Transcript

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 Defisi2.1.1 Kehamilan EktopikKehamilan ektopik terjadi bila ovum yang dibuahi melekat pada sembarang jaringan selain lapisan uterus. (Brenda & Suzanne, 2001: 1530).Kehamilan ektopik terjadi bila telur yang dibuahi berimplantasi dan tumbuh di luar endometrium kavum uteri. (Prawirohardjo, 2006: 323).Kehamilan ektopik adalah suatu kehamilan di mana ovum yang telah dibuahi sperma mengalami implantasi dan tumbuh di tempat yang tidak semestinya dan bukan di dalam endometrium kavum uteri. Istilah kehamilan ektopik lebih tepat digunakan daripada istilah kehamilan ekstrauterin, karena terdapat beberapa jenis kehamilan ektopik yang terjadi di dalam uterus tetapi tidak pada tempat yang normal seperti kehamilan yang terjadi pada pars interstitialis tuba dan serviks uteri (Prawirohardjo, 2005: 250).Kehamilan ektopikadalahkehamilanabnormal yang terjadi di luar ronggarahim,janintidak dapat bertahan hidup dan sering tidak berkembang sama sekali.Jadi, kehamilan ektopik adalah suatu kehamilan di mana ovum yang telah dibuahi sperma tumbuh di tempat lain selain uterus.

2.1.2 Kehamilan Ektopik TergangguKehamilan ektopik terganggu adalah kehamilan yang berimplantasi di luar endometrium normal dan sudah menimbulkan gangguan.Kehamilan Ektopik terganggu (KET) adalah sebuah keadaan gawat darurat yang terjadi dimana dapat mengancam dan membahayakan nyawa ibu dan perkembangan kehidupan janin.Kehamilan Ektopik terganggu adalah suatu kehamilan ektopik yang mengalami abortus rupture pada dinding tuba (manuaba, dkk, 2008)

2.2 Lokasi Kehamilan EktopikKebanyakan kehamilan ektopik terjadi pada tuba Fallopi (gestasi ektopik), tetapi jarang ovum yang fertil berimplantasi pada permukaan ovarium atau serviks uterin. Sangat jarang ovum yang fertil berimplantasi pada omentum/kehamilan abnormal(Manuaba, dkk, 2008).2.2.1 Fungsi normal tuba adalah :1. Transportasi ovum2. Spermatozoa dan zigot3. Tempatterjadinya konsepsi4. Tumbuh kembang zigot menjadi blastokis untuk siap melakukan nidasi pada endometrium,5. Menjadi tempat transportasi hasil konsepsi menuju uterus untuk nidasi(Manuaba, dkk, 2008).2.2.2 Lokasi kehamilan ektopikmeliputi :1. Kehamilan tuba (interstisial, ampula tuba, istmus tuba, osteum tuba eksternum)2. Kehamilan servikal3. Kehamilan ovarium4. Kehamilan abdomen (primer implantasi, sekunder implantasi)5. Kehamilan intralegamenter di ligamentum rotundum (Manuaba.dkk, 2008).

2.3 EtiologiSemua faktor yang menghambat migrasi embrio ke kavum uteri menyebabkan seorang ibu semakin rentan untuk menderita kehamilan ektopik, yaitu :2.3.1 Faktor dalam lumen tuba:1. Endosalpingitis, menyebabkan terjadinya penyempitan lumen tuba.2. Hipoplasia uteri, dengan lumen tuba menyempit dan berkelok-kelok.3. Operasi plastik tuba dan sterilisasi yang tidak sempurna.2.3.2 Faktor pada dinding tuba:1. Endometriosis, sehingga memudahkan terjadinya implantasi di tuba.2. Divertikel tuba kongenital, menyebabkan retensi ovum.2.3.3 Faktor di luar dinding tuba:1. Perlekatan peritubal dengan distorsi atau lekukan tuba2. Tumor yang menekan dinding tuba.3. Pelvic Inflammatory Disease (PID)2.3.4 Faktor lain:1. Hamil saat berusia lebih dari 35 tahun.2. Fertilisasi in vitro.3. Penggunaan Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR).4. Riwayat kehamilan ektopik sebelumnya.5. Infertilitas.6. Mioma uteri.7. Hidrosalping (Rachimhadhi, 2005).

2.4 PatofisiologiTempat-tempat implantasi kehamilan ektopik antara lain ampulla tuba (lokasi tersering), isthmus, fimbriae, pars interstitialis, kornu uteri, ovarium, rongga abdomen, serviks dan ligamentum kardinal. Zigot dapat berimplantasi tepat pada sel kolumnar tuba maupun secara interkolumnar.Pada keadaan yang pertama, zigot melekat pada ujung atau sisi jonjot endosalping yang relatif sedikit mendapat suplai darah, sehingga zigot mati dan kemudian diresorbsi. Pada implantasi interkolumnar, zigot menempel di antara dua jonjot. Zigot yang telah bernidasi kemudian tertutup oleh jaringan endosalping yang menyerupai desidua, yang disebut pseudokapsul.Villi korialis dengan mudah menembus endosalping dan mencapai lapisan miosalping dengan merusak integritas pembuluh darah di tempat tersebut. Selanjutnya, hasil konsepsi berkembang, dan perkembangannya tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu tempat implantasi, ketebalan tempat implantasi dan banyaknya perdarahan akibat invasi trofoblas.Seperti kehamilan normal, uterus pada kehamilan ektopik pun mengalami hipertrofi akibat pengaruh hormon estrogen dan progesteron, sehingga tanda-tanda kehamilan seperti tanda Hegar dan Chadwick pun ditemukan. Endometrium pun berubah menjadi desidua, meskipun tanpa trofoblas. Sel-sel epitel endometrium menjadi hipertrofik, hiperkromatik, intinya menjadi lobular dan sitoplasmanya bervakuol.Perubahan selular demikian disebut sebagai reaksi Arias-Stella.Karena tempat implantasi pada kehamilan ektopik tidak ideal untuk berlangsungnya kehamilan, suatu saat kehamilan ektopik tersebut akan terkompromi. Kemungkinan-kemungkinan yang dapat terjadi pada kehamilan ektopik adalah:1. Hasil konsepsi mati dini dan diresorbsi,2. Abortus ke dalam lumen tuba,3. Ruptur dinding tuba.Abortus ke dalam lumen tuba lebih sering terjadi pada kehamilan pars ampullaris, sedangkan ruptur lebih sering terjadi pada kehamilan pars isthmica. Pada abortus tuba, bila pelepasan hasil konsepsi tidak sempurna atau tuntas, maka perdarahan akan terus berlangsung. Bila perdarahan terjadi sedikit demi sedikit, terbentuklah mola kruenta. Tuba akan membesar dan kebiruan (hematosalping), dan darah akan mengalir melalui ostium tuba ke dalam rongga abdomen hingga berkumpul di kavum Douglas dan membentuk hematokel retrouterina.Pada kehamilan di pars isthmica, umumnya ruptur tuba terjadi lebih awal, karena pars isthmica adalah bagian tuba yang paling sempit. Pada kehamilan di pars interstitialis ruptur terjadi lebih lambat (8-16 minggu) karena lokasi tersebut berada di dalam kavum uteri yang lebih akomodatif, sehingga sering kali kehamilan pars interstitialis disangka sebagai kehamilan intrauterin biasa.Perdarahan yang terjadi pada kehamilan pars interstitialis cepat berakibat fatal karena suplai darah berasal dari arteri uterina dan ovarika. Oleh sebab itu kehamilan pars interstitialis adalah kehamilan ektopik dengan angka mortalitas tertinggi. Kerusakan yang melibatkan kavum uteri cukup besar sehingga histerektomi pun diindikasikan.Ruptur, baik pada kehamilan fimbriae, ampulla, isthmus maupun pars interstitialis, dapat terjadi secara spontan maupun akibat trauma ringan, seperti koitus dan pemeriksaan vaginal. Bila setelah ruptur janin terekspulsi ke luar lumen tuba, masih terbungkus selaput amnion dan dengan plasenta yang masih utuh, maka kehamilan dapat berlanjut di rongga abdomen. Untuk memenuhi kebutuhan janin, plasenta dari tuba akan meluaskan implantasinya ke jaringan sekitarnya, seperti uterus, usus dan ligamen (Rachimhadhi, 2005).

2.5 Tanda danGejalaBentuk kehamilan apabila masih utuh akan adarasa sakit atau tidak nyaman. Namun bila sudah pecah menimbulkan perdarahan intraabdominal.Gejala klinisnya meliputi trias gejala klinik :1. Amonorea(terlambat dating bulan)2. Terdapat rasa nyeri mendadak disertai rasa nyeri di daerah bahu dan seluruh abdomen.3. Terdapat perdarahan melalui vaginal (Manuaba, 1998)

Selain itu diagnosis dari Kehamilan Ektopik Terganggu yakni :1. Anamnesis dan gejala klinisa. Riwayat terlambat haid, gejala dan tanda kehamilan muda, dapat ada atau tidak ada perdarahan per vagina, ada nyeri perut kanan / kiri bawah. Berat atau ringannya nyeri tergantung pada banyaknya darah yang terkumpul dalam peritoneum.2. Pemeriksaan fisikDidapatkan rahim yang juga membesar, adanya tumor di daerah adneksa. Adanya tanda-tanda syok hipovolemik, yaitu hipotensi, pucat dan ekstremitas dingin, adanya tanda-tanda abdomen akut, yaitu perut tegang bagian bawah, nyeri tekan dan nyeri lepas dinding abdomen.3. Pemeriksaan ginekologisPemeriksaan dalam: seviks teraba lunak, nyeri tekan, nyeri pada uteris kanan dan kiri.4. Pemeriksaan Penunjanga. Laboratorium : Hb, Leukosit, urine B-hCG (+).Hemoglobin menurun setelah 24 jam dan jumlah sel darah merah dapat meningkat.b. USG : Tidak ada kantung kehamilan dalam kavum uteri,Adanya kantung kehamilan di luar kavum uteri,Adanya massa komplek di rongga panggul.c. Kuldosentesis : suatu cara pemeriksaan untuk mengetahui apakah dalam kavum Douglas ada darah.d. Diagnosis pasti hanya ditegakkan dengan laparotomi.e. Ultrasonografi berguna pada 5 10% kasus bila ditemukan kantong gestasi di luar uterus(Mansjoer, dkk, 2001).

2.6 PenatalaksanaanSeorang pasien yang terdiagnosis dengan kehamilan tuba dan masih dalam kondisi baik dan tenang, memiliki 2 pilihan, yaitu penatalaksanaan medis dan penatalaksanaan bedah.

2.6.1 Penatalaksanaan MedisPada penatalaksanaan medis digunakan zat-zat yang dapat merusak integritas jaringan dan sel hasil konsepsi. Tindakan konservativ medik dilakukan dengan pemberian methotrexate. Methotrexate adalah obat sitotoksik yang sering digunakan untuk terapi keganasan, termasuk penyakit trofoblastik ganas. Pada penyakit trofoblastik, methotrexate akan merusak sel-sel trofoblas, dan bila diberikan pada pasien dengan kehamilan ektopik, methotrexate diharapkan dapat merusak sel-sel trofoblas sehingga menyebabkan terminasi kehamilan tersebut.Methotrexate dapat diberikan dalam dosis tunggal maupun dosis multipel. Dosis tunggal yang diberikan adalah 50 mg/m2 (intramuskular), sedangkan dosis multipel yang diberikan adalah sebesar 1 mg/kg (intramuskular) pada hari pertama, ke-3, 5, dan hari ke-7. Pada terapi dengan dosis multipel leukovorin ditambahkan ke dalam regimen pengobatan dengan dosis 0.1 mg/kg (intramuskular), dan diberikan pada hari ke-2, 4, 6 dan 8. Terapi methotrexate dosis multipel tampaknya memberikan efek negatif pada patensi tuba dibandingkan dengan terapi methotrexate dosis tunggal 9. Methotrexate dapat pula diberikan melalui injeksi per laparoskopi tepat ke dalam massa hasil konsepsi. Terapi methotrexate dosis tunggal adalah modalitas terapeutik paling ekonomis untuk kehamilan ektopik yang belum terganggu.Kandidat-kandidat penerima tatalaksana medis harus memiliki syarat-syarat berikut ini:a) keadaan hemodinamik yang stabil dan tidak ada tanda robekan dari tuba,b) tidak ada aktivitas jantung janin,c) diagnosis ditegakkan tanpa memerlukan laparaskopi,d) diameter massa ektopik < 3,5 cm,e) kadar tertinggi -hCG < 15.000mIU/ ml,f) harus ada informed consent dan mampu mengikuti follow up, sertag) tidak memiliki kontraindikasi terhadap pemberian methotrexate.

2.6.2 Penatalaksanaan BedahPenanganan kehamilan ektopik pada umumnya adalah laparotomi. Pada laparotomi perdarahan selekas mungkin dihentikan dengan menjepit bagian dari adneksa yang menjadi sumber perdarahan. Keadaan umum penderita terus diperbaiki dan darah dalam rongga perut sebanyak mungkin dikeluarkan. Dalam tindakan demikian, beberapa hal yang harus dipertimbangkan yaitu: kondisi penderita pada saat itu, keinginan penderita akan fungsi reproduksinya, lokasi kehamilan ektopik.Penatalaksanaan bedah dapat dikerjakan pada pasien-pasien dengan kehamilan tuba yang belum terganggu maupun yang sudah terganggu. Tentu saja pada kehamilan ektopik terganggu, pembedahan harus dilakukan secepat mungkin.Salpingostomi adalah suatu prosedur untuk mengangkat hasil konsepsi yang berdiameter kurang dari 2 cm dan berlokasi di sepertiga distal tuba fallopii. Pada prosedur ini dibuat insisi linear sepanjang 10-15 mm pada tuba tepat di atas hasil konsepsi, di perbatasan antimesenterik. Setelah insisi hasil konsepsi segera terekspos dan kemudian dikeluarkan dengan hati-hati. Perdarahan yang terjadi umumnya sedikit dan dapat dikendalikan dengan elektrokauter. Insisi kemudian dibiarkan terbuka (tidak dijahit kembali) untuk sembuh per sekundam. Prosedur ini dapat dilakukan dengan laparotomi maupun laparoskopi. Metode per laparoskopi saat ini menjadi gold standard untuk kehamilan tuba yang belum terganggu.Pada dasarnya prosedurSalpingotomisama dengan salpingostomi, kecuali bahwa pada salpingotomi insisi dijahit kembali. Beberapa literatur menyebutkan bahwa tidak ada perbedaan bermakna dalam hal prognosis, patensi dan perlekatan tuba pascaoperatif antara salpingostomi dan salpingotomi(Chalik, 2004).

2.7 Prognosis2.7.1 Bagi kehamilan berikutnya.Umumnya penyebab kehamilan ektopik (misalnya penyempitan tuba atau pasca penyakit radang panggul) bersifat bilateral. Sehingga setelah pernah mengalami kehamilan ektopik pada tuba satu sisi, kemungkinan pasien akan mengalami kehamilan ektopik lagi pada tuba sisi yang lain.2.7.2 Bagi ibu.Bila diagnosis cepat ditegakkan umumnya prognosis baik, terutama bila cukup penyediaan darah dan fasilitas operasi serta narkose (Moechtar, 1998).

2.8 Penatalaksanaan Tindakan AnestesiPada pasien Kehamilan Ektopik Terganggu (KET) kita harus memperhatikan perubahan-perubahan fisiologi dan anatomi, karena tindakan tersebut dapat mempengaruhi tindakan anestesi. Bila pasien disertai dengan penyakit lain seperti asma maka tindakan anestesi akan lebih spesifik lagi. Untuk hal ini perlu pengetahuan lebih mendalam mengenai fisiologi dan anatomi sehingga dapat mengurangi morbiditas dan mortalitas.2.8.1 Pengertian AnestesiIstilah anestesi pertama kali dikemukakan oleh ahli filosofi Yunani yang bernama Dioscorides. Anestesi berarti hilangnya segala sensasi panas, dingin, rabaan, kedudukan tubuh (posture), nyeri dan biasanya dihubungkan dengan hilangnya kesadaran. Anestesi umum berarti hilangnya sakit diseluruh tubuh yang disertai dengan hilangnya kesadaran yang bersifat sementara akibat pemberian obat anestesi. Setelah obat ini mengalami metabolisme dan dikeluarkan oleh tubuh, keadaan akan pulih kembali seperti semula.

2.8.2 Anestesi UmumAnestesi umum adalah tindakan menghilangkan rasa nyeri/sakit secara sentral disertai hilangnya kesadaran dan dapat pulih kembali (reversibel). Komponen trias anestesi yang ideal terdiri dari analgetik, hipnotik, dan relaksasi otot.Obat anestesi yang masuk ke pembuluh darah atau sirkulasi kemudian menyebar ke jaringan. Yang pertama terpengaruh oleh obat anestesi ialah jaringan kaya akan pembuluh darah seperti otak, sehingga kesadaran menurun atau hilang, hilangnya rasa sakit, dan sebagainya. Seseorang yang memberikan anestesi perlu mengetahui stadium anestesi untuk menentukan stadium terbaik pembedahan itu dan mencegah terjadinya kelebihan dosis.Agar anestesi umum dapat berjalan dengan sebaik mungkin, pertimbangan utamanya adalah memilih anestesi ideal. Pemilihan ini didasarkan pada beberapa pertimbangan yaitu keadaan penderita, sifat anestesi, jenis operasi yang dilakukan, dan peralatan serta obat yang tersedia. Sifat anestesi yang ideal antara lain mudah didapat, murah, tidak menimbulkan efek samping terhadap organ vital seperti saluran pernapasan atau jantung, tidak mudah terbakar, stabil, cepat dieliminasi, menghasilkan relaksasi otot yang cukup baik, kesadaran cepat kembali, tanpa efek yang tidak diinginkan.Obat anestesi umum yang ideal mempunyai sifat-sifat antara lain pada dosis yang aman mempunyai daya analgetik relaksasi otot yang cukup, cara pemberian mudah, mulai kerja obat yang cepat dan tidak mempunyai efek samping yang merugikan. Selain itu obat tersebut harus tidak toksik, mudah dinetralkan, mempunyai batas keamanan yang luas.

2.8.2.1 Macam-macam Teknik Anestesi1) Open drop methodCara ini dapat digunakan untuk anestesik yang menguap, peralatan sangat sederhana dan tidak mahal. Zat anestetik diteteskan pada kapas yang diletakkan di depan hidung penderita sehingga kadar yang dihisap tidak diketahui, dan pemakaiannya boros karena zat anestetik menguap ke udara terbuka.2) Semi open drop methodHampir sama dengan open drop, hanya untuk mengurangi terbuangnya zat anestetik digunakan masker. Karbondioksida yang dikeluarkan sering terhisap kembali sehingga dapat terjadi hipoksia. Untuk menghindarinya dialirkan volume fresh gas flow yang tinggi minimal 3x dari minimal volume udara semenit.3) Semi closed methodUdara yang dihisap diberikan bersama oksigen murni yang dapat ditentukan kadarnya kemudian dilewatkan pada vaporizer sehingga kadar zat anestetik dapat ditentukan. Udara napas yang dikeluarkan akan dibuang ke udara luar. Keuntungannya dalamnya anestesi dapat diatur dengan memberikan kadar tertentu dari zat anestetik, dan hipoksia dapat dihindari dengan memberikan volume fresh gas flow kurang dari 100% kebutuhan.4) Closed methodCara ini hampir sama seperti semi closed hanya udara ekspirasi dialirkan melalui soda lime yang dapat mengikat CO2, sehingga udara yang mengandung anestetik dapat digunakan lagi.Dalam memberikan obat-obatan pada penderita yang akan menjalani operasi maka perlu diperhatikan tujuannya yaitu sebagai premedikasi, induksi, maintenance, dan lain-lain.

2.8.3 Persiapan Pra AnestesiPasien yang akan menjalani anestesi dan pembedahan (elektif/darurat) harus dipersiapkan dengan baik. Kunjungan pra anestesi pada bedah elektif dilakukan 1-2 hari sebelumnya, dan pada bedah darurat sesingkat mungkin. Kunjungan pra anestesi pada pasien yang akan menjalani operasi dan pembedahan baik elektif dan darurat mutlak harus dilakukan untuk keberhasilan tindakan tersebut. Adapun tujuan kunjungan pra anestesi adalah:1) Mempersiapkan mental dan fisik secara optimal.2) Merencanakan dan memilih teknik serta obat-obat anestesi yang sesuai dengan fisik dan kehendak pasien. 3) Menentukan status fisik dengan klasifikasi ASA (American Society Anesthesiology):ASA I:Pasien normal sehat, kelainan bedah terlokalisir, tanpa kelainan faali, biokimiawi, dan psikiatris. Angka mortalitas 2%.ASA II:Pasien dengan gangguan sistemik ringan sampai dengan sedang sebagai akibat kelainan bedah atau proses patofisiologis. Angka mortalitas 16%.ASA III: Pasien dengan gangguan sistemik berat sehingga aktivitas harian terbatas. Angka mortalitas 38%.ASA IV: Pasien dengan gangguan sistemik berat yang mengancam jiwa, tidak selalu sembuh dengan operasi. Misal : insufisiensi fungsi organ, angina menetap. Angka mortalitas 68%.ASA V:Pasien dengan kemungkinan hidup kecil. Tindakan operasi hampir tak ada harapan. Tidak diharapkan hidup dalam 24 jam tanpa operasi / dengan operasi. Angka mortalitas 98%.ASA VI: Pasien mati otak yang organ tubuhnya akan diambil (didonorkan)Untuk operasi cito, ASA ditambah huruf E (Emergency) terdiri dari kegawatan otak, jantung, paru, ibu dan anak.

2.8.4 Pemeriksaan praoperasi anestesi2.8.4.1 Anamnesis1) Identifikasi pasien yang terdiri dari nama, umur, alamat, dll.2) Keluhan saat ini dan tindakan operasi yang akan dihadapi.3) Riwayat penyakit yang sedang/pernah diderita yang dapat menjadi penyulit anestesi seperti alergi, diabetes melitus, penyakit paru kronis (asma bronkhial, pneumonia, bronkhitis), penyakit jantung, hipertensi, dan penyakit ginjal.4) Riwayat obat-obatan yang meliputi alergi obat, intoleransi obat, dan obat yang sedang digunakan dan dapat menimbulkan interaksi dengan obat anestetik seperti kortikosteroid, obat antihipertensi, antidiabetik, antibiotik, golongan aminoglikosid, dan lain lain.5) Riwayat anestesi dan operasi sebelumnya yang terdiri dari tanggal, jenis pembedahan dan anestesi, komplikasi dan perawatan intensif pasca bedah.a) Riwayat kebiasaan sehari-hari yang dapat mempengaruhi tindakan anestesi seperti merokok, minum alkohol, obat penenang, narkotikb) Riwayat keluarga yang menderita kelainan seperti hipertensi maligna.c) Riwayat berdasarkan sistem organ yang meliputi keadaan umum, pernapasan, kardiovaskular, ginjal, gastrointestinal, hematologi, neurologi, endokrin, psikiatrik, ortopedi dan dermatologi2.8.4.2 Pemeriksaan Fisik1) Keadaan psikis : gelisah,takut, kesakitan2) Keadaan gizi : malnutrisi atau obesitas3) Tinggi dan berat badan. Untuk memperkirakan dosis obat, terapi cairan yang diperlukan, serta jumlah urin selama dan sesudah pembedahan.4) Frekuensi nadi, tekanan darah, pola dan frekuensi pernapasan, serta suhu tubuh.5) Jalan napas (airway). Jalan napas diperiksa untuk mengetahui adanya trismus, keadaan gigi geligi, adanya gigi palsu, gangguan fleksi ekstensi leher, deviasi ortopedi dan dermatologi. Ada pula pemeriksaan mallampati, yang dinilai dari visualisasi pembukaan mulut maksimal dan posisi protusi lidah. Pemeriksaan mallampati sangat penting untuk menentukan kesulitan atau tidaknya dalam melakukan intubasi. Penilaiannya yaitu:a) Mallampati I:Palatum molle, uvula, dinding posterior oropharyng, tonsilla palatina dan tonsilla pharingealb) Mallampati II:Palatum molle, sebagian uvula, dinding posterior uvulac) Mallampati III :Palatum molle, dasar uvulad) Mallampati IV :Palatum durum saja6) Jantung, untuk mengevaluasi kondisi jantung7) Auskultasi paru-paru untuk mengetahui adanya ronki dan wheezing8) Abdomen, untuk melihat adanya distensi, massa, asites, hernia, atau tanda regurgitasi.9) Ekstremitas, terutama untuk melihat adanya perfusi distal, sianosis, adanya jari tabuh, infeksi kulit, untuk melihat di tempat-tempat pungsi vena atau daerah blok saraf regional

2.8.5 Pemeriksaan laboratorium dan penunjang lainLab rutin :a) Pemeriksaan lab. Darahb) Urine : protein, sedimen, reduksic) Foto rongten ( thoraks )d) EKG

2.8.6 Premedikasi AnestesiPremedikasi anestesi adalah pemberian obat sebelum anestesi. Adapun tujuan dari premedikasi antara lain :Memberikan rasa nyaman bagi pasien, misal : diazepama) Menghilangkan rasa khawatir, misal : diazepamb) Membuat amnesia, misal : diazepam, midazolamc) Memberikan analgetika, misal : fentanyl, pethidind) Mencegah muntah, misal : droperidol, ondansentrone) Memperlancar induksi, misal : pethidinf) Mengurangi jumlah obat-obat anesthesia, misal pethiding) Menekan reflek-reflek yang tidak diinginkan, misal : sulfas atropin.h) Mengurangi sekresi kelenjar saluran napas, misal : sulfas atropin dan hiosin.Premedikasi diberikan berdasar atas keadaan psikis dan fisiologis pasien yang ditetapkan setelah dilakukan kunjungan prabedah. Dengan demikian maka pemilihan obat premedikasi yang akan digunakan harus selalu dengan mempertimbangkan umur pasien, berat badan, status fisik, derajat kecemasan, riwayat pemakaian obat anestesi sebelumnya, riwayat hospitalisasi sebelumnya, riwayat penggunaan obat tertentu yang berpengaruh terhadap jalannya anestesi, perkiraan lamanya operasi, macam operasi, dan rencana anestesi yang akan digunakan.

2.8.7 InduksiInduksi merupakan saat dimasukkannya zat anestesi sampai tercapainya stadium pembedahan yang selanjutnya diteruskan dengan tahap pemeliharaan anestesi untuk mempertahankan atau memperdalam stadium anestesi setelah induksi.Pada kasus ini digunakan obat induksi :2.8.7.1 Propofol Propofol (2,6-diisoprophylphenol) adalah campuran 1% obat dalam air dan emulsi yang berisi 10% soya bean oil, 1,2% phosphatide telur dan 2,25% glyserol. Dosis yang dianjurkan 2,5mg/kgBB untuk induksi tanpa premedikasi.Propofol memiliki kecepatan onset yang sama dengan barbiturat intravena lainnya, namun pemulihannya lebih cepat dan pasien dapat diambulasi lebih cepat setelah anestesi umum. Selain itu, secara subjektif, pasien merasa lebih baik setelah postoperasi karena propofol mengurangi mual dan muntah postoperasi. Propofol digunakan baik sebagai induksi maupun mempertahankan anestesi dan merupakan agen pilihan untuk operasi bagi pasien rawat jalan. Obat ini juga efektif dalam menghasilkan sedasi berkepanjangan pada pasien dalam keadaan kritis. Penggunaan propofol sebagai sedasi pada anak kecil yang sakit berat (kritis) dapat memicu timbulnya asidosis berat dalam keadaan terdapat infeksi pernapasan dan kemungkinan adanya skuele neurologik.Pemberian propofol (2mg/kg) intravena menginduksi anestesi secara cepat. Rasa nyeri kadang-kadang terjadi di tempat suntikan, tetapi jarang disertai plebitis atau trombosis. Anestesi dapat dipertahankan dengan infus propofol yang berkesinambungan dengan opiat, N2O dan/atau anestetik inhalasi lain.Propofol dapat menyebabkan turunnya tekanan darah yang cukup berarti selama induksi anestesi karena menurunnya resitensi arteri perifer dan venodilatasi. Propofol menurunkan tekanan arteri sistemik kira-kira 80% tetapi efek ini disebabkan karena vasodilatasi perifer daripada penurunan curah jantung. Tekanan sistemik kembali normal dengan intubasi trakea. Propofol cepat dimetabolisme di hati 10 kali lebih cepat daripada thiopenthal pada tikus. Propofol diekskresikan ke dalam urin sebagai glukoronid dan sulfat konjugat, dengan kurang dari 1% diekskresi dalam bentuk aslinya. Propofol dapat bermanfaat bagi pasien dengan gangguan kemampuan dalam memetabolisme obat-obat anestesi sedati yang lainnya. Propofol tidak merusak fungsi hati dan ginjal. Aliran darah ke otak, metabolisme otak dan tekanan intrakranial akan menurun. Keuntungan propofol karena bekerja lebih cepat dari tiopental dan konvulsi pasca operasi yang minimal.Propofol merupakan obat induksi anestesi cepat. Obat ini didistribusikan cepat dan dieliminasi secara cepat. Hipotensi terjadi sebagai akibat depresi langsung pada otot jantung dan menurunnya tahanan vaskuler sistemik. Propofol tidak mempunyai efek analgetik. Dibandingkan dengan tiopental waktu pulih sadar lebih cepat dan jarang terdapat mual dan muntah. Pada dosis yang rendah propofol memiliki efek antiemetik.Efek samping propofol pada sistem pernapasan adanya depresi pernapasan, apnea, bronkospasme, dan laringospasme. Pada sistem kardiovaskuler berupa hipotensi, aritmia, takikardi, bradikardi, hipertensi. Pada susunan syaraf pusat adanya sakit kepala, pusing, euforia, kebingungan, dll. Pada daerah penyuntikan dapat terjadi nyeri sehingga saat pemberian dapat dicampurkan lidokain (20-50 mg).2.8.7.2 FentanylFentanyl merupakan salah satu preparat golongan analgetik opioid dan termasuk dalam opioid potensi tinggi dengan dosis 100-150 mcg/kgBB, termasuk sufentanyl (0,25-0,5 mcg/kgBB). Bahkan sekarang ini telah ditemukan remifentanyl, suatu opioid yang poten dan sangat cepat onsetnya, telah digunakan untuk meminimalkan depresi pernapasan residual. Opioid dosis tinggi yang deberikan selama operasi dapat menyebabkan kekakuan dinding dada dan larynx, dengan demikian dapat mengganggu ventilasi secara akut, sebagaimana meningkatnya kebutuhan opioid potoperasi berhubungan dengan perkembangan toleransi akut. Maka dari itu, dosis fentanyl dan sufentanyl yang lebih rendah telah digunakan sebagai premedikasi dan sebagai suatu tambahan baik dalam anestesi inhalasi maupun intravena untuk memberikan efek analgetik perioperatif.Sebagai analgetik, potensinya diperkirakan 80 kali morfin. Lamanya efek depresi napasfentanyl lebih pendek dibanding meperidin. Efek euphoria dan analgetik fentanyl diantagonis oleh antagonis opioid, tetapi secara tidak bermakna diperpanjang masanya atau diperkuat oleh droperidol, yaitu suatu neuroleptik yang biasanya digunakan bersama sebagai anestesi IV. Dosis tinggi fentanyl menimbulkan kekakuan yang jelas pada otot lurik, yang mungkin disebabkan oleh efek opioid pada tranmisi dopaminergik di striatum. Efek ini di antagonis oleh nalokson.Fentanyl biasanya digunakan hanya untuk anestesi, meski juga dapat digunakan sebagai anelgesi pasca operasi. Obat ini tersedia dalam bentuk larutan untuk suntik dan tersedia pula dalam bentuk kombinasi tetap dengan droperidol. Fentanyl dan droperidol (suatu butypherone yang berkaitan dengan haloperidol) diberikan bersama-sama untuk menimbulkan analgetika dan amnesia dan dikombinasikan dengan nitrogen oksida memberikan suatu efek yang disebut sebagai neurolepanestesia.

2.8.7.3 Obat Pelumpuh OtotObat golongan ini menghambat transmisi neuromuscular sehingga menimbulkan kelumpuhan pada otot rangka. Menurut mekanisme kerjanya, obat ini dibagi menjadi 2 golongan yaitu obat penghambat secara depolarisasi resisten, misalnya suksinil kolin, dan obat penghambat kompetitif atau nondepolarisasi, misal kurarin.Dalam anestesi umum, obat ini memudahkan dan mengurangi cedera tindakan laringoskopi dan intubasi trakea, serta memberi relaksasi otot yang dibutuhkan dalam pembedahan dan ventilasi kendali.

2.8.8 PemeliharaanNitrous Oksida (N2O)Merupakan gas yang tidak berwarna, berbau manis dan tidak iritatif, tidak berasa, lebih berat dari udara, tidak mudah terbakar/meledak, dan tidak bereaksi dengan soda lime absorber (pengikat CO2). Mempunyai sifat anestesi yang kurang kuat, tetapi dapat melalui stadium induksi dengan cepat, karena gas ini tidak larut dalam darah. Gas ini tidak mempunyai sifat merelaksasi otot, oleh karena itu pada operasi abdomen dan ortopedi perlu tambahan dengan zat relaksasi otot. Terhadap SSP menimbulkan analgetik yang berarti. Depresi napas terjadi pada masa pemulihan, hal ini terjadi karena Nitrous Oksida mendesak oksigen dalam ruangan-ruangan tubuh. Hipoksia difusi dapat dicegah dengan pemberian oksigen konsentrasi tinggi beberapa menit sebelum anestesi selesai. Penggunaan biasanya dipakai perbandingan atau kombinasi dengan oksigen. Penggunaan dalam anestesi umumnya dipakai dalam kombinasi N2O : O2 adalah sebagai berikut 60% : 40% ; 70% : 30% atau 50% : 50%.2.8.9 Terapi CairanPrinsip dasar terapi cairan adalah cairan yang diberikan harus mendekati jumlah dan komposisi cairan yang hilang. Terapi cairan perioperatif bertujuan untuk.a. Memenuhi kebutuhan cairan, elektrolit dan darah yang hilang selama operasi.b. Mengatasi syok dan kelainan yang ditimbulkan karena terapi yang diberikan.Pemberian cairan operasi dibagi :2.8.9.1 Pra OperasiDapat terjadi defisit cairan karena kurang makan, puasa, muntah, penghisapan isi lambung, penumpukan cairan pada ruang ketiga seperti pada ileus obstruktif, perdarahan, luka bakar dan lain-lain. Kebutuhan cairan untuk dewasa dalam 24 jam adalah 2 ml / kg BB / jam. Setiap kenaikan suhu 10 Celcius kebutuhan cairan bertambah 10-15 %.2.8.9.2 Selama operasi Dapat terjadi kehilangan cairan karena proses operasi. Kebutuhan cairan pada dewasa untuk operasi :Ringan= 4 ml/kgBB/jamSedang = 6 ml/kgBB/jamBerat= 8 ml/kgBB/jamBila terjadi perdarahan selama operasi, di mana perdarahan kurang dari 10 % EBV maka cukup digantikan dengan cairan kristaloid. Apabila perdarahan lebih dari 10 % maka dapat dipertimbangkan pemberian plasma / koloid / dekstran.2.8.9.3 Setelah OperasiPemberian cairan pasca operasi ditentukan berdasarkan defisit cairan selama operasi ditambah kebutuhan sehari-hari pasien.2.8.10 PemulihanPasca anestesi dilakukan pemulihan dan perawatan pasca operasi dan anestesi yang biasanya dilakukan di ruang pulih sadar atau recovery room yaitu ruangan untuk observasi pasien pasca atau anestesi. Ruang pulih sadar merupakan batu loncatan sebelum pasien dipindahkan ke bangsal atau masih memerlukan perawatan intensif di ICU. Dengan demikian pasien pasca operasi atau anestesi dapat terhindar dari komplikasi yang disebabkan karena operasi atau pengaruh anestesinya.Untuk memindahkan pasien dari ruang pulih sadar ke ruang perawatan perlu dilakukan skoring tentang kondisi pasien setelah anestesi dan pembedahan. Beberapa cara skoring yang biasa dipakai untuk anestesi umum yaitu cara Aldrete dan Steward, dimana cara Steward mula-mula diterapkan untuk pasien anak-anak, tetapi sekarang sangat luas pemakaiannya, termasuk untuk orang dewasa. Sedangkan untuk regional anestesi digunakan skor BromageAldrete Scoring SystemNo.KriteriaSkor

1Aktivitas motorik Mampu menggerakkan ke-4 ekstremitas atas perintah atau secara sadar. Mampu menggerakkan 2 ekstremitas atas perintah atau secara sadar. Tidak mampu menggerakkan ekstremitas atas perintah atau secara sadar.2

1

0

2Respirasi Napas adekuat dan dapat batuk Napas kurang adekuat/distress/hipoventilasi Apneu/tidak bernapas210

3Sirkulasi Tekanan darah berbeda 20% dari semula Tekanan darah berbeda 20-50% dari semula Tekanan darah berbeda >50% dari semula210

4Kesadaran Sadar penuh Bangun jika dipanggil Tidak ada respon atau belum sadar210

5Warna kulit Kemerahan atau seperti semula Pucat Sianosis 210

Aldrete score 9, tanpa nilai 0, maka dapat dipindah ke ruang perawatan

27