Download pdf - Benjolan Di Telinga

Transcript

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangTelinga adalah organ penginderaan dengan fungsi ganda dan kompleks (pendengaran dan keseimbangan). Indera pendengaran berperan penting pada partisipasi seseorang dalam aktivitas kehidupan sehari-hari. Sangat penting untuk perkembangan normal dan pemeliharaan bicara dan kemampuan berkomunikasi dengan orang lain melalui bicara tergantung pada kemampuan mendengar. (Sutami, 2011)Secara anatomi telinga dibagi menjadi tiga bagian yaitu telinga luar, tengah dan dalam. Telinga tengah dan luar berkembang dari brankial. Telinga dalam seluruhnya berasal dari plakoda otika. Dengan demikian suatu bagian dapat mengalami kelainan kongenital sementara bagian lain berkembang normal. (Higler, 2007)Dalam praktik kedokteran, seringkali seorang dokter menjumpai penyakit-penyakit di telinga yang menunjukkan gambaran klinis dan gejala-gejala yang sama atas sekelompok penyakit yang berbeda. Seperti contoh benjolan pada telinga, dimana benjolan ini merupakan bentuk abnormalitas pada telinga.Benjolan pada telinga merupakan suatu kejadian yang sering ditemukan. Hal tersebut dapat dihubungkan dengan beberapa lesi yang dapat terjadi pada telinga, antara lain: trauma, kista, infeksi, tumor jinak maupun tumor ganas.Tumor merupakan pembentukan jaringan baru yang abnormal dan tidak dapat dikontrol tubuh. Untuk itu, seorang dokter harus dapat membedakan jenis-jenis tumor pada telinga, Selain itu, perlu juga mengetahui etiologi-etiologi yang dapat menyebabkan suatu benjolan yang menyerupai tumor. (Sutami, 2011)Maka pada makalah ini akan dibahas mengenai hal-hal yang berhubungan dengan lesi yang terjadi pada telinga yang bisa menyebabkan benjolan di telinga serta cara menegakkan diagnosis dan kemudian penatalaksanaan yang dapat dilakukan.I.2 Tujuan PenulisanI.2.1 Tujuan UmumTujuan umum dari pembuatan referat ini adalah untuk mengetahui tentang benjolan di telinga yang berhubungan dengan penyakit.I.2.2 Tujuan Khusus1. Mengetahui definisi benjolan di telinga dan macam-macam benjolan1. Mengetahui macam-macam penyakit dengan gejala klinik adanya benjolan di telinga1. Mengetahui pendekatan terhadap keluhan suatu penyakit dengan gejala klinik adanya benjolan di telinga1. Mengetahui mekanisme patofisiologi benjolan ditelinga (disertai dengan tanda inflamasi lain atau tidak hubungan dengan penyebabnya)1. Mengetahui penegakkan diagnosis suatu penyakit dengan kelainan adanya benjolan di telinga1. Mengetahui penatalaksanaan penyakit dengan gejala klinik benjolan di telingaI.3 Manfaat Penulisan1. Manfaat untuk Penulis: menambah pengetahuan tentang penyakit dengan gejala klinik adanya benjolan di telinga1. Manfaat untuk Pembaca: menambah pengetahuan dan wawasan tentang penyakit dengan gelaja klinik adanya benjolan di telinga1. Manfaat untuk Institusi: menambah referensi karya ilmiah atau makalah

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Benjolan di TelingaBenjolan di telinga adalah suatu keluhan berupa benjolan di dalam, luar, depan, maupun belakang telinga. Benjolan tersebut dapat berupa gejala awal suatu penyakit yang berhubungan dengan telinga dan fungsi pendengaran, maupun manifestasi klinis dari penyakit tersebut. Benjolan di telinga dapat merupakan bentuk akut yang tidak bermasalah atau bentuk kronik dari suatu penyakit yang dapat berkembang menjadi lebih berbahaya seperti tumor. (FKUI, 2007)Benjolan pada telinga adalah suatu lesi pada telinga yang arah perluasannya diatas permukaan jaringan yang ditempatinya. Secara umum jenis-jenis benjolan ini adalah:1. Papula adalah suatu massa yang menonjol pada kulit atau mukosaberbentuk bulat atau lonjong dengan diameter < 1 cm.1. Plaque/Plak adalah suatu massa yang menonjol dengan atap yang rata. Permukaannya bisa halus,kasar atau pecah-pecah. Ukurannya lebih besardari papula.1. Vesikula (vesikel, vesicle) adalah Suatu benjolan bulat dan bening, transparan berisi cairan dengan ukurannya < 1 cm1. Bula (bulla): samadengan vesikel dengan ukurannya > 1 cm1. Pustula : Sama seperti bula dan vesikula, tetapi pustula ini berisi pus (purulen)1. Nodul (nodule): suatu massa yang padat dan menonjol, juga mempunyai dimensi perluasan ke bawah. Ukurannya 1 cm1. Tumor: suatu masa padat yang menonjol dan juga mempunyai dimensi perluasan ke bawah. Ukurannya > 1cm. Tumor atau neoplasma adalah pembentukan jaringan baru yang abnormal dan tidak dapat dikontrol oleh tubuh.Tumor (neoplasia) terbagi menjadi 2 yaitu:1. Tumorjinak (benignneoplasma) Neoplasia jinak adalah pertumbuhan jaringan baru yang lambat, ekspansif, terlokalisir, berkapsul, dan tidak bermetastasis (menyebar)1. Tumor ganas (maligant neoplasma) adalah tumor yang tumbuhnya cepat, infiltrasi ke jaringan sekitarnya dan dapat menyebar ke organ-organ lain (metastase). Neoplasia ganas sering disebut kanker. (Sutami, 2011)2.2 Macam-macam Penyakit yang Dapat Menimbulkan Benjolan di TelingaBenjolan pada telinga dapat dihubungkan dengan beberapa lesi yang dapat terjadi pada telinga, antara lain: trauma, infeksi, kista, tumor jinak maupun tumor ganas. Berikut ini akan disebutkan macam-macam penyakit yang dapat menimbulkan keluhan benjolan di telinga, antara lain yaitu:2.2.1 Tuberkulosis Pada Anak2.2.1.1 Etiologi dan PenularanTuberkulosis merupakan penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis dan Mycobacterium bovis (sangat jarang disebabkan oleh Mycobacterium avium). Mycobacterium tuberculosis ditemukan oleh Robert Koch pada tahun 1882. Basil tuberculosis dapat hidup dan tetap virulen beberapa minggu dalam keadaan kering, tetapi dalam cairan mati pada suhu 60 C dalam 15-20 menit. Fraksi protein basil tubercuosis menyebabkan sifat tahan asam dan merupakan faktor penyebab terjadinya fibrosis dan terbentuknya sel epiteloid dan tuberkel. (Behram, 2000)Basil tuberculosis tidak membentuk toksin (baik endotoksin maupun eksotoksin). Penularan Mycobacterium tuberculosis biasanya melalui udara, hingga sebagian besar fokus primer teberkulosis terdapat pada paru. Selain melalui udara penularan dapat peroral misalnya minum susu yang mengandung basil tuberkulosis, biasanya Mycobacterium bovis. Dapat juga terjadi dengan kontak langsung misalnya melalui luka atau lecet di kulit. Tuberkulosis kongenital sangat jarang dijumpai. Selain Mycocbacterium tuberculosis perlu juga dikenal golongan Mycobacterium lain yang dapat menyebabkan kelainan yang menyerupai tuberkulosis. Golongan ini disebut Mycobacterium atipic atau disebut juga Unclassified Mycobacterium.Runyon (1959) membagi Mycobacterium atipic menjadi 4 golongan:1. Golongan fotokromogen, misalnya M. kansasii yang dapat menyebabkan penyakit di dalam dan di luar paru seperti tuberkulosis.1. Golongan skotokromogen, misalnya M. scrofulaceum yang dapat menyebabkan adenitis servikalis pada anak.1. Golongan nonfotokromogen, misalnya M. intracellulare (Battey strains), yang dapat menyebabkan penyakit paru seperti tuberkulosis.1. Golongan rapid growers, misalnya M. fortuitum yang dapat menyebabkan abses. M. smegmantes merupakan saprofit pada smegma. (Behram, 2000)2.2.1.2 Patogenesis dan PatologiMasuknya basil tuberkulosis dalam tubuh tidak selalu menimbulkan penyakit. Terjadinya infeksi dipengaruhi oleh virulensi dan banyaknya basil tuberkulosis serta daya tahan tubuh manusia. Infeksi primer biasanya terjadi dalam paru. Ghon dan Kudlich (1930) menemukan bahwa 95,93% dari 2.114 kasus mereka mempunyai fokus primer di dalam paru. Hal ini disebabkan penularan sebagian besar melalui udara dan mungkin juga karena jaringan paru mudah terkena infeksi tuberkulosis (susceptible). (Behram, 2000) Tabel 1. Lokalisasi fokus primer pada 2.114 kasus Ghon dan Kudlich LokasiPresentase (%)

Paru95,93%

Telinga tengah0,09%

Usus1,14%

Kelenjar parotis0,05%

Kulit0,14%

Konjugtiva0,05%

Tonsil0,09%

Hidung0,09%

Tidak diketahui2,41%

Basil tuberkulosis masuk dalam paru melalui udara dan dengan masuknya basil tuberkulosis maka akan terjadi eksudasi dan konsolidasi yang terbatas dan disebut fokus primer. Basil tuberkulosis akan menyebar dengan cepat melaui saluran getah bening menuju kelenjar regional yang kemudian akan mengadakan reaksi eksudasi. Fokus primer, limfangitis dan kelenjar getah bening regional yang membesar, membentuk kompleks primer. Kompleks primer terjadi 2-10 minggu (6-8 minggu) setelah infeksi. Bersamaan dengan terbentuknya kompleks primer terjadi hipersensitivitas terhadap tuberkuloprotein yang dapat diketahui dari uji tuberkulin. Waktu antara terjadinya infeksi sampai terbentuknya kompleks primer disebut masa inkubasi. Pada anak lesi dalam paru dapat terjadi dimana pun, terutama di perifer dekat pleura. Lebih banyak terjadi di lapangan bawah paru dibanding dengan lapangan atas, sedangkan pada orang dewasa lapangan atas paru merupakan tempat predileksi. Pembesaran kelenjar regoinal lebih banyak terdapat pada anak dibanding orang dewasa. Pada anak penyembuhan terutama ke arah klasifikasi, sedangkan pada orang dewasa terutama kearah fibrosis. Penyebaran hematogen lebih banyak terjadi pada bayi dan anak kecil. (Behram, 2000)Schmid dkk (1963) meragukan adanya fokus primer di dalam jaringan paru, lesi dalam jaringan paru yang dianggap sebagai fokus primer oleh Ghon dan Kudlich, sebenarnya terjadi sekunder karena pecahnya kelenjar getah bening bronkial. Jadi Schmid dkk berpendapat bahwa infeksi terjadi dalam kelenjar lebih dahulu. (Behram, 2000)Tuberkulosis primer cenderung sembuh sendiri, tetapi sebagian akan menyebar lebih lanjut dan dapat menimbulkan komplikasi. Tuberkulosis dapat meluas dalam jaringan paru sendiri. Selain itu basil tuberkulosis dapat masuk kedalam aliran darah secara langsung atau melalui kelenjar getah bening. Basil tuberkuosis dalam aliran darah dapat mati, tetapi dapat pula berkembang terus. Hal ini bergantung kepada keadaan penderita dan virulensi kuman. Melalui aliran darah basil tuberkulosis dapat mencapai alat tubuh lain seperti bagian paru lain, selaput otak, tulang, hati, ginjal dan lain-lain. Dalam alat tubuh tersebut basil tuberkulosis dapat segera menimbulkan penyakit atau dapat pula menjadi tenang dulu dan setelah beberapa waktu menimbulkan penyakit atau dapat pula tidak pernah menimbulkan penyakit sama sekali. (Behram, 2000)Sebagian besar komplikasi tuberkulosis primer terjadi dalam 2 bulan setelah terjadinya penyakit. Penyebaran hematogen atau milier dan meningitis biasanya terjadi dalam 4 bulan, tetapi jarang sekali sebelum 3-4 minggu setelah terjadinya kompleks primer. Efusi pleura dapat terjadi 6-12 bulan setelah terbentuknya kompleks primer, kalau efusi pleura disebabkan oleh penyebaran hematogen maka dapat terjadi lebih cepat. Komplikasi pada tulang dan kelenjar getah bening permukaan (superfisial) dapat terjadi akibat penyebaran hematogen, hingga dapat terjadi dalam 6 bulan setelah terbentuknya kompleks primer, tetapi komplikasi ini dapat juga terjadi setelah 6-18 bulan (Lincoln). Komplikasi pada traktus urogenitalis dapat terjadi dalam 3 bulan, pleuritis dan penyebaran bronkogen dalam 6 bulan dan tuberkulosis tulang dalam 1-5 tahun setelah terbentuknya kompleks primer. (Behram, 2000)Pembesaran kelenjar getah bening yang terkena infeksi dapat menyebabkan atelektasis karena menekan bronkus hingga tampak sebagai perseubungan segmen atau lobus, sering lobus tengah paru kanan. Selain oleh tekanan kelenjar getah bening yang membesar, atelektasis dapat terjadi karena konstriksi bronkus pada tuberkulosis dinding bronkus, tuberkuloma dalam lapisan otot bronkus atau sumbatan oleh gumpalan kiju di dalam lumen bronkus. (Behram, 2000)Kompleks primer tuberculosis adalah infeksi fokal pada tempat masuk dan limfonodi regional yang mengalirkan daerah tersebut. Paru-paru adalah tempat masuk pada lebih dari 98% kasus. Basil tuberkel memperbanyak diri pada mulanya dalam alveoli dan duktus alveolaris. Kebanyakan basil terbunuh tetapi beberapa bertahan hidup dalam makrofag yang dinonaktifkan, yang membawanya melalui vasa limfatika ke limfonodi regional. Bila infeksi primer ada di paru-paru, limfonodi hilus biasanya dilibatkan, walaupun focus lobus atas dapat mengalirkannya kedalam limfonodi paratrakhea. Reaksi jaringan dalam parenkim paru-paru dan limfonodi intensif pada 2-12 minggu berikutnya karena terjadi hipersensitivitas jaringan. Bagian parenkim kompleks primer sering menyembuh secara sempurna dengan fibrosis atau kalsifikasi sesudah mengalami nekrosis perkijuan dan pembentukan kapsul. Kadang-kadang bagian ini terus membesar, menimbulkan pneumonitis dan pleuritis setempat. Jika perkijuan besar pusat lesi mencair dan mengosongkan ke dapalm bronchus terkait, meninggalkan rongga sisa. (Behram, 2000) Selama perkembangan kompleks primer, basili tuberkel dibawa ke kebanyakan jaringan tubuh melalui pembuluh darah dan limfe. Penyebaran tuberculosis terjadi jika jumlah basili yang bersirkulasi besar dan respon hospes tidak adekuat. Lebih sering jumlah basil sedikit, menyebabkan focus metastasis tidak tampak secara klinis pada beberapa organ. Fokus jauh ini biasanya menjadi berkapsul, tetapi fokus ini mungkin berasal dari tuberkulosis ekstrapulmonal maupun reaktivasi tuberculosis pada beberapa individu. (Behram, 2000)2.2.1.3 Klasifikasi dan Gejala KlinisAda beberapa klasifikasi tuberkulosis. Ranke membagi tuberkulosis dalam 3 stadium, yaitu: Stadium pertama: kompleks primer dengan penyebaraan limfogen. Stadium kedua: pada waktu terjadi penyebaran hematogen. Stadium ketiga: tuberkulosis paru menahun (chonic pulmonary tuberculosis)Klasifikasi lain dari tuberkulosis ialah:1. Tuberkulosis primer: merupakan infeksi pertama tuberkulosis1. Tuberkulosis subprimer: merupakan komplikasi tuberkulosis primer1. Tuberkulosis pascaprimer: merupakan infeksi yang dapat terjadi endogen dan eksogen setelah infeksi primer sembuhSekarang dipakai klasifikasi yang membagi tuberkulosis menjadi dua stadium, yaitu:1. Tuberkulosis primer yang merupakan kompleks primer serta komplikasinya1. Tuberkulosis pascaprimerPermulaan tuberkulosis primer biasanya sukar di ketahui secara klinis karena penyakit mulai secara perlahan-lahan. Kadang-kadang tuberkulosis ditemukan pada anak tanpa keluhan atau gejala. Dengan melakukan uji tuberkulin secara rutin, dapat ditemukan penyakit tuberkulosis pada anak. Gejala tuberkulosis primer dapat juga berupa panas yang naik turun selama 1-2 minggu dengan atau tanpa batuk pilek. (Behram, 2000)Gambaran klinis tuberkulosis primer antara lain ialah panas, anoreksia dan berat badan menurun. Kadang-kadang dijumpai panas yang menyerupai tifus abdominalis atau malaria yang disertai atau tanpa hepatosplenomegali. Oleh karena itu bila dijumpai panas seperti tifus abdominalis pada bayi atau anak kecil, harus dipikirkan juga kemungkinan tuberkulosis. (Behram, 2000)Konjungtivitis fliktenularis dapat juga dijumpai pada anak dengan tuberkulosis, terutama tuberkulosis tonsil, adenoid dan telinga tengah. Flikten pada mata diduga sebagai gejala hipersensitivitas dan dalam flikten tidak terdapat basil tuberkulosis. Selama tuberkulosis atau fokus tuberkulosis masih ada, flikten sering tetap hilang timbul. Flikten sering disertai infeksi sekunder biasanya oleh Staphylococcus hemolyticus. Hal lain yang juga dapat menyebabkan timbulnya flikten ialah benda asing, trakoma dan askariasis. (Behram, 2000)2.2.1.4 Penegakan Diagnosis1. DiagnosisPermulaan tuberkulosis sukar diketahui karena gejalanya tidak jelas dan tidak khas, tetapi apabila terdapat panas yang naik turun dan lama dengan atau tanpa batuk dan pilek, anoreksia, penurunan berat badan dan anak lesu, harus dipikirkan kemungkinan tuberkulosis. Petunjuk lain untuk diagnosis tuberkulosis ialah adanya kontak dengan penderita tuberkulosis dewasa. Diagnosis tuberkulosis paru berdasarkan gambaran klinis, uji tuberkulin positif dan kelainan radiologis paru. Basil tuberkulosis tidak selalu dapat ditemukan pada anak. (Behram, 2000)1. Pemeriksaan Penunjang1. Uji tuberkulinPemeriksaan ini merupakan alat diagnosis yang penting dalam menegakkan diagnosis tuberkulosis. Uji tuberkulin lebih penting lagi artinya pada anak kecil bila diketahui adanya konversi dari negatif (recent tuberculin converter). Pada anak dibawah umur 5 tahun dengan uji tuberkulin positif, proses tuberkulosis biasanya masih aktif meskipun tidak menunjukkan kelainan klinis dan radiologis, demikian pula halnya kalau terdapat konversi uji tuberkulin. Uji tuberkulin dilakukan berdasarkan timbulnya hipersensitivitas terhadap tuberkuloprotein karena adanya infeksi. (Behram, 2000)Ada beberapa cara melakukan uji tuberkulin yaitu cara Moro dengan salep, dengan goresan disebut patch test cara von Pirquet, cara Mantoux dengan penyuntikan intrakutan dan multiple puncture method dengan 4-6 jarum berdasarkan cara Heaf dan Tine. Sampai sekarang cara Mantoux masih dianggap sebagai cara yang paling dapat dipertanggung jawabkan karena jumlah tuberkulin yang dimasukkan dapat diketahui banyaknya.Pembacaan uji tuberkulin dilakukan 48-72 jam setelah penyuntikan dan diukur diameter melintang dari indurasi yang terjadi. Tuberkulin yang biasanya dipakai ialah Old Tuberculn (OT) dan Purifed Protein Derivative tuberculin (PPD). Uji tuberkulin akan negatif untuk sementara pada penderita tuberkulosis (anergi) dengan: Malnutrisi energi protein Tuberkulosis berat Morbili, Varisela Pertusis, Difteria, Tifus abdominalis Pemberian kortikosteroid yang lama Vaksin virus misalnya poliomielitis Penyakit ganas, misalnya penyakit Hodgkin1. Pemeriksaan radiologisPada anak dengan uji tuberkuln positif dilakukan pemeriksaan radiologis. Secara rutin dilakukan foto rontgen paru dan atas indikasi juga dibuat foto rontgen alat tubuh lain, misalnya foto tulang punggung pada spondilitis. Gambaran radiologis paru yang biasanya dijumpai pada tuberkulosis paru ialah: Kompleks primer dengan atau tanpa perkapuran Pembesaran kelenjar paratrakeal Penyebaran bronkogen Atelektasis Pleuritis dengan efusiPemeriksaan radiologis paru saja tidak dapat digunakan untuk membuat diagnosis tuberkulosis, tetapi harus disertai data klinis lainnya.

1. Pemeriksaan bakteriologisPenemuan basil tuberkulosis memastikan diagnosis tuberkulosis, tetapi tidak ditemukan basil tuberkulosis bukan berarti tidak menderita tuberkulosis. Bahan-bahan yang digunakan untuk pemeriksaan bakteriologis ialah: Bilasan lambung Sekret bronkus Sputum pada anak besar Cairan pleura Likuor serebrospinalis Cairan asites Bahan-bahan lainnyaDi negeri yang maju dengan sarana laboratorium yang baik, basil tuberkulosis dapat ditemukan sebesar 50-90% dari anak dengan tuberkulosis. Pada umumnya hanya 25-30% saja. (FKUI. 2007)1. Pemeriksaan patologi anatomiPemeriksaan patologi anatomi tidak dilakukan secara rutin. Biasanya diperiksa kelenjar getah bening hepar, pleura, peritoneum, kulit dan lain-lain. Pada pemeriksaan biasanya ditemukan tuberkel dan basil tahan asam. (FKUI. 2007)1. Uji BCGDi Indonesia BCG diberikan secara langsung tanpa didahului uji tuberkulin (BCG langsung). Bila pada anak yang mendapat BCG langsung terdapat reaksi lokal yang besar dalam waktu kurang dari 7 hari setelah penyuntikan, maka harus dicurigai adanya tuberkulosis dan diperiksa lebih lanjut kearah tuberkulosis. Pada anak dengan tuberkulosis, BCG akan menimbulkan reaksi lokal yang lebih cepat dan besar. Karena itu reaksi BCG ini dapat dipakai sebagai alat diagnostik. Sering terdapat kesukaran untuk membuat diagnosis tuberkulosis yang dini pada anak dengan malnutrisi karena adanya anergi terhadap tuberkulin. (FKUI. 2007) 1. Penatalaksanaan Tuberkulosis Pencegahan 1. Vaksinasi BCGPemberian BCG meninggikan daya tahan tubuh terhadap infeksi oleh basil tuberkulosis yang virulen. Imunitas timbul 6-8 minggu setelah pemberian BCG. Imunitas yang terjadi tidaklah lengkap sehingga masih mungkin terjadi superinfeksi meskipun biasanya tidak progresif dan menimbulkan komplikasi berat.1. KemoprolaksisSebagai kemoprolaksis biasanya dipakai INH dengan dosis 10 mg/kgbb/hari selama 1 tahun. Keoprolaksis primer diberikan untuk mencegah terjadinya infeksi pada anak dengan kontak tuberkulosis dan uji tuberkulin masih negatif yang berart masih belum terkena infeksi atau masih dalam masa inkubasi. Kemoprolaksis sekunder diberikan untuk mencegah berkembangnya infeksi menjadi penyakit, misalnya pada anak berumur kurang dari 5 tahun dengan uji tuberkulin positif tanpa kelainan radiologis paru dan pada anak dengan konversi uji tuberkulin tanpa kelainan rradiologis paru. Selain itu juga diberikan pada anak dengan uji tuberkulin positif tanpa kelainan radiologis paru atau yang telah sembuh dari tuberkulosis tetapi mendapat pengobatan dengan kortikosteroid yang lama, menderita penyakit morbili atau pertusis, mendapat vaksin virus misalnya vaksin morbili atau pada masa akil baligh (adolesen). Selanjutnya juga diberikan pada konversi uji tuberkulin dari negatif menjadi positif dalam 12 bulan terakhir tanpa kelainan klinis dan radiologis.

PengobatanPengobatan tuberkulosis ditentukan berdasarkan 2 pertimbangan bakteriologis. Pertama adalah adanya mutan yang resisten terhadap obat. Jadi dengan pemakaian 2 obat atau lebih dapat dicegah terjadinya resistensi yang berarti. Kedua adalah adanya basil tuberculosis yang hidup karena pertumbuhannya lambat dan intermiten. Hal ini baisanya ditanggulangi dengan memperpanjang masa pengobatan sampai 18 bulan atau lebih. (FKUI. 2007)Rifampisin bekerja bakterisidal terhadap ketiga jenis populasi basil tersebut diatas. Rifampisin dengan dosis 10-15 mg/kgbb/hari diberikan sekali sehari peroral pada saat lambung kosong. Rifampisin diberikan baisanya selama 6-9 bulan. (FKUI. 2007)INH (Isoniazid) bekerja bakterisidal terhadap basil yang berkembang aktif ekstraseluler dan basil di dalam makrofag. Dosis INH adalah 10-20 mg/kgbb/hari peroral, dapat diberikan selama 18-24 bulan. (FKUI. 2007)Streptomisin bekerja bakterisidal hanya terdapat basil yang tumbuh aktif ekstraseluler, diberikan secara intramuskulus dengan dosis 30-50 mg/kgbb/hari dengan maskimum 750 mg/hari, diberikan tiap hari selama 1-3 bulan kemudian dapat dilanjutkan 2-3 kali seminggu selama 1-3 bulan lagi.Pirazinamid bekerja bakterisidal terhadap basil intraseluler. Dosis pirazinamid adalah 30-35 mg/kgbb/hari peroral 2 kali sehari selama 4-6 bulan. Etambutol belum jelas apakah bekerja bakterisidal atau bakteriostatik. Diberikan dengan dosis 20 mg/kgbb/hari peroral pada waktu lambung kosong sekali sehari. Lama pemberian 1 tahun. (FKUI. 2007)

Obat-obat lain seperti PAS (para-aminosalsilat), ationamid, dan siklonerin hanya bekerja bakteriostatik.2.2.2. Tumor Telinga Luar dan Telinga Tengah 2.2.2.1. Tumor Jinak Daun Telinga AngiomaAngioma adalah tumor kongenital dan tumor yang paling sering ditemukan pada anak. Tumor ini dapat mengenai telinga bersama-sama dengan daerah lain di muka dan leher. Bentuknya bermacam-macam. Hemangioma kapiler, terdiri dari massa pembuluh darah kapiler yang dapat berbentuk massa yang luas dan rata, bentuk bercak merah anggur, atau bentuk spider nervus yang merupakan jalinan percabangan kapiler yang berasal dari pembuluh darah sentral yang lebih besar. Spider nervus bukan merupakan bertahap sampai masa remaja dan biasanya menimbulkan cacat penampilan. (Hassan, 2007)Pengobatan Masalah utama dari tumor-tumor ini adalah kosmetik. Umumnya lesi itu harus ditunggu sampai mengecil maksimal, dan baru kemudian sisa tumornya diobati. Beberapa cara pengobatan telah dikemukakan, termasuk bedah beku, eksisi dilanjutkan tandur kulit, radiasi, elektrolisis, dan tattoo untuk bercak merah anggur. (Hassan, 2007)

Gambar II.1 Limfangioma daun telinga KistaKista sebasea sering timbul di daerah telinga. Kista ini biasanya tumbuh pada permukaan posterior lobul, pada kulit diatas proseus mastoid dan pada kulit dinding inferior atau posterior liang telinga bagian tulang rawan. Pembengkakanyang lunak dan tidak nyeri ini tidak sulit untuk didiagnosis. Kista ini dapat terinfeksi, dandalam hal ini dapat disangka furunkel. (Hassan, 2007)Kista dan/atau fistel preaurikuler adalah kelainan kongenital. Terjadi karena tidak bersatunya tonjolan pada arkus brahkialis pertama dan kedua yang membentuk daun telinga. Tampak seperti lubang kecil pada kulit di depan pangkal heliks. Dari lubang ini mungkin terdapat saluran yang panjang dan bercabang di bawah kulit, diantara heliks dengan tragus dan di anterior tragus. Saluran yang dilapisi oleh epitel skuamosa ini sering kali berbentuk kistik dan penderita sering datang pertama kali karena infeksi kista ini. (FKUI, 2007)

Gambar II.2 Kista sebasea di lobus telinga kanan

Gambar II.3 Kista sebasea di daerah telinga belakang

Pengobatan dengan eksisi total. Insisi dan kuretase yang dahulu disarankan sering menyebabkan kekambuhan. Kista diangkat dengan diseksi tajam,harus hati-hati jangan sampai mengenai dinding kista sehingga dapat dikeluarkan secara lengkap. (Hassan, 2007) FibromaFibroma jarang timbul di sekitar telinga luar, sering kali pada neurofibroma difusa (penyakit von Recklinghausen). Tumor ini tidak berbatas tegas, padat, tidak nyeri tekan, dan tumbuh lambat. Eksisi dilakukan bila tumor menutupi liang telinga atau menimbulkan masalah kosmetik.

Gambar II.4 Neurofibroma daun telinga

Benjolan keloid dapat seperti fibroma tetapi lebih sering berupa pseudotumor yang timbul karena pengaruh genetik. Pembentukan keloid dirangsang oleh trauma pada kulit. Tumor ini terdiri dari kumpulan kolagen yang masif disisipi fibroblas aktif dan serabut kolagen normal yang tipis, pembentukan normal. Pembentukan keloid sering terjadi pada ras kulit hitam, terutama pada orang Negro. Keloid sekitar telinga tampak seperti tumor bertangkai dan sering terjadi pada lobul setelah penindikan. Dapat juga terjadi pada parut bekas masteoidektomi, yang mengakibatkan cacat atau stenosis liang telinga bila dilakukan insisi endural. (FKUI, 2007)

Gambar II.5 Keloid pada daun telinga setelah penindikan

Pengobatan dengan eksisi, dan segera diikuti dengan radiasi sinar X dosisi tunggal 300 cgy untuk mencegah kekambuhan.

Papiloma Papiloma pada daun telinga dan liang telinga ditemukan dalam berbagai bentuk. Tumor ini timbul sebagai reaksi terhadap berbagai iritasi kronis pada kulit. Kutil dianggap disebabkan oleh virus. Lesi dasar terdiridari hiperplasi lapisan sel basal maupun lapisan stratu spinosum kulit. Tidak jarang terjadi perubahan ganas pada tumor ini,tetapi papiloma yang jinak tidak mempunyai plemorfisme, aktifitas mitosis atau perubahan membran basalis seperti yang tampak pada keganasan. Suatu tanduk kulit terbentuk bila ada penumpukan keratn pada papiloma yang berbatas tegas, membentuk tumor yang menyerupai tanduk, keras, kasar dan berwarna kecoklatan. Tumor ini sering tampak pada heliks, pada orang-orang tua yang sering berada diitempat terbuka dalam jangka waktu panjang. bentuknyayang aneh menyebabkan seesorang mencari pengobatan,, yang berupa eksisi tumor. (FKUI, 2007)Keratoakantoma merupakan lesi yan jarang, tetapi mempunyai arti penting karena mirip dengan karsinoma dan bersifat pramaligna. Biasanya timbul sesudah dekade kelima pada laki-laki yang bekerja di lapangan. Lesi terdiri dari penumpukansel-sel tajam (prickle cell) dibagian tepi, dengan kawah ditengahnya yang terisi massa keratin. Lesi cenderung tumbuh dengan cepat pada awal kemunculannya, yang kemudian mengecil perlahan-lahan, meninggalkan parut yang retraksi. Meskipun penyakit ini sembuh sendiri, diperlukan biopsi eksisi untuk memastikan ada tidaknya keganasan dan ini merupakan cara penanganan yang paling umum. (FKUI, 2007)Keratosis senilis pada orang usia lanjut berupa penonjolan kecil pada permukaan kulit dengan bagian atas rata, dibagian badan yang sering terpapar. Lesi ini mempunyai warna lain dari kult normal sekitarnya, biasanya berwarna kuning, coklat atau hitam. Lesi tersebut terdiri dari penambahan lapisan luar epidermis disertai diskeratosis apisan batal dan inflamasi tersembunyi pada dermis. Jumlah kedalaman rete pegs bertambah. Meskipun lesi ini tanpa geala, tetapi merupakan akibat terpapar lama ditempat terbuka dan atrofi kulit, dan sering kali merupakan lesi pramaligna. (FKUI, 2007)Pengobatan Keratosis biasaya tidak diobati, tetapi bila terdapat perubahan sifat harus segera dilkukan eksisi.

SilindromaSilindroma adalah tumor dari sel-sel epitel yang membentuk sarang-sarang silindris, dikelilingi oleh kumparan hialin. Tumor ini sering mengenaikuit luar telinga, biasanya di kulit kepala dan disebut sebagai tumor serban. Tumor ini berlobus atau seperti cendawan, bisa berkelompok menyerupai sekelompok anggur. Silindroma tidakmenmbulkan gejala kecuali bila menyumbat liang telinga, sehingga mengakibatkan kehilangan pendengaran. (FKUI, 2007)Pengobatan dengan eksisi dan jarang dilaporkan adanya degenerasi ganas. Efek terapi radiasi kecil atau tidak ada sama sekali. MelanomaMelanoma cukup sering terdapat pada daun telinga, biasanya sudah ada sejak lahir. Pada sebagian besar kasus, nevus ini berpigmen, tetapi ada juga yang tak berwarna. Perubahan menjadi ganas jarang terjadi, tetapi bila itu terjadi merupakan masalah yang serius. Eksisi merupakan penanganan terbaik karena ada kemungkinann tumor berubah menjadi ganas. Perubahan ukuran dan warna secara cepat pada nevus merupakan indikasi untuk segera dilakukan eksisi luas primer. Bila ada kecurigaan akan keganasan, jangan dilakukan biopsi karena pada tumor ini insiden penyebaran akibat trauma operasi cukup tinggi. (FKUI, 2007) Penyakit WinklerPertumbuhan bentuk nodul yang nyeri pada daun teinga meupakan tumor yang menarik tapi jarang terjadi. Biasanya tumbuh di puncak heliks. Tumor ini terdiri dari anastomosis arteri-vena kecil yang mempunyai banyak ujung-ujung saraf seperti pada badan glomus. Terutama tejadi pada laki-laki (90%) dan asalnya tidak diketahui. Gejala utama adalah rasa nyeri, yang menyebabkan penderita berobat ke dokter. Tumor ini berbentuk nodul kecil dan nyeri tekan yang menyebabkan pasien tidak dapat tidur di atas telinganya.

Gambar II.6 Penyakit WinklerPengobatan Lesi ini dapat di eksisi atau disuntik dengan kortison, yang pada sebagiaan besar kasus dapat membantu menghilangkan rasa nyeri. 2.2.2.2. Tumor Jinak Liang Telinga Luar EksostosisEksostosis adalah tumor yang paling sering pada telinga luar. Pertumbuhan jinak dari tulang ini tidak mempunyai gejala, kecuali bila disertai penumpukan debris kearah membran timpani, yang mengakibatkan terjadinya infeksi atau sumbatan. eksostosis biasanya tampak seperti dua atau tiga penonjolan licin, tak bertangkai pada permukaan yang berhadapan liang telinga bagian tulang, dekat annulus. Pada hampir setiap kasus didapatkan riwayat sering berenang, terutama dalam dingin. Fakta ini mungkin mempunyai arti penting sebagai penyebab. (FKUI, 2007)Osteoma tumbuh dalam liang telinga sebagai massa tunggal yang besar, dekat ujung lateral bagian tulang. Tumor ini sering kali bertangkai. (FKUI, 2007)Semua tumor ini jinak dan bisa dibiarkan saja kecuai bila ukurannya cukup besar sehingga menyumbat liang telinga atau menyebabkan infeksi berulang karena debris yang tertahan. Pengangkatan tumor dengan pembedahan harus dengan membuka kulit diatas tumbuhan tulang tersebut, kemudian tumbuhan dikeluarkan dengan bor listrik. Bila lumen liang telinga sudah normal kembali, kulit diletakkan kembali diatas tulang liang telinga dan dipasang tampon busa gelatin yang dapat diserap. Bila terjadi suatau eksostosis akan menghalangi operasi timpanoplastik maka prosedur diatas menjadi bagian dari prosedurnya, dan jabir kulit akan menjadi jabir timpanomeatal. Bila tumor ini bertangkai, dapat diangkat dengan cara mematahkan dasarnya dengan pahat kecil. (FKUI, 2007) AdenomaBermacam-macam jenis adenoma dapat timbul dalam liang telinga. Mungkin berasal dari jaringan kelenjar telinga (epitelioma adenoid kistik atau seruminoma), kelenjar sebasea atau kelenjar liur aberans. Silindroma yang telah diuraikan sebelumnya, dapat tumbuh dalm liang telinga luar. Membedakan tumor-tumor ini harus dengan pemeriksaan mikroskopik karena setiap tumor tampak seperti massa polipoid, licin dan tertutup kulit yang muncul dari dinding liang telinga. Hampir tanpa gejala kecuali bila tumor menutupi liang telinga. Rasa nyeri merupakan tanda keganasan dan perlu dicurigai bila terjadi nyeri pada tumor dalam liang telinga. (FKUI, 2007)Penanganan secara eksisi. Beberapa dari lesi ini kadang-kadang menjadi ganas sehingga untuk setiap kasus perlu pemeriksaan patologik. Sebagian besar adenoma dapat diangkat melalui pendekatan transmental, meskipun pada tumor yang lebih besar mungkin dibutuhkan insisi endaural. II.2.2.3. Tumor Jinak Telinga Tengah Tumor Glomus YugulareGlomus yugulare adalah suatu struktur kelenjar yang kecil, yang mempunyai badan karotis. Struktur ini terdiri dari kumpulan sel-sel nonkromafin yang berkeompok dintara saluran pembuluh darah yang berdinding tipis. Biasanya terdapat beberapa kelompok dalam tiap tuulang temporal, yang ditemukan puncak bulbus jugulare, sepanjang perjalanan nervus Jacobson, pleksus timpanikus atau nervus Arnold. Fungsi struktur ini tiddak diketahui, kemungkinan besar merupakan kemoreseptor yang sensitif terhadap kadar CO2 atau pH darah, seperti halnya badan karotis. (Mansjoer, 2009)Struktur sel-sel tumor glomus yugulare serupa dengan jaringan asal. Biasanya tumbuh di hipotimpanus, ditempat masuknya nervus Jacobson, atau dalam tunika adventitia bulbus yugularis. Pada beberapa kasus juga ditemukan tumbuh di promontorium. Ditemukan lima kali lebih banyak pada watina dibandingkan dengan laki-laki. Tumor ini banyak mengandung pembuluh darah, tediri dari sinus-sinus yang diperdarahi arteri faringeal asendens yang memasuki cavum timpani bersama-sama nervus Jacobson. (Lucente, 2011)

Gambar II.7 Tumor glomus yugulare dengan otoskop

II.2.2.4. Tumor Ganas Telinga KarsinomaTumor kulit yang paling banyak adalah karsinoma sel skuamosa; 90% kasus ini timbul pada muka dan leher dan 6% pada daun telinga. 85% dari karsinoma telinga, tumbuh di daun telinga, 10% di liang telinga luar, dan 5% ditelinga tengah.Etiologi. Karsinoma daun telinga sering timbul dengan kulit yang berhubungan dengan udara terbuka dalam waktu lama, eksim kronis, atau radiasi telinga sebelumnya.Diagnosis. Diagnosis karsinoma yang timbul di daun telinga tidak sukar. Mula-mula lesi ini merupakan suatu nodul padat yang membesar dengan kcepatan bervariasi. Kemudian terjadi erosi dipermukaan disertai pembentukan ulkus dengan tepi keras.Karsinoma biasanya berhubungan dengan infeksi kronis. Rasa nyeri dan perdarahan adalah dua gejala yang paling sering pada keganasan liang telinga atau telinga tengah. Bila penyakit ini berlanjut, sering dapat mengenai saraf fasial yang menimbulkan paralisis. (Lucente, 2011)

Gambar II.8 Karsinoma daun telinga. Tumor di depan heliks (Ba) adalah karsinoma sel basal, sedangkan massa di daerah posterior (Sq) adalah karsinoma sel skuamosa.

Pengobatan.1. Daun telinga. Tumor di eksisi luas sampai sekurang-kurangnya 1 cm diluar batas tumor. Cara yang paling sering digunakan adalah reseksi bentuk baji dengan jahitan primer, menghasilkan telinga yang lebih kecil tetapi dalam bentuk normal. Tumor yang luas mungkin memrlukan pengangkatan seluruh daun telinga dan pemasangan tandur kulit pada bekas operasi.1. Liang telinga luar.Eksisi luas dari lesi berarti mengangkat seluruh tulang rawan dan tulang liang telinga melalui pendekatan mastoid, sehingga liang telinga dapat terangkat secara kesleuruhan tanpa mengganggu jaringan yang terkena. Pembedahan dimulai dengan memisahkan meatus eksterna kemudian dibuat insisi belakang daun telinga agar tulang dinding superior dan posterior liang telinga dapat telihat jelas.1. Telinga tengahEksisi tulang temporal merupakan tindakan yang berat dengan mortalitas sekitar 30%. Eksisi luas akan mengorbankan nervus fasial, kelenjar parotis, dan ramus mandibula. Pembedahan mungkin harus diikuti dengan radiasi pasca operasi. Epitelioma Adenokistik (Tumor Brooke)Tumor ini merupakan bentuk khusus karsinoma, yang jenis selnya diduga berasal dari epitel germina folikel rambut dan/atau kelenjar keringat. Secara histoloi tampak sel epidermoid imatur yang tersusun seperti kumparan, bergerombol, atau alveoli dengan kelompok epitel bertanduk yang berbentuk cincin mengeliingi materi homogen. Secara klinis tumor ini muncul setelah masa pubertas dan lebih sering pada wanita. (Lucente, 2011)Pengobatan. Reseksi yang adekuat serta radiai pascaoperasi merupakan terapi terbaik saat ini. Cara seperti ini mengikuti metoda yang telah diulas dan bahasan mengenai karsinoma.

SarkomaSarkoma lebih sering timbul pada usia yang jauh lebih muda daripada karsinoma, dan merupakan tumor ganas telinga yang paling sering terjadi pada anak-anak. Sebagian besar tumor ini jenis rabdomiosarkoma.Seringkali tumor sudah diluar batas yang dapat dieksisi sebelum diagnosis ditegakkan. Radiasi dipersulit oleh tulang di sekitarnya yang sering hilang akibat radionekrosis pasca terapi. Pada kasus yang dicoba diterapi, reseksi tulang temporal diikuti terapi radiasi agaknya memberi prognosis terbaik. (Lucente, 2011) Melanoma MalignumMelanoma dapat timbul di daun telinga maupun liang telinga, tetapi lebih sering di daun telinga. Bila ada lesi berpigmen yang mulai membesar dan berubah warna, harus dipikirkan kemungkinan kelainan ini. (FKUI, 2007)Jika ditemukan penyebaran limfatik, maka diseksi leher radikal merupakan suatu cara yang dapat memberi harapan penyembuhan pada beberapa kasus.II.2.3 Parotitis Epidemika (Mumps/Gondongan) DefinisiParotitis epidemika ialah penyakit akut, menular dengan gejala khas pembesaran kelenjar ludah temtama kelenjar parotis. (Hassan, 20007) PatologiPada kelenjar parotis terutama pada saluran ludah terdapat kelainan berupa pembengkakan set epitel, pelebaran dan penyumbatan saluran. Bila testis terkena infeksi maka terdapat perdarahan kecil dan nekrosis sel epitel tubuli seminiferus. Pada pankreas kadang-kadang terdapat degenerasi dan nekrosis jaringan. (Hassan, 20007)

Gejala klinisMasa lunas 14-24 hari. Dimulai dengan stadium prodromal, lamanya 1-2 hari dengan gejala dernam, anoreksia, sakit kepala, muntah dan nyeri otot. Suhu lubuh biasanya naik sampai 38,5C - 39,5C, kemudian timbul pembengkakan kelenjar parotis yang mula-mula unilateral tetapi kemudian dapat menjadi bilateral. Pembengkakan tersebut terasa nyeri baik spontan maupun pada perabaan, terlebih-lebih bila penderita makan atau minum sesuatu yang asam, ini merupakan gejala khas untuk penyakit parotitis epidemika. Di daerah parotis, kulit tampak berwama merah kecoklatan, nyeri pada tekanan, bagian bawah daun telinga terangkal ke alas. Kadang-kadang disertai trismus dan disfagia. Di rongga mulut pada muara duktus Slenson tampak kemerahan dan edema. Pembengkakan kelenjar berlangsung 3 hari dan kemudian mengempis. Kadang-kadang kelenjar submandibulans dan sublingualis juga dapat terkena (Hassan, 20007).

Gambar II.9 Letak kelenjar saliva parotis

Gambar II.10 Anak dengan gondongan Pemeriksaan laboratoriumJumlah leukosit normal atau terdapat leukopenia dengan limfositosis relatif. Sebagai pemeriksaan tambahan dapat diiakukan complement-fixing antibody test, neutralization test, isolasi virus, uji intrademal dan pengukuran kadaramila-se dalam serum. (Hassan, 20007)Neutralization test diiakukan dengan mencampur serum penderita dengan medium untuk biakan fibroblas embrio anak ayam dan kemudian di uji apakah terdapat hemadsorpsi. Pengenceran serum yang mencegah terjadinya hemadsorpsi dtnyatakan oleh liter antibodi parotitis epidemika. Pemeriksaan ini digunakan untuk menentukan imunitas terhadap parotitis epidemika. Isolasi virus dilakukan dengan membuat biakan. Biakan dinyatakan positif bila lerdapai hemadsorpsi dalam biakan yang diberi cairan fosfat-NaCl dan tidakada pada biakan yang diberi serum hiperimun. (Hassan, 20007) DiagnosisDiagnosis dapat ditegakkan bila jelas ada gejala infeksi parotitis epidemika pada pemeriksaan fisis. Disamping leukopenia dengan limfositosis relatif. didapatkan pula kenaikan kadar amilase dalam serum yang mencapai puncaknya se-telah satu minggu dan kemudian menjadi normal kembali dalam 2 minggu. Bila gejala fisis tidak jelas maka diagnosis didasarkan atas.terdapatnya virus dalam saliva, urin. likuor serebrospinalis atau darah. (Hassan, 20007)Serum neutralization test, kenaikan titer yang bermakna dan complement fixing antibody test selama masa penyembuhan, didapatkannya antibodies dalam serum terhadap antigen S selama gejala parotitis epidemika ada. Jumlah antibodies tersebut mencapai puncaknya pada perrnulaan penyakit dan kemudian menghilang dalam waktu 6-12 bulan, sedangkan antibodies terhadap antigen V atau antigen virus mencapai puncaknya dalam 1 bulan, menetap dalam 6 bulan berikutnya dan kemudian menurun secara lambat dalam 2 tahun sampat suatu jumlah yang rendah dan yang tetap ada. (Hassan, 20007) PengobatanIstirahat di tempal tidur selama masa panas dan pembengkakan kelenjar parotis. Simtomatik diberikan kompres panas atau dingin.Kortikosteroid selama 2-4 hari dan globulin gama diperkirakan. PrognosisPencegahan pasif yaitu dengan memberikan globulin gama hiperimun temyata tidak dapat mencegah parotitis epidemika atau mengurangi komplikasi. Aktif dilakukan dengan memberikan vaksinasi dengan vims parotitis epidemika yang hidup tapi telah dirubah sifatnya (Mumpsvax-Merck, Sharp & Dohme). Diberikan secara subkuian pada anak bcrumur 15 bulan. Vaksin ini tidak menyebabkan panas atau reaksi lain dan tidak menyebabkan ekskresi virus dan tidak menular. Menyebabkan imunitas yang lama dan dapat diberikan bersama aksin campak dan rubela.Dapat diberikan kepada remaja dan orang dewasa yang telah berkontak dengan penderila parotitis epidemika tapi belum pemah menderita penyakit tersebut sebelumnya. (Hassan, 20007)

II.2.4 Otitis Eksterna dan Otitis Media Akut (OMA)Otitis adalah inflamasi atau peradangan akut pada telinga. Inflamasi dapat terjadi di saluran telinga luar, yang disebut otitis eksterna, atau di telinga tengah, yang disebut otitis media. (Corwin, 2009)EtiologiOtits eksterna dapat terjadi apda individu yang rentan setelah berenang atau setelah jenis lain pajanan telinga luar terhadap air.Otitis media akut sering terjadi akibat infeksi bakteri, biasanya oleh Streptococcus pneumonia, Haemophillus influenza, atau Staphylococcus aureus. Otitis media akut juga dapat terjadi akibat infeksi virus. Imaturitas system imun atau penyakit refluks gastroesofagus pada anak kecil juga dapat menjadi penyebabnya. (Corwin, 2009)Otitis media dengan efusi adalah penimbunan cairan di telinga tengah yang sering terjadi akibat alergi. Pada beberapa keadaan, infeksi bakteri sekunder dapat terjadi. (Corwin,2009)PatofisiologiOtitis media sering diawali dengan infeksi saluran napas seperti radang tenggorokan / pilek yang menyebar ke telinga tengah lewat saluran eustachius.Saat bakteri melalui saluran eustachius, bakteri bisa menyebabkan infeksi saluran tersebut. Sehingga terjadilah pembengkakan di sekitar saluran, tersumbatnya saluran, dan datangnya sel-sel darah putih untuk melawan bakteri. Pembengkakan tersebut yang menyebabkan adanya benjolan pada telinga atau dapat berupa hematoma. (Corwin, 2009)Sel darah putih akan melawan sek-sel bakteri dengan mengorbankan diri mereka sendiri, sedikitnya terbentuk nanah dalam telinga tengah. Pembengkakan jaringan sekitar sel eustachius menyebabkan lendir yang dihasilkan sel-sel jika lendir dan nanah bertambah banyak, pendengaran dapat terganggu karena gendang telinga dan tulang-tulang kecil penghubung gendang telinga dengan organ pendengaran di telinga dalam bergerak bebas. Cairan yang terlalu banyak tersebut, akhirnya dapat merobek gendang telinga karena tekanannya. (Corwin, 2009)Manifestasi KlinisGejala klinis otitis media tergantung pada stadium penyakit dan umur pasien :1. Biasanya gejala awal berupa sakit telinga tengah yang berat dan menetap.2. Biasa tergantung gangguan pendengaran yang bersifat sementara.3. Pada anak kecil dan bayi dapat mual, muntah, diare, dan demam sampai 39,50DerajatCelcius, gelisah, susah tidur diare, kejang, memegang telinga yang sakit.4. Gendang telinga mengalami peradangan yang menonjol.5.Keluar cairan yang awalnya mengandung darah lalu berubah menjadi cairan jernih dan akhirnya berupa nanah (jika gendang telinga robek).6. Membran timpani merah, sering menonjol tanpa tonjolan tulang yang dapat dilihat.7. Keluhan nyeri telinga (otalgia), atau rewel dan menarik-narik telinga pada anak yang belum dapat bicara.8. Anoreksia (umum).9. Limfadenopati servikal anterior.(Masjoer, 2009)Pemeriksaan Penunjang1. Otoscope untuk melakukan auskultasi pada bagian telinga luar.2. Timpanogram untuk mengukur keseuaian dan kekakuan membrane timpani.3. Kultur dan uji sensitifitas ; dilakukan bila dilakukan timpanosentesis (Aspirasi jarum dari telinga tengah melalui membrane timpani).4. Otoskopi pneumatik (pemeriksaan telinga dengan otoskop untuk melihat gendang telinga yang dilengkapi dengan udara kecil). Untuk menilai respon endang telinga terhadap perubahan tekanan udara. (Corwin, 2009)Penatalaksanaan1. Penatalaksanaan medisa) Pemberian obat AntibiotikTujuanTujuan pemberian antibiotic, untuk melumpuhkan atau menghilangkan bakteri.Efek sampingJika diberikan secara kontinyu dan tidak teratur, akan menyebabkan resistensi bakteri, dan akan menimbulkan alergi baru jika antibiotik tidak cocok dengan tubuh.IndikasiLebih banyak diberikan pada penderita peradangan yang disebabkan oleh bakteri.Kontra indikasi Berbahaya diberikan pada penderita bronchitis, asma dan aritmia.b) Pemberian obat Analgesik TujuanUntuk menghilangkan nyeri.Efek sampingUmumnya Asam Mefenamat dapat diberikan dengan baik pada dosis yang dianjurkan, Pada beberapa kasus pernah dilaporkan terjadinya rasa mual, muntah, diare, pada penggunaan jangka panjang yang terus menerus dengan dosis 2000 mg atau lebih sehan dapat mengakibatkan agranulositosis dan hemolitik anemia.IndikasiUntuk menghilangkan segala macam nyeri dan ringan sampai sedang dalam kondisi akut dan kronis termasuk nyeri karena trauma.KontraindikasiPada penderita tukak lambung pendenta asma, penderita ginjal dan penderita yang hipersensitif.KomplikasiKomplikasi yang terjadi pada otitis media adalah :2. Infeksi pada sekitar telinga tengah (mastoiditis atau parotis)2. Labirinitis (infeksi pada kanalis semisirkuler)2. Tuli2. Peradangan pada selaput otak (meningitis)2. Abses otak2. Ruptur membrane timpaniTanda-tanda terjadi komplikasi :0. Sakit kepala0. Tuli yang terjadi secara mendadak0. Vertigo (perasaan berputar)0. Demam dan menggigilPrognosisSetelah dilakukan keperawatan pada penderita otitis media, bakteri yang menyerang pada telinga tengah dapat dilumpuhkan, maka penyebab utama terjadi peradangan akan hilang. (Corwin, 2009)II.3 Pendekatan Klinis Terhadap Keluhan Benjolan Di TelingaII.3.1 AnamnesisMeskipun gejala-gejala terbatas di telinga, petunjuk yang penting untuk menegakkan diagnosis yang akurat seringkali terletak pada informasi tambahan dan fakta-fakta riwayat yang dikumpulkan berdasarkan riwayat medis yang diberikan. Riwayat otologi dapat mengarahkan pada diagnosis akurat dan menjadi suatu pengalaman yang memuaskan bagi dokter pada sebagian besar kasus. Data anamnesis tambahan seperti kronologi gejala, factor-faktor pencetus, dan kebiasaan membersihkan telingan seringkali akan sangat menunjukkan kemungkinan penyebabnya dan jika perlu dapat dipastikan dengan pemeriksaan. (Soedjak, 2008)Ketika mempertimbangkan informasi anamnesis yang diberikan kepada dokter, factor-faktor berikut harus dipikirkan secara rutin: Kualitas gejala. Minta pasien menjelaskan gejalanya sedetail mungkin. Gejalanya intermiten atau konstan? Seberapa berat gejalanya? Apakah mengganggu aktivitas harian, dan bagaimana? Kronologi. Cari tahu bagaimana gejala mulai terjadi; mendadak atau bertahap. Apakah gejala progresif, berfluktuasi, atau menyembuh? Kronologi tersebut sangat membantu ketika melakukan evaluasi vertigo. Pencetus dan penyembuh. Bagaimana dimulainya atau apa penyebabnya, dan apa yang biasanya menyembuhkan. Ketidakmampuan yang dirasakan. Pemahaman bagaimana penyakit memengaruhi pasien dan hubungannya dengan aktivitas harian merupakan aspek kritis diagnosis dan pengobatan. Untuk dapat menegakkan diagnosis, hal pertama yang harus dilakukan adalah anamnesis mengenai riwayat penyakit pasien. Hal-hal yang perlu ditanyakan dengan keluhan utama benjol di telinga adalah:1. Lokasi benjolanLetak lokasi benjolan penting ditanyakan seperti di depan telinga, di belakang telinga, di daun telinga, atau mungkin di dalam telinga1. Benjolan terasa nyeri atau tidakKetika benjolan tersebut diraba, apakah terasa nyeri? Apakah terasa gatal?1. Mengeluarkan secret atau tidakKetika muncul keluhan benjolan di telinga tersebut, apakah disertai dengan keluarnya sekret, jika iya apakah sekretnya berbau tidak sedap? Warna sekret?1. Disertai dengan gangguan pendengaranBeberapa kelainan telinga mungkin diawai dengan adanya benjolan, tetapi sebenarnya pendengaran lah yang terganggu. Ketika ada benjolan tersebut, apakah pendengaran menjadi terganggu? Bagaimana kualitasnya? Apakah bersamaan dengan munculnya benjolan tersebut?Dari anamnesis tersebut, mungkin dapat diketahui penyebab awal dari benjolan di telinga tersebut atau mungkin sudah dapat diketahui penyakit apa yang menyebabkan benjolan tersebut, serta dalam tahap apa benjolan tersebut itu muncul. Untuk dapat menegakkan diagnosis, maka diperlakukan pemeriksaan fisik dan penunjang lebih lanjut. (Soedjak, 2008)

II.3.2 Pemeriksaan Pemeriksaan fisik telingan biasanya meliputi inspeksi pinna dan telinga luar. Pemeriksaan membrane timpani sebaiknya dilakukan selalu mencakup otoskopi pneumatik. Mikroskop binocular dapat ditambahkan bila ingin melihat lebih dekat dan sebaiknya digunakan dengan bebas untuk kemampuan diagnostic optimal. Pemeriksaan garpu tala sebaiknya dilakukan secara rutin. Pemeriksaan tambahan yang berkaitan dengan telinga dapat meliputi uji nervus kranialis, uji posisi, pemeriksaan radiologis, dan auskultasi daerah periaurikular dan leher atas. (Jacon, 2007)Petunjuk berikut dapat membantu ketika memeriksa telinga: Jangan abaikan telinga luar dan kulit liang telinga pada saat memeriksa Selalu angkat debris. Ingatlah bahwa patologi seringkali tertutup serumen atau debris yang bekerja sebagai plester alami. Periksa seluruh membrane timpani. Pemeriksaan Anda tidak lengkap, kecuali jika seluruh permukaan pars flaksida dan pars tensa tampak. Gunakan otoskop pneumatik untuk diagnosis dan otoskop dengan kepala pengoperasi (operating head), atau suatu mikroskop, yaitu ketika menggunakan instrument apapun di dalam telinga. Hati-hati dengan kuliat liang telinga. Kulit liang sangat sensitive. Belajarlah untuk membedakan rasa takut dengan rasa tidak nyaman pada pasien. Ketika pemeriksaan, tidak dibernarkan menimbulkan rasa nyeri.Seni diagnosis otologi menjadi sangat spesialistik. Hal tersebut sebagian akibat semakin canggihnya teknologi dan pemahaman penyakit otologik. Tetapi, penyebab yang kedua (kemungkinan karena penyebab pertama) adalah ketidaktahuan dokter pelayanan primer. Karena sebagian besar dokter pelayanan primer memerhatikan keadaan THT, diperlukan dasar yang kuat untuk diagnosis dan penanganan keadaan THT rutin dengan perhatian kepada rujukan ke ahli bila diperlukan. (Soedjak, 2008)II.3.2.a. Pemeriksaan Fisik TelingaTujuan pemeriksaan fisik telinga adalah untuk mengetahui keadaan telinga luar, saluran telinga, gendang telinga dan fungsi pendengaran.Persiapan alat1. Arloji berjarum jam detik2. Garpu talla3. Spekulum telinga4. Lampu kepalaProsedur pelaksanaanInspeksi dan palpasi telinga luar1. Bantu klien dalam posisi duduk jika memungkinkan2. Posisi pemeriksa menghadap ke sisi telinga yang dikaji3. Atur pencahayaan dengan menggunakan auroskop, lampu kepala atau sumber cahaya lain sehingga tangan pemeriksa bebas bekerja4. Inspeksi telinga luar terhadap posisi, warna, ukuran, bentuk, hygiene, adanya lesi/ massa dan kesimetrisan. 5. Lakukan palpasi dengan memegang telinga menggunakan jari telunjuk dan jempol.6. Palpasi kartilago telinga luar secara simetris, yaitu dari jaringan lunak ke jaringan keras dan catat jika ada nyeri7. Lakukan penekanan pada area tragus ke dalam dan tulang telinga di bawah daun telinga.8. Bandingkan telinga kiri dan kanan.9. Inspeksi lubang pendengaran eksternal dengan cara berikut:- Pada orang dewasa, pegang daun telinga/ heliks dan perlahan-lahan tarik daun telinga ke atas dan ke belakang sehingga lurus dan menjadi mudah diamatai.- Pada anak-anak, tarik daun telinga ke bawah.10. Periksa adanya peradangan, perdarahan atau kotoran/ serumen pada lubang telinga.Pemeriksaan pendengaranMenggunakan bisikan1. Atur posisi klien membelakangi pemeriksa pada jarak 4-6 m.2. Instruksikan klien untuk menutup salah satu telinga yang tidak diperiksa3. Bisikkan suatu bilangan, misal tujuh enam4. Minta klien untuk mengulangi bilangan yang didengar5. Periksa telinga lainnya dengan cara yang sama6. Bandingkan kemampuan mendengar telinga kanan dan kiri klien.Menggunakan arloji1. Ciptakan suasana ruangan yang tenang2. Pegang arloji dan dekatkan ke telinga klien3. Minta klien untuk memberi tahu pemeriksa jika ia mendengar detak arloji4. Pindahkan posisi arloji perlahan-lahan menjauhi telinga dan minta klien untuk memberitahu pemeriksa jika ia tidak mendengar detak arloji. Normalnya klien masih mendengar sampai jarak 30 cm dari telinga.Menggunakan garpu tallaa. Pemeriksaan Rinne1. Pegang garpu talla pada tangkainya dan pukulkan ke telapak tangan atau buku jari tangan yang berlawanan2. Letakkan tangkai garpu talla pada prosesus mastoideus klien3. Anjurkan klien untuk memberi tahu pemeriksa jika ia tidak merasakan getaran lagi4. Angkat garpu talla dan dengan cepat tempatkan di depan lubang telinga klien 1-2 cm dengan posisi garpu talla paralel terhadap lubang telinga luar klien5. Instruksikan klien untuk memberitahu apakah ia masih mendengar suara atau tidak6. Catat hasil pendengaran pemeriksaan tersebut

Gambar II.11 Tes Rinne

b. Pemeriksaan Weber1. Pegang garpu talla pada tangkainya dan pukulkan ke telapak tangan atau buku jari tangan yang berlawanan2. Letakkan tangkai garpu talla di tengah puncak kepala klien3. Tanyakan kepada klien apakah bunyi terdengar sama jelas pada kedua telinga atau lebih jelas pada salah satu telinga4. Catat hasil pemeriksaan pendengaran tersebut.

Gambar II.12 Tes WeberMeskipun teknologi semakin maju, pada sebagian besar kasus, diagnosis gangguan telinga ditegakkan, terutama dari anamnesis dan pemeriksaan fisik. Oleh karena itu, penting bagi dokter untuk mahir dalam melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang cermat. (Soedjak, 2000)

BAB IIIPENUTUPIII.1. KesimpulanBenjolan di telinga adalah suatu keluhan berupa benjolan di dalam, luar, depan, maupun belakang telinga. Benjolan tersebut dapat berupa gejala awal suatu penyakit yang berhubungan dengan telinga dan fungsi pendengaran, maupun manifestasi klinis dari penyakit tersebut. Benjolan di telinga dapat merupakan bentuk akut yang tidak bermasalah atau bentuk kronik dari suatu penyakit yang dapat berkembang menjadi lebih berbahaya seperti tumor.Benjolan di depan telinga merupakan gejala penyakit mumps (parotitis) yaitu membesarnya kelenjar parotis. Benjolan di belakang telinga merupakan pembesaran kelenjar getah bening (limfadenitis) pada penyakit infeksi. Untuk menegakkan diagnosis dengan keluhan benjolan di telinga perlu didukung oleh pemeriksaan radiologis/laboratorium. Oleh karena banyak sekali kemungkinan diagnosis terhadap benjolan (contohnya, benjolan lemak, benjolan kista, benjolan karena infeksi kelenjar getah bening, tumor, infeksi kulit/jaringan dibawahnya dan lain sebagainya).III.2. SaranSebaiknya seorang dokter harus dapat membedakan jenis-jenis penyakit yang dapat menyebabkan benjolan di telinga, dimana benjolan ini merupakan bentuk abnormalitas pada telinga yang dapat disebabkan oleh trauma, kista, infeksi, tumor jinak maupun tumor ganas. Seorang dokter pun harus dapat membedakan jenis-jenis tumor pada telinga, karena tumor tersebut dibagi menjadi jenis yang cukup banyak.

DAFTAR PUSTAKA1. Hassan, Rusepno, dkk. 2007. Buku Kuliah 2 Ilmu Kesehatan Anak. Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.1. Higler, Adam Boies. 2004. Boies; Buku ajar penyakit THT (BOIES Pundamentals Of Otolaryngology). Guidebook. Jakarta1. Jacon, John, B. 1997. Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala, dan Leher Jilid 2. Binarupa Aksara. Jakarta1. Lucente, Frank E. 2011. Ilmu THT Esensial Ed.5. Jakarta. EGC1. Mansjoer, Alif, dkk. 1999. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 Jilid 1. Jakarta. FKUI1. Soedjak, Sarjono. 2000. Teknik Pemeriksaan Telinga, Hidung & Tenggorok. EGC. Jakarta1. Sutami, Y. 2011. Makalah Benjolan Di Rongga Mulut. 4 Hal.1. Tim FKUI. 2007. Buku Ajar Ilmu Kesehatan: Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala & Leher (Edisi 6). Balai Penerbit FKUI. Jakarta1. Behram, dkk. 2000. Nelson Ilmu Kesehatan Anak. EGC. Jakarta1