19
Radang Sendi Karena Asam Urat Andreas Elbert* 10 2010 108 16 Maret 2012 Pendahuluan Gastroesophageal reflux disease (GERD) merupakan penyakit saluran pencernaan menahun yang terjadi jika asam lambung atau empedu naik atau membalik (refluks) ke kerongkongan . GERD dapat juga merupakan fenomena fisiologis normal yang dialami sebagian besar orang terutama setelah makan. GERD dapat disebabkan oleh ketidakseimbangan asam lambung, dilatasi lambung, tonus LES berkurangataupun karena pengosongan lambung yang terhambat.

PBL Blok 16 Andreas Elbert

Embed Size (px)

DESCRIPTION

sa

Citation preview

Page 1: PBL Blok 16 Andreas Elbert

Radang Sendi Karena Asam Urat

Andreas Elbert*

10 2010 108

16 Maret 2012

Pendahuluan

Gastroesophageal reflux disease (GERD) merupakan penyakit saluran pencernaan menahun yang

terjadi jika asam lambung atau empedu naik atau membalik (refluks) ke kerongkongan. GERD

dapat juga merupakan fenomena fisiologis normal yang dialami sebagian besar orang terutama

setelah makan. GERD dapat disebabkan oleh ketidakseimbangan asam lambung, dilatasi

lambung, tonus LES berkurangataupun karena pengosongan lambung yang terhambat.

*Andreas Elbert

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jl. Arjuna Utara No.6, Jakarta Barat No Telp (021) 5651427

Email: [email protected]

Page 2: PBL Blok 16 Andreas Elbert

Identifikasi Kata Sulit :

-

Rumusan Masalah :

Ny. A bila makan cepat kenyang dan perut terasa penuh, kadang disertai nyeri ulu hati,

dan kembung bila makan lebih dari 7 sendok.

Bila dipaksakan makan, perut terrasa penuh sehingga terasa sesak disertai muntah berupa

cairan asam, keluhan sudah 4 bulan dan pasien ada riwayat suka minum softdrink dan

jamu setiap 2 hari sekali.

Analisis Masalah :

2

Laki-laki 40th nyeri dan bengkak pada ibu

jari kaki kiri

Anamnesa

Pemeriksaan

Epidemiologi

Laboratorium

Pencegahan

Fisik

Etiologi

Gejala klinis

PenatalaksanaanPrognosisWD dan DD

Patofisiologi

KomplikasiEdukasi

Page 3: PBL Blok 16 Andreas Elbert

Hipotesis : Pasien nyonya A 50 tahun dengan gejala seperti yang dikeluhkan diduga menderita GERD

Sasaran Pembelajaran :

Mengetahui anamnesa GERD

Mengetahui pemeriksaan fisik dan lab

Mengetahui patogenesis

Mengetahui epidemiologi

Mengetahui etiologi

Mengetahui gejala klinis

Mengetahui penatalaksanaan

Mengetahui pencegahan

Mengetahui prognosis

Mengaetahui edukasi yang benar untuk GERD

Mengetahui WD dan DD

Gastroesophageal Reflux Disease (GERD) :

GERD adalah penyakit pencernaan kronis yang terjadi ketika asam lambung atau,

kadang-kadang, empedu mengalir kembali ke dalam esofagus. Asam mengiritasi lapisan

kerongkongan dan menyebabkan tanda-tanda dan gejala GERD. Tanda dan gejala-gejala GERD

termasuk refluks asam dan mual.

Anamnesa :

Identitas

Keluhan utama

Keluhan penyerta

Tindakan yang dilakukan

Riwayat keluarga

Isi muntah

Kebiasaan konsumsi

3

Page 4: PBL Blok 16 Andreas Elbert

Gejala Klinis :

Gejala alarm adalah gejala yang menunjukkan GERD yang berkepanjangan dan

kemungkinan sudah mengalami komplikasi. Pasien yang tidak ditangani dengan baik

dapat mengalami komplikasi. Hal ini disebabkan oleh refluks berulang yang

berkepanjangan. Contoh gejala alarm: sakit berkelanjutan, disfagia (kehilangan nafsu

makan), penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan, tersedak.

Nyeri dada atau epigastrium yang menjalar.

Sensasi atau rasa terbakar/amat nyeri di dada (heartburn), terkadang menyebar ke

kerongkongan.

Rasa asam atau kecut di mulut.

Muntah asam

Sulit untuk menelan (dysphagia)

Sakit untuk menelan (odinophagia)

Sesak nafas seperti asma.

Membaliknya (regurgitasi) cairan asam atau makanan.

Pemeriksaan :

X-Ray : Bertujuan untuk menyingkirkan DD seperti striktur esofagus, akalasia, dll. Bila

tidak ada kelainan, bukan berarti tidak ada GERD.

Endoskopi : Untuk menilai kelainan mukosa esofagus dan melakukan biopsi esofagus

untuk mendeteksi adanya esofagus Barret atau suatu keganasan.

Tes Provokatif : Tes perfusi asam dari Bernstein merupakan tes sederhana dan akurat

untuk menilai kepekaan mukosa esofagus terhadap asam.

Pengukuran pH dan tekanan esophagus: Pengukuran ini menggunakan alat yang dapat

mencatat pH intra-esofagus post prandial selama 24 jam dan tekanan manometrik

esofagus. Bila pH < 4 dianggap ada PRGE.

4

Page 5: PBL Blok 16 Andreas Elbert

Gambar 1. Endoskopi (http://www.floralvalefamilymedicine.com/Site/PatientEducationGuide/

tabid/6635/ctl/View/mid/10466/Default.aspx?ContentPubID=348)

Etiologi :

GERD disebabkan oleh proses yang multifaktor. Pada orang dewasa faktor-faktor yang

menurunkan tekanan sfingter esofagus bawah sehingga terjadi refluks gastroesofagus antara lain

coklat, obat-obatan (misalnya aspirin), alkohol, rokok, kehamilan. Faktor anatomi seperti

tindakan bedah, obesitas, pengosongan lambung yang terlambat dapat menyebabkan hipotensi

sfingter esofagus bawah sehingga menimbulkan refluks gastroesofagus.

Patofisiologi :

Terjadinya refluks bervariasi tergantung kandungan isinya, volume, lamanya, dan

hubungannya dengan makan. Pada proses terjadinya refluks, sfingter esofagus bawah dalam

keadaan relaksasi atau melemah oleh peningkatan tekanan intra abdominal sehingga terbentuk

rongga diantara esofagus dan lambung. Isi lambung mengalir atau terdorong kuat ke dalam

esofagus. Jika isi lambung mencapai esofagus bagian proksimal dan sfingter esofagus atas

berkontraksi, maka isi lambung tersebut tetap berada di esofagus dan peristaltik akan

mengembalikannya ke dalam lambung. Jika sfingter esofagus atas relaksasi sebagai respon

terhadap distensi esofagus maka isi lambung akan masuk ke faring, laring, mulut atau nasofaring.

5

Page 6: PBL Blok 16 Andreas Elbert

Gambar 2. Peristiwa Refluks (http://uvahealth.com/services/digestive-health-1/conditions-

and-treatments/1532)

Komplikasi :

Barret esophagus :

Merupakan penyakit GERD stadium akhir. Kondisi ini ditemukan pada 7

sampai 10 persen pasien dengan GERD. Gangguan parah fungsi esofagus, dan

peningkatan jelas pemaparan asam pada esofagus. Penyulit tipikal pada pasien

Barret’s adalah ulserasi pada segmen yang dilapisi epitel kolumnar, pembentukan

striktur, dan displasia kanker Akibat adanya rangsangan kronik asam lambung terhadap

mukosa esofagus.

Gambar 3 & 4. Esofagus Normal dan Barret (http://www.amc.edu/patient/services/gastroenterology/BARRX/barretts_esophagus_definition.html)

Page 7: PBL Blok 16 Andreas Elbert

6

Penatalaksanaan :

Terapi GERD ditujukan untuk mengurangi atau menghilangkan gejala-gejala pasien,

mengurangi frekuensi atau kekambuhan dan durasi refluks esofageal, mempercepat

penyembuhan mukosa yang terluka, dan mencegah berkembangnya komplikasi.

Terapi diarahkan pada peningkatan mekanisme pertahanan yang mencegah refluks dan /

atau mengurangi faktor-faktor yang memperburuk agresifitas refluks atau kerusakan mukosa.

Secara spesifik, yaitu:

Mengurangi keasaman dari refluksat.

Menurunkan volume lambung yang tersedia untuk direfluks.

Meningkatkan pengosongan lambung.

Meningkatkan tekanan LES.

Meningkatkan bersihan asam esofagus.

Melindungi mukosa esophagus.

Terapi Non Farmakologi

Modifikasi Gaya Hidup

Mengangkat kepala saat tidur (meningkatkan bersihan esofageal). Gunakan penyangga 6-

10 inchi di bawah kepala. Tidur pada kasur busa.

Menghindari makanan yang dapat menurunkan tekanan LES (lemak, coklat, kopi, kola,

teh bawang putih, bawang merah, cabe, alkohol, karminativ (pepermint, dan spearmint))

Menghindari makanan yang secara langsung mengiritasi mukosa esofagus (makanan

pedas, jus jeruk, jus tomat dan kopi)

Makan makanan yang tinggi protein (meningkatkan tekanan LES)

Makan sedikit dan menghindari tidur segera setelah makan (jika mungkin 3 jam)

(menurunkan volume lambung)

Penurunan berat badan (mengurangi gejala)

7

Page 8: PBL Blok 16 Andreas Elbert

Berhenti merokok (menurunkan relaksasi spontan sfingter esofagus).

Menghindari minum alkohol (meningkatkan amplitudo sfinter esofagus, gelombang

peristaltik dan frekuensi kontraksi).

Menghindari pakai pakaian yang ketat.

Menghentikan, jika mungkin, penggunaan obat-obat yang dapat menurunkan tekanan

LES (Antikolinergik, barbiturat, benzodiazepin (misalnya diazepam), kafein, penghambat

kanal kalsium dihidropiridin, dopamin, estrogen, etanol, isoproterenol, narkotik

(meperidin, morfin), nikotin (merokok) nitrat, fentolamin, progesteron dan teofilin).

Menghentikan, jika mungkin, penggunaan obat-obat yang dapat mengiritasi secara

langsung mukosa esofagus (tetrasiklin, quinidin, KCl, garam besi, aspirin, AINS dan

alendronat).

Terapi Farmakologi

Antasida dan Produk Antasida. Digunakan untuk perawatan ringan GERD. Antasida

efektif mengurangi gejala-gejala dalam waktu singkat, dan antasida sering digunakan

bersamaan dengan terapi penekan asam lainnya. Pemeliharaan pH intragastrik di atas 4

dapat menurunkan aktivasi pepsinogen menjadi pepsin, sebuah enzim proteolitik.

Netralisasi cairan lambung juga dapat mengarah pada peningkatan tekanan LES. Produk

antasid yang dikombinasikan dengan asam alginiat adalah agen penetral yang tidak

ampuh dan tidak meningkatkan tekanan LES, namun membentuk larutan yang sangat

kental yang mengapung di atas permukaan isi lambung. Larutan kental ini diperkirakan

sebagai pelindung penghalang bagi kerongkongan terhadap refluks isi lambung dan

mengurangi frekuensi refluks.

8

Page 9: PBL Blok 16 Andreas Elbert

Penekanan Asam dengan Antagonis Reseptor H2 (simetidin, famotidin, nizatidin, dan

ranitidin) Terapi penekanan asam adalah pengobatan utama GERD. Antagonis reseptor

H2 dalam dosis terbagi efektif dalam mengobati pasien GERD ringan hingga sedang.

Kemanjuran antagonis reseptor H2 dalam perawatan GERD sangat bervariasi dan sering

lebih rendah dari yang diinginkan. Respons terhadap antagonis reseptor H2 tampaknya

tergantung pada (a) keparahan penyakit, (b) regimen dosis yang digunakan, dan (c)

durasi terapi.

Proton Pump Inhibitor (PPI) (esomeprazol, lansoprazol, omeprazol, pantoprazol, dan

rabeprazol) PPI lebih unggul daripada antagonis reseptor H2 dalam mengobati pasien

GERD sedang sampai parah. Ini tidak hanya pada pasien erosif esofagtis atau gejala

komplikasi (BE atau striktur), tetapi juga pasien dengan GERD nonerosif yang

mempunyai gejala sedang sampai parah. Kekambuhan umumnya terjadi dan terapi

pemeliharaan jangka panjang umumnya diindikasikan. PPI memblok sekresi asam

lambung dengan menghambat H+/K+-triphosphatase adenosin lambung dalam sel

parietal lambung. Ini menghasilkan efek antisekretori yang mendalam dan tahan lama

yang mampu mempertahankan pH lambung di atas 4, bahkan selama lonjakan asam

setelah makan.

PPI terdegradasi dalam lingkungan asam sehingga diformulasi dalam tablet atau

kapsul pelepasan tertunda. Pasien harus diinstruksikan untuk meminum obat pada pagi

hari, 15 sampai 30 menit sebelum sarapan untuk memaksimalkan efektivitas, karena obat

ini hanya menghambat secara aktif sekresi pompa proton. Jika dosisnya dua kali sehari,

dosis kedua harus diberikan sekitar 10 hingga 12 jam setelah dosis pagi hari dan sebelum

makan atau makan makanan ringan.

Agen Promotilitas

Khasiat dari agen prokinetik cisaprid, metoklopramid, dan bethanechol telah

dievaluasi dalam pengobatan GERD. Cisapride memiliki khasiat yang sebanding dengan

antagonis reseptor H2 dalam mengobati pasien esofagitis ringan, tetapi cisaprid tidak lagi

tersedia untuk penggunaan rutin karena efek aritmia yang mengancam jiwa bila

dikombinasikan dengan obat-obatan tertentu dan penyakit lainnya.

9

Page 10: PBL Blok 16 Andreas Elbert

Metoklopramid, antagonis dopamin, meningkatkan tekanan LES, dan

mempercepat pengosongan lambung pada pasien GERD. Tidak seperti cisapride,

metoklopramid tidak memperbaiki bersihan esofagus. Metoklopramid dapat meredakan

gejala GERD tetapi belum ada data substantial yang menyatakan bahwa obat ini dapat

memperbaiki kerusakan esofagus.

Agen prokinetik juga telah digunakan untuk terapi kombinasi dengan antagonis

H2-reseptor. Kombinasi dilakukan pada pasien GERD yang telah diketahui atau diduga

adanya gangguan motilitas, atau pada pasien yang gagal pada pengobatan dengan

penghambat pompa proton dosis tinggi.

Protektan Mukosa : Sucralfat, garam aluminium dari sukrosa oktasulfat yang tidak

terserap, mempunyai manfaat terbatas pada terapi GERD. Obat ini mempunyai laju

pengobatan yang sama seperti antagonis reseptor H2 pada pasien esofagitis ringan tapi

kurang efektif dari pada antagonis reseptor H2 dosis tinggi pada pasien dengan esofagitis

refrakter. Berdasarkan data yang ada, sukralfat tidak direkomendasikan untuk terapi.

Diagnosis Banding :

Gastritis

adalah peradangan pada lapisan perut, dan memiliki banyak kemungkinan

penyebab.Penyebab akut utama adalah konsumsi alkohol berlebihan atau penggunaan jangka

panjang obat Penyebab kronis adalah infeksi dengan bakteri, terutama''Helicobacter pylori''.

Gejala yang paling umum adalah gangguan atau sakit perut.. Gejala lainnya adalah gangguan

pencernaan, perut kembung, mual, dan muntah. Beberapa orang mungkin memiliki perasaan

penuh atau terbakar di perut bagian atas. Sebuah endoskopi, tes darah, tes hitung darah lengkap,

atau tes tinja dapat digunakan untuk mendiagnosis gastritis. Perawatan termasuk mengambil

antasid atau obat lainnya, seperti inhibitor pompa proton atau antibiotik, dan menghindari

makanan panas atau pedas.

10

Ulkus peptikum

Page 11: PBL Blok 16 Andreas Elbert

Adalah erosi mukosa gastro intestinal yang disebabkan oleh terlalu banyaknya asam

hidroklorida dan pepsin. Meskipun ulkus dapat terjadi pada esofagus, lokasi paling umum adalah

duodenum dan lambung. Ulkus kronis dapat menembus dinding muskular. Pemulihan

mengakibatkan pembentukan jaringan fibrosa dan akhirnya jaringan parut permanen. Ulkus

dapat pulih atau sembuh.

Penyebab ulkus peptikum adalah :

1. Meningkatnya produksi asam lambung.

2. Stres.

3. Golongan darah.

4. Asap rokok.

5. Daya tahan lambung yang rendah.

Asam lambung dalam kondisi yang normal akan membantu dalam pencernaan dengan

produksi yang sesuai dengan keperluan sehingga akan berfungsi secara fisiologis tapi dalam

keadaan sekresi yang berlebihan akan menjadikan lambung teriritasi atau walaupun sekresi asam

lambung normal tapi daya tahan mukosa lambung rendah juga akan menyebabkan iritasi.

Gejala ulkus peptikum dapat

Perut nyeri, epigastrium klasik dengan keparahan yang berkaitan dengan makan, setelah

sekitar 3 jam untuk mengambil makan (ulkus duodenum klasik lega oleh makanan,

sedangkan ulkus lambung diperburuk oleh itu);

Perut kembung dan kepenuhan;

Mual, dan muntah berlebihan;

Kehilangan nafsu makan dan penurunan berat badan;

Hematemesis (muntah darah), hal ini dapat terjadi karena pendarahan langsung dari ulkus

lambung.

11

Page 12: PBL Blok 16 Andreas Elbert

Dispepsia Fungsional

Dispepsia fungsional adalah dispepsia yang terjadi tanpa adanya kelainan organ lambung,

baik dari pemeriksaan klinis, biokimiawi hingga pemeriksaan penunjang lainnya, seperti USG,

Endoskopi, Rontgen hingga CT Scan.

Dispepsia fungsional berhubungan dengan ketidaknormalan pergerakan (motilitas) dari

saluran pencernaan bagian atas (kerongkongan, lambung dan usus halus bagian atas). Selain itu,

bisa juga dispepsia jenis itu terjadi akibat gangguan irama listrik dari lambung. Sebab lain bisa

juga karena infeksi bakteri lambung Helicobacter pylori.

Beberapa kebiasaan yang bisa menyebabkan dispepsia adalah menelan terlalu banyak udara,

misalnya, mereka yang mempunyai kebiasaan mengunyah secara salah (dengan mulut terbuka

atau sambil berbicara). Atau mereka yang senang menelan makanan tanpa dikunyah (biasanya

konsistensi makanannya cair). Keadaan itu bisa membuat lambung merasa penuh atau

bersendawa terus. Kebiasaan lain yang bisa menyebabkan dispesia adalah merokok, konsumsi

kafein (kopi), alkohol, atau minuman yang sudah dikarbonasi (softdrink), atau makanan yang

menghasilkan gas ( tape, nangka, durian). Begitu juga dengan jenis obat-obatan tertentu, seperti

suplemen besi/kalium, anti-nyeri tertentu, antibiotika tertentu, dan anti-radang. Obat-obatan itu

sering dihubungkan dengan keadaan dispepsia.

Yang paling sering dilupakan orang adalah faktor stres/tekanan psikologis yang berlebihan. Pada

pasien diabetes pun dapat mengalami dispepsia karena gerakan lambungnya mengalami

gangguan akibat kerusakan saraf.

Page 13: PBL Blok 16 Andreas Elbert

Mariana Y. Penyakit Refluks Gastroesofagus. Dalam : Efiaty AS, Nurbaiti I. Buku

Ajar Ilmu Kesehatan Telinga-Hidung-Tenggorok Kepala Leher. Edisi kelima,

Jakarta: Balai Penerbit FK UI, 2001. 252-5.

2. Mariana Y.Penyakit Refluks Gastroesofagus. Dalam: Efiaty AS,dkk.

Penatalaksanaan Penyakit dan Kelainan Telinga-Hidung-Tenggorok, Edisi 2,

Jakarta : Balai Penerbit FK UI, 2000. 348-54.

3. Putnam PE. Gastroesophageal Reflux. In : Bluestone CD, et al. Pediatric

Otolaryngology, Vol.2, 3

rd

ed., Philadelphia : WB Saunders Co, 1996. 1144-56.

4. Ballenger JJ. Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala dan Leher, Edisi 13,

Jilid 2, Alih Bahasa Staf Ahli Bagian THT RSCM-FK UI, Jakarta : Binarupa Aksara,

1997. 669-71.

5. Jackson C, Jackson CL. Bronchoesophagology. Philadelphia : WB Sauders Co,

1964. 228-9.

6. Asroel A. Kumpulan kuliah Bronkoesofagologi. Medan : FK USU.

7. Hibbert J. Scott-Brown’s Otolaryngology, 6

th

ed., Vol.5, Oxford : ButterworthHeinemann, 1997. 5/24/12-5.

8. Ballenger JJ. Otorhinolaryngology : Head and Neck Surgery. 15

th

Page 14: PBL Blok 16 Andreas Elbert

ed., Philadelphia

: William & Wilkins, 1996. 1227-8.

9. Lee KJ. Essential Otolaryngology : A Board Preparation and Concise Reference.

2

nd

ed, Singapore : Toppan Co, 1977. 287-8.

10. Lee KJ. Essential Otolaryngology Head & Neck Surgery. 7

th

ed, Connecticut :

Appleton & Lange, 1999. 1227-8.

11. Paparella MM. Otolaryngology. 3

rd

ed, Vol.III, Philadelphia : WB Saunders Co,

1991 2469-72.

12. Gumpert L, et al. Hoarseness and gastroesophageal reflux in children. The

Journal of Laryngology and Otology, January 1998, Vol.112: 49-54.

13. Walshe P, et al. Is reflux noted at diagnostic rigid oesophagoscopy clinically

significant ?. The Journal of Laryngology and Otology, July 2001, Vol.115: 552-4.