Upload
poltekkes-denpasar
View
3
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
DIABETES MELLITUS
I. SEJARAH DIABETES MELITUS
Kata “diabetes” berasal dari kata “diabere” yang berarti
siphon atau tabung yang berfungsi untuk mengalirkan atau
memindahkan cairan dari satu tempat ke tempat lain. Disebut
dengan penyakit diabetes karena salah satu gejala atau ciri
pengidap penyakit diabetes adalah sering buang air kecil.
Penyakit diabetes sudah dikenal jauh sebelum abad masehi.
Kira-kira pada 1500 tahun SM, di Mesir, pada Papyrus Ebers
ditemukan sebuah penyakit dengan gejala banyak kencing
(Alamsyah. 2013).
Setelah itu berabad-abad kemudian sekitar 30 tahun SM,
Celsus atau Paracelsus juga menemukan penyakit yang
gejalanya mirip dengan yang ditemukan di Mesir jauh
sebelumnya. Namun pada saat itu belum ada penamaan untuk
gejala penyakit tersebut, hanya saja digunakan istilah
“penyakit aneh” untuk menamakannya. Baru sekitar 200 tahun
kemudian-lah, Areteaus menamakan penyakit aneh tersebut
dengan nama diabetes. Areteaus menggambarkan penyakit
diabetes sebagai meleleh atau larutnya daging dan tungkai ke
dalam cairan urine (Alamsyah. 2013).
I.1 Sejarah dibetes di Asia
Lalu pada abad ke-3 sampai dengan abad ke-6, di India dan
China, para ilmuwan serta dokter menemukan penyakit diabetes
dan menyatakan bahwa cairan urine para penderita diabetes
berasa manis. Dan sekitar tahun 1000, Ibnu Sina, seorang
dokter yang juga ilmuwan muslim ( di dunia barat ia dikenal
dengan Avicena ) menuliskan gangren diabetik untuk pertama
kalinya. Kemudian pada sekitar tahun 1674, seorang ilmuwan
bernama Willis melukiskan kondisi urine penderita diabetes
yang dinyatakan berasa manis oleh para ilmuwan India dan
China tersebut sebagai “urin yang digenangi madu” (Alamsyah.
2013).
Sejak saat itulah nama penyakit diabetes ditambahkan kata
“mellitus” di belakangnya sehingga menjadi “diabetes
mellitus” atau “diabetes melitus”. Kata mellitus sendiri
berarti madu. Sampai saat itu belum berhasil ditemukan
penyakit diabetes yang menjangkiti hewan, hingga pada 1889
dua orang ilmuwan medis Von Mehring dan Minkowski mendapati
adanya gejala diabetes pada anjing yang diambil pankreas-nya
(Alamsyah. 2013).
I.2 Penemuan Insulin Sebagai Bagian Dari Sejarah
Diabetes
Kemudian akhirnya dunia dikejutkan dengan penemuan insulin
oleh seorang ahli bedah yang masih muda bernama Frederick
Grant Banting dan seorang asistennya bernama Charles Herbert
yang saat itu masih mahasiswa pada abad ke-20, tepatnya
tahun 1921. Atas temuan mereka itu, hadiah nobel pada tahun
1923 dihadiahkan kepada mereka berdua. Dengan ditemukannya
hormon insulin tersebut, maka perkembangan penyakit diabetes
selanjutnya mengarah kepada perkembangan pengobatan diabetes
(Alamsyah. 2013).
Pada 1954 – 1956 ditemukan sebuah tablet sejenis
sulfonilurea yang dapat meningkatkan kadar hormon insulin.
Lalu pada 1969 ditemukan tablet sulfonilurea generasi kedua
yang dikenal dengan glibenklamid. Seiring berkembangnya ilmu
pengobatan diabetes dengan diketemukannya berbagai jenis
obat diabetes, maka komplikasi akut diabetes menjadi relatif
lebih bisa diatasi. Hal ini membuat usia harapan hidup
pengidap diabetes menjadi lebih baik dan panjang (Alamsyah.
2013).
Namun persoalan diabetes tidak berhenti sampai disitu
dengan munculnya kondisi komplikasi jangka panjang diabetes
yang sebelumnya tidak dikenal. Begitulah, sejarah diabetes
dan pengobatannya masih terus berlanjut sampai sekarang. Dan
manusia masih terus berusaha menemukan metode dan obat untuk
mengatasinya. Maka menerapkan pola dan gaya hidup sehat
adalah cara terbaik dan termurah yang bisa kita, manusia,
lakukan untuk berdamai dengan “diabetes mellitus” (Alamsyah.
2013).
II. PENGERTIAN DIABETES MELLITUS
Diabetes merupakan penyakit kronis yang terjadi ketika
pankreas tidak menghasilkan cukup insulin, atau ketika
tubuh tidak dapat secara efektif menggunakan insulin yang
dihasilkan. Hiperglikemia, atau gula darah yang meningkat,
merupakan efek umum dari diabetes yang tidak terkontrol dan
dari waktu ke waktu menyebabkan kerusakan serius pada
banyak sistem tubuh, khususnya saraf dan pembuluh darah.
Diabetes Melitus (atau diabetes) adalah sebuah kondisi
kronis dimana tubuh tidak dapat menggunakan sumber energi
(glukosa) yang terdapat dalam darah sebab tubuh tidak dapat
melepaskan atau menggunakan insulin secara adekuat. Kondisi
tersebut mengakibatkan kadar glukosa darah meningkat.
Insulin merupakan hormon yang dilepaskan oleh pankreas,
merupakan zat utama yang bertanggungjawab dalam
mempertahankan kadar gula darah tetap stabil. Insulin
menyebabkan gula (glukosa) berpindah ke dalam sel sehingga
bisa menghasilkan energi atau disimpan sebagai cadangan
energi dalam bentuk glikogen. Peningkatan kadar gula darah
setelah makan atau minum cairan yang mengandung gula
merangsang pankreas untuk menghasilkan insulin sehingga
mencegah kenaikan kadar gula darah yang lebih lanjut dan
menyebabkan kadar gula darah menurun secara perlahan. Pada
saat melakukan aktivitas fisik kadar gula darah juga bisa
menurun karena otot menggunakan glukosa untuk energi
(Anonim, 2008).
Dalam kondisi normal, karbohidrat dan gula yang
dikonsumsi akan diubah menjadi sumber energi yang disebut
glukosa. Sel-sel tubuh membutuhkan glukosa sebagai energi
untuk menjalankan fungsinya. Akan tetapi, tubuh membutuhkan
hormon insulin untuk menyerap glukosa dari aliran darah dan
mensirkulasikannya ke berbagai sel-sel tubuh. Dalam keadaan
diabetes, sel-sel tubuh tidak dapat menggunakan glukosa,
baik karena tubuh tidak memproduksi hormon insulin yang
cukup, sel tubuh tidak merespon insulin secara normal, atau
kombinasi keduanya.
Keadaan itu mengakibatkan glukosa tetap berada dalam
darah dan akan terus bertambah seiring dengan makanan yang
masuk ke dalam tubuh. Tingginya level glukosa dalam darah
dapat menyebabkan kerusakan pada sistem pembuluh darah di
jantung, hati, ginjal, mata dan juga sistem saraf. Jika
tidak ditangani dengan baik, diabetes dapat menyebabkan
serangan jantung, stroke, gagal ginjal, kebutaan, dan lain
sebagainya.
III. PENYEBAB & GEJALA DIABETES MELLITUS
Adapun beberapa faktor yang menyebabkan seseorang
terkena diabetes diantaranya:
1.Faktor keturunan
2.Kegemukan/Obesitas biasanya terjadi pada usia 40 tahun
3.Tekanan darah tinggi
4.Angka trigliserida (salah satu jenis molekul lemak) yang
tinggi
5.Level kolesterol yang tinggi
6.Gaya hidup moderen yang cenderung mengkonsumsi makanan
instan
7.Merokok dan stress
8.Terlalu banyak konsumsi karbohidrat
9.Kerusakan pada sel pankreas
Gangguan metabolisme karbohidrat ini menyebabkan tubuh
kekurangan energi, itu sebabnya penderita diabetes
melitus umumnya terlihat lemah, lemas dan tidak bugar.
Adapun gejala umum yang dirasakan oleh penderita diabetes
adalah:
1.Sering buang air kecil
2.Sering merasa sangat haus
3.Sering lapar karena tidak mendapat cukup energi sehingga
tubuh memberi sinyal lapar
4.Penurunan berat badan secara tiba-tiba meski tidak ada
usaha menurunkan berat badan. Hal ini karena sewaktu
tubuh tidak dapat menyalurkan gula ke dalam sel-selnya,
tubuh membakar lemak dan proteinnya sendiri untuk
mendapatkan energi.
5.Sering kesemutan pada kaki atau tangan.
6.Mengalami masalah pada kulit seperti gatal atau borok.
7.Jika mengalami luka, butuh waktu lama untuk dapat sembuh.
8.Perubahan perilaku seperti mudah tersinggung. Penyebabnya
karena penderita diabetes tipe 1 sering terbangun pada
malam hari untuk buang air kecil sehingga tidak dapat
tidur nyenyak.
9.Mudah merasa lelah.
Gejala tersebut merupakan efek dari pada kadar gula
darah yang tinggi, yang akan mempengaruhi ginjal
menghasilkan air kemih dalam jumlah yang berlebihan untuk
mengencerkan glukosa sehingga penderita sering buang air
kecil dalam jumlah yang banyak. Dari akibat ini penderita
merasa haus yang berlebihan sehinggabanyak minum. Sejumlah
besar kalori hilang ke dalam air kemih, penderita
mengalami penurunan berat badan. Untuk mengkonsumsikan hal
ini, penderita sering kali merasakan lapar yang luar biasa
sehingga banyak makan (Anonim, 2012).
IV. TIPE-TIPE DIABETES MELLITUS
IV.1 Diabetes Tipe 1
Diabetes tipe 1 sering juga disebut dengan
ketergantungan terhadap insulin atau insulin dependent
diabetes mellitus (IDDM). Penyakit ini dapat terjadi pada
semua umur, namun perkembangannya lebih sering dimulai pada
masa anak-anak. Diabetes tipe 1 merupakan kelainan pada
sistem kekebalan tubuh (immune system). Antibodi yang
seharunya membentengi tubuh dari bakteri dan virus malah
menyerang pangkreas dan menghancurkan sel penghasil hormon
insulin (sel beta). Akibatnya pankreas tidak dapat lagi
memproduksi insulin bagi tubuh.
Pengobatan terhadap diabetes tipe 1 berupa injeksi
insulin secara rutin, karena penderitanya tidak lagi dapat
memproduksi insulin. Secara garis besar, pengobatan
diabetes tipe 1 membutuhkan perubahan pola hidup, seperti:
o Mengecek kadar gula darah secara teratur
o Mengatur pola makan/diet
o Olahraga teratur
o Terapi insulin atau mengkonsumsi obat-obatan yang
dibutuhkan
Perawatan Diabetes Tipe 1
Karena pankreas kesulitan menghasilkan insulin, maka insulin
harus ditambahkan setiap hari. Umumnya dengan cara suntikan
insulin. Apakah bisa dengan perawatan secara oral? Tidak
bisa, karena insulin dapat hancur dalam lambung bila
dimasukkan lewat mulut.
Cara lain adalah dengan memperbaiki fungsi kerja pankreas.
Jika pankreas bisa kembali berfungsi dengan normal, maka
pankreas bisa memenuhi kebutuhan insulin yang dibutuhkan
tubuh.
IV.2 Diabetes Tipe 2
Diabetes tipe 2 merupakan diabetes yang paling banyak
terjadi, yaitu sekitar 90% dari semua kasus diabetes. Pada
diabetes tipe 2, pankreas tetap memproduksi hormon insulin
seperti biasanya. Namun jumlah yang diproduksi tidak dapat
memenuhi kebutuhan tubuh atau karena sel-sel tubuh tidak
merespon insulin sebagaimana mestinya (resistensi insulin).
Resistensi insulin merupakan penyebab paling umum diabetes
tipe 2.
Orang yang kelebihan berat badan memiliki resiko yang
lebih besar mengalami diabetes tipe 2, karena kegemukan
bisa menyebabkan kondisi resisten terhadap insulin.
Resistensi insulin menyebabkan kadar gula darah (glukosa)
meningkat, karena walaupun pankreas bekerja keras
memproduksi hormon insulin tetap tidak mampu menjaga gula
darah berada dalam level normal.
Diabetes tipe 2 diduga disebabkan oleh kombinasi faktor
genetik dan lingkungan. Banyak pasien diabetes tipe 2
memiliki anggota keluarga yang juga menderita diabetes tipe
2 atau masalah kesehatan lain yang berhubungan dengan
diabetes, misalnya kolesterol darah yang tinggi, tekanan
darah tinggi (hipertensi) atau obesitas. Keturunan ras
Hispanik, Afrika dan Asia memiliki kecenderungan lebih
tinggi untuk menderita diabetes tipe 2. Sedangkan faktor
lingkungan yang mempengaruhi risiko menderita diabetes tipe
2 adalah makanan dan aktivitas fisik kita sehari-hari.
Berikut ini adalah faktor-faktor risiko mayor seseorang
untuk menderita diabetes tipe 2.
Riwayat keluarga inti menderita diabetes tipe 2 (orang
tua atau kakak atau adik)
Tekanan darah tinggi (>140/90 mm Hg)
Dislipidemia: kadar trigliserida (lemak) dalam darah yang
tinggi (>150mg/dl) atau kadar kolesterol HDL <40mg/dl
Riwayat Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) atau Glukosa
Darah Puasa Terganggu (GDPT)
Riwayat menderita diabetes gestasional atau riwayat
melahirkan bayi dengan berat lahir lebih dari 4.500 gram
Makanan tinggi lemak, tinggi kalori
Gaya hidup tidak aktif (sedentary)
Obesitas atau berat badan berlebih (berat badan 120% dari
berat badan ideal)
Usia tua, di mana risiko mulai meningkat secara
signifikan pada usia 45 tahun
Riwayat menderita polycystic ovarian syndrome, di mana terjadi
juga resistensi insulin
(Regina. Tt)
Walaupun diabetes tidak dapat disembuhkan, tetapi
penderita diabetes tetap dapat hidup sehat dan normal jika
ditangani dengan tepat. Begitu pula dengan diabetes tipe 2,
dapat dikontrol dengan menjaga berat badan tetap normal,
olahraga rutin, menjaga pola makan sehat, dan mengkonsumsi
obat-obatan untuk diabetes.
o Perawatan Diabetes Tipe 2
Perawatan diabetes tipe 2 adalah dengan memaksa fungsi
kerja pankreas sehingga dapat menghasilkan insulin lebih
banyak. Jika pankreas bisa menghasilkan insulin yang
dibutuhkan tubuh, maka kadar gula dalam darah akan menurun
karena dapat diubah menjadi energi. Dalam banyak kasus,
dapat diobati dengan minum pil, paling tidak pada awalnya,
untuk merangsang pankreas agar menghasilkan lebih banyak
insulin. Pil itu sendiri bukan insulin.
Namun pankreas bisa lelah menghasilkan insulin jika
terus menerus dipaksa. Cara terbaik untuk mengatasi
diabetes tipe 2 adalah dengan diet yang baik untuk
mengurangi berat badan dan kadar gula, disertai dengan
gerak badan yang sesuai.
IV.3 Diabetes Gestasional
Diabetes yang terjadi selama masa kehamilan disebut
diabetes gestasional. Diabetes tipe ini sering kali sulit
dideteksi karena faktor aktivitas hormonal yang tinggi pada
wanita hamil. Tingginya level glukosa pada wanita hamil
akan mempengaruhi kondisi janin karena glukosa juga akan
disirkulasikan melewati placenta dan bayi dalam kandungan.
Konsultasi teratur dengan dokter diperlukan agar diabetes
bisa dideteksi lebih dini.
Diabetes gestasional biasanya akan sembuh setelah
melahirkan. Namun memiliki diabetes gestasional selama masa
kehamilan membuat wanita tersebut memiliki resiko tinggi
mengembangkan diabetes tipe 2 di masa yang akan datang.
Selain itu, diabetes gestasional dapat mengganggu kesehatan
ibu dan kandungannya. Resiko pada bayi antara lain:
Berat badan berlebihan (obesitas)
Kesulitan bernapas saat kelahiran
Memiliki resiko mengalami diabetes
Penanganan terhadap diabetes gestasional bertujuan
untuk menjaga level glukosa dalam darah tetap normal, yang
meliputi pengaturan pola makan/diet yang baik untuk masa
kehamilan dan rendah kalori dan lemak, olahraga rutin
(senam kehamilan), dan mengecek kondisi kandungan secara
teratur termasuk berat badan janin.
V.KECENDERUNGAN PENINGKATAN JUMLAH PENYANDANG DIABETES
Meningkatnya prevalensi diabetes mellitus di
beberapa negara berkembang akibat peningkatan kemakmuran
di negara bersangkutan, akhir-akhir ini banyak disoroti.
Peningkatan pendapatan per kapita dan perubahan gaya
hidup terutama di kota-kota besar, menyebabkan
peningkatan prevalensi penyakit degeneratif, seperti
Penyakit Jantung Koroner (PJK), hipertensi, hiperlipidemia, diabetes dan
lain-lain. Tetapi data epidemiologi di negara berkembang
memang masih belum banyak. Hal ini disebabkan penelitian
epideemiologik sangat mahal biayanya. Oleh karena itu
angka prevalensi yang dapat itelusuri terutama berasal
dari negara maju.
Prevalensi Diabetes Melitus Tipe I
Di Indonesia penyandang diabetes mellitus (DM) tipe
I sangat jarang. Demikian pula di negara tropis lain. Hal ini
rupanya ada hubungan dengannya dengan letak geografis
Indonesia yang terletak di daerah khatulistiwa. Dari angka
prevalensi berbagai negara tampak bahwa makin jauh letaknya
suatu negara dari khatulistiwa makin tinggi prevalensinya DM
tipe-nya. Ini bisa dilihat pada prevalensi DM tipe I di Eropa.
Di bagian utara Eropa,misalnya di negara-negara Skandinavia
prevalensi tipe 1-nya merupakan yang tertinggi di dunia,
sedangkan di daerah bagian selatan Eropa misalnya di Malta
sangat jarang. Di samping itu juga tampak bahwa insidens DM
tipe 1 di Eropa Utara meningkat dalam 2-3 dekade terakhir. Ini
menunjukkan bahwa barangkali pada DM tipe 1 faktor
lingkungannya juga berperan di samping yang sudah diketahui
yaitu faktor genetik.
Prevalensi Diabetes Melitus Tipe 2
Lain halnya pada DM tipe 2 yang meliputi lebih 90%
dari semua populasi diabetes, faktor lingkungan diabetes,
faktor lingkungan sangat berperan. Prevalensi DM tipe 2
pada bangsa kulit putih berkisar antara 3-6% dari orang
dewasanya. Angka ini merupakan baku emas untuk
membandingkan prevalensi diabetes antar berbagai kelompok
etnik di seluruh dunia.
Tentang baku emas yang tadi dibicarakan, sebenarnya
juga ada keistimewaannya, misalnya suatu penelitian di
Wadena Amerika Serikat, mendapatkan bahwa prevalensi pada
orang kulit putih sangat tinggi dibandingkan dengan baku
emas tadi (Eropa) yaitu sebesar 23,2% untuk semua
gangguan toleransi glukosa, terdiri dari 15,1% Toleransi
Glukosa Terganggu (TGT) dan 8,1% DM tipe 2. Dengan kenyataan
ini dapat diambil kesimpulan bahwa factor lingkungan
sangat berperan. Hal ini dapat dilihat pada studi Wadena
tadi bahwa secara genetic mereka sama-sama kulit putih,
tetapi di Eropa prevalensinya lebih rendah. Di sini jelas
karena orang-orang di Wadena lebih gemuk dan hidupnya
lebih santai. Hal ini akan berlaku bagi bangsa-bangsa
lain, terutama di negara yang tergolong sangat berkembang
seperti Singapura, Korea, dan barangkali Indonesia.
Dapatlah disimpulkan bahwa faktor lingkungan teutama
peningkatan kemakmuran suatu bangsa akan meningkatkan
prevalensi diabetes. Bahwa kekerapan akan menjadi dua
kali lebih tinggi dalam waktu 10 tahun bukanlah suatu hal
yang mustahil terutama di Negara berkembang yang
pertumbuhan ekonominya sudah mapan. Keadaan ini tentu
saja harus diantisipasi oleh pembuat kebijaksanaan di
tiap Negara bekembang supaya dalam menentukan rencana
jangka panjang kebijakan pelayanan kesehatan di
negaranya, masalah ini harus dipertimbangkan.
VI.KOMPLIKASI DIABETES MELLITUS
VI.1 Komplikasi Jangka Pendek
Penyakit diabetes melitus bisa diikuti dengan berbagai
komplikasi. Dalam jangka pendek, diabetes dapat
menyebabkan:
o Hiperglikemia (Hyperglycemia)
Hiperglikemia atau gula darah tinggi dalam waktu yang
panjang dapat menyebabkan kerusakan jaringan dan organ
tubuh. Komplikasi ini dapat terjadi jika pasien tidak
mengambil tindakan-tindakan untuk mengurangi level glukosa
dalam darah seperti injeksi insulin, atau karena disebabkan
pola makan dan hidup yang tidak berorientasi pada
penanganan penyakit diabetes. Hiperglikemia adalah kondisi
yang serius dan membutuhkan tindakan medis secepatnya.
o Hipoglikemia (Hypoglycemia)
Dalam beberapa kasus, penderita diabetes melakukan
penanganan yang salah dan berlebihan sehingga level glukosa
dalam darah menjadi terlalu rendah. Melewatkan jam makan
dan olahraga serta mengkonsumsi obat diabetes (memperkecil
kadar glukosa) atau melakukan injeksi insulin bisa
menyebabkan hipoglikemia. Selalu mengontrol level glukosa
dalam darah dan konsultasikan dengan dokter mengenani
penanganan diabetes yang tepat, agar pasien tidak jatuh
dalam kondisi hipoglikemia ini.
o Ketoacidosis
Ketoacidosis adalah komplikasi penyakit diabetes yang
terjadi saat tubuh tidak mampu menggunakan glukosa/gula
darah sebagai energi karena kekurangan insulin. Saat sel-
sel tubuh kekurangan energi, mereka akan menggunakan
cadangan lemak sebagai energi. Saat jaringan lemak
terganggu, terbentuklah zat keton (racun) dalam tubuh.
Kondisi ini bisa mengakibatkan kesulitan bernapas, sakit
perut parah, dan juga dehidrasi.
VI.2 Komplikasi Jangka Panjang
Semakin lama seseorang menderita penyakit diabetes,
maka semakin tinggi pula resikonya mengalami komplikasi
akibat problem glukosa dalam darah ini. Penanganan yang
baik bisa mencegah terjadinya komplikasi-komplikasi ini,
atau semakin baik pasien mengontrol level glukosa tetap
normal maka semakin kecil resikonya.
Komplikasi akibat diabetes umumnya berhubungan dengan
kerusakan pembuluh darah. Diabetes dalam jangka panjang
dapat menyebabkan pembuluh darah menyempit dan mengurangi
volume aliran darah ke berbagai bagian tubuh seperti mata,
ginjal, jaringan saraf, dan lain sebagainya. Akibatnya
bagian-bagian tubuh tersebut akan mengalami kerusakan
fungsi yang serius, bahkan mengancam nyawa.
o Kerusakan mata
Penyakit diabetes dapat merusak pembuluh darah di mata,
yang bisa menyebabkan berbagai seperti katarak, glaukoma,
kerusakan retina, hingga kebutaan.
o Masalah pada kulit dan kaki
Penderita diabetes sangat rentan terhadap masalah pada
kaki. Rusaknya jaringan saraf dan pembuluh darah akan
membatasi aliran darah ke tempat tersebut. Luka gores kecil
di kaki atau kulit dengan mudah berubah menjadi luka
infeksi yang sangat parah. Tanpa perhatian yang serius,
luka tersebut akan semakin menyebar dan merusak. Pada
kondisi terparah, bagian tersebut harus diamputasi agar
infeksi tidak terus menyebar.
o Masalah jantung
Seseorang dengan diabetes beresiko tinggi terkena masalah
jantung. Peneliti mengatakan bahwa resiko serangan jantung
pada penderita diabetes sama dengan orang yang pernah
terkena serangan jantung sebelumnya.
Beberapa masalah pada jantung dan penyempitan pembuluh
darah yang berhubungan dengan diabetes antara lain:
Stroke
Kerusakan pembuluh arteri
Tekanan darah tinggi
Kolesterol tinggi
o Neuropathy
Gula yang berlebih pada tubuh dapat merusak saraf dan
jaringan pembuluh di kaki dan tangan, menyebabkan
kesemutan, mati rasa, sakit atau sensasi seperti terbakar.
Pada kondisi mati rasa yang parah, penderita diabetes
bahkan tidak dapat merasakan rasa sakit jika tergores,
hingga akhirnya sadar saat luka tersebut melebar dan
terinfeksi. Selain beberapa komplikasi di atas, penyakit-
penyakit berikut juga memiliki potensi terjadi pada
penderita diabetes dalam jangka panjang:
Infeksi kulit
Infeksi saluran kemih
Gagal ginjal
Disfungsi ereksi
(Anonim, Tt)
VII. PEMERIKSAAN DIABETES MELLITUS
Berikut ini beberapa alternatif yang bisa Anda lakukan
baik secara pribadi atau tes di klinik.
VII.1 Tes darah
Biasa dilakukan di laboratorium, yang dites adalah
darah saat puasa dan postprandial. Sebelum melakukan
tes, Anda harus berpuasa selama 12 jam. Kadar gula
yang normal selama berpuasa adalah di bawah 100 mg/dl.
Setelah itu, pengambilan darah akan dilakukan kembali
2 jam setelah makan, bila hasilnya diatas 140 mg/dl
dapat berarti Anda menderita diabetes.
VII.2 Tes UrineUrine atau air kencing diperiksa kadar albumin, gula
dan mikroalbuminurea untuk mengetahu apakah seseorang
menderita penyakit ini atau tidak. Tes ini juga dilakukan
di laboratorium atau klinik.
6.3. Glukometer
Tes ini dapat dilakukan sendiri di rumah bila
memiliki alatnya. Caranya adalah dengan menusukkan
jarum pada jari untuk mengambil sampel darah.
Kemudian sampel darah diletakkan ke dalam celah yang
tersedia pada mesin glukometer. Hasilnya tidak
terlalu akurat, tetapi dapat digunakan untuk
memantau gula bagi penderita agar apabila ada
indikasi gula tinggi dapat segera melakukan
pengecekan di laboratorium dan menghubungi dokter.
Alat glukometer terkini sudah dirancang begitu mudah
digunakan dan tidak menimbulkan rasa sakit saat
mengambil sampel darah.
VIII. PENCEGAHAN DIABETES MELLITUS
Pencegahan penyakit diabetes melitus tipe 2 terutama
ditujukan kepada orang-orang yang memiliki risiko untuk
menderita DM tipe 2. Tujuannya adalah untuk memperlambat
timbulnya DM tipe 2, menjaga fungsi sel penghasil insulin
di pankreas, dan mencegah atau memperlambat munculnya
gangguan pada jantung dan pembuluh darah. Faktor risiko DM
tipe 2 dibedakan menjadi faktor yang dapat dimodifikasi dan
faktor yang tidak dapat dimodifikasi. Usaha pencegahan
dilakukan dengan mengurangi risiko yang dapat dimodifikasi.
Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi contohnya
ras dan etnik, riwayat anggota keluarga menderita DM, usia
>45 tahun, riwayat melahirkan bayi dengan BB lahir
bayi>4000 gram atau riwayat pernah menderita DM gestasional
(DMG), dan riwayat lahir dengan berat badan rendah, kurang
dari 2,5 kg.
Faktor risiko yang dapat dimodifikasi contohnya berat
badan berlebih, kurangnya aktivitas fisik, hipertensi (>
140/90 mmHg), gangguan profil lipid dalam darah (HDL < 35
mg/dL dan atau trigliserida > 250 mg/dL, dan diet tak sehat
tinggi gula dan rendah serat. Pencegahan DM juga harus
dilakukan oleh pasien-pasien prediabetes yakni mereka yang
mengalami intoleransi glukosa (GDPP dan TGT) dan berisiko
tinggi mederita DM tipe 2.
Pencegahan DM tipe 2 pada orang-orang yang berisiko
pada prinsipnya adalah dengan mengubah gaya hidup yang
meliputi olah raga, penurunan berat badan, dan pengaturan
pola makan. Berdasarkan analisis terhadap sekelompok orang
dengan perubahan gaya hidup intensif, pencegahan diabetes
paling berhubungan dengan penurunan berat badan. Menurut
penelitian, penurunan berat badan 5-10% dapat mencegah atau
memperlambat munculnya DM tipe 2. Dianjurkan pula melakukan
pola makan yang sehat, yakni terdiri dari karbohidrat
kompleks, mengandung sedikit lemak jenuh dan tinggi serat
larut. Asupan kalori ditujukan untuk mencapai berat badan
ideal.
Akitivitas fisik harus ditingkatkan dengan berolah raga
rutin, minimal 150 menit perminggu, dibagi 3-4 kali
seminggu. Olah raga dapat memperbaiki resistensi insulin
yang terjadi pada pasien prediabetes, meningkatkan kadar
HDL (kolesterol baik), dan membantu mencapai berat badan
ideal. Selain olah raga, dianjurkan juga lebih aktif saat
beraktivitas sehari-hari, misalnya dengan memilih
menggunakan tangga dari pada elevator, berjalan kaki ke
pasar daripada menggunakan mobil, dll.
Merokok, walaupun tidak secara langsung menimbulkan intoleransi glukosa, dapat memperberat komplikasi kardiovaskular dari intoleransi glukosa dan DM tipe 2. Oleh karena itu, pasien juga dianjurkan berhenti merokok.
Daftar Pustaka
Alamsyah. 2013. Sejarah Diabetes Melitus dari Zaman Mesir Hingga Sekarang.
Online. http://www.artikelkesehatan.info/sejarah-
diabetes/. (diakses pada 3 September 2014)
Anonim, Tt. Komplikasi Penyakit Diabetes Melitus. Available on:
http://webkesehatan.com/komplikasi-diabetes-melitus/#
(diakses pada 2 September 2014)
Anonim, Tt. Tipe – Tipe Diabetes Melitus. Available on:
http://webkesehatan.com/tipe-diabetes/ (diakses pada 2
September 2014)
Anonim, Tt. Diabetes Si Penyakit Gula Madu. Available on:
http://kumpulan.info/sehat/artikel-kesehatan/271-diabetes-
penyakit-gula.html (diakses 3 September 2014)
Anonim, 2008. Diabetes Melitus Ngapain Mesti Ditakuki. Available on:
http://firgus.wordpress.com/about/ (diakses pada 2
September 2014)
Anonim, 2012. Penyakit Diabetes Melitus. Available on:
http://infokesehatan101.blogspot.com/2012/04/diabetes-
melitus.html (diakses pada 2 September 2014)
Armaidi. 2010. Epidemiologi Diabetes mellitus.
http://armaididarmawan.
blogspot.com/2010/06/epidemiologi-dm.html. (diakses
tanggal 3 September 2014)
Regina. Tt. Definisi Tipe Diabetes (online), available on:
http://diabetesmelitus.org/penyebab-diabetes-melitus/
(diakses 3 September 2014)
Slamet Suyono. 2009. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu. Available
On :
http://pojoksehat.wordpress.com/2009/12/14/kecenderungan-
peningkatan-jumlah-penyandang-diabetes/#more-90. (diakses
pada 3 September 2014)
TUGAS EPIDEMIOLOGI
ARTIKEL PENYAKIT TIDAK MENULAR
DIABETES MELLITUS
OLEH
KELOMPOK V