A. DEFINISI
Suatu infeksi kronik pada telinga tengah dan kavitas mastoid, dengan
discharge yang keluar berulang atau otorrhoea melalui perforasi membran
timpani. 1 Secret mungkin encer atau kental, bening atau berupa nanah. Dulu
kita kenal sebagai otitis media perforata (OMP). Orang awam biasa
menyebutnya congek. 2
Otitis media supuratif kronik tipe maligna adalah OSMK yang disertai
dengan kolesteatoma. OSMK ini dikenal dengan OSMK tipe bahaya atau
OSMK tipe tulang, perforasi pada OSMK tipe bahaya letaknya marginal atau
atik, kadang-kadang terdapat kolesteatoma dengan perforasi sub total.
Kolesteatoma adalah suatu kista epiterial yang berisi deskuamasi epitel
(keratin). Deskuamasi terbentuk terus lalu menumpuk sehingga kolesteatoma
bertambah besar. 2
B. ANATOMI
Gb.1 Anatomi Telinga
1
Telinga tengah berbentuk kubus dengan: 2
- Batas luar : membrane timpani
- Batas depan : tuba eustachius
- Batas bawah : vena jugularis (bulbus jugularis)
- Batas belakang : aditus et antrum, kanalis fasialis pars vertikalis
- Batas atas : tegmen timpani (meningen/otak)
- Batas dalam : berturut-turut dari atas kebawah kanalis semisirkularis
horizontal, kanalis fasialis, tingkap lonjong (oval window), tingkap bundar
(round window) dan promontorium.
Gb.2 Anatomi Telinga Tengah
Membran timpani berbentuk bundar dan cekung bila diliat dari arah liang
telingan dan terlihat obliq terhadap sumbu liang telinga. Bagian atas disebut pars
flaksida, sedangkan bagian bawah pars tensa. Pada pars flaksida terdapat daerah
yang disebut atik. Ditempat ini terdapat aditus ad antrum yaitu lubang yang
menghubungkan telinga tengah dengan antrum mastoid. 2
Bayangan penonjolan bagian bawah maleus pada membran timpani
disebut sebagai umbo. Dari umbo bermula suatu reflek cahaya (cone of light)
kearah bawah yaitu pada pukul 7 pada membrane timpani kiri dan pada pukul 5
pada membrane timpani kanan. Reflek cahaya (cone of light) ialah cahaya dari
luar yang dipantulkan oleh membrane timpani. Di membran timpani terdapat 2
2
macam serabut, sirkular dan radier. Serabut inilah yang menimbulkan cahaya
berupa kerucut. Secara klinis reflek cahaya ini dinilai, misalnya bila letak reflek
cahaya mendatar berarti terdapat gangguan pada tuba eustachius. 2
Membrane timpani dibagi dalam 4 kuadran, dengan menarik garis searah
dari prosesus longus maleus dan garis yang tegak lurus pada garis itu di umbo,
sehingga didapatkan bagian atas depan, atas belakang, bawah depan serta bawah
belakang, untuk menyatakan letak perforasi membrane timpani. 2
Gb.3 Membra Timpani
Kavum timpani terdiri dari : 3,4
1. Tulang-tulang pendengaran ( maleus, inkus, stapes).
2. Dua otot.
3. Saraf korda timpani.
4. Saraf pleksus timpanikus.
Tulang-tulang pendengaran terdiri dari : 3,4
1. Malleus ( hammer / martil).
2. Inkus ( anvil/landasan)
3. Stapes ( stirrup / pelana)
3
Malleus
Malleus adalah tulang yang paling besar diantara semua tulang-tulang
pendengaran dan terletak paling lateral, leher, prosesus brevis (lateral), prosesus
anterior, lengan (manubrium). panjangnya kira-kira 7,5 sampai 9,0 mm. Kepala
terletak pada epitimpanum atau didalam rongga atik, sedangkan leher terletak
dibelakang pars flaksida membran timpani. Manubrium terdapat didalam
membrane timpani, bertindak sebagai tempat perlekatan serabut-serabut tunika
propria. Ruang antara kepala dari maleus dan membran Shrapnell dinamakan
Ruang Prussak. Maleus ditahan oleh ligamentum maleus anterior yang melekat ke
tegmen dan juga oleh ligamentum lateral yang terdapat diantara basis prosesus
brevis dan pinggir lekuk Rivinus. 4
Incus
Inkus terdiri dari badan inkus ( corpus) dan 2 kaki yaitu : prosesus brevis
dan prosesus longus. Sudut antara prosesus brevis dan longus membentuk sudut
lebih kurang 100 derajat. Inkus berukuran 4,8 mm x 5,5 mm pada pinggir dari
corpus, prosesus longus panjangnya 4,3 mm-5,5 mm. Inkus terletak pada
epitimpanum, dimana prosesus brevis menuju antrum, prosesus longus jalannya
sejajar dengan manubrium dan menuju ke bawah. Ujung prosesus longus
membengkok kemedial merupakan suatu prosesus yaitu prosesus lentikularis.
Prosesus ini berhubungan dengan kepala dari stapes. Maleus dan inkus bekerja
sebagai satu unit, memberikan respon rotasi terhadap gerakan membran timpani
melalui suatu aksis yang merupakan suatu garis antara ligamentum maleus
anterior dan ligamentum inkus pada ujung prosesus brevis. Gerakan-gerakan
tersebut tetap dipelihara berkesinambungan oleh inkudomaleus. Gerakan rotasi
tersebut diubah menjadi gerakan seperti piston pada stapes melalui sendi
inkudostapedius. 4
Stapes
Merupakan tulang pendengaran yang teringan, beratnya hanya 2,5 mg,
tingginya 4mm-4,5 mm. Stapes terdiri dari kepala, leher, krura anterior dan
4
posterior dan telapak kaki ( foot plate), yang melekat pada foramen ovale dengan
perantara ligamentum anulare. 4
Tendon stapedius berinsersi pada suatu penonjolan kecil pada permukaan
posterior dari leher stapes. Kedua krura terdapat pada bagian leher bawah yang
lebar dan krura anterior lebih tipis dan kurang melengkung dari pada posterior.
Kedua berhubungan dengan foot plate yang biasanya mempunyai tepi superior
yang melengkung, hampir lurus pada tepi posterior dan melengkung di anterior
dan ujung posterior. panjang foot plat e 3 mm dan lebarnya 1,4 mm, dan terletak
pada fenestra vestibuli dimana ini melekat pada tepi tulang dari kapsul labirin oleh
ligamentum anulare Tinggi stapes kira-kira 3,25 mm. 4
Otot-otot pada kavum timpani.
Terdiri dari : otot tensor timpani ( muskulus tensor timpani) dan otot
stapedius ( muskulus stapedius) Otot tensor timpani adalah otot kecil panjang
yang berada 12 mm diatas tuba eustachius. Otot ini melekat pada dinding
semikanal tensor timpani. Kanal ini terletak diatas liang telinga bagian tulang dan
terbuka kearah liang telinga sehingga disebut semikanal. Serabut -serabut otot
bergabung dan menjadi tendon pada ujung timpanisemikanal yang ditandai oleh
prosesus kohleoform. Prosesus ini membuat tendon tersebut membelok kearah
lateral kedalam telinga tengah. Tendon berinsersi pada bagian atas leher maleus.
Muskulus tensor timpani disarafi oleh cabang saraf kranial ke 5. kerja otot ini
menyebabkan membran timpani tertarik kearah dalam sehingga menjadi lebih
tegang dan meningkatkan frekuensi resonansi system penghantar suara serta
melemahkan suara dengan freksuensi rendah. 4
Otot stapedius adalah otot yang relatif pendek. Bermula dari dalam
kanalnya didalam eminensia piramid, serabut ototnya melekat ke perios kanal
tersebut. Serabut-serabutnya bergabung membentuk tendon stapedius yang
berinsersi pada apek posterior leher stapes. M. Stapedius disarafi oleh salah satu
cabang saraf kranial ke 7 yang timbul ketika saraf tersebut melewati m. stapedius
tersebut pada perputarannya yang kedua. Kerja m.stapedius menarik stapes ke
posterior mengelilingi suatu pasak pada tepi posterior basis stapes. Keadaan ini
5
stapes kaku, memperlemah transmisi suara dan meningkatkan frekuensi resonansi
tulang-tulang pendengaran. 4
Saraf Korda timpani
Merupakan cabang dari nervus fasialis masuk ke kavum timpani dari
kanalikulus posterior yang menghubungkan dinding lateral dan posterior. Korda
timpani memasuki telinga tengah bawah pinggir posterosuperior sulkus timpani
danberjalan keatas depan lateral keprosesus longus dari inkus dan kemudian ke
bagian bawah leher maleus tepatnya diperlekatan tendon tensor timpani. Setelah
berjalan kearah medial menuju ligamentum maleus anterior, saraf ini keluar
melalui fisura petrotimpani. Korda timpani juga mengandung jaringan sekresi
parasimpatetik yang berhubungan dengan kelenjar ludah sublingual dan
submandibula melalui ganglion submandibular. Korda timpani memberikan
serabut perasa pada 2/3 depan lidah bagian anterior. 4
Saraf fasial
Saraf fasial terutamaterdiri dari dua komponen yang berbeda, yaitu : 4
1. Saraf motorik untuk otot-otot yang berasal dari lengkung brankial kedua
(faringeal) yaitu otot ekspresi wajah, stilohioid, posterior belly m.
Digastrik dan m. stapedius.
2. Saraf intermedius yang terdiri dari saraf sensori dan sekretomotor
parasimpatetis preganglionik yang menuju ke semua glandula wajah
kecuali parotis.
Vaskularisasi kavum timpani
Pembuluh-pembuluh darah yang memberikan vaskularisasi kavum timpani
adalah arteri-arteri kecil yang melewati tulang yang tebal. Sebagian besar
pembuluh darah yang menuju kavum timpani berasal dari cabang arteri karotis
eksterna. Pada daerah anterior mendapat vaskularisasi dari a. timpanika anterior,
yang merupakan cabang dari a. maksilaris interna yang masuk ke telinga tengah
6
melalui fisura petrotimpanika. Pada daerah posterior mendapat vaskularisasi dari
a. timpanika psoterior, yang merupakan cabang dari a. mastoidea yaitu a.
stilomastoidea. Pada daerah superior mendapat perdarahan dari cabang a.
meningea media juga a. petrosa superior, a. timpanika superior dan ramus
inkudomalei. Pembuluh vena kavum timpani berjalan bersama-sama dengan
pembuluh arteri menuju pleksus venosus pterigoid atau sinus petrosus superior.
Pembuluh getah bening kavum timpani masuk ke dalam pembuluh getah bening
retrofaring atau ke nodulus limfatikus parotis. 4
Tuba Eustachius
Tuba eustachius disebut juga tuba auditory atau tuba faringotimpani.
bentuknya seperti huruf S. Tuba ini merupakan saluran yang menghubungkan
kavum timpani dengan nasofaring. Pada orang dewasa panjang tuba sekitar 36
mm berjalan ke bawah, depan dan medial dari telinga tengah 13 dan pada anak
dibawah 9 bulan adalah 17,5 mm. 2,4
Tuba terdiri dari 2 bagian yaitu : 4
1. Bagian tulang terdapat pada bagian belakang dan pendek (1/3 bagian).
2. Bagian tulang rawan terdapat pada bagian depan dan panjang (2/3 bagian).
Bagian tulang sebelah lateral berasal dari dinding depan kavum timpani,
dan bagian tulang rawan medial masuk ke nasofaring. Bagian tulang rawan ini
berjalan kearah posterior, superior dan medial sepanjang 2/3 bagian keseluruhan
panjang tuba (4 cm), kemudian bersatu dengan bagian tulang atau timpani.
Tempat pertemuan itu merupakan bagian yang sempit yang disebut ismus. Bagian
tulang tetap terbuka, sedangkan bagian tulang rawan selalu tertutup dan berakhir
pada dinding lateral nasofaring. Pada orang dewasa muara tuba pada bagian
timpani terletak kira-kira 2-2,5 cm, lebih tinggi dibanding dengan ujungnya
nasofaring. Pada anak-anak, tuba pendek, lebar dan letaknya mendatar maka
infeksi mudah menjalar dari nasofaring ke telinga tengah. Tuba dilapisi oleh
mukosa saluran nafas yang berisi sel-sel goblet dan kelenjar mucus dan memiliki
lapisan epitel bersilia didasarnya. Epitel tuba terdiri dari epitel selinder berlapis
7
dengan sel selinder. Disini terdapat silia dengan pergerakannya ke arah faring.
Sekitar ostium tuba terdapat jaringan limfosit yang dinamakan tonsil tuba. 2,4
Otot yang berhubungan dengan tuba eustachius yaitu : 4
1. M. tensor veli palatini
2. M. elevator veli palatini
3. M. tensor timpani
4. M. salpingofaringeus
Fungsi tuba eustachius sebagai ventilasi telinga yaitu mempertahankan
keseimbangan tekanan udara didalam kavum timpani dengan tekanan udara luar,
drenase sekret dari kavum timpani ke nasofaring dan menghalangi masuknya
sekret dari nasofaring ke kavum timpani. 2,4
Prosesus Mastoideus
Rongga mastoid berbentuk seperti bersisi tiga dengan puncak mengarah ke
kaudal. Atap mastoid adalah fosa kranii media. Dinding medial adalah dinding
lateral fosa kranii posterior. Sinus sigmoid terletak dibawah duramater pada
daerah ini. Pada dinding anterior mastoid terdapat aditus ad antrum. Aditus
antrum mastoid adalah suatu pintu yang besar iregular berasal dari
epitisssmpanum posterior menuju rongga antrum yang berisi udara, sering disebut
sebagai aditus ad antrum. Dinding medial merupakan penonjolan dari kanalis
semisirkularis lateral. Dibawah dan sedikit ke medial dari promontorium terdapat
kanalis bagian tulang dari n. fasialis. Antrum mastoid adalah sinus yang berisi
udara didalam pars petrosa tulang temporal. Berhubungan dengan telinga tengah
melalui aditus dan mempunyai sel-sel udara mastoid yang berasal dari dinding-
dindingnya. 4
Antrum sudah berkembang baik pada saat lahir dan pada dewasa
mempunyai volume 1 ml, panjang dari depan kebelakang sekitar 14 mm, daria
atas kebawah 9mm dan dari sisi lateral ke medial 7 mm. Dinding medial dari
antrum berhubungan dengan kanalis semisirkularis posterior dan lebih ke dalam
dan inferiornya terletak sakus endolimfatikus dan dura dari fosa kranii posterior.
Atapnya membentuk bagian dari lantai fosa kranii media dan memisahkan antrum
8
dengan otak lobus temporalis. Dinding posterior terutama dibentuk oleh tulang
yang menutupi sinus. Dinding lateral merupakan bagian dari pars skumosa tulang
temporal dan meningkat ketebalannya selama hidup dari sekitar 2 mm pada saat
lahir hingga 12-15 mm pada dewasa. Prosesus mastoid sangat penting untuk
sistem pneumatisasi telinga. Pneumatisasi didefinisikan sebagai suatu proses
pembentukan atau perkembangan rongga-rongga udara didalam tulang temporal,
dan sel-sel udara yang terdapat didalam mastoid adalah sebagian dari sistem
pneumatisasi yang meliputi banyak bagian dari tulang temporal. Sel-sel prosesus
mastoid yang mengandung udara berhubungan dengan udara didalam telinga
tengah. Bila prosesus mastoid tetap berisi tulang-tulang kompakta dikatakan
sebagai pneumatisasi jelek dan sel-sel yang berpneumatisasi terbatas pada daerah
sekitar antrum. 4
C. KLASIFIKASI
OMSK dapat dibagi atas 2 tipe yaitu : 2,4
1. Tipe tubotimpani = tipe jinak = tipe aman = tipe rhinogen.
Penyakit tubotimpani ditandai oleh adanya perforasi sentral atau
pars tensa dan gejala klinik yang bervariasi dari luas dan keparahan
penyakit. Beberapa faktor lain yang mempengaruhi keadaan ini terutama
patensi tuba eustachius, infeksi saluran nafas atas, pertahanan mukosa
terhadap infeksi yang gagal pada pasien dengan daya tahan tubuh yang
rendah, disamping itu campuran bakteri aerob dan anaerob, luas dan
derajat perubahan mukosa, serta migrasi sekunder dari epitel skuamous.
Sekret mukoid kronis berhubungan dengan hiperplasia goblet sel,
metaplasia dari mukosa telinga tengah pada tipe respirasi dan mukosiliar
yang jelek. 2,4
Secara klinis penyakit tubotimpani terbagi atas:
a. Penyakit aktif
Pada jenis ini terdapat sekret pada telinga dan tuli. Biasanya
didahului oleh perluasan infeksi saluran nafas atas melalui tuba eutachius,
atau setelah berenang dimana kuman masuk melalui lia ng telinga luar.
9
Sekret bervariasi dari mukoid sampai mukopurulen. Ukuran perforasi
bervariasi dari sebesar jarum sampai perforasi subtotal pada pars tensa.
Jarang ditemukan polip yang besar pada liang telinga luas. Perluasan
infeksi ke sel-sel mastoid mengakibatkan penyebaran yang luas dan
penyakit mukosa yang menetap harus dicurigai bila tindakan konservatif
gagal untuk mengontrol infeksi, atau jika granulasi pada mesotimpanum
dengan atau tanpa migrasi sekunder dari kulit, dimana kadang-kadang
adanya sekret yang berpulsasi diatas kuadran posterosuperior. 4
b. Penyakit tidak aktif
Pada pemeriksaan telinga dijumpai perforasi total yang kering
dengan mukosa telinga tengah yang pucat. Gejala yang dijumpai berupa
tuli konduktif ringan. Gejala lain yang dijumpai seperti vertigo, tinitus,atau
suatu rasa penuh dalam telinga. 4
Faktor predisposisi pada penyakit tubotimpani : 4
1. Infeksi saluran nafas yang berulang, alergi hidung, rhinosinusitis
kronis.
2. Pembesaran adenoid pada anak, tonsilitis kronis.
3. Mandi dan berenang dikolam renang, mengkorek telinga dengan alat
yang terkontaminasi.
4. Malnutrisi dan hipogammaglobulinemia.
5. Otitis media supuratif akut yang berulang.
2. Tipe atikoantral = tipe ganas = tipe tidak aman = tipe tulang
Pada tipe ini ditemukan adanya kolesteatom dan berbahaya.
Penyakit atikoantral lebih sering mengenai pars flasida dan khasnya
dengan terbentuknya kantong retraksi yang mana bertumpuknya keratin
sampai menghasilkan kolesteatom. Kolesteatom adalah suatu massa amorf,
konsistensi seperti mentega, berwarna putih, terdiri dari lapisan epitel
bertatah yang telah nekrotis. 2,4
10
Tabel Perbedaan Antara Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) Benigna &
Maligna 5
D. ETIOLOGI
Terjadi OMSK hampir selalu dimulai dengan otitis media berulang pada
anak, jarang dimulai setelah dewasa. Faktor infeksi biasanya berasal dari
nasofaring (adenoiditis, tonsilitis, rinitis, sinusitis), mencapai telinga tengah
melalui tuba Eustachius. Fungsi tuba Eustachius yang abnormal merupakan
faktor predisposisi yang dijumpai pada anak dengan cleft palate dan Down’s
syndrom. Adanya tuba patulous, menyebabkan refluk isi nasofaring yang
merupakan faktor insiden OMSK yang tinggi di Amerika Serikat. Faktor Host
yang berkaitan dengan insiden OMSK yang relatif tinggi adalah defisiensi
immun sistemik. Kelainan humoral (seperti hipogammaglobulinemia) dan
cell- mediated (seperti infeksi HIV, sindrom kemalasan leukosit) dapat
manifest sebagai sekresi telinga kronis. 3,4
Penyebab OMSK antara lain: 4,5
1. Lingkungan
Hubungan penderita OMSK dan faktor sosial ekonomi belum jelas,
tetapi mempunyai hubungan erat antara penderita dengan OMSK dan
sosioekonomi, dimana kelompok sosioekonomi rendah memi liki insiden
yang lebih tinggi. Tetapi sudah hampir dipastikan hal ini berhubungan
dengan kesehatan secara umum, diet, tempat tinggal yang padat.
11
2. Genetik
Faktor genetik masih diperdebatkan sampai saat ini, terutama
apakah insiden OMSK berhubungan dengan luasnya sel mastoid yang
dikaitkan sebagai faktor genetik. Sistem sel-sel udara mastoid lebih kecil
pada penderita otitis media, tapi belum diketahui apakah hal ini primer
atau sekunder.
3. Otitis media sebelumnya.
Secara umum dikatakan otitis media kronis merupakan kelanjutan
dari otitis media akut dan / atau otitis media dengan efusi, tetapi tidak
diketahui factor apa yang menyebabkan satu telinga dan bukan yang
lainnya berkembang menjadi keadaan kronis
4. Infeksi
Bakteri yang diisolasi dari mukopus atau mu kosa telinga tengah
hamper tidak bervariasi pada otitis media kronik yang aktif menunjukan
bahwa metode kultur yang digunakan adalah tepat. Organisme yang
terutama dijumpai adalah Gram- negatif, flora tipe-usus, dan beberapa
organisme lainnya.
5. Infeksi saluran nafas atas
Banyak penderita mengeluh sekret telinga sesudah terjadi infeksi
saluran nafas atas. Infeksi virus dapat mempengaruhi mukosa telinga
tengah menyebabkan menurunnya daya tahan tubuh terhadap organisme
yang secara normal berada dalam telinga tengah, sehingga memudahkan
pertumbuhan bakteri.
6. Autoimun
Penderita dengan penyakit autoimun akan memiliki insiden lebih
besarterhadap otitis media kronis.
7. Alergi
Penderita alergi mempunyai insiden otitis media kronis yang lebih
tinggi dibanding yang bukan alergi. Yang menarik adalah dijumpainya
sebagian penderita yang alergi terhadap antibiotik tetes telinga atau
12
bakteria atau toksin-toksinnya, namun hal ini belum terbukti
kemungkinannya.
8. Gangguan fungsi tuba eustachius.
Pada otitis kronis aktif, dimana tuba eustachius sering tersumbat
oleh edema tetapi apakah hal ini merupakan fenomen primer atau sekunder
masih belum diketahui. Pada telinga yang inaktif berbagai metode telah
digunakan untuk mengevaluasi fungsi tuba eustachius dan umumnya
menyatakan bahwa tuba tidak mungkin mengembalikan tekanan negatif
menjadi normal.
Beberapa faktor-faktor yang menyebabkan perforasi
membran timpani menetap pada OMSK : 4
- Infeksi yang menetap pada telinga tengah mastoid yang
mengakibatkan produksi sekret telinga purulen berlanjut.
- Berlanjutnya obstruksi tuba eustachius yang mengurangi penutupan
spontan pada perforasi.
- Beberapa perforasi yang besar mengalami penutupan spontan melalui
mekanisme migrasi epitel.
- Pada pinggir perforasi dari epitel skuamous dapat mengalami
pertumbuhan yang cepat diatas sisi medial dari membran timpani.
Proses ini juga mencegah penutupan spontan dari perforasi.
Faktor-faktor yang menyebabkan penyakit infeksi telinga
tengah supuratif menjadi kronis majemuk, antara lain : 4
- Gangguan fungsi tuba eustachius yang kronis atau berulang.
- Infeksi hidung dan tenggorok yang kronis atau berulang.
- bstruksi anatomik tuba Eustachius parsial atau total
- Perforasi membran timpani yang menetap.
- Terjadinya metaplasia skumosa atau perubahan patologik menetap
lainya pada telinga tengah.
13
- Obstruksi menetap terhadap aerasi telinga atau rongga mastoid. Hal ini
dapat disebabkan oleh jaringan parut, penebalan mukosa, polip,
jaringan granulasi atau timpanosklerosis.
- Terdapat daerah-daerah dengan sekuester atau osteomielitis persisten
di mastoid.
- Faktor-faktor konstitusi dasar seperti alergi, kelemahan umum atau
perubahan mekanisme pertahanan tubuh.
E. PATOFISIOLOGI
Otitis Media Supuratif Kronik tipe Maligna yaitu Suatu infeksi kronik
pada telinga tengah dan kavitas mastoid, dengan discharge yang keluar
berulang atau otorrhoea melalui perforasi membrane timpani. 1 yang disertai
dengan kolesteatoma. 1,2
Kolesteatoma adalah suatu kista epiterial yang berisi deskuamasi
epitel (keratin). Deskuamasi terbentuk terus lalu menumpuk sehingga
kolesteatoma bertambah besar. 2
Kolesteatoma dapat dibagi atas dua jenis : 2,4
1. Kolesteatoma kongenital yang terbentuk pada masa embrionik dan
ditemukan pada telinga dengan membrane timpani utuh tanpa tanda-
tanda infeksi. Lokasi kolesteatom biasanya terletak di kavum timpani,
daerah petrosus mastoid atau di cerebellopontin angle. Kolesteatoma di
cerebellopontin angle sering ditemukan secara tidak sengaja oleh ahli
saraf.
2. Kolesteatoma akuisital, yang terbentuk setelah anak lahir., jenis ini
terbagi atas dua :
a. Kolesteatoma akuisital primer
Kolesteatoma yang terbentuk tanpa didahului oleh perforasi membrane
timpani. Kolesteatoma timbul akibat terjadi proses invaginasi dari
membrane timpani pars flasida karena adanya tekanan negative di telinga
tengah akibat gangguan tuba (teori invaginasi)
14
b. Kolesteatoma akuisital sekunder
Kolesteatoma terbentuk setelah adanya perforasi membran timpani.
Kolesteatom terbentuk sebagai akibat dari masuknya epitel kulit dari
liang telinga (teori migrasi) atau terjadi akibat metaplasi mukosa kavum
timpani karena iritasi infeksi yang berlangsung lama (teori metaplasi).
Banyak teori yang diajukan sebagai penyebab kolesteatom didapat primer,
tetapi sampai sekarang belum ada yang bisa menunjukan penyebab yang
sebenarnya.
Teori-teori itu antara lain : 4
1. Tekanan negatif dalam atik, menyebabkan invaginasi pars flasida
danpembentukan kista.
2. Metaplasia mukosa telinga tengah dan atik akibat infeksi
3. Hiperplasia invasif diikuti terbentuknya kista dilapisan basal epidermis
pars flasida akibat iritasi oleh infeksi.
4. Sisa-sisa epidermis kongenital yang terdapat di daerah atik.
5. Hiperkeratosis invasif dari kulit liang telinga bagian dalam
Massa kolesteatoma ini akan menekan dan mendesak organ disekitarnya
serta menimbulkan nekrosis terhadap tulang. Terjadinya proses nekrosis terhadap
tulang diperhebat oleh karena pembentukan reaksi asam oleh pembusukkan
bakteri. Proses nekrosis tulang ini mempermudah timbulnya komplikasi seperti
labirinitis, meningitis dan abses otak.2
Kolesteatoma merupakan media yang baik untuk tempat pertumbuhan
kuman (infeksi), yang paling sering adalah proteus dan pseudomonas aeruginosa.
Sebaliknya, infeksi dapat memicu respon imun local yang mengakibatkan
produksi berbagai mediator inflamasi dari berbagai sitokin. Sitokin yang
diidentifikasi terdapat pada matrik kolesteatoma adalah interleukin-1 (IL-1),
interleukin-6, tumor necrosis factor-a (TNF-a) dan transforming growth factor
(TGF). Zat-zat ini dapat menstimulasi sel-sel keratinosit matriks kolesteatoma
bersifat hiperproliferatif, destruktif dan mampu berangiogenesis. 2
15
Jenis perforasi membrane timpani : 2
Ada 3 tipe perforasi membran timpani berdasarkan letaknya, yaitu :
1. Perforasi sentral (sub total).
Letak perforasi di sentral dan pars tensa membran timpani. Seluruh
tepi perforasi masih mengandung sisa membran timpani.
2. Perforasi marginal.
Sebagian tepi perforasi langsung berhubungan dengan anulus atau
sulkus timpanikum.
3. Perforasi atik.
Letak perforasi di pars flaksida membran timpani, berhubungan
dengan primary acquired cholesteatoma.
F. PENEGAKKAN DIAGNOSA
1. Anamnesa
1. Telinga berair (otorrhoe)
Sekret bersifat purulen ( kental, putih) atau mukoid ( seperti air
dan encer) tergantung stadium peradangan. Sekret yang mukus dihasilkan
oleh aktivitas kelenjar sekretorik telinga tengah dan mastoid. Pada
OMSK tipe jinak, cairan yang keluar mukopus yang tidak berbau busuk
yang sering kali sebagai reaksi iritasi mukosa telinga tengah oleh
perforasi membran timpani dan infeksi. Keluarnya sekretbiasanya hilang
timbul. Meningkatnya jumlah sekret dapat disebabkan infeksi saluran
nafas atas atau kontaminasi dari liang telinga luar setelah mandi atau
berenang. Pada OMSK stadium inaktif tidak dijumpai adanya sekret
telinga. Sekret yang sangat bau, berwarna kuning abu-abu kotor memberi
kesan kolesteatoma dan produk degenerasinya. Dapat terlihat keping-
keping kecil, berwarna putih, mengkilap. Pada OMSK tipe ganas unsur
mukoid dan sekret telinga tengah berkurang atau hilang karena rusaknya
lapisan mukosa secara luas. Sekret yang bercampur darah berhubungan
dengan adanya jaringan granulasi dan polip telinga dan merupakan tanda
16
adanya kolesteatom yang mendasarinya. Suatu sekret yang encer berair
tanpa nyeri mengarah kemungkinan tuberkulosis. 1,4
2. Gangguan pendengaran
Ini tergantung dari derajat kerusakan tulang-tulang pendengaran.
Biasanyadijumpai tuli konduktif namun dapat pula bersifat campuran.
Gangguan pendengaran mungkin ringan sekalipun proses patologi sangat
hebat, karena daerah yang sakit ataupun kolesteatom, dapat menghambat
bunyi dengan efektif ke fenestra ovalis. Bila tidak dijumpai kolesteatom,
tuli konduktif kurang dari 20 db ini ditandai bahwa rantai tulang
pendengaran masih baik. Kerusakan dan fiksasi dari rantai tulang
pendengaran menghasilkan penurunan pendengaran lebih dari 30 db.
Beratnya ketulian tergantung dari besar dan letak perforasi membran
timpani serta keutuhan dan mobilitas sistem pengantaran suara ke telinga
tengah. Pada OMSK tipe maligna biasanya didapat tuli konduktif berat
karena putusnya rantai tulang pendengaran, tetapi sering kali juga
kolesteatom bertindak sebagai penghantar suara sehingga ambang
pendengaran yang didapat harus diinterpretasikan secara hati-hati.
Penurunan fungsi kohlea biasanya terjadi perlahan-lahan dengan
berulangnya infeksi karena penetrasi toksin melalui jendela bulat
(foramen rotundum) atau fistel labirin tanpa terjadinya labirinitis
supuratif. Bila terjadinya labirinitis supuratif akan terjadi tuli saraf berat,
hantaran tulang dapat menggambarkan sisa fungsi kohlea. 1,4
3. Otalgia ( nyeri telinga)
Nyeri tidak lazim dikeluhkan penderita OMSK, dan bila ada
merupakan suatu tanda yang serius. Pada OMSK keluhan nyeri dapat
karena terbendungnya drainase pus. Nyeri dapat berarti adanya ancaman
komplikasi akibat hambatan pengaliran sekret, terpaparnya durameter
atau dinding sinus lateralis, atau ancaman pembentukan abses otak. Nyeri
telinga mungkin ada tetapi mungkin oleh adanya otitis eksterna sekunder.
17
Nyeri merupakan tanda berkembang komplikasi OMSK seperti
Petrositis, subperiosteal abses atau trombosis sinus lateralis. 1,4
4. Vertigo
Vertigo pada penderita OMSK merupakan gejala yang serius
lainnya. Keluhanvertigo seringkali merupakan tanda telah terjadinya
fistel labirin akibat erosi dinding labirin oleh kolesteatom. Vertigo yang
timbul biasanya akibat perubahan tekanan udara yang mendadak atau
pada panderita yang sensitif keluhan vertigo dapat terjadi hanya karena
perforasi besar membran timpani yang akan menyebabkan labirin lebih
mudah terangsang oleh perbedaan suhu. Penyebaran infeksi ke dalam
labirin juga akan meyebabkan keluhan vertigo. Vertigo juga bisa terjadi
akibat komplikasi serebelum. Fistula merupakan temuan yang serius,
karena infeksi kemudian dapat berlanjut dari telinga tengah dan mastoid
ke telinga dalam sehingga timbul labirinitis dan dari sana mungkin
berlanj ut menjadi meningitis. Uji fistula perlu dilakukan pada kasus
OMSK dengan riwayat vertigo. Uji ini memerlukan pemberian tekanan
positif dan negatif pada membran timpani, dengan demikian dapat
diteruskan melalui rongga telinga tengah. 1,4
2. Pemeriksaan otoscopy
Terdapat tanda klinik perforasi membrane timpani marginal atau
atik. Tanda ini biasanya merupakan tanda dini dari OMSK tipe bahaya,
sedangkan pada kasus yang sudah lanjut dapat terlihat abses atau fistel
retroaurikular, polip atau jaringan granulasi di liang telinga luar yang
berasal dari dalam telinga tengah. Terlihat kolesteatom pada telinga
tengah. 1,4
3. Pemeriksaan Audiometri
Pada pemeriksaan audiometri penderita OMSK biasanya didapati
tuli konduktif. Tapi dapat pula dijumpai adanya tuli sensotineural,
18
beratnya ketulian tergantung besar dan letak perforasi membran timpani
serta keutuhan dan mobilitas sistim penghantaran suara ditelinga tengah.
Paparela, Brady dan Hoel (1970) melaporkan pada penderita OMSK
ditemukan tuli sensorineural yang dihubungkan dengan difusi produk
toksin ke dalam skala timpani melalui membran fenstra rotundum,
sehingga menyebabkan penurunan ambang hantaran tulang secara
temporer/permanen yang pada fase awal terbatas pada lengkung basal
kohlea tapi dapat meluas kebagian apek kohlea. Gangguan pendengaran
dapat dibagi dalam ketulian ringan, sedang, sedang berat, dan ketulian
total, tergantung dari hasil pemeriksaan ( audiometri atau test berbisik).
Derajat ketulian ditentukan dengan membandingkan rata-rata kehilangan
intensitas pendengaran pada frekuensi percakapan terhadap skala ISO
1964 yang ekivalen dengan skala ANSI 1969. Derajat ketulian dan nilai
ambang pendengaran menurut ISO 1964 dan ANSI 1969. 4
Derajat ketulian Nilai ambang pendengaran : 4
- Normal : -10 dB sampai 26 dB
- Tuli ringan : 27 dB sampai 40 dB
- Tuli sedang : 41 dB sampai 55 dB
- Tuli sedang berat : 56 dB sampai 70 dB
- Tuli berat : 71 dB sampai 90 dB
- Tuli total : lebih dari 90 dB.
Evaluasi audimetri penting untuk menentukan fungsi konduktif dan
fungsi kohlea. Dengan menggunakan audiometri nada murni pada hantaran
udara dan tulang serta penilaian tutur, biasanya kerusakan tulang-tulang
pendengaran dapat diperkirakan, dan bisa ditentukan manfaat operasi
rekonstruksi telinga tengah untuk perbaikan pendengaran. Untuk melakukan
evaluasi ini, observasi berikut bias membantu : 4
1. Perforasi biasa umumnya menyebabkan tuli konduktif tidak lebih dari
15-20 dB
19
2. Kerusakan rangkaian tulang-tulang pendengaran menyebabkan tuli
konduktif30-50 dB apabila disertai perforasi.
3. Diskontinuitas rangkaian tulang pendengaran dibelakang membran yang
masih utuh menyebabkan tuli konduktif 55-65 dB.
4. Kelemahan diskriminasi tutur yang rendah, tidak peduli bagaimanapun
keadaan hantaran tulang, menunjukan kerusakan kohlea parah.
Pemeriksaan audiologi pada OMSK harus dimulai oleh penilaian
pendengarandengan menggunakan garpu tala dan test Barani. Audiometri
tutur dengan maskingadalah dianjurkan, terutama pada tuli konduktif
bilateral dan tuli campur.
5. Pemeriksaan Radiologi.
a. Proyeksi Schuller
Memperlihatkan luasnya pneumatisasi mastoid dari arah lateral dan
atas. Foto ini berguna untuk pembedahan karena memperlihatkan posisi
sinus lateral dan tegmen.
b. Proyeksi Mayer atau Owen,
Diambil dari arah dan anterior telinga tengah. Akan tampak
gambaran tulang-tulang pendengaran dan atik sehingga dapat diketahui
apakah kerusakan tulang telah mengenai struktur-struktur.
c. Proyeksi Stenver
Memperlihatkan gambaran sepanjang piramid petrosus dan yang
lebih jelas memperlihatkan kanalis auditorius interna, vestibulum dan
kanalis semisirkularis. Proyeksi ini menempatkan antrum dalam
potongan melintang sehingga dapat menunjukan adanya pembesaran.
d. Proyeksi Chause III
Memberi gambaran atik secara longitudinal sehingga dapat
memperlihatkan kerusakan dini dinding lateral atik. Politomografi dan
atau CT scan dapat menggambarkan kerusakan tulang oleh karena
kolesteatom.
20
6. Kultur
TANDA KLINIS
Tanda-tanda klinis OMSK tipe maligna : 4
1. Adanya Abses atau fistel retroaurikular
2. Jaringan granulasi atau polip diliang telinga yang berasal dari kavum
timpani.
3. Pus yang selalu aktif atau berbau busuk ( aroma kolesteatom)
4. Foto rontgen mastoid adanya gambaran kolesteatom.
G. TERAPI
Prinsip dari OMSK tibe maligna adalah pembedahan yaitu
mastoidektomi. Terapi konservatif medikamentosa hanyalah merupakan terapi
sementara sebelum dilakukan pembedahan. Bila terdapat abses sebaiknya
dilakukan tersendiri sebelum mastoidektomi.
I. Terapi Pembedahan
Ada beberapa jenis pembedahan atau tehnik operasi yang dapat
dilakukan pada OMSK dengan mastoiditis kronis, baik tipe benigna atau
maligna, antara lain: 2
1. Mastoidektomi sederhana (Simple mastoidectomy)
Operasi ini dilakukan pada OSMK tipe aman atau benigna yang
dengan pengobatan konservatif tidak sembuh. Dengan tindakan operasi ini
dilakukan pembersihan ruang mastoid dari jaringan patologik. Tujuannya
adalah supaya infeksi tenang dan telinga tidak berair lagi. Pada operasi ini
fungsi pendengaran tidak diperbaiki. 2
2. Mastoidektomi radikal
Operasi ini dilakukan pada OMSK tipe maligna dengan infeksi atau
kolesteatoma yang sudah menyabar luas. Pada operasi ini rongga mastoid
dan kavum timpani dibersihkan dari semua jaringan patologik. Dinding
batas antara liang telinga luar dan tengah dengan rongga mastoid
21
diruntuhkan, sehingga ketiga daerah tersebut menjadi satu ruangan. Tujuan
operasi ini adalah untuk membuang jaringan patologik dan mencegah
komplikasi ke intracranial. Fungsi pendengaran tidak diperbaiki. Kerugian
operasi ini adalah pasien tidak diperbolehkan berenang. Pasien harus datang
teratur untuk kontrol. 2
3. Mastoidektomi radikal dengan modifikasi
Operasi ini dilakukan pada OMSk dengan kolesteatoma di daerah
atik, tetapi belum merusak kavum timpani. Seluruh rongga mastoid
dibersihkan dan dinding posterior liang telinga direndahkan. Tujuan operasi
ini adalah untuk membuang jaringa patologik dari rongga mastoid, dan
mempertahankan pendengaran yang masih ada. 2
4. Miringoplasti
Operasi ini merupakan jenis timpanoplasti yang paling ringan,
dikenal dengan timpanoplasti tipe I. Rekonstruksi hanya dilakukan pada
membran timpani. Tujuan operasi ini ialah untuk mencegah berulangnya
infeksi telinga tengah pada OMSK tipe aman dengan perforasi menetap.
Operasi ini dilakukan pada OMSK tipe aman atau benigna yang sudah
tenang dengan ketulian ringan yang hanya disebabkan oleh perforasi
membrane timpani. 2
5. Timpanoplasti
Operasi ini dikerjakan pada OMSK tipe aman dengan kerusakan
yang lebih berat atau OMSK tipe aman/benigna yang tidak bisa
ditenangkan dengan pengobatan medikamentosa. Tujuan operasi ialah
untuk menyembuhkan penyakit serta memperbaiki pendengaran. Pada
operasi ini selain rekonstruksi membrane timpani sering kali harus
dilakukan juga rekonstruksi tulang pendengaran. Berdasarkan bentuk
rekonstruksi tulang pendengaran yang dilakukan maka dikenal istilah
timpanoplasti tipe II, III, IV, dan V. sebelum rekostruksi dikerjakan lebih
dulu dilakukan eksplorasi kavum timpani dengan atau tanpa
mastoidektomi, untuk membersihkan jaringan patologis. Tidak jarang pula
22
operasi ini terpaksa dilakukan dua tahap dengan jarak waktu 6 s/d 12
bulan. 2
6. Pendekatan ganda timpanoplasti (Combined approach
tympanoplasty)
Operasi ini merupakan teknik timpanoplasti yang dikerjakan pada
kasus OMSK tipe bahaya atau OMSK tipe aman dengan jaringan granulasi
yang luas. Tujuan operasi untuk menyembuhkan penyakit serta
memperbaiki pendengaran tanpa melakukan teknik mastoidektomi radikal
(tanpa meruntuhkan dinding posterior liang telinga). Membersihkan
kolesteatoma dan jaringan granulasi di kavum timpani, dikerjakan melalui
dua jalan (combined approach) yaitu melalui liang telinga dan rongga
mastoid dengan melakukan timpanotomi posterior. Teknik operasi ini pada
OMSK tipe bahaya belum disepakatioleh para ahli karena sering terjadi
kekambuhan kolesteatoma. 2
II. Terapi konservatif
Ada 3 cara terapi konservatif (medikamentosa) otitis media supuratif
kronik (OMSK) benigna, yaitu : 4
1. Obat pencuci telinga. Bahannya H2O2 3%. Berikan selama 3-5 hari.
Pengobatan ini kita berikan bila sekret telinga keluar terus-menerus.
2. Obat tetes telinga. Lanjutkan memberikan obat tetes telinga yang
mengandung antibiotik & kortikosteroid setelah sekret yang keluar telah
berkurang. Jangan berikan selama lebih 1-2 minggu secara berturut-turut.
Juga hindari pemberiannya pada otitis media supuratif kronik OMSK)
tenang. Hal ini disebabkan semua antibiotik tetes telinga bersifat ototoksik.
3. Obat antibiotik. Berikan antibiotik oral golongan ampisilin atau eritromisin
sebelum hasil tes resistensi obat kita terima. Berikan eritromisin jika pasien
alergi terhadap golongan penisilin. Berikan ampisilin asam klavulanat bila
terjadi resistensi ampisilin.
23
H. KOMPLIKASI
Komplikasi otitis media terjadi apabila sawar (barrier) pertahanan
telinga tengah yang normal dilewati, sehingga memungkinkan infeksi
menjalar ke struktur disekitarnya. Pertahanan pertama ini adalah mukosa
kavum timpani yang juga seperti mukosa saluran napas, mampu melokalisir
nyeri. Bila sawar ini runtuh masih ada sawar yang kedua yaitu dinding tulang
kavum timpani dan mastoid. Bila sawar ini runtuh maka struktur lunak
disekitarnya akan terkena. Runtuhnya periosteum akan menyebabkan
terjadinya abses subperiosteal. Apabila infeksi mengarah kedalam, ke tulang
temporal, maka akan menyebabkan paresis nervus fasialis dan labirinitis. Bila
infeksi mengarah ke kranial, akan menyebabkan abses ekstradural,
tromboflebitis sinus lateralis, meningitis dan abses otak. Bila sawar tulang
terlampaui, suatu dinding pertahanan ketiga yaitu jaringan granulasi akan
terbentuk. 2
Adams dkk (1989) mengemukakan klasifikasi sebagai berikut : 2
A. Komplikasi ditelinga tengah :
1. Perforasi persisten
2. Erosi tulang pendengaran
3. Paralisis nervus fasial
B. Komplikasi telinga dalam
1. Fistel labirin
2. Labirinitis supuratif
3. Tuli saraf ( sensorineural)
C. Komplikasi ekstradural
1. Abses ekstradural
2. Trombosis sinus lateralis
3. Petrositis
D. Komplikasi ke susunan saraf pusat
1. Meningitis
2. Abses otak
3. Hindrosefalus otitis
24
Shambough (2003) membagi komplikasi otitis media menjadi : 2
a. Komplikasi intratemporal
- Perforasi membrane timpani
- Mastoiditis akut
- Paresis n. Fasialis
- Labirinitis
- petrositis
b. Komplikasi ekstratemporal
- Abses subperiosteal
c. Komplikasi intracranial
- Abses otak
- Tromboplebitis
- Hidrosefalus otikus
- Empiema subdura
- Abses subdural/ ekstradura
Perjalanan komplikasi infeksi telinga tengah ke intra kranial harus melewati 3
macam lintasan : 4
1. Dari rongga telinga tengah ke selaput otak
2. Menembus selaput otak.
3. Masuk kejaringan otak.
1. Penyebaran ke selaput otak dapat terjadi akibat dari beberapa faktor
Melalui jalan yang sudah ada, seperti garis fraktur tulang temporal,
bagian tulang yang lemah atau defek karena pembedahan, dapat
memudahkan masuknya infeksi. Labirin juga dapat dianggap sebagai jalan
penyebaran yang sudah ada begitu telah terinfeksi, menyebabkan
mudahnya infeksi ke fosa kranii media. Jalan lain penyebaran ialah
melalui tromboflebitis vena emisaria menembus dinding mastoid ke dura
dan sinus durameter. Tromboflebitis pada susunan kanal haversian
25
merupakan osteitis atau osteomielitis dan merupakan faktor utama
penyebaran menembus sawar tulang daerah mastoid dan telinga tengah. 4
2. Penyebaran menembus selaput otak.
Dimulai begitu penyakit mencapai dura, menyebabkan
pakimeningitis. Dura sangat resisten terhadap penyebaran infeksi, akan
menebal, hiperemi, dan lebih melekat ketulang. Jaringan granulasi
terbentuk pada dura yang terbuka, dan ruang subdura yang berdekatan
terobliterasi. 4
3. Penyebaran ke jaringan otak.
Pembentukan abses biasanya terjadi pada daerah diantara ventrikel
dan permukaan korteks atau tengah lobus serebelum. Cara penyebaran
infeksi ke jaringan otak ini dapat terjadi baik akibat tromboflebitis atau
perluasan infeksi ke ruang Virchow Robin yang berakhir didaerah vaskular
subkortek.
26
KESIMPULAN
Suatu infeksi kronik pada telinga tengah dan kavitas mastoid, dengan
discharge yang keluar berulang atau otorrhoea melalui perforasi membrane
timpani. 1 yang disertai dengan kolesteatoma. OSMK ini dikenal dengan OSMK
tipe bahaya atau OSMK tipe tulang. 2
Tanda-tanda klinis OMSK tipe maligna yaitu adanya Abses atau fistel
retroaurikular, jaringan granulasi atau polip diliang telinga yang berasal dari
kavum timpani, pus yang selalu aktif atau berbau busuk ( aroma kolesteatom)dan
foto rontgen mastoid adanya gambaran kolesteatom.
Prinsip Terapi dari OMSK tipe maligna adalah pembedahan, yaitu
mastoidektomi dg atau tanpa timpanoplasti. Terapi konservatif dg medikamentosa
hanya terapi sementara sebelum dilakukan pembedahan.
27
DAFTAR PUSTAKA
1. World Health Organization. 2004. Chronic Suppurative Otitis Media Burden
of Illness and Management Options. Child and Adolescent Health and
Development Prevention of Blindness and Deafness. Geneva, Switzerland
2. Djaafar. Z.A; Helmi; Restuti D.R. 2007. Kelainan Telinga Tengah pada Buku
Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher Ed. 6, Pg:
64-86. Jakarta. FKUI
3. David Parry, MD et al. 2011. Chronic Suppurative Otitis Media. Diakses pada
tanggal 29 september 2012 dari
http://emedicine.medscape.com/article/859501-overview#showall
4. Muchtar, M. 2010. Otitis Media Supuratif Kronik. Diakses pada tanggal 30
september 2012 pada http://magneticmadihah.blogspot.com/2010/09/otitis-
media-supuatif-kronik-referat.html
5. Risky & Roni. 2012. Otitis Media Supuratif Kronik.
28