45
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu target dari MDGs (Milenium Development Goals) adalah menurunkan angka kematian ibu (AKI) menjadi 125/ 100.000 kelahiran hidup, hal ini dapat diwujudkan dengan pelayanan kesehatan pada wanita sepanjang siklus kehidupan yang berkualitas (Anonim, 2009). Dewasa ini dunia masih menghadapi angka kematian ibu akibat kehamilan dan persalinan. Menurut WHO 2006 yaitu diperkirakan 529.000 perempuan meninggal tiap tahunnya oleh sebab-sebab kehamilan, dimana kejadian komplikasi kehamilan mencakup 75% - 80% dari keseluruhan maternal dengan angka kejadian preeklampsia di dunia sebesar 0-13%. Dan 99% dari kematian ini terjadi di Negara berkembang, dan frekuensi Negara maju angka tersebut lebih kecil 0,5%-1,0% (Ridwan, 2008).

Asma proposal

Embed Size (px)

Citation preview

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Salah satu target dari MDGs (Milenium Development

Goals) adalah menurunkan angka kematian ibu (AKI) menjadi

125/ 100.000 kelahiran hidup, hal ini dapat diwujudkan

dengan pelayanan kesehatan pada wanita sepanjang

siklus kehidupan yang berkualitas (Anonim, 2009).

Dewasa ini dunia masih menghadapi angka kematian

ibu akibat kehamilan dan persalinan. Menurut WHO 2006

yaitu diperkirakan 529.000 perempuan meninggal tiap

tahunnya oleh sebab-sebab kehamilan, dimana kejadian

komplikasi kehamilan mencakup 75% - 80% dari keseluruhan

maternal dengan angka kejadian preeklampsia di dunia

sebesar 0-13%. Dan 99% dari kematian ini terjadi di

Negara berkembang, dan frekuensi Negara maju angka

tersebut lebih kecil 0,5%-1,0% (Ridwan, 2008).

Menurut Survey Demografi Kesehatan Indonesia, Angka

Kematian Ibu (AKI) di Indonesia tahun 2004 adalah

307/100.000 kelahiran hidup, sedangkan Angka Kematian

Bayi (AKB) 35/1000 kelahiran hidup. Data ini menyebutkan

penyebab angka kematian ibu (AKI) diantaranya: perdarahan

28%, eklampsia 13%, infeksi 10%, aborsi 11%, partus lama

9%, dan penyebab lainnya15% (WHO, 2007).

Tahun 2005 Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia

adalah 262/100.000 kelahiran hidup, sedangkan tahun 2006

Angka Kematian Ibu (AKI) adalah 253/100.000 kelahiran

hidup. Angka preeklamsia di Indonesia nampak bervariasi,

di Rumah Sakit Pendidikan Indonesia terdapat 3,4% - 8,5%

kejadian, di Rumah Sakit Pendidikan Makassar 3,45%, angka

kematian akibatnya 22,2%, di Rumah Sakit Umum Tarakan

Kalimantan Timur frekuensi preeklamsia eklamsia 3,26%

110 kasus dari 3370 persalinan berdasarkan hasil

disertasi Siti Candra 2007 (Yayan, 2008).

Untuk Rumah Sakit Ibu dan Anak Siti Fatimah tahun

2005 didapatkan 132 kasus preeklamsia dari 2005 kunjungan

ibu hamil (hasil penelitian Hasnawati Nukuhaly).

Sedangkan menurut Ventura (2000) di temukan kejadian

preeklampsia sebesar 146.320 kasus (3,7%) diantara semua

kehamilan (Cunningham 2005).

Berdasarkan profil kesehatan Sulawesi Tenggara tahun

2006 angka kematian ibu (AKI) sebanyak 53 orang, penyebab

langsung yang berkaitan dengan kematian ibu diantaranya:

perdarahan 23 orang (50,94%), infeksi 4 orang

(7,55%),eklamsia 14 orang (26,42%) dan penyebab lain 8

orang (15,09%). (Profil Dinas Kesehatan Sulawesi

Tenggara, 2006 ).

Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Muna merupakan

Rumah Sakit Umum tingkat Kabupaten dengan jumlah

penderita preeklamsia semakin meningkat. Berdasarkan data

yang diperoleh dari bagian Medikal Rekord Rumah Sakit Umum

Daerah Kabupaten Muna tahun 2006 didapatkan 26 kasus

(7,1%) preeklamsia dari 366 kunjungan ibu hamil, tahun

2007 didapatkan 35 kasus (8,4%) preeklamsia dari 412

kunjungan ibu hamil, dan untuk tahun 2008 didapatkan 43

kasus (10,1%) preeklamsia dari 423 kunjungan ibu hamil

Preeklamsia adalah adanya peningkatan tekanan darah

dengan sistolik 140 mmHg dan diastolik 90 mmHg disertai

dengan protein uria yang mana faktor yang mempengaruhinya

diantaranya gravida, umur ibu, frekuensi pelayanan ante

natal, diet kalsium, dan kehamilan dengan molahidatidosa.

Gravida pertama risiko untuk mengalami preeklamsia lebih

tinggi. Faktor lain yang dapat mempengaruhi preeklampsia

adalah umur ibu yang terlalu muda atau terlalu tua. Untuk

usia ibu hamil yang baik adalah minimal 20 tahun dan

maksimal 35 tahun.. Frekuensi pemeriksaan antenatal juga

merupakan salah satu penyebab utama preeklampsia dan

lebih tinggi pada antenatal yang tidak teratur

(Cunningham 2005).

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kasus

preeklamsia mengalami peningkatan dari 6% tahun 2006,

8,4% tahun 2007 menjadi 9,7% pada tahun 2008. Berdasarkan

kesimpulan tersebut penulis tertarik untuk meneliti

karakteristik ibu penderita preeklamsia di Rumah Sakit

Umum Daerah Kabupaten Muna tahun 2008.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas, maka

dapat dibuat rumusan masalah yaitu bagaimana

karakteristik ibu penderita preeklamsia menurut umur ibu,

gravida dan frekuensi antenatal care di Rumah Sakit Umum

Daerah Kabupaten Muna tahun 2008?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Untuk mengetahui karakteristik ibu penderita

preeklamsia di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Muna

tahun 2008

2. Tujuan Khusus

a. Untuk memperoleh gambaran menurut umur ibu penderita

preeklamsia di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Muna

tahun 2008

b. Untuk memperoleh gambaran menurut gravida ibu

penderita preeklamsia di Rumah Sakit Umum Daerah

Kabupaten Muna tahun 2008

c. Untuk memperoleh gambaran frekuensi antenatal care ibu

penderita preeklamsia di Rumah Sakit Umum Daerah

Kabupaten Muna tahun 2008

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat praktis

Dalam penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan

untuk menangani dan mencegah kasus- kasus preeklampsia.

2. Manfaat institusi

Sebagai masukan dan informasi bagi pemerintah dalam

mewujudkan peningkatan derajat kesehatan ibu dan anak

yang optimal.

3. Manfaat ilmiah

Memperluas wawasan dan menambah pengetahuan tentang

preeklampsia serta dijadikan referensi bagi peneliti

selanjutnya.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Telaah Pustaka

1. Konsep Dasar Preeklamsia

a. Pengertian

Preeklamsia adalah keadaan dimana tekanan darah

meninggi disertai adanya protein dalam urine, pada

kehamilan setelah 20 minggu atau segera setelah

persalinan (Varney, 2007)

b. Etiologi

Penyebab preeklampsia dan eklampsia sampai

sekarang ini belum diketahui secara pasti. Ada

beberapa teori mencoba menjelaskan perkiraan etiologi

dari kelainan tersebut diatas, sehingga kelainan ini

sering dikenal sebagai The diseases theory. Adapun teori

tersebut antara lain :

1) Peran prostasiklin dan tromboksan

Pada preeklampsia - eklampsia didapatkan kerusakan

pada endotel vaskuler, sehingga terjadi penurunan

produksi prostasiklin (PGI 2) yang fibrinolisis,

yang kemudian akan diganti trombin dan plasmin.

Trombin akan mengkonsumsi antitrombin III sehingga

terjadi deposit thrombin. Aktivitas trombosit

menyebabkan pelepasan tromboksan (TxA2) dan

serotonin, sehingga terjadi vasopasme dan kerusakan

endotel.

2) Peran faktor imunologis

Preeklamsia eklamsia sering terjadi pada kehamilan

pertama dan kadang timbul lagi pada kehamilan

berikutnya. Fierlie FM (1982) mendapatkan beberapa

data yang mendukung adanya sistem imun pada

penderita preeklamsia eklamsia :

a) Beberapa wanita dengan preeklamsia dan

eklamsia mempunyai kompleks imun pada serum

b) Beberapa studi juga mendapatkan adanya

aktivitas sistim komplemen pada preeklampsia –

eklampsia diikuti dengan proteinuri. Imun Humeral

dan aktivasi komplemen terjadi pada PE – E,

tetapi tidak ada bukti bahwa sistem imunologi

bisa menyebabkan preeklamsia – eklamsia.

3) Peran faktor genetik

Beberapa bukti yang menunjukan peran faktor genetik

pada kejadian preeklamsia – eklamsia antara lain

:

a) Preeklamsia hanya terjadi pada manusia.

b) Terdapatnya kecenderungan meningkatnya

frekuensi preeklampsia eklampsia pada anak-anak

dari ibu yang menderita preeklamsia eklamsia.

(Manuaba I.B.G, 2001),

c. Patofisiologi

Patofisiologi preeklamsia adalah adanya kegagalan

migrasi trofoblas interstitial sel dan endothelial

trofoblas kedalam arterioli miometrium, dibawah

pengaruh faktor imunologis, kebutuhan darah, nutrisi

O2 tidak terpenuhi setelah umur kehamilan 20 minggu,

sehingga terjadi iskemia regioplasenter, maka timbul

perubahan yaitu bahan toksik meningkat, aktifitas

endotelin meningkat. Dengan adanya peningkatan

tersebut permibialitas kapiler pun ikut meningkat,

sehingga dapat menyebabkan iskemia organ vital,

edema, nekrosis, dan perdarahan yang dapat

menimbulkan gangguan fungsi khususnya darahnya yaitu

mengalami hemokonsentrasi (peningkatan eritrosit) dan

hipovolumia (penurunan volume darah) maka terjadilah

preeklamsia/ eklamsia (Manuaba, 2007).

d. Klasifikasi

1) Preeklamsia ringan.

Gejala preeklamsia ringan

a) Tekanan darah 140/90 mmHg atau kenaikan tekanan

sistolik 30 mmHg atau 15 mmHg untuk diastolik

dengan interval pengukuran 6 jam.

b) Terdapat pengeluaran protein dalam urine 0,3

gram/liter atau kuantitatif + sampai ++

2) Preeklampsia berat

Gejala preeklampsia berat

a) Tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg atau

diastolik ≥ 110 mmHg.

b) Proteinurine > 2,0 gram

dalam 24 jam (dengan reagen ++ atau +++ muncul

pertama kali selama kehamilan dan menurun setelah

persalinan.

c) Peningkatan nilai serum

kreatinin (> 1,2 mg/dl kecuali jika peningkatan

telah diketahui sebelumnya).

d) Jumlah trombosit < 100.000

sel per mm3.

e) Peningkatan aktivitas

enzim hati (alanin aminotransferase, aspirat

aminotransferase atau keduanya).

f) Gejala gangguan saraf :

nyeri kepala menetap, gangguan penglihatan.

g) Nyeri uluhati yang

menetap.

h) Oliguria, 400 ml dalam 24

jam (Varney, 2007)

3) Eklamsia

Eklampsia merupakan kelanjutan dari preeklampsia

berat ditambah dengan konvulsi dan kesadaran turun

sampai koma (Manuaba 2007 hal 415)

Dengan diagnose banding:

a) Kejang, bisa disebabkan

ensefalopati hipertensi, epilepsi, tromboemboli,

intoksikasi obat, trauma hipoglikemia,

hipokalsemia atau alkalosis.

b)Koma, bisa disebabkan oleh epilepsy, intoksikasi

alkohol atau obat, asidosis, hipoglikemia atau

azotemia (Mansyoer, 2007).

e. Diagnosa preeklamsia

Dua hal penting yang menjadi pedoman dalam

mendiagnosis preeklamsia yaitu hipertensi pada

kehamilan dan proteuinuria

1) Hipertensi

Hipertensi didefinisikan sebagai peningkatan

tekanan sistolik dan diastolik sampai mencapai

atau melebihi 140/90 mmHg, jika tekanan darah ibu

pada trimester pertama diketahui maka angka

tersebut dipakai sebagai patokan dasar ibu, atau

hipertensi merupakan kenaikan nilai tekanan

sistolik sebesar 30 mmHg atau lebih atau kenaikan

tekanan darah dasar ibu. Sedangkan hipertensi

menurut ACOG yaitu suatu peningkatan MAP sebesar

20 mmHg atau jika tekanan darah sebelumnya tidak

diketahui, MAP sebesar 105 mmHg merupakan data

pasti diagnosis hipertensi. Terjadinya hipertensi

karena penurunan pervusi jaringan uteroplasenta

akan menyebabkan proses lanjut pada lapisan

endotel pembuluh darah arteri yang pada akhirnya

mengakibatkan peningkatan tekanan darah (Jensen

Bobak)

2) Proteinuria

Proteinuria adalah keadaan terdapatnya 300 mg atau

lebih protein dalam urine selama 24 jam atau 100

mg atau lebih perdL pada sekurang-kurangnya dua

sampel urine yang diambil dengan selang waktu enam

jam. Protein uria terjadi karena aktivitas endotel

berefek pada kebocoran kebocoran kapiler yang mana

filtrasi glomerulus mengalami penurunan yang

akhirnya tidak bisa menyaring protein yang

molekulnya besar- besar seperti hemoglobin,

globulin, sedangkan molekul kecil hanya mampu di

absorpsi maka terjadilah protein uria (Cunningham

2005).

f. Komplikasi

1) Solusio plasenta

Suplai darah plasenta menurun karena vasokontriksi

sehingga timbul lesi yang pada akhirnya plasenta

mudah terlepas.

2) Hemolisis

Adanya perubahan pada membran lipid eritrosit

plasma dan menurunnya konsentrasi albumin serum.

3) Perdarahan otak

Dengan pecahnya aneurisma beri atau malformasi

arteri vena pada preeklampsia .

4) Kelainan mata

Vasospasme, iskemia, dan perdarahan petekie pada

kortek oksipital dan juga adanya vasospasme

arteriol serta edema pada retina.

5) Edema paru- paru

Tekanan onkotik plasma menurun, albumin serum

berkurang, dan karena adanya kerusakan endothelial,

vasospasme arterial yang menyebabkan permeabilitas

kapiler yang menurunkan volume intravaskuler,

pneumonitis aspirasi setelah terisapnya isi lambung

bila kejang dibarengi dengan muntah- muntah.

6) Nekrosis hati

Kelambatan ekskresi bromosulfof talein dan

peningkatan kadar enzim aspartat aminotransferase

dalam serum dan adanya peningkatan kadar enzim

hepar dalam serum.

7) Sindrom HELLP

Adanya vasospasme arteriol, kerusakan endothelium

dan agregasi trombosit dengan akibat hipoksia

jaringan.

8) Kelainan ginjal

Penurunan filtrasi glomerulus akibat penurunan

volume plasma yang berkaitan dengan menurunnya

ekskresi kalsium kedalam urin karena peningkatan

reabsorpsi tubuler

9) Komplikasi lain lidah

tergigit, trauma dan fraktura‘ karena jatuh akibat

kejang-kejang pneumonia aspirasi

10) Prematuritas, dismaturitas dan kematian janin

intra-uterin

Adanya gangguan sirkulasi uteroplasenta, karena

terjadi penurunan suplai darah yang mengandung

suplai oksigen dan nutrisi kejanin (wiknjosastro

2006).

g. Pencegahan

1) Pemeriksaan antenatal yang

teratur dan bermutu secara teliti, mengenali tanda-

tanda sedini mungkin (preeklamsia ringan), lalu

diberikan pengobatan yang cukup supaya penyakit

tidak menjadi lebih berat.

2) Harus selalu waspada

terhadap kemungkinan terjadinya pre eklampsia.

3) Penerangan tentang manfaat

istirahat dan diet berguna dalam pencegahan.

Istirahat tidak selalu berarti berbaring di tempat

tidur, namun pekerjaan sehari-hari perlu dikurangi,

dan dianjurkan lebih banyak duduk dan berbaring.

Diet tinggi protein, dan rendah lemak, karbohidrat

dan penambahan berat badan yang tidak berlebihan

perlu dianjurkan.

4) Mencari pada tiap

pemeriksaan tanda-tanda preeklampsia dan

mengobatinya segera apabila ditemukan.

5) Mengakhiri kehamilan

sedapat-dapatnya pada kehamilan 37 minggu keatas

apabila setelah dirawat tanda-tanda preeklampsia

tidak juga dapat dihilangkan (Manuaba 1998).

h) Penanganan preeklamsia

1) Pada kehamilan

Jika preeklamsia ringan pada kehamilan < 37 minggu,

dan tidak ada tanda-tanda perbaikan, lakukan

penilaian 2 kali seminggu secara rawat jalan dengan

cara memantau tekanan darah, proteinurine, refleks

dan kondisi janin, menganjurkan lebih banyak

istrahat Jika rawat jalan tidak mungkin, rawat

Rumah Sakit dengan seksio sesarea . dan jika pada

preeklamsia berat jika tekanan diastolik tetap >

110 mmHg, berikan obat antihipertensi sampai

tekanan diastolik diantara 90 – 100 mmHg, pasang

infus dengan jarum besar ukur keseimbangan cairan,

jangan sampai terjadi overload cairan kateterisasi

urine untuk memantau pengeluaran urine dan

proteinuria, jika jumlah urine < 30 ml per jam :

hentikan magnesium sulfat (MgSO4) dan berikan

cairan I.V (NaCl 0,9% atau RL) pada kecepatan 1

liter per 8 jam, jangan tinggalkan pasien

sendiriann karena kejang disertai aspirasi muntah

dapat mengakibatkan kematian ibu dan janin (Manuaba

1998).

2) pada persalinan :

a)Pada preeklamsia berat, persalinan harus

terjadi dalam 24 jam, sedang pada eklamsia

dalam 12 jam sejak gejala eklamsia timbul.

b)Jika terdapat gawat janin, atau persalinan

tidak dapat terjadi dalam 12 jam (pada pre

eklamsia), lakukan seksio cesarea.

c)Jika seksio cesarea akan dilakukan, perhatikan

bahwa : tidak terdapat koagulapati, anestesia

yang/ terpilih adalah anestesia umum, jangan

lakukan anestesi local, sedang anestesi spinal

berhubungan dengan risiko hipotensi

d)Jika anestesi yang umum tidak tersedia, atau

janin mati, aterm terlalu kecil lakukan

persalinan pervaginam, jika seviks matang,

lakukan induksi dengan oksitosin 2-5 IU dalam

500 ml dekstrose 10 tetes/menit atau dengan

prostaglandin (wiknjosastro, 2006).

3) pada post partum :

Antikonvulsan diteruskan sampai 24 jam post

partum atau kejang yang terakhir kemudian

teruskan terapi hipertensi jika tekanan diastolik

90 mmHg dan lakukan pemantauan jumlah urine

(Saifuddin 2002).

4) Penanganan kejang pada eklamsia

a) Beri obat antikonvulsan.

b) Perlengkapan untuk penanganan kejang (jalan

napas, sedotan, masker dan balon, oksigen).

c) Beri oksigen 4 – 6 liter per menit.

d) Lindungi pasien dari kemungkinan trauma,

tetapi jangan diikat terlalu keras.

e) Baringkan pasien pada sisi kiri untuk

mengurangi risiko aspirasi.

f) Setelah kejang, aspirasi mulut dan

tenggorokan jika perlu.

g) Dengan memberikan MgSO4 dengan:

(1) Dosis awal

MgSO4 4 gr I.V sebagai larutan 20% selama 5

menit, segera dilanjutkan dengan pemberian

10 gr larutan MgSO4 50% masing-masing 5 gr

boka-boki I.M dalam, ditambah 1 ml

lignokain 2%, jika kejang berulang setelah

15 menit berikan MgSO4 2 gr (larutan 50%)

I.V selama 5 menit.

(2)Dosis pemeliharaan

MgSO4 1-2 gr per jam per infus, lanjutkan

pemberian MgSO4 sampai 24 jam pasca

persalinan atau kejang berakhir, dengan

syarat pemberiannya yaitu produksi urine

dalam 4 jam terakhir minimal 100 ml (25-

30 ml/jam), refleks patella (+), frekuensi

napas 16 kali/menit, tersedia antidotum

yakni glukonas calcicus (Achidat, 2004)

2. Faktor yang berhubungan dengan preeklamsia

a. Umur

Umur adalah lama waktu hidup,ada sejak dilahirkan

atau diadakan (Kamus Bahasa Indonesia 2007). Umur ibu

pada saat hamil merupakan salah satu faktor yang

menentukan tingkat risiko kehamilan dan persalinan.

Pada umur < 20 tahun keadaan disebabkan belum

matangnya alat reproduksi untuk hamil, sehingga dapat

merugikan kesehatan ibu maupun pertumbuhan janin.

keadaan reproduksi yang belum siap hamil

meningkaatkan terjadinya preeklamsia (Manuaba 1998).

Umur > 35 tahun mempunyai risiko tiga kali untuk

mengalami komplikasi, seperti pada kehamilan dan

persalinan yaitu preeklamsia keadaan ini disebabkan

karena proses faal dalam tubuh telah mengalami

kemunduran sehingga rahim dan peredaraan darah telah

mengalami pengapuran (Cunningham 2005).

b. Gravida

Gravida adalah jumlah kehamilan yang pernah

dialami oleh ibu (Kamus Dorland 2007). Insiden

preeklamsia 7- 12% terjadi pada primigravida,

sedangkan untuk multigravida insiden preeklampsia 5-

8%. Hal ini pada primigravida disebabkan karena baru

pertama kali terpajan vili korialis. Dimana vili

korialis mengandung desidua yang banyak sel dan

apabila diaktifkan banyak mengeluarkan zat yang

merugikan yang mana zat- zat itu sebagai mediator

untuk memicu cedera sel endotel akibat cedera itu

bisa terjadi preeklampsia. Dan kemampuan untuk

menerima vili korialis terbatas karena belum pernah

dibentuk antibodi sebelumnya yang diakibatkan

kehamilan itu sendiri. Sedangkan pada multigravida

sudah ada pembentukan antibodi sebelumnya, sehingga

risiko untuk preeklampsia lebih rendah dibandingkan

pada primigravida (Cunningham 2005).

c. Frekuensi Antenatal Care

Peranan pemanfaatan pelayanan pemeriksaan antenatal

care terhadap hasil akhir persalinan adalah memberikan

pelayanan kesehatan pada ibu-ibu hamil yang bertujuan

meningkatkan pelayanan selama kehamilan dan untuk

mempersiapkan ibu-ibu menghadapi persalinannya. Bila

pemanfaatan antenatal dilaksanakan sesuai yang

diharapkan maka faktor risiko atau penyulit selama

kehamilan dan persalinan dapat dihindari, sebaliknya

bila pemanfaatan pelayanan tidak memadai atau sesuai

dengan yang diharapkan kemungkinan terjadi penyulit

persalinan, komplikasi sampai dengan kematian ibu dan

bayi. Setiap wanita hamil menghadapi risiko

komplikasi yang bisa mengancam jiwanya, oleh karena

itu setiap wanita hamil memerlukan sedikitnya empat

kali kunjungan selama periode antenatal, karena

frekuensi preeklamsia lebih rendah pada umumnya pada

pengawasan antenatal yang baik (Wiknjosastro 2005).

Pelayanan pemeriksaan ibu hamil adalah pelayanan

kesehatan oleh tenaga profesional kepada ibu selama

masa kehamilannya yang dilaksanakan sesuai dengan

standar pelayanan antenatal. Sedangkan pemanfaatan

pelayanan antenatal adalah dimanfaatkannya pelayanan

antenatal oleh ibu hamil selama masa kehamilannya

dengan melakukan kunjungan selama ibu hamil

membutuhkannya. Kunjungan ibu hamil adalah kontak ibu

hamil dengan bidan atau Dokter untuk mendapatkan

pelayanan antenatal sesuai standar yang ditetapkan.

Setiap kontak antara ibu hamil dengan tenaga

kesehatan baik di fasilitas pelayanan kesehatan

seperti Rumah Sakit, Puskesmas, Posyandu, Polindes

maupun kunjungan rumah untuk mendapatkan pelayanan

antenatal yang dianggap sebagai kunjungan ibu hamil.

Kunjungan ibu hamil pada bidan atau dokter minimal 4

kali kunjungan atau setiap kali membutuhkannya

(Saifuddin 2002).

Pemeriksaan antenatal merupakan cara penting untuk

memonitor dan mendukung kesehatan ibu hamil normal

dan mendeteksi ibu dengan kehamilan normal. Walaupun

pelayanan pemeriksaan ibu hamil mencakup selengkapnya

banyak hal yang meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik

(umum dan kebidanan), pemeriksaan laboratorium atas

indikasi, serta intervensi dasar dan khusus (sesuai

risiko yang ada) namun dalam penerapan operasionalnya

dikenal standar minimal 7T untuk pelayanan antenatal

terdiri dari :

1) Timbang berat badan

2) Ukur Tekanan darah

3) Ukur Tinggi fundus uteri

4) Tablet Zat besi 90 tablet

5) Pemberian imunisasi (Tetanus Toksoid) TT lengkap

6) Tes terhadap penyakit menular seksual

7. Temu wicara dalam rangka persiapan rujukan

(Saifuddin, 2006).

B. Landasan Teori

Preeklamsia adalah timbulnya hipertensi disertai

proteinuria akibat kehamilan, setelah umur kehamilan 20

minggu atau segera setelah persalinan. Komplikasi

kehamilan seperti preeklamsia dapat mempengaruhi

pertumbuhan janin yang sedang dikandungnya bahkan dapat

menyebabkan kematian ibu dan janin (Saifuddin, 2006).

Terjadinya preeklamsia tidak terlepas dari keadaan

ibu sebelum dan selama hamil ini terjadi karena

dipengaruhi beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut dapat

berupa keadaan ibu seperti gravida, umur ibu, dan

frekuensi pemeriksaan antenatal (Jensen 2004)

Umur ibu mempunyai pengaruh yang erat dengan

perkembangan alat reproduksi. Umur reproduksi sehat pada

saat melahirkan pertama kali adalah minimal 20 tahun dan

maksimal 35 tahun. Lebih dari itu ibu berisiko pada saat

hamil maupun melahirkan terutama berisiko untuk mengalami

berbagai gangguan seperti kejadian preeklamsia (Varney,

2007).

Gravida diartikan sebagai jumlah kehamilan yang

dialami oleh seorang ibu, dengan demikian gravida

merupakan faktor risiko terjadinya preeklampsia hal ini

didukung oleh teori bahwa patogenesis preeklampsia

terjadi karena maladaptasi sirkulasi (Manuaba 1998).

Pemeriksaan antenatal care adalah pemeriksaan yang

dilakukan untuk mengetahui kondisi janin selama masa

kehamilan. Pada ibu yang frekuensi kunjungan ke pelayanan

kesehatan lebih teratur atau setiap kali membutuhkan

nampak bahwa risiko untuk mengalami kejadian preeklampsia

lebih sedikit. Pelayanan antenatal yang baik, bila ibu

hamil mendapatkan pelayananan minimal 4 kali selama

kehamilannya (Wiknjosastro, 2006).

C. Kerangka Konsep

V Independen

V Dependen

Gravida

Umur

Preeklamsia

Gambar 1 : Kerangka Konsep Penelitian

Keterangan

: Varia : Variabel independen / diteliti

: Variabel dependen / terikat

D. Pertanyaan Penelitian

Bagaimana gambaran tingkat kejadian menurut umur, paritas

dan frekuensi ANC pada ibu penderita preeklamsia di Rumah

Sakit Umum Daerah Kabupaten Muna tahun 2008?

BAB III

METODE PENELITIAN

Frekuensi ANC

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif

yaitu menggambarkan fakta yang ada secara objektif.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini rencana akan dilaksanakan pada bulan April

2009 di Rumah Sakit Umum Daerah kabupaten Muna

C. Subjek Penelitian

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu hamil

yang mengalami preeklamsia di Rumah Sakit Umum Daerah

Kabupaten Muna tahun 2008 sebanyak 43 orang

2. Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah semua ibu hamil yang

mengalami preeklamsia berdasarkan diagnosa dokter yang

tercatat dalam buku register Rumah Sakit Umum Daerah

Kabupaten Muna tahun 2008

3. Tehknik pengambilan sampel

Sampel diambil secara total sampling, yaitu sejumlah

sampel yang ada yang mengalami preeklamsia pada tahun

2008 sejumlah 43 orang

D. Identifikasi Variabel Penelitian

1. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah

preeklamsia

2. Variabel independen dalam penelitian ini adalah umur,

paritas dan frekuensi antenatal care

E. Definisi Operasional dan Kriteria Objektif

1. Preeklamsia

Preeklamsia yang dimaksud dalam penelitian ini adalah

tekanan darah sistolik > 140 mmHg dan diastolik > 90

mmHg disertai proteinuria, sakit kepala, dan nyeri

uluhati yang tertulis dalam register ibu.

Kriteria objektif :

a. Preeklamsia : jika terdapat tekanan darah

sistolik > 140 mmHg dan diastolik > 90 mmHg

disertai proteinuria dan gejala lainnya tentang

preeklampsia.

b. Tidak preeklampsia : jika tidak sesuai dengan

kriteria diatas.

2. Umur

Umur ibu dalam penelitian ini adalah umur ibu saat

mengalami preeklamsia yang tercatat dalam status ibu

Kriteria objektif :

a. Umur < 20 tahun atau > 35

b. Umur 20-35 tahun

3. Gravida

Gravida yang dimaksud dalam penelitian ini adalah

frekuensi kehamilan yang pernah dialami oleh ibu yang

diperoleh dari kohort atau status ibu berdasarkan

gravida, para dan abortus pada saat ibu didiagnosis

preeklamsia.

Kriteria objektif :

a Gravida 1 kali

b: Gravida > 1 kali

4. Frekuensi antenatal care

Frekuensi antenatal care adalah frekuensi pemeriksaan yang

dialami oleh ibu hamil dari tenaga kesehatan (bidan

atau dokter)

Kriteria objektif :

a. Frekuensi antenatal care < 4 kali selama hamil

b. Frekuensi antenatal care > 4 kali selama hamil

F. Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data

sekunder yang diperoleh dari medical record Rumah Sakit

Umum Daerah Kabupaten Muna tahun 2008

G. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian adalah

menggunakan chek list dengan mengambil data dari rekam

medik berdasarkan variabel yang diteliti

H. Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan secara manual dengan

menggunakan kalkulator dan hasilnya disajikan dalam

bentuk tabel distribusi

I. Analisis Data

Análisis yang digunakan adalah analisis deskriptif

dilakukan untuk mendapatkan gambaran umum dengan cara

mendiskripsikan tiap-tiap variabel yang digunakan dalam

penelitian yaitu dengan melihat gambaran distribusi

frekuensi baik variabel idependen maupun variabel

dependen dengan Rumus:

X = fn x 100%

X = frekuensi distribusi

f = frekuensi

n = jumlah sampel

J. Rencana Penelitian

No Kegiatan April Mei Juni1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

1 Pembuatan

proposal

√2 Seminar proposal √3 Perbaikan

proposal

√4 Pelaksanaan

penelitian

√ √5 Pengolahan data √6 Analisis data √7 Pembuatan narasi √8 Ujian KTI √

9 Perbaikan KTI √

DAFTAR PUSTAKA

Anonim http://gusedy.blogspot.com upaya menurunkan angkakesakitan dan angka kematian ibu penderitapreeklampsia Diakses tanggal, 20 Pebruari 2009

Arikunto Suharsimi, 2005. Manajemen Penelitian. Rineka

cipta, Jakarta

Bobak Jensen, 2004. Buku Ajar Keperawatan Maternitas. EGC,

Jakarta.

Cunningham, 2005. Williams Obstetrics. EGC, Jakarta.

Hidayat Aziz Alimudin. 2007. Metode Penelitian TeknikAnalisa Data. Salemba medika, Jakarta

Mochtar Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri Fisiologi,ObstetriPatologi,EGC, Jakarta.

Manuaba Ida Bagus Gde.1998. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungandan Keluarga berencana Untuk Pendidikan Bidan. EGC, Jakarta.

Manuaba Ida Bagus Gde. 2001. Kapita Selekta Penatalaksanan RutinObstetri ginekologi dan Keluarga Berencana. EGC, Jakarta

Manuaba I.B.G, 2001. Pengantar Kuliah Obstetri. EGC, Jakarta

Mansjoer, 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jakarta

Profil Kesehatan Sulawesi Tenggara 2007

Pustaka phonix, 2007. Kamus Bahasa Indonesia, Jakarta

Ridwan http://209.85.175.104/search?q=cacheDiakses

tanggal,28 Februari 2008

Saifuddin, 2001. Acuan Nasional pelayanan KesehatanMaternNeonatal. POGI, Jakarta

Saifuddin, 2002. Panduan Praktis Pelayanan kesehatan Maternal DanNeonatal. POGI, Jakarta.

Sastroasmoro sugiono. 2002. Dasar- dasar metode penelitian klinis. CVsagung ceto, Jakarta.

Varney Helen, 2007. Buku Ajar Asuhan kebidanan. EGC, Jakarta

Wiknjosasatro, (2002). Panduan Praktis Pelayanan Maternal danNeonatal, Penerbit Yayasan Bina Pustaka SarwonoPrawirohardjo. Jakarta

............., (2006). Ilmu Kebidanan. Edisi VI, PenerbitYayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta

DAFTAR CHEK LIST PENELITIAN

KARAKTERISTIK IBU PENDERITA PREEKLAMSIA

DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH

KABUPATEN MUNA

TAHUN 2008

No Nama ibu

Umur ibu (thn)Gravidit

as

Frekuensi

ANC

< 20 &

>35

20-

35< 2

2

< 4

kali

≥ 4

kali

1.234567891011121314151617181920

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL…………………………………………………. i

DAFTAR ISI ………………………………………………………... ii

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ……………………………………….

1

B. Rumusan Masalah …………………………………..

4

C. Tujuan Penelitian…………………………………….

4

D. Manfaat Penelitian…………………………………..

5

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

A. TINJAUAN TENTANG PREEKLAMPSIA…………...

6

1. Pengertian………………………………………….. 6

2. Etiologi………………………………………………. 6

3. Patofisiologi……………………………………… .

8

4. Klasifikasi…………………………………………..

9

5. Eklampsia…………………………………………. 10

6. Diagnosis…………………………………………. 10

7. Komplikasi………………………………………… 12

8. Pencegahan……………………………………... 13

9. Penanganan…………………………………….. 14

B. Tinjauan Tentang Variabel yang diteliti…………

19

C. Varibel yang tidak diteliti…………………………….

23

BAB III. KERANGKA KONSEP

A. Dasar Pemikiran Variabel yang diteliti…………..

25

B. Kerangka Konseptual……………………………...

27

C. Definisi Operasional dan kriteria Objektif……....

28

1. Preeklampsia……………………………………. 28

2. Gravida………………………………………...... 28

3. Umur…………………………………………….. 29

4. Frekuensi Antenatal………………………….

29

D. Fokus Penelitian…………………………………… 29

BAB IV. METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Design Penelitian…………………….

30

B. Lokasi dan waktu Penelitian……………………

31

C. Populasi dan sampel……………………………. 31

1. Populasi……………………………………......

31

2. Sampel………………………………………..... 31

3. Kriteria Sampel………………………………..

31

4. Besar sampel…………………………………. 32

5. Cara Penarikan Sampel……………………..

33

6. Instrumen Penelitian…………………………

33

D. Pengumpulan Data……………………………… 33

E. Pengolahan Data………………………………… 34

F. Analisa Data………………………………………. 34

DAFTAR PUSATAKA…………………………………………. 36