Lab/SMF Ilmu Penyakit Mata Tutorial Klinik
Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman
RSUD AW Sjahranie Samarinda
Glaukoma Simpleks Okuli Dekstra dan Glaukoma Absolut Okuli Sinistra
Oleh :
Awang Dody Ibnu I. 04.45376.00166.09
Adellia Megasari 05.48867.00268.09
Pembimbing :
dr. Syamsul Hidayat, Sp. M
Lab/SMF Ilmu Penyakit Mata
Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman
RSUD AW. Sjahranie
Samarinda
2012
0
BAB I
PENDAHULUAN
Glaukoma adalah salah satu penyakit nervus optikus yaitu berupa kerusakan
progresif nervus optikus yang dapat menimbulkan kebutaan ireversibel pada mata.
Glaukoma seringkali ditandai oleh meningkatnya tekanan intraokuler yang
disertai dengan pencekungan diskus optikus dan pengecilan lapangan pandang.(1)
Glaukoma adalah penyebab kebutaan kedua terbesar di dunia setelah katarak.
Diperkirakan 66 juta penduduk dunia akan menderita gangguan penglihatan
karena glaukoma. Hampir 80.000 penduduk Amerika serikat buta karena
glaukoma sehingga penyakit ini menjadi penyebab utama kebutaan yang dapat
dicegah di Amerika serikat. Di Indonesia glaukoma kurang dikenal di masyarakat
padahal cukup banyak yang menjadi buta karenanya.
Berdasarkan klasifikasi Vaughen, glaukoma terbagi atas glaukoma primer,
glaukoma kongenital, glaukoma sekunder, dan glaukoma absolut. Glaukoma
simpleks merupakan glaukoma yang penyebabnya tidak diketahui. Merupakan
suatu glaukoma primer yang ditandai dengan sudut bilik mata terbuka. Umum
ditemukan pada usia lebih dari 40 tahun. Terdapat pada 99 % penderita glaukoma
primer dengan hambatan pengeluaran cairan mata (akuos humor) pada jalinan
trabekulum dan kanal Schlemm. Terdapat faktor risiko pada seseorang untuk
mendapatkan glaukoma seperti diabetes melitus dan hipertensi. Mulai timbulnya
gejala glaukoma simpleks ini agak lambat yang kadang – kadang tidak disadari
oleh penderita sampai akhirnya berlanjut dengan kebutaan. Pada keadaan ini
glaukoma simpleks berakhir dengan glaukoma absolut.
Glaukoma Absolut merupakan stadium akhir glaukoma (sempit/terbuka)
dimana sudah terjadi kebutaan bola mata total akibat tekanan bola mata
memberikan gangguan fungsi lanjut. Pada glaukoma absolut, kornea terlihat
keruh, bilik mata dangkal, papil atrofi dengan ekskavasi glaukomatosa, mata keras
seperti batu dan dengan rasa sakit.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
Glaukoma berasal dari kata Yunani glaukos yang berarti hijau kebiruan,
yang memberikan kesan warna tersebut pada pupil penderita glaukoma.Menurut
Vaughan (2000) glaukoma adalah penyakit mata yang ditandai oleh meningkatnya
tekanan intraokuler yang disertai oleh pencekungan diskus optikus dan pengecilan
lapang pandang. Sedangkan menurut Ilyas (2008) kelainan mata glaukoma
ditandai dengan meningkatnya tekanan bola mata, atrofi papil saraf optik, dan
menciutnya lapang pandang. Sementara itu, Liesegang (2003) menyatakan bahwa
glaukoma adalah sekumpulan gejala dengan tanda karakteristik berupa adanya
neuropati optik glaukomatosa bersamaan dengan defek atau gangguan
penyempitan lapang pandangan yang khas, disertai dengan kenaikan tekanan bola
mata. (1)(2)(7)
2.2 KLASIFIKASI GLAUKOMA
Menurut Vaughan (1995), klasifikasi glaukoma menurut etiologinya
dikelompokkan dalam Glaukoma Primer, Glaukoma Kongenital, Glaukoma
Sekunder dan Glaukoma Absolut.
1. Glaukoma Primer :
Glaukoma sudut terbuka disebut juga glaukoma simpleks, glaukoma
simpleks menahun. Bentuk glaukoma ini adalah bentuk yang paling sering
ditemukan, dan presentasinya sekitar 85%-90% dari seluruh kasus glaukoma.
Sementara itu, Glaukoma sudut tertutup disebut juga glaukoma sudut sempit;
bentuk glaukoma ini dapat terjadi melalui beberapa stadium yaitu: akut, subakut,
khronik/menahun, dan iris plato/plateau iris.
2. Glaukoma Kongenital :
a) Glaukoma kongenital primer,
b) Glaukoma yang berkaitan dengan anomali kongenital dan perkembangan:
2
- Sindroma pembelahan bilik mata depan, yaitu sindroma Axenfeld,
sindroma Rieger dan anomali Peter
- Aniridia
c) Glaukoma berkaitan dengan gangguan perkembangan ekstra okuler,
seperti Sindroma Sturge-Weber, Sindroma Marfan, Neurofibromatosis,
Sindroma Lowe, dan Rubela kongenital.
3. Glaukoma Sekunder :
a) Glaukoma berpigmen
b) Sindroma eksfoliatif
c) Karena kelainan lensa, yaitu dislokasi, intumesensi, dan fakolitik
d) Karena kelainan uvea, yaitu uveitis, synechia posterior, dan tumor
e) Sindroma iridokorneo endotelial
f) Trauma, yaitu Hiphema dan pendarahan bilik mata belakang yang masif,
serta pergeseran akar iris/cekungan sudut
g) Pasca Operasi :
- Ciliary block glaucoma/glaukoma akibat hambatan siliaris
- Sinekhia Anterior Perifer
- Pertumbuhan epitel ke dalam bilik mata depan
- Pasca operasi Keratoplasti
- Pasca operasi ablasio retina
h) Glaukoma neovaskuler, oleh karena Diabetes mellitus, serta pembuntuan/
sumbatan pembuluh darah vena retina yang sentral
i) Kenaikan tekanan vena epi sklera, yaitu Fistula kovernosa karotikus, dan
Sindroma Sturge-Weber
j) Akibat pemakaian kortikosteroid
4. Glaukoma Absolut
Akhir dari semua glaukoma yang tidak terkontrol akan terjadi glaukoma
absolut, dengan ciri-ciri mata teraba keras, tajam penglihatan nol, dan seringkali
disertai dengan nyeri mata hebat. Keadaan ini dapat terjadi pada bentuk Glaukoma
sudut terbuka maupun glaukoma sudut tertutup.(9)
3
A. Glaukoma primer sudut terbuka
(Glaukoma simpleks, glaukoma kronik, wide angle glaucoma)
Perjalanan penyakit kronik, bisa tanpa gejala dan berakhir dengan
kebutaan.
Tekanan pada bola mata selamanya di atas batas normal atau lebih
besar dari 24 mmHg.
Lapang pandangan memperlihatkan gambaran khusus kampus
glukoma seperti melebarnya titik buta, skotoma bjerrum dan skotoma
tangga ronne.
Mengenai ke-2 mata dan sering derajat beratnya penyakit tidak
sama.
Pada pemeriksaan funduskopi terlihat ekskavasi glaukomatosa
papil.
Pada pemeriksaan genioskopi terlihat sudut bilik mata terbuka
lebar.
Sudut bilik mata depan terbuka, hambatan aliran humor akuesus
mungkin terdapat pada trabekulum, kanal schlemn dan pleksus vena
didaerah intrasklera.
Pada pemeriksaan patologi anatomi didapatkan proses degenerasi
dari trabekulum ke kanal schlemn.
Terlihat penebalan dan sclerosis dari serat trabekulum, vakuol
dalam endotel dan endotel yang hiperselular yang menutupi
trubekulum dan kanal schlemn.
Biasanya pada usia 40 tahun atau lebih, penderita DM, pengobatan
kortikosteroid lokal ataupun sismetik yang lama, riwayat glaukoma
pada keluarga.
Tanda glaukoma simpleks :
Bilateral.
Herediter.
Tekanan intra ocular yang meninggi.
Sudut COA yang terbuka.
4
Bola mata yang tenang.
Lapang pandangan yang mengecil dengan macam-macam skotoma
yang khas.
Penggaungan saraf optik.
Perjalanan penyakitnya yang lambat progresif.
b. Glaukoma primer sudut tertutup
(Glaukoma kongresif akut, angle closure glaucoma, closed angle
glaucoma)
Glaukoma primer sudut tertutup terjadi bila terdapat kenaikan mendadak
dari tekanan intra okuler, yang disebabkan penutupan sudut COA yang
mendadak oleh akar iris, sehingga menghalangi sama sekali keluarnya
humor akueus melalui trabekula, menyebabkan :
Meningginya tekanan intra okuler.
Sakit yang sangat dimata secara mendadak.
Menurunnya ketajaman pengelihatan secara mendadak.
Tanda-tanda kongesti dimata (mata merah, kelopak mata bengkak).
Faktor anatomis yang menyebabkan sudut sempit :
1. Bulbus okuli yang memendek.
2. Tumbuhnya lensa.
3. Kornea yang kecil.
4. Tebalnya iris.
Faktor fisiologis yang menyebabkan COA sempit :
1. Akomodasi.
2. Dilatasi pupil.
3. Lensa letaknya lebih kedepan.
4. Kongesti badan siliar.
2.4 ETIOLOGI
Glaukoma sudut terbuka etiologinya belum diketahui. Glaukoma ini
didapatkan pada orang yang telah memiliki bakat bawaan glaukoma, seperti:3
5
1. Bakat dapat berupa gangguan fasilitas pengeluaran cairan mata atau
susunan anatomis bilik mata yang menyempit.
2. Mungkin disebabkan kelainan pertumbuhan pada sudut bilik mata depan
( goniodisgenesis), berupa trabekulodisgenesis, iridodisgenesis dan
korneodisgenesis dan yang paling sering berupa trabekulodisgenesis dan
goniodisgenesis.
Glaukoma sudut terbuka sering terjadi setelah usia 40 tahun, tetapi kadang
terjadi pada anak-anak. Penyakit ini cenderung diturunkan dan paling sering
ditemukan pada penderita diabetes atau miopia. Glaukoma sudut terbuka lebih
sering terjadi dan biasanya penyakit ini lebih berat jika diderita oleh orang kulit
hitam
2.5 MANIFESTASI KLINIK
Glukoma Primer sudut terbuka dianggap penting, karena sukarnya
membuat diagnosa pada stadium dini, berhubung sifatnya tenang, tidak memberi
keluhan, sehingga banyak yang datang tetapi dalam keadaan sudah lanjut, dimana
lapang pandangnya telah sangat sempit atau berakhir dengan kebutaan. Pada
keadaan ini glukoma tersebut berakhir dengan glukoma absolut.(4) Kadang –
kadang disertai sakit kepala yang hilang – timbul, melihat gambaran pelangi
disekitar lampu (halo), mata sebelah terasa berat, kepala pening sebelah, kdang –
kadang penglihatan kabur dengan anamnesa tidak khas. Agaknya proses ketuaan
memegang peranan dalam proses sklerose ini, yang dipercepat bila mata tersebut
mempunyai bakat glaukoma. Kita harus waspada terhadap glukoma sudut terbuka
pada orang – orang berumur 40 tahun atau lebih (walaupun penyakit ini kadang –
kadang ditemukan pada usia muda), pengobatan kortikosterid lokal maupun
sistemik yang lama, dalam keluarga ada penderita Glukoma, Diabetes Melitus,
Hipertensi, Miopia tinggi, kulit berwarna. Karena itu pada penderita yang
berumur 40 tahun atau lebih didapatkan keluhan semacam ini, sebaiknya
dilakukan pengukuran tekanan intraokuler. (3,4) Pada glukoma simpleks tekanan
bola mata sehari – hari tinggi atau lebih dari 20 mmHg. Mata tidak merah atau
tidak terdapat keluhan, yang mengakibatkan terdapat gangguan susunan anatomis
6
dan fungsi tampa disadari penderita. Akibat tekanan tinggi akan terbentuk atrofi
papil disertai dengan ekskavasio glukomatosa. Gangguan saraf optik akan terlihat
sebagai gangguan fungsinya berupa penciutan lapang pandang. Pada waktu
pengukuran bila didapatkan tekanan bola mata normal sedang terlihat gejala
gangguan fungsi saraf optik seperti glukoma mungkin akibat adanya variasi
diurnal
2.6 PATOGENESIS
Sudut bilik mata dibentuk dari jaringan korneosklera dengan pangkal iris.
Pada keadaan fisiologis bagian ini terjadi pengaliran keluar cairan bilik mata.
Berdekatan dengan sudut ini didapatkan jaringan trabekulum, kanal Schlemm,
baji sklera, dan jonjot iris. Pada sudut filtrasi terdapat garis Schwalbe yang
merupakan akhir perifer endotel dan membran desemet, kanal schlemn yang
menampung cairan mata kesalurannya.
Tekanan intraokular ditentukan oleh kecepatan terbentuknya cairan mata
(akueus humor) bola mata oleh badan siliar dan hambatan yang terjadi pada
jaringan trabekular meshwork. Humour aquos yang dihasilkan badan siliar masuk
ke bilik mata belakang, kemudian melalui pupil menuju ke bilik mata depan dan
terus ke sudut bilik mata depan, tepatnya ke jaringan trabekulum, mencapai kanal
Schlemm dan melalui saluran ini keluar dari bola mata.
7
2.7 GEJALA KLINIS
Glaukoma disebut sebagai “ pencuri penglihatan “ karena berkembang
tanpa ditandai dengan gejala yang nyata. Oleh karena itu, separuh dari penderita
glaukoma tidak menyadari bahwa mereka menderita penyakit tersebut. Biasanya
nanti diketahui disaat penyakitnya sudah lanjut dan telah kehilangan penglihatan.(11)
Glaukoma primer yang kronis dan berjalan lambat sering tidak diketahui
bila mulainya, karena keluhan pasien amat sedikit atau samar. Misalnya mata
sebelah terasa berat, kepala pening sebelah, kadang-kadang penglihatan kabur
dengan anamnesa tidak khas. Pasien tidak mengeluh adanya halo dan memerlukan
kacamata koreksi untuk presbiopia lebih kuat dibanding usianya. Kadang-kadang
tajam penglihatan tetap normal sampai keadaan glaukomanya sudah berat. Pada
akhirnya akan terjadi penyempitan lapang pandang yang menyebabkan penderita
sulit melihat benda-benda yang terletak di sisi lain ketika penderita melihat lurus
ke depan ( disebut penglihatan terowongan). (1)(11)
Gejala klinis glaukoma juga dapat dibagi menjadi dua, yaitu:
a. Fase prodormal (fase nonkongestif)
Pengelihatan kabur.
Terdapat halo (gambaran pelangi) sekitar lampu.
Sakit kepala.
Sakit pada mata.
Akomodasi lemah.
Berlangsung ½ - 2 jam.
Injeksi perikornea.
Kornea agak suram karena edem.
Bilik mata depan dangkal.
Pupil melebar.
Tekanan intraokuler meningkat.
Mata dapat normal juga serangan reda.
b. Fase kongestif
8
Sakit kepala yang hebat sampai muntah-muntah.
Palpebra bengkak.
Konjungtiva bulbi : hiperemia kongesti, kemosis dengan injeksi
silier, injeksi konjungtiva.
Kornea keruh.
Bilik mata depan dangkal.
Iris : gambaran, corak bergaris tidak nyata.
Pupil : melebar, lonjong, miring agak vertikal, kadang
midriasis total, warna kehijauan, refleksi cahaya menurun sekali atau tidak
sama sekali.
2.8 PEMERIKSAAN FISIK
1. Pemeriksaan tekanan bola mata(1)(10)(13)
Pemeriksaan tekanan bola mata dilakukan dengan alat yang dinamakan
tonometer. Pemeriksaan tekanan yang dilakukan dengan tanometer pada bola
mata dinamakan tonometri. Tindakan ini dapat dilakukan oleh dokter umum dan
dokter spesialis lainnya. Pengukuran tekanan bola mata sebaiknya dilakukan pada
setiap orang berusia di atas 20 tahun pada saat pemeriksaan fisik medik secara
umum. Dikenal beberapa alat tonometer seperti alat tonometer Schiotz dan
tonometer aplanasi Goldman.
2. Gonioskopi
Tes ini sebagai cara diagnostik untuk melihat langsung keadaan patologik
sudut bilik mata, juga untuk melihat hal-hal yang terdapat pada sudut bilik mata
seperti benda asing.Pemeriksaan ini dilakukan dengan meletakkan lensa sudut
(goniolens) di dataran depan kornea setelah diberikan lokal anestetikum. Lensa ini
dapat digunakan untuk melihat sekeliling sudut bilik mata dengan memutarnya
360 derajat.(1)(13)(10)
3. Oftalmoskopi
Pemeriksaan ke dalam mata dengan memakai alat yang dinamakan
oftalmoskop. Dengan oftalmoskop dapat dilihat saraf optik di dalam mata dan
akan dapat ditentukan apakah tekanan bola mata telah mengganggu saraf optik.
9
Saraf optik dapat dilihat secara langsung. Warna serta bentuk dari mangkok saraf
optik pun dapat menggambarkan ada atau tidak ada kerusakan akibat glaukoma
yang sedang diderita.(1)(13)
Kelainan pada pemeriksaan oftalmoskopi dapat dilihat : (10)
Kelainan papil saraf optik
- saraf optik pucat atau atrofi
- saraf optik tergaung
Kelainan serabut retina, serat yang pucat atau atrofi akan berwarna hijau
Tanda lainnya seperti perdarahan peripapilar.
4. Pemeriksaan lapang pandang
Penting, baik untuk menegakkan diagnosa maupun untuk meneliti perjalanan
penyakitnya, juga bagi menetukan sikap pengobatan selanjutnya. Harus selalu
diteliti keadaan lapang pandangan perifer dan juga sentral. Pada glaukoma yang
masih dini, lapang pandangan perifer belum menunjukkan kelainan, tetapi lapang
pandangan sentral sudah menunjukkan adanya bermacam-macam skotoma. Jika
glaukomanya sudah lanjut, lapang pandangan perifer juga memberikan kelainan
berupa penyempitan yang dimulai dari bagian nasal atas. Yang kemudian akan
bersatu dengan kelainan yang ada ditengah yang dapat menimbulkan tunnel
vision, seolah-olah melihat melalui teropong untuk kemudian menjadi buta.(13)
5. Tes provokasi
Tes minum air
Penderita disuruh berpuasa, tanpa pengobatan selama 24 jam. Kemudian
disuruh minum 1 L air dalam 5 menit. Lalu tekanan intraokular diukur
setiap 15 menit selama 1,5 jam. Kenaikan tensi 8 mmHg atau lebih,
dianggap mengidap glaukoma.
Pressure Congestive test
Pasang tensimeter pada ketinggian 50-60 mmHg, selama 1 menit.
Kemudian ukur tensi intraokularnya. Kenaikan 9 mmHg, atau lebih
mencurigakan, sedang bila lebih dari 11 mmHg pasti patologis.
Kombinasi tes air minum dengan pressure congestive test
10
Setengah jam setelah tes minum air dilakukan pressure congestive test.
Kenaikan 11 mmHg mencurigakan, sedangkan kenaikan 39 mmHg atau
lebih pasti patologis.
Tes steroid
Diteteskan larutan deksametason 3-4 dd g 1, selama 2 minggu. Kenaikan
tensi intraokular 8 mmHg menunjukkan glaukoma.(13)
2.9 DIAGNOSIS
Diagnosis glaukoma dapat ditegakkan bila ditemukan peningkatan tekanan
intra orbita, kelainan nervus optikus dan kelaianan pada lapang pandang.
Diagnosis glukoma sudut terbuka primer ditegakan apabila ditemukan
kelainan – kelainan glaukomatosa pada diskus optikus dan lapang pandang
disertai peningkatan tekaan intraokular, sudut kamera anterior terbuka dan tampak
normal, dan tidak terdapat sebab lain yang menyebabkan peningkatan tekanan
intraokular. Sekitar 50 % pasien glaukoma sudut terbuka primer memperlihatkan
tekanan intraokular yang normal sewaktu pertama kali diperiksa, sehingga untuk
menegakan diagnosis diperlukan pemeriksaan Tonometri berulang.(5)
2.10 DIAGNOSIS BANDING
Iriditis akut dan konjungtivitis harus dipertimbangkan sebagai diagnosis
banding pada glaukoma sudut tertutup bila ada radang mata akut, meskipun pada
kedua hal tersebut di atas jarang disertai bilik mata depan yang dangkal atau
tekanan yang meninggi.
1. Pada iriditis akut terdapat lebih banyak fotofobia, tetapi rasa nyerinya
kurang jika dibandingkan dengan glaukoma. Tekanan intraokular normal,
pupil kecil dan kornea tidak sembab. “Flare” dan sel-sel terlihat didalam bilik
mata depan, dan terdapat injeksi siliar dalam (deep ciliary injection).
2. Pada konjungtivitis akut tidak begitu nyeri atau tidak nyeri sama sekali,
dan tajam pengelihatan tidak menurun. Ada kotoran mata dan konjungtiva
sangat meradang, tetapi tidak ada injeksi siliar. Reksi pupil normal, kornea
jernih dan tekanan intraokular normal.
11
3. Iridosiklitis dengan glaukoma sekunder kadang-kadang sukar dibedakan.
Goniuskopi untuk menentukan jenis sudut sangatlah membantu. Jika
pengamatan terganggu dengan adanya kekeruhan kornea atau kekeruhan
didalam bilik mata depan, maka untuk memastikan diagnosis bisa dilakukan
genioskopi pada mata lainnya, dan ini sangat membantu
2.11 PENATALAKSANAAN
I. Medikamentosa 6
Harusnya disadari betul, bahwa glaukoma primer merupakan masalah
terapi pengobatan (medical problem). Pemberian pengobatan medikamentosa
harus dilakukan terus-menerus, karena itu sifat obat-obatnya harus mudah
diperoleh dan mempunyai efek sampingnya sekecil-kecilnya. Harus dijelaskan
kepada penderita dan keluarga, bahwa perlu pemeriksaan dan pengobatan seumur
hidup. Obat-obat ini hanya menurunkan tekanan intraokularnya, tetapi tidak
menyembuhkan penyakitnya. Minum sebaiknya sedikit-sedikit. Tak ada bukti
bahwa tembakau dan alkohol dapat mempengaruhi glaukoma.
Obat-obat yang dipakai :
1.Parasimpatomimetik : miotikum, memperbesar outflow
a. Pilokarpin 2-4%, 3-6 dd 1 tetes sehari
b. Eserin ¼-1/2 %, 3-6 dd 1 tetes sehari
Kalau dapat pemberiannya disesuaikan dengan variasi diurnal, yaitu diteteskan
pada waktu tekanan intraokular menaik. Eserin sebagai salep mata dapat diberikan
malam hari. Efek samping dari obat-obat ini; meskipun dengan dosis yang
dianjurkan hanya sedikit yang diabsorbsi kedalam sirkulasi sistemik, dapat terjadi
mual dan nyeri abdomen. Dengan dosis yang lebih tinggi dapat menyebabkan :
keringat yang berlebihan, salivasi, tremor, bradikardi, hipotensi.
2. Simpatomimetik : mengurangi produksi humor akueus.
Epinefrin 0,5%-2%, 2 dd 1 tetes sehari.
Efek samping : pingsan, menggigil, berkeringat, sakit kepala, hipertensi.
12
3. Beta-blocker (penghambat beta), menghambat produksi humor akueus.
Timolol maleat 0,25-0,5% 1-2 dd tetes, sehari.
Efek samping : hipotensi, bradikardi, sinkop, halusinasi, kambuhnya asma, payah
jantung kongestif. Nadi harus diawasi terus. Pada wanita hamil, harus
dipertimbangkan dulu masak-masak sebelum memberikannya. Pemberian pada
anak belum dapat dipelajari. Obat ini tidak atau hanya sedikit, menimbulkan
perubahan pupil, gangguan visus, gangguan produksi air mata, hiperemi. Dapat
diberikan bersama dengan miotikum. Ternyata dosis yang lebih tinggi dari 0,5%
dua kali sehari satu tetes, tidak menyebabkan penurunan tekanan intraokular yang
lebih lanjut.
4. Carbon anhydrase inhibitor (penghambat karbonanhidrase), menghambat
produksi humor akueus.
Asetazolamide 250 mg, 4 dd 1 tablet ( diamox, glaupax).
Pada pemberian obat ini timbul poliuria
Efek samping : anoreksi, muntah, mengantuk, trombositopeni, granulositopeni,
kelainan ginjal. Obat-obat ini biasanya diberikan satu persatu atau kalau perlu
dapat dikombinasi. Kalau tidak berhasil, dapat dinaikkan frekwensi penetesannya
atau prosentase obatnya, ditambah dengan obat tetes yang lain atau tablet.
Monitoring semacam inilah yang mengharuskan penderita glaukoma sudut
terbuka selalu dikelola oleh dokter dan perlu pemeriksaan yang teratur.
II. Operasi (10)
Prinsip operasi : fistulasi, membuat jalan baru untuk mengeluarkan humor akueus,
oleh karena jalan yang normal tak dapat dipakai lagi.
Pembedahan pada glaukoma :
1. Bedah filtrasi
Bedah filtrasi dilakukan tanpa perlu pasien dirawat dengan memberi
anestesi lokal kadang-kadang sedikit obat tidur.
13
Dengan memakai alat sangat halus diangkat sebagian kecil sklera sehingga
terbentuk suatu lubang. Melalui celah sklera yang dibentuk cairan mata akan
keluar sehingga tekanan bola mata berkurang, yang kemudian diserap di bawah
konjungtiva. Pasca bedah pasien harus memakai penutup mata dan mata yang
dibedah tidak boleh kena air. Untuk sementara pasien pascabedah glaukoma
dilarang bekerja berat.
2. Trabekulektomi
Pada glaukoma masalahnya adalah terdapatnya hambatan filtrasi
(pengeluaran ) cairan mata keluar bola mata yang tertimbun dalam mata sehingga
tekanan bola mata naik.
Bedah trabekulektomi merupakan teknik bedah untuk mengalirkan cairan
melalui saluran yang ada. Pada trabekulektomi ini cairan mata tetap terbentuk
normal akan tetapi pengaliran keluarnya dipercepat atau salurannya diperluas.
Bedah trabekulektomi membuat katup sklera sehingga cairan mata keluar
dan masuk di bawah konjungtiva. Untuk mencegah jaringan parut yang terbentuk
diberikan 5 fluoruracil atau mitomisin. Dapat dibuat lubang filtrasi yang besar
sehingga tekanan bola mata sangat menurun.
Pembedahan ini memakan waktu tidak lebih dari 30 menit. Setelah
pembedahan perlu diamati 4-6 minggu pertama. Untuk melihat keadaan tekanan
mata setelah pembedahan.
3. Bedah filtrasi dengan implan
Pada saat ini dikenal juga operasi dengan menanam bahan penolong
pengaliran (implant urgary).
Pada keadaan tertentu adalah tidak mungkin untuk membuat filtrasi secara
umum sehingga perlu dibuatkan saluran buatan (artificial) yang ditanamkan ke
dalam mata untuk drainase cairan keluar.
Beberapa ahli berusaha membuat alat yang dapat mempercepat keluarnya
cairan dari bilik mata depan.
4. Siklodestruksi
Tindakan ini adalah mengurangi produksi cairan mata oleh badan siliar
yang masuk ke dalam bola mata. Diketahui bahwa cairan mata ini dikeluarkan
14
terutama oleh pembuluh darah di badan siliar dalam bola mata. Pada
siklodestruksi dilakukan pengrusakan sebagian badan siliar sehingga
pembentukan cairan mata berkurang.
Tindakan ini jarang dilakukan karena biasanya tindakan bedah utama
adalah bedah filtrasi.
2.9 PROGNOSIS
Meskipun tidak ada obat yang dapat menyembuhkan glaukoma, pada
kebanyakan kasus glaukoma dapat dikendalikan. Glaukoma dapat dirawat dengan
obat tetes mata, tablet, operasi laser atau operasi mata. Menurunkan tekanan pada
mata dapat mencegah kerusakan penglihatan lebih lanjut. Oleh karena itu semakin
dini deteksi glaukoma maka akan semakin besar tingkat kesuksesan pencegahan
kerusakan mata.
15
BAB III
KASUS
ANAMNESIS
Identitas pasien
Nama : Tn. T
Usia : 74 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Tidak Bekerja
Alamat : Soekarno Hatta GG. 17 Rt. 18 Loa Janan
Pasien datang ke Klinik Mata RSUD AWS tanggal 18 Juni 2012. Anamnesis
dilakukan secara autoanamnesis dengan pasien pada tanggal 18 Juni 2012.
Keluhan utama
Mata kiri tidak dapat melihat
Riwayat penyakit sekarang
Mata kiri tidak dapat melihat dikeluhkan pasien sejak 6 bulan yang lalu
sebelum masuk RS. Keluhan ini sering disertai nyeri di belakang mata kiri seperti
ditusuk – tusuk. Nyeri mata ini sering yang menjalar ke kepala sebelah kiri dan
terkadang ke seluruh bagian kepala dimana keluhan ini telah dirasakan pasien
sejak 1 tahun yang lalu. Nyeri pada mata kiri ini disertai dengan pandangan yang
lama – kelamaan menjadi kabur dan akhirnya tidak dapat melihat. Namun pasien
tidak pernah merasakan nyeri mata hebat mendadak ataupun mata terasa
berdenyut. Terkadang pasien mengeluhkan matanya yang merah dan terus
menerus mengeluarkan air namun tidak ada kotoran mata yang berlebihan. Di
sekitar mata pasien juga membengkak. Pasien juga mengeluhkan sering merasa
pusing dan mual namun tidak pernah muntah. Pasien juga mengeluhkan
pandangan kabur pada mata sebelah kanannya. Keluhan ini juga disertai dengan
nyeri dan mata merah.
16
Riwayat penyakit dahulu
Pasien mengaku sudah mengalami mata kabur sejak 1 tahun yang lalu, dan
berobat sejak 6 bulan yang lalu di Balai Kesehatan Mata sebanyak 2 kali.
Riwayat tekanan darah tinggi sejak tahun 2000.
Riwayat merokok (+)
Riwayat penyakit keluarga
Tidak ada anggota keluarga dengan riwayat penyakit serupa.
PEMERIKSAAN FISIK
Status generalis
Kesan umum : Sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis, E4V5M6
Tanda vital :Tekanan darah 150/90 mmHg; Nadi 76 x/menit; Respirasi
20 x/menit , Suhu 36,8°C (aksiler)
Status lokalis
Pemeriksaan Mata kanan Mata kiri
Visus 6/9 0
Sekret Tidak ada Tidak ada
Posisi bola mata Normal Normal
Gerakan bola mata Baik ke segala arah Baik ke segala arah
Palpebra superior Normal Normal
Palpebra inferior Normal Normal
Konjunctiva tarsus Normal Normal
Konjunctiva bulbiInjeksi konjunctiva (+)
Injeksi siliaris (+)
Injeksi konjunctiva (+)
Injeksi siliaris (+)
Kornea Keruh Keruh
Kamar mata anterior Kedalaman cukup Kedalaman cukup
Pupil Dilatasi
Refleks cahaya (+)
Dilatasi
Refleks cahaya (-)
17
Iris Normal warna coklat Normal warna coklat
Lensa Keruh Sulit dievaluasi
Retina Refleks fundus (-) Refleks fundus (-)
TIO palpasi Menonjol Menonjol
TIO tonometer Schiotz
(10)31.8 mmHg 81.7 mmHg
DIAGNOSIS KERJA
Glaukoma Simpleks OD dan Glaukoma Absolut OS
DIAGNOSIS LAIN
Katarak senil hipermatur OD
PENATALAKSANAAN
Bed rest
Asetazolamide 500 mg tablet 3x1
Aspar K 300 mg tablet 1x1
Xitrol ED ODS 4 gtt I
Timolol ED ODS 2 gtt I
Asam mefenamat 500 mg 3x1
PROGNOSIS
Ad Vitam : Bonam
Ad Fungsionam : Mata kanan dubia ad bonam
Mata kiri dubia ad malam
18
BAB IV
PEMBAHASAN
Pasien Tn. T usia 74 tahun datang dengan keluhan mata kiri tidak dapat
melihat sejak 6 bulan yang lalu. Keluhan ini sering disertai nyeri di belakang mata
kiri seperti ditusuk – tusuk. Nyeri mata sering menjalar ke mata sebelah kiri dan
kadang ke seluruh kepala. Mata merah dan keluar air mata terus menerus juga
dikeluhkan oleh pasien. Pasien mengeluhkan mual namun tidak pernah muntah.
Keluhan utama berupa mata kiri yang tidak dapat melihat sesuai dengan teori
keluhan utama atau gejala-gejala penderita dengan glaukoma absolut berupa
kebutaan total akibat tekanan bola mata memberikan gangguan fungsi lanjut.
Sering mata dengan kebutaan ini mengakibatkan penyumbatan pembuluh darah
sehingga menimbulkan penyulit berupa neovakularisasi pada iris, keadaan ini
memberikan rasa sakit sekali akibat timbulnya glaukoma hemoragik. Dari
anamnese keluhan utama disimpulkan bahwa pasien mengalami glaukoma
absolut.
Rasa sakit pada penderita glaukoma mempunyai derajat yang berbeda-beda.
Sakit ini terdapat disekitar mata, pada alis mata atau di dalam bola mata dengan
atau tanpa sakit kepala. Keluhan nyeri dan mata merah pada bola mata kanan
terutama akibat injeksi siliar yang terjadi pada peninggian TIO yang cepat, sering
disertai mual muntah. Dari anamnese keluhan utama disimpulkan bahwa mata
kanan pasien sedang dalam keadaan glaukoma akut. Mata kanan pasien
dimasukkan ke dalam Glaukoma simpleks dimana penyebabnya tidak diketahui
Pasien memiliki riwayat hipertensi sejak 11 tahun yang lalu dimana hipertensi
merupakan salah satu faktor risiko terjadinya glaukoma.
Dugaan sementara tersebut kemudian dipastikan dengan pemeriksaan fisik
dimana pada mata didapatkan: injeksi konjunctiva dan perlimbal (+), kornea
keruh, pupil dilatasi dengan refleks cahaya (-), hasil pengukuran dengan
tonometer schiotz didapatkan tekanan pada mata kanan 31.8 mmHg dan mata kiri
81.7 mmHg yang mengarah ke diagnosis glaukoma simpleks OD dan glaukoma
absolut OS. Kedalaman bilik mata kanan cukup, yang mengindikasikan bahwa
19
jenis glaukoma ini adalah glaukoma sudut terbuka. Lensa mata kanan dan kiri
keruh, pengukuran visus visus 6/9 pada mata kanan dan persepsi cahaya negatif
pada mata kiri. pada mata kanan dapat didiagnosis dengan Katarak hipermatur.
Cara membedakan jenis katarak dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Perbedaan Insipien Imatur Matur Hipermatur
Kekeruhan
Cairan lensa
Iris
Bilik mata depan
Sudut bilik mata
Shadow test
Penyulit
ringan
normal
normal
normal
normal
negatif
-
sebagian
bertambah
(air masuk)
terdorong
dangkal
sempit
positif
glaukoma
Seluruh
normal
normal
normal
normal
negatif
glaukoma
masif
berkurang (air +
masa lensa
keluar)
tremulans
dangkal
terbuka
pseudopositif
uveitis+glaucoma
Hasil pemeriksaan tersebut sesuai dengan teori dimana sebagian katarak
stadium lanjut yaitu katarak matur dan hipermatur dapat mengalami kebocoran
kapsul lensa anterior, dan memungkinkan protein-protein lensa yang mencair
masuk ke dalam bilik mata depan. Terjadi reaksi peradangan di bilik mata depan,
anyaman trabekular menjadi edema dan tersumbat oleh protein-protein lensa, dan
menimbulkan peningkatan tekanan intraokular akut yang disebut dengan
glaukoma fakolitik. Keadaan ini tidak menyebabkan tertutupnya sudut bilik mata
depan sehingga termasuk ke dalam glaukoma sudut terbuka.
20
Pada pasien ini diberikan obat-obatan untuk menurunkan tekanan intraokular
yang sangat tinggi, hal tersebut sudah sesuai dengan teori dimana pada kasus
glaukoma akut yang terpenting adalah pemberian obat-obatan untuk menurunkan
tekanan intraokular.
Pemakaian obat pada pasien yaitu seumur hidup untuk mencegah kebutaan
pada mata kanannya. Tujuan pengobatan pada glaukoma simpleks adalah untuk
memperlancar pengeluaran cairan mata (akuos humor) atau usaha untuk
mengurangi produksi cairan mata.
Pasien diberikan asetazolamide 250 mg tablet 3x1. Asetazolamide bekerja
sebagai Carbonic anhidrase inhibitor yang bekerja menghambat pembentukan
aqueous humor. Obat-obatan ini dapat menekan produksi aqueous humor
sebanyak 40-60%. Obat ini juga memberikan efek diuresis. Obat ini diberikan
peroral dalam dosis 125-250 mg 3-4 kali sehari. Bila dengan pengobatan tekanan
21
bola mata masih belum terkontrol atau kerusakan papil saraf optik berjalan terus
disertai dengan penciutan kampius progressif maka dilakukan pembedahan.
Pasien diberikan Aspar K 300 mg tablet 1x1, hal ini sudah sesuai dengan
literatur dimana pasien yang mendapat obat-obatan anti glaukoma yang bersifat
diuretik seperti asetazolamid dan obat-obatan hiperosmotik harus diberikan
suplemen kalium untuk menggantikan kalium yang keluar dari tubuh selama
proses diuresis tersebut.
Pasien diberikan Xitrol ED 4 gtt I. Obat ini mengandung kortikosteroid.
Kortikosteroid topikal berguna untuk mengurangi nyeri pada mata dan
mengurangi inflamasi intraokuler. Obat ini dapat mengurangi inflamasi pada
kornea.
Sedangkan pengobatan pada glaukoma absolut pada mata kiri pasien dapat
dengan memberikan sinar beta pada badan siliar untuk menekan fungsi badan
siliar, alkohol retrobulbar atau melakukan pengangkatan bola mata karena telah
tidak berfungsi dan memberikan rasa sakit.
Pasien diberikan asam mefenamat 500 mg tablet 3x1. Obat ini merupakan
anti inflamasi non steroid yang membantu mengurangi rasa nyeri sehingga pupil
mengalami miosis dan membantu menurunkan tekanan intraokuler.
Prognosis kedua mata pasien secara ad vitam bonam karena penyakit ini tidak
mengancam nyawa, namun prognosa secara ad fungsionam pada mata kiri adalah
dubia ad malam karena tidak dapat digunakan untuk melihat kembali sedangkan
mata kanan dubia ad bonam karena dengan pengobatan rutin diharapkan dapat
berfungsi normal kembali.
Memberikan beberapa edukasi kepada pasien, antara lain :
a. Menjelaskan kepada pasien bahwa glaucoma merupakan penyakit
yang tidak dapat diobati. Tujuan diberikan obat-obatan di sini adalah
untuk mengontrol tekanan bola mata sehingga tidak memberikan
kerusakan yang lebih lanjut pada saraf optic dan lapang pandang.
b. Menjelaskan kepada pasien glaucoma merupakan penyakit seumur
hidup dan menganjurkan pada pasien untuk selalu rutin meminum
obat dan menggunakan obat tetes yang diberikan.
22
c. Menganjurkan pada pasien untuk selalu rutin kontrol ke klinik mata
jika obat yang diberikan telah habis walaupun gejala yang dirasakan
sudah tidak ada dan segera ke dokter apabila terjadi perubahan pada
penglihatan mata sebelah kanan dan rasa sakit pada mata.
23
DAFTAR PUSTAKA
1. Ilyas, S. 2008. Ilmu Penyakit Mata edisi ketiga. Balai Penerbit FKUI: Jakarta.
Hal 212-216
2. Vaughan, DG., Taylor A., Paul R. E. 2000. Oftamologi Umum edisi 14.
Widya Medika: Jakarta. Hal 220-234
3. Khura AK. 2007. Community Opthalmology in Comprehensive
Opthalmology, Fourth edition, Chapter 20. New Age International Limited
Publisher: New Delhi. hal 443-457
4. Depkes RI. 2003. Perdami. Strategi Nasional Penanggulangan Gangguan
Penglihatan dan Kebutaan (PGPK) untuk mencapai Vision 2020. hal 1-20
5. Depkes RI. 2008. Gangguan Penglihatan Masih Menjadi Masalah
Kesehatan. Diunduh pada tanggal 21 Juni 2012. Tersedia pada:
http://www.depkes.go.id/index.php/berita/press-release/845
6. WHO. Global Data on Visual Impairment in the year 2002. Diunduh pada
tanggal 21 Juni 2012. Tersedia pada:
http://goliath.ecnext.com/coms2/gi_0199-3532637/Global-data-on-visual-
impairment.html
7. Liesegang TJ, Skuta GL, Cantor LB. 2003. Clinical Evaluation: History and
General Examination, Gonioscopy. In Basic And Clinical Science Course
section 10: Glaucoma. American Academy of Ophthalmology: San Francisco.
Hal 25-33.
8. Quigley HA. 1998. Search for Glaucoma Genes Implications for
pathogenesis and Disease detection. New England J of Medicine vol. 338,
1062-1064. Diunduh pada tanggal 21 Juni 2012. Tersedia
pada:http://www.nejm.org/doi/full/10.1056/NEJM199804093381511
9. Vaughan DG, Asbury T, Riordan-Eva P (1995), Glaucoma in General
Ophthalmology, Fourteenth edition a Lange Medical Book Printice- Hall
International Inc. Hal 208-225
10. Ilyas, S. 2007. Glaukoma edisi 3. Sagung Seto: Jakarta. hal 57-60, 121-139.
24
11. Soeroso, A. 2009. Patogenesis Glaukoma Sudut Terbuka Primer Dan Usaha
Pencegahannya. Perpustakaan Universitas Sebelas Maret: Surakarta
12. Wilensky JT. 1994. Epidemiology of Open Angle Glaucoma In Textbook of
Ophthalmology Edited by Podos S M and Yanoff Myron Glaucoma. The CV
Mosby: London, St Louis, Baltimore, Boston, Chicago, Philidelphia, Sydney,
Toronto. Hal 829- 833
13. Wijaya N. Glaukoma. dalam : Ilmu Penyakit Mata, ed. Wijaya Nana, cet.6,
Jakarta, Abadi Tegal, 1993, hal : 219-232
14. Victor, Vicente. 2010. Cataract Senile. (online) www.emedicine.com diakses
pada 21 Juni 2012
15. Dhawan, Sanjay. 2010. Lens and Cataract. (online) www.emedicine.com
diakses pada 21 Juni 2012
25
Lampiran
Gambar 1.
26