Transcript

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Konsep Kebutuhan Dasar Cairan dan Elektrolit

1. Konsep Kebutuhan Dasar Manusia

Manusia mempunyai kebutuhan yang harus dipenuhi, baik fisiologis

maupun psikologis. Kebutuhan adalah hal yang sangat penting,

bermanfaat, dan diperlukan untuk menjaga homeostatis dan

kehidupan itu sendiri. Menurut Abraham Maslow manusia memiliki

lima ketegori kebutuhan dasar yang harus dipenuhi, yaitu:

a. Kebutuhan Fisiologis

Kebutuhan fisiologis meliputi kebutuhan udara, makanan,

minuman, dan sebagainya yang ditandai oleh kekurangan

(defisit) sesuatu dalam tubuh orang yang bersangkutan.

Kebutuhan ini dinamakan kebutuhan dasar yang jika tidak

terpenuhi dalam keadaan yang sangat ekstream manusia yang

bersangkutan akan kehilangan kendali atas prilakunya sendiri

karena seluruh kapasitas manusia tersebut dikerahkan dan

dipusatkan hanya untuk memenuhi kebutuhan dasarnya.

Manusia memiliki delapan macam kebutuhan fisiologis, yaitu

kebutuhan akan oksigen dan pertukaran gas, kebutuhan cairan

dan elektrolit, kebutuhan nutrisi, kebutuhan eliminasi urin dan

fekal, kebutuhan istirahat dan tidur, kebutuhan tempat tinggal,

kebutuhan temperatur, serta kebutuhan seksual. Penting untuk

mempertahankan kebutuhan tersebut guna kelangsungan umat

manusia.

b. Kebutuhan Keselamatan dan Rasa Aman

Yang dimaksud dengan kebutuhan keselamatan dan rasa

aman adalah aman dari berbagai aspek baik fisiologis maupun

psikologis. Kebutuhan ini meliputi kebutuhan perlindungan diri

6

dari udara dingin, panas, kecelakaan, dan infeksi. Bebas dari rasa

takut dan kecemasan, bebas dari perasaan terancam atau tertekan

karena pengalaman baru atau asing.

c. Kebutuhan Rasa Cinta, Memiliki dan Dimiliki

Adalah kebutuhan saling memiliki dan dimiliki terdiri dari

memberi dan menerima kasih sayang. Perasaan dimiliki dan

hubungan yang berarti dengan orang lain, kehangata,

persahabatan, mendapat tempat atau diakui dalam sebuah

lingkungan sosial.

d. Kebutuhan Haga Diri

Kebutuhan harga diri meliputi perasaan tidak bergantung

pada orang lain, kompeten, penghargaan terhadap diri sendiri,

dan orang lain.

e. Kebutuhan Aktualisasi Diri

Kebutuhan ini meliputi dapat mengenal diri sendiri dengan

baik, belajar memenuhi kebutuhan diri sendiri, tidak emosional,

memiliki dedikasi yang tinggi, kreatif dan mempunyai

kepercayaan diri yang tinggi dan sebagainya. (Mubarak &

Chayatin, 2007)

2. Konsep Dasar Cairan dan Elektrolit

Kebutuhan cairan merupakan bagian dari kebutuhan dasar manusia

secara fisiologis yang memiliki peranan besar di dalam tubuh, hampir

90% dari total berat badan tubuh. Secara keseluruhan persentase cairan

tubuh berdasarkan umur adalah : bayi baru lahir 75% dari total berat

badan, pria dewasa 75%, wanita dewasa 55%, dan dewasa tua 45%.

Persentase cairan tubuh bervariasi, bergantung pada faktor usia, lemak

tubuh, dan jenis kelamin. Jika lemak tubuh sedikit maka cairan dalam

tubuh lebih besar. Wanita dewasa mempunyai jumlah cairan tubuh lebih

sedikit dibanding pria karena pada wanita dewasa jumlah lemak dalam

tubuh lebih banyak dibanding pada pria.

7

Tabel 1.1 Kebutuhan Air Berdasarkan Umur dan Berat Badan :

Kebutuhan Air

Umur Jumlah air dalam 24 jam ml/kg berat badan

3 hari 250-300 80-100

1 tahun 1150-1300 120-135

2 tahun 1350-1500 115-125

4 tahun 1600-1800 100-110

10 tahun 2000-2500 70-85

14 tahun 2200-2700 50-60

18 tahun 2200-2700 40-50

Dewasa 2400-2600 20-30

Sumber : Berhrman, RE, dkk, 1996 dalam A.Aziz Alimul H, 2009.

1) Pengaturan Volume CairanTubuh

Menurut Haswita dalam buku Kebutuhan Dasar Manusia (2017)

Keseimbangan cairan dalam tubuh dihitung dari keseimbangan

antara cairan yang masuk dan cairan yang keluar.

a. Asupan Cairan

Asupan(intake) cairan untuk kondisi normal pada rang

dewasa adalah ±2500 cc per hari. Pengaturan mekanisme

keseimbangan cairan ini menggunakan mekanisme rasa

haus. Pusat pengaturan haus adalah hipotalamus. Apabila

terjadi ketidakseimbangan volume cairan tubuh di mana

asupan cairan kurang atau adanya perdarahan, maka curah

jantung menurun, menyebabkan terjadinya penurunan

tekanan darah.

b. Pengeluaran Cairan

Pengeluaran (output) cairan sebagai bagian dalam

mengimbangi asupan cairan pada orang dewasa dalam

kondisi normal adalah ±2300 cc. Jumlah cairan yang paling

banyak keluar berasal dari ekskresi ginjal (berupa urine),

8

sebanyak ±1500cc perhari pada orang dewasa. Hal ini juga

begantung pada banyaknya asupan air melalui mulut.

Pengeluaran cairan juga dapat dilakukan melalui kulit

(berupa keringat) dan saluran pencernaan (berupa feses).

Pasien dengan ketidakadekuatan pengeluaran cairan

memerlukan pengawasan asupan dan pengeluaran cairan

secara khusus. Peningkatan jumlah dan kecepatan

pernapasan, demam, keringat, dan diare dapat menyebabka

kehilangan cairan secara berlebihan. Kondisi lain yang dapat

menyebabka kehilangan cairan secara berlebihan adalah

muntah secara terus menerus.

Hasil-hasil pengeluaran cairan adalah :

1. Urine, pembentukan urine terjadi di ginjal dan

dikeluarkan melalui vesika urinaria (kandung

kemih). Proses ini merupakan proses pengeluaran

cairan tubuh yang utama. Cairan dalam ginjal

disaring pada glomerulus dan dalam tubulus ginjal

untuk kemudian diserap kembali ke dalam aliran

darah. Hasil ekskresi terakhir proses ini adalah urine.

Jika terjadi penurunan volume urine dalam

sirkulasi darah, reseptor atrium jantung kiri dan

kanan akan mengirimkan impuls ke otak, emudian

otak akan mengirimkan impuls kembali ke ginjal dan

memproduksi ADH sehingga memengaruhi

pengeluaran urine.

2. Keringat, terbentuk bila tubuh menjadi panas akibat

pengaruh suhu. Keringat mengandung banyak

garam, urea, asam laktat, dan ion kalium. Banyaknya

jumlah keringat yang keluar akan memengaruhi

kadar natrium dalam plasma.

9

3. Feses, yang keluar mengandung air dan sisanya

berbentuk padat. Pengeluaran air melalui feses

merupakan pengeluaran cairan paling sedikit

jumlahnya. Jika cairan yang keluar melalui feses

jumlahnya berlebihan, maka dapat mengakibatkan

tubuh lemas. Jumlah rata-rata pengeluaran cairan

melalui feses adalah 100ml/hari.

c. Masalah Kebutuhan Cairan

1. Hipovolume atau Dehidrasi

Kekurangan cairan eksternal terjadi karena penurunan

asupan cairan dan kelebihan pengeluaran cairan. Tubuh

akan merespon kekurangan cairan dengan

mengosongkan cairan vaskuler. Sebagai kompensasi

akibat penurunan cairan interstisial, tubuh akan

mengalirkan cairan keluar sel. Pengosongan cairan ini

terjadi pada pasien diare dan muntah. Ada tiga macam

kekurangan volume cairan ekstrasel, yaitu :

1. Dehidrasi inotonik, terjadi jika tubuh kehilangan

sejumlah cairan dan elektrolit secara seimbang.

2. Dehidrasi hipertonik, terjadi jika tubuh kehilangan

lebih banyak air daripada elektrolit.

3. Dehidrasi hipotonik, terjadi jika tubuh kehilangan

lebih banyak elektrolit daripada air.

Kehilangan cairan ekstrasel secara berlebihan

menyebabkan volume ekstrasel berkurang dan

perubahan hematokrit. Kekurangan cairan alam ubuh

dapat terjadi secara lambat atau cepat dan tidak selalu

cepat diketahui. Kelebihan asupan pelarut seperti

protein dan klorida/natrium akan menyebabkan

ekskresi atau pengeluaran urine secara berlebihan

serta berkeringat dalam waktu lama dan terus

10

menerus. Hal ini dapat terjadi pada pasien yang

mengalami gangguan hipotalamus, kelenjar gondok,

ginjal, diare, muntah secara terus menerus,

pemasangan drainase, dan lain-lain.

Macam-macam dehidrasi berdasarkan derajatnya

1. Dehidrasi berat, dengan ciri

a. Pengeluaran/kehilagan cairan sevanyak 4-6

liter.

b. Serum natrium mencapai 159-166 mEq/lt

c. Hipotensi

d. Turgor kulit buruk

e. Oliguria

f. Nadi dan pernapasan meningkat

g. Kehilangan cairan mencapai 10% BB

2. Dehidrasi Sedang

a. Kehilangan cairan 2-4 lt atau antara 5-10%

BB

b. Serum natrium mencapai 152-158 mEq/lt

c. Mata cekung

3. Dehidrasi Ringan, dengan ciri kehilangan cairan

mencapai 5%BB atau 1,5-2 lt.

2. Hipervolume atau Overhidrasi

Terdapat dua manifestasi yang ditimbulkan akibat

kelebihan cairan, yaitu hipervolume (peningkatan

volume darah) dan edema ( kelebihan cairan interstisial).

Normalnya, cairan interstisial tidak terikat dengan air,

tetapi elastis dan hanya terdapat diantara jaringan. Pitting

edema merupakan edema yang berada pada daerah

perifer atau akan berbentuk cekung setelah ditekan pada

daerah yang bengkak, hal ini disebabkan oleh

perpindahan cairan ke jaringan melalui titik tekan. Cairan

11

dalam jaringan yang edema tidak dapat digerakkan ke

permukaan lain dengan penekanan jari. Nonpitting

edema tidak menunjukkan tanda kelebihan cairan

ekstrasel, tetapi sering karena infeksi dan trauma yang

menyebabkan membekunya cairan pada permukaan

jaringan. Kelebihan cairan vaskuler meningkatkan

hidrostatik cairan dan akan menekan cairan ke

permukaan interstisial.

Pada kelebihan ekstrasel, gejala yang sering

ditimbulkan adalah edema perifer, asites, kelopak mata

membengkak, suara napas ronchi basah, penambahan

berat badan secara tidak nomal, dan nilai hematokrit

umumnya normal, akan tetapi menurun bila kelebihan

cairannya bersifat akut.

2) Mengukur Intake dan Output Cairan

Pengertian :

Pengukuran intake dan output cairan merupakan suatu tindakan yang

dilakukan untuk mengukur jumlah cairan yang masuk kedalam tubuh

(intake) dan jumlah cairan yang keluar dari tubuh (output).

Tujuan :

a. Menentukan status keseimbangan cairan tubuh klien.

b. Menentukan tingkat dehidrasi ataupun tingkat kelebihan cairan klien.

Prosedur :

a. Tentukan jumlah cairan yang masuk kedalam tubuh. Cairan yang masuk

kedalam tubuh melalui air minum, air dalam makanan, air hasil oksidasi

(metabolism), dan cairan intravena.

b. Tentukan jumlah cairan yang keluar dari tubuh klien. Cairan yang keluar

dari tubuh terdiri atas urine, insensible water loss (IWL), feses, dan

muntah.

c. Tentukan keseimbangan cairan tubuh klien dengan rumus :

12

Balance Cairan = intake-output

Hal yang perlu diperhatikan :

a. Rata-rata intake cairan per hari :

1. Air minum : 1500-2500 ml

2. Air dari makanan : 750 ml

3. Air hasil metabolism oksidatif : 300 ml

b. Rata-rata output cairan per hari :

1. Urine : 1-2 cc/kgBB/jam

2. Insensible water loss (IWL) :

a) Dewasa : 10-15 cc/kgBB/hari

b) Anak-anak : 30-umur (th) cc/kgBB/hari

c) Bila ada kenaikan suhu : 200 (suhu sekarang-36,80C)

3. Feses : 100-200 ml

Sumber : Horne dan Swearingen 2001 dalam (Asmadi, 2009)

3) KEBUTUHAN ELEKTROLIT

Elektrolit terdapat pada seluruh cairan tubuh. Cairan tubuh mengandung

oksigen, nutrien, dan sisa metabolisme seperti karbondioksida, yang semuanya

disebut dengan ion. Beberapa jenis garam dalam air akan dipecah dalam bentuk

ion elektrolit. Contohnya NaCl akan dipecah menjadi ion Na+ dan Cl+. Pecahan

elektrolit tersebut merupakan ion yang dapat menghantarkan arus listrik. Ion

yang bermuatan negatif disebut anion sedangkan ion yang bermuata positif

disebut kation. Contoh kation antara lain natrium, kalsium, dan magnesium,

sedangkan anion antara lain klorida, bikarbonat, dan fosfat.

Komposisi elektrolit dalam plasma adalah sebagai berikut :

Natrium : 135-145 mEq/lt, Kalium: 3,5-5,3 mEq/lt, Magnesium : 1,5-

2,5mEq/lt, Klorida : 22-26 mEq/lt, Bikarbonat : 22-26 mEq/lt, Fosfat : 2,5-4,5

mg/100ml.

a. Pengaturan Elektrolit

13

1) Pengaturan Keseimbangan Natrium

Natrium berfungsi mengatur osmolalitas dan volume cairan tubuh.

Natrium paling banyak terdapat pada cairan ekstrasel. Pengaturan konsentrasi

cairan ekstrasel diatur oleh ADH dan aldosteron. Natrium tidak hanya bergerak

ke dalam dan ke luar tubuh, tetapi juga mengatur keseimbangan cairan tubuh.

Ekskresi dari natrium dapat dilakukan melalui ginjal atau sebagian kecil

melalui feses, keringat, dan air mata.

2) Pengaturan Keseimbangan Kalium

Kalium merupakan kation utama yang terdapat dalam cairan intrasel dan

berfungsi mengatur keseimbangan elektrolit. Keseimbangan kalium diatur oleh

ginjal dengan mekanisme perubahan ion natrium dalam tubulus ginjal dan

sekresi aldosteron. Aldosteron juga berfungsi mengatur keseimbangan kadar

kalium dalam plasma (Cairan ekstrasel).

b. Masalah Kebutuhan Elektrolit

1) Hiponatremia

Merupakan suatu keadaan kekurangan kadar natrium dalam plasma darah

yang ditandai dengan adanya kadar natrium dalam plasma sebanyak < 135

mEq/lt, rasa haus berlebihan, denyut nadi yang cepat, hipotensi, konvulsi, dan

membran mukosa kering. Hiponatremia disebabkan oleh hilangya cairan tubuh

secara berlebihan, misalnya ketika tubuh mengalami diare berkepanjangan.

2) Hipernatremia

Merupakan suatu keadaan di mana kadar natrium dalam plasma tiggi,

ditandai dengan adanya mukosa kering, oliguri/anusia, turgor kulit buruk dan

permukaan kulit membengkak, kulit kemerahan, lidah kering dan kemerahan,

konvulsi, suhu tubuh naik, serta kadar natrium dalam plasma > 145 mEq/lt.

Kondisi demikian dapat disebabkan dengan dehidrasi, diare, pemasukan air

yang berlebihan sementara asupan garam sedikit.

3) Hipokalemia

Merupakan suatu keadaan kekurangan kadar kalium dalam darah.

Hipokalemia dapat terjadi dengan sangat cepat. Kondisi ini sering terjadi pada

pasien yang mengalami diare berkepanjangan, juga ditandai dengan lemahnya

14

denyut nadi, turunnya tekanan darah, tidak nafsu makan dan muntah-muntah,

perut kembung, lemah dan lunaknya otot tubuh, denyut jantung tidak beraturan

(aritmia), penurunan bising usus, dan turunnya kadar kalsium plasma hingga <

3,5 mEq/lt.

4) Hiperkalemia

Merupakan suatu keadaan di mana kadar kalium dalam darah tinggi, sering

terjadi pada pasien luka bakar, penyakit ginjal, asidosis metabolik, pemberian

kalium yang berlebihan melalui intravena yang ditandai dengan adanya mual,

hiperaktivitas sistem pencernaan, aritmia, kelemahan, sedikitnya jumlah urine

dan diare, adanya kecemasan dan iritabilitas, serta kadar kalium dalam plasma

mencapai > 5 mEq/lt.

5) Hipokalsemia

Meupakan kondisi kekurangan kadar kalsium dalam plasma yang ditandai

dengan adanya kram otot dan kram perut, kejang, bingung, kadar kalsium

dalam plasma <4,3 mEq/lt, kesemutan pada jari dan sekitar mulut yang dapat

disebabkan oleh pengaruh pengangkatan kelenjar gondok, serta kehilangan

sejumlah kalsium karena sekresi intestinal.

6) Hiperkalsemia

Suatu keadaan kelebihan kadar kalsium dalam darah yang dapat terjadi

pada pasien yang mengalami pengangkatan kelenjar gondok dan makan

vitamin D yang berlebihan, ditandai dengan adanya nyeri pada tulang, relaksasi

otot, batu ginjal, mual, koma, dan kadar kalsium dalam plasma mencapai > 4,3

mEq/lt.

7) Hipermagnesia

Suatu kondisi kekurangan magnesium dalam darah ditandai dengan

adanya iritabilitas, tremor, kram pada kaki dan tangan, takikardi, hipertensi,

disorientasi, dan konvulasi. Kadar magnesium < 1,3 mEq/lt.

8) Hipermagnesia

Kondisi berlebihnya kadar magnesium dalam darah ditandai dengan

adanya koma, gangguan pernapasan, dan kadar magnesium > 2,5 mEq/lt.

15

Sumber : Mary Baradero, dkk. 2008. Klien Gangguan Ginjal

Faktor yang Memengaruhi Kebutuhan Cairan dan Elektrolit

1. Usia, perbedaan usia menentukan luas permukaan tubuh serta aktivitas

organ sehingga dapat memengaruhi jumlah kebutuhan cairan dan

elektrolit.

2. Temperatur, suhu tubuh yang tinggi menyebabkan proses pengeluaran

cairan mlalui keringat cupuk banyak, sehingga tubuh akan banyak

mengeluarkan cairan.

3. Diet. Apabila kekurangan nutrien tubuh akan memecah cadangan

makanan yang tersimpan di dalamnya sehingga dalam tubuh terjadi

pergerakan cairan yang dapat berpengaruh pada jumlah pemenuhan

kebutuhan cairan.

4. Stres, dapat memengaruhi pemenuhan kebutuhan cairan dan elektrolit

melalui proses peningkatan produksi ADH, karena proses ini dapat

meningkatkan metabolisme sehingga mengakibatkan terjadinya

glikolisis otot yang dapat menyebabkan retensi sodium dan air.

5. Sakit. Pada keadaan sakit terdapat banyak sel yang rusak, sehingga

untuk memperbaiki sel yang rusak dibutuhkan proses pemenuhan

kebutuhan cairan yang cukup. Keadaan sakit menimbulkan

ketidakseimbangan sistem dalam tubuh, yang mengganggu

keseimbangan cairan dan elektrolit. (Haswita, 2017)

B. Tinjauan Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

Pengkajian keperawatan pada pasien CKD meliputi anamnesis

riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, pemeriksaan diagnostik, dan

pengkajian psikososial.

a. Anamnesis

Identitas klien, keluhan utama, riwayat penyakit saat ini,

riwayat penyakit dahulu, dan riwayat penyakit keluarga.

16

1) Identitas lengkap pasien (Nama, umur, jenis kelamin,

alamat, pekerjaan, jam masuk rumah sakit, nomor

register, diagnosa medis)

2) Keluhan utama

Alasan utama klien meminta pertolongan kesehatan.

3) Riwayat penyakit sekarang

Biasanya terjadi gejala kelelahan ekstermitas,

gangguan tidur, edema jaringan umum & pitting

edema pada ekstermitas bawah.

4) Riwayat penyakit dahulu

Riwayat masalah ginjal klien, dan sudah pernah

berobat kemana saja dan jenis obat yang dikonsumsi,

riwayat penyakit hipertensi, kardiovaskuler, DM.

5) Riwayat penyakit keluarga

Adanya riwayat penyakit keluarga terdahulu yang

terkait dengan riwayat penyakit klien saat ini. Seperti

hipertensi, diabetes, batu ginjal, ataupun gagal ginjal.

6) Makanan dan Cairan

Pasien gagal ginjal kronik biasanya mengalami

gejala penurunan nafsu makan, mual, muntah, nyeri

ulu hati, rasa tak sedap di mulut (Pernapasan

Amonia). Penambahan berat badan cepat (edema),

penurunan berat badan (malnutrisi),

7) Eliminasi

Biasanya terjadi penurunan fekuensi urin, oliguria,

anuria, abdomen kembung, diare atau konstipasi,

perubahan warna urin, kuning pekat, merah, coklat.

8) Tanda dan gejala yang menyertai : demam,

menggigil, berkeringat, perubahan kulit, pruritus,

bekuan uremik dan uremik sebagai gejala akumulasi

sampah metabolisme dalam darah yang diakibatkan

17

karena gagal ginjal yang ditandai dengan : anoreksia,

mual, muntah, kram otot, pruritus, lemah dan mudah

lelah

9) Neurosensori

Kadang pasien merasa sakit kepala, penglihatan

kabur, kram otot, kebas dan terasa terbakar pada

telapak kaki.

b. Pemeriksaan fisik

1) Keadaan umum

Umumnya klien masih sadar sepenuhnya dan dapat

berkomunikasi dengan baik. Nadi lemah dan halus,

terjadi hipotensi orthostatic akibat hipovolemia,

dapat terjadi peningkatan suhu.

2) Pernapasan

Pada inspeksi didapatkan klien batuk dengan atau

tanpa sputum kental dan banyak. Nafas pendek, dan

jika terdapat edema paru sputum yang keluar akan

berwarna merah muda dan encer.

3) Mata

Sering ditemukan warna konjungtiva yang

pucat/putih, edema preorbial.

4) Wajah

Apakah wajah tampak sembab atau tidak. Wajah

sembab disebabkan karena udem.

5) Pemeriksaan Ginjal

Keadaan normal, ginjal tidak teraba. Apabila teraba

membesar dan kenyal, kemungkinan adanya

polikistik maupun hidroneprosis. Bila dilakukan

penekanan pasien mengeluh sakit, hal ini tanda

kemungkinan adanya peradangan.

6) Gaya jalan

18

Adanya kesemutan dan kram pada otot ekstremitas

bawah mempengaruhi gaya berjalan klien dengan

gagal ginjal kronik.

c. Mengukur Intake dan Output Cairan

Pengukuran Intake dan Output cairan merupakan

suatu tindakan yang dilakukan untuk mengukur jumlah

cairan yang masuk kedalam tubuh (Intake) dan jumlah cairan

yang keluar dari tubuh (Output).

Tujuan :

a) Menentukan status keseimbangan cairan tubuh klien.

b) Menentukan tingkat dehidrasi ataupun tingkat

kelebihan cairan klien.

Prosedur :

a) Tentukan jumlah cairan yang masuk kedalam tubuh.

Cairan yang masuk kedalam tubuh melalui air minum,

air dalam makanan, air hasil oksidasi (metabolisme),

dan cairan intravena.

b) Tentukan jumlah cairan yang keluar dari tubuh klien.

Cairan yang keluar dari tubuh terdiri atas urine,

insensible water loss (IWL), feses, dan muntah.

c) Tentukan keseimbangan cairan tubuh klien dengan

rumus :

Balance Cairan = Intake-Output + IWL (Insensible

Water Loss)

d. Pemeriksaan Penunjang

1) Urine

a) Volume, biasanya kurang dari 400 ml/24 jam atau anuria

b) Warna, Gelap endapan coklat menunjukkan adanya darah,

hemoglobin, myoglobin, perphyris.

c) Masa jenis, kurang dari 1,015 (pada nilai 1,010

merefleksikan kerusakan ginjal berat)

19

d) Osmolaritas, kurang dari 350 mg/liter adalah petunjuk

kerusakan tubuler dan urine/serum rasiosering 1 : 1

e) Kreatinin cleraence, mungkin menurun secara jelas

(significan)

f) Sodium, lebih besar dari 40 mEq/liter karena ginjal tidak

mampu mereabsorpsi sodium.

g) Protein, proteinuria berat (3-4 +) secara pasti merupakan

indikasi kerusakan glomerulus jika sel-sel darah merah dan

endapan ditemukan juga.

2) Darah

a) BUN/Kreatinin, biasanya proporsinya naik. Tingkat

keratinin 10 mg/dl mendukung tahap lanjut (mungkin

serendah 5)

b) CBC (Complet Blood Count = Hitung darah lengkap)

Hematokrit, menurun bila ada anemia Hb : biasanya kurang

dari 7-8 g/dl. Sel-sel darah merah : masa hidupnya menurun

karena defisiensi eritroprotein akibatr azotemia (adanya

kreatinin dalam darah).

c) Analisa gas darah, PH : menurun, asidosis metabolik terjadi

(PH kurang dari 7,2) karena ginjal kehilangan kemampuan

mengekresikan hidrogen dan amoniak atau produk akhir

katabolisme (pemecahan) protein HCO3 menurun PCO2

menurun.

d) Serum Sodium, mungkin rendah (jika ginjal “waste sodium”)

atau normal (merefleksikan pengenceran hipernatremia).

e) Potassium, meningkat sehubungan dengan retensi karena

seluler shift (asidosis) atau pelepasan jaringan (sel-sel merah

hemolisis)

f) Magnesium, meningkat

g) Fosfor, meningkat

20

h) Protein, menurunnya tingkat serum protein mungkin

merefleksikan protein lepas dalam urine, perpindahan cairan,

menurunnya intake atau menurunnya sintesa protein

selayaknya pada kekurangan asam amino esensial.

i) KUB (abdomen), menggambarkan ukuran ginjal, ureter

kandung kemih dan adanya obstruksi (batu)

j) Retrograde pyelogram, menunjukkan keabnormalan pelvis

ginjal dan ureter

k) Renal arteriogram, memeriksa sirkulasi ginjal dan

mengidentifikasi ekstravaskuleritas, massa.

l) Voiding cystrouetgram, menunjukkan ukuran kandung

kemih, refluk kedalam ureter, retensi.

m) Renal ultrasound, menentukan ukuran ginjal : dan adanya

massa kista, obstruksi pada traktus urinarius bagian atas.

n) EKG, mungkin merefleksikan keseimbangan elektrolit, asam

basa yang abnormal.

o) X-Ray kaki, tulang tengkorak, columna spinalis dan tangan,

untuk mengetahui demineralisasi, kalsifikasi.

2. Diagnosa Keperawatan

Menurut SDKI (2016) diagnosa yang sering muncul pada klien

gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit adalah :

a. Hipervolemia berhubungan dengan gangguan mekanisme

regulasi.

b. Risiko ketidakseimbangan elektrolit berhubungan dengan

disfungsi ginjal.

21

3. Rencana Keperawatan

NO DIAGNOSA

KEPERAWATAN

TUJUAN DAN

KRITERIA HASIL

INTERVENSI RASIONAL

1 Hipervolemia

berhubungan dengan

gangguan mekanisme

regulasi.

Tujuan :

Setelah dilakukan asuhan

keperawatan selama 3x24

jam diharapkan

hipervolemia dapat

teratasi.

Kriteria Hasil :

1. Terbebas dari edema,

efusi.

2. Bunyi nafas bersih,

tidak ada dypsneu/

ortopneu.

3. Terbebas dari distensi

vena jugularis.

4. Tanda-tanda vital dalam

batas normal .

1. Periksa tanda dan gejala

hipervolemia (mis.

Ortopnea dispnea, edema,

JVP/CVP meningkat,

refleks hepatojugular

positif, suara napas

tambahan)

2. Identifikasi penyebab

hipervolemia

3. Observasi tanda-tanda

vital

4. Monitor intake dan output

cairan

5. Monitor tanda

hemokonsentrasi (mis.

Kadar natrium, BUN,

hematokrit, berat jenis

urine)

6. Monitor tanda peningkatan

tekanan onkotik plasma

(mis. Kadar protein, dan

albumin meningkat)

7. Monitor kecepatan infus

secara ketat

8. Monitor efek samping

diureti (mis. Hipotensi

ortortostatik, hipovolemia,

hipokalemia,

hiponatremia)

Terapeutik :

1. Timbang berat badan

setiap hari di waktu yang

sama

1.Peningkatan menunjukkan

adanya hipervolemia. Kaji

bunyi jantung dan napas,

perhatikan S3 dan/atau

gemericik, ronchi. Kelebihan

volume cairan berpotensi gagal

jantung kongestif/ edema paru

2. Beberapa kondisi yang dapat

menyebabkan hipervolemia

yaitu gagal jantung kongestif,

infark miokard, penyakit katup

jantung, sirosis hati, dan gagal

ginjal.

3. Takikardia dan hipertensi

terjadi karena (1) kegagalan

ginjal untuk mengeluarkan

urine, (2) pembatasan cairan

berlebihan selama mengobati

hipervolemia atau perubahan

fase oliguria gagal ginjal,

(3) perubahan pada system

renin-angiotensin.

Catatan : pengawasan invasive

diperlukan untuk mengkaji

volume intravascular,

khususnya pada pasien dengan

fungsi jantung buruk.

4. Pada kebanyakn kasus,

jumlah aliran harus sama atau

lebih dari jumlah yang

dimasukkan. Keseimbangan

positif menunjukkan kebutuhan

evaluasi lebih lanjut.

22

2. Batasi asupan cairan dan

garam

3. Tinggikan kepala tempat

tidur 30-40º

Edukasi

1. Anjurkan melapor jika BB

bertambah >1 kg dalam

sehari

2. Ajarkan cara mengukur

dan mencatat asupan dan

haluaran cairan

3. Ajarkan cara membatasi

cairan

Kolaborasi

1. Kolaborasi pemberian

diueretik

2. Kolaborasi penggantian

kehilangan kalium akibat

diuretik

3. Kolaborasi pemberian

continuous renal

replacemet therapy

(CRRT), jika perlu.

5. Kadar natrium tinggi

dihubungkan dengan kelebihan

cairan, edema, hipertensi, dan

komplikasi jantung.

Ketidakseimbangan dapat

mengganggu konduksi

elektrikal dan fungsi jantung.

6. Terjadinya peningkatan

tekanan onkotik plasma

mengakibatkan terjadinya

edema.

7. Mencegah terjadinya intake

cairan berlebihan sehingga

memperparah keadaan

kelebihan volume cairan.

8. Diuretik berfungsi membuang

kelebihan garam dan air dari

dalam tubuh melalui urine.

Jumlah garam, terutama natrium

yang diserap kembali oleh ginjal

akan dikurangi. Natrium

tersebut akan ikut membawa

cairan yang ada didalam darah,

sehingga produksi urin

bertambah. Akibatnya, cairan

tubuh akan berkurang dan

tekanan darah akan turun.

Terapeutik :

1. Membantu mengevaluasi

status cairan khususnya bila

dibandingkan dengan berat

badan. Peningkatan berat badan

antara pengobatan harus tidak

lebih dari 0,5 kg/hari.

2. Menjaga agar

kelebihan cairan tidak

bertambah parah. Garam dapat

23

mengikat air sehingga akan

memperparah kelebihan cairan.

3. Klien dengan

kelebihan volume cairan juga

mengalami gangguan

pernafasan seperti Takipnea,

Dispnea, peningkatakan

frekuensi/kedalaman

(pernapasan Kussmaul).

Edukasi :

1. Peningkatan BB > 1 kg

dalam sehari

mengindikasikan

kelebihan volume

cairan dalam tubuh.

2. Pentingnya pengukuran

intake dan output

cairan agar

terdokumentasi

sepenuhnya.

3. Pembatasan cairan

membutuhkan

kerjasama dari

berbagai pihak

termasuk pasien dan

keluarga.

Kolaborasi :

1. Diuretik dapat

meningkatkan laju aliran urine

sehingga produksi urine

meninggkat guna mengurangi

kelebihan volume cairan dalam

tubuh.

2. Hanya 10% kalium

yang mencapai tubulus

konvolutus distal. Peningkatan

aliran urin dan natrium

24

ditubulus distal, meningkatkan

sekresi kalium di tubulus distal

sehingga dapat menyebabkan

hipokalemia.

3. Merupakan terapi yang

menggantikan fungsi

penyaringan darah normal dari

ginjal.

2. Resiko

ketidakseimbangan

elektrolit b.d disfungsi

ginjal

Tujuan :

Setelah dilakukan asuhan

keperawatan selama 3x24

jam diharapkan resiko

ketidakseimbangan

elektrolit dapat teratasi.

Kriteria Hasil :

1. Terbebas dari

edema, efusi, anasarka.

2. Bunyi nafas

bersih, tidak ada dypsneu

/ortopneu

3. Kadar elektrolit

dalam tubuh normal.

4. Tanda-tanda vital

dalam batas normal

Observasi :

1. Identifikasi kemungkinan

penyebab ketidakseimbangan

elektrolit.

2. Monitor kadar elektrolit

serum.

3. Monitor mual, muntah dan

diare.

4. Monitor kehilangan cairan,

jika perlu.

5. Monitor tanda dan gejala

hipokalemia (mis. Kelemahan otot,

interval QT memanjang, gelombang

T datar atau terbalik, depresi segmen

ST, gelombang U, kelelahan,

parestesia, penurunan refleks,

anoreksia, konstipasi, motilitas usus

menurun, pusing, depresi

pernapasan).

6. Monitor tanda dan gejala

hiperkalemia (mis. Peka rangsang,

gelisah, mual, muntah, takikardia,

mengarah ke bradikardia,

fibrilasi/takikardia ventrikel,

gelombang T tinggi, gelombang P

datar, kompleks QRS tumpul, blok

jantung mengarah asistol).

7. Monitor tanda dan gejala

hiponatremia(mis. Disorientasi, otot

Observasi :

1. Beberapa kondisi yang

mungkin menyebabkan

ketidakseimbangan elektrolit

yaitu diare/muntah, luka bakar,

gagal ginjal, efek obat. Setelah

penyebab diketahui perawat

akan mudah dalam menentukan

tindakan selanjutnya yang dapat

dilakukan.

2. Elektrolit sebagai

indikator keadaan status cairan

dalam tubuh.

3. Mual, muntah dan diare

merupakan keadaan yang dapat

menyebabkan gangguan

keseimbangan elektrolit.

4. Kehilangan cairan

berlebih juga berpengaruh

terhadap keseimbangan

elektrolit dalam tubuh.

5. Menyadari tanda dan

gejala dengan cepat dan tepat

dapat mencegah terjadinya

kemungkinan yang tidak

diinginkan akibat hipokalemia.

6. Menyadari tanda dan

gejala dengan cepat dan tepat

dapat mencegah terjadinya

25

berkedut, sakit kepala, membrane

mukosa kering, hipotensi postural,

kejang, letargi, penurunan

kesadaran).

8. Monitor tanda dan gejala

hipernatremia (mis. Haus, demam,

mual, muntah, gelisah, peka

rangsang, membrane mukosa

kering, takikardia, hipotensi, letargi,

konfusi, kejang)

9. Monitor tanda dan gejala

hipokalsemia (mis.peka rangsang,

tanda spasme otot wajah, kram otot.

10. Monitor tanda dan gejala

hiperkalsemia (mis. Nyeri tulang,

haus, anoreksia, letargi, kelemahan

otot.)

11. Monitor tanda dan gejala

hipomagnesemia (mis. Depresi

pernapasan, apatis.

12. Monitor tanda dan gejala

Hipermagnesemia (mis. Kelemahan

otot, hiporefleks, bradikardia,

depresi SSP, letargi, koma, depresi)

Terapeutik :

1. Atur interval waktu

pemantauan sesuai dengan kondisi

pasien

2. Dokumentasikan hasil

pemantauan

Edukasi :

1. Jelaskan tujuan dan

prosedur pemantauan

2. Informasikan hasil

pemantauan.

kemungkinan yang tidak

diinginkan akibat hiperkalemia.

7. Menyadari tanda dan

gejala dengan cepat dan tepat

dapat mencegah terjadinya

kemungkinan yang tidak

diinginkan akibat hiponatremia.

8. Menyadari tanda dan

gejala dengan cepat dan tepat

dapat mencegah terjadinya

kemungkinan yang tidak

diinginkan akibat hipernatremia.

9. Menyadari tanda dan

gejala dengan cepat dan tepat

dapat mencegah terjadinya

kemungkinan yang tidak

diinginkan akibat hipokalsemia.

10. Menyadari tanda dan

gejala dengan cepat dan tepat

dapat mencegah terjadinya

kemungkinan yang tidak

diinginkan akibat hiperkalsemia.

11. Menyadari tanda dan

gejala dengan cepat dan tepat

dapat mencegah terjadinya

kemungkinan yang tidak

diinginkan akibat

hipomagnesemia.

12. Menyadari tanda dan

gejala dengan cepat dan tepat

dapat mencegah terjadinya

kemungkinan yang tidak

diinginkan akibat

Hipermagnesemia.

Terapeutik :

26

1. Pemantauan berkala

penting guna mengetahui

perkembangan kondisi klien.

2. Dokumentasi sebagai

dasar hukum tindakan

keperawatan yang telah

dilakukan jika suatu saat nanti

ada tuntutan dari pasien dan

sebagai alat komunikasi antar

tenaga kesehatan.

Edukasi :

1. Pasien dan keluarga

mengetahui dan mengerti tujuan

dan prosedur pemantauan yang

dilakukan

2. Pasien dan keluarga

mengetahui perkembangan

keadaan klien.

4. Implementasi

Implementasi adalah pelaksanaan rencana keperawatan

untuk mencapai tujuan spesifik. Tahap implementasi dimulai

setelah rencana keperawatan disusun dan ditujukan pada perawatn

untuk membantu klien. Implementasi dalam asuhan keperawatan

gangguan kebutuhan cairan dan elektrolit adalah manajemen

hipervolemia, pemantauan cairan, dan pemantauan elektrolit. Yang

memiliki beberapa tindakan yaitu, memeriksa tanda vital klien,

memeriksa tanda dan gejala hipervolemia seperti edema, dispnea,

suara tambahan napas. Kemudian memantau intake dan output

cairan klien, memonitor berat badan, memonitor kecepatan infus

secara ketat, serta mengajarkan klien cara membatasi cairan yang

masuk ke dalam tubuh. Selain itu, perlu juga mengidentifikasi

27

kemungkinan penyebab ketidakseimbangan elektrolit diantaranya

memantau kadar elektrolit.

5. Evaluasi

Evaluasi merupakan tindakan untuk melengakapi proses

keperawatan yang dapat dilihat dari perkembangan dan hasil

kesehatan klien. Tujuannya untuk mengetahui sejauh mana

perawatan dapat dicapai dan memberikan umpan balik terhadap

asuhan keperawatan yang diberikan.

Setelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan kelebihan

volume cairan dapat teratasi dengan kriteria :

1. Terbebas dari edema, dan efusi

2. Tidak ada distensi vena jugularis dan reflek hepatojugular(+)

3. Tidak terjadi kelelahan, kecemasan, dan kebingungan.

4. Mampu mengidentifikasi faktor yang dapat menambah

volume cairan tubuh

Setelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan klien

mampu mempertahankan keseimbangan elektrolit di dalam tubuh,

dengan kriteria :

1. Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan BB,

urine normal, HT normal.

2. Tanda-tanda vital dalam batas normal

3. Elastisitas turgor kulit baik, membrane mukosa lembab, tidak

ada rasa haus yang berlebihan.

C. Tinjauan Konsep Penyakit

1. Definisi Chronic Kidney Disease (CKD)

Gagal ginjal yaitu ginjal kehilangan kemampuannya untuk

mempertahankan volume dan komposisi cairan tubuh dalam keadaan

asupan makanan normal. Gagal ginjal kronik berjalan lambat dan tidak

reversible. (Price & Wilson, 2006)

2. Etiologi

a. Glomerulonefritis : Peradangan pada ginjal.

28

b. Nefropati analgesik : Salah mengonsumsi obat analgesik

c. Nefropati refluk

d. Ginjal polikistik : Penyakit ginjal keturunan

e. Nefropati diabetik : Terjadi karena penyakit diabetes

f. Hipertensi

g. Obstruksi

h. Gout

3. Manifestasi Klinis

Menurut perjalanan klinisnya :

a. Menurunnya cadangan ginjal pasien asomatik, namun gfr dapat

menurun hingga 25% dari normal.

b. Insufisiensi ginjal, selama keadaan ini pasien mengalami

poliuria dan nokturia, GFR 10% hingga 25% dari normla, kadar

kreatinin serum dan BUN sedikit meningkat diatas normal.

c. Penyakit ginjal stadium akhir (ESRD) atau sindrom uremik

(lemah, latergi, anoreksia, mual, muntah, nokturia, kelebihan

volume cairan, neuropati perifer, pruritus, uremic frost,

perikarditis, kejang-kejang sampai koma), yang ditandai dengan

GFR kurang dari 5-10ml/menit, kadar serum kreatinin dan BUN

meningkat tajam, dan terjadi perubahan biokimia dan gejala

komplek. Gejala komplikasi antara lain, hipertensi, anemia,

osteodistrofi renal, payah jantung, asidosis metabolik, gangguan

keseimbangan elektrolit (Sodium, kalium, klorida).

4. Stadium Gagal Ginjal Kronik

Gagal ginjal kronik selalu berkaitan dengan penurunan progresif

GFR. Stadium-stadium gagal ginjal kronik didasarkan pada tingkat GFR

yang tersisa, diantaranya adalah sebagai berikut :

Tabel 2.4. klasifikasi National Kidney Foundation tentang penyakit ginjal kronis.

Stadium Deskripsi Istilah lain yang

digunakan

GFR

(ml/menit/1,73 m3)

29

1 Kerusakan ginjal

dengan tingkat filtrasi

glomerulus (GFR)

normal

Berada pada resiko >90

2 Kerusakan ginjal

dengan penurunan

GFR ringan

Kelainan ginjal kronis

(chronic renal insufficiency

–CRI)

60-89

3 Penurunan GFR sedang CRI, gagal ginjal krinis

(chronic renal failure-CRF)

30-59

4 Penurunan GFR parah CRF 15-29

5 Gagal ginjal Penyakit ginjal stadium

akhir (End-stage renal

disease-ESRD)

<15

(Sumber : Black & Hawks, 2014)

5. Tanda dan Gejala

a. Kulit : mudah lecet, rapuh, leukonika.

b. Mulut : lidah kering dan berselaput

c. Mata : Mata merah

d. Kardiovaskuler : hipertensi, kelebihan cairan, gagal jantung,

perikarditis uremik, penyakit vaskuler.

e. Pernafasan : hiperventilasi asidosis, edema paru, efusi pleura

f. Gastrointestinal : anoreksia, nausea, gastritis, ulkus peptikum,

kolik uremik, diare yang disebabkan oleh anti biotik.

g. Kemih : nokturia, poliuria, haus, proteinuria, penyakit ginjal yang

mendasarinya.

h. Reproduksi : penurunan libido, impotensi, amenore, infertilitas,

ginekomastia, galaktore.

i. Syaraf : latergi, malaise, anoreksia, tremor, ngantuk,

kebingungan, flap, mioklonus, kejang, koma.

j. Hematologi : anemia, defisit imun, mudah mengalami

pendarahan

30

6. Patofisiologi

Gagal ginjal merupakan sebuah fenomena kehilangan secara

bertahap fungsi dari nefron. Kerusakan nefron merangsang kompensasi

nefron yang masih utuh untuk mempertahankan homeostasis cairan dan

elektrolit. Mekanisme adaptasi pertama adalah dengan cara hipertrofi

dari nefron yang masih utuh untuk meningkatkan kecepatan filtrasi,

beban solut dan reabsorpsi tubulus.

Apabila 75 % massa nefron sudah hancur maka kecepatan filtrasi

dan beban solute untuk tiap nefron sangat tinggi sehingga keseimbangan

glomerolus dan tubulus tidak dapat dipertahankan. Terjadi

ketidakseimbangan antara filtrasi dan reabsorpsi disertai dengan

hilangnya kemampuan pemekatan urin.

7. Diagnosis

Gambaran Klinis

a. Sesuai dengan penyakit yang mendasari seperti diabetes mellitus,

infeksi traktus urinarius, batu traktus urinarius, hipertensi,

hiperurikemia,SLE,dll.

b. Sindroma Uremia, yang terdiri dari lemah, letargi, anoreksia,

mual,muntah, nokturia, kelebihan volume cairan (volume overload),

neuropati perifer, pruritus, uremic frost, perikarditis, kejang-kejang

sampai koma.

c. Gejala komplikasinya antara lain, hipertensi, anemia, osteodistrofi

renal, payah jantung, asidosis metabolik, gangguan keseimbangan

elektrolit (sodium, kalium, klorida)

Gambaran Laboratoris

a. Sesuai dengan penyakit yang mendasarinya

b. Penurunan fungsi ginjal berupa peningkatan kadar ureum dan

kreatinin serum, dan penurunan LFG, kreatinin serum saja tidak bisa

dipergunakan untuk memperkirakan fungsi ginjal.

c. Kelainan biokomiawi darah meliputi penurunan kadar

hemoglobin, peningkatan kadar asam urat, hiper atau hipokalemia,

31

hiponatremia, hiper atau hipokloremia, hiperfosfatemia,

hipokalsemia, asidosis metabolik.

d. Kelainan urinalisis meliputi proteinuria, hematuria, leukosuria,

cast, isosteinuria.

8. Penatalaksanaan

Menurut (Tanto, 2014)

1. Terapi spesifik terhadap penyakitnya

Waktu yang paling tepat adalah sebelum terjadi penurunan LFG

sehingga pemburukan fungsi ginjal tidak terjadi. Pada ukuran ginjal

yang masih normal secara USG, biopsy dan pemeriksaan hispatologi

dapat menentukan indikasi yang tepat terhadap terapi spesifik.

2. Pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid

Perlu pencatatan kecepatan penurunan LFG untuk mengetahui kondisi

komorbid. Faktor komorbid antara lain yaitu gangguan keseimbangan

cairan, hipertensi tidak terkontrol, infeksi traktus urinarius, obstruksi

traktus urinarius, obat-obatan nefrotoksik, bahan kontras atau

peningkatan penyakit dasarnya.

3. Menghambat perburukan fungsi ginjal

Faktor utama yaitu hiperfiltrasi glomerulus, ada dua cara untuk

menguranginya.

a. Terapi farmakologis

Pemakaian Obat Anti Hipertensi (OAH) terutama Angiotensin-

converting enzyme inhibitor (ACEI) sebagai obat antihipertensi dan

antiproteinuria.

b. Terapi non farmakologis

Pembatasan protein yang mulai dilakukan saat LFG ≤ 60 ml/menit.

Protein diberikan hanya 0,6-0,8/kgBB/hari dengan jumlah

pengaturan asupan kalori 30-35 kkal/kgBB/hari. Pembatasan

Lemak, karbohidrat, garam NaCl, kalsium, besi, magnesium asam

32

folat Pasien dan pembatasan cairan sesuai dengan balance cairan

klien.

4. Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskuler

Meliputi pengendalian DM, hipertensi, dyslipidemia, anemia,

hiperfosfatemia dan terapi kelebihan cairan dan gangguan keseimbang

elektrolit.

5. Pencegahan dan terapi terhadap komplikasi

a. Anemia

Defisiensi eritropoetin, defisiensi besi, kehilangan darah

(perdarahan saluran cerna, hematuria), masa hidup eritrosit yang

pendek akibat hemolysis, defisiensi asam folat, penekanan sumsum

tulang oleh uremik, proses inflamasi akut atau kronik. Evaluasi

anemia dimulai saat Hb ≤ 10% atau Ht ≤ 30%. Meliputi evaluasi

status besi (kadar besi serum/serum iron), kapasitas ikat besi total,

ferritin serum dengan sasaran Hb 11/12 gr/dL.

b. Osteodistrofi renal

Mengatasi hiperfosfatemia dan pemberian hormon kalsitriol.

c. Hiperfosfatemia

Pembatasan fosfat (diet rendah fosfat, tinggi kalori, rendah protein

dan rendah garam). Asupan fosfat 600-800 mg/hari.

d. Pemberian kalsitriol

Kadar fosfat normal, kadar hormon paratiroid (PTH) >2,5x normal.

e. Pembatasan cairan dan elektrolit

Pembatasan cairan dan elektrolit disesuaikan dengan hasil dari

Balance Cairan klien yang dihitung dengan cara

Balance Cairan = Intake-Output + IWL (Insensible Water Loss)

f. Terapi pengganti ginjal

Hemodialysis, peritoneal dialysis / transplantasi ginjal pada gagal

ginjal stadium 3 dengan LFG < 15 ml/menit.