Download doc - Lp Fraktur Femur

Transcript
Page 1: Lp Fraktur Femur

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN DENGAN FRAKTUR FEMUR

OLEH:

I DEWA AYU DENI MAHA DEWI

1002105049

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS UDAYANA

2015

Page 2: Lp Fraktur Femur

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN DENGAN FRAKTUR FEMUR

A. KONSEP DASAR PENYAKIT

1. DEFINISI

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan

luasnya (Smletzer & Bare, 2002).

Fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan, baik yang bersifat

total maupun sebagian (Muttaqin, 2008).

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang, tulang rawan yang

umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer dkk, 2000).

Fraktur femur adalah rusaknya kontinuitas tulang pangkal paha yang dapat

disebabkan oleh trauma langsung, kelelahan otot, kondisi-kondisi tertentu

seperti degenerasi tulang/osteoporosis. Fraktur terjadi jika tulang dikenai stress

yang lebih besar dari yang dapat diabsorbsinya (Smeltzer & Bare, 2002).

2. EPIDEMIOLOGI

Insiden fraktur terbuka sebesar 4% dari seluruh fraktur dengan perbandingan laki-

laki dan perempuan sebesar 3,64 berbanding 1, dengan kejadian terbanyak pada

kelompok umur dekade kedua dan ketiga yang relatif mempunyai aktivitas fisik dan

mobilitas yang tinggi. Analisis epidemiologi menunjukkan bahwa 40% fraktur terbuka

terjadi pada ekstremitas bawah, terutama daerah tibia dan femur tengah sedangkan suatu

penelitian yang dilakukan oleh Kilbourne et al di Baltimore tahun 2008 mendapatkan

pasien fraktur tertutup sebanyak 291 (56%) orang. Menurut Kahlon et al yang

melakukan analisis terhadap penanganan emergensi pasien trauma di bagian ortopedi

Rumah Sakit Umum Lahore terhadap 1289 pasien tahun 2004, didapatkan jumlah kasus

fraktur tertutup sebanyak 915 (71%) pasien. Suatu penelitian yang dilakukan Armis di

Indonesia tahun 2001 mendapatkan pasien fraktur tertutup sebesar 96 % dari seluruh

fraktur. Tingginya insiden fraktur tertutup ini disebabkan karena tingginya angka

kecelakaan lalu lintas. Di Indonesia kematian akibat kecelakaan lalu lintas mencapai

12.000 orang per tahun.

Page 3: Lp Fraktur Femur

Untuk fraktur femur yang terbagi dalam beberapa klasifikasi misalnya saja pada

fraktur collum, fraktur subtrochanter femur ini banyak terjadi pada wanita tua dengan

usia lebih dari 60 tahun dimana tulang sudah mengalami osteoporotik, trauma yang

dialami oleh wanita tua ini biasanya ringan (jatuh terpeleset di kamar mandi) sedangkan

pada penderita muda ditemukan riwayat mengalami kecelakaan. Sedangkan fraktur

batang femur, fraktur supracondyler, fraktur intercondyler, fraktur condyler femur

banyak terjadi pada penderita laki-laki dewasa karena kecelakaan ataupun jatuh dari

ketinggian. Sedangkan fraktur batang femur pada anak terjadi karena jatuh waktu

bermain di rumah atau di sekolah.

3. ETIOLOGI

Penyebab fraktur dapat dibagi menjadi tiga yaitu :

a) Cedera traumatik

Dapat disebabkan oleh :

Cedera langsung berarti pukulan langsung terhadap tulang sehingga

tulang patah secara spontan.

Cedera tidak langsung berarti pukulan langsung berada jauh dari lokasi

benturan misalnya jatuh dengan kaki berjulur sehingga menyebabkan

fraktur

Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak dari otot yang kuat

b) Fraktur patologik

Dalam hal ini, kerusakan tulang akibat proses penyakit dimana dengan trauma

minor dapat mengakibatkan fraktur yang dapat terjadi pada berbagai keadaan

berikut :

Tumor tulang (jinak atau ganas) : pertumbuhan jaringan baru yang tidak

terkendali dan progresif

Infeksi seperti osteomielitis : dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut atau

dapat timbul sebagai salah satu proses yang progresif, lambat dan nyeri

Rakhitis : suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh defisiensi vitamin D

yang mempengaruhi semua jaringan skeletal lain biasanya disebabkan oleh

defisiensi diet, tetapi kadang-kadang dapat disebabkan kegagalan absorbsi

vitamin D atau oleh karena asupan kalsium dan fosfat yang rendah.

Page 4: Lp Fraktur Femur

Osteoporosis

c) Secara spontan

Disebabkan oleh stress tulang yang terus menerus misalnya pada penyakit polio

dan orang yang bertugas di kemiliteran.

4. PATOFISIOLOGI

Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk

menahan tekanan (Apley, 1993). Namun, apabila tekanan eksternal yang datang lebih

besar dari yang dapat diserap tulang maka terjadilah trauma pada tulang yang

mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang (Carpenito, 1995). Setelah

terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow, dan

jaringan lunak yang membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena kerusakan

tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga medula tulang. Jaringan tulang segera

berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini

menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi, eksudasi

plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah yang merupakan

dasar dari proses penyembuhan tulang nantinya (Black, 1995)

a) Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur

1) Faktor Ekstrinsik

Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung terhadap

besar, waktu, dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur.

2) Faktor Intrinsik

Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan untuk

timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan, elastisitas, kelelahan,

dan kepadatan atau kekerasan tulang (Donna, 1995).

b) Biologi penyembuhan tulang

Tulang bisa beregenerasi sama seperti jaringan tubuh yang lain. Fraktur merangsang

tubuh untuk menyembuhkan tulang yang patah dengan jalan membentuk tulang baru

diantara ujung patahan tulang. Tulang baru dibentuk oleh aktivitas sel-sel tulang.

Page 5: Lp Fraktur Femur

Ada lima stadium penyembuhan tulang, yaitu:

1) Stadium I-Pembentukan Hematoma

Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma disekitar daerah fraktur. Sel-sel

darah membentuk fibrin guna melindungi tulang yang rusak dan sebagai tempat

tumbuhnya kapiler baru dan fibroblast. Stadium ini berlangsung 24 – 48 jam dan

perdarahan berhenti sama sekali. Setelah 24 jam supalai darah disekitar fraktur

meningkat

2) Stadium II-Proliferasi Seluler

Pada stadium ini terjadi proliferasi dan differensiasi sel menjadi fibro kartilago yang

berasal dari periosteum,`endosteum,dan bone marrow yang telah mengalami trauma.

Sel-sel yang mengalami proliferasi ini terus masuk ke dalam lapisan yang lebih

dalam dan disanalah osteoblast beregenerasi dan terjadi proses osteogenesis. Dalam

beberapa hari terbentuklah tulang baru yang menggabungkan kedua fragmen tulang

yang patah. Fase ini berlangsung selama 8 jam setelah fraktur sampai selesai,

tergantung jenis frakturnya.

3) Stadium III-Pembentukan Kallus

Sel–sel yang berkembang memiliki potensi yang kondrogenik dan osteogenik, bila

diberikan keadaan yang tepat, sel itu akan mulai membentuk tulang dan juga

kartilago. Populasi sel ini dipengaruhi oleh kegiatan osteoblast dan osteoklast mulai

berfungsi dengan mengabsorbsi sel-sel tulang yang mati. Massa sel yang tebal

dengan tulang yang imatur dan kartilago, membentuk kallus atau bebat pada

permukaan endosteal dan periosteal. Sementara tulang yang imatur (anyaman

tulang) menjadi lebih padat sehingga gerakan pada tempat fraktur berkurang pada 4

minggu setelah fraktur menyatu.

4) Stadium IV-Konsolidasi

Bila aktivitas osteoclast dan osteoblast berlanjut, anyaman tulang berubah menjadi

lamellar. Sistem ini sekarang cukup kaku dan memungkinkan osteoclast menerobos

melalui reruntuhan pada garis fraktur dan tepat dibelakangnya osteoclast mengisi

celah-celah yang tersisa diantara fragmen dengan tulang yang baru. Ini adalah

proses yang lambat dan mungkin perlu beberapa bulan sebelum tulang kuat untuk

membawa beban yang normal.

Page 6: Lp Fraktur Femur

5) Stadium Lima-Remodelling

Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat. Selama beberapa

bulan atau tahun, pengelasan kasar ini dibentuk ulang oleh proses resorbsi dan

pembentukan tulang yang terus-menerus. Lamellae yang lebih tebal diletakkan pada

tempat yang tekanannya lebih tinggi, dinding yang tidak dikehendaki dibuang,

rongga sumsum dibentuk, dan akhirnya dibentuk struktur yang mirip dengan

normalnya (Black, 1993 dan Apley,1993)

5. KLASIFIKASI

Berdasarkan hubungan dengan dunia luar:

a) Fraktur tertutup adalah fraktur tanpa adanya komplikasi, kulit masih utuh,

tulang tidak menonjol melalui kulit

b) Fraktur terbuka adalah fraktur yang merusak jaringan kulit, karena adanya

hubungan dengan lingkungan luar, maka fraktur terbuka potensial terjadi

infeksi.

Berdasarkan luas dan garis fraktur:

a) Fraktur complete adalah patah atau diskontinuitas jaringan tulang yang luas

sehingga tulang terbagi menjadi dua bagian dan garis patahnya

menyeberangkan dari satu sisi ke sisi lain serta mengenai seluruh korteks.

b) Fraktur incomplete adalah patah atau diskontinuitas jaringan tulang dengan

garis patah tidak menyeberang, sehingga tidak mengenai korteks (masih ada

korteks yang utuh)

Berdasarkan garis patah tulang:

a) Green Stick yaitu pada sebelah sisi dari tulang

b) Transverse yaitu patah melintang

c) Longitudinal yaitu patah memanjang

d) Obligue yaitu garis patah miring

e) Spiral yaitu patah melingkar

Page 7: Lp Fraktur Femur

Gambar 1. Klasifikasi fraktur berdasarkan garis patah tulang

Klasifikasi fraktur femur dapat dibagi dalam :

1) FRAKTUR COLLUM FEMUR

Fraktur collum femur dapat disebabkan oleh trauma langsung yaitu misalnya

penderita jatuh dengan posisi miring dimana daerah trochanter mayor langsung

terbentur dengan benda keras (jalanan) ataupun disebabkan oleh trauma tidak

langsung yaitu karena gerakan exorotasi yang mendadak dari tungkai bawah, dibagi

dalam :

Fraktur intrakapsuler (Fraktur collum femur)

Fraktur extrakapsuler (Fraktur intertrochanter femur)

2) FRAKTUR SUBTROCHANTER FEMUR

Adalah fraktur dimana garis patahnya berada 5 cm distal dari trochanter minor,

dibagi dalam beberapa klasifikasi tetapi yang lebih sederhana dan mudah dipahami

adalah klasifikasi Fielding & Magliato, yaitu :

Tipe 1 : garis fraktur satu level dengan trochanter minor

Tipe 2 : garis patah berada 1 -2 inchi di bawah dari batas atas trochanter minor

Tipe 3 : garis patah berada 2 -3 inchi di distal dari batas atas trochanterminor

3) FRAKTUR BATANG FEMUR

Fraktur batang femur biasanya terjadi karena trauma langsung akibat kecelakaan

lalu lintas dikota kota besar atau jatuh dari ketinggian, patah pada daerah ini dapat

menimbulkan perdarahan yang cukup banyak, mengakibatkan penderita jatuh dalam

shock, salah satu klasifikasi fraktur batang femur dibagi berdasarkan adanya luka

yang berhubungan dengan daerah yang patah. Dibagi menjadi :

Tertutup

Page 8: Lp Fraktur Femur

Terbuka, ketentuan fraktur femur terbuka bila terdapat hubungan antara tulang

patah dengan dunia luar dibagi dalam tiga derajat, yaitu:

- Derajat I : bila terdapat hubungan dengan dunia luar timbul luka kecil,

biasanya diakibatkan tusukan fragmen tulang dari dalam menembus keluar.

- Derajat II : lukanya lebih besar (>1cm) luka ini disebabkan karena benturan

dari luar.

- Derajat III : lukanya lebih luas dari derajat II, lebih kotor, jaringan lunak

banyak yang ikut rusak (otot, saraf, pembuluh darah)

4) FRAKTUR SUPRACONDYLER FEMUR

Fraktur supracondyler fragment bagian distal selalu terjadi dislokasi ke posterior,

hal ini biasanya disebabkan karena adanya tarikan dari otot-otot gastrocnemius,

biasanya fraktur supracondyler ini disebabkan oleh trauma langsung karena

kecepatan tinggi sehingga terjadi gaya axial dan stress valgus atau varus dan disertai

gaya rotasi.

5) FRAKTUR INTERCONDYLAIR

Biasanya fraktur intercondular diikuti oleh fraktur supracondular, sehingga

umumnya terjadi bentuk T fraktur atau Y fraktur.

6) FRAKTUR CONDYLER FEMUR

Mekanisme traumanya biasa kombinasi dari gaya hiperabduksi dan adduksi disertai

dengan tekanan pada sumbu femur keatas.

6. MANIFESTASI KLINIS

Lewis (2006) menyampaikan gejala klinis dari fraktur adalah sebagai berikut:

a) Nyeri

Nyeri dirasakan langsung setelah terjadi trauma. Hal ini dikarenakan adanya

spasme otot, tekanan dari patahan tulang atau kerusakan jaringan sekitarnya.

Nyeri dirasakan terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang

diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai

alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.

b) Bengkak/edama

Edema muncul lebih cepat dikarenakan cairan serosa yang terlokalisir pada

daerah fraktur dan extravasi daerah di jaringan sekitarnya.

Page 9: Lp Fraktur Femur

c) Memar/ekimosis

Merupakan perubahan warna kulit sebagai akibat dari extravasi daerah di

jaringan sekitarnya.

d) Spame otot

Merupakan kontraksi otot involunter yang terjadi disekitar fraktur.

e) Penurunan sensasi

Terjadi karena kerusakan syaraf, terkenanya syaraf karena edema.

f) Gangguan fungsi

Terjadi karena ketidakstabilan tulang yang frkatur, nyeri atau spasme otot,

paralysis dapat terjadi karena kerusakan syaraf.

g) Mobilitas abnormal

Mobilitas abnormal adalah pergerakan yang terjadi pada bagian-bagian yang pada

kondisi normalnya tidak terjadi pergerakan. Ini terjadi pada fraktur tulang

panjang.

h) Krepitasi

Krepitasi merupakan rasa gemeretak yang terjadi jika bagian-bagaian tulang

digerakkan. Krepitasi yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan

lainnya. Uji krepitus dapat mengakibatkan kerusakan jaringan lunak yang lebih

berat.

i) Deformitas

Abnormalnya posisi dari tulang sebagai hasil dari kecelakaan atau trauma dan

pergerakan otot yang mendorong fragmen tulang ke posisi abnormal, akan

menyebabkan tulang kehilangan bentuk normalnya.

j) Syok hipovolemik

Syok terjadi sebagai kompensasi jika terjadi perdarahan hebat. Ditandai dengan

nadi cepat, kerja jantung meningkat, vasokontriksi.

k) Pemendekan tulang

Pada fraktur panjang terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena

kontraksi otot yang melekat di atas dan bawah tempat fraktur. Fragmen sering

saling melingkupi satu sama lain sampai 2,5 sampai 5 cm (1 sampai 2 inci)

Page 10: Lp Fraktur Femur

7. PEMERIKSAAN FISIK

a) Mengidentifikasi tipe fraktur

b) Inspeksi daerah mana yang terkena

Deformitas yang nampak jelas

Edema, ekimosis sekitar lokasi cedera

Laserasi

Perubahan warna kulit

Kehilangan fungsi daerah yang cidera

Penonjolan yang abnormal, angulasi, rotasi, pemendekan

Kulit robek atau utuh

Perhatikan adanya sindrom kompartemen pada bagian distal fraktur femur.

c) Palpasi

Bengkak, adanya nyeri dan penyebaran

Krepitasi pada daerah paha

Nadi, dingin

Observasi spasme otot sekitar daerah fraktur

Terdapat nyeri tekan setempat

d) Movement

Krepitus dan gerakan abnormal dapat ditemukan, tetapi lebih penting untuk

menanyakan apakah pasien dapat menggerakan sendi-sendi dibagian distal

cedera. Gerakan yang dilihat adalah gerakan pasif dan aktif. Berdasarkan

pemeriksaan didapatkan adanya gangguan/keterbatasan gerak tungkai,

ketidakmampuan menggerakkan kaki, dan penurunan kekuatan otot ekstremitas

bawah dalam melakukan pergerakan

8. PEMERIKSAAN PENUNJANG

a) Pemeriksaan Radiologi

Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah “pencitraan” menggunakan

sinar rontgen (x-ray). Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan

kedudukan tulang yang sulit, maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan

lateral. Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada

indikasi untuk memperlihatkan pathologi yang dicari karena adanya superposisi.

Page 11: Lp Fraktur Femur

Perlu disadari bahwa permintaan x-ray harus atas dasar indikasi  kegunaan

pemeriksaan penunjang dan hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan. Hal yang

harus dibaca pada x-ray:

Bayangan jaringan lunak.

Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau biomekanik

atau juga rotasi.

Trobukulasi ada tidaknya rare fraction.

Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi.

Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu teknik khususnya seperti:

Tomografi: menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain

tertutup yang sulit divisualisasi. Pada kasus ini ditemukan kerusakan struktur

yang kompleks dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada struktur lain

juga mengalaminya.

Myelografi: menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh darah

di ruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma.

Arthrografi: menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda

paksa.

Computed Tomografi-Scanning: menggambarkan potongan secara transversal

dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang rusak.

b) Pemeriksaan Laboratorium

Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan

tulang.

Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan

osteoblastik dalam membentuk tulang.

Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase  (LDH-5),

Aspartat Amino Transferase (AST), Aldolase yang meningkat pada tahap

penyembuhan tulang.

c) Pemeriksaan lain-lain

Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas: didapatkan

mikroorganisme penyebab infeksi.

Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama dengan

pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi.

Page 12: Lp Fraktur Femur

Elektromyografi: terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan

fraktur.

Arthroscopy: didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma

yang berlebihan.

Indium Imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada

tulang.

MRI: menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur.

9. DIAGNOSIS/KRITERIA DIAGNOSIS

a) Anamnesis : pada penderita didapatkan riwayat trauma ataupun cedera dengan

keluhan bagian dari tungkai tidak dapat digerakkan

b) Pemeriksaan fisik :

Look: Pembengkakan, memar dan deformitas (penonjolan yang abnormal,

angulasi, rotasi, pemendekan) mungkin terlihat jelas, tetapi hal yang penting

adalah apakah kulit itu utuh; kalau kulit robek dan luka memiliki hubungan

dengan fraktur, cedera terbuka

Feel: Terdapat nyeri tekan setempat, tetapi perlu juga memeriksa bagian

distal dari fraktur untuk merasakan nadi dan untuk menguji sensasi. Cedera

pembuluh darah adalah keadaan darurat yang memerlukan pembedahan

Movement: Krepitus dan gerakan abnormal dapat ditemukan, tetapi lebih

penting untuk menanyakan apakah pasien dapat menggerakan sendi-sendi di

bagian distal cedera.

10. TERAPI/TINDAKAN PENANGANAN

a) Reduksi

Reduksi fraktur (setting tulang) berarti mengembalikan fragmen tulang

pada kesejajarannya dan rotasi anatomis. Reduksi fraktur dilakukan sesegera

mungkin untuk mencegah jaringan lunak kehilangan elastisitasnya akibat

infiltrasi karena edema dan perdarahan. Pada kebanyakan kasus, reduksi fraktur

menjadi semakin sulit dilakukan bila cedera sudah mulai mengalami

penyembuhan. Sebelum reduksi dan imobilisasi fraktur, pasien harus

dipersiapkan untuk menjalani prosedur, dan analgetika diberikan sesuai

Page 13: Lp Fraktur Femur

ketentuan, mungkin perlu dilakukan anastesia. Ekstremitas yang akan dilakukan

manipulasi harus ditangani dengan lembut untuk mencegah kerusakan lebih

lanjut.

Reduksi tertutup dilakukan dengan mengembalikan fragmen tulang ke

posisinya dengan manipulasi dan traksi manual. Ekstremitas dipertahankan

dalam posisi yang diinginkan sementara gips, bidai atau alat lain dipasang. Alat

imobilisasi akan menjaga reduksi dan menstabilkan ekstremitas untuk

penyembuhan tulang.

Reduksi terbuka digunakan pada fraktur tertentu dengan memakai alat

fiksasi interna dalam bentuk pin, kawat, sekrup, plat, paku, atau batangan logam

dapat digunakan untuk mempertahankan fragmen tulang dalam posisinya sampai

penyembuhan tulang yang solid terjadi. Traksi dapat digunakan untuk

mendapatkan efek reduksi dan imobilisasi. Beratnya traksi disesuaikan dengan

spasme otot yang terjadi.

b) Traksi

Traksi adalah cara penyembuhan fraktur yang bertujuan untuk mengembalikan

fungsi tulang yang patah dalam jangka waktu sesingkat mungkin

Metode Pemasangan traksi:

Traksi Manual

Tujuan : Perbaikan dislokasi, mengurangi fraktur, pada keadaan emergency.

Dilakukan dengan menarik bagian tubuh.

Traksi Mekanik

Ada dua macam, yaitu :

- Traksi Kulit

Dipasang pada dasar sistem skeletal untuk struktur yang lain, misalnya:

otot. Traksi kulit terbatas untuk 4 minggu dan beban < 5 kg.

- Traksi Skeletal

Merupakan traksi definitif pada orang dewasa yang merupakan balanced

traction. Dilakukan untuk menyempurnakan luka operasi dengan kawat

metal atau penjepit melalui tulang/jaringan metal.

Kegunaan Pemasangan Traksi

Traksi yang dipasang pada leher, di tungkai, lengan atau panggul kegunaannya:

Page 14: Lp Fraktur Femur

Mengurangi nyeri akibat spasme otot

Memperbaiki dan mencegah deformitas

Immobilisasi

Difraksi penyakit (dengan penekanan untuk  nyeri tulang sendi).

Mengencangkan pada perlekatannya.

Macam-Macam Traksi

Traksi Panggul

Disempurnakan dengan pemasangan sebuah ikat pinggang di atas untuk

mengikat puncak iliaka.

Traksi Ekstension (Buck’s Extention)

Lebih sederhana dari traksi kulit dengan menekan lurus satu kaki ke dua

kaki. Digunakan untuk immobilisasi tungkai lengan untuk waktu yang

singkat atau untuk mengurangi spasme otot.

Traksi Cervikal

Digunakan untuk menahan kepala ekstensi pada keseleo, kejang dan spasme.

Traksi ini biasa dipasang dengan halter kepala.

Traksi Russell’s

Traksi ini digunakan untuk fraktur batang femur. Kadang-kadang juga

digunakan untuk terapi nyeri punggung bagian bawah. Traksi kulit untuk

skeletal yang biasa digunakan.Traksi ini dibuat sebuah bagian depan dan atas

untuk menekan kaki dengan pemasangan vertikal pada lutut secara

horisontal pada tibia atau fibula.

(a) (b)Gambar 2. Metode Pemasangan Traksi (a. Skletal traksi. b. Skin traksi)

c) Imobilisasi fraktur

Page 15: Lp Fraktur Femur

Setelah fraktur direduksi fragmen tulang harus diimobilisasi atau dipertahankan

dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan. Imobilisasi

dapat dilakukan dengan fiksasi interna atau eksterna. Metode fiksasi eksterna

meliputi pembalutan, gips, bidai, traksi kontinu. Metode fiksasi interna dalam

bentuk pin, kawat, sekrup, plat, paku, atau batangan logam.

Gambar 3. Area-area yang tertekan menggunakan Gips

Gambar 4. Fiksasi internal

Gambar 5. Teknik Fiksasi Internal

Page 16: Lp Fraktur Femur

Ket: Teknik fiksasi interna. (A) Plat dan sekrup untuk fraktur transversal atau oblik

pendek; (B) Sekrup untuk fraktur oblik dan spiral panjang; (C) sekrup untuk fragmen

butterfly panjang; (D) Plat dan enam sekrup untuk fragmen butterfly pendek; (E) Nail

moduler untuk fraktur segmental

d) Pembedahan

Pada saat ini metode penatalaksanaan yang paling banyak keunggulannya

mungkin adalah pembedahan. Metode perawatan ini disebut fiksasi interna dan

reduksi terbuka. Pada umumnya insisi dilakukan pada tempat yang mengalami

cedera dan diteruskan sepanjang bidang anatomik menuju tempat yang

mengalami fraktur. Hematoma fraktur dan fragmen-fragmen tulang yang telah

mati diirigasi dari luka. Fraktur kemudian direposisi dengan tangan agar

menghasilkan posisi yang normal kembali. Sesudah direduksi, fragmen-fragmen

tulang ini dipertahankan dengan alat-alat ortopedik berupa pen, sekrup, pelat,

dan paku.

Indikasi ORIF :

Fraktur yang tidak bisa sembuh atau bahaya avasculair necrosis tinggi

Fraktur yang tidak bisa direposisi tertutup

Fraktur yang dapat direposisi tetapi sulit dipertahankan

Fraktur yang berdasarkan pengalaman memberi hasil yang lebih baik

dengan operasi

Excisional Arthroplasty

Membuang fragmen yang patah yang membentuk sendi

Excisi fragmen dan pemasangan endoprosthesis

Dilakukan excisi caput femur dan pemasangan endoprosthesis Moore

Keuntungan perawatan fraktur dengan pembedahan antara lain :

Ketelitian reposisi fragmen tulang yang patah

Kesempatan untuk memeriksa pembuluh darah dan saraf yang berada

didekatnya

Dapat mencapai stabilitas fiksasi yang cukup memadai

Tidak perlu memasang gips dan alat-alat stabilisasi yang lain

Perawatan di RS dapat ditekan seminimal mungkin, terutama pada kasus-

kasus yang tanpa komplikasi dan dengan kemampuan mempertahankan

Page 17: Lp Fraktur Femur

fungsi sendi dan fungsi otot hampir normal selama penatalaksanaan

dijalankan

e) Mempertahankan dan mengembalikan fungsi.

Segala upaya diarahkan pada penyembuhan tulang dan jaringan lunak. Latihan

isometrik dan setting otot diusahakan untuk meminimalkan atrofi disuse dan

meningkatkan aliran darah. Partisipasi dalam aktivitas hidup sehari-hari

diusahakan untuk memperbaiki kemandirian fungsi dan harga diri.

Faktor yang mempengaruhi penyembuhan fraktur yaitu:

a. Mempercepat penyembuhan fraktur

Imobilisasi fragmen tulang

Kontak fragmen tulang maksimal

Asupan darah yang memadai

Nutrisi yang baik

Latihan pembebanan berat badan untuk tulang panjang

Hormon-hormon pertumbuhan, tiroid, kalsitonin, vitamin D

b. Menghambat penyembuhan tulang

Trauma lokal ekstensif

Kehilangan tulang

Imobilisasi tidak memadai

Rongga atau adanya jaringan diantara fragmen tulang

Infeksi

Keganasan lokal

Nekrosis avaskuler

Usia (pada lansia sembuh lebih lama)

11. KOMPLIKASI

Komplikasi awal

a) Syok

Syok hipovolemik atau traumatik akibat perdarahan (baik kehilangan darah

eksterna maupun yang tidak kelihatan) dan kehilangan cairan ekstrasel ke

jaringan yang rusak.

b) Sindrom emboli lemak

Page 18: Lp Fraktur Femur

Setelah terjadi fraktur femur dapat terjadi emboli lemak khususnya pada dewasa

muda (20-30 tahun) pria. Pada saat terjadi fraktur, globula lemak dapat masuk ke

dalam darah karena tekanan sumsum tulang lebih tinggi dari tekanan kapiler

atau karena katekolamin yang dilepaskan oleh reaksi stres pasien akan

memobilisasi asam lemak dan memudahkan terjadinya globula lemak dalam

aliran darah. Globula lemak akan bergabung dengan trombosit membentuk

emboli yang kemudian menyumbat pembuluh darah kecil yang memasok otak,

paru, ginjal dan organ lain. Awitan gejalanya sangat cepat, dapat terjadi dari

beberapa jam sampai satu minggu setelah cedera, namun paling sering terjadi

dalam 24 sampai 72 jam. Gambaran khasnya berupa hipoksia, takipnea,

takikardia dan pireksia. Gangguan cerebral diperlihatkan dengan adanya

perubahan status mental yang bervariasi dari agitasi ringan dan kebingungan

sampai delirium dan koma yang terjadi sebagai respon terhadap hipoksia, akibat

penyumbatan emboli lemak di otak.

c) Sindrom kompertemen

Sindrom kompartemen disebabkan karena penurunan ukuran kompartemen otot

karena fasia yang membungkus otot terlalu ketat atau gips atau balutan yang

menjerat, atau peningkatan isi kompartemen otot karena edema atau perdarahan

sehubungan dengan berbagai masalah. Pasien mengeluh adanya nyeri dalam,

berdenyut tak tertahankan. Palpasi pada otot akan terasa pembengkakan dan

keras.

Komplikasi lambat

a) Penyatuan terlambat atau tidak ada penyatuan

Penyatuan terlambat terjadi bila penyembuhan tidak terjadi dengan kecepatan

normal untuk jenis dan tempat fraktur tertentu. Penyatuan terlambat mungkin

berhubungan dengan infeksi sistemik atau distraksi fragmen tulang. Tidak ada

penyatuan terjadi karena kegagalan penyatuan ujung-ujung patahan tulang.

Malunion : tulang patah telah sembuh dalam posisi yang tidak seharusnya.

Delayed union : proses penyembuhan yang terus berjalan tetapi dengan

kecepatan yang lebih lambat dari keadaan normal.

Non union : tulang yang tidak menyambung kembali

b) Nekrosis avaskuler tulang

Page 19: Lp Fraktur Femur

Nekrosis avaskuler terjadi bila tulang kehilangan asupan darah dan mati, dapat

terjadi setelah fraktur khususnya pada kolum femoris. Tulang yang mati

mengalami kolaps atau diabsorbsi dan diganti dengan tulang baru. Pasien

mengalami nyeri dan keterbatasan gerak.

c) Reaksi terhadap alat fiksasi interna

Alat fiksasi interna biasanya diambil setelah penyatuan tulang telah terjadi,

namun pada kebanyakan pasien alat tersebut tidak diangkat sampai

menimbulkan gejala. Nyeri dan penurunan fungsi merupakan indikator utama

telah terjadi masalah. Masalah tersebut meliputi pemasangan dan stabilisasi yang

tidak memadai, alat yang cacat atau rusak, berkaratnya alat menyebabkan

inflamasi lokal, respon alergi terhadap campuran logam yang digunakan dan

remodeling osteoporotik di sekitar alat fiksasi.

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

1. PENGKAJIAN

a. Pola Pemeliharaan dan Persepsi Terhadap Kesehatan

Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan terjadinya kecacatan pada

dirinya dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk membantu

penyembuhan tulangnya. Selain itu, pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup

pasien seperti penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu metabolisme

kalsium, pengkonsumsian alkohol yang bisa mengganggu keseimbangannya dan

apakah pasien melakukan olahraga atau tidak.(Ignatavicius, 1995).

b. Pola Nutrisi dan Metabolik

Pada pasien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan sehari-

harinya seperti kalsium, zat besi, protein, vit. C dan lainnya untuk membantu

proses penyembuhan tulang. Evaluasi terhadap pola nutrisi pasien bisa

membantu menentukan penyebab masalah muskuloskeletal dan mengantisipasi

komplikasi dari nutrisi yang tidak adekuat terutama kalsium atau protein dan

terpapar sinar matahari yang kurang merupakan faktor predisposisi masalah

muskuloskeletal terutama pada lansia. Selain itu juga obesitas juga menghambat

degenerasi dan mobilitas pasien.

Page 20: Lp Fraktur Femur

c. Pola Eliminasi

Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola eliminasi, tapi

walaupun begitu perlu juga dikaji frekuensi, konsistensi, warna serta bau feces

pada pola eliminasi alvi. Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji frekuensi,

kepekatannya, warna, bau, dan jumlah. Pada kedua pola ini juga dikaji ada

kesulitan atau tidak (Doenges, 1999).

d. Pola Tidur dan Istirahat

Semua pasien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak, sehingga hal ini

dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur pasien. Selain itu juga, pengkajian

dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana lingkungan, kebiasaan tidur, dan

kesulitan tidur serta penggunaan obat tidur (Doenges, 1999).

e. Pola Aktivitas dan latihan

Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua bentuk kegiatan pasien

menjadi berkurang dan kebutuhan pasien perlu banyak dibantu oleh orang lain.

Hal lain yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas pasien terutama pekerjaan

pasien. Karena ada beberapa bentuk pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur

dibanding pekerjaan yang lain (Ignatavicius, 1995).

f. Pola Hubungan dan Peran

Pasien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat. Karena

pasien harus menjalani rawat inap (Ignatavicius, 1995).

g. Pola Persepsi Diri

Dampak yang timbul pada pasien fraktur yaitu timbul ketidakutan akan

kecacatan akibat frakturnya, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan

aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan

body image) (Ignatavicius, 1995).

h. Pola Perseptual

Pada pasien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal fraktur,

sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan. Begitu juga pada

kognitifnya tidak mengalami gangguan. Selain itu juga, timbul rasa nyeri akibat

fraktur (Ignatavicius, 1995).

Page 21: Lp Fraktur Femur

i. Pola Seksual & Reproduksi

Dampak pada pasien fraktur yaitu, pasien tidak bisa melakukan hubungan

seksual karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa

nyeri yang dialami pasien. Selain itu juga, perlu dikaji status perkawinannya

termasuk jumlah anak, lama perkawinannya (Ignatavicius, 1995).

j. Pola Manajemen Koping Stress

Pada pasien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya, yaitu ketidakutan

timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya. Mekanisme koping yang

ditempuh pasien bisa tidak efektif (Ignatavicius, 1995).

k. Pola Nilai dan Keyakinan

Untuk pasien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah dengan

baik terutama frekuensi dan konsentrasi. Hal ini bisa disebabkan karena nyeri

dan keterbatasan gerak pasien (Ignatavicius, 1995)

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN

PRE OPERASI

1) Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik (desakan fragmen cedera pada

jaringan lunak) ditandai dengan pasien tampak meringis, laporan secara verbal

terasa nyeri, perubahan posisi untuk menghindari nyeri.

2) Hipertermi berhubungan dengan respon inflamasi sistemik ditandai dengan

peningkatan suhu tubuh > 37,5° C, akral teraba hangat.

3) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kontraktur otot ditandai dengan

pasien tidak mampu menggerakkan bagian yang mengalami fraktur, pasien

mengeluh nyeri saat menggeser bagian yang fraktur.

4) Defisit perawatan diri: mandi, berpakaian, makan, eliminasi berhubungan

dengan kontraktur otot ditandai dengan pasien tidak mampu memegang alat

mandi, pasien tidak mampu menggunakan pakaian sendiri, pasien minta dibantu

untuk makan dan eliminasi.

5) Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan gangguan

vaskularisasi ditandai dengan oedema ekstremitas, sianosis, perubahan

temperatur kulit.

6) PK: Perdarahan

Page 22: Lp Fraktur Femur

7) PK: Anemia

8) Ansietas berhubungan perubahan kondisi fisik (patah tulang) ditandali dengan

pasien mengeluh merasa cemas dengan situasi fisiknya, pasien tampak gelisah.

POST OPERASI

1) Nyeri akut berhubungan dengan agen injury fisik (pemasangan ORIF/OREF)

ditandai dengan pasien mengeluh nyeri, pasien mengatakan nyeri terasa tajam,

nyeri terasa pada kaki ditempat operasi, pasien mengatakan skala nyeri 1-10,

pasien mengatakan nyeri hilang timbul dan meningkat apabila kaki digerakkan,

pasien tampak gelisah, pasien tampak meringis kesakitan, pasien tampak tidak

nyaman (posisi melindungi bagian yang nyeri).

2) Risiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif akibat tindakan

ORIF/OREF

3) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan terapi pembatasan gerak ditandai

dengan pasien tidak mapu menggerakkan kakinya

4) Risiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan imobilisasi fisik dan

faktor mekanik yang menimbulkan penekanan

5) PK : perdarahan

6) Defisit perawatan diri mandi/kebersihan berhubungan dengan kerusakan

musculoskeletal dan terapi pembatasan gerak ditandai dengan pasien

mengatakan tidak mampu untuk melakukan perawatan dirinya sendiri, pasien

tampak kotor dan bau.

3. INTERVENSI KEPERAWATAN

1) Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik (desakan fragmen cedera

pada jaringan lunak) ditandai dengan pasien tampak meringis, laporan

secara verbal terasa nyeri, perubahan posisi untuk menghindari nyeri.

Tujuan:

Setelah diberikan asuhan keperawatan selama…..x …. jam, diharapkan nyeri

dapat berkurang dengan kriteria hasil:

NOC Label >> Pain Control

Pasien mengenali onset nyeri.

Pasien dapat mendeskripsikan faktor penyebab.

Page 23: Lp Fraktur Femur

Pasien menerapkan teknik manajemen nyeri non farmakologis.

Pasien menggunakan analgesik sesuai rekomendasi.

NOC Label >> Pain Level

Pasien tidak melaporkan adanya nyeri

Ekspresi wajah terhadap nyeri

Diaphoresis

RR dalam batas normal (16-20 kali/menit)

Nadi dalam batas normal (60-100 kali/menit)

Tekanan darah dalam batas normal (120/80 mmHg)

Intervensi :

NIC Label >> Pain Management

1. Kaji karakteristik nyeri meliputi lokasi, waktu, frekuensi, kualitas, faktor

pencetus, dan intensitas nyeri

Rasional : Untuk mengetahui tingkat rasa nyeri sehingga dapat menentukan

jenis tindakan selanjutnya.

2. Kaji faktor-faktor yang dapat memperburuk nyeri pasien

Rasional : Dengan mengetahui faktor-faktor yang dapat memperburuk nyeri,

dapat mencegah terjadinya faktor pencetus dan menentukan intervensi

apabila nyeri terjadi.

3. Monitor status TTV sebelum dan sesudah pemberian analgetik

Rasional : mencegah kontraindikasi dan efek samping pemberian analgetik

4. Memastikan pasien mendapat terapi analgesik yang tepat

Rasional : Analgesik yang dapat membantu mengurangi rasa nyeri dan tidak

mengakibatkan adanya reaksi alergi terhadap obat.

5. Eliminasi faktor-faktor pencetus nyeri

Rasional : Dengan mengeleminasi faktor-faktor pencetus nyeri, dapat

mengurangi risiko munculnya nyeri (mengurangi awitan terjadinya nyeri)

6. Ajarkan teknik nonfarmakologi (misalnya teknik relaksasi, guided imagery,

terapi musik, dan distraksi) yang dapat digunakan saat nyeri timbul.

Rasional : Dengan teknik manajemen nyeri, pasien bisa mengalihkan nyeri

sehingga rasa nyeri yang dirasakan berkurang.

7. Berikan dukungan selama pengobatan nyeri berlangsung

Page 24: Lp Fraktur Femur

Rasional : Dukungan yang diberikan dapat membantu meningkatkan rasa

percaya terhadap perawat.

8. Kolaborasi pemberian analgetik

Rasional : Pemberian analgetik dapat memblok reseptor nyeri.

2) Hipertermi berhubungan dengan respon inflamasi sistemik ditandai

dengan peningkatan suhu tubuh > 37,5° C, akral teraba hangat.

Tujuan:

Setelah diberikan asuhan keperawatan selama … x … jam, diharapkan suhu

pasien dalam batas normal dengan kriteria hasil :

NOC Label >> Thermoregulation

Suhu tubuh pasien normal (36-37±0,5˚C)

Melaporkan rasa nyaman

Tidak menggigil

NOC Label >> Vital Signs

Suhu : 36-37±0,5˚C

Nadi: 60-100x/menit

RR: 16-20 x/menit

TD: 120/80 mmHg

Intervensi :

NIC Label >> Fever Treatment

1. Monitor suhu tubuh, tekanan darah, denyut nadi, dan respirasi rate secara

berkala.

Rasional: peningkatan suhu menunjukkan proses adanya infeksius akut

maupun dehidrasi. Menggigil sering mendahului puncak suhu.

2. Berikan kompres hangat.

Rasional: membuat vasodilatasi pembuluh darah sehingga dapat membantu

mengurangi demam.

3. Anjurkan pasien untuk mempertahankan asupan cairan adekuat.

Rasional: untuk mencegah dehidrasi akibat penguapan cairan karena suhu

tubuh yang tinggi.

4. Kolaborasi pemberian obat antipiretik sesuai indikasi.

Page 25: Lp Fraktur Femur

Rasional: digunakan untuk mengurangi demam dengan aksi sentralnya pada

hipotalamus.

3) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kontraktur otot ditandai

dengan pasien tidak mampu menggerakkan daerah yang mengalami

fraktur, pasien mengeluh nyeri saat menggeser bagian yang fraktur.

Tujuan:

Setelah diberikan asuhan keperawatan ... x … jam, diharapkan kekakuan otot

tidak terjadi dengan kriteria hasil:

Fleksbilitas sendi dapat dipertahankan

Otot tidak mengalami atropi

Otot tidak mengalami kontraktur

Intervensi:

NOC Label >> Bed Rest care

1. Jelaskan pada pasien tentang kemungkinan untuk bed rest selama beberapa

waktu.

Rasional: Memberitahukan kemungkinan yang terjadi bila pasien tidak

mampu bergerak dalam waktu lama sehingga tidak menimbulkan kecemasan

bagi pasien dank lien dapat turut berperan dalam proses penyembuhannya.

2. Jaga agar linen tetap bersih dan kering.

Rasional: Untuk mencegah terjadinya infeksi dan dekubitus pada pasien.

3. Bantu pasien dalam melakukan ADL.

Rasional: Pasien yang mengalami imobilisasi/bed rest tidak dapat melakukan

ADL, maka perawat harus membantu pasien.

4. Bersama pasien batasi gerak bagian tubuh tubuh yang mengalami fraktur.

Rasional: Mempercepat proses penyembuhan tulang belakang dan mencegah

kerusakan yang berkepanjangan dari medulla spinalis.

NOC Label >> Exercise promotion

1. Beritahukan pasien mengenai manfaat, prosedur dari latihan untuk

kesembuhan ekstremitasnya.

Rasional: Penjelasan yang diberikan dapat menjawab ketikdak tahuan pasien

mengenai segala intervensi yang akan diberikan, dengan demikian pasien

Page 26: Lp Fraktur Femur

akan dapat mengikuti intervensi yang diberikan dengan baik dan mematuhi

peraturan.

2. Kaji kemampuan pasien dalam melakukan aktivitas dan fungsi persendian,

otot dan kekuatan otot pasien.

Rasional: Pengkajian dapat memberikan informasi mengenai kemampuan

motorik pasien dan hasilnya dapat disesuaikan antara intervensi yang akan

diberikan dengan kondisi pasien.

3. Ajarkan pasien untuk melatih pesendian dan otot (misalnya: gerakan ekstensi

dan fleksi, memutar kemudian relaks dan mengkontrasikan otot).

Rasional: Latihan pasif tersebut dapat membantu dalam mengurangi

kekakuan otot dan sendi serta dapat memperlanjar peredaran darah sehingga

mempercepat penyembuhan.

4. Observasi hasil dari latihan yang dilakukan (misalnya : pernafasan, nadi,

nyeri)

Rasional: Gejala seperti berkurangnya frekuensi nafas, nadi cepat, pucat,

pusing, dan nyeri pada persendian dan otot saat latihan merupakan tanda-

tanda yang harus diantisipasi yang dapat mengindikasikan ketidakstabilan

kondisi pasien dan latihan harus dihentikan.

5. Ajarkan pada pasien cara-cara dalam melakukan perubahan posisi (misalnya:

dengan menggeser keseluruhan ekstremitas secara bersamaan dan tidak

mengangkat ekstremitas tanpa penopang).

Rasional: Pada pasien dengan gangguan pada komposisi tulang tidak boleh

melakuakan melakuakan perubahan posisi tanpa arahan karena dapat

memperburuk kondisi penyusunan kembali komponen tulang.

6. Dampingi pasien dalam melakukan pergerakan (misalnya : duduk, berdiri,

berjalan pada jarak tertentu dan berbaring).

Rasional: Pasien akan merasa lebih aman dan nyaman saat didampingi

sewaktu melakukan terapi mobilisasi, sehingga pasien dapat mengikuti terapi

dengan baik.

7. Dampingi pasien saat melakukan latihan pasif/aktif pergerakan sendi

Rasional: Dapat membantu agar pasien dapat melakukan latihan secara

optimal

Page 27: Lp Fraktur Femur

8. Anjurkan pasien untuk melakukan latihan ROM

Rasional: ROM merupakan aktivitas yang dilakukan untuk melatih

kemampuan otot dan persendian, sehingga dengan ROM dapat mengurangi

kekakuan otot dan sendi serta dapat mempercepat pemulihan serta mencegah

atropi otot.

9. Monitoring posisi kesejajaran tubuh

Rasional: Perubahan posisi pasien dapat mempengaruhi perubahan pada

gaya tarik pada traksi dan mempengaruhi posisi tulang yang sudah

direposisi, posisi pasien yang tidak sejajar dapat menimbulkan deformitas.

10. Monitoring posisi tempat tidur dan ketinggian tempat tidur pasien

Responsi: Tempat tidur pasien sudah diatur sesuai dengan jenis traksi yang

digunakan pasien, sehingga perubahan posisi dan ketinggian tempat tidur

dapat mempengaruhi komponen pada traksi.

11. Monitoring fiksasi eksternal pasien

Rasional: Fiksasi yang lama, terlalu ketat dan lain-lain dapat mempengaruhi

keutuhan kulit dan kestabilan pada saraf dan pembuluh darah pada

ekstremitas pasien, sehingga dapat mempengaruhi perkembangan

kemampuan mobilitas pasien.

12. Konsultasikan pada physical therapy untuk merencanakan aktivitas ambulasi

pasien.

Rasional: Physical therapy akan dapat membantu tugas perawat dalam

merencanakan intervensi untuk pemberian ambulasi yang tepat untuk pasien

sesuai dengan kondisi pasien.

NIC Label >> Traction/Immobilization Care

1. Pertahankan traksi pada bagian tubuh yang fraktur agar tetap terpasang

dengan baik.

Rasional: Membantu proses penyembuahan bagian tulang yang fraktur.

4) Gangguan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan gangguan

vaskularisasi ditandai dengan oedema ekstremitas, sianosis, perubahan

temperatur kulit.

Tujuan:

Page 28: Lp Fraktur Femur

Setelah diberikan asuhan keperawatan selama ….x … jam, diharapkan perfusi

jaringan perifer kembali efektif dengan kriteria hasil:

NOC Label >> Tissue Perfussion: Peripheral

Tidak ada nekrosis pada jari-jari.

CRT dalam batas normal (kurang dari 3 detik).

Akral hangat.

Tidak ada sianosis pada kuku kaki ataupun tangan.

Intervensi:

NIC Label >> Haemodynamic Regulation

1. Awasi tanda vital, kaji pengisian kapiler, warna kulit/membran mukosa.

Rasional: Memberikan informasi tentang derajat/keadekuatan perfusi

jaringan dan membantu menentukan kebutuhan intervensi

2. Kaji untuk respon verbal melambat, mudah teransang agitasi, gangguan

memori, bingung.

Rasional: Dapat mengindikasikan gangguan fungsi serebral karena hipoksia.

3. Pantau pucat, sianosis, kulit dingin/lembab.

Rasional: Vasokontriksi sistemik diakibatkan oleh penurunan curah jantung

mungkin dibuktikan oleh penurunan perfusi

4. Vasokontriksi sistemik diakibatkan oleh penurunan curah jantung mungkin

dibuktikan oleh penurunan perfusi.

Rasional: Penurunan pemasukan/mual terus menerus dapat mengakibatkan

penurunan volume sirkulasi yang berdampak negatif pada perfusi dan fungsi

organ.

5. Pantau pemeriksaan diagnostik dan laboratorium mis EKG, elektrolit, GDA

(Pa O2, Pa CO2 dan saturasi O2) dan pemberian oksigen.

Rasional: Indikator perfusi/fungsi organ

5) PK: Perdarahan

Setelah di berikan asuhan keperawatan selama …x… jam, diharapakan

komplikasi perdarahan dapat dicegah dengan kriteria hasil:

NOC label >> Blood Loss Severity

Tidak terjadi kehilangan darah yang nyata

Tidak terjadi penurunan tekanan darah sistolik

Page 29: Lp Fraktur Femur

Tidak terjadi penurunan tekanan darah diastolic

Tidak terjadi peningkatan nadi apical

Tidak terjadi penurunan suhu tubuh

Tidak terjadi penurunan kognisi

Tidak terjadi penurunan hemoglobin

Tidak terjadi penurunan hematocrit

Intervensi

NIC Label >> Shock management

1. Monitor vital sign, tekanan darah orthostatic, mental status, dan haluaran

urin.

2. Monitor pemeriksaan labolatorium yang terkain perfusi jaringan

(peningkatan asam laktat , penurnan PH arteri)

3. Administrasikan crystalloid IV sesuai indikasi

4. Administrasikan medikasi vasoaktif sesuai indikasi

5. Beri terapi oksigen dan mekanikal ventilasi jika diperlukan

6. Monitor parameter hemodinamic ( central venous pressure. Pulmonary

capilary)

7. Monitor nadi untuk bradikardi (<110kali/menit) atau taki kardia (>160

kali/menit) hingga 10 menit terkahir sesuai indikasi

8. Pertahankan patensi akses IV

9. Catat takikardia/bradikardia, penurunan tekanan darah, tekanan nadi perifer,

pucat, sianosis, dan diaphoresis

10. Pertahankan ekspektasi realistik pada pasien dan keluarga

NIC Label >> Bleeding reduction

1. Identifikasi penyebab perdarahan

2. Monitor pasien dengan teliti pada hemoragi

3. Monitor kehilangan darah

4. Catat hemoglobin dan hemotocrite setelah kehilangan darah sesuai indikasi

5. Monitor parameter hemodinamik PT, PTT, fibrinogen, dan platelet

6. Monitor hantaran oksigen pada jaringan PaO2, SaO2, hemoglobin, dan

cardiac output.

Page 30: Lp Fraktur Femur

7. Jelaskan pada pasien dan keluarga mengenai perdarahan yang terjadi dan

tindakan yang akan dilakukan.

8. Lakukan transfusi darah jika diperlukan.

9. Pertahankan akses IV.

10. Administrasikan produk darah (platelets, frozen plasma, dan lain-lain).

11. Aplikasikan pressure dressing jika diperlukan.

6) PK: Anemia

Setelah diberikan asuhan keperawatan selama … x … jam, perawat dapat

meminimalkan komplikasi anemia yang terjadi, dengan kriteria hasil:

NOC Label >> Vital Signs

- Tekanan darah dalam batas normal (110/70-130/90 mmHg) atau terkontrol

- Nadi dalam batas normal (60-100x/mnt)

- RR dalam batas normal (16-20 x/mnt)

- Suhu tubuh dalam batas normal (36-37,5°C)

NOC Label >> Tissue Perfussion: Peripheral

- CRT < 3 detik

- Akral hangat

- Pasien tidak pucat

- Konjungtiva berwarna merah muda

NOC Label >> Blood Loss Severity

- Hb pasien dalam batas normal (12-16 g/dL)

- HCT dalam batas normal (45-55%)

- Mukosa bibir lembab

- Pasien tidak mengalami lemas dan lesu

Intervensi:

1. Pantau tanda dan gejala anemia yang terjadi.

Rasional: memantau gejala anemia pasien penting dilakukan agar tidak

terjadi komplikasi yang lebih lanjut.

2. Pantau tanda-tanda vital pasien.

Rasional: perubahan tanda vital menunujukkan perubahan pada kondisi

pasien.

Page 31: Lp Fraktur Femur

3. Anjurkan pasien mengkonsumsi makanan yang mengandung banyak zat besi

dan vit B12.

Rasional: Makanan yang mengandung vitamin B12 dan asam folat dapat

menstimulasi pembentukan Hemoglobin.

4. Minimalkan prosedur yang bisa menyebabkan perdarahan.

Rasional: Dapat memperparah kondisi pasien yang mengalami anemia.

5. Pantau nilai PT dan PTT

Rasional: Untuk mengkaji apakah terjadi perpanjangan waktu pembekuan

darah

6. Pantau hasil lab Hb dan HCT

Rasional: Penurunan Hb dan perubahan nilai HCT menunjukkan terjadi

anemia pada pasien

NIC Label >> Blood Products Administration

7. Kolaborasi pemberian tranfusi darah sesuai indikasi.

Rasional: transfusi darah diperlukan jika kondisi anemia pasien buruk untuk

menambah jumlah darah dalam tubuh.

7) Ansietas berhubungan perubahan kondisi fisik (patah tulang) ditandali

dengan pasien mengeluh merasa cemas dengan situasi fisiknya, pasien

tampak gelisah.

Setelah diberikan asuhan keperawatan selama …..x…. jam, diharapkan

kecemasan pasien terhadap penyakit pasien dapat berkurang dengan kriteria

hasil :

NOC Label >> Anxiety Level

Mengatakan secara verbal tentang kecemasan

Mengatakan secara verbal tentang ketakutan

Kepanikan berkurang

NOC Label >> Anxiety Self-Control

Mampu mengurangi penyebab cemas

Mengontrol respon cemas

Intervensi

NIC Label >> Anxiety Reduction

Page 32: Lp Fraktur Femur

1) Observasi adanya tanda – tanda cemas/ansietas baik secara verbal maupun

nonverbal.

Rasional: Pengungkapan kecemasan secara langsung tentang kecemasan dari

pasien, dapat menandakan level cemas pasien.

2) Bantu pasien untuk mengidentifikasi situasi yang dapat menstimulus

kecemasan.

Rasional: Agar pasien dapat mengatasi dan menanggulangi kecemasan

pasien.

3) Jelaskan segala sesuatu mengenai penyakit yang pasien derita.

Rasional: Menambah wawasan pasien tentang penyakit pasien dapat

meningkatkan pengertian pasien tentang penyakitnya, sehingga dapat

mengurangi kecemasan pasien.

4) Ajarkan pasien teknik relaksasi, seperti menarik napas dalam.

Rasional: Dapat memberi efek ketenangan pada pasien

5) Kolaborasi pemberian medikasi berupa obat penenang.

Rasional: Menurunkan ansietas pasien yang terjadi secara berlebihan.

8) Risiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif akibat tindakan

ORIF/OREF

Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama .....x … jam diharapkan tidak

terjadi infeksi, dengan kriteria hasil :

NOC Label >> Infection Severity

- Tidak ada kemerahan

- Tidak terjadi hipertermia

- Tidak ada nyeri

- Tidak ada pembengkakan

- Tidak ada drainase purulen

- WBC dalam batas normal

NOC Label >> Vital Signs

- Suhu dalam batas normal (36,5o – 37oC)

- Tekanan darah dalam batas normal (120/80 mmHg)

- Nadi dalam batas normal (60-100 x/mnt)

- RR dalam batas normal (12-20 x/mnt)

Page 33: Lp Fraktur Femur

NOC Label >> Risk Control

- Pasien mampu menyebutkan faktor-faktor risiko penyebab infeksi

- Pasien mampu memonitor lingkungan penyebab infeksi

- Pasien mampu memonitor tingkah laku penyebab infeksi

- Tidak terjadi paparan saat tindakan keperawatan

- Keluarga Pasien mampu memonitor efek pengobatan terapeutik

Intervensi

NIC Label >> Infection Control

1. Jaga agar barier kulit yang terbuka tidak terpapar lingkungan dengan cara

menutup dengan kasa steril.

Rasional: Mengurangi paparan dari lingkungan.

2. Batasi jumlah pengunjung.

Rasional: Mengurangi organisme patogen masuk ke tubuh pasien.

3. Ajarkan pasien dan keluarga tekhnik mencuci tangan yang benar.

Rasional: Mencegah terjadinya infeksi dari mikroorganisme yang ada di

tangan.

4. Gunakan sabun anti mikrobial untuk mencuci tangan.

Rasional: Mencuci tangan menggunakan sabun lebih efektif untuk

membunuh bakteri.

5. Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan keperawatan.

Rasional: Mencegah infeksi nosokomial.

6. Ajarkan pasien dan keluarga untuk menghindari infeksi.

Rasional: infeksi lebih lanjut dapat memperburuk risiko infeksi pada pasien.

7. Ajarkan pada pasien dan keluarga tanda-tanda infeksi.

Rasional: agar dapat melaporkan kepada petugas lebih cepat, sehingga

penangan lebih efisien.

8. Kolaborasi pemberian antibiotik bila perlu.

Rasional: untuk mempercepat perbaikan kondisi pasien

NIC Label >> Infection Protection

1. Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik/lokal

Rasional: Memudahkan pengambilan intervensi

2. Monitor hitung granulosit, WBC

Page 34: Lp Fraktur Femur

Rasional: sebagai monitor adanya reaksi infeksi.

3. Berikan perawatan kulit.

Rasional: kulit merupakan pertahanan pertama dari bakteri.

4. Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan, panas dan drainase

Rasional: merupakan tanda-tanda terjadinya infeksi.

NIC Label >> Wound care

1. Monitor karakteristik luka, meliputi warna, ukuran, bau dan pengeluaran

pada luka

Rasional : memonitor karakteristik luka dapat membantu perawat dalam

menentukan perawatan luka dan penangan yang sesuai untuk pasien

2. Bersihkan luka dengan normal salin

Rasional : normal salin adalah cairan fisologis yang mirip dengan cairan

tubuh sehingga aman digunakan untuk membersihkan dan merawat luka.

3. Lakukan pembalutan pada luka sesuai dengan kondisi luka

Rasional: permbalutan luka dilakukan untuk mempercepat proses penutupan

luka. Pemilihan bahan dan cara balutan disesuaikan dengan jenis luka pasien.

4. Pertahankan teknik steril dalam perawatan luka pasien

Rasional: perawatan luka dengan tetap menjaga kesterilan dapat

menghindarkan pasien dari infeksi.

4. IMPLEMENTASI

Implementasi dilakukan sesuai dengan rencana keperawatan yang sudah dilakukan

5. EVALUASI

No.

Dx

Diagnosa keperawatan Evaluasi

1 Nyeri akut berhubungan dengan agen

cedera fisik (desakan fragmen cedera

pada jaringan lunak) ditandai dengan

pasien tampak meringis, laporan secara

verbal terasa nyeri, perubahan posisi

untuk menghindari nyeri.

NOC Label >> Pain Control

Pasien mengenali onset nyeri.

Pasien dapat mendeskripsikan faktor

penyebab.

Pasien menerapkan teknik manajemen nyeri

non farmakologis.

Page 35: Lp Fraktur Femur

Pasien menggunakan analgesik sesuai

rekomendasi.

NOC Label >> Pain Level

Pasien tidak melaporkan adanya nyeri

Ekspresi wajah terhadap nyeri

Diaphoresis

RR dalam batas normal (16-20 kali/menit)

Nadi dalam batas normal (60-100 kali/menit)

Tekanan darah dalam batas normal (120/80

mmHg)

2 Hipertermi berhubungan dengan respon

inflamasi sistemik ditandai dengan

peningkatan suhu tubuh > 37,5° C, akral

teraba hangat.

NOC Label >> Thermoregulation

Suhu tubuh pasien normal (36-37±0,5˚C)

Melaporkan rasa nyaman

Tidak menggigil

NOC Label >> Vital Signs

Suhu : 36-37±0,5˚C

Nadi: 60-100x/menit

RR: 16-20 x/menit

TD: 120/80 mmHg

3 Hambatan mobilitas fisik berhubungan

dengan kontraktur otot ditandai dengan

pasien tidak mampu menggerakkan

daerah yang mengalami fraktur, pasien

mengeluh nyeri saat menggeser bagian

yang fraktur.

Fleksbilitas sendi dapat dipertahankan

Otot tidak mengalami atropi

Otot tidak mengalami kontraktur

4 Gangguan perfusi jaringan perifer

berhubungan dengan gangguan

vaskularisasi ditandai dengan oedema

ekstremitas, sianosis, perubahan

temperatur kulit.

NOC Label >> Tissue Perfussion: Peripheral

Tidak ada nekrosis pada jari-jari.

CRT dalam batas normal (kurang dari 3

detik).

Akral hangat.

Tidak ada sianosis pada kuku kaki ataupun

tangan.

Page 36: Lp Fraktur Femur

5 PK: Perdarahan Tidak terjadi kehilangan darah yang nyata

Tidak terjadi penurunan tekanan darah sistolik

Tidak terjadi penurunan tekanan darah

diastolic

Tidak terjadi peningkatan nadi apical

Tidak terjadi penurunan suhu tubuh

Tidak terjadi penurunan kognisi

Tidak terjadi penurunan hemoglobin

Tidak terjadi penurunan hematocrit

6 PK: Anemia Tidak terjadi penurunan tekanan darah sistolik

Tidak terjadi penurunan tekanan darah

diastolic

Tidak terjadi peningkatan nadi apical

Tidak terjadi penurunan suhu tubuh

Tidak terjadi penurunan kognisi

Hemoglobin dalam batas normal

Hematocrit dalam batas normal

Tidak terjadi peningkatan nadi apical

Tidak terjadi penurunan TD

Tidak terjadi demam

Tidak terjadi gatal dan kemerahan

Tidak terjadi kelemahan

Tidak terjadi mual

Tidak terjadi hemoglobinuria

Tidak terjadi nyeri dada

7 Ansietas berhubungan perubahan kondisi

fisik (patah tulang) ditandali dengan

pasien mengeluh merasa cemas dengan

situasi fisiknya, pasien tampak gelisah.

NOC Label >> Anxiety Level

Mengatakan secara verbal tentang kecemasan

Mengatakan secara verbal tentang ketakutan

Kepanikan berkurang

NOC Label >> Anxiety Self-Control

Mampu mengurangi penyebab cemas

Mengontrol respon cemas

Page 37: Lp Fraktur Femur

8 Risiko infeksi berhubungan dengan

prosedur invasif aibat tindakan

ORIF/OREF

NOC Label >> Infection Severity

Tidak ada kemerahan

Tidak terjadi hipertermia

Tidak ada nyeri

Tidak ada pembengkakan

Tidak ada drainase purulen

WBC dalam batas normal

NOC Label >> Vital Signs

Suhu dalam batas normal (36,5o – 37oC)

Tekanan darah dalam batas normal (120/80

mmHg)

Nadi dalam batas normal (60-100 x/mnt)

RR dalam batas normal (12-20 x/mnt)

NOC Label >> Risk Control

Pasien mampu menyebutkan faktor-faktor

risiko penyebab infeksi

Pasien mampu memonitor lingkungan

penyebab infeksi

Pasien mampu memonitor tingkah laku

penyebab infeksi

Tidak terjadi paparan saat tindakan

keperawatan

Keluarga Pasien mampu memonitor efek

pengobatan terapeutik

Page 38: Lp Fraktur Femur

DAFTAR PUSTAKA

Apley, A. Graham. 1995. Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem Apley. Jakarta :

Widya Medika

Black, J.M, et al. 1995. Luckman and Sorensen’s Medikal Nursing : A Nursing

Process Approach, 4 th Edition, W.B. Saunder Company.

Carpenito, Lynda Juall. 1999. Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan.

Jakarta : EGC.

Doenges M.E. 2000. Nursing Care Plan, Guidlines for Planning Patient Care (2nd

ed). Philadelpia, F.A. Davis Company

Dorland, W.A. Newman. 2002. Kamus Kedokteran Dorland Edisi 29. Jakarta: EGC

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1999. Sistem Kesehatan Nasional.

Jakarta

Henderson, M.A. 1992. Ilmu Bedah untuk Perawat. Yogyakarta: Yayasan Essentia

Medika

Hudak and Gallo. 1994. Keperawatan Kritis. Jakarta : EGC.

Ignatavicius, Donna D. 1995. Medical Surgical Nursing : A Nursing Process

Approach, W.B. Saunder Company.

Long, Barbara C. 1996. Perawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC.

Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Medika Aesculapius.

Muttaqin, A. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Pasien Gangguan Sistem

Muskuloskletal. Jakarta : EGC

Oswari, E. 1993. Bedah dan Perawatannya. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.

Price, Evelyn .1997. Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis. Jakarta : Gramedia.

Price Sylvia, A. 1994. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.

Jakarta: EGC.

Sylvia, A. 1994. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.Jakarta: EGC

Smeltzer & Bare. 2002. Buku Ajar Medikal Bedah, Brunner & Suddart. Jakarta:

EGC

Reksoprodjo, Soelarto. 1995. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta : Binarupa

Aksara

Tucker, Susan Martin. 1998. Standar Perawatan Pasien. Jakarta : EGC.