31
12 BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Kesiapsiagaan Ketika berhadapan dengan bencana maka diperlukan tindakan- tindakan yang dapat mengantisipasi jatuhnya korban, salah satunya adalah kesiapsiagaan. 1. Pengertian Kesiapsiagaan Berkenaan dengan pengertian konsep kesiapsiagaan, pada realitasnya di masyarakat masih banyak terdapat berbagai penafsiran yang berbeda terhadap konsep kesiapsiagaan. Pengertian kesiapsiagaan menurut Carter dalam Hartono (2010:22) adalah tindakan-tindakan yang memungkinkan pemerintahan, organisasi-organisasi, masyarakat, komunitas dan individu untuk mampu menanggapi suatu situasi bencana secara cepat dan tepat guna. Termasuk ke dalam tindakan kesiapsiagaan adalah penyusunan rencana penanggulangan bencana, pemeliharaan sumberdaya dan pelatihan personil. Sedangkan kesiapsiagaan didefinisikan lebih luas lagi Kent dalam Hartono (2010:23) yaitu meminimalisir akibat-akibat yang merugikan dari suatu bahaya lewat tindakan-tindakan pencegahan yang efektif, rehabilitasi dan pemulihan untuk memastikan pengaturan serta pengiriman

TINJAUAN TEORI (Contoh Karya Ilmiah)

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: TINJAUAN TEORI (Contoh Karya Ilmiah)

12

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Kesiapsiagaan

Ketika berhadapan dengan bencana maka diperlukan tindakan-

tindakan yang dapat mengantisipasi jatuhnya korban, salah satunya adalah

kesiapsiagaan.

1. Pengertian Kesiapsiagaan

Berkenaan dengan pengertian konsep kesiapsiagaan, pada

realitasnya di masyarakat masih banyak terdapat berbagai penafsiran yang

berbeda terhadap konsep kesiapsiagaan. Pengertian kesiapsiagaan menurut

Carter dalam Hartono (2010:22) adalah tindakan-tindakan yang

memungkinkan pemerintahan, organisasi-organisasi, masyarakat,

komunitas dan individu untuk mampu menanggapi suatu situasi bencana

secara cepat dan tepat guna. Termasuk ke dalam tindakan kesiapsiagaan

adalah penyusunan rencana penanggulangan bencana, pemeliharaan

sumberdaya dan pelatihan personil.

Sedangkan kesiapsiagaan didefinisikan lebih luas lagi Kent dalam

Hartono (2010:23) yaitu meminimalisir akibat-akibat yang merugikan dari

suatu bahaya lewat tindakan-tindakan pencegahan yang efektif,

rehabilitasi dan pemulihan untuk memastikan pengaturan serta pengiriman

Page 2: TINJAUAN TEORI (Contoh Karya Ilmiah)

13

bantuan dan pertolongan setelah terjadi satu bencana secara tepat waktu,

tepat, dan efektif.

Lalu apakah perbedaan dari kesiapsiagaan dengan mitigasi, Carter

dalam Hartono (2010:23) menjelaskan perbedaannya sebagai berikut:

Measures of prevention/mitigation tend to be geared to major policy decisions at government level; also they are usually directed primarily from senior management levels. Preparedness measures, howeve, tend to be more strongly oriented towards action by individual organisations.

Sehingga dapat kita simpulkan bahwa kesiapsiagaan adalah

upaya/tindakan untuk mampu menanggapi suatu situasi bencana secara

cepat dan tepat guna yang dilakukan satu komunitas dalam rangka

meminimalisir akibat-akibat yang merugikan dari suatu bahaya

2. Pentingnya Kesiapsiagaan

Pengetahuan selalu dijadikan sebagai awal dari sebuah tindakan

dan kesadaran seseorang, dari pengalaman dalam penanganan berbagai

kejadian bencana di berbagai belahan bumi ini, dalam 20 tahun terakhir ini

telah dirasakan pentingnya meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat,

bukan saja pada tingkat pemerintahan dari suatu negara atau suatu daerah,

tetapi juga pada tingkatan komunitas yang langsung merasakan dan harus

menghadapi bencana itu sendiri, terutama sebelum bantuan atau

pertolongan datang dari instansi atau badan-badan pertolongan atau

penanganan bencana yang resmi.

Menurut LIPI-UNESCO (2006:6), kesiapsiagaan merupakan salah

satu bagian dari proses manajemen bencana dan di dalam konsep

Page 3: TINJAUAN TEORI (Contoh Karya Ilmiah)

14

pengelolaan bencana yang berkembang saat ini, peningkatan

kesiapsiagaan merupakan salah satu elemen penting dari kegiatan

pengurangan risiko bencana yang bersifat pro-aktif, sebelum terjadinya

suatu bencana.

Nugroho dalam Hartono (2010:23) mengatakan : ”Kesadaran dan

pemahaman hubungan antara bencana dan kebutuhan dasar warga adalah

hal yang sangat penting. Pemenuhan kebutuhan dasar merupakan fondasi

dari pengurangan resiko bencana yang akan meningkatkan kesiapan warga

terhadap bencana. Sedangkan kesiapan terhadap bencana merupakan hal-

hal yang bersifat fungsional, yaitu menyangkut fungsi-fungsi untuk

bertahan hidup baik secara perseorangan maupun secara kelompok.”

Selanjutnya Nugroho dalam Hartono (2010:24) mengungkap

pentingnya kesiapsiagaan, yaitu kesiapsiagaan merupakan kegiatan yang

menunjukkan tingkat efektifitas respon terhadap bencana secara

keseluruhan. Kesiapsiagaan masyarakat merupakan bagian dari

pengurangan resiko bencana. Muara kesiapsiagaan ini adalah untuk

membangun ketahanan masyarakat dalam menghadapi bencana.

3. Sifat Kesiapsiagaan

Mengenai sifat dari kesiapsiagaan itu sendiri, LIPI-UNESCO

(2006:7), menyatakan: perlu diperhatikan sifat kedinamisan dari suatu

kondisi kesiapsiagaan suatu komunitas. Tingkat kesiapsiagaan suatu

komunitas dapat menurun setiap saat dengan berjalannya waktu dan

Page 4: TINJAUAN TEORI (Contoh Karya Ilmiah)

15

dengan terjadinya perubahan-perubahan sosial-budaya, politik dan

ekonomi dari suatu masyarakat. Karena itu sangat diperlukan untuk selalu

memantau dan mengetahui kondisi kesiapsiagaan suatu masyarakat dan

melakukan usaha-usaha untuk selalu menjaga dan meningkatkan tingkat

kesiapsiagaan tersebut.

Begitu pula menurut Kent (1994:12) kesiapan bencana harus

dilihat sebagai satu proses yang terus-menerus dan aktif. Rencana-rencana

kesiapan adalah usaha-usaha yang dinamis yang perlu ditinjau ulang,

dimodifikasi, diperbaiki dan diuji-coba secara berkala.

Lebih lanjut LIPI-UNESCO (2006:7) menyatakan: dalam konteks

pengurangan risiko bencana, dalam jangka panjang diharapkan terjadinya

proses pergeseran paradigma, dari pendekatan kesiapsiagaan ke

pendekatan pencegahan dan mitigasi dan hal ini memerlukan perubahan

cara pandang dari tindakan-tindakan individual ke pengembangan

kebijakan dan arah dari para pengambil keputusan.

4. Parameter Kesiapsiagaan

LIPI-UNESCO/ISDR (2006:13) menjelaskan ada 5 parameter

dalam kesiapsiagaan, yaitu:

1. Pengetahuan dan sikap

Pengetahuan merupakan faktor utama dan menjadi kunci untuk

kesiapsiagaan. Pengalaman bencana tsunami Aceh dan Nias, Yogyakarta

serta gempa dan tsunami di Jepang kemarin memberikan pelajaran yang

Page 5: TINJAUAN TEORI (Contoh Karya Ilmiah)

16

sangat berarti akan pentingnya pengetahuan tentang bencana alam.

Pengetahuan yang dimiliki biasanya mempengaruhi sikap dan kepedulian

untuk siap dan siaga dalam mengantisipasi bencana, terutama bagi mereka

yang bertempat tinggal di tempat yang rentan dengan bencana.

2. Kebijakan dan Panduan

Kebijakan kesiapsiagaan bencana alam sangat penting dan

merupakan upaya konkrit untuk melaksankan kegiatan siaga bencana.

Kebijakan yang signifikan berpengaruh terhadap kesiapsiagaan meliputi :

pendidikan publik, emergency planning, sistim peringatan bencana dan

mobilisasi sumber daya, termasuk organisasi pengelola, SDM dan

fasilitas-fsilitas penting untuk kondisi darurat bencana. Kebijakan-

kebijakan dituangkan dalam berbagai bentuk, tetapi akan lebih bermakna

apabila dicantumkan secara konkrit dalam peraturan-peraturan seperti

perda, SK, yang disertai dengan job description yang jelas. Agar kebijakan

dapat diimplementasikan dengan optimal, maka dibituhkan panduan-

panduan operasionalnya.

3. Rencana Tanggap Darurat

Rencana ini menjadi bagian yang penting dalam kesiapsiagaan,

terutama berkaitan dengan evakuasi, pertolongan, dan penyelamatan agar

korban dapat diminimalkan. Upaya ini sangat krusial, terutama pada saat

terjadi bencana dan hari-hari pertama setelah bencana sebelum batuan dari

pihak luar datang.

Page 6: TINJAUAN TEORI (Contoh Karya Ilmiah)

17

4. Sistim Peringatan Dini

Sistim ini meliputi tanda peringatan dan distribusi informasi akan

terjadinya bencana. Dengan peringatan bencana ini, dapat dilakukan

tindakan yang tepat untuk mengurangi korban jiwa, harta benda dan

kerusakan lingkungan. Untuk itu diperlukan latihan dan simulasi, apa yang

harus dilakukan ketika mendengar peringatan, kemana dan bagaimana

harus menyelamatkan diri dalam waktu tertentu, sesuai denga lokasi

dimana sedang berada pada saat terjadi bencana.

5. Mobilisasi Sumber Daya

Sumber daya yang tersedia, baik SDM, maupun pendanaan dan

sarana-prasarana penting untuk keadaan darurat merupakan potensi yang

dapat mendukung atau sebaliknya menjadi kendala dalam kesiapsiagaan

bencana alam. Karena itu mobilisasi sumber daya menjadi faktor yang

krusial.

Untuk mengukur tingkat kesiapsiagaan, maka lima parameter itu

harus diterjemahkan menjadi variabel-variabel yang dapat dihitung

nilainya. Jumlah variabel bervariasi antar parameter sesuai dengan

kebutuhan dan spesifikasi masing-masing. Untuk mendapatkan variabel

yang lebih spesifik secara detail dapat dilihat pada table 2.1 berikut :

Page 7: TINJAUAN TEORI (Contoh Karya Ilmiah)

18

Tabel 2.1 Framework kesiapsiagaan komunitas sekolah dalam mengantisipasi

bencana alam

No Parameter Variabel Indikator

1

Pengetahuan dan sikap

Pengetahuan

- kejadian alam dan bencana (tipe, sumber, besaran, lokasi)

- kerentanan fisik lokasi dan kondisi bangunan

- Menjelaskan tipe-tipe, sumber, penyebab, dan intensitas bencana

- Menjelaskan kerentanan lingkungan dan bangunan fisik sekolah

Sikap terhadap risiko bencana Motivasi komunitas sekolah untuk kesiapsiagaan mengantisipasi terjadinya bencana alam.

2

Kebijakan dan panduan

Kebijakan - Adanya kebijakan pendidikan dan panduan untuk kesiapsiagaan bencana.

- Tersedianya fakta/data pelaksanaan kebijakan pendidikan kesiapsiagaan bencana.

Peraturan - adanya peraturan-peraturan pendidikan yang berkaitan dengan kesiapsiagaan bencana

- Tersedianya fakta/data tentang pelaksanaan dari peraturan-peraturan pendidikan yang berkaitan dengan kesiapsiagaan bencana.

3

Rencana Tanggap Darurat (RTD)

Rencana untuk merespon keadaan darurat

- Tersedianya rencana sekolah untuk keadaan darurat

- Tersedianya prosedur tetap (protap) sekolah untuk keadaan darurat bencana

Rencana Evakuasi Tersedianya rencana tempat-tempat, peta dan jalur evakuasi

Pertolongan pertama penyelamata, keselamatan dan keamanan

- Tersedia rencana pertolongan pertama

- Tersedianya rencana penyelamatan, keselamatan dan pengamanan sekolah

Pemenuhan Kebutuhan Dasar - Tersedianya back-up dokumen-dokumen penting sekolah

- Tersedianya data tentang alokasi kebutuhan dasar sekolah

Peralatan dan Perlengkapan Tersedianya dokumen-dokumen, peralatan penting sekolah dan tempat penyimpanan yang aman.

Fasilitas-fasilitas penting (rumah sakit, - Tersedianya alamat dan no.telpon

Page 8: TINJAUAN TEORI (Contoh Karya Ilmiah)

19

Sumber:LIPI -UNESCO/ISDR, 2006

Tingkat kesiapsiagaan komunitas sekolah terhadap bencana

gempabumi akan didapat dengan mengkategorisasikan hasil indeks pada

indikator-indikator yang ditetapkan sesuai dengan parameter-parameter

yang sesuai. Tingkat kesiapsiagaan masyarakat dalam kajian ini

dikategorikan menjadi lima, sebagai berikut:

pemadam kebakaran, polisi, PAM, PLN, Telkom)

fasilitas-fasilitas penting

-Adanya akses terhadap fasilitas-fasilitas penting

Latihan dan simulasi - Adanya akses terhadap pendidikan kesiapsiagaan bencana

- Frekuensi latihan dan simulasi/gladi (public dan sekolah)

4

Sistim Peringatan Dini

Tradisional yang berlaku secara turun temurun

Adanya akses terhadap sumber informasi peringatan bencna tradisional dan/atau local

Instalasi (teknik, peralatan, tanda dan sinyal)

Adanya peralatan yang dapat menangkap informas peringatan bencana

Latihan dan Simulasi - Jumlah guru dan siswa yag telah dilatih/terlatih

- Frekuensi latihan dan simulasi

5

Mobilisasi

Penataan Kelembagaan Tersedianya tim yang bertuga untuk keadaan darurat

Sistim Komado Tersedianya prosedur untuk keadaan darurat bencana

Komunikasi dan koordinasi atau stakeholder yang relevan

Adanya keterlibatan sekolah dalam jaringan kesiapsiagaan bencana

Sumber Daya manusia Jumlah guru dan murid yang dilatih/terlatih untuk kesiapsiagaan dan pengelolaan tanggap darurat bencana

Bimbingan teknis dan penydiaan materi Tersedianya materi dan bahan kesiapsiagaan bencana

Pemantauan dan Evaluasi (motev) Tersedianya rencana untuk mengintegrasikan materi kesiapsiagaan bencana ke dalam kurikulum mata pelajaran yang relevan, muatan local atau ekskul.

Lanjutan Tabel 2.1

Page 9: TINJAUAN TEORI (Contoh Karya Ilmiah)

20

Tabel 2.2 Tingkat Kesiapsiagaan bencana

Sumber:LIPI – UNESCO/ISDR, 2006

B. Bencana

Secara umum pengertian bencana adalah kejadian tiba-tiba atau

musibah yang besar yang mengganggu susunan dasar dan fungsi normal

dari suatu masyarakat atau komunitas, UNDP (2007:14). Pengertian

bencana dalam Kepmen No.17/kep/Menko/Kesra/x/95 adalah sebagai

berikut : “Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang

disebabkan oleh alam, manusia, dan atau keduanya yang mengakibatkan

korban dan penderitaan manusia, kerugian harta benda, kerusakan

lingkungan, kerusakan sarana prasarana dan fasilitas umum serta

menimbulkan gangguan terhadap tata kehidupan dan penghidupan

masyarakat.

Dari pengertian di atas, bencana merupakan sebuah peristiwa yang

terjadi karena bertemunya ancaman dari luar terhadap kehidupan manusia

dengan kerentanan, yaitu kondisi yang melemahkan masyarakat untuk

No Nilai indeks Kategori

1 80 – 100 Sangat siap

2 65 – 79 Siap

3 55 – 64 Hampir Siap

4 40 – 54 Kurang Siap

5 Kurang dari 40 (0-39) Belum Siap

Page 10: TINJAUAN TEORI (Contoh Karya Ilmiah)

21

menangani bencana. Singkatnya ketika ancaman berdampak merugikan

manusia dan lingkungan, dan tidak adanya kemampuan masyarakat untuk

menanggulanginya maka peristiwa itu disebut dengan bencana.

Dalam Rencana Aksi Nasional Pengurangan Risiko Bencana

(RAN PRB) bahaya adalah ancaman atau resiko yang disebabkan oleh

manusia maupun alam sehingga mengakibatkan kerusakan. Contoh bahaya

yang disebabkan oleh alam adalah banjir, taifun (atau angin ribut) dan

gempa bumi. Contoh bahaya yang disebabkan oleh manusia adalah

tumpahan zat kimia, ranjau darat dan polusi beracun dari industri. Bencana

adalah bahaya yang menyebabkan kerugian dan kehancuran besar yang

berimbas pada masyarakat yang tidak memiliki kemampuan untuk

menghadapinya. Berikut adalah contoh yang menunjukkan perbedaan

antara bahaya dan bencana.

1. Tsunami adalah sejenis bahaya.

2. Hawaii, di Lautan Pasifik, memiliki perencanaan yang bagus untuk

mencegah kerusakan bila terjadi tsunami. Ketika tsunami benar-benar

terjadi di sana, rumah-rumah dan bangunan tidak hancur dan tidak

ada yang meninggal. Pada kasus ini tsunami bukan merupakan

bencana.

3. Ketika tsunami terjadi di Indonesia, saat itu hanya terdapat sedikit

rencana pencegahan yang kuat, terjadi kematian yang jumlahnya

sangat besar dan kehancuran pada harta benda yang tidak mampu

Page 11: TINJAUAN TEORI (Contoh Karya Ilmiah)

22

dihadapi komunitas yang terkena dampak bencana. Pada kasus ini,

tsunami merupakan bencana.

1. Managemen Bencana

Banyaknya peristiwa bencana yang terjadi dan menimbulkan

korban jiwa serta kerugian harta benda yang besar baik di Jawa Barat

maupun di Indonesia, telah membuka mata kita bersama bahwa

manajemen bencana di negara kita masih sangat jauh dari yang kita

harapkan. Selama ini, manajemen bencana dianggap bukan prioritas dan

hanya datang sewaktu-waktu saja, padahal kita hidup di wilayah yang

rawan terhadap ancaman bencana. Oleh karena itu pemahaman tentang

manajemen bencana perlu dimengerti dan dikuasai oleh seluruh kalangan,

baik pemerintah, masyarakat, maupun swasta. Dalam Jurnal Badan

Pengendalian Lingkungan Hidup Daerah Jawa Barat 2004 (BPLHD Jabar)

mengemukakan manajemen bencana merupakan seluruh kegiatan yang

meliputi aspek perencanaan dan penanggulangan bencana, pada sebelum,

saat dan sesudah terjadi bencana yang dikenal sebagai Siklus Manajemen

Bencana (seperti terlihat dalam Gambar Siklus Manajemen Bencana),

yang bertujuan untuk (1) mencegah kehilangan jiwa; (2) mengurangi

penderitaan manusia; (3) memberi informasi masyarakat dan pihak

berwenang mengenai risiko, serta (4) mengurangi kerusakan infrastruktur

utama, harta benda dan kehilangan sumber ekonomis.

Page 12: TINJAUAN TEORI (Contoh Karya Ilmiah)

23

Lebih jauh Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Daerah Jawa

Barat 2004 (BPLHD Jabar), mengemukakan secara umum kegiatan

manajemen bencana dapat dibagi dalam kedalam tiga kegiatan

utama,yaitu:

a. Kegiatan pra bencana yang mencakup kegiatan pencegahan, mitigasi,

kesiapsiagaan, serta peringatan dini;

b. Kegiatan saat terjadi bencana yang mencakup kegiatan tanggap darurat

untuk meringankan penderitaan sementara, seperti kegiatan search and

rescue (SAR), bantuan darurat dan pengungsian;

c. Kegiatan pasca bencana yang mencakup kegiatan pemulihan,

rehabilitasi, dan rekonstruksi

Kegiatan pada tahap pra bencana ini selama ini banyak dilupakan,

padahal justru kegiatan pada tahap pra bencana ini sangatlah penting

karena apa yang sudah dipersiapkan pada tahap ini merupakan modal

dalam menghadapi bencana dan pasca bencana. Sedikit sekali pemerintah

bersama masyarakat maupun swasta memikirkan tentang langkah-langkah

atau kegiatan-kegiatan apa yang perlu dilakukan didalam menghadapi

bencana atau bagaimana memperkecil dampak bencana

Page 13: TINJAUAN TEORI (Contoh Karya Ilmiah)

24

Sumber : UNDP 1994

Gambar 2.1 Siklus Manajemen Bencana

Kegiatan saat terjadi bencana yang dilakukan segera pada saat

kejadian bencana, untuk menanggulangi dampak yang ditimbulkan,

terutama berupa penyelamatan korban dan harta benda, evakuasi dan

pengungsian, akan mendapatkan perhatian penuh baik dari pemerintah

bersama swasta maupun masyarakatnya. Pada saat terjadinya bencana

biasanya begitu banyak pihak yang menaruh perhatian dan mengulurkan

tangan memberikan bantuan tenaga, moril maupun material. Banyaknya

bantuan yang datang sebenarnya merupakan sebuah keuntungan yang

harus dikelola dengan baik, agar setiap bantuan yang masuk dapat tepat

guna, tepat sasaran, tepat manfaat, dan terjadi efisiensi.

Kegiatan pada tahap pasca bencana, terjadi proses perbaikan

kondisi masyarakat yang terkena bencana, dengan memfungsikan kembali

TAHAP PENGURANGAN RISIKO SEBELUM BENCANA

BENCANA

TAHAP PENANGGULANGAN BENCANA

Pemulihan Pembangunan

Pencegahan

Mitigasi

Kesiapsiagaan

Page 14: TINJAUAN TEORI (Contoh Karya Ilmiah)

25

prasarana dan sarana pada keadaan semula. Pada tahap ini yang perlu

diperhatikan adalah bahwa rehabilitasi dan rekonstruksi yang akan

dilaksanakan harus memenuhi kaidah-kaidah kebencanaan serta tidak

hanya melakukan rehabilitasi fisik saja, tetapi juga perlu diperhatikan juga

rehabilitasi psikis yang terjadi seperti ketakutan, trauma atau depresi.

Dari uraian di atas, terlihat bahwa titik lemah dalam Siklus

Manajemen Bencana adalah pada tahapan sebelum/pra bencana, sehingga

hal inilah yang perlu diperbaiki dan ditingkatkan untuk menghindari atau

meminimalisasi dampak bencana yang terjadi.

C. Gempabumi

1. Pengertian Gempa Bumi

Menurut Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi

Tahun 2007 menjelaskan yang dimaksud dengan gempabumi yaitu:

“berguncangnya bumi yang disebabkan oleh tumbukan antar lempeng

bumi, patahan aktif, aktivitas gunungapi atau runtuhan batuan.

2. Penyebab Terjadinya Gempabumi

Menurut Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi

Tahun 2007, Lempeng samudera yang rapat massanya lebih besar, ketika

bertumbukkan dengan lempeng benua di zona tumbukan (subduksi) akan

menyusup ke bawah. Gerakan lempeng itu akan mengalami perlambatan

akibat gesekan dari selubung bumi. Perlambatan gerak itu menyebabkan

penumpukkan energy di zona subduksi dan zona patahan. Akibatnya di

Page 15: TINJAUAN TEORI (Contoh Karya Ilmiah)

26

zona-zona itu terjadi tekanan, tarikan, dan geseran. Pada saat batas

elastisitas lempeng terlampaui maka terjadilah patahan batuan yang diikuti

oleh lepasnya energy secara tiba-tiba. Proses ini menimbulkan getaran

partikel ke segala arah yang disebut gelombang gempabumi.

Sumber: Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi 2007

Gambar 2.2 Tumbukan lempeng samudera dan lempeng benua

Menurut Coburn dkk dalam Hartono (2010:15) penyebab

gempabumi adalah pelepasan energi oleh penyesuaian-penyesuaian

geofisik jauh di kedalaman bumi sepanjang daerah retakan yang terbentuk

di dalam kerak bumi. Proses-proses tektonis dari gerakan benua yang

lamban diatas permukaan bumi. Pergeseran-pergeseran geomorfologi

setempat, aktivitas vulkanis.

Page 16: TINJAUAN TEORI (Contoh Karya Ilmiah)

27

3. Akibat yang Ditimbulkan oleh Gempabumi

Indonesia terletak pada jalur gunung api dan merupakan Negara

dengan jumlah gunung api terbanyak. Jumlah gunung api di Indonesia 177

gunung api, pola penyebaran gunung api hampir mirip dengan pola

penyebaran fokus gempa dan tipe aktivitas kegunungapiannya tergantung

pada batas lempengannya.

LIPI-UNESCO Tahun (2006:2) menjelaskan bahwa Indonesia

merupakan daerah pertemuan 3 lempeng tektonik besar, yaitu lempeng

Indo-Australia, Eurasia dan lempeng Pasifik Lempeng Indo-Australia

bertabrakan dengan lempeng Eurasia di lepas pantai Sumatra, Jawa dan

Nusatenggara, sedangkan dengan Pasifik di utara Irian dan Maluku utara.

Di sekitar lokasi pertemuan lempeng ini akumulasi energi tabrakan

terkumpul sampai suatu titik dimana lapisan bumi tidak lagi sanggup

menahan tumpukan energi sehingga lepas berupa gempa bumi. Pelepasan

energi sesaat ini menimbulkan berbagai dampak terhadap bangunan

karena percepatan gelombang seismik, tsunami, longsor, dan liquefaction.

Besarnya dampak gempa bumi terhadap bangunan bergantung pada

beberapa hal; diantaranya adalah skala gempa, jarak epicenter, mekanisme

sumber, jenis lapisan tanah di lokasi bangunan dan kualitas bangunan.

Gempa bumi terjadi diawali dengan akumulasi tekanan di sekitar

batas lempeng, sehingga aktifitas gempa banyak disini. Walaupun

konsentrasi akumulasi tekanan akibat tabrakan lempeng berada di sekitar

Page 17: TINJAUAN TEORI (Contoh Karya Ilmiah)

28

batas lempeng, akibatnya bisa sampai jauh sampai beberapa ratus

kilometer dari batas lempeng karena ada pelimpahan tekanan di kerak

bumi, sehingga ada daerah aktif gempa di luar daerah pertemuan lempeng.

Kasus sesar Sumatra umpamanya adalah sesar yang dibentuk oleh

pelimpahan tekanan tabrakan lempeng Indo-Australia dengan Eurasia

dengan sudut tabrakan miring terhadap garis. Kemiringan ini

menyebabkan timbulnya sesar Sumatra dimana konsentrasi akumulasi

stress atau pusat-pusat gempa di daerah ini.

Sumber: Jurnal Geologi Indonesia ,Vol 1 No. 1 Maret 2006

Gambar 2.3 Geologi Indonesia

Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi tahun 2007,

Akibat utama gempabumi adalah hancurnya bangunan-bangunan karena

goncangan tanah. Jatuhnya korban jiwa biasanya terjadi karena tertimpa

Page 18: TINJAUAN TEORI (Contoh Karya Ilmiah)

29

reruntuhan bangunan, terkena longsor, dan kebakaran. Jika sumber

gempabumi berada di dasar lautan maka bisa membangkitkan gelombang

tsunami yang tidak saja menghantam pesisir pantai di sekitar sumber

gempabumi tetapi juga mencapai beberapa km ke daratan.

Coburn dkk dalam Hartono (2010:16): “Energi getaran yang

dikirimkan lewat permukaan bumi dari kedalaman. Getaran menyebabkan

kerusakan dan menghancurkan bangunan-bangunan, yang pada gilirannya

bisa membunuh dan melukai orang-orang yang bertempat tinggal disitu.

Getaran juga mengakibatkan tanah longsor, pencairan, runtuhnya bebatuan

dan kegagalan-kegagalan daratan yang lain, yang merusak tempat-tempat

hunian di dekatnya”.

Tingkat kerusakan bisa juga dilihat dari bagaimana kondisi fisik

bentang alam wilayah Bandung dan sekitarnya. Secara fisik, bentang alam

wilayah Bandung dan sekitarnya yang termasuk ke dalam Cekungan

Bandung, merupakan cekungan berbentuk lonjong (elips) memanjang

berarah timur tenggara-barat barat laut. Cekungan Bandung ini dimulai

dari daerah Nagreg di sebelah timur sampai ke Padalarang di sebelah barat

dengan jarak horizontal lebih kurang 60km, sementara itu jarak utara

selatan mempunyai lebar sekitar 40km. cekungan Bandung ini hamper

dikekelilingi oleh jajaran kerucut gunung api berumur kuarter, diantaranya

di sebelah utara terdiri atas kompleks Gunung Burangrang-Sunda-

Tangkubanparahu, Gunung Bukittunggul, tinggian batuan gunung api

Page 19: TINJAUAN TEORI (Contoh Karya Ilmiah)

30

Cupunagara, Gunung Manglayang, dan Gunung Tampomas. Batas timur

berupa tinggian batua gunung api Batujajar, Gunung Karengseng-Gunung

Kareumbi, kompleks batua gunning api Nagreg sampai dengan

Mandalawangi. Batas selatan terdiri dari kompleks gunung api Kamojang,

Gunung Malabar, Gunung Patuha dan Gunung Kandeng. Hanya di sebelah

barat, Cekungan Bandung dibatasi oleh batuan gunung api berumur

Tersier dan batugamping yang termasuk ke dalam Formasi Rajamandala

(Jurnal Geologi Indonesia, Vol 1 No. I Maret 2006)

Cekungan Bandung sendiri dapat dibagi menjadi tiga bagian, yakni

bagian timur, tengah, dan barat. Cekungan Bandung bagian timur dimulai

dari dataran Nagreg sampai Cicalengka; bagian tengah membentang dari

Cicalengka hingga Cimahi-kompleks perbukitan Gunung lagadar, dan

cekungan bagian barat terletak di antara Cimahi-Batujajar hingga Cililin

dan Waduk Saguling.

Sumber : Jurnal Geologi Indonesia, Vol 1 No. 1 Maret 2006

Gambar 2.4 Geologi Cekungan Bandung

Page 20: TINJAUAN TEORI (Contoh Karya Ilmiah)

31

Secara geologi, satu-satunya batuan sedimen non gunungapi yang

tersingkap di sebelah barat Cekungan Bandung adalah Formasi

Rajamandala, yang tersusun atas batugamping, batulempung, napal, dan

batupasir kuarsa yang berumur oligosen. Selebihnya, mulai dari umur

Tersier Awal hingga masa kini, seluruh formasi batuan tersusun atas hasil

kegiatan gunung api. Secara geokronologi, batuan gunungapi

teridentifikasi sejak umur sekitar 59 juta tahun lalu yang ditemukan di

daerah Cupunagara, sebelah timur Gunung Tangkubanparahu. Batuan

gunungapi berumur Miosen Tengah yang dijumpai dari data pemboran

panas bumi, dipandang sebagai batuan dasar Gunung Wayang. Batuan

gunungapi berumur Neogen Awal ini secara geologi regional dapat

dibandingka dengan Formasi jampang dan Formasi Citarum. Selanjutnya

batuan gunung api berumur pliosen di jumpai di kompleks Gunung

Malabar-papandayan, Selacau dan Paseban di Selatan Cimahi, Cipicung

dan Kromong di Banjaran-Ciparay, Bandung Selatan. Batua gunung api di

Gunung Kromong dan Soreang tersebut termasuk Formasi Beser (Jurnal

Geologi Indonesia, Vol 1 No. 1 Maret 2006).

D. Mitigasi

Dalam UNDP ( 1994:11) “mitigasi berarti mengambil tindakan-

tindakan untuk mengurangi pengaruh-pengaruh dari satu bahaya sebelum

bahaya itu terjadi”. Istilah mitigasi berlaku untuk cakupan yang luas dari

aktivitas-aktivitas dan tindakan-tindakan perlindungan yang mungkin

Page 21: TINJAUAN TEORI (Contoh Karya Ilmiah)

32

diawali, dari yang fisik, seperti membangun bangunan-bangunan yang

lebih kuat, sampai dengan prosedural, seperti teknik-teknik yang baku

untuk menggabungkan penilaian bahaya di dalam rencana penggunaan

lahan. Dalam UNDP (1994:12) juga dikemukakan bahwa: “Perserikatan

Bangsa Bangsa telah mengadopsi dekade tahun 1990-an sebagai Dekade

Internasional untuk Pengurangan Bencana Alam. Tujuannya adalah untuk

mencapai pengurangan yang signifikan dalam hal kematian dan kerusakan

materi yang disebabkan oleh bencana-bencana”. Namun di Indonesia

nampaknya hal tersebut belum dijadikan sebuah isu yang yang paling

pokok, pada era tersebut (1990an) Indonesia lebih sibuk pada isu politik.

Baru setelah Aceh (2004) diterpa gempabumi dan tsunami bangsa

Indonesia mulai melirik dan bahkan membuka mata lebar-lebar untuk

melakukan mitigasi bencana.

Dalam Jurnal Gea Vol 10 N0 1 April 2010, mengemukakan bahwa

mitigasi adalah tindakan-tindakan untuk mengurangi bahaya supaya

kerugian dapat diperkecil. Mitigasi meliputi aktifitas dan tindakan-

tindakan perlindungan yang dapat diawali dari persiapan sebelum bencana

itu berlangsung, menilai bahaya bencana, penanggulangan bencana berupa

penyelamatan, rehabilitsi dan relokasi.

Mitigasi pada umumnya dilakukan dalam rangka mengurangi

kerugian akibat kemungkinan terjadinya bencana, baik itu berupa korban

Page 22: TINJAUAN TEORI (Contoh Karya Ilmiah)

33

jiwa dan/atau kerugian harta benda yang akan berpengaruh pada

kehidupan dan kegiatan manusia.

Pengaruh-pengaruh yang paling buruk dari bencana apapun adalah

kematian dan luka-luka yang ditimbulkan. Skala bencana dan jumlah

orang yang terbunuh adalah justifikasi utama untuk tindakan mitigasi.

Memahami cara orang-orang itu terbunuh dan terluka dalam bencana-

bencana adalah prasyarat untuk mengurangi korban. Diantara serangan

bencana-bencana yang mendadak, banjir dan gempabumi menyebabkan

korban paling banyak di seluruh dunia, badai dan angin kencang tidak

begitu mematikan akan tetapi lebih luas penyebarannya.

Pada gempabumi lebih dari 75% kematian disebabkan karena

bangunan yang roboh. Menyelamatkan hidup dari gempabumi berarti

memusatkan pada pencegahan robohnya bangunan. Konsekuensi-

konsekuensi kerusakan fisik sering kali lebih penting dibanding dengan

kerusakan itu sendiri. Pabrik yang rusak tidak lagi dapat meneruskan

operasinya untuk memberikan pekerjaan-pekerjaan. Orang-orang yang

tidak mempunyai pekerjaan tidak mempunyai pendapatan untuk bisa

belanja di toko-toko setempat dan akhirnya keseluruhan ekonomi lokal

menderita. Kerusakan terhadap infrastruktur dan terhadap sarana-sarana

produksi memberi tekanan terhadap ekonomi.

Mitigasi juga memerlukan perlindungan ekonomi terhadap bencana.

Aktivitas ekonomi di masyarakat-masyarakat industri yang lebih maju

Page 23: TINJAUAN TEORI (Contoh Karya Ilmiah)

34

semakin kompleks dan saling terkait, dengan industri-industri pelayanan

yang tergantung pada pabrik, yang pada gilirannya tergantung pada suplai-

suplai bahan-bahan mentah, tenaga buruh, tenaga listrik dan komunikasi.

Saling ketergantung yang kompleks ini sangat rentan terhadap gangguan

bahaya-bahaya yang mempenguruhi siapa saja yang terkait dengan rantai

hubungan itu. Masyarakat-masyarakat industri baru adalah yang pling

rentan dari semua itu.

Mitigasi pada umumnya dilakukan dalam rangka mengurangi

kerugian akibat kemungkinan terjadinya bencana, baik itu berupa korban

jiwa dan/atau kerugian harta benda yang akan berpengaruh pada

kehidupan dan kegiatan manusia.

Menurut Sadisun dalam Ahmad (2011:15), mitigasi merupakan

Strategi yang tepat dan akurat, perlu dilakukan kajian resiko (risk

assessment). Pendekatan proaktif dalam pengurangan resiko bencana

merupakan salah satu bagian terpenting dari kegiatan mitigasi, yang pada

akhirnya sebenarnya lebih ditujukan untuk mengurangi tingkat resiko

bencana. Melalui kajian resiko, gambaran potensi bahaya bencana alam

yang mugkin terjadi di suatu daerah dapat diketahui, prioritas-prioritas

bahaya dan kerentanannya pun dapat diidentifikasi dengan tepat. Kajian

resiko bencana secara umum dapat dilakukan dengan beberapa metode,

diantaranya adalah probabilistic definition of risk, scenario analysis, risk

indexing, risk matrix analysis, dan multiple risk mapping. Selain untuk

Page 24: TINJAUAN TEORI (Contoh Karya Ilmiah)

35

keperluan mitigasi, kajian resiko untuk bahaya dari berbagai jenis potensi

bahaya alam lebih lanjut dapat juga digunakan sebagai dasar dalam

mengembangkan rencana operasi darurat atau emergency operation plan

(EOP), atau dalam bentuk SOP (standard operasional procedure) yang

terjangkau (achievable/workable), sederhana dan tepat (appropriate). Pada

dasarnya EOP dan SOP merupakan kerangka dasar dalam rencana tanggap

darurat yang terkoordinasi dan efektif, karena di dalamnya umumnya telah

mendefinisikan peranan dan tanggung jawab seluruh stakeholder seperti

pemerintah, organisasi swasta dan sukarelawan serta badan-badan lain

yang terdapat di dalam suatu wilayah Negara.

Dengan demkian dapat disimpulkan bahawa sebuah kajian

kebencanaan bukan merupkan suatu kajian yang singkat, membutuhkan

beberapa tahapan dalam penyempurnaan konsep kebencanaannya

sehingga akan tercapai sebuah standar baku dalam hal penanganan

bencana.

1. Mitigasi Bencana

Mitigasi bencana adalah serangkaian upaya untuk mengurangi

resiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan

peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana (UU No. 24 tahun

2007 tentang penanggulangan bencana). Mitigasi bencana merupakan

suatu aktivitas yang berperan sebagai tindakan pengurangan dampak

Page 25: TINJAUAN TEORI (Contoh Karya Ilmiah)

36

bencana, atau usaha-usaha yang dilakukan untuk mengurangi korban

ketika bencana terjadi, baik korban jiwa maupun harta.

Dalam melakukan tindakan mitigasi bencana, langkah awal yang

kita harus lakukan ialah melakukan kajian resiko bencana terhadap daerah

tersebut. Dalam menghitung resiko bencana sebuah daerah kita harus

mengetahui bahaya (hazard), Kerentanan (vulnerability) dan kapasitas

(capacity) suatu wilayah yang berdasarkan pada karakteristik kondisi fisik

dan wilayahnya.

1. Bahaya (hazard) adalah suatu kejadian yang mempunyai potensi untuk

menyebabkan terjadinya kecelakaan, cedera, hilangnya nyawa atau

kehilangan harta benda. Bahaya ini bisa menimbulkan bencana maupun

tidak. Bahaya dianggap sebuah bencana apabila telah menimbulkan

korban dan kerugian.

2. Kerentanan (vulnerability) adalah rangkaian kondisi yang menentukan

apakah bahaya (baik bahaya alam maupun bahaya buatan) yang terjadi

akan dapat menimbulkan bencana (disaster) atau tidak. Rangkaian

kondisi, umumnya dapat berupa kondisi fisik, sosial dan sikap yang

mempengaruhi kemampuan masyarakat dalam melakukan pencegahan,

mitigasi, persiapan dan tindak-tanggap terhadap dampak bahaya. Jenis-

jenis kerentanan :

a. Kerentanan fisik : Bangunan, Infrastruktur, Konstruksi yang

lemah

Page 26: TINJAUAN TEORI (Contoh Karya Ilmiah)

37

b. Kerentanan sosial : Kemiskinan, Lingkungan, Konflik, tingkat

pertumbuhan tinggi, anak-anak dan wanita, lansia.

c. Kerentanan mental : ketidaktahuan, tidak menyadari, kurangnya

percaya diri dan lainnya.

3. Kapasitas (capacity) adalah kemampuan untuk memberikan

tanggapan terhadap situasi tertentu dengan sumber daya yang tersedia

(fisik, manusia, keuangan dan lainnya). Kapasitas ini bisa merupakan

kearifan lokal masyarakat yang diceritakan secara turun temurun dari

generasi ke generasi.

4. Resiko Bencana (Risk) adalah potensi kerugian yang ditimbulkan

akibat bencana pada suatu wilayah dan kurun waktu tertentu yang

dapat berupa kematian, luka, sakit, jiwa terancam, hilangnya rasa

aman, mengungsi, kerusakan atau kehilangan harta benda, dan

gangguan kegiatan masyarakat; akibat kombinasi dari bahaya,

kerentanan, dan kapasitas dari daerah yang bersangkutan.

Mitigasi bencana mencakup baik perencanaan dan pelaksanaan

tindakan-tindakan untuk mengurangi resiko-resiko dampak dari suatu

bencana yang dilakukan sebelum bencana itu terjadi, termasuk kesiapan

dan tindakan-tindakan pengurangan resiko jangka panjang.

Upaya mitigasi dapat dilakukan dalam bentuk mitigasi struktur

dengan memperkuat bangunan dan infrastruktur yang berpotensi terkena

Page 27: TINJAUAN TEORI (Contoh Karya Ilmiah)

38

bencana, seperti membuat kode bangunan, desain rekayasa, dan konstruksi

untuk menahan serta memperkokoh struktur ataupun membangun struktur

bangunan penahan longsor, penahan dinding pantai, dan lain-lain. Selain

itu upaya mitigasi juga dapat dilakukan dalam bentuk non struktural,

diantaranya seperti menghindari wilayah bencana dengan cara

membangun menjauhi lokasi bencana yang dapat diketahui melalui

perencanaan tata ruang dan wilayah serta dengan memberdayakan

masyarakat dan pemerintah daerah.

2. Mitigasi Bencana yang Efektif

Mitigasi bencana yang efektif harus memiliki tiga unsur utama,

BPLHD Jawa Barat (2004), yaitu penilaian bahaya, peringatan dan

persiapan.

a. Penilaian bahaya (hazard assestment); diperlukan untuk

mengidentifikasi populasi dan asset yang terancam, serta tingkat

ancaman. Penilaian ini memerlukan pengetahuan tentang karakteristik

sumber bencana, probabilitas kejadian bencana, serta data kejadian

bencana di masa lalu. Tahapan ini menghasilkan Peta Potensi Bencana

yang sangat penting untuk merancang kedua unsur mitigasi lainnya;

b. Peringatan (warning); diperlukan untuk memberi peringatan kepada

masyarakat tentang bencana yang akan mengancam (seperti bahaya

tsunami yang diakibatkan oleh gempa bumi, aliran lahar akibat letusan

gunung berapi, dsb). Sistem peringatan didasarkan pada data bencana

Page 28: TINJAUAN TEORI (Contoh Karya Ilmiah)

39

yang terjadi sebagai peringatan dini serta menggunakan berbagai

saluran komunikasi untuk memberikan pesan kepada pihak yang

berwenang maupun masyarakat. Peringatan terhadap bencana yang

akan mengancam harus dapat dilakukan secara cepat, tepat dan

dipercaya.

c. Persiapan (preparedness). Kegiatan kategori ini tergantung kepada

unsur mitigasi sebelumnya (penilaian bahaya dan peringatan), yang

membutuhkan pengetahuan tentang daerah yang kemungkinan terkena

bencana dan pengetahuan tentang sistem peringatan untuk mengetahui

kapan harus melakukan evakuasi dan kapan saatnya kembali ketika

situasi telah aman.

Tingkat kepedulian masyarakat dan pemerintah daerah dan

pemahamannya sangat penting pada tahapan ini untuk dapat menentukan

langkah-langkah yang diperlukan untuk mengurangi dampak akibat

bencana. Selain itu jenis persiapan lainnya adalah perencanaan tata ruang

yang menempatkan lokasi fasilitas umum dan fasilitas sosial di luar zona

bahaya bencana (mitigasi non struktur), serta usaha-usaha keteknikan

untuk membangun struktur yang aman terhadap bencana dan melindungi

struktur akan bencana (mitigasi struktur).

Page 29: TINJAUAN TEORI (Contoh Karya Ilmiah)

40

E. Peran Sekolah dalam Upaya Pengurangan Resiko Bencana

Sekolah merupakan tempat proses belajar-mengajar. Sekolah

merupakan tempat sosialisasi. sekolah terdiri dari tiga unsur, yaitu : siswa,

guru dan sekolah sebagai institusi. Dan ketiga unsur tersebut biasa disebut

dengan komunitas sekolah. Menurut Widyatun dkk (2008:97) peran yang

diharapkan dari komunitas sekolah ini dalam upaya pengurangan risiko

bencana adalah penyiapan rencana penyelamatan, penyabarluasan

peringatan bencana, serta dalam jangka panjang diharapkan dapat

meningkatkan pengetahuan tentang bencana.

Lebih jauh Widyatun, dkk (2008:98) menjelaskan peran-peran

yang disebutkan di atas sangat penting untuk dapat dikuasai oleh

komunitas sekolah mengingat strategisnya peran komunitas ini dalam

kehidupan individu, keluarga, maupun masyarakat. Sekolah telah lama

memiliki peran yang sangat penting dalam proses sosialisasi dan bahkan

disebut sebagai agen sosialisasi. Sekolah adalah tempat di mana seorang

anak akan belajar menyerap nilai-nilai dan norma-norma yang baru

melalui guru maupun teman-teman sebayanya. Oleh karena itu

pengetahuan para guru dan siswa menjadi penting untuk diketahui. Pada

level ini instistusi berbagai kebijakan dan panduan dalam menghadapi

bencana adalah elemen penting yang menjadi dasar bagi guru dalam

penyebarluasan pengetahuan tentang bencana.

Page 30: TINJAUAN TEORI (Contoh Karya Ilmiah)

41

Dalam Jurnal Dialog Penanggulangan Bencana Vol 1 No 1 tahun

(2010), sekolah mempunyai peran strategis dalam upaya mitigasi bencana,

oleh Karena itu, perlu membangun kapasitas guru agar memahami konsep

yang benar tentang kebencanaan, pelatihan formal dan kolaborasi dengan

institute pendidikan, serta mengintegrasikan pemahaman PRB dalam

pelatihan guru-guru.

Dalam perspektif psikososial, upaya memahami kondisi siswa

secara kognitif sampai dengan tindakan dalam merespon bencana.

Mekanisme pikiran, tanggapan dan respon terhadap bencana tersebut

diharapkan dapat dijadikan indikator tingkat pemahaman assessment siswa

secara cermat dan utuh dalam arti seberapa tingkat kesadaran akan risiko

bencana maupun respon serta mitigasi yang telah menjadi pengetahuan

dan perspektifnya.

Dalam Jurnal Dialog Penanggulangan Bencana Vol 1 No 1 tahun

(2010), lebih jauh menjelaskan bahwa psikoedukasi pada siswa SMA

merupakan langkah yang tepat dalam suatu pembelajaran mitigasi

bencana. Pertimbangan tersebut diperkuat dengan program pelatihan

membangun budaya PRB pada kelompok remaja ini karena : remaja dari

perspektif perkembangan psikososial sedang dalam proses yang rentan

karena perubahan fisik yang berakibat langsung pada perubahan

psikososialnya. Kerentanan itu terkait juga dengan pola pikir yang sedang

berlangsung pada keterbatasan perspektif dalam melihat, menganalisis dan

Page 31: TINJAUAN TEORI (Contoh Karya Ilmiah)

42

menyimpulkan sebuah persoalan masih banyak didominasi sifat

egosentrisme. Berarti persoalan akan dihadapi dengan perspektif dari diri

sendiri dan kurang melihat persoalan dari perspektif orang lain. Perspektif

demikian dapat sebagai akar permasalahan remaja dalam adaptasi tehadap

perubahan internal dan eksternalnya.

F. Komunitas Sekolah

Menurut Widyatun,dkk (2008:95), komunitas ialah kumpulan dari

berbagai populasi yang hidup pada suatu waktu dan daerah tertentu yang

saling berinteraksi dan mempengaruhi satu sama lain. Cara penamaan

suatu komunitas harus dapat memberikan keterangan mengenai sifat-sifat

komunitas tersebut seperti bentuk atau struktur utama (jenis yang

didominan), berdasarkan habitat fisik dari komunitas atau pun berdasarkan

sifat-sifat atau tanda-tanda fungsionalnya. Komunitas juga merupakan

kelompok sosial dari beberapa organism yang berbagi lingkungan,

umumnya memiliki ketertarikan yang sama. Dalam komunitas manusia di

dalamnya dapat memiliki maksud, kepercayaan, sumber daya, preferensi,

kebutuhan, resiko dan sejumlah kondisi lain yang serupa. Komunitas

sekolah adalah satu dari tiga stakeholders utama yaitu sekolah (kepala

sekolah, tenaga administrasi), guru dan siswa.