibiotic sesuai dengan etiologi. Untuk
virus dapat diberikan idoxuridin, trifluridin atau
asiklovir. Untuk bakteri gram positif pilihan
pertama adalah cafazolin, penisilin G atau
vancomisin dan bakteri gram negatif dapat diberikan
23
tobramisin, gentamisin atau polimixin B. Pemberian
antibiotik juga diindikasikan jika terdapat sekret
mukopurulen yang menunjukkan adanya infeksi campuran
dengan bakteri. Untuk jamur pilihan terapi yaitu
natamisin, amfoterisin atau fluconazol.
Selain itu, pasien diberikan air mata buatan
berfungsi sebagai pelumas, analgetik untuk mengatasi
nyeri yang dirasakan paien dan vitamin C untuk
mempercepat proses penyembuhan pada kornea.
24
DAFTAR PUSTAKA
1. Noble, Jason; Boerman, Helen; Jiang, Wei; Martén,
Lisa; McCormick, Gregory J.; Pepose, Jay S.;
Solomon, Renée; Yeu, Elizabeth; Peer-Reviewed
Literature: The Treatment of Thygeson’s Superficial
Punctate Keratitis, JUNE 2007, CATARACT & REFRACTIVE
SURGERY TODAY, pp. 21-23 ; see also
http://www.crstoday.com/PDF%20Articles/0607/CRST0607
_PR.pdf
2. Mills, TJ.Corneal Ulceration and Ulcerative
Keratitis in Emergency Medicine. Last Updated 2013.
Available from
25
http://emedicine.medscape.com/article/798100-
overview)
3. Ilyas, Sidarta. Ilmu Penyakit Mata. 3rd edition.
Jakarta : Balai Penerbit FKUI; 2004
4. Riordan-Eva,P. Anatomi & Embriologi Mata. In :
Vaughan,D. Asbury,T. Oftalmologi Umum Edisi 14.
Jakarta : Widya Medika; 2000.h.1 – 7
5. Darrel, RW. Thygeson’s superficial punctate
keratitis : Natural History and Association with HLA
DR3. Available from
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1312196/
pdf/taos00020-0510.pdf
6. Thygeson, Phillips. Thygeson’s Superficial Punctate
Keratitis. Journal of the American Medical
Association; 144:1544-1549. Available from :
http://webeye.ophth.uiowa.edu/dept/diagtrt/thygeson/
thygeson.htm
7. Lang GK. Cornea. In : Lang GK. Ophthalmology A
Pocket Textbook Atlas. 2nd edition. Stuttgart ;
thieme ; 2007. p. 115
8. Hasanreisoglu, Avisar. Thygeson’s superficial
punctate keratopathy. Diakses tanggal 30 januari
2014. Available from :
26
http://en.wikipedia.org/wiki/Thygeson
%27s_superficial_punctate_keratopathy
9. Duszak, RS. Thygeson superficial Punctate Keratitis
Treatment & Management. Last updated 2012. Available
from: http://emedicine.medscape.com/article/1197335-
overview#showall
27