26
TEORI SOSIAL BUDAYA “DIFUSIONISME” Nama Kelompok : Kartika Sari Berlian Prodi : Pendidikan IPS 2012 A UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA JL.Rawamangun Muka, Jakarta 13220. Telp. : (021)4890046, 489 3982. Fax. : (021)489 3726

Makalah Teori difusionisme

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Makalah Teori difusionisme

TEORI SOSIAL BUDAYA

“DIFUSIONISME”

Nama Kelompok :

Kartika Sari Berlian

Prodi : Pendidikan IPS 2012 A

UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA

JL.Rawamangun Muka, Jakarta 13220.

Telp. : (021)4890046, 489 3982.

Fax. : (021)489 3726

Page 2: Makalah Teori difusionisme

KATA PENGANTAR

       Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kita berbagai

macam nikmat, sehingga aktifitas hidup yang kita jalani ini akan selalu membawa

keberkahan, baik kehidupan di alam dunia ini, lebih-lebih  lagi pada kehidupan akhirat kelak,

sehingga semua cita-cita serta harapan yang ingin kita capai menjadi lebih mudah dan penuh

manfaat.

      Terima kasih sebelum dan sesudahnya kami ucapkan kepada  Dosen serta teman-teman

sekalian yang telah membantu, baik bantuan berupa moriil maupun materil, sehingga

makalah ini terselesaikan  dalam waktu yang telah ditentukan.

Kami menyadari sekali, didalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan

serta banyak kekurangan-kekurangnya, baik dari segi tata bahasa maupun dalam hal

kelengkapan serta pengkonsolidasian  kepada dosen serta teman-teman sekalian, yang

kadangkala hanya  menturuti egoisme pribadi, untuk itu besar harapan kami jika ada kritik

dan saran  yang membangun untuk lebih menyempurnakan makalah-makah kami dilain

waktu.

 Harapan yang paling besar dari penyusunan makalah ini ialah, mudah-mudahan apa

yang kami susun ini penuh manfaat, baik untuk pribadi, teman-teman, serta orang lain yang

ingin mengambil atau menyempurnakan lagi atau mengambil hikmah dari judul ini sebagai

tambahan dalam menambah referensi yang telah ada.

Jakarta , 14 September 2013

Page 3: Makalah Teori difusionisme

DAFTAR ISI

Kata pengantar ……………………………………………………………………

Daftar isi ………………………………………………………………………….

Pendahuluan ………………………………………………………………………

Latar belakang …………………………………………………………….

Rumusan masalah …………………………………………………………

Tujuan penulisan ………………………………………………………….

Pembahasan ……………………………………………………………………….

Pengertian difusionisme …………………………………………………..

- Bentuk-bentuk difusi ………………………………………………….

- Proses difusi ……………………………………………………………

Teori-teori difusionisme …………………………………………………..

- Gejala Persamaan Unsur-Unsur Kebudayaan …………………………

- Sejarah Persebaran Unsur-Unsur Kebudayaan ………………………..

- Konsep Kulturkreise Dan Kulturschict Dari F. Graebner ……………..

- Mazhab Schmidt ……………………………………………………….

- Teori Difusi Rivers ……………………………………………………..

- Teori Difusi Elliot Smith dan Perry …………………………………….

Penutup

Kesimpulan ………………………………………………………………….

Page 4: Makalah Teori difusionisme

BAB I

PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG

Dalam rangka menjelaskan asal mula terjadinya aneka ragam masyarakat dan kebudayaan

manusia diseluruh belahan dunia selain dikenal adanya teori evolusi juga dikenal adanya teori

difusi. Difusi adalah persebaran kebudayaan yang disebabkan adanya migrasi manusia.

Perpindahan dari satu tempat ke tempat lain akan menularkan budaya tertentu. Survivalnya

adalah daya eksis budaya. Survival tidak lain merupakan daya tahan budaya tersebut setelah

mendapatkan pengaruh budaya lain sehingga menimbulkan makna baru.

RUMUSAN MASALAH

1. Apakah yang dimaksud dengan difusionisme?2. Apa saja bentuk-bentuk difusionisme?3. Bagaimanakah proses difusionisme?4. Apa saja teori-teori difusionisme?

TUJUAN

Makalah ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pada mahasiswa dalam mempelajari

dan mengetahui apa yang dimaksud dengan difusionisme, apa saja teori difusionisme itu

sehingga bisa bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari.

Page 5: Makalah Teori difusionisme

BAB II

PEMBAHASAN

PENGERTIAN DIFUSIONISME

Pada awal abad ke-20 Difusionisme paradigma ini populer di Inggris

dan Jerman. Paradigma ini berupaya menjelaskan kesamaan kesamaan

antara berbagai kebudayaan. Difusionis terkemuka eropa adalah Fritz

Graebner (1911) dan Wilhelm Schmidt (1939).

Difusionisme Teori ini popular pada akhir abad 19 dan abad 20. Tokoh

utama difusionisme Inggris adalah G. Eliot Smith (1871-1937), William

J.Perry (1887-1949) dan W.H.R. Rivers (1864-1922). Mereka

berpendapat bahwa pada hakikatnya sebagian besar manusia tidak

menciptakan hal-hal baru tetapi hanya meminjam aspek-aspek

kebudayaan orang lain yang telah ada.

Yang dimaksud G. Eliot smith, William J. Perry dan W.H.R. Rivers

difusionisme adalah manusia melakukan suatu kebiasaan berlandaskan

dengan aspek-aspek kebudayaan yang telah ada, baik itu

kebudayaannya dari barat maupun dari budaya timur. Kebudayaan

barat seperti makan menggunakan sendok sedangkan budaya timur

apabila makan mengunakan tangan. Lalu orang lain ada yang

mengikutinya budaya tersebut. Orang yang mengikutinya tidak

menciptakan kebudayaan makan tersebut akan tetapi ia makan

meminjam kebudayaan barat dan timur.

Tokoh difusionisme di Jerman dan Austria adalah Fritz Graebner

(1877-1934) dan Peter Wilhelm Schmidt (1868-1954). Mereka

berpandangan bahwa ciri khas kebudayaan tertua di dunia dapat

Page 6: Makalah Teori difusionisme

direkonstruksikan dari unsur-unsur kebudayaan yang masih

dipertahankan masyarakat primitive sebagai masyarakat paling tua.

Sedangkan menurut Fritz Graebner dan Peter Wilhelm bawasannya

difusionisme kebudayaan paling tertua dapat di bangun kembali dan

dipertahankan oleh masyarakat primitive. Seperti masyarakat papua

yang masih mempertahankan budaya primitivenya.

Tokoh difusionisme di Amerika adalah Clark Wissler (1879-1947)

dan Alfred Kroeber (1876-1960). Mereka berpendapat bahwa ciri-ciri

kebudayaan yang khas terdapat dalam wilayah kebudayaan bersumber

dari suatu pusat kebudayaan.

Sedangkan menurut Clark Wissler dan Alfred Kroeber bahwasannya

difusionisme adalah ciri kebudayaan bersumber dari suatu pusat

wilayahnya. Seperti budaya makan menggunakan sendok, budaya

makan menggunakan sendok adalah budaya barat, tetapi bukan hanya

orang barat saja yang makan mengunakan sendok. Tetapi mayoritas

orang Indonesia makan menggunakan sendok.

Dari pengertian di atas bisa kita simpulkan bahwa difusionisme

menekankan pada pengaruh masyarakat individual saling bergantung

dan meyakini, bahwa perubahan sosial terjadi karena sebuah

masyarakat menyerap berbagai ciri budaya dari masyarakat lain

Proses difusi (diffusion) adalah proses penyebaran unsur-unsur kebudayaan ke

seluruh dunia. Difusi merupakan salah satu objek ilmu penelitian antropologi, terutama

sub-ilmu antropologi diakronik. Proses difusi tidak hanya dilihat dari sudut bergeraknya

unsur-unsur kebudayaan dari satu tempat ke tempat lain di muka bumi saja, tetapi

terutama sebagai proses di mana unsur kebudayaan dibawa oleh individu dari suatu

kebudayaan, dan harus diterima oleh individu-individu dari kebudayaan lain.

Page 7: Makalah Teori difusionisme

1. Bentuk-bentuk Difusi

Salah satu bentuk difusi adalah penyebaran unsur-unsur kebudayaan yang terjadi

karena dibawa oleh kelompok-kelompok manusia yang bermigrasi dari satu tempat ke

tempat lain di dunia. Hal ini terutama terjadi pada jaman prehistori, puluhan ribu tahun

yang lalu, saat manusia yang hidup berburu pindah dari suatu tempat ke tempat lain yang

jauh sekali, saat itulah unsur kebudayaan yang mereka punya juga ikut berpindah.

Penyebaran unsur-unsur kebudayaan tidak hanya terjadi ketika ada perpindahan dari

suatu kelompok manusia dari satu tempat ke tempat lain, tetapi juga dapat terjadi karena

adanya individu-individu tertentu yang membawa unsur kebudayaan itu hingga jauh

sekali. Individu-individu yang dimaksud adalah golongan pedagang, pelaut, serta

golongan para ahli agama. 5 Bentuk difusi yang lain lagi adalah penyebaran unsur-unsur

kebudayaan yang terjadi ketika individu-individu dari kelompok tertentu bertemu dengan

individu-individu dari kelompok tetangga. Pertemuan-pertemuan antara kelompok-

kelompok itu dapat berlangsung dengan 3 cara, yaitu :

a. Hubungan symbiotic

Hubungan symbiotic adalah hubungan di mana bentuk dari kebudayaan itu masing-

masing hampir tidak berubah. Contohnya adalah di daerah pedalaman negara Kongo,

Togo, dan Kamerun di Afrika Tengah dan Barat; ketika berlangsung kegiatan barter hasil

berburu dan hasil hutan antara suku Afrika dan suku Negrito. Pada waktu itu, hubungan

mereka terbatas hanya pada barter barang-barang itu saja, kebudayaan masing-masing

suku tidak berubah.

b. Penetration pacifique (pemasukan secara damai)

Salah satu bentuk penetration pacifique adalah hubungan perdagangan. Hubungan

perdagangan ini mempunyai akibat yang lebih jauh dibanding hubungan symbiotic. Unsur-

unsur kebudayaan asing yang dibawa oleh pedagang masuk ke kebudayaan penemrima

dengan tidak disengaja dan tanpa paksaan. Sebenarnya, pemasukan unsur-unsur asing oleh

para penyiar agama itu juga dilakukan secara damai, tetapi hal itu dilakukan dengan

sengaja, dan kadang-kadang dengan paksa.

c. Penetration violante (pemasukan secara kekerasan/tidak damai)

Page 8: Makalah Teori difusionisme

Pemasukan secara tidak damai ini terjadi pada hubungan yang disebabkan karena

peperangan atau penaklukan. Penaklukan merupakan titik awal dari proses masuknya

kebudayaan asing ke suatu tempat. Proses selanjutnya adalah penjajahan, di sinilah proses

pemasukan unsur kebudayaan asing mulai berjalan.

Ada juga difusi yang disebut stimulus diffusion. Stimulus diffusion adalah proses

difusi yang terjadi melalui suatu rangkaian pertemuan antara suatu deret suku-suku

bangsa. Konsep stimulus diffusion juga kadang dipergunakan ketika ada suatu unsur

kebudayaan yang dibawa ke dalam kebudayaan lain, di mana unsur itu mendorong

(menstimulasi) terjadinya unsur-unsur kebudayaan yang dianggap 6 sebagai kebudayaan

yang baru oleh warga penerima, walaupun gagasan awalnya berasal dari kebudayaan asing

tersebut.

2. Proses difusi

Proses difusi terbagi dua macam, yaitu:

a. Difusi langsung, jika unsur-unsur kebudayaan tersebut langsung menyebar dari suatu

lingkup kebudayaan pemberi ke lingkup kebudayaan penerima.

b. Difusi tak langsung terjadi apabila unsur-unsur dari kebudayaan pemberi singgah dan

berkembang dulu di suatu tempat untuk kemudian baru masuk ke lingkup kebudayaan

penerima.

Difusi tak langsung dapat juga menimbulkan suatu bentuk difusi berangkai, jika unsur-unsur

kebudayaan yang telah diterima oleh suatu lingkup kebudayaan kemudian menyebar lagi

pada lingkup-lingkup kebudayaan lainnya secara berkesinambungan.

Contoh-contoh difusi

Contoh difusi yang terjadi dalam masyarakat Indonesia adalah berbagai kata yang ada dalam

Bahasa Indonesia. Tanpa kita sadari, Bahasa Indonesia sendiri merupakan contoh hasil dari

proses difusi yang terjadi dalam masyarakat. Berbagai kata dalam Bahasa Indonesia

merupakan hasil serapan dari bahasa asing dan bahasa-bahasa daerah, seperti Bahasa Jawa,

Sunda, dan lain-lain.

Page 9: Makalah Teori difusionisme

Berbagai kontak budaya yang terjadi dalam masyarakat, menyebabkan terjadinya difusi

dalam struktur Bahasa Indonesia. Proses difusi yang menyebabkan munculnya kosakata baru

dalam Bahasa Indonesia terbagi dalam 2 proses, yaitu :

1. Difusi ekstern yaitu penyerapan kosakata asing oleh Bahasa Indonesia yang

mengubah Bahasa Indonesia ke arah yang lebih modern. Dampak dari difusi ekstern

ini terlihat dari kreativitas orang-orang Indonesia, yang memadukan berbagai unsur

bahasa asing sehingga menjelma menjadi 7 bentuk kata-kata baru, seperti :

gerilyawan, ilmuwan, sejarawan, Pancasilais, agamis, dan lain-lain.

2. Difusi intern yaitu timbulnya hubungan timbal balik antara bahasa Indonesia dengan

bahasa Jawa (seperti masuknya kata lugas, busana, pangan dll) atau dengan bahasa

Sunda (kata-kata nyeri, pakan, tahap, langka) mengenai penyerapan kosakata.

TEORI-TEORI DIFUSIONISME

1. Gejala Persamaan Unsur-Unsur Kebudayaan

Sejak lama para sarjana, tertarik akan adanya bentuk-bentuk yang sama dari unsur-

unsur kebudayaan di berbagai tempat yang sering kali jauh letaknya satu sama lain.

Ketika cara berfikir mengenai evolusi kebudayaan berkuasa, para sarjana menguraikan

gejala persamaan itu dengan keterangan bahwa persamaan-persamaan itu disebabkan

karena tingkat-tingkat yang sama dalam proses evolusi kebudayaan disebabkan karena

tingkat yang sama dalam proses evolusi kebudayaan diberbagai tempat di seluruh dunia.

Sebaliknya ada juga uraian-uraian lain, yang mulai tampak dikalangan ilmu antropologi,

terutrama cara berfikir mengenai evolusi kebudayaan mulai kehilangan pengaruh, yaitu

kira-kira pada akhir abad ke-19. Menurut uraian ini, gejala persamaan unsur-unsur

kebudayaan di berbagai tempat dunia, disebakan oleh persebaran atau difusi dari unsur-

unsur itu ke tempat-tempat tadi. Dengan demikian, kalo di dua tempat, misalnya di A dan

di B, yang masing-masing letaknya di Afrika dan Asia tenggara yterdapat kapal-kapal

yang bercadik dengan bentuk yang sama, maka Adolf S akan berkata bahwa, persamaan

tadi akibat pengaruh Elementar Gedanken. Seorang penganut cara berfikir mengenai

evolusi kebudayaan akan berkata bahwa, kepandaian kapal bercadik tadi di A dan di B

disebabkan karena kebudayaan di A dan B kebetulan ada pada tingkat evolusi yang sama;

Page 10: Makalah Teori difusionisme

sedangkan konsep baru mengatakan bahwa kepandaian dalam membuat kapl bercadik

serupa itu telah menyebar dari A ke B atau sebaliknya dalam zaman yang lampau.

2. Sejarah Persebaran Unsur-Unsur Kebudayaan

Perkembangan sejarah unsur-unsur kebudayaan manusia di awali oleh seorang sarjana

bernama F. Ratzel (1844-1904). Dia adalah seorang sarjana Ilmu hayat merangkap ilmu

bumi, yang memberiakn suatu anggapan bahwa Kebudayaan manusia itu pangkalnya

satu, dan di satu tempat yang tertentu, yaitu pada waktu makhluk manusia baru saja

muncul di dunia ini. Kemudian, kebudayaan induk itu berkembang, menyebar, dan pecah

ke dalam banyak kebudayaan baru, karena pengaruh keadaan lingkungan dan waktu.

Dalam proses pemecahan itu bangsa-bangsa pemangku kebudayaan-kebudayaan baru tadi

tidak tetap tinggal terpisah. Sepanjang masa di muka bumi ini senantiasa terjadi gerak

perpindahan bangsa-bangsa yang saling berhubungan serta pengaruh mempengaruhi.

Tugas terpenting ilmu etnologi menurut para sarjana tadi ialah antara lain untuk mencari

kembali sejarah perpindahan bangsa-bangsa itu, proses pengaruh mempengaruhi, serta

persebaran kebudayaan manusia dalam jangka waktu beratusratus ribu tahun yang lalu,

mulai saat terjadinya manusia hingga sekarang.

Para sarjana yang melakukan penelitian-penelitian serupa itu seakan-akan mengikuti

suatu aliran cara berfikir yang tertentu, yang untuk mudahnya akan kita sebut dengan

teori difusionisme. Para sarjana yang terpenting dalam aliran ini adalah F. Graebner dan

W. Schmidt (eropa tengah); W.H.R. Rivers (Inggris); dan F. boasadalah sarjana Amerika.

3. Konsep Kulturkreise Dan Kulturschict Dari F. Graebner

Penilitian-penelitian yang dilakuakn Oleh F. Ratzel tadi dikembangkan lebih lahjut

Oleh seorang sarjana Ilmu sejarah dan Ilmu bahasa bernama F. Graebner (1877-1934).

Konsep yang dikembangkan olehnya adalah Kulturkreise (dalam bahasa Jerman

“kulturkreise” artinya adalah lingkaran kebudayaan-kebudayaan, maksudnya adalah

lingkaran di muka bumi yang mempunyai unsur-unsur kebudayaan yang sama).

Page 11: Makalah Teori difusionisme

Metode klasifikasi unsur-unsur kebudayaan dari berbagai tempat di muka bumi ke

dalam berbagai Kulturkreise itu diterangkan dalam bukunya yaitu Methode der

Ethnologie (1911). Prosedur klasifikasinya yaitu :

1. Seorang peneleliti mula-mula harus melihat di tempat-tempat mana di muka bumi

terdapat unsur-unsur kebudayaan yang sama. Misalnyadi 3 kebudayaan di tempat

yang kita sebut A, B, dan c yang letaknya saling berjauhan, terdapat unsur-unsur

kebudayaan a yang sama, maka unsur itu di A kita sebut a, di B kita sebut a', dan di C

kita sebut a”. Kesadaran akan persamaan tadi dicapai dengan alasan perbandingan

berupa ciri-ciri, atau kualitas, dari ketiga unsur tadi, dan disebut dengan Qualitats

Kriterium.

2. Si peneliti kemudian harus melihat apakah di A ada unsur-unsur lain yang sama

dengan unsur-unsur lain di B dan C, dan misalkan ada unsur b,c,d, dan e di A yang

sama dengan b',c', d' dan e' di B, dan yang sama pula dengan unsur-unsur b”,c”,d” dan

e” di C. Maka alasan pembandingan berupa suatu jumlah banyak (kuantitas) dari

berbagai unsur kebudayaan tadi disebut Quantitats Kriterium. Tiap kelompok unsur-

unsur yang sama tadi, yaitu (a b c d e), (a' b' c' d' e') dan (a” b” c “ d” e”), masing-

masing disebut kultur komplex.

3. Akhirnya peneliti menggolongkan ketiga tempat itu, yaitu A, B, C, dimana terdapat

ketiga kulturkomplex tadi, menjadi satu, seolah-olah memasukkan ketiga tempat di

atas peta bumi itu ke dalam satu lingkaran. Ketiga tempat tadi menjadi satu

kulturkreis.

Dengan melanjutkan prosedur tersebut, maka di atas peta bumi akan tergambar berbagai

Kulturkreise, yang saling bersimpang siur. Dengan demikian akan tampak gambaran

persebaran atau difusi dari unsur-unsur kebudayaan di masa yang lampau. Dengan klasifikasi

Kulturkreise itu direkonstruksi dengan kulturhistorie umat manusia, dan tampak kembali

sejarah persebaran bangsa-bangsa di muka bumi. Dalam kenyataan, klasifikasi kulturkreis itu

tidak mudah disusun karena banyak yang harus diperhatikan. Itulah sebabnya sampai

sekarang belum ada ahli yang berhasil mengklasifikasikan semua kebudayaan di dunia itu

kedalam berbagai kulturkreise tertentu. Karena itu juga kulturhistorie umat manusia juga

belum pernah dapat direkontruksikan kembali. Celaan atas metode Klasifikasi Graebner ini

memang ada, namun banyak juga sarjana yang menggunakannya lebih lanjut yaitu a.I.

Schmidt dan pengikut-pengikutnya.

Page 12: Makalah Teori difusionisme

4. Mazhab Schmidt

W. Schmidt menjadi terkenal dalam dunia antropologi sebagai seorang yang telah

mengembangkan lebih lanjut metode klasifikasi kebudayaan-kebudayaan di dunia dalam

Kulturkreise. Klasifikasi itu dicita-citakan untuk dilakukan secara besar-besaran, dengan

tujuan untuk dapat melihat sejarah persebaran dan perkembangan kebudayaan atau

Kulturhistorie dari seluruh umat manusia dimuka bumi ini. Untuk mengerjakan proyek

raksasa yang dicita-citakannya itu, ia tentu memrlukan bahan keterangan yang luar biasa

banyaknya, dari semua kebudayaan yang tersebar di dunia. Bahan ini harus diperolehnya dari

karangan-karangan etnografi tulisan para peneliti di daerah, dan terutama ileh para pendeta

dari Societas Verbi Divini. Bahan keterangan itu kemudian dikumpulkan, diteliti, dikupas,

untuk disusun oleh schmidt berdasarkan metode klasifikasi Kulturkreise.

W. Schmidt juga terkenal dalam kalangan ilmu antropologi karena penelitian-

penelitiannya mengenai bentuk religi yang tertua. Ia berpendirian bahwa keyakinan akan

adanya satu Tuhan bukanlah suatu perkembangan yang termuda dalam sejarah kebudayaan

manusia.Religi yang bersifat monotheisme itu malahn adalah bentuk yang amat sangat tua.

Sebelumnya, ada sarjana lain yang memilki pendapat seperti itu, yaitu A. Lang. Dia yakin

bahwa agama berasal dari titah Tuhan yang diturunkan kepada makhluk manusia waktu ia

mula-mula muncul di muka bumi. Oleh karena itulah adanya tanda-tanda dari suatu

keyakinan kepada dewa pencipta, justru pada bangsa-bangsa yang paling rendah tingkat

kebudayaannya (yaitu yang menurut Schmidt paling tua), memperkuat anggapannya tentang

adanya Titah Tuhan asli, atau Uroffenberung itu. Dengan demikian keyakinan yang asli dan

bersih kepada Tuhan (keyakian Urmonotheismu) itu malah ada pada bangsa-bangsa yang tua,

yang hidup dalam zaman ketika kebudayaan manusia masih rendah. Dalam zaman kemudian,

waktu kebudayaan semakin bertambah maju, keyakian asli terhadap tuhan semakin kabur,

kebutuhan manusia semkain banyak, maka keyakinan asli itu menjadi makin terdesak oleh

pemujaan kepada makhluk-makhluk halus, ruh-ruh, dewa-dewa dsb.

5. Teori Difusi Rivers

Page 13: Makalah Teori difusionisme

W.H.R. Rivers (1864-1922), mengembangkan suatu metode wawancara yang baru, yang

menyebabkan bahwa ia berhasil mengumpulkan banyak bahan, terutama mengenai sistem

kemasyarakatan suku-suku bangsa yang tinggal di daerah (penelitiannya terhadap masyarakat

Selat Torres). Metode yang oleh Rivers kemudian diuraiakn dala karangan berjudul A

Genealogical Method of Antropoligical inquiry (1910) itu terbukti merupakan suatu metode

yang kemudian akan menadi metode pokok dalam sebagian besar penelitian antropologi yang

berdasarkan Field work. Metode yang digunakannya sebenarnya adalah suatu metode

wawancara yang akan saya uraikan dengan singkat di bawah ini .

Apabila seorang peneliti datang kepada suatu masyarakat maka sebagian besar dari

bahan keterangannya akan diperoleh dari seorang informan, dengan berbagai macam metode

wawancara. Rivers mengalami bahwa banyak bahan keterangan mengenai kehidupan sesuatu

masyarakat dapat dianalisa dari daftar-daftar asal usul, atau genealogi dari para informan itu.

Dengan demikian, seorang penelitia harus mengumpulkan sebanyak mungkin daftar asal-usul

dari individu-individu dalam masyarakat obyek penelitiannya itu. Dengan mengajukan

pertanyaan-pertanyaan mengenai kaum kerabat dan nenek moyang para individu tadi sebagai

pangkal, seorang peneliti dapat menembangkan suatu wawancara yang luas sekali, mengenai

bermacam-macam peristiwa yang menyangkut kaum kerabat dan nenek moyang tadi, dengan

pertanyaan-pertanyaan yang bersifat konkret. Metode ini sekarang terkenal dengan nama

metode genealogi, atau genealogical method dan merupakan alat utama bagi tiap peneliti

antropologi yang akan melakukan field work di daerah.” (koentjoroningrat 1977:hlm 182-

189)

6. Teori Difusi Elliot Smith dan Perry

G. Elliot smith (1871-1937) dan W.J. Perry (1887-1949) adalah seorang ahli antropologi

dari Inggris. Mereka mengungkapkan bahwa dalam sejarah kebudayaan dunia pada zaman

purbakala pernah terjadi suatu peristiwa difusi yang besar yang berpangakal dari Mesir, yang

bergerak ke Timur dan yang meliputi jarak yang sangat jauth, yaitu ke daerah-daerah di

sekitar Lautan tengah, ke Afrika, ke India, ke Indonesia, ke Polinesia, dan ke Amerika. Teori

itu kemudian sering disebut Heliolithic Theory, karena menurut Elliot Smith dan Perry unsur-

unsur penting dari kebudayaan Mesir kuno yang bersebar ke daerah luas tersebut diatas itu

Page 14: Makalah Teori difusionisme

tampak pada bangunan-bangunan batu besar, atau megalith, dan juga pada suatu komplex

unsur-unsur keagamaan yang berpusat pada penyembahan matahari, atau helios.

Teori Heliostik tersebut kemudaian diperguanakan dalam suatu penelitian besar oleh

W.J. Perry yang mencoba mencari dengan teliti jalan-jalan difusi kebudayaan Heliostik,

unsur-unsur kebudayaan yang tersangkut dalam gerak persebaran itu, serta sebab-sebab dari

difusi.Dalam persebarannya dari Mesir ke arah timur sampai ke Amerika Tengah dan selatan

itu, Perry membukukan hasil penelitiannya dalam buku yang berjudul The Childern of the

sun (1923).

Namun kemudian, teori Heliostik mendapat banyak kecaman. Salah satu kecaman

tersebut datang dari seorang yang bernama R.H. Lowie (antropologi Amerika) yang

menyatakan bahwa bahwa teori Heliostik itu merupakan teori difusi yang ekstrim, yang tidak

sesuai dengan kenyataan, baik dipandang dari sudut hasil-hasil penggalian-penggalian ilmu

prehistori, maupun dari sudut konsep-konsep tentang proses difusi dan pertukara unsur-unsur

kebudayaan antara bangsa-bangsa yang telah diterima dalam kalngan ilmu antropologi waktu

itu. Pada masa sekarang teori Heliostik itu hanya bisa kita pandang sebagai suatu conth saja

dari salah suatu cara yang pernah digunakan oleh para ahli persamaan-persamaan unsur-unsur

kebudayaan di berbagai tempat di dunia.

Teori difusionisme ini memiliki kelebihan yang patut menjadi catatan dalam kajian

antropologi. Teori difusi memiliki kelebihan karena merupakan pandangan awal yang

menyatakan bahwa kebudayaan yang ada merupakan sebaran dari kebudayaan lainnya. Di

samping itu, dari sini terdapat cara pandang baru yang meletakkan dinamika dan

perkembangan kebudayaan tidak hanya dalam bentang waktu saja, tetapi juga dalam bentang

ruang, sebagaimana yang diperlihatkan oleh Perry dan Smith dalam pemikirannnya.

Kelebihan lainnya adalah para pengusung teori ini telah menggunakan analisis komparatif

yang berlandaskan pada standar kualitas dan kuantitas dalam menentukan wilayah persebaran

kebudayaan sebagaimana yang yang mereka yakini. Kelebihan lainnya adalah para

penyokong teori ini sangat memperhatikan setiap detail catatan mengenai kebudayaan

sehingga mereka mendapatkan beragam hubungan atau keterkaitan antara satu kebudayaan

dengan kebudayaan lainnya. Dan kelebihan yang terpenting dari teori ini adalah penekanan

mereka pada penelitian lapangan untuk mendapatkan data yang lebih dan akurat,

sebagaimana yang diperlihatkan oleh Boas yang kemudian diikuti oleh para murid yang

menjadi pengikutnya selanjutnya.

Page 15: Makalah Teori difusionisme

Teori difusionisme tidak lepas pula dari beragam kelemahan atau kekurangan. Secara

umum, teori difusi kebudayaan memiliki kelemahan dari sisi data karena tidak memilki

dukungan data yang cukup dan akurat dan  pengumpulan data tidak dilakukan melalui

prosedur dan metode penelitian yang jelas. Hal ini misalnya tampak pada kesimpulan teori ini

yang mengatakan bahwa peradaban-peradaban kuno di bumi sebenarnya berasal dari orang-

orang Mesir. Hal ini memperlihatkan pandangan para pengusungnya yang sangat Mesir-

Sentris hanya karena kekaguman mereka dan keterpesonaan mereka dengan kebudayaan

negeri Fir’aun ini setelah lama melakukan penelitian di tempat ini.

Kelemahan lain yang ada dalam teori ini adalah terletak pada metode yang mereka

gunakan dalam melakukan penelitian yang tidak memperbandingkan kebudayaan-

kebudayaan yang saling berdekatan. Dalam penelitiannya, para pengusung teori ini hanya

melakukannya berdasarkan pada ketersediaan data yang ada saja karena pada kenyataannya

untuk sampai pada sebuah kesimpulan sebagaimana di atas mereka tidak pernah melakukan

penelitian lapangan yang menjadi tuntutan untuk mengemukakan sebuah pernyataan yang

berujung pada pembentukan teori.

Kelemahan lainnya yang terdapat dalam teori ini adalah karena keterikatan mereka

dengan catatan sejarah sebagai bagian dari model teori yang mereka gunakan. Akibatnya,

tidak semua sejarah yang berkaitan dengan suku-suku tertentu dapat diungkapkan karena

beragam sebab yang diantaranya karena belum adanya peneliti yang melakukan kajian

terhadap suku tersebut. Hal ini sebagaimana yang dikritik oleh Malinowski dan Brown yang

melakukan penelitian sejarah terhadap suku yang masih sederhana di kalangan orang

Andaman. Tetapi karena keterbatasan data yang menerangkan mengenai keberadaan mereka,

maka penelitian dengan menggunakan teori difusi sebagaimana yang dikemukakan oleh Boas

dan kawan-kawannya.

Difusionisme Populer khususnya di Inggris dan Jerman pada awal abad kedua puluh,

paradigma ini berupaya menjelaskan kesaman-kesaman diantara bebagai kebudayaan.

Kesamaan tersebut terjadi karena adanya kontak-kontak kebudayaan. Difusi adalah proses

historis dari perubahan kebudayaan melalui transmisi lintas-budaya dari objek-objek materi

dan perilaku dan keyakinan yang dipelajari. Difusionis Eropa terkemuka adalah Fritz

Graebner (1911) dan Wilhelm Schmidt (1939). Di Amerika Serikat, paradigma ini

mengekspresikan dirinya melalui konsep “daerah kebudayaan” dan tampak secara

Page 16: Makalah Teori difusionisme

mencolok dalam karya Clark Wissler (1917) dan Alfred Kroeber (1939). Namun,

semenjak pertengahan abad ke-20 difusionisme tak lagi memiliki pendukung yang signifikan.

Gejala persebaran unsur-unsur kebudayaan merupakan sebuah sejarah perkembangan

peradaban manusia yang secara evolutif bergerak dengan tingkatnya masing-masing.

Perbedaan tingkat maupun pola interaksi yang terjadi adalah pola umum yang dapat ditemui

pada semua kelompok masyarakat. F. Ratzel (1844-1904) seorang sarjana ilmu hayat,

mempelajari berbagai bentuk senjata busur di berbagai tempat di Afrika. Ia banyak

menemukan persamaan bentuk pada busur-busur tersebut pada berbagai tempat di Afrika.

Begitu pula dengan unsur kebudayaan lainnya, seperti rumah, topeng, dan pakaian. Temuan

tersebut mengarahkannnya untuk menarik kesimpulan bahwa pada waktuyang lampau terjalin

hubungan antara suku-suku bangsa yang mendiami tempat tersebut.

Fenomena kesamaan unsur-unsur kebudayaan tersebut melahirkan anggapan

dasar yang menurut Koentjaraningrat bahwa kebudayaan manusia berasal dari satu

pangkal dan berada di suatu tempat tertentu. Unsur inilah yang kemudian berkembang

dan menyebar ke tempat lain dan kelompok masyarakat lainnya. Dengan demikian konsep ini

menyiratkan bahwa sejarah kebudayaan manusia diawali dengan sebuah kebudayaan awal

sebagai pusat atau intidari sejarah perkembangan kebudayaan manusia. Kebudayaan inti

(induk) tersebut berkembang dan menyebar, kemudian melahirkan bentuk (unsur)baru karena

pengaruh lingkungan dan waktu. Oleh karena itu, tugas terpenting dari ilmu etnologi adalah

mencari kembali sejarah gerak perpindahan bangsa-bangsa itu.

Page 17: Makalah Teori difusionisme

Bab III

PENUTUP

KESIMPULAN

Difusionisme menekankan pada pengaruh masyarakat individual

saling bergantung dan meyakini, bahwa perubahan sosial terjadi karena

sebuah masyarakat menyerap berbagai ciri budaya dari masyarakat lain..

Proses difusi (diffusion) adalah proses penyebaran unsur-unsur kebudayaan ke seluruh dunia.

Difusi merupakan salah satu objek ilmu penelitian antropologi, terutama sub-ilmu

antropologi diakronik. Proses difusi tidak hanya dilihat dari sudut bergeraknya unsur-unsur

kebudayaan dari satu tempat ke tempat lain di muka bumi saja, tetapi terutama sebagai proses

di mana unsur kebudayaan dibawa oleh individu dari suatu kebudayaan, dan harus diterima

oleh individu-individu dari kebudayaan lain.

Bangsa yang terjadi dan hidup sampai sekarang merupakan akibat dari perpindahan dan

penyebaran kebudayaan dari pangkalnya. Hal tersebut juga di dukung dengan kondisi

geografis negara-negara tersebut yang mana lama-kelamaan persebaran tersebut terjadi. Salah

satu contohnya ialah kebudayaan masyarakat Indonesia memiliki kesamaan terhadap

kebudayaan masyarakat di Filipina. Itu menandakan bahwa ada persebaran kebudayaan yang

telah dijelaskan oleh F. Graebner.

Page 18: Makalah Teori difusionisme

DAFTAR PUSTAKA

Koentjaraningrat. Sejarah Teori Antropologi I. Jakarta: Gramedia, 1987

http://wakuadratn.wordpress.com/tag/pengertian-difusi/